Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 12, Desember 2024
LARANGAN
TAJASSUS DALAM PERSPEKTIF HADIS
Angga Febrian1, Uswatun Hasanah2, Almunadi3
Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang, Indonesia1,2.3
Email: [email protected]1,
[email protected]2, [email protected]3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pandangan hadis mengenai larangan tajassus (memata-matai atau mencari kesalahan
orang lain), sebuah perbuatan yang diharamkan dalam Islam berdasarkan Al-Qur'an
dan Hadis. Islam menekankan keadilan, kebenaran, dan kasih sayang, namun
praktik tajassus bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut dan memiliki
dampak negatif yang signifikan terhadap kehidupan sosial. Kajian ini
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan
kualitatif untuk menelaah dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadis yang relevan, serta
pandangan para ulama mengenai tajassus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tajassus merupakan perbuatan yang diharamkan berdasarkan ayat Al-Qur'an,
seperti dalam Surah Al-Hujurat ayat 12, serta diperkuat oleh berbagai hadis
Nabi Muhammad Saw. Larangan tajassus bertujuan untuk menjaga kehormatan dan
privasi individu, mencegah fitnah, serta memperkuat harmoni dalam masyarakat.
Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa pelanggaran terhadap larangan ini
sering kali memicu konflik, merusak hubungan sosial, dan bertentangan dengan
maqasid syariah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kesimpulannya,
tajassus bertentangan dengan ajaran Islam yang mengutamakan nilai-nilai moral
dan etika. Implikasi penelitian ini adalah perlunya pendidikan dan sosialisasi
nilai-nilai Islam mengenai larangan tajassus, terutama di era digital yang
memudahkan akses dan penyebaran informasi pribadi. Kajian ini memberikan
kontribusi penting dalam memahami dampak sosial dan spiritual dari larangan
tajassus dalam Islam.
Kata kunci: Hadis; Perspektif; Tajassus
Abstract
This study aims to analyze the perspective of
hadith on the prohibition of tajassus (spying or seeking others'
faults), an act forbidden in Islam based on the Qur'an and Hadith. Islam
emphasizes justice, truth, and compassion, but the practice of tajassus
contradicts these principles and has significant negative social impacts. The
research employs a library research method with a qualitative approach to
examine relevant Qur'anic verses and Hadiths, along with scholars'
interpretations regarding tajassus. The findings indicate that tajassus
is explicitly prohibited in the Qur'an, such as in Surah Al-Hujurat (49:12),
and this is further reinforced by various hadiths of Prophet Muhammad (PBUH).
The prohibition of tajassus aims to protect individual dignity and
privacy, prevent slander, and foster harmony within society. Additionally, the
study reveals that violating this prohibition often leads to conflicts, damages
social relationships, and opposes the objectives of maqasid shariah,
which include preserving faith, life, intellect, lineage, and property. In
conclusion, tajassus contravenes Islamic teachings that prioritize moral
and ethical values. The implications of this research highlight the need for
education and socialization of Islamic values regarding the prohibition of tajassus,
especially in the digital era where personal information is easily accessible
and shareable. This study provides valuable insights into the social and
spiritual impacts of the prohibition of tajassus within Islam.
Keywords:
Hadith; Perspective; Tajassus
Pendahuluan
Islam adalah suatu yang kompleks,
yang mencangkup seluruh dimensi dalam menajemen kehidupan, interkasi sesama
individu di aspek ibadah, dan mengelolah siistem nilai suatu kehidupan. Dalam islam memeiliki derajat yang setara.
Allah tidak melihat umatnya dari sisi harta kekayaan bahkan miskin, begitupun
dari status bahkan keternaranya. Terdapat perbedaan setiap individu dihadapan
tuhan yakni ketakwaan. Takwa ialah sikap
dari seorang muslim, dimana ia semacam menjalankan perintah Allah swt bahkan
tidak melakukan seluruh laranganya
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا
مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا
يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ
اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ
رَّحِيْمٌ ﴿الحجرات : ۱۲﴾
Artinya : “Wahai
orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari perangka, sesungguhnya sebagai
prasangka itu dosa, serta jangan kamu mencari kesalahan, bahkan jengan diantara
kamu yang menggunjing beberapa yang lain. Apakah terdapat diantara yang senang memakan
daging saudaranya yang telah mati.? Tentunya kamu merasa jijik, serta
bertakwalah kepada Allah Swt, Sungguh Allah Penerima Tobat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12).
Dari ayat tersebut uaha melaksanakan
tajassus, bisa memicu terputusnya jalinan social dikarenakan sifat tajjasus
dilarang di islam sebab dapat menimbulkan masalah di antara kaum muslimin
lainya yang terutam didalam lingkungan masyarakat. Manusia mempunyai kehormatan, bahkan
kemuliaan yang tidak bisa dilanggarnya
Penelitian ini permasalahan utama
yaitu terdapat kontekstualisasi hadis karena pelaku tersebut melakukan tajassus
pada zaman sekarang. Permasalahan tersebut dirumuskan kedalam rumusan masalah
aitu bagaimana larangan tajassus dalam perspektif hadis. Tujun penelitian ini
diharapkan untuk membahas larangan tajassus dalam perspektif hadis. Kajian ini
diinginkan bisa memberikan hasil secara implikasi, baik secara teotitasnmaupun
secara praktis. Penelitian ini diharapkan dapatkan tambahan pengetahuan agama
Islam terkait larangan tajassus dalam perspektih hadis. Sedangkan praktisnya
penelitian ini diharapkan menjadi rujukan terhadap pelaku yang melakuksn
tajassus.
Penelitian yang mengambil tema
larangan tajassus yang sudah beberapa kali dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Seperti dari perspektif untuk menjalankan makruf nahi munkar (Mohd Parid). Pandangan Al-Qur’an dalam tafsir Al-Mishbah
Metode Penelitian
Untuk mrnjawab persoalan yang
peneliti kemukakan maka jurnal ini menggunakan metode pustaka (library
research) dan bersifat kualitatif dengan menggunakan data skunder dan primer
termasuk diantaranya wawancara. Untuk menguatkan metode diatas peneliti juga
dapat melihat fenomena yang terjadi dikalangan masyarakat sosial sekitarnya
dengan objek penelitian.
Hasil dan Pembahasan
Pengertian
Tajassus
Asal arti dari tajassus yakni
mengenal hal dengan metode meraba dengan tangan, ada yang menjelaskan tajassus
ialah mencari kesalaan pihak lain, begitu pula yang lain menyampaikan bahwa
mencari rahasis sutau masalah yang buruk
Dengan adanya pengertian tersebut,
dipahami bahwa didalam al-Qur’an memiliki bentuk penyampaian pesan terhadap
kaum muslimin, yang bisa berupa perintah, nasihat, anjuran, dan bahkan sebuah
larangan tersebut. Dalam kasus ini didalam Al-Qur’an dan Hadis merupakan salah
satu yang ayat nya meliputi 3 larangan yaitu su’uzhan, mencari kesalahan
(tajassus), dan mengibah atau menggunjingkan suatu keburukan. Islam selalu mendorong kepada damaian bila
tidak diperoleh alternatif dari masalah maka perang di islam adalah keadaan
akkhir dengan mengedepankan syariah dulu.
Secara arti tajassus yakni tidak membiarkan hamba tersebut bermaung
dibawah huja Alla swt. Kemudian berupaya agar melihat dengan menghancurkan
tersebut sampai terbuka baginya.
Sejarah
Tajassus
Berbucara tentang tajassus bisa
dihubungkan dengan arti mencari kesalahan manusian, sehingga sejarah awal nya
pertma kali dikisahkan pada zaman Nabi Adam a.s. Dimana dalam kisah tersebut
Iblis tidak ingin bersudud kepada Nabi Adam a.s karena sebagai bentuk
penghormatan. Akan tetapi, Iblis menolaknya karena penelokan tersebut Iblis
berkata bahwa dirinya lebih terhormat dari pada Nabi Adam , sehingga Iblis
mencari kesalahan kepada Nabi Adam dengan menjelaskan Adam lebih terhina
dibandingkan dirinya. Ini tercantum dalam Al-Qur’an, sebagaimana Allah Swt
berfirman:
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ
فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَ ۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَ ۖ وَكَانَ مِنَ
الْكٰفِرِيْنَ ﴿البقرة : ۳۴﴾
Artinya: “Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada seluruh malaikat, “Sujudlah kamu kepada
Adam! “Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak karena ia termasuk
golongan kafir”. (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 34).
Selanjutnya tajassus yang awalnya
muncul sudah pada zaman Nabi Adam a.s ketika Iblis diperintah Oleh Allah Swt
untuk bersujud pada Nabi Adam a.s namun iblis menolaknya, namun Iblis tidak
terima karena bukan termasuk dari golongan yang diperintah untuk melakukannya,
karena Nabi Adam bukan dari salah satu golongan malaikat. Sehingga iblis
menggunakan analogi yang rasional untuk melawan peritah Allah Swt dan dia
mengangap perintah sujud kepada Nabi Adam adalah tidak adil. Setan melihat
dirinnya lebih baik dari Nabi Adam a.s katena ia diciptakan dari Tanah sedang
kan Iblis di buat dari Api, sehingga Iblis mengolok-olokkan Nabi Adam a.s dalam
sujud pandang Iblis, Api lebih baik dari Tanah sehingga dia menolak untuk
bersujud kepada Adam. Dari hasil
pengamat peneliti disitulah tajassus muncul ketika Iblis mengolok-olokan atau
merendahkan mencari kesalahan dari Nabi Adam a.s karena Iblis menolak, Iblis
mengklaim dirinya lebih hebat dan agung.
Selanjutnya, tajassus pada masa
zaman Rasulullah Saw yang dimengerti sebagai mata-mata, hal itu sudah terjadi
dimasa Rasullah saw, menjadi pakar dari ahli strategi perang. Nabi Muhammad saw
telah berfikir penting peran intelejen dalam menghadapi musuh. Konsep mata-mata
ini yang popular saat ini serta telah dijalankan Nabi di zamannya. Di agen intelijen Rasulullah juga memegang teguh
dartar nama musuhnya. List tersebut wajib dihafalkan, karena tidak boleh di
catat bahkan agar tidak ke tanggan orang lain supaya tidak menimbulkan
kekhawatiran. Ciri orang munafik yang terdfatar hitam Rasulullah yakni yang
tidak ikut menyolatkan saat umat bersangkutan mati. Sejarah Islam melaporkan nama Hudzaifah bin
Al-Yaman sebgai intelijen atau spion andalan Rasulullah. Oleh Nabi ini dinilai
yang dipercaya, memiliki ingatan yang kokoh bahkan pintar dalam mengelolah
info. Dirinya juga disebut dengan mufah atau yang mudah bergaul untuk melakukan
intelejen.
Hukum
Tajassus Dalam Islam
Berdasarkan Wahbah Az-Zuhaili
menerangkan pada tafsirnya perbuatan manusia yang akan melihat sesuatu
kesalahan individu lainnya termasuk golongan dosa besar. Yakni mencari aib yang
tersembunyi, diantaranya penggunaan kata di Al-Qur’an yaknial-Tajassus (mencari
kesalahan orang lain), begitu juga dengan kata Tahassus (mendengarkan
pembicaraoraan ng lain). Sementara mereka tidak menyukai perbuatan itu dan
tidak ingin mendengarkannya karena hukum nya haram. Ada juga menurut para ulama lainnya yaitu
Imam Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani bisa kedalam haram dan jaiz(melakukan untuk
kebaikan), dilihat siapa yang dimata-matai. Tetapi ada Hadis Nabi yang
menjelaskan larangan tajassus seperti mata-matai, mencari keburukan, dan
mencari berita keburukan orang lain yang secara sembunyi. Sebab aktivitas
semacam itu, adalah aspek negatif dan dampak kepada kaum muslimin. Yang mana
telah jelas haram. Maka, tidak boleh aktivitas tersebut sangat dilarang hukum
nya adalah haram secara mutlak.
Hadis-Hadis
Tentang Larangan Tajassus
Islam merupakan
agama yang hadir dari pencipta umat. Ajaran untuk memuliakan sesama, maka,
islam melarang pengikut dari seluruh yang ingin menghancurkan jalinan sesama
kaummuslimin lainnya. Diantaranya yaitu tajassus. Demikian pula terdapat
ancaman keras ada beberapa Hadis-hadis Nabi Saw, diantaranya yaitu:
a.
Hadis Imam Bukhari No.7042
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ،
وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ، صُبَّ فِي أُذُنِهِ الآنُكُ
يَوْمَ القِيَامَةِ
Artinya : “Dari Ibnu ‘Abbâs
Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berupaya mendegarkan penjelasan
manusia lain, sementara mereka tidak senang bahkan menjauh dirinya, sehingga di
telinganya dituangkan cairan tembaga ketika dihari kiamat.” (HR. Al-Bukhâri,
no. 7042).
b.
Hadis Imam Bukhari No.6902 dan
Imam Muslim No.2158
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ: قَالَ
أَبُو القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ أَنَّ امْرَأً اطَّلَعَ
عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفْتَهُ بِعَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ، لَمْ
يَكُنْ عَلَيْكَ جُنَاحٌ
Artinya : “Dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Abu Qâsim Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, ‘bila seseorang mengintip tanpa izin kemudian dirinya melemparnya
dengan kerikil maka engkau mencongkel matanya,
engkau tidak berdosa”. (HR. Al-Bukhâri, no. 6902; Muslim, no. 2158)
c.
Hadis Abu Dawud No. 4888
عَنْ مُعَاوِيَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّكَ إِنِ
اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ، أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ»
فَقَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: «كَلِمَةٌ سَمِعَهَا مُعَاوِيَةُ مِنْ رَسُولِ
اللَّهِ نَفَعَهُ اللَّهُ تَعَالَى بِهَا
Artinya : “Dari
Mu’âwiyah Radhiyallahu anhu, dia berkata” “Aku pernah mendengar Rasûlullâh bersabda,
“Jika engkau mencari kesalahan orang, engkau sudah menghancurkan mereka bahkan
engkau hampir menghancurkan mereka.” (HR. Abu Dawud, No. 4888; Dan dishahihkan
oleh syaikh Al-Albani).
Analisis-analisi
Hadis Tentang Larangan Tajassus
Larangan tajassus dalam perspektif
hadis adalah topik penting dalam etika Islam, yang berfokus dalam larangan
melakukan perbuatan yang dilarang dalam Islam. Degan larangan tersebut yakni
mencari kesalahan orang lain, seperti pengintaian atau memata-matai orang lain
tanpa izin. Analisis ini dilihat dari beberapa hadis yang menekankan pentingnya
menjaga privasi dan kehormatan individu. Berikut adalah beberapa poin dari
analisis tersebut:
a.
Tidak Mencampuri Urusan
Pribadi Orang Lain
Allah menganjurkan makhluknya untuk
berbuat kebaikan, tidak campuri urusan orang lain. Nasehat semacam itu ternyata
bukan sekedar berasal dari manusia, tapi Allah. Islam megajarkan untuk tidak
iktu berurusan dengan lainnya. Hakikatnya ini hanya buatan hanya buang waktu
bahkan tidak berguna. Dan sekadar menjadi dosa. Iktu campur masalah orang lain
ini merupakan penyakit hati. Di konteks ini, sifat penasaran terhadap Tindakan
menggunjing atau menghibah yang dilarang di . Islam.
Perintah tidak ikut
campur pihak lain ini termasuk di sebagian ayat suci Al-Qur’an. Ini adalah ayat
Al-Qur’an mengenai larangan ikut campur masalah orang lain.
a)
Surat An-Nisa ayat 114
لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ
بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ ۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ
ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا
﴿النساء : ۱۱۴﴾
Artinya : “Tidak ada kebaikan dari
banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan itu menyusuh kepada
bersedekah, bahkan tindakan kebaikan, serta melakukan perdamaian diantara
manusia. Barangsiapa bertindak demikian sebab mencari keridhaan Allah Swt, maka
kelak diberikan pahala yang sebesar-besarnya”. (Q.S. An-Nisa ayat 114).
Ayat diatas berfokus larangan
membicarakan seluruh kesalahan orang lain, kenapa: sebab nantinya membuat rasa
benci diantaranya.
b)
Surat Al-Isra ayat 36
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ
وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا ﴿الإسراء :
۳۶﴾
Artinya : “ Dan janganlah kamu
mengikuti sesesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan
dan hati nurani, semua itu akan dimintai pertanggung jawabnya.” (Q.S Al-Isra
ayat 36).
Ayat tersebut mengandung perintah
dari Allah Swt untuk tidak mencampuri urusan makhkuk ciptaan-Nya, ini
menunjukan bahwa dihari kiamat kelak, seseorang Muslim bertanggung jawab hanya
pada setiap anggota tubuhnya. Bukan tubuh orang lain.
b.
Mencari Keburukan Orang Lain
Islam adalah gama yang sempurkan
bahkan menghormati diantara sesame umat. Sebab islam menjamin hak setiap orang
babhkan Masyarakat bahkan melarang Tindakan yang malarang kepada hak pribadi
bahkan kesalahan orang.
Maka hendaknya kita menjaga
perbuatan keselamatan untuk diri kita, dengan cara meninggalkan Tindakan
tajassus. Serta sering sibuk memikirkan kejelekan diri bahkan melupakan
kejelekan individu lainnya. Sehingga hati bisa tentram. Tiap kali mengetahui
kesalahan yang ada di dirinya, maka dia bisa hina, tatkala mengetahui kesalahan
yang sama ada di sauradaranya. Sedangkan yang selalu sibuk memperhatikan
kesalahan orang lain serta merupakan kejelekan sendiri. Hatinya bisa mati.
Sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا
مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا
يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ
اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ
رَّحِيْمٌ ﴿الحجرات : ۱۲﴾
Artinya : “ Wahai orang-orang yang
beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagai prasangka itu
dosa serta jangan kamu mencari kejelekan orang lain bahkan jangan ada diantara
kamu yang menggunjingkan sebagai yang lain.” (Q.S Al-Hujurat : 12).
Di ayat diatas itu, allah melarang
kepada manusia untuk mencari kejelekan orang lain. Baik secara langsung kita
menyelidi dengan langsung kepada orang lain. Beberapa hadis-hadis Nabi yang
sudah diterapkan dalamnya. Allah Swt melarang umatnya untuk merugikan orang
lain dan mengganggunya dalam hidup seseorang. Karena, dalam perkara tersebut
adalah sesuatu yang dilarang untuk dilakukan umatnya dan ajaran Islam tentunya
melarang kita untuk melakukann hal yang buruk dan yang melakukannya adalah dosa
besar dan akan bertanggung jawab dihari kiamat kelak.
Berikut adalah beberapa hadis Nabi
Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى
مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ
فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا
تَنَافَسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا
عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
Hadisn Riwayat
Muslim : ”Telah menceritakan kepada kami (Yahya bin Yahya) dia berkata: Aku
membaca kitab (Malik) dari (Abu Az Ziyad) dari (Al A’raj) dari (Abu Hurairah)
bahwa Rasulullah Saw bersabda: “ Jauhilah bersangka buru, sebab prasangka
negative merupakan penyampaikan yang paling dusta, jangan mencari kesalahan,
jangan saing bersaing, namun jadi hamba
Allah yang bersaudara.”
Hadis diatas juga menegaskan
larangan tajassus, dimana umaat Muslim diminta untuk menjauhi perilaku
menyelidiki keburukan atau mencari kejelekan orang lain tanpa alasan yang
jelas.
c.
Mengintip Tanpa Izin
Mengintip tanpa izin bisa di anggap
sebagai tindakan yang kurang sopan atau tidak etis, tergantung konteksnya. Ini
bisa termasuk melihat sesuatu atau mendengarkan pembicaraan tanpa izin atau
pengetahuan orang yang terlibat. Penting untuk menghargai privasi orang lain
dan batasan pribadi orang lain dalam setiap situasi untuk memastikan intraksi
yang saling menghormati dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan atau konflik.
Penting untuk
saling menghormati privasi dan batasan pribadi orang lain dalam setiap
interaksi. Hal ini tidak hanya mencerminkan nilai-nilai sopan santun dan etika
dalam masyarakat, tetapi juga membantu menjaga jalinan yang baik satu sama yang
lain.
Sebagaimana yang sudah diterangkan
pada hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ: قَالَ
أَبُو القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ أَنَّ امْرَأً اطَّلَعَ
عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفْتَهُ بِعَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ، لَمْ
يَكُنْ عَلَيْكَ جُنَاحٌ
Hadis Riwayat
Al-Bukhari dan Muslim: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Abu
Qâsim Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika orang mengintipmu tanpa
izin kemudian engkau melempar dengan kerikil maka engkau mencongkel matanya,
engkau tidak berdosa”.
Hadis diatas menunjukan bahwa Islam
mengajarkan untuk tidak mengintip seseorang tanpa izin karena hal tersebut
sangat tidak sopan dan tidak ada alasan yang jelas. Dimana Nabi Muhammad Saw
memberikan petunjuk bahwa jika seseorang kejebak dalam situasi dimana
privasinya dengan cara mengintip tanpa izin, maka hak untuk melindungi diri
dengan tindakan balasan yang sesuai dengan hukuman berlaku dalam syariat Islam.
Kesimpulan
Pada hasil yang sudah diuraikan
dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa melakukan tajassus adalah dilarang,
bahkan sudah diterangkan di Al-Quran serta Hadis. Allah Swt melarang hamba
dalam berperasangkan negative bahkan melakukan mencari kesalahan, yakni
melaksanakan tuduhan bahkan perasangkaan negative pada keluarga, kerabat, tetangga, serta lainnya
pada tempat nya yaitu dilingkungan masyarakat sosial. Perilaku yang dilakukan
oleh pelaku tajassus sangat tidak terpuji dikarena hal tersebut melanggar apa yang
ditetapkan oleh syariat Islam. Sebagaimana melakukan perbuatan tersebut yakni
asli Tindakan dosa besar, maka jauhilah aktivitas yang dilarang dalam syariat
Islam yang melakukan mencari kesalahan orang lain dan prasangaka buruk itu
sebagai suatu kewaspadaan.
BIBLIOGRAFI
Afif, N., & Bahary, A. (2020). Tafsir
Tarbawi: Pesan-Pesan Pendidikan dalam Al-Quran. Karya Litera Indonesia.
Ansori, Y. Z., Budiman, I. A.,
& Nahdi, D. S. (2019). Islam Dan Pendidikan Multikultural. Jurnal
Cakrawala Pendas, 5(2).
Arifin, J. (2010). Hadis-hadis Nabi
dalam Berinteraksi dengan Non Muslim (Musalimun). TOLERANSI: Media Ilmiah
Komunikasi Umat Beragama, 2(2), 163–186.
Ditha, T. M., Ismail, D. E., &
Tijow, L. M. (2020). Intelijen Kejaksaan Perspektif Ketatanegaraan Indonesia
dan Ketatanegaraan Islam. Al-Mizan (e-Journal), 16(1), 51–74.
Fekrat, I., & Wahyuni, S.
(2024). Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Jurnal Kolaboratif Sains,
7(1), 130–147.
Gufron, M. (2017). Hak Asasi
Manusia Dalam Perspektif Islam. Jurnal Rontal Keilmuan Pancasila Dan
Kewarganegaraan, 3(1).
Gunawan, H. (2020). Tindak
Kejahatan Cyber Crime Dalam Perspektif Fikih Jinayah. Jurnal El-Qanuniy:
Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan Dan Pranata Sosial, 6(1), 96–110.
Iwan, I. I., Gaffar, A., Has, H.,
& Akib, N. (2023). Genealogi Pemaknaan Tajassus Qs Al-Hujurat/49: 12. El-Maqra’:
Tafsir, Hadis Dan Teologi, 3(2), 58–66.
Mahanani, C. (2010). Preservasi
Al-qur’an Dalam Mendidik Moral. Progresiva, 4(1), 162255.
Mz, S. R. (2018). Akhlak Islami
Perspektif Ulama Salaf. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 7(01),
67–100.
Nareswari, M. K. (2014). Dosa-dosa
yang tak disadari wanita: Karena biasa, bukan berarti tak berdosa. Media
Pressindo.
Nisa, I. S. (2021). Penyadapan
Telepon dalam Pandangan Ahlussunah Wal Jemaah. Jurnal Sosial Teknologi,
1(9), 987–994.
Saputra, A. T. (2019a). Konsep
Intelijen dan Penafsiran Kontekstualitas Terhadap QS Al-Hujarat Ayat 12
(Aplikasi Metode Penafsiran Kontekstualis Abdullah Saeed. NUN: Jurnal Studi
Alquran Dan Tafsir Di Nusantara, 5(2), 93–125.
Saputra, A. T. (2019b). Konsep
Intelijen dan Penafsiran Kontekstualitas Terhadap QS Al-Hujarat Ayat 12
(Aplikasi Metode Penafsiran Kontekstualis Abdullah Saeed. NUN: Jurnal Studi
Alquran Dan Tafsir Di Nusantara, 5(2), 93–125.
Suhaili, A. (2019). Hak Asasi
Manusia (HAM) Dalam Penerapan Hukum Islam Di Indonesia. Al-Bayan: Jurnal
Ilmu al-Qur’an Dan Hadist, 2(2), 176–193.
Yuhana, Y., & Tarlam, A.
(2023). Memahami Tugas Manusia Dari Segi Agama Islam. KAMALIYAH: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 1(1), 34–44.
Copyright holder: Angga Febrian, Uswatun Hasanah, Almunadi
(2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |