Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
11, November 2024
MODERASI BERAGAMA
SEBAGAI SOLUSI KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA
Nadia Brigita
Cahayani1, Agus Hadian Rahim2, Mira Veranita3
Universitas Adhirajasa Reswara
Sanjaya, Bandung, Indonesia1,2,3
Email:
[email protected]1
Abstrak
Indonesia, sebagai negara multikultural dengan
beragam suku, budaya, dan agama, menghadapi tantangan dalam menjaga harmoni
sosial. Moderasi beragama merupakan pendekatan yang efektif untuk memelihara
kerukunan dan mencegah konflik antar umat beragama. Tujuan penelitian ini
mengkaji peran moderasi beragama dalam membangun dialog, memperkuat toleransi,
dan mengurangi potensi radikalisme. Dengan menggunakan metode kualitatif
deskriptif berbasis tinjauan literatur, penelitian ini menyoroti pentingnya
sikap moderat dalam interaksi antaragama. Hasil menunjukkan bahwa moderasi
beragama mendorong komunikasi yang inklusif dan terbuka, menumbuhkan rasa
saling menghargai, serta menolak segala bentuk kekerasan dan ekstremisme.
Implementasi moderasi beragama juga berperan dalam membentuk masyarakat yang
lebih harmonis, di mana perbedaan dipandang sebagai kekayaan, bukan ancaman.
Kesimpulannya, moderasi beragama berkontribusi signifikan terhadap terciptanya
perdamaian dan kohesi sosial, menjadikannya landasan penting bagi pembangunan
hubungan antar umat yang damai dan inklusif di Indonesia.
Kata kunci: Moderasi Beragama, Konflik Antar Umat Beragama, Toleransi,
Indonesia
Abstract
Indonesia, as a multicultural country with diverse
ethnicities, cultures, and religions, faces challenges in maintaining social
harmony. Religious moderation is an effective approach to preserving harmony
and preventing conflicts between religious communities. This article examines
the role of religious moderation in fostering dialogue, strengthening
tolerance, and reducing the potential for radicalism. Using a descriptive
qualitative method based on literature review, this research highlights the
importance of moderate attitudes in interfaith interactions. The results show
that religious moderation encourages inclusive and open communication, fosters
mutual respect, and rejects all forms of violence and extremism. The
implementation of religious moderation also plays a role in shaping a more
harmonious society, where differences are seen as assets rather than threats.
In conclusion, religious moderation makes a significant contribution to the
creation of peace and social cohesion, making it a crucial foundation for
building peaceful and inclusive interfaith relations in Indonesia.
Keywords:
Religious Moderation, Interfaith Conflict,
Tolerance, Indonesia
Pendahuluan
Masyarakat yang terdiri dari beragam suku, ras, dan
budaya dalam satu tatanan sosial merupakan karakteristik utama masyarakat
majemuk (Saddam
et al., 2020). Indonesia sebagai
negara yang dikenal dengan kemajemukannya, memiliki tingkat keragaman suku,
budaya, ras, dan kepercayaan yang sangat tinggi. Agama dan kepercayaan memegang
peran penting dalam membentuk norma sosial, serta berfungsi sebagai landasan dalam
melindungi hak-hak kehidupan setiap warga negara (L.
H. Saifuddin, 2019). Saat ini, pemerintah
Indonesia telah mengakui enam agama resmi, yaitu Kristen Katolik, Kristen
Protestan, Islam, Hindu, Buddha, dan Konghucu (Shofwan
& Maknun, 2023). Masing-masing agama
tersebut mengajarkan nilai-nilai serta keyakinan yang berbeda kepada umatnya,
yang pada gilirannya turut memperkaya keragaman sosial dan budaya di Indonesia.
Keberagaman kepercayaan di Indonesia telah memperkaya
budaya nasional dan mendorong terciptanya sikap toleransi antar umat beragama
dalam masyarakat. Salah satu bentuk perwujudan dari toleransi ini dapat
ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Yunia
et al., 2022) di Desa Terentang Hilir,
Kecamatan Terentang, Kabupaten Kubu Raya. Penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa dasar dari kerukunan dan toleransi antar umat beragama terletak pada
pengakuan terhadap hak individu, penghormatan terhadap keyakinan orang lain, penerimaan
atas perbedaan pendapat (agree in disagreement), serta adanya sikap pengertian,
kesadaran, kejujuran, dan penerapan nilai-nilai Pancasila, khususnya semangat
gotong royong dan kerukunan sosial. Contoh nyata dari toleransi antar umat
beragama di Indonesia juga tercermin dalam peristiwa kebaktian tutup peti untuk
seorang umat Kristen yang dilaksanakan di pelataran Masjid Darussalam,
Kemayoran, Jakarta Pusat pada tahun 2019. Peristiwa ini menggambarkan semangat
gotong royong, toleransi, dan kedamaian antar umat beragama di tengah
masyarakat Indonesia (A.
Saifuddin, 2019).
Keragaman suku, ras, agama, bahasa, dan nilai-nilai di
Indonesia merupakan aset berharga yang memiliki potensi untuk memperkuat
bangsa, tetapi juga menyimpan risiko besar dalam memicu konflik. Kekerasan
antar kelompok yang terjadi di berbagai wilayah mencerminkan adanya kelemahan
dalam menjaga persatuan dan harmoni sosial (Akhmadi,
2019). Minimnya pemahaman
antar kelompok disertai prasangka kuat menciptakan kerentanan dalam hubungan
sosial di tengah perbedaan tersebut. Oleh karena itu, keberagaman ini perlu
dikelola dengan bijaksana untuk mencegah ketegangan yang dapat mengancam
persatuan nasional. Faktor-faktor kompleks seperti perbedaan karakteristik
individu, kepentingan yang saling bertentangan, komunikasi yang tidak efektif,
ketidakselarasan nilai-nilai, serta perbedaan pandangan keagamaan turut
memperbesar potensi konflik di masyarakat (Handayani,
2022).
Dogma agama atau kepercayaan yang harus diterima sebagai
sesuatu yang benar dan baik sering kali berhubungan erat dengan dimensi
emosional dan psikologis individu (Handayani,
2022). Kondisi ini dapat
memicu terjadinya kekerasan yang dilakukan atas nama kebenaran agama, sehingga
menciptakan tantangan serius bagi masyarakat yang hidup dalam keberagaman (Handayani,
2022). Pandangan dogmatis
tersebut seringkali mendorong individu atau kelompok untuk mempertahankan
keyakinannya, bahkan melalui tindakan ekstrem. Oleh karena itu, pendekatan yang
realistis terhadap dogma sangat diperlukan, dengan mengakui bahwa setiap agama
memiliki kebenaran sesuai keyakinan masing-masing (Handayani,
2022). Penghormatan terhadap
hak individu untuk menjalankan ajaran agamanya merupakan elemen penting dalam
mencegah konflik berbasis keyakinan dan menjaga harmoni sosial dalam
masyarakat.
Otoritas yang dibangun oleh tokoh agama sering kali
menghasilkan pengikut fanatik yang cenderung menganggap setiap tindakan tokoh
tersebut sebagai kebenaran mutlak, tanpa membuka ruang bagi kritik (Handayani,
2022). Kondisi ini menjadikan
tokoh agama sebagai pedoman utama dalam aktivitas sehari-hari para pengikutnya.
Situasi ini dapat menjadi berbahaya, terutama ketika otoritas tersebut yang
seharusnya digunakan untuk mengajarkan kedamaian dan mendorong dialog, justru
disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan politik praktis. Selain itu,
tradisi dan teks keagamaan juga berpotensi sebagai sumber konflik karena
perbedaan interpretasi dan praktik di antara kelompok-kelompok agama (Handayani,
2022). Ketika interpretasi
teks dan ritual dipandang sebagai kebenaran yang mutlak, ruang untuk dialog
menjadi terbatas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya konflik (Handayani,
2022). Namun, perbedaan
pemahaman ini seharusnya dipandang sebagai sebuah rahmat, yang jika dikelola
dengan bijaksana, dapat menjadi sumber keberagaman yang konstruktif serta
memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat.
Moderasi beragama dapat diartikan sebagai sikap yang
berorientasi pada menjaga kebersamaan dengan mengedepankan “tenggang rasa”
sebagai warisan leluhur untuk menekankan pentingnya saling memahami perbedaan
antar sesama (Akhmadi,
2019). Konsep moderasi
beragama sangat penting dalam mencegah terjadinya konflik serta mempromosikan
kerukunan di tengah masyarakat yang memiliki beragam keyakinan. Kaum moderat
memainkan peran sebagai penengah yang mampu meredam potensi perselisihan yang
dapat memicu permusuhan, dendam, hingga kekerasan (Acong,
2023). Dengan menahan ego
serta mengutamakan dialog, moderasi beragama berperan penting dalam menciptakan
suasana harmoni antar umat beragama. Salah satu aspek kunci dalam moderasi
untuk menyelesaikan konflik adalah kemampuannya dalam memahami masalah secara mendalam
serta membangun kepercayaan antar kelompok sehingga tercipta kerukunan yang
berkelanjutan (Acong,
2023).
Moderasi beragama bukan berarti mencampuradukkan
kebenaran atau menghilangkan identitas keyakinan masing-masing, melainkan lebih
kepada sikap keterbukaan dalam menerima perbedaan serta menghormati hak orang
lain dalam menjalankan keyakinan mereka (Akhmadi,
2019). Sikap moderat ini
penting bagi setiap individu untuk menciptakan masyarakat yang damai dan
harmonis. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, artikel ini akan
berfokus pada kajian peran moderasi beragama sebagai solusi dalam mengatasi
konflik antar umat beragama di Indonesia. Tujuan penelitian ini mengkaji peran moderasi beragama dalam membangun dialog, memperkuat toleransi, dan mengurangi potensi radikalisme.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif yang berfokus pada studi literatur atau tinjauan pustaka
(literature review). Literature review adalah kajian ilmiah yang
terfokus pada satu topik yang memberikan gambaran mengenai perkembangan topik
tersebut dan menemukan kesenjangan antara teori dan relevansinya di lapangan
yang memungkinkan peneliti mengidentifikasi dan mengembangkan teori atau metode
(Cahyono et al., 2019). Tujuan penelitian ini adalah mengumpulkan dan
menganalisis berbagai hasil penelitian yang relevan dengan topik yang dibahas.
Secara umum, literature review disusun melalui metode pengulasan, peringkasan,
dan analisis pemikiran penulis mengenai berbagai sumber dari bahan pustaka yang
relevan dengan masalah dan topik yang dibahas (Tuginem, 2023). Sumber data mencakup jurnal ilmiah, buku, situs web,
dan fenomena terkait lainnya, di mana temuan dari penelitian terdahulu
digunakan sebagai dasar untuk merumuskan pendahuluan dan pembahasan (Winoto, 2020). Proses ini sangat berguna dalam menemukan ide dan
tujuan, serta memberikan gambaran yang jelas mengenai topik yang sedang
diteliti.
Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan
melalui tahapan penggunaan literature review yang mencakup penyusunan
pertanyaan penelitian, pencarian data, identifikasi kata kunci (keyword),
peninjauan abstrak dan artikel, serta dokumentasi hasil (Tuginem, 2023). Data yang diperoleh dianalisis melalui
tahapan-tahapan tersebut untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat memberikan
ide dan gambaran mendalam mengenai topik yang dibahas. Proses analisis ini
bertujuan untuk menghasilkan pemahaman yang komprehensif mengenai peran
moderasi beragama dalam mengatasi konflik antar umat beragama.
Hasil dan Pembahasan
Hasil dari penelitian ini menggunakan data yang
diambil dari beberapa jurnal pada Google Scholar yang dipublikasikan mulai dari
tahun 2019 - 2024, yang berkaitan dengan moderasi beragama serta problematika
dan solusi konflik umat beragama.
Pluralisme agama di Indonesia merupakan cerminan
dari keberagaman masyarakat yang terdiri atas berbagai suku, budaya, dan
keyakinan yang hidup berdampingan. Negara ini diakui sebagai salah satu negara
dengan populasi Muslim terbesar di dunia, namun juga memiliki komunitas agama
lain seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu, serta aliran
kepercayaan tradisional. Menurut (Qomarudin, 2014),
pluralisme berasal dari dua kata: plural, yang berarti jamak atau banyak, dan
isme, yang berarti aliran atau kepercayaan. Pluralisme agama, di sisi lain,
adalah keberadaan berbagai agama bersama-sama tanpa menghilangkan aspek unik
dari masing-masing kepercayaan (Thoha, 2007).
Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negaranya
melalui Pancasila, yang salah satu silanya, Ketuhanan yang Maha Esa,
mencerminkan dasar negara yang pluralis. pluralisme agama di Indonesia mencakup
interaksi kompleks antar pemeluk agama dalam konteks sosial dan kultural yang
dinamis, di mana negara yang secara resmi mengakui enam agama ini menghadapi
tantangan besar dalam menyeimbangkan kebebasan beragama dengan potensi friksi
antaragama. Meskipun demikian, pluralisme di Indonesia tidak hanya mencakup
toleransi pasif, tetapi juga upaya aktif dalam menciptakan harmoni di antara
berbagai kelompok agama melalui dialog antaragama dan kebijakan pemerintah yang
mendukung kerukunan umat beragama (Lestari, 2020).
Menurut Rochman, (2023) keberlangsungan
pluralisme agama di Indonesia didukung oleh beberapa faktor penting, di
antaranya adalah nilai-nilai gotong royong dan kesetaraan yang tertanam dalam
budaya masyarakat, yang menjadi pondasi kuat bagi kehidupan yang harmonis. Lembaga-lembaga seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) juga
berperan dalam memediasi potensi konflik antar umat beragama. Namun, pluralisme
di Indonesia rentan terhadap gangguan, salah satunya berupa radikalisme agama
dan politisasi agama, di mana kelompok-kelompok tertentu menggunakan isu agama
untuk memecah belah masyarakat demi kepentingan politik. Konflik antar kelompok
agama sering kali disebabkan oleh ketimpangan sosial dan ekonomi serta
kurangnya pemahaman tentang ajaran agama yang benar.
Dalam perspektif humaniora, pluralisme tidak dapat
dilepaskan dari sejarah kolonialisme, di mana identitas keagamaan yang kuat
dibentuk melalui politik devide et impera. Pluralisme Indonesia terus
berkembang setelah kemerdekaan, tetapi masih menghadapi tantangan seperti
politik identitas dan sektarianisme, yang keduanya berpotensi memperdalam
pembagian agama di masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pluralisme agama di
Indonesia bukan hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga sumber tantangan bagi
persatuan nasional, terutama ketika perbedaan agama digunakan untuk memecah
belah masyarakat.
Contoh konkret dari konflik yang melanggar prinsip
pluralisme adalah insiden di Poso dan Ambon, di mana ketegangan agama memicu
kekerasan antara komunitas Muslim dan Kristen. Konflik-konflik ini menunjukkan
betapa rapuhnya harmoni jika tidak dijaga dengan dialog yang sehat dan
pengawasan yang ketat terhadap provokasi berbasis agama. Namun, konflik yang
berlatar belakang agama di Indonesia tidak bisa sepenuhnya dianggap sebagai
murni masalah agama. Dalam kajian humaniora, konflik semacam ini lebih sering
diakui sebagai hasil dari interaksi berbagai faktor, termasuk kesenjangan
sosial dan ekonomi yang memperkeruh perbedaan agama. Ketika agama menjadi
satu-satunya identitas yang terlihat, ketegangan sosial mudah termanifestasi
dalam bentuk kekerasan sektarian. Di sisi lain, kasus-kasus penyerangan
terhadap minoritas agama, seperti Ahmadiyah dan penutupan gereja, menunjukkan
adanya permasalahan struktural yang belum terselesaikan dalam kerangka hukum
dan kebijakan negara (Rochman, 2023).
Dalam menghadapi tantangan pluralisme agama di
Indonesia, pendekatan humanistik diperlukan untuk memahami konflik tidak hanya
sebagai perselisihan keyakinan, tetapi sebagai ekspresi dari kegagalan
institusi sosial dalam memfasilitasi dialog dan pemahaman antaragama. Negara,
dalam hal ini, memiliki peran penting untuk tidak hanya menegakkan hukum yang
adil dan nondiskriminatif, tetapi juga mempromosikan pendidikan
multikulturalisme dan dialog antaragama sebagai bagian dari kurikulum nasional.
Inisiatif seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) perlu lebih diberdayakan
agar dapat mencegah konflik agama sejak dini melalui dialog terbuka dan
inklusif. Dalam konteks humaniora, penguatan nilai-nilai pluralisme harus
berakar pada upaya pemahaman lintas-budaya dan kesadaran sejarah, sehingga
kebhinekaan benar-benar menjadi landasan sosial yang mempersatukan, bukan
memecah belah.
Tabel 1. Literature
Review
Judul,
Peneliti, Tahun |
Metode
Penelitian |
Hasil Penelitian |
(Akhmadi, 2019) |
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan analisis literatur topik yang dibahas. |
Penelitian menunjukkan hasil bahwa kehidupan
multikultural membutuhkan
pemahaman dan kesadaran multikulturalisme yang menghargai
keragaman serta interaksi secara adil dengan orang lain. Hal ini menekankan perlunya sikap beragama yang moderat mencakup toleransi serta pertahanan diri untuk tidak
memaksakan pendapat yang bisa berujung pada kekerasan. |
(Rochman, 2023) |
Metode penelitian yang digunakan kualitatif
deskriptif, menggunakan data yang berasal dari literatur berupa artikel dan
fenomena yang terjadi. |
Moderasi beragama hadir untuk membangun dialog antar
umat beragama, melalui dialog yang terbuka dan jujur dari setiap latar
belakang agama yang ada, maka hal ini akan membawa pemahaman baru tentang
perspektif dan pandangan masing-masing pihak. |
(Prakosa, 2022) |
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif-analitis dengan sumber data mencakup wawancara dan tinjauan literatur. |
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar anggota jemaat GKE Kasongan tidak memahami istilah “moderasi beragama”, mereka tetap mempraktikkan prinsip-prinsipnya
seperti toleransi antar agama yang berbeda, komitmen terhadap anti-kekerasan, dan penghormatan terhadap kearifan lokal. |
(Munif et al., 2023) |
Metode penelitian ini mengadopsi pendekatan
kualitatif deskriptif dengan metode studi pustaka. Data dikumpulkan melalui
teknik dokumentasi. Analisis data menggunakan pendekatan analisis konten. |
Penelitian ini menekankan
pentingnya mendorong moderasi beragama sebagai alat untuk resolusi konflik di Indonesia. Dengan berfokus pada peningkatan toleransi, mendorong upaya kolaboratif, serta mengatasi akar intoleransi dan kekerasan, Indonesia dapat menciptakan masyarakat yang lebih harmonis di mana keragaman dihormati dan konflik diminimalkan. |
(Darmayanti & Maudin, 2021) |
Metode penelitian campuran (mixed
method) dengan survey online dan analisis konten media sosial |
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kebutuhan
mendesak untuk penerapan moderasi beragama, terutama di kalangan generasi
muda. Temuan ini menyoroti pentingnya menumbuhkan pemahaman yang lebih dalam
tentang moderasi sebagai tindakan pencegahan terhadap radikalisme dan
intoleransi. Penelitian ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai toleransi
dan persatuan pada generasi muda, sehingga dapat menjaga kohesi sosial dan
mencegah munculnya perilaku ekstremis. |
(Lie, 2024) |
Metode penelitian ini melibatkan tinjauan literatur sebagai langkah awal. Proses ini mencakup pengumpulan dan studi sumber-sumber teori yang relevan seperti buku, jurnal ilmiah, artikel, dan publikasi terkait mengenai peran guru agama dalam menumbuhkan moderasi beragama |
Moderasi ini dapat
diartikan sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama yang menekankan esensi ajaran agama yang melindungi martabat manusia dan memberikan solusi bagi perbedaan
dalam masyarakat multikultural seperti
Indonesia. Peran guru agama sangat penting dalam konteks ini, karena mereka
dapat membimbing siswa untuk memahami
pentingnya menghargai keragaman dan mencapai harmoni, terutama dalam lingkungan pendidikan. |
(Sari & Lestari, 2023) |
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
pendekatan kualitatif, dengan sumber data utama yang dihasilkan melalui
wawancara singkat dan google form. Sumber data pendukung berupa pengumpulan
data riset kepustakaan. |
Menurut hasil penelitian,
93,8% mahasiswa mengakui konsep moderasi beragama, yang menunjukkan bahwa moderasi beragama berfungsi secara efektif sebagai mekanisme kontrol sosial di kampus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa moderasi beragama mendorong toleransi dan rasa hormat di antara individu-individu yang memiliki
kepercayaan yang berbeda,
sehingga mengurangi risiko konflik agama. |
Moderasi beragama memiliki peran penting dalam menjaga
kerukunan di tengah masyarakat Indonesia yang multikultural. Seiring dengan
keberagaman agama dan budaya yang menjadi ciri khas bangsa, potensi konflik
berbasis keyakinan dapat meningkat jika tidak dikelola dengan bijaksana.
Moderasi beragama berperan dalam menciptakan keseimbangan melalui sikap
toleransi, dialog terbuka, dan penolakan terhadap kekerasan. Konsep moderasi
beragama menekankan pentingnya menghargai perbedaan dan hak individu dalam
menjalankan keyakinan mereka, tanpa harus mengesampingkan identitas keyakinan
masing-masing. Moderasi beragama juga berperan besar dalam mencegah radikalisme
dan tindakan ekstrem yang mengatasnamakan agama untuk tujuan yang merusak
harmoni sosial.
Dengan
mengutamakan dialog dan sikap toleransi, moderasi membantu memperkuat persatuan
sosial, mendorong praktik-praktik kemanusiaan, dan menolak kekerasan dalam
bentuk apa pun. Peran tokoh agama dan lembaga keagamaan sangat penting dalam
membangun komunikasi yang efektif dan mencegah kesalahpahaman antar umat.
Penerapan moderasi beragama bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau
institusi, tetapi juga perlu diterapkan oleh setiap individu dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, memperkuat moderasi beragama merupakan investasi
penting bagi terciptanya masyarakat yang damai, inklusif, dan harmonis, di mana
keberagaman dilihat sebagai kekuatan bukan sebagai ancaman.
Penguatan
pendidikan tentang moderasi beragama perlu dilakukan, terutama di tingkat
sekolah dan universitas, untuk menanamkan nilai-nilai keterbukaan ivitas dan
toleransi sejak dini. Selain itu, peran tokoh agama dan lembaga keagamaan
sangat krusial dalam mendorong dialog antar umat beragama dan mencegah
radikalisme. Mereka perlu aktif dalam memberikan pemahaman yang moderat tentang
agama di komunitas dan ruang publik. Pemerintah dan masyarakat sipil juga harus
bekerja sama dalam menciptakan ruang dialog antar umat beragama, di mana Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dapat lebih diberdayakan sebagai sarana mediasi
konflik dan sosialisasi moderasi di tingkat lokal. Terakhir, kajian ilmiah
mengenai moderasi beragama dan konflik antar umat beragama perlu terus
ditingkatkan untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi
berbagai tantangan pluralisme agama di Indonesia.
Kesimpulan
Moderasi beragama memiliki peran strategis dalam menjaga kerukunan
dan harmoni di tengah masyarakat Indonesia yang multikultural,
dengan menekankan nilai-nilai toleransi, dialog terbuka, dan penolakan terhadap kekerasan. Sebagai upaya untuk
mencegah radikalisme dan konflik berbasis keyakinan, moderasi beragama mendorong penghargaan terhadap perbedaan tanpa mengesampingkan identitas keyakinan masing-masing. Peran tokoh
agama, lembaga keagamaan, pemerintah, dan masyarakat sipil menjadi sangat penting dalam menyosialisasikan
moderasi melalui pendidikan, dialog, dan pemberdayaan
forum seperti FKUB untuk menciptakan ruang mediasi yang inklusif. Dengan memperkuat pendidikan moderasi sejak dini dan mendukung kajian ilmiah terkait, moderasi beragama dapat menjadi fondasi
untuk membangun masyarakat yang damai, inklusif, dan melihat keberagaman sebagai kekuatan, bukan ancaman.
BIBLIOGRAFI
Acong, B. (2023). Moderasi Beragama: Memahami Masalah
dan Membangun Kepercayaan dalam Mengatasi Konflik di Sekolah Negeri. Prosiding
Penelitian Dan Pengabdian Keagamaan, 1, 1–6.
Akhmadi, A.
(2019). Moderasi beragama dalam keragaman indonesia religious moderation in
Indonesia’s diversity. Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), 45–55.
Cahyono, E. A.,
Sutomo, N., & Hartono, A. (2019). Literatur review; panduan penulisan dan
penyusunan. Jurnal Keperawatan, 12(2), 12.
Darmayanti, D.,
& Maudin, M. (2021). Pentingnya Pemahaman Dan Implementasi Moderasi
Beragama Dalam Kehidupan Generasi Milenial. Syattar, 2(1), 40–51.
Handayani, R.
(2022). Peran Manajemen Konflik dalam Moderasi Beragama. Tadbir: Jurnal
Manajemen Dakwah FDIK IAIN Padangsidimpuan, 4(2), 357–372.
Lestari, J.
(2020). Pluralisme agama di indonesia: tantangan dan peluang bagi keutuhan
bangsa. Al-Adyan: Journal of Religious Studies, 1(1), 29–38.
Lie, R. (2024).
Peran Guru Agama dalam Membangun Moderasi Beragama di Sekolah Negeri dan Swasta
Bogor. Proceeding National Conference of Christian Education and Theology,
2(1), 62–71.
Munif, M.,
Qomar, M., & AZIZ, A. B. D. (2023). Kebijakan Moderasi Beragama di
Indonesia. Dirasah: Jurnal Studi Ilmu Dan Manajemen Pendidikan Islam, 6(2),
417–430.
Prakosa, P.
(2022). Moderasi Beragama: Praksis Kerukunan Antar Umat Beragama. Jurnal
Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH), 4(1), 45–55.
Qomarudin, A.
(2014). Pluralisme dan Multikulturalisme Dalam Pendidikan Islam di Indonesia. TA’LIMUNA:
Jurnal Pendidikan Islam, 3(2), 158–168.
Rochman, A. S.
(2023). Problematika dan Solusi dalam Moderasi Beragama. Rayah Al-Islam,
7(3), 1382–1391.
Saddam, S.,
Mubin, I., Sw, D. E. M., Sulystyaningsih, N. D., Rahmandari, I. A., &
Risdiana, R. (2020). Perbandingan Sistem Sosial Budaya Indonesia Dari
Masyarakat Majemuk Ke Masyarakat Multikultural. Historis: Jurnal Kajian,
Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan Sejarah, 5(2), 136–145.
Saifuddin, A.
(2019). Psikologi agama: Implementasi psikologi untuk memahami perilaku
agama. Kencana.
Saifuddin, L. H.
(2019). Moderasi beragama. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
RI.
Sari, R. M.,
& Lestari, V. A. (2023). Peran Moderasi Beragama Sebagai Kontrol Sosial
Pada Mahasiswa Uin Sunan Kalijaga. Jurnal Studi Agama, 7(2),
1–23.
Shofwan, A. M.,
& Maknun, M. L. (2023). Urgensi Pluralisme Menurut Enam Agama Resmi di
Indonesia. FIKRAH, 11(2), 229–250.
Thoha, M.
(2007). Birokrasi pemerintah Indonesia di era reformasi. Kencana.
Tuginem, H. N.
(2023). Penelitian strategi pengembangan koleksi di perpustakaan pada google
scholar: sebuah narrative literature review. Jurnal Pustaka Budaya, 10(1),
32–43.
Winoto, Y.
(2020). Strategi Pengembangan Koleksi Pada Perpustakaan Desa Dan Taman Bacaan
Masyarakat Di Era Kenormalan Baru. JIPI (Jurnal Ilmu Perpustakaan Dan
Informasi), 5(2), 100–117.
Yunia, Y.,
Sulha, S., & Rianto, H. (2022). Implementasi Sikap Toleransi Antar Umat
Beragama Di Desa Terentang Hilir Kecamatan Terentang Kabupaten Kubu Raya. Character
And Civic: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Dan Karakter, 2(1),
41–55.
Copyright holder: Nadia Brigita Cahayani,
Agus Hadian Rahim, Mira Veranita
(2024) |
First publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |