Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 12, Desember 2024

 

LARANGAN TAJASSUS DALAM PERSPEKTIF HADIS

 

Angga Febrian1, Uswatun Hasanah2, Almunadi3

Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Indonesia1,2.3

Email: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pandangan hadis mengenai larangan tajassus (memata-matai atau mencari kesalahan orang lain), sebuah perbuatan yang diharamkan dalam Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Islam menekankan keadilan, kebenaran, dan kasih sayang, namun praktik tajassus bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut dan memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kehidupan sosial. Kajian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif untuk menelaah dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadis yang relevan, serta pandangan para ulama mengenai tajassus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tajassus merupakan perbuatan yang diharamkan berdasarkan ayat Al-Qur'an, seperti dalam Surah Al-Hujurat ayat 12, serta diperkuat oleh berbagai hadis Nabi Muhammad Saw. Larangan tajassus bertujuan untuk menjaga kehormatan dan privasi individu, mencegah fitnah, serta memperkuat harmoni dalam masyarakat. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa pelanggaran terhadap larangan ini sering kali memicu konflik, merusak hubungan sosial, dan bertentangan dengan maqasid syariah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Kesimpulannya, tajassus bertentangan dengan ajaran Islam yang mengutamakan nilai-nilai moral dan etika. Implikasi penelitian ini adalah perlunya pendidikan dan sosialisasi nilai-nilai Islam mengenai larangan tajassus, terutama di era digital yang memudahkan akses dan penyebaran informasi pribadi. Kajian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami dampak sosial dan spiritual dari larangan tajassus dalam Islam.

Kata kunci: Hadis; Perspektif; Tajassus

 

Abstract

This study aims to analyze the perspective of hadith on the prohibition of tajassus (spying or seeking others' faults), an act forbidden in Islam based on the Qur'an and Hadith. Islam emphasizes justice, truth, and compassion, but the practice of tajassus contradicts these principles and has significant negative social impacts. The research employs a library research method with a qualitative approach to examine relevant Qur'anic verses and Hadiths, along with scholars' interpretations regarding tajassus. The findings indicate that tajassus is explicitly prohibited in the Qur'an, such as in Surah Al-Hujurat (49:12), and this is further reinforced by various hadiths of Prophet Muhammad (PBUH). The prohibition of tajassus aims to protect individual dignity and privacy, prevent slander, and foster harmony within society. Additionally, the study reveals that violating this prohibition often leads to conflicts, damages social relationships, and opposes the objectives of maqasid shariah, which include preserving faith, life, intellect, lineage, and property. In conclusion, tajassus contravenes Islamic teachings that prioritize moral and ethical values. The implications of this research highlight the need for education and socialization of Islamic values regarding the prohibition of tajassus, especially in the digital era where personal information is easily accessible and shareable. This study provides valuable insights into the social and spiritual impacts of the prohibition of tajassus within Islam.

Keywords: Hadith; Perspective; Tajassus

 

Pendahuluan

            Islam adalah suatu yang kompleks, yang mencangkup seluruh dimensi dalam menajemen kehidupan, interkasi sesama individu di aspek ibadah, dan mengelolah siistem nilai suatu kehidupan.  Dalam islam memeiliki derajat yang setara. Allah tidak melihat umatnya dari sisi harta kekayaan bahkan miskin, begitupun dari status bahkan keternaranya. Terdapat perbedaan setiap individu dihadapan tuhan yakni ketakwaan.  Takwa ialah sikap dari seorang muslim, dimana ia semacam menjalankan perintah Allah swt bahkan tidak melakukan seluruh laranganya (Ansori et al., 2019; Ditha et al., 2020; Nisa, 2021).  Supaya mewujdukan kewilayah ketakwaan kepada Allah Swt, seorang muslim bisa menempuh dengan semua cara, yakni diantaranya dengan amar makruf nahi munkar.  Alqur’an juga mengajarkan manusia untuk melakukan kebaikan dengan melaksanakan seluruh larangan, bahkan hal ini bisa menaikan ketakwaan kepada tuhan menjelaskan bahwa dia menciptakan umat dengan berbilangan bangsa kepada mereka saling berkenal antara satu sama yang lain, serta bukanlah dari bangsa apa yang di pandang tinggi oleh Allah swt (Arifin, 2010; Saputra, 2019a; Yuhana & Tarlam, 2023).  Namun, dirinya melihat dari ketaqwaan umat tersebut, serta jalan untuk meraih ketaqwaan kepada tuhan selain itu sudut ibadah, Allah swt sangat menitik sesuatu yang berhubungan dengan kemasyarakatan bahkan social. Selalu melaksanakan aturan yang diterapkan Allah swt di Al-Qur'an, diantaranya menjauhi seluruh zu’udzan, tajassus, bahkan menyampaikan keburukan aib Akan tetapi, dia melihat dari ketakwaan manusia itu sendiri, dan jalan untuk kepada orang lain bahkan tetangga dan saudaranya sendiri, yang pasti akan menyakiti hati orang yang mendengarnya. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah Al-hujurat ayat 12, Allah berfirman:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ﴿الحجرات : ۱۲﴾

           

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari perangka, sesungguhnya sebagai prasangka itu dosa, serta jangan kamu mencari kesalahan, bahkan jengan diantara kamu yang menggunjing beberapa yang lain. Apakah terdapat diantara yang senang memakan daging saudaranya yang telah mati.? Tentunya kamu merasa jijik, serta bertakwalah kepada Allah Swt, Sungguh Allah Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12).

            Dari ayat tersebut uaha melaksanakan tajassus, bisa memicu terputusnya jalinan social dikarenakan sifat tajjasus dilarang di islam sebab dapat menimbulkan masalah di antara kaum muslimin lainya yang terutam didalam lingkungan masyarakat.  Manusia mempunyai kehormatan, bahkan kemuliaan yang tidak bisa dilanggarnya (Gufron, 2017; Suhaili, 2019). Umat islam yang baik bahkan mulai, hiduplah umat dengan rasa aman, rasa kerahasiannya. Tidak ada satupun melakukan dorongan pelanggaran. dan mengalami pembunuhan yang berdampak terhadap penegak hukum sehingga tidak diperbolehkan melakukan tajjasus. Tajassus wajib dijauhi dari seseorang muslin sebab menghancurkan silahturahim serta juga bisa merusak nilai dari manusia, karena tajassus atau mencari kesalahan adalah hukumnya haram (Afif & Bahary, 2020; Mahanani, 2010; Nareswari, 2014). Pembahasan ini menarik untuk diteliti apakah melakukan tajassus ini dilarang atau melanggar aturan syariat Islam dan betentangan tengan hadis Nabi Saw (Fekrat & Wahyuni, 2024; Gunawan, 2020).

            Penelitian ini permasalahan utama yaitu terdapat kontekstualisasi hadis karena pelaku tersebut melakukan tajassus pada zaman sekarang. Permasalahan tersebut dirumuskan kedalam rumusan masalah aitu bagaimana larangan tajassus dalam perspektif hadis. Tujun penelitian ini diharapkan untuk membahas larangan tajassus dalam perspektif hadis. Kajian ini diinginkan bisa memberikan hasil secara implikasi, baik secara teotitasnmaupun secara praktis. Penelitian ini diharapkan dapatkan tambahan pengetahuan agama Islam terkait larangan tajassus dalam perspektih hadis. Sedangkan praktisnya penelitian ini diharapkan menjadi rujukan terhadap pelaku yang melakuksn tajassus.

            Penelitian yang mengambil tema larangan tajassus yang sudah beberapa kali dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Seperti dari perspektif untuk menjalankan makruf nahi munkar (Mohd Parid).  Pandangan Al-Qur’an dalam tafsir Al-Mishbah (Mz, 2018).  Dan perspektif menurut genealogi dalam pemaknaan tajassus Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 12 (Iwan et al., 2023).  Namun peneliti belum melihat aktivitas dari pelaku tajassus dari payung hadis. Dalam jurnal ini peneliti memfokuskan pada fenomena tajassus dari segi aspek hadis, apakah melanggar syariat hukum Islam dan tidak sesuai dengan tuntutan hadis Nabi Saw atau diperolehkan dengan batasan tertentu.

 

Metode Penelitian

            Untuk mrnjawab persoalan yang peneliti kemukakan maka jurnal ini menggunakan metode pustaka (library research) dan bersifat kualitatif dengan menggunakan data skunder dan primer termasuk diantaranya wawancara. Untuk menguatkan metode diatas peneliti juga dapat melihat fenomena yang terjadi dikalangan masyarakat sosial sekitarnya dengan objek penelitian.

 

Hasil dan Pembahasan

Pengertian Tajassus

            Asal arti dari tajassus yakni mengenal hal dengan metode meraba dengan tangan, ada yang menjelaskan tajassus ialah mencari kesalaan pihak lain, begitu pula yang lain menyampaikan bahwa mencari rahasis sutau masalah yang buruk (Saputra, 2019b).  Tajassus merupakan masalah mengenai airb bahkan kejelekan kaum muslimin sehingga Tindakan itu di Islam adalah haram serta dikutuk oleh Allah Swt. Tajassus merupakan perbuatan buruk yang menyebabkan kehamaka, kehancuran tersebut wajib dihapuskan. Berarti kehancuran tidak diperbolehkan di islam. Begitupun dengan adanya seluruh ancaman saksi di fiqih jinayah yakni juga menghapuskan kemudhratan.  Perlu digaris bawahi juga, tajassus yang dilarang dalam hadis yang sudah dibahas diatas adalah tajassus yang tidak bermanfaat kepada kaum muslim atau dampak mudharat kepada orang lain. Oleh karena itu tajassus sangat merugikan untuk kaum muslimin.

            Dengan adanya pengertian tersebut, dipahami bahwa didalam al-Qur’an memiliki bentuk penyampaian pesan terhadap kaum muslimin, yang bisa berupa perintah, nasihat, anjuran, dan bahkan sebuah larangan tersebut. Dalam kasus ini didalam Al-Qur’an dan Hadis merupakan salah satu yang ayat nya meliputi 3 larangan yaitu su’uzhan, mencari kesalahan (tajassus), dan mengibah atau menggunjingkan suatu keburukan.  Islam selalu mendorong kepada damaian bila tidak diperoleh alternatif dari masalah maka perang di islam adalah keadaan akkhir dengan mengedepankan syariah dulu.  Secara arti tajassus yakni tidak membiarkan hamba tersebut bermaung dibawah huja Alla swt. Kemudian berupaya agar melihat dengan menghancurkan tersebut sampai terbuka  baginya.

 

Sejarah Tajassus

            Berbucara tentang tajassus bisa dihubungkan dengan arti mencari kesalahan manusian, sehingga sejarah awal nya pertma kali dikisahkan pada zaman Nabi Adam a.s. Dimana dalam kisah tersebut Iblis tidak ingin bersudud kepada Nabi Adam a.s karena sebagai bentuk penghormatan. Akan tetapi, Iblis menolaknya karena penelokan tersebut Iblis berkata bahwa dirinya lebih terhormat dari pada Nabi Adam , sehingga Iblis mencari kesalahan kepada Nabi Adam dengan menjelaskan Adam lebih terhina dibandingkan dirinya. Ini tercantum dalam Al-Qur’an, sebagaimana Allah Swt berfirman:

 

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَ ۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَ ۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ ﴿البقرة : ۳۴﴾

           

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada seluruh malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam! “Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Ia menolak karena ia termasuk golongan kafir”. (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 34).

            Selanjutnya tajassus yang awalnya muncul sudah pada zaman Nabi Adam a.s ketika Iblis diperintah Oleh Allah Swt untuk bersujud pada Nabi Adam a.s namun iblis menolaknya, namun Iblis tidak terima karena bukan termasuk dari golongan yang diperintah untuk melakukannya, karena Nabi Adam bukan dari salah satu golongan malaikat. Sehingga iblis menggunakan analogi yang rasional untuk melawan peritah Allah Swt dan dia mengangap perintah sujud kepada Nabi Adam adalah tidak adil. Setan melihat dirinnya lebih baik dari Nabi Adam a.s katena ia diciptakan dari Tanah sedang kan Iblis di buat dari Api, sehingga Iblis mengolok-olokkan Nabi Adam a.s dalam sujud pandang Iblis, Api lebih baik dari Tanah sehingga dia menolak untuk bersujud  kepada Adam. Dari hasil pengamat peneliti disitulah tajassus muncul ketika Iblis mengolok-olokan atau merendahkan mencari kesalahan dari Nabi Adam a.s karena Iblis menolak, Iblis mengklaim dirinya lebih hebat dan agung.

            Selanjutnya, tajassus pada masa zaman Rasulullah Saw yang dimengerti sebagai mata-mata, hal itu sudah terjadi dimasa Rasullah saw, menjadi pakar dari ahli strategi perang. Nabi Muhammad saw telah berfikir penting peran intelejen dalam menghadapi musuh. Konsep mata-mata ini yang popular saat ini serta telah dijalankan Nabi di zamannya. Di agen  intelijen Rasulullah juga memegang teguh dartar nama musuhnya. List tersebut wajib dihafalkan, karena tidak boleh di catat bahkan agar tidak ke tanggan orang lain supaya tidak menimbulkan kekhawatiran. Ciri orang munafik yang terdfatar hitam Rasulullah yakni yang tidak ikut menyolatkan saat umat bersangkutan mati.  Sejarah Islam melaporkan nama Hudzaifah bin Al-Yaman sebgai intelijen atau spion andalan Rasulullah. Oleh Nabi ini dinilai yang dipercaya, memiliki ingatan yang kokoh bahkan pintar dalam mengelolah info. Dirinya juga disebut dengan mufah atau yang mudah bergaul untuk melakukan intelejen.

 

Hukum Tajassus Dalam Islam

            Berdasarkan Wahbah Az-Zuhaili menerangkan pada tafsirnya perbuatan manusia yang akan melihat sesuatu kesalahan individu lainnya termasuk golongan dosa besar. Yakni mencari aib yang tersembunyi, diantaranya penggunaan kata di Al-Qur’an yaknial-Tajassus (mencari kesalahan orang lain), begitu juga dengan kata Tahassus (mendengarkan pembicaraoraan ng lain). Sementara mereka tidak menyukai perbuatan itu dan tidak ingin mendengarkannya karena hukum nya haram.  Ada juga menurut para ulama lainnya yaitu Imam Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani bisa kedalam haram dan jaiz(melakukan untuk kebaikan), dilihat siapa yang dimata-matai. Tetapi ada Hadis Nabi yang menjelaskan larangan tajassus seperti mata-matai, mencari keburukan, dan mencari berita keburukan orang lain yang secara sembunyi. Sebab aktivitas semacam itu, adalah aspek negatif dan dampak kepada kaum muslimin. Yang mana telah jelas haram. Maka, tidak boleh aktivitas tersebut sangat dilarang hukum nya adalah haram secara mutlak.

 

Hadis-Hadis Tentang Larangan Tajassus

Islam merupakan agama yang hadir dari pencipta umat. Ajaran untuk memuliakan sesama, maka, islam melarang pengikut dari seluruh yang ingin menghancurkan jalinan sesama kaummuslimin lainnya. Diantaranya yaitu tajassus. Demikian pula terdapat ancaman keras ada beberapa Hadis-hadis Nabi Saw, diantaranya yaitu:

 

a.     Hadis Imam Bukhari No.7042

 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: وَمَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيثِ قَوْمٍ، وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، أَوْ يَفِرُّونَ مِنْهُ، صُبَّ فِي أُذُنِهِ الآنُكُ يَوْمَ القِيَامَةِ

            Artinya : “Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berupaya mendegarkan penjelasan manusia lain, sementara mereka tidak senang bahkan menjauh dirinya, sehingga di telinganya dituangkan cairan tembaga ketika dihari kiamat.” (HR. Al-Bukhâri, no. 7042).

 

b.    Hadis Imam Bukhari No.6902 dan Imam Muslim No.2158

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ: قَالَ أَبُو القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ أَنَّ امْرَأً اطَّلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفْتَهُ بِعَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ، لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ جُنَاحٌ

           

Artinya : “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Abu Qâsim Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘bila seseorang mengintip tanpa izin kemudian dirinya melemparnya dengan kerikil maka engkau mencongkel matanya,  engkau tidak berdosa”. (HR. Al-Bukhâri, no. 6902; Muslim, no. 2158)

 

c.     Hadis Abu Dawud No. 4888

 

عَنْ مُعَاوِيَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّكَ إِنِ اتَّبَعْتَ عَوْرَاتِ النَّاسِ أَفْسَدْتَهُمْ، أَوْ كِدْتَ أَنْ تُفْسِدَهُمْ» فَقَالَ أَبُو الدَّرْدَاءِ: «كَلِمَةٌ سَمِعَهَا مُعَاوِيَةُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ نَفَعَهُ اللَّهُ تَعَالَى بِهَا

           

Artinya : “Dari Mu’âwiyah Radhiyallahu anhu, dia berkata” “Aku pernah mendengar Rasûlullâh bersabda, “Jika engkau mencari kesalahan orang, engkau sudah menghancurkan mereka bahkan engkau hampir menghancurkan mereka.” (HR. Abu Dawud, No. 4888; Dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani).

 

Analisis-analisi Hadis Tentang Larangan Tajassus

            Larangan tajassus dalam perspektif hadis adalah topik penting dalam etika Islam, yang berfokus dalam larangan melakukan perbuatan yang dilarang dalam Islam. Degan larangan tersebut yakni mencari kesalahan orang lain, seperti pengintaian atau memata-matai orang lain tanpa izin. Analisis ini dilihat dari beberapa hadis yang menekankan pentingnya menjaga privasi dan kehormatan individu. Berikut adalah beberapa poin dari analisis tersebut:

 

a.     Tidak Mencampuri Urusan Pribadi Orang Lain

            Allah menganjurkan makhluknya untuk berbuat kebaikan, tidak campuri urusan orang lain. Nasehat semacam itu ternyata bukan sekedar berasal dari manusia, tapi Allah. Islam megajarkan untuk tidak iktu berurusan dengan lainnya. Hakikatnya ini hanya buatan hanya buang waktu bahkan tidak berguna. Dan sekadar menjadi dosa. Iktu campur masalah orang lain ini merupakan penyakit hati. Di konteks ini, sifat penasaran terhadap Tindakan menggunjing atau menghibah yang dilarang di . Islam.

Perintah tidak ikut campur pihak lain ini termasuk di sebagian ayat suci Al-Qur’an. Ini adalah ayat Al-Qur’an mengenai larangan ikut campur masalah orang lain.

a)     Surat An-Nisa ayat 114

لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِ ۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا ﴿النساء : ۱۱۴﴾

            Artinya : “Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan itu menyusuh kepada bersedekah, bahkan tindakan kebaikan, serta melakukan perdamaian diantara manusia. Barangsiapa bertindak demikian sebab mencari keridhaan Allah Swt, maka kelak diberikan pahala yang sebesar-besarnya”. (Q.S. An-Nisa ayat 114).

            Ayat diatas berfokus larangan membicarakan seluruh kesalahan orang lain, kenapa: sebab nantinya membuat rasa benci diantaranya.

b)    Surat Al-Isra ayat 36

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا ﴿الإسراء : ۳۶﴾

            Artinya : “ Dan janganlah kamu mengikuti sesesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan dimintai pertanggung jawabnya.” (Q.S Al-Isra ayat 36).

            Ayat tersebut mengandung perintah dari Allah Swt untuk tidak mencampuri urusan makhkuk ciptaan-Nya, ini menunjukan bahwa dihari kiamat kelak, seseorang Muslim bertanggung jawab hanya pada setiap anggota tubuhnya. Bukan tubuh orang lain.

 

b.    Mencari Keburukan Orang Lain

            Islam adalah gama yang sempurkan bahkan menghormati diantara sesame umat. Sebab islam menjamin hak setiap orang babhkan Masyarakat bahkan melarang Tindakan yang malarang kepada hak pribadi bahkan kesalahan orang.

            Maka hendaknya kita menjaga perbuatan keselamatan untuk diri kita, dengan cara meninggalkan Tindakan tajassus. Serta sering sibuk memikirkan kejelekan diri bahkan melupakan kejelekan individu lainnya. Sehingga hati bisa tentram. Tiap kali mengetahui kesalahan yang ada di dirinya, maka dia bisa hina, tatkala mengetahui kesalahan yang sama ada di sauradaranya. Sedangkan yang selalu sibuk memperhatikan kesalahan orang lain serta merupakan kejelekan sendiri. Hatinya bisa mati.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ ۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًا ۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ ﴿الحجرات : ۱۲﴾

            Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagai prasangka itu dosa serta jangan kamu mencari kejelekan orang lain bahkan jangan ada diantara kamu yang menggunjingkan sebagai yang lain.” (Q.S Al-Hujurat : 12).

            Di ayat diatas itu, allah melarang kepada manusia untuk mencari kejelekan orang lain. Baik secara langsung kita menyelidi dengan langsung kepada orang lain. Beberapa hadis-hadis Nabi yang sudah diterapkan dalamnya. Allah Swt melarang umatnya untuk merugikan orang lain dan mengganggunya dalam hidup seseorang. Karena, dalam perkara tersebut adalah sesuatu yang dilarang untuk dilakukan umatnya dan ajaran Islam tentunya melarang kita untuk melakukann hal yang buruk dan yang melakukannya adalah dosa besar dan akan bertanggung jawab dihari kiamat kelak.

            Berikut adalah beberapa hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

 

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَنَافَسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

           

Hadisn Riwayat Muslim : ”Telah menceritakan kepada kami (Yahya bin Yahya) dia berkata: Aku membaca kitab (Malik) dari (Abu Az Ziyad) dari (Al A’raj) dari (Abu Hurairah) bahwa Rasulullah Saw bersabda: “ Jauhilah bersangka buru, sebab prasangka negative merupakan penyampaikan yang paling dusta, jangan mencari kesalahan, jangan saing bersaing, namun  jadi hamba Allah yang bersaudara.”

            Hadis diatas juga menegaskan larangan tajassus, dimana umaat Muslim diminta untuk menjauhi perilaku menyelidiki keburukan atau mencari kejelekan orang lain tanpa alasan yang jelas.

 

c.     Mengintip Tanpa Izin

            Mengintip tanpa izin bisa di anggap sebagai tindakan yang kurang sopan atau tidak etis, tergantung konteksnya. Ini bisa termasuk melihat sesuatu atau mendengarkan pembicaraan tanpa izin atau pengetahuan orang yang terlibat. Penting untuk menghargai privasi orang lain dan batasan pribadi orang lain dalam setiap situasi untuk memastikan intraksi yang saling menghormati dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan atau konflik.

Penting untuk saling menghormati privasi dan batasan pribadi orang lain dalam setiap interaksi. Hal ini tidak hanya mencerminkan nilai-nilai sopan santun dan etika dalam masyarakat, tetapi juga membantu menjaga jalinan yang baik satu sama yang lain.

            Sebagaimana yang sudah diterangkan pada hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ: قَالَ أَبُو القَاسِمِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ أَنَّ امْرَأً اطَّلَعَ عَلَيْكَ بِغَيْرِ إِذْنٍ فَخَذَفْتَهُ بِعَصَاةٍ فَفَقَأْتَ عَيْنَهُ، لَمْ يَكُنْ عَلَيْكَ جُنَاحٌ

           

Hadis Riwayat Al-Bukhari dan Muslim: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Abu Qâsim Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika orang mengintipmu tanpa izin kemudian engkau melempar dengan kerikil maka engkau mencongkel matanya, engkau tidak berdosa”.

            Hadis diatas menunjukan bahwa Islam mengajarkan untuk tidak mengintip seseorang tanpa izin karena hal tersebut sangat tidak sopan dan tidak ada alasan yang jelas. Dimana Nabi Muhammad Saw memberikan petunjuk bahwa jika seseorang kejebak dalam situasi dimana privasinya dengan cara mengintip tanpa izin, maka hak untuk melindungi diri dengan tindakan balasan yang sesuai dengan hukuman berlaku dalam syariat Islam.

 

Kesimpulan

            Pada hasil yang sudah diuraikan dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa melakukan tajassus adalah dilarang, bahkan sudah diterangkan di Al-Quran serta Hadis. Allah Swt melarang hamba dalam berperasangkan negative bahkan melakukan mencari kesalahan, yakni melaksanakan tuduhan bahkan perasangkaan negative pada  keluarga, kerabat, tetangga, serta lainnya pada tempat nya yaitu dilingkungan masyarakat sosial. Perilaku yang dilakukan oleh pelaku tajassus sangat tidak terpuji dikarena hal tersebut melanggar apa yang ditetapkan oleh syariat Islam. Sebagaimana melakukan perbuatan tersebut yakni asli Tindakan dosa besar, maka jauhilah aktivitas yang dilarang dalam syariat Islam yang melakukan mencari kesalahan orang lain dan prasangaka buruk itu sebagai suatu kewaspadaan.

 

BIBLIOGRAFI

 

Afif, N., & Bahary, A. (2020). Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Pendidikan dalam Al-Quran. Karya Litera Indonesia.

Ansori, Y. Z., Budiman, I. A., & Nahdi, D. S. (2019). Islam Dan Pendidikan Multikultural. Jurnal Cakrawala Pendas, 5(2).

Arifin, J. (2010). Hadis-hadis Nabi dalam Berinteraksi dengan Non Muslim (Musalimun). TOLERANSI: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, 2(2), 163–186.

Ditha, T. M., Ismail, D. E., & Tijow, L. M. (2020). Intelijen Kejaksaan Perspektif Ketatanegaraan Indonesia dan Ketatanegaraan Islam. Al-Mizan (e-Journal), 16(1), 51–74.

Fekrat, I., & Wahyuni, S. (2024). Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Jurnal Kolaboratif Sains, 7(1), 130–147.

Gufron, M. (2017). Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Islam. Jurnal Rontal Keilmuan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 3(1).

Gunawan, H. (2020). Tindak Kejahatan Cyber Crime Dalam Perspektif Fikih Jinayah. Jurnal El-Qanuniy: Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan Dan Pranata Sosial, 6(1), 96–110.

Iwan, I. I., Gaffar, A., Has, H., & Akib, N. (2023). Genealogi Pemaknaan Tajassus Qs Al-Hujurat/49: 12. El-Maqra’: Tafsir, Hadis Dan Teologi, 3(2), 58–66.

Mahanani, C. (2010). Preservasi Al-qur’an Dalam Mendidik Moral. Progresiva, 4(1), 162255.

Mz, S. R. (2018). Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 7(01), 67–100.

Nareswari, M. K. (2014). Dosa-dosa yang tak disadari wanita: Karena biasa, bukan berarti tak berdosa. Media Pressindo.

Nisa, I. S. (2021). Penyadapan Telepon dalam Pandangan Ahlussunah Wal Jemaah. Jurnal Sosial Teknologi, 1(9), 987–994.

Saputra, A. T. (2019a). Konsep Intelijen dan Penafsiran Kontekstualitas Terhadap QS Al-Hujarat Ayat 12 (Aplikasi Metode Penafsiran Kontekstualis Abdullah Saeed. NUN: Jurnal Studi Alquran Dan Tafsir Di Nusantara, 5(2), 93–125.

Saputra, A. T. (2019b). Konsep Intelijen dan Penafsiran Kontekstualitas Terhadap QS Al-Hujarat Ayat 12 (Aplikasi Metode Penafsiran Kontekstualis Abdullah Saeed. NUN: Jurnal Studi Alquran Dan Tafsir Di Nusantara, 5(2), 93–125.

Suhaili, A. (2019). Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Penerapan Hukum Islam Di Indonesia. Al-Bayan: Jurnal Ilmu al-Qur’an Dan Hadist, 2(2), 176–193.

Yuhana, Y., & Tarlam, A. (2023). Memahami Tugas Manusia Dari Segi Agama Islam. KAMALIYAH: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(1), 34–44.

 

Copyright holder:

Angga Febrian, Uswatun Hasanah, Almunadi (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: