Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 10, No. 10, Oktober 2024

 

MENCEGAH DIPERHAMBA PORNOGRAFI DI ERA SOSIAL MEDIA 

 

Nathanael Yitshak Hadi1, Yanto Paulus Hermanto2

STT Kharisma, Bandung, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk menolong keluarga, guru juga rohaniawan gereja dalam mencegah anak-anak muda terpapar kecanduan pornografi. Melalui kajian pustaka dan eksposisi 1 Korintus 6:12-20, peneliti menemukan jawaban terhadap tujuan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi eksposisi 1 Korintus 6:12-20 sangat penting dan dapat diterapkan untuk mencegah dan mengatasi kecanduan pornografi. Prinsip-prinsip termuan memberikan panduan yang relevan dan efektif untuk menjaga kesucian dan integritas tubuh, dengan menekankan pentingnya hidup sesuai dengan ajaran Alkitab dan memuliakan Tuhan. Pendekatan holistik yang mengintegrasikan aspek teologis, psikologis, dan praktis ini memberikan solusi komprehensif bagi umat Kristiani dalam menghadapi tantangan kecanduan pornografi di era digital.

Kata kunci: Kecanduan Pornografi, 1 Korintus 6:12-20, Pendidikan, Teknologi Pemblokiran

 

Abstract

The purpose of this study is to help families, teachers and church clergy in preventing young people from being exposed to pornography addiction. Through a literature review and exposition of 1 Corinthians 6:12-20, the researcher found the answer to the purpose of this study. The results of the study indicate that the contribution of the exposition of 1 Corinthians 6:12-20 is very important and can be applied to prevent and overcome pornography addiction. The principles found provide relevant and effective guidance for maintaining the purity and integrity of the body, emphasizing the importance of living according to the teachings of the Bible and glorifying God. This holistic approach that integrates theological, psychological and practical aspects provides a comprehensive solution for Christians in facing the challenges of pornography addiction in the digital age.

Keywords: Pornography Addiction, 1 Corinthians 6:12-20, Education, Content Blocking Technology

 

Pendahuluan

Pada masa digital kini, pornografi lebih mudah diakses daripada sebelumnya. Aksesibilitas ini mengarah pada peningkatan kecanduan pornografi, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Dampak dari konsumsi pornografi meluas, mencakup penurunan harga diri, distorsi pandangan tentang seksualitas, serta kerusakan hubungan interpersoal(Haidar & Apsari, 2020). Bagi umat Kristiani, hal ini menjadi perhatian khusus karena bertentangan dengan nilai-nilai spiritual dan moral yang diajarkan dalam Alkitab.

Menurut data terbaru dari Semrush mengenai lalu lintas situs web berdasarkan negara, pada bulan Juni 2024, situs porno Pornhub menempati posisi ketujuh dalam hal jumlah kunjungan global, dengan total pengunjung mencapai 5,2 miliar. Statistik ini menunjukkan dominasi yang signifikan dari situs tersebut di pasar internet dunia. Dari total kunjungan ini, hanya 6,88% yang mengakses situs melalui desktop, sementara mayoritas, yaitu 93,12%, menggunakan perangkat smartphone. Hal ini mencerminkan pergeseran perilaku pengguna internet, di mana perangkat mobile semakin mendominasi sebagai alat utama untuk mengakses konten online yang negative. Pengunjung unik Pornhub, yaitu individu yang mengunjungi situs tersebut lebih dari sekali, berjumlah 910,7 juta dengan durasi rata-rata kunjungan 10 menit 15 detik. Durasi yang cukup lama ini menunjukkan keterlibatan tinggi pengguna dengan konten yang tersedia di situs tersebut, serta kemungkinan adanya kebiasaan yang konsisten dalam mengakses situs. Sementara itu, di tingkat nasional, situs porno XNXX berada pada urutan ke-18 dengan jumlah pengunjung kunjungan sebanyak 65,81 juta. Dari jumlah kunjungan ini, hanya 1,38% yang mengakses melalui desktop, sementara 98,62% menggunakan perangkat smartphone. Melihat data ini, maka jumlah yang terpapar pornografi cukup besar.

Mengkonsumsi pornografi dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, termasuk menurunnya harga diri, pandangan seksualitas yang menyimpang, dan merusak relasi dengan sesama dan Tuhan. Pornografi dapat mengontrol seseorang, sehingga mereka memprioritaskan pornografi di atas segalanya. Hal ini dapat mengakibatkan pengabaian tanggung jawab, penarikan diri dari hubungan kehidupan nyata, dan rasa malu dan bersalah yang mendalam (Mariyati, 2017). Diperbudak oleh pornografi berarti kehilangan kendali atas tindakan dan pikiran seseorang, membiarkan keinginan berdosa mendikte perilakunya. Mengkonsumsi pornografi merupakan pelanggaran prinsip kebenaran Firman Tuhan karena pornografi memanfaatkan tubuh manusia untuk tujuan egois dan berdosa, alih-alih untuk kemuliaan Allah. Konten pornografi tidak hanya merendahkan pemirsa tetapi juga individu yang digambarkan di dalamnya, menjadikan mereka semata-mata objek nafsu (Setiawan & Sugiono, 2023).

Penelitian ini mendalami bagaimana ajaran 1 Korintus 6:12-20 dapat diterapkan untuk mencegah dan mengatasi kecanduan pornografi di era media sosial. Dengan mengupas secara mendalam ayat-ayat tersebut, penulis berharap dapat memberikan panduan praktis bagi orang percaya untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip alkitabiah sehingga mampu menghindari perbudakan pornografi. Penelitian ini menggabungkan analisis teologis dari 1 Korintus 6:12-20 dengan pendekatan praktis untuk mencegah dan mengatasi kecanduan pornografi di era media sosial. Kedua hal tersebut masih belum banyak dibahas dalam literatur-literatur yang ada.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis melalui studi pustaka dan eksposisi terhadap 1 Krintus 6:12-20. Adapun penulis mengumpulkan buku-buku dan jurnal yang membahas berkaitan dengan penyebab, akibat dan pencegahan pornografi. Langkah-langkah yang dibahas secara sistematis diawali dari pemahaman godaan dan akibat pronografi, eksegesis dan eksposisi 1 Korintus 6:12-20, strategi mencegah dan mengatasi kecanduan pornografi melalui peningkatan pengendalian diri dan disiplin spiritual, pendampingan dalam menggunakan teknologi anti-pornografi.

 

Hasil dan Pembahasan

Pemahaman penyebab dan akibat pornografi

Ada beberapa aspek penting untuk dipahami oleh setiap umat kristen berkaitan dengan penyebab  dan akibat terpaparnya pornografi.

 

 

Godaan pornografi melalui media sosial

Salah satu penyebab utama seseorang tergoda terhadap konten pornografi melalui media sosial adalah karena mudahnya akses ke berbagai situs web melalui perangkat digital. Pengguna dapat dengan cepat menemukan konten pornografi tanpa filter yang memadai. Penyebab terpaparnya remaja muda oleh pornografi juga disebabkan karena media dan iklan yang menampilkan unsur sensual atau seksual secara terus menerus. Hal ini menyebabkan konten pornografi dianggap hal yang normal. Penggunaan citra seksual dalam iklan dan media mainstream dapat mengaburkan batas antara konten yang informatif dan eksploitasi seksual.

Paparan berulang terhadap iklan dan media yang bernuansa seksual dapat membuat individu lebih mudah terpengaruh dan mencari konten pornografi secara aktif (Ratu Agung Dewangga Arinatha Gunawan et al., 2021). Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa banyak remaja muda tidak mendapatkan informasi yang akurat dan menyeluruh tentang seksualitas dan hubungan, sehingga hal ini menimbulkan rasa ingin tahu dan mendorong untuk mencari jawaban dan pengetahuan melalui konten pornografi (John H. Gagnon, 2017).

 

Pornografi menjadi mekanisme pelarian

Sebuah studi di Amerika Serikat mengungkap faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kecanduan, terutama dalam konteks pornografi. Seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls atau memiliki kecenderungan untuk mencari kepuasan instan, cenderung lebih rentan mengakses dan terlibat dengan konten pornografi. Keadaan ini sering diperparah oleh faktor psikologis seperti kecemasan atau stres, di mana pornografi digunakan sebagai mekanisme pelarian untuk meredakan emosi negatif sementara, meskipun memiliki dampak negatif jangka panjang (Rømer Thomsen et al., 2018a).

 

Pornografi menurunkan produktivitas

Para peneliti dan ahli menemukan bahwa kecanduan terhadap pornografi menurunkan produktivitas seseorang yang disebut sebagai Lack of perseverance atau kurangnya ketekunan adalah ketidakmampuan untuk tetap konsisten dan bertanggungjawab dalam menjalankan tugas atau menghadapi tantangan. Seseorang dengan sifat ini cenderung mudah menyerah atau tidak memiliki daya juang ketika menghadapi kesulitan, yang menyebabkan ketidakmampuan dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang memerlukan usaha yang konsisten dan berkelanjutan. Kurangnya ketekunan ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pencapaian akademik, karier, dan hubungan personal sehingga memiliki kecenderungan untuk bertindak gegabah dalam kondisi emosi yang ekstrem, baik positif maupun negatif. Hal ini dapat terjadi melalui peningkatan harapan akan kenikmatan langsung atau (Rømer Thomsen et al., 2018b).

 

Kontribusi  1 Korintus 6:12-20 Berkaitan Dengan Penegahan Pornografi

Dalam 1 Korintus 6:12-20, Rasul Paulus memberikan prinsip-prinsip penting yang relevan untuk masalah pornografi. Hal ini juga mengingatkan bahwa meskipun seseorang mungkin memiliki hak untuk melakukan sesuatu, mereka tidak boleh diperbudak oleh hal tersebut.

Pernyataan tentang kebangkitan dalam ayat 14 sesuai dengan ayat 13b dan berfungsi sebagai dasar teologis untuk "Tubuh bagi Tuhan dan Tuhan bagi tubuh." Dengan demikian, hal ini mengantisipasi argumen yang lebih rinci dalam pasal 15, di mana beberapa orang menyangkal kebangkitan masa depan orang percaya (15:12). Seperti dalam argumen itu, kebangkitan orang percaya didasarkan pada kebangkitan Kristus: "Allah juga telah membangkitkan Tuhan, dan Dia akan membangkitkan setiap orang percaya." Keduanya dilakukan "dengan kuasa-Nya" ( Rm. 1:4). Pernyataan ini sangat kontras dengan pandangan spiritualitas Korintus, yang mengharapkan keselamatan "spiritual" yang pada akhirnya akan bebas dari tubuh. Di balik bentuk spiritualitas ini terdapat pandangan dunia Yunani yang menempatkan sedikit atau tidak ada nilai pada tatanan material.

Dari pandangan semacam ini berkembang gagasan "keabadian jiwa," yaitu bahwa roh entah bagaimana abadi, tetapi tubuh, bersama dengan tatanan material lainnya, ditakdirkan untuk dibinasakan. Ini adalah pandangan yang sepenuhnya kafir; kredo Kristen mengatakan sebaliknya: "Saya percaya ... dalam kebangkitan tubuh." Sangat kontras dengan pandangan Yunani, Perjanjian Lama menyatakan bahwa pada saat penciptaan, Allah memandang alam semesta yang telah diciptakan dan menganggapnya baik. Penyelesaian akhir menantikan langit dan bumi baru; yang dalam tatanan baru itu, tubuh dibangkitkan sehingga umat Allah akan mengalami kepenuhan akhir yang Allah maksudkan ((Fee, 1987)

Ayat 15, Paulus mengingatkan pentingnya menjaga kesucian tubuh orang percaya karena tubuh adalah anggota Kristus dan bait Roh Kudus dan ketika seorang percaya berdosa, terutama tubuhnya kepada percabulan, mereka sebenarnya sedang berdosa terhadap tubuh Kristus sendiri karena setiap orang percaya adalah bagian dari Kristus. Paulus menekankan bahwa ini bukan hanya masalah pribadi tetapi juga masalah spiritual yang dapat merusak persekutuan antara orang percaya dan Kristus. Oleh karena itu setiap orang percaya yang memberikan tubuhnya untuk percabulan, tidak memiliki sukacita.(Fee, 1987)

Ayat 16-18, Paulus menegur jemaat Korintus karena ketidaktahuan mereka terhadap prinsip teologis yang telah diajarkan sebelumnya. Meskipun dalam argumen pertama Paulus tidak menyebutkan dosa, dalam argumen kedua dia lebih dalam membahas makna menjadi anggota dari seorang pelacur yang bertentangan dengan kesatuan dengan Kristus dalam hubungan dengan Roh. Paulus juga menyoroti fakta dan efek dari tindakan berdosa dalam prostitusi. Paulus juga menekankan fakta dan dampak dari tindakan berdosa dalam prostitusi. Di tengah penjelasan ini, Paulus menambahkan perintah kedua yang lebih kuat, yaitu untuk menjauh dari pelacur. Perubahan dari aorist optative (μὴ γένοιτο) dalam perintah pertama menjadi present imperative (φεύγετε) dalam perintah kedua menunjukkan kekuatan perintah yang lebih besar. Kutipan dari Kejadian 2:24 oleh Paulus dimaksudkan untuk menunjukkan perbedaan antara kesatuan dua tubuh dalam prostitusi (yang dijelaskan dengan frasa "adalah satu tubuh" dalam ayat 16) dan kesatuan dengan Kristus (yang dijelaskan dengan frasa "adalah satu roh" dalam ayat 17). Kontras ini sangat jelas antara "satu tubuh" dalam praktik pelacuran dan "satu roh" melalui karya Roh Kudus. Dengan kontras yang tajam antara tubuh dan roh, orang percaya hanya memiliki satu pilihan, yaitu Tuhan. Oleh karena itu, perintah Paulus untuk terus menjauh dari percabulan dalam ayat 18 menjadi sangat penting. Dengan menggunakan argumen dosa dalam pernyataan sebelumnya (ayat 18b), perintah Paulus untuk menjauh dari percabulan menjadi lebih mendesak. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memahami frasa "setiap dosa" dan "dalam tubuhnya sendiri ia terus berdosa". Kunci untuk memahami pernyataan ini tampaknya terletak pada kekhawatiran Paulus tentang betapa merusaknya dosa percabulan. Ketika seorang percaya terlibat dalam percabulan, orang tersebut sengaja memberikan otoritas atas tubuhnya kepada orang lain (bukan istrinya) untuk dinikmati oleh tubuhnya. Implikasinya adalah bahwa orang percaya tersebut telah berdosa dalam tubuhnya sendiri karena terlibat dalam hubungan dengan seseorang yang bukan istrinya. Dosa ini sangat serius karena dua alasan: pertama, orang percaya menjadi satu tubuh dengan wanita tersebut, yang mengakibatkan rusaknya kesatuan dengan Kristus. Kedua, orang percaya membiarkan Roh Allah yang ada dalam dirinya berduka (Jonathan Rivett Robinson, 2018).

Ayat 19-20, Paulus menyampaikan kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban “tidak tahukah bahwa tubuh merupakan bait Roh Allah. Kata bait dalam terjemahan Yunani yaitu (ναὸς), yang berarti tempat suci, tempat kudus, tempat di mana dewa berdiam, bukan (Ἱερόν), yang mencakup seluruh lingkungan. Ini memberikan martabat bagi seluruh kehidupan, yang tidak dapat dilakukan oleh hal lain. Ke mana pun orang percaya pergi, orang percaya adalah pembawa bait tempat Roh Kudus berdiam. Dengan demikian bait suci adalah milik Allah dan karena orang percaya adalah bait suci itu, maka orang percaya adalah milik Allah. Oleh karena itu suatu kewajiban bagi setiap orang percaya untuk menghormati Allah dengan mempergunakan tubuh untuk memuliakan Allah. Tubuh harus dihormati dan dijaga dari dosa, karena tubuh adalah milik Allah dan Roh Allah diam didalamnya. Paulus menekankan bahwa setiap anggota tubuh Kristus yaitu orang percaya harus hidup dengan kesadaran akan harga yang telah dibayar oleh Kristus dan mempergunakan tubuh dengan cara yang memuliakan Allah (Widjaya, 2021).

Prinsip 1 Korintus 6:12-20 ini penting dalam konteks pornografi. Meskipun seseorang mungkin merasa memiliki hak untuk mengakses konten dewasa, tidak berarti hal tersebut akan memberikan manfaat. Pornografi sering kali memperbudak individu, mengendalikan tindakan dan pikiran mereka sehingga mereka kehilangan kebebasan dan kendali atas diri mereka sendiri. Konsumsi pornografi dapat menyebabkan banyak konsekuensi negatif, seperti penurunan harga diri, pandangan yang menyimpang tentang seksualitas, dan kerusakan hubungan interpersonal (Prawitasari, 2022). Hal ini merupakan aktivitas yang dapat memberikan dampak negatif jangka panjang pada kehidupan seseorang. Pornografi juga sering dikaitkan dengan adiksi. Konsumsi berulang-ulang dapat menyebabkan ketergantungan psikologis, di mana individu merasa sulit untuk menghentikan kebiasaan tersebut meskipun mengetahui dampak negatifnya (Purwanti et al., 2021). Dalam perspektif teologi Kristen, hal ini menjadi isu yang serius, karena seseorang yang diperbudak oleh hawa nafsu duniawi bertentangan dengan kehendak Tuhan.

         Rasul Paulus dalam suratnya menuliskan bahwa meskipun seseorang mempunyai hak untuk melakukan sesuatu, mereka tidak boleh berada di bawah kekuasaannya. Pornografi mempunyai potensi untuk mengendalikan individu, menjadikannya prioritas utama di atas tanggung jawab lain. Ketergantungan ini dapat mengakibatkan pengabaian tanggung jawab, penarikan diri dari hubungan nyata, serta perasaan malu dan bersalah yang mendalam. Individu yang diperbudak oleh pornografi kehilangan kendali atas tindakan dan pikiran mereka, membiarkan keinginan berdosa mendikte perilakunya.(Afriliani et al., 2023) Dalam perspektif Kristen, hal ini sangat berbahaya karena mengganggu hubungan seseorang dengan Tuhan. Ketika seseorang diperbudak oleh dosa, mereka tidak dapat sepenuhnya menyerahkan diri kepada Tuhan.

         Pengendalian diri merupakan bukti buah pertobatan (Galatia 5:22-23), dan pornografi bertentangan dengan hal ini karena menghambat kemampuan seseorang untuk mengendalikan hasrat duniawinya. Paulus menekankan bahwa tubuh tidak dimaksudkan untuk percabulan, tetapi untuk Tuhan. Setiap tubuh orang percaya adalah digunakan untuk memuliakan Allah karena Roh-Nya diam didalamnya.(Leon Morris, 2008) Menonton pornografi bertentangan dengan prinsip kebenaran Firman karena pornografi menggunakan tubuh untuk tujuan egois dan berdosa, bukan untuk kemuliaan Tuhan.

         Pornografi memutarbalikkan pandangan ini, menjadikan seksualitas sebagai sesuatu yang bersifat transaksional dan semata-mata untuk kepuasan pribadi, bukan sebagai ungkapan cinta dan komitmen dalam pernikahan.(Rahmawati & Dewi, 2019)  Oleh karena itu Paulus memperingatkan untuk tidak mengikatkan dirinya dengan perempuan cabul, karena hal itu merupakan dosa terhadap tubuh sendiri. Meskipun konteks spesifik ini mungkin tidak berlaku langsung pada pornografi, prinsip di baliknya tetap relevan.

         Terlibat dalam konsumsi pornografi melibatkan suatu bentuk percabulan. Pornografi merusak kesucian dan integritas tubuh, yang dalam pandangan Firman Tuhan tubuh adalah bait Roh Kudus.(Toni Irawan, 2020) Dengan terlibat dalam pornografi, orang yang bersangkutan telah menajiskan ruang sakral dan mendukakan Roh Tuhan. Setiap orang percaya dipanggil untuk menjauhi percabulan dan memuliakan Tuhan dengan tubuhnya, dan menyadari bahwa setiap orang percaya telah ditebus. Dengan demikian, setiap hidup orang yang percaya bukanlah milik dirinya sendiri tetapi milik Dia yang menciptakan dan menebus dosa manusia.

 

Strategi Mencegah dan Mengatasi Kecanduan Pornografi

Menggunakan Cara Jenson dan Gail Poyner

       Salah satu langkah pertama dalam mencegah kecanduan pornografi adalah melalui  strategi untuk mencegah dan mengatasinya. Jenson dan Gail Poyner membuat strategi untuk mencegah dan mengatasi kecanduan pornografi. Beberapa gereja di Amerika Serikat telah menerapkan strategi ini. Poyner mengajarkan alat yang dapat digunakan orang tua untuk mengajarkan anak-anak tentang apa itu pornografi, mengapa pornografi berbahaya, dan bagaimana anak-anak dapat melindungi diri mereka sendiri jika mereka menemukannya sehingga terhindar dari kecanduan pornografi. Adapun strategi tersebut meliputi:

Kesatu, Pengajaran Proaktif: Pentingnya mengajarkan anak-anak tentang pornografi sebelum mereka secara tidak sengaja menemukannya. Ini memungkinkan anak-anak untuk mengenali bahaya dan mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi tersebut.

Kedua, Pendekatan yang Ramah Anak: penggunaan bahasa yang ramah anak dan ilustrasi yang sederhana untuk menjelaskan konsep yang kompleks. Ini membuat topik kompleks dapat lebih mudah dipahami anak.

Ketiga, Model Kanopi Otak: penggunaan konsep kanopi otak yang membantu anak-anak memahami bagaimana otak mereka bekerja dan mengapa penting untuk melindungi otak mereka dari gambar-gambar buruk.

Keempat, Strategi Perlindungan: penggunaan strategi konkret, seperti “Turn, Run, and Tell” (Berbalik, Lari, dan Beritahu), yang dapat digunakan anak-anak jika mereka menemukan pornografi. Ini memberikan anak-anak alat praktis untuk melindungi diri mereka sendiri.

Kelima, Dialog Terbuka: Pentingnya memiliki dialog terbuka orang tua dan anak tentang pornografi. Ini membangun kepercayaan dan memastikan anak-anak merasa tenang ketika mengungkapkan masalah yang mereka hadapi.

Keenam, Pencegahan Jangka Panjang: Menekankan pentingnya pemantauan berkelanjutan dan pendidikan berkelanjutan sebagai bagian dari pendekatan jangka panjang untuk melindungi anak-anak dari bahaya pornografi.

         Dengan pendekatan yang ramah anak dan mengajarkan nilai-nilai Kristiani tentang tubuh, seksualitas, dan kemurnian sejak dini dapat membantu membentuk pandangan yang sehat dan sesuai dengan ajaran Alkitab. Program pendidikan di gereja dan rumah harus mencakup diskusi terbuka tentang bahaya pornografi dan pentingnya menjaga kesucian tubuh. Edukasi yang aktif dibutuhkan untuk mencakup pemahaman mendalam tentang dampak negatif dari pornografi, baik secara psikologis maupun spiritual sehingga anak-anak dan remaja dapat mengerti tentang nilai tubuh mereka sebagai ciptaan Tuhan dan pentingnya menjaga kekudusan dalam segala aspek kehidupan.

 

Meningkatkan Pengendalian Diri dan Disiplin Spiritual

         Mengembangkan pengendalian diri dan disiplin spiritual adalah kunci dalam mengatasi kecanduan pornografi tidak hanya untuk remaja dan pemuda melainkan juga untuk orang-orang dewasa muda. Praktik-praktik seperti berdoa, membaca Alkitab, dan berpuasa dapat membantu memperkuat iman dan memberikan kekuatan untuk melawan godaan. Disiplin spiritual ini juga mencakup menjaga pikiran dan hati agar tetap fokus pada hal-hal yang kudus dan menyenangkan Tuhan. Pengendalian diri adalah aspek penting dari kehidupan Kristen. Mengendalikan keinginan daging melalui disiplin spiritual membantu individu untuk hidup dalam Tuhan dan menghindari dosa.

         Stephen Arterburn dan Fred Stoeker, memberikan strategi praktis pengendalian diri dan disiplin spiritual bagi pria untuk mengatasi godaan seksual, termasuk pornografi. Berikut adalah beberapa metode utama yang digunakan (Stephen Arterburn, Fred Stoeker, 2009):

Kesatu, Menjaga Mata (Bouncing the Eyes): Salah satu metode utama adalah menjaga pandangan. Ketika seorang pria melihat sesuatu yang menggoda secara seksual, ia diajarkan untuk segera mengalihkan pandangan matanya. Ini membantu menghindari memulai rangkaian pikiran yang bisa mengarah pada godaan lebih lanjut.

Kedua, Mengelola Pikiran (Mind Control): Mengendalikan pikiran adalah kunci lain. Buku ini mengajarkan teknik untuk mengganti pikiran-pikiran yang tidak murni dengan pikiran yang positif dan sehat. Ini bisa dilakukan melalui doa, meditasi, dan membaca Alkitab.

Ketiga, Menjaga Hati (Guarding the Heart): Menjaga hati berarti memelihara motivasi dan hasrat yang benar. Buku ini mendorong pembaca untuk mengevaluasi apa yang mereka izinkan masuk ke dalam hati mereka melalui media, percakapan, dan hubungan.

Keempat, Akuntabilitas (Accountability): Pentingnya memiliki seseorang atau sekelompok orang yang bisa diandalkan untuk memantau dan mendukung perjalanan menuju kemurnian seksual. Ini bisa berupa teman dekat, mentor, atau kelompok pendukung.

Kelima, Mengembangkan Kebiasaan yang Sehat (Developing Healthy Habits): Pentingnya membangun kebiasaan hidup yang sehat seperti olahraga, diet yang baik, dan tidur yang cukup, yang semuanya berkontribusi pada kemampuan untuk mengatasi godaan seksual.

Keenam, Mengandalkan Kasih Karunia Tuhan (Relying on God’s Grace): Mengakui bahwa kekuatan untuk mengatasi godaan datang dari hubungan yang erat dengan Tuhan dan mengandalkan kasih karunia-Nya. Doa, puasa, dan membaca Alkitab secara rutin adalah bagian penting dari strategi ini.

 

 

Pendampingan dalam menggunakan teknologi anti-pornografi

         Teknologi yang digunakan untuk mengakses pornografi juga dapat digunakan untuk memblokirnya. Ada berbagai alat dan aplikasi yang dirancang untuk membantu mencegah akses konten pornografi, serta memantau aktivitas online untuk memastikan keamanan digital, terutama bagi anak-anak antara lain:

         Kesatu, Alat memfilterkan internet dibuat untuk memblokir akses situs web yang berisi konten pornografi atau konten-konten terlarang lainnya.

(a)     Net Nanny, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk memantau dan memblokir konten yang tidak pantas secara real-time.

(b) Covenant Eyes yang menawarkan pemfilteran web serta laporan akuntabilitas yang dikirim ke partner akuntabilitas.

(c)     OpenDNS FamilyShield yang menyediakan pemfilteran konten secara otomatis untuk memblokir situs-situs yang dianggap tidak aman atau tidak pantas.

                  Kedua, perangkat lunak pengawasan orang tua atau administrator jaringan untuk memantau aktivitas online. Ini termasuk memantau situs yang dikunjungi, aplikasi yang digunakan, dan waktu yang dihabiskan di setiap situs.

(a)   Qustodio, yang memberikan laporan detail tentang aktivitas online termasuk waktu layar dan situs yang dikunjungi.

(b)   Bark yang menggunakan analisis teks untuk memantau pesan teks, email, dan aplikasi sosial untuk konten yang tidak pantas, dan Kaspersky Safe Kids yang memantau aktivitas anak-anak di internet dan memberikan laporan kepada orang tua.

         Selain itu, ada aplikasi pemblokir konten dewasa yang secara khusus dirancang untuk memblokir akses ke konten dewasa di perangkat elektronik seperti ponsel, tablet, dan komputer. Beberapa aplikasi ini termasuk Fortify, yang tidak hanya memblokir konten dewasa tetapi juga menyediakan dukungan dan sumber daya untuk membantu pengguna mengatasi kecanduan pornografi, Porn Blocker yang memblokir situs pornografi dan aplikasi dewasa serta memberikan laporan akuntabilitas kepada pengguna yang ditunjuk, dan Accountable2You yang menggabungkan pemblokiran konten dengan fitur akuntabilitas sehingga pengguna dapat melaporkan aktivitas mereka kepada mitra akuntabilitas.

         Cara kerja dan implementasi teknologi ini biasanya dimulai dengan pengaturan dan instalasi, di mana orang tua atau administrator menginstal aplikasi atau perangkat lunak pada perangkat yang ingin dipantau atau dilindungi. Setelah diinstal, perangkat lunak biasanya memerlukan konfigurasi untuk mengatur preferensi pemfilteran dan laporan. Perangkat lunak tersebut secara otomatis memantau aktivitas online dan memblokir situs atau konten yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, serta pengguna dapat menerima notifikasi atau laporan reguler mengenai aktivitas yang terdeteksi. Beberapa aplikasi juga menawarkan fitur laporan akuntabilitas yang mengirim ringkasan aktivitas online ke mitra akuntabilitas seperti orang tua, mentor, atau seseorang yang dapat dipercaya. Laporan ini membantu dalam mendeteksi perilaku berisiko sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

         Dengan menggunakan teknologi ini, remaja muda serta keluarga dapat mengontrol penggunaan perangkat digital dari konten-konten terlarang. Dengan demikian Gereja juga dapat menyelenggarakan seminar atau pelatihan untuk mengajarkan jemaat terkhusus orang-orang tua dengan mengajarkan bagaimana menggunakan teknologi ini secara efektif sehingga terhindar dari konten yang tidak pantas serta memanfaatkan teknologi untuk kebaikan sehingga dapat meminimalisir resiko terpapar pornografi dan tetap menjaga integritas mereka. Orang tua harus proaktif dalam mengawasi penggunaan internet anak-anak mereka dengan menginstal perangkat lunak pemfilteran yang sesuai.

Kesimpulan

Dalam era digital ini, tantangan untuk menjaga integritas dan kesucian semakin besar, terutama karena mudahnya akses ke berbagai konten pornografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pencegahan terpapar pornografi dapat diatasi melalui pemahaman terhadap godaan dan akibat pornografi itu sendiri dan juga pemahaman yang tepat pada firman Tuhan. Perikop 1 Korintus 6:12-20  memberikan pendekatan praktis yang dapat membantu umat Kristiani terhindar dari kecanduan pornografi. Strategi yang diperoleh pada penelitian ini sebaiknya diimplementasikan secara komprehensif baik oleh orang tua, guru maupun rohaniawan gereja.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Afriliani, C., Azzura, N. A., & Sembiring, J. R. B. (2023). Faktor Penyebab Dan Dampak Dari Kecanduan Pornografi Di Kalangan Anak Remaja Terhadap Kehidupan Sosialnya. Harmony: Jurnal Pembelajaran IPS Dan PKN, 8(1), 7–14. https://doi.org/10.15294/harmony.v8i1.61470

Fee, G. D. (1987a). The New international Commentary on the New testament. The First Epistle to the Corinthians. (Vol. 19, Issue 5). Grand rapids: eerdmans.

Fee, G. D. (1987b). The New international Commentary on the New testament. The First Epistle to the Corinthians. (Vol. 19, Issue 5). Grand rapids: eerdmans.

Haidar, G., & Apsari, N. C. (2020). Pornografi pada kalangan remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 7(1), 136.

John H. Gagnon, W. S. (2017). Sexual Conduct. Routledge.

Jonathan, R. R. (2018). Journal for the study of Paul and his letters. The Pennsylvania State University Press, Vol. 8(1–2).

Leon, M. (2008). Tyndale New Testament Commentaries 1 Corinthians (p. 191). Inter-Varsity Press.

Mariyati, N. H. C. D. M. (2017). Menurunkan kecemasan pada remaja yang kecanduan pornografi. Jurnal Ners Widya Husada, 4(3), 78.

Prawitasari, I. (2022). Faktor-Faktor Narkolema (Kecanduan Pornografi) Dan Implikasinya Pada Remaja. Jurnal Guru Indonesia, 2.1, 1–10.

Purwanti, P., Supriyatna, A., & Indiati, I. (2021). Pengaruh Konseling Kelompok REBT Dengan Teknik Journaling Untuk Mengurangi Kecanduan Pornografi. Borobudur Counseling Review, 1(1), 1–11. https://doi.org/10.31603/bcr.4976

Rahmawati, A. S., & Dewi, R. P. (2019). Penyalahgunaan Seks Dikalangan Pemuda Dalam Perspektif Al Kitab Menurut I Korintus 6:12-20. Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia, 4, 274–282.

Ratu Agung Dewangga Arinatha Gunawan, I Nyoman Gede Sugiartha, & Ni Made Sukaryati Karma. (2021). Penyebaran Iklan pada Media Elektronik yang Memuat Konten Pornografi. Jurnal Interpretasi Hukum, 2(2), 261–267. https://doi.org/10.22225/juinhum.2.2.3421.261-267

Rømer Thomsen, K., Buhl Callesen, M., Hesse, M., Lehmann Kvamme, T., Mulbjerg Pedersen, M., Uffe Pedersen, M., & Voon, V. (2018a). Impulsivity traits and addiction-related behaviors in youth. Journal of Behavioral Addictions, 7(2), 317–330. https://doi.org/10.1556/2006.7.2018.22

Rømer Thomsen, K., Buhl Callesen, M., Hesse, M., Lehmann Kvamme, T., Mulbjerg Pedersen, M., Uffe Pedersen, M., & Voon, V. (2018b). Impulsivity traits and addiction-related behaviors in youth. Journal of Behavioral Addictions, 7(2), 317–330. https://doi.org/10.1556/2006.7.2018.22

Setiawan, S., & Sugiono, S. (2023). Mereduksi Percabulan dalam Masyarakat Era Society 5.0: Sebuah Refleksi Teologis 1 Korintus 6: 12-20. RHEMA: Jurnal Teologi Biblika Dan Praktika, 8(1), 10–22.

Stephen Arterburn, Fred Stoeker, M. Y. (2009). Every Man ’ s Battle (Mike Yorkey, Ed.). WaterBrook Press.

Toni, I. (2020). Pornografi Ditinjau Dari Perspektif Etika Kristen. LOGIA: Jurnal Teologi Pentakosta, 6(2). https://doi.org/10.47304/jl.v6i2.54

Widjaya, Y. A. (2021). Glorify God with Your Body: An Exegesis on 1 Corinthians 6:12-20 and Its Implication for the Christian Life during Pandemic Covid-19. Diligentia: Journal of Theology and Christian Education, 3(3), 224. https://doi.org/10.19166/dil.v3i3.4034

 

 

Copyright holder:

Nathanael Yitshak Hadi, Yanto Paulus Hermanto (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: