Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 11, November 2024

 

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2021 DI KABUPATEN NATUNA

 

Putri Juwita Simamora1, Agus Priyanto2, Sugilar3

Universitas Terbuka, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Dalam upaya reformasi perizinan guna percepatan dan kemudahan, Pemerintah Pusat membangun, mengelola dan mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) yang memiliki kesamaan aturan dan standarisasi secara nasional guna memberikan kepastian prosedur dan kemudahan pelayanan dalam penyelenggaraan bangunan gedung, khususnya pada pelayanan penerbitan PBG dan/atau SLF sesuai amanat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis implementasi PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di Kabupaten Natuna. Penelitian sebelumnya hanya menggunakan 1 (satu) teori Implementasi Kebijakan, namun pada penelitian ini peneliti menggunakan kombinasi 2 (dua) teori yaitu Teori George C. Edwards III dan Teori Van Meter & Van Horn tentang implementasi kebijakan guna memperoleh analisis yang lengkap dan menyeluruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan penghambat implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data primer (observasi dan wawancara) dan data sekunder (penelaahan dokumen). Informan dalam penelitian ini ditetapkan secara purposive sampling dengan jumlah 13 (tiga belas) informan terdiri dari pelaksana SIMBG, masyarakat, akademisi, lembaga swadaya masyarakat serta lembaga legislatif daerah (DPRD). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna sudah terlaksana dengan baik namun belum optimal. Adapun faktor penghambat implementasi antara lain faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor struktur birokrasi yang mengarah terkendala pada kurangnya koordinasi antar pelaksana dan faktor lingkungan sosial yakni pola pikir masyarakat.

Kata Kunci: implementasi kebijakan, sistem informasi, standarisasi, pelayanan.

 

Abstract

In an effort to reform licensing for acceleration and ease, the Central Government is building, managing, and developing the Building Management Information System (SIMBG), which has uniform regulations and national standards to provide procedural certainty and ease of service in building management, particularly in the issuance of PBG (Building Permit) and/or SLF (Building Safety Certificate) as mandated by Government Regulation Number 16 of 2021. The aim of this research is to analyze the implementation of Government Regulation Number 16 of 2021 regarding the Building Management Information System (SIMBG) in Natuna Regency. Previous research used only one theory of Policy Implementation, but this study combines two theories: George C. Edwards III's Theory and Van Meter & Van Horn's Theory on policy implementation to obtain a comprehensive analysis of the factors influencing the success and obstacles of implementing Government Regulation Number 16 of 2021. The research employs qualitative methods with primary data collection techniques (observation and interviews) and secondary data (document review). Informants in this study were selected using purposive sampling, totaling 13 informants consisting of SIMBG implementers, community members, academics, non-governmental organizations, and local legislative bodies (DPRD). The results indicate that the implementation of Government Regulation Number 16 of 2021 in Natuna Regency has been carried out well but is not yet optimal. The factors hindering implementation include communication factors, resource factors, bureaucratic structure factors leading to inadequate coordination among implementers, and social environmental factors, namely the mindset of the community.

Keywords: policy implementation, information systems, standardization, services.

 

Pendahuluan

Dalam dunia pemerintahan, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat oleh pejabat pemerintahan merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi aparatur sebagai abdi masyarakat. Hal ini penting dilakukan sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi lebih baik lagi. Namun potret buruk pelayanan publik di Indonesia yang berbelit-belit dan sering terjadi ketidakpastian prosedur inilah yang menjadi alasan masyarakat untuk enggan berurusan dengan pelayanan publik yang diberikan pemerintah (Napir & Junus, 2019). Terlebih paradigma yang dimiliki sebagian besar aparatur pemerintah, masyarakat adalah pihak yang membutuhkan bukan pihak yang harus dilayani sehingga masyarakat harus mengikuti alur yang diciptakan. Orientasi budaya kekuasaan inilah yang menyebabkan banyak masyarakat yang memilih jalan pintas seperti menyuap aparatur pemerintah demi kelancaran proses pelayanan.

Reformasi birokrasi sangat penting untuk dilakukan demi terciptanya Clean and Good Governance (Dwiyanto, 2021). Good Governance menerapkan prinsip partisipasi, asas hukum, keterbukaan, ketanggapan, orientasi konsensus, adil, efektif dan efisien, dapat dipertanggungjawabkan, memiliki visi yang strategis dan saling terbuka (Suwitri, 2019). Saat ini, penerapan Good Governance menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan kinerja pelayanan yang diberikan pemerintah (Aini, 2019; Mustanir & Latif, 2020a). Penilaian kualitas pelayanan publik juga dapat dinilai dari pemenuhan indikator dalam barometer pelayanan publik (Mustanir & Latif, 2020b; Samsudin & Pribadi, 2014). Selaras dengan hal tersebut, dalam proses pemerintahan diperlukan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam peningkatan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan pelayanan publik (Noor, 2019) dan (Subiyantoro, 2020) sehingga nantinya diharapkan mampu merubah pandangan masyarakat mengenai pelayanan administrasi publik yang berbelit-belit, lama dan tidak transparan.

Sesuai dengan amanat UU Nomor 28 Tahun 2002, penyelenggaraan bangunan gedung terdiri atas kegiatan pembangunan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan konstruksi sampai dengan pemanfaatan, pelestarian hingga pembongkaran. Namun saat ini, pandangan yang berkembang di tengah masyarakat bahwa penyelenggaraan bangunan gedung baik di pusat maupun daerah masih belum berjalan maksimal, efektif dan efisien (Mallappiang & Gani, 2023). Unsur keterbukaan dan keterlambatan prosesnya masih mendominasi. Hal ini terutama pada proses perizinan bangungan Gedung yang meliputi penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan/atau Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Oleh sebab itu, diperlukan suatu bentuk reformasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung yang fokus pada pemenuhan persyaratan teknis dalam menjamin tingkat Keselamatan, Kesehatan, Kenyamanan dan Kemudahan. Dengan demikian, Pemerintah dapat mewujudkan terciptanya tata ruang dan tata letak menjadi lebih teratur dan sesuai peruntukan fungsi serta dapat meningkatkan keserasian dan keseimbangan antara lingkungan dan keandalan teknis Bangunan Gedung.

Dalam upaya reformasi perizinan guna percepatan dan kemudahan maka Pemerintah mengatur pelaksanaan penyelenggaraan bangunan gedung yang diamanatkan dalam (PP No 16/2021) tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Misbach & Aman, 2023; Nurokhman et al., 2024). Dalam Peraturan tersebut diamanatkan bahwa Pemerintah Pusat membangun, mengelola dan mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) yang memuat informasi tentang proses Penyelenggaraan Bangunan Gedung. Selanjutnya dalam (PP No 16/2021) Pasal 326 ayat (8) menyatakan bahwa Pemerintah Daerah kabupaten/kota harus menggunakan dan mengoperasikan SIMBG dalam pelaksanaan proses Penyelenggaraan Bangunan Gedung. Hal ini sebagai langkah dalam mendukung percepatan dan peningkatan pelayanan bidang perizinan melalui aplikasi berbasis website terintegrasi yang telah didesain dengan kesamaan aturan dan standarisasi secara nasional guna memberikan kepastian prosedur dan kemudahan pelayanan antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung, khususnya pada pelayanan penerbitan PBG dan/atau SLF. Pengajuan PBG dan/SLF ini tentu berbeda dengan pengajuan sebelumnya yang dilakukan secara manual yang mana Pemohon harus mendatangi Dinas Terkait dalam proses penyerahan dokumen permohonannya serta  adanya kemungkinan prosedur yang berbeda pada setiap daerah.

Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2019 (Isnawati et al., 2022). Sistem ini digunakan bersama antara Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) sebagai instansi penerbit PBG dan/atau SLF dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) sebagai instansi teknis penyelenggara bangunan gedung. Dengan diberlakukannya perizinan berbasis online melalui aplikasi SIMBG ini diharapkan masyarakat akan dengan mudah memasukkan berkas permohonan dengan prosedur dan ketepatan waktu yang jelas serta ketentuan persyaratan dokumen teknis sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa harus mendatangi loket pengurusan yang ada di instansi pelayanan perizinan (Maulani, 2020).  Hal ini tentu saja sangat sesuai dengan karakteristik geografis Kabupaten Natuna yaitu daerah kepulauan sehingga SIMBG secara online akan sangat membantu pemohon untuk mengakses dan memasukkan berkas permohonan dimana mereka berada. Dari sisi pelayanan publik SIMBG diharapkan memberikan dampak yang positif dalam peningkatan kualitas pelayanan perizinan yang lebih transparan, mudah, cepat dan efektif. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas PUPR Kabupaten Natuna melalui Pengawas SIMBG memperlihatkan bahwa jumlah permohonan PBG dan/atau SLF yang terbit di Kabupaten Natuna dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir belum menunjukkan kenaikan yang siginifikan.

Berdasarkan laporan tahunan DPUPR, pengamatan peneliti dan observasi awal bersama Pengawas SIMBG, implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 dirasakan masih kurang efektif dalam upaya meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam pengurusan PBG dan/atau SLF. Kondisi infrastruktur telekomunikasi yang belum merata di seluruh wilayah Kabupaten Natuna serta masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam memiliki PBG dan/atau SLF juga memungkinkan pelaksanaan SIMBG di Kabupaten Natuna belum berjalan maksimal. Tentu saja hal tersebut dikhawatirkan mempengaruhi keberhasilan implementasi Kebijakan Permen PP Nomor 16 Tahun 2021. Padahal sistem online yang disajikan dengan kemudahan dan kejelasan dalam prosedur pengurusan perizinan seharusnya dapat lebih meningkatkan keefektifan masyarakat sebagai pemohon dalam pengurusan PBG dan/atau SLF.

Penelitian yang dilakukan Nugroho (2021) menyatakan bahwa perlu untuk memperhatikan dan menyeimbangkan 4 (empat) faktor dalam implementasi kebijakan sesuai dengan teori George C. Edward III meliputi Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi dan Struktur Organisasi. Apabila faktor komunikasi kurang berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi kejelasan dan konsistensi informasi yang akan disampaikan kepada sasaran kebijakan. Hal ini juga berkaitan dengan faktor sumber daya manusia maupun sumber daya anggaran dalam melakukan sosialisasi maupun penyampaian infromasi kepada masyarakat. Hasil ini menunjukkan bahwa keempat faktor ini saling terkait satu dengan yang lainnya dan tidak boleh ada yang diabaikan. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Husaini (2022) yang menggunakan teori Van Meter dan Van Horn menyatakan bahwa peran masyarakat selaku sasaran kebijakan juga perlu diperhatikan. Masyarakat dan lingkungan kebijakan memiliki peran penting dalam mendorong keberhasilan kebijakan khususnya dalam kebijakan pelayanan perizinan mendirikan bangunan. Oleh sebab itu selain memperhatikan faktor internal, penting pula untuk memperhatikan faktor eskternal dalam implementasi kebijakan.

Berdasarkan penelitian sebelumnya maka perlu adanya penelitian lebih mendalam terkait Implementasi Kebijakan yang dilihat dari karakteristik internal maupun eksternal. Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Natuna sebagai internal kebijakan dan masyarakat baik pemohon ataupun bukan pemohon PBG dan/atau SLF, akademisi, LSM maupun aktor politik sebagai eksternal kebijakan. Peneliti menggunakan kombinasi 2 (dua) teori yaitu Teori George C. Edwards III dan Teori Van Meter & Van Horn tentang implementasi kebijakan guna memperoleh analisis yang lengkap dan menyeluruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan penghambat implementasi tersebut baik dari internal maupun eksternal implementor sehingga dapat identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis implementasi PP Nomor 16 Tahun 2021 tentang Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di Kabupaten Natuna.

 

Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Penelitian kualitatif membantu Peneliti dalam menggali informasi yang lebih dalam terkait suatu topik penelitian sehingga dapat menggambarkan fenomena sosial yang terjadi terkait dengan proses implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 dalam penerbitan PBG dan/atau SLF Kabupaten Natuna.

Peneliti juga melakukan pendekatan postpositivisme dimana penelitian didasarkan pada realitas yang sesungguhnya di lapangan dengan lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan dan informan tanpa ada jarak dengan realitas serta akan terlibat secara langsung dengan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan agar pengumpulan data akan lebih mudah dan terarah.

Sumber rencana informasi yang digunakan dalam pengambilan data penelitian antara lain:

1.  Sumber informasi primer : informan yang terdiri dari pihak-pihak yang berada pada instansi yang terlibat dan mengetahui secara mendalam mengenai Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna. Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada 13 (tiga belas) informan antara lain Kepala DPMPTSP Kabupaten Natuna, Kepala DPUPR Kabupaten Natuna, 1 (satu) orang Pengawas dan 1 (satu) orang Operator SIMBG DPMPTSP, 1 (satu) orang Pengawas dan 1 (satu) orang Operator SIMBG DPUPR, 1 (satu) orang  Tim Teknis DPUPR, 1 (satu) orang masyarakat yang menjadi pemohon PBG dan/atau SLF yang sudah terbit, 1 (satu) orang masyarakat yang menjadi pemohon PBG dan/atau SLF masih dalam proses penerbitan, 1 (satu) orang masyarakat yang belum pernah mengajukan permohonan PBG dan/atau SLF serta 1 (satu) orang Legislatif Daerah (Ketua DPRD), 1 (satu) orang Akademisi (Dosen Perguruan Tinggi) dan 1 (satu) orang dari Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Infrastruktur. 

2.  Sumber informasi sekunder : diperoleh melalui dokumen dan data yang tersedia dan diperoleh langsung dari sumbernya antara lain data laporan tahunan dari DPMPTSP dan DPUPR terkait jumlah permohonan dan jumlah penerbitan perizinan PBG dan/atau SLF, petunjuk teknis pengajuan perizinan dan data lainnya yang diperlukan terkait implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021.

Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer (observasi dan wawancara) dan data sekunder (penelaahan dokumen). Wawancara dilakukan dengan beberapa cara seperti dengan melakukan tatap muka langsung dengan informan ataupun melalui telepon. Peneliti menggunakan alat rekaman seperti tape recorder, telepon seluler, kamera foto, dan kamera video untuk merekam hasil wawancara. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan analisis deskriptif yang bertujuan mendapatkan informasi atau gambaran proses implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 dalam penerbitan PBG dan/atau SLF Kabupaten Natuna dan mendeskripsikan serta menganalisis faktor-faktor penghambat implementasi kebijakan tersebut. Untuk menjaga validitas, Peneliti melakukan triangulasi data dengan melakukan uji silang (cross checking) dari beberapa jenis data yang diperoleh untuk mengkonfirmasi kebenarannya.

 

Hasil dan Pembahasan

Implementasi kebijakan merupakan tahap penting dalam sebuah kebijakan publik. Melalui implementasi, kita dapat mengetahui sejauh mana suatu kebijakan sesuai dengan tujuan dan dapat memberikan dampak positif bagi kelompok sasaran. Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna mencakup proses perspektif antara lain kesesuaian antara pelaksanaan kebijakan dengan petunjuk teknis yang telah disusun oleh pembuat kebijakan. Kebijakan ini ditandai dengan mulai diimplementasikannya penggunaan aplikasi SIMBG dalam pengajuan permohonan PBG dan/atau SLF di Kabupaten Natuna yaitu sejak tahun 2019. Tujuan dari kebijakan ini adalah sebagai langkah dalam mendukung percepatan dan peningkatan pelayanan bidang perizinan melalui aplikasi berbasis website terintegrasi yang telah didesain dengan kesamaan aturan dan standarisasi secara nasional guna memberikan kepastian prosedur dan kemudahan pelayanan antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung, khususnya pada pelayanan penerbitan PBG dan/atau SLF.

Pengajuan permohonan PBG dan/atau SLF dapat diajukan melalui simbg.pu.go.id. Pada aplikasi ini, pemohon dapat mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk mendapatkan akun SIMBG. Setelah memiliki akun, selanjutnya berkas permohonan dapat diajukan sesuai persyaratan yang tertera sesuai dengan jenis bangunan gedung yang diajukan. Namun berdasarkan hasil laporan tahunan diperoleh gambaran jumlah penerbitan PBG dan/atau SLF di Kabupaten Natuna yang tidak terlalu signifikan dan sebagian besar jumlah permohonan PBG dan/atau SLF yang terbit merupakan permohonan perizinan menara telekomunikasi.

Model implementasi kebijakan yang digunakan peneliti dalam penelitian Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna ini adalah kombinasi dari Model implementasi George C. Edward III (1975) dan Model Van Meter & Van Horn (1980). Model George C. Edwards III (1980) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi dari karakteristik  internal implementor yaitu faktor komunikasi, faktor sumberdaya, faktor disposisi dan faktor struktur birokrasi. Sedangkan Model Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975) digunakan untuk menganalisis karakteristik eksternal implementor yaitu kondisi sosial, ekonomi dan politik.

Peneliti akan memaparkan hasil penelitian pada Model implementasi George C. Edward III  dalam menggambarkan faktor internal kebijakan sebagai berikut:

1) Faktor Komunikasi

Dalam Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna yang pertama harus dipersiapkan adalah komunikasi. Komunikasi dapat didefenisikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Komunikasi yang efektif akan dapat memudahkan penyampaian informasi dari implementor kepada kelompok sasaran kebijakan.

a.  Transmisi (Transmission)

Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna hendaknya tidak hanya diketahui oleh OPD terkait saja namun harus diketahui dan tersampaikan pada pihak lain di luar kelompok sasaran. Komunikasi yang dimaksudkan disini mencakup sosialisasi pengenalan Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 dimana permohonan pengajuan PBG dan/atau SLF sudah dilakukan secara online melalui aplikasi SIMBG, bukan lagi offline dengan membawa berkas permohonan ke dinas terkait. Saat ini, komunikasi terkait Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna dapat dikatakan belum berjalan dengan optimal.

b.  Kejelasan (Clarity)

Dalam teori George C. Edward III dinyatakan bahwa dimensi kejelasan dimaksudkan agar kebijakan yang ditarnsmisikan kepada implementor, kelompok sasaran dna pihak lain yang memiliki kepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan tersebut. Kebijakan yang dilakukan sekiranya dapat diterima dengan jelas sehingga diantara mereka mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan dan sasaran serta substansi dari kebijakan publik tersebut. Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 merupakan kebijakan dari Pemerintah Pusat langsung kepada Pemerintah Daerah yang membutuhkan waktu dan cara penyampaian informasi yang baik dan komunikaitif agar semua informasi tersampaikan dengan jelas.

Peneliti mencoba mencari informasi mengenai kejelasan informasi tersebut. Papan pengumuman yang disediakan pada DPMPTSP dinilai belum cukup dalam menginformasikan implementasi kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021. Hal ini dikarenakan sosialisasi terkait kebijakan tersebut belum pernah dilaksanakan baik pada DPMPTSP maupun DPUPR. Oleh sebab itu, sosialisasi perlu dilakukan guna peningkatan pemahaman masyarakat terkait pentingnya kepemilikan PBG dan/atau SLF dan dokumen persyaratan yang dibutuhkan dalam pengajuannya. Sosialisasi menyeluruh harus dilakukan dengan maksimal dan konsisten.

c.  Konsistensi (Consistency)

Dimensi konsistensi dapat didefenisikan sebagai komunikasi yang terjalin harus dilakukan konsisten dan tidak bertentangan atau berubah-ubah antara informasi yang telah disampaikan. Sebagaimana yang diketahui bahwa dalam perkembangannya suatu kebijakan akan mungkin mengalami perubahan baik pada aturan maupun tata cara pelaksanaannya. Namun berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan informasi yang diperoleh, pelaksana implementasi kebijakan tersebut di Kabupaten Natuna sudah berjalan dengan baik dikarenakan koordinasi antar OPD terkait rutin dilakukan guna pertukaran informasi dan penyamaan persepsi internal pelaksana. Namun sosialiasi kepada masyarakat selaku kelompok sasaran belum pernah dilakukan.

 

2) Sumberdaya

Ketersediaan sumber daya baik sumber daya manusia maupun anggaran merupakan faktor penting yang saling terkait satu dengan yang lain dalam pelaksanaan dan keberhasilan sebuah kebijakan. dalam Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 harus menjadi perhatian khusus agar kiranya implementasi kebijakan tersebut berjalan optimal. Kebutuhan SDM harus tetap diperhatikan dan dimaksimal agar kiranya dapat tetap memberikan pelayanan yang optimal kepada kelompok sasaran. Hal ini sejalan dengan teori dari Model Edward III yang menyatakan bahwa sumber daya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terlaksananya keberhasilan terhadap suatu implementasi, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, akan tetapi apabila implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan sehingga tidak akan berjalan dengan efektif.

a.  Sumberdaya Manusia

Sumber daya manusia merupakan peran pentinga dalam impelementasi sebuah kebijakan. Sumberdaya manusai meliputi seluruh staf pelaksana yang memiliki tugas dan kewenangan  sesuai dengan petunjuk dan aturan yang ditetapkan oelh pembuat kebijakan. Ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki kompetensi dimaksudkan untuk memastikan bahwa kebijakan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Saat ini berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa informan diketahui bahwa ketersediaan sumberdaya manusia sebagai pelaksana SIMBG sudah memadai dalam melaksanakan implementasi PP Nomor 16 Tahun 2021. Namun apabila jumlah permohonan PBG dan/atau SLF meningkat, tentu sumber daya manusia sebagai pelaksana SIMBG juga harus ditingkatkan. Peningkatan ketersediaan sumber daya manusia harus disejalankan dengan peningkatan sosialisasi dan bimbingan teknis mutlak utnuk dilakukan. Sumber daya manusia harus ada ketepatan dan kelayakan antara jumlah pelaksana yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas pekerjaan yang di tanganinya.

b.  Sumberdaya Keuangan

Dimensi sumber daya keuangan tentu tidak terlepas dari seluruh rangkaian terkait dengan kebijakan publik. Selain kebutuhan sumber daya manusia, pelaksanaan SIMBG juga memerlukan ketersediaan sumber daya keuangan dalam menyediakan sarana dan prasarana penunjang kebijakan. Sumber daya keuangan juga berkaitan dengan honorarium pelaksana kebijakan. Penyediaan anggaran untuk honorarium pelaksana SIMBG meliputi Pengawas, Operator, TPA, TPT dan Penilik Bangunan berdasarkan Surat Keputusan (SK). Peneliti mewawancari Pengawas SIMBG untuk mengetahui apakah honorarium yang diberikan sudah sesuai dan memadai untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagai pelaksana SIMBG.

c.  Sumberdaya Peralatan

Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 memerlukan sumber daya peralatan yang mendukung sumber daya lainnya. Bentuk ketersediaan sumber daya peralatan dapat berupa sarana dan prasarana. Dari hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan beberapa informan,  ketersediaan sarana dan prasarana ditemukan cukup memadai. Hal ini ditunjukkan dengan adanya ketersediaan komputer dan sinyal internet bagi masyarakat pemohon yang tidak memiliki fasilitas pribadi dalam membuat akun dan mengunggah berkas permohonan melalui aplikasi SIMBG pada Dinas PTSP. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti ditemukan bahwa ketersediaan sarana dan prasasrana sudah memadai. Tidak ditemukan kendala yang berarti untuk kekurangan sarana dan prasarana yang belum terpenuhi.

d.  Sumberdaya Kewenangan

Sumber daya kewenangan digunakan untuk mengimplementasikan suatu kebijakan publik bersifat formal. Kewenangan juga merupakan sumber daya lain yang mempengaruhi efektifitas pelaksanaan kebijakan. Menurut Edward III menegaskan bahwa kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Dalam menjalankan tugasnya, sebagai pelaksana tentu memiliki kewenangan. Pengawas SIMBG pada DPMPTSP dan Pengawas SIMBG memiliki tugas dan kewenangan yang berbeda.

 

3) Disposisi

Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna tidak lepas dari faktor disposisi yaitu komitmen, kejujuran dan demokratis. Implementasi kebijakan publik dapat dikatakan berhasil apabila pelaksananya mampu melaksanakan tugas dengan baik tanpa menimbulkan bias. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa disposisi meliputi komitmen, kejujuran, dan sifat demokratik. Apabila pelaksana kebijakan mempunyai karakteristik atau watak yang baik maka kebijakan akan dilaksanakan dengan baik sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan pembuat kebijakan.

Menurut Van Meter dan Van Horn “terdapat tiga macam elemen yang mempengaruhi disposisi yaitu pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman (comprehension and understanding) terhadap kebijakan, arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), intensitas terhadap kebijakan”. Elemen yang dapat mempengaruhi disposisi adalah pengetahuan, di mana pengetahuan merupakan elemen yang cukup penting karena dengan pengetahuan tinggi yang dimiliki oleh aparatur dapat membantu pelaksanaan implementasi tersebut. Pemahaman dan pendalaman juga dapat membantu terciptanya dan terlaksananya implementasi sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Sejalan dengan teori tersebut, dalam teori Edward III diungkapkan bahwa kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan sehingga terdapat kemungkinan yang besar implcmentasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal. Faktor yang mempengaruhi disposisi dapat berasal dari pengangkatan birokrasi dan insentif yang diterima.

Belum dilakukannya bimbingan dan pelatihan pada seluruh pelaksana SIMBG di daerah menyebabkan proses pemahaman terkait dengan tugas dan kewenangan yang akan dilakukan.

 

4) Struktur Birokrasi

Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 tentu tidak terlepas dari birokrasi pemerintah terkait baik antar bidang dan masyarakat. Birokrasi yang baik akan menghasilkan pekerjaan yang baik pula. Ketersediaan SOP dan petunjuk teknis dalam implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 sudah tersedia dengan jelas dan bersesuaian dengan kondisi Kabupaten Natuna.

Hal ini sejalan dengan temuan yang dilakukan pada observasi lapangan yang menyatakan bahwa struktur birokrasi merupakan suatu badan yang terlibat langsung dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Struktur Organisasi yang bertugas melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh besar terhadap pelaksanaan kebijakan. Dalam struktur birokrasi terdapat dua hal yang mempengaruhinya salah satunya yaitu aspek struktur birokrasi yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP ini merupakan pedoman bagi pelaksana kebijakan dalam bertindak atau menjalankan tugasnya. Selain SOP yang mempengaruhi struktur birokrasi adalah fragmentasi yang berasal dari luar organisasi. Seharusnya pembinaan tetap dilakukan secara minimal untuk membuat masyarakat tetap sadar dan semangat dalan menciptakan keandalan bangunan gedung miliknya.

Permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah merupakan suatu permasalahan yang kompleks menyangkut berbagai kepentingan dalam masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan kolaborasi dari OPD terkait agar kiranya implementasi kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik. Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, OPD yang terlibat dalam implementasi kebijakan ini terdiri dari 3 (tiga) OPD terkait.

Peneliti melihat sebagai struktur birokrasi, peranan Pemerintah juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh seperti pengurusan surat PBG dan/atau SLF pada bangunan milik Pemerintah itu sendiri. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan Operator SIMBG pada DPUPR, masih banyak bangunan gedung milik pemerintah yang belum memiliki surat PBG dan/atau SLF.

Selanjutnya Peneliti memaparkan hasil penelitian pada Model implementasi Van Meter dan Van Horn  dalam menggambarkan faktor eksternal kebijakan sebagai berikut:

1) Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik mendorong terciptanya keberhasilan kebijakan publik sesuai yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dan tidak mendukung dapat mengakibatkan kegagalan dalam proses implementasi kebijakan publik. Karena itu, keberhasilan pelaksanaan sangat ditentukan dengan adanya dukungan dan lingkungan yang kondusif.

Menurut peneliti, kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya kepemilikan PBG dan/atau SLF merupakan salah satu hambatan dalam Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna.  Hal ini dapat dilihat dari jumlah penerbitan kepemilikan PBG dan/atau SLF. Masyarakat seharusnya memahami bahwa dalam membangun bangunan gedung harus memenuhi ketentuan teknis guna menciptakan keandalan bangunannya tersebut.

Pembinaan masyarakat dapat dilakukan oleh Pemerintah sehingga masyarakat menjadi lebih memahami setiap aturan yang dibuat. Begitu banyak data dan informasi tentang praktek penyelenggaraan bangunan gedung yang ada, misalnya terkait dengan penyalahgunaan ruang dalam Pembangunan bangunan gedung, minimnya kesadaran masyarakat dalam mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) atau kejadian gagal konstruksi yang berakibat pada korban jiwa. Pembinaan ini dapat membantu peningkatan pemahaman dan kesadaran dari masyarakat yang belum paham menjadi paham guna menciptakan keandalan bangunan miliknya.

Respon masyarakat juga dapat menentukan keberhasilan suatu implementasi, karena dapat menentukan sikap apakah masyarakat menerima, netral atau menolak. Saat ini, pengajuan permohonan PBG dan/atau SLF masih diajukan oleh sebagian masyarakat yang memang memerlukan surat penerbitan tersebut dalam usahanya. Seperti contoh pembangunan tower telekomunikasi, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), perhotelan atau klinik kesehatan.

Sosialisasi yang dilaksanakan pemerintah masih sangat dirasakan kurang  karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui pentingnya kepemilikan surat PBG dan/atau SLF dan bagaimana proses pengajuannya. Keterbatasan anggaran yang dialami pemerintahan Natuna menjadikan kegiatan sosialisasi belum dilaksanakan. Padahal kegiatan sosialisasi ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat dalam kepemilkan bangunan gedungnya.

Melalui observasi lapangan diketahui masih banyaknya bangunan gedung yang belum memiliki surat PBG dan/atau SLF. Ditambah lagi banyaknya bangunan gedung yang dibangun bukan pada kawasan peruntukannya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakteraturan bangunan gedung dengan lingkungan sekitarnya bahkan sewaktu-waktu dapat menyebabkan kegagalan bangunan gedung. Kurang optimalnya pembinaan yang dilakukan.

Masyarakat membutuhkan pembinaan sebagai pedoman dalam ikut serta menciptakan keteraturan dan keandalan bangunan gedung. Manfaat akan terasa lebih baik lagi jika arahan diberikan. Berdasarkan hasil pengamatan yang ada, masyarakat belum memahami pentingnya dalam menciptakan keandalan bangunan gedung. Hal ini mengakibatkan masyarakat belum melakukan pengurusan kepemilikan PBG dan/atau SLF bagi bangunan miliknya. Selain itu belum maksimalnya peran pemerintah dalam mengadakan sosialisasi kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 tersebut. 

Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama berbagai pihak, birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik. Birokrasi merupakan salah satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga ada seperti lembaga swadaya masyarakat dan akademisi.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara, observasi dan analisis Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1) Implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna sudah terlaksana dengan baik namun belum berjalan dengan optimal. Tujuan dari kebijakan ini sudah terpenuhi dan manfaatnya sudah dirasakan cukup nyata bagi masyarakat selaku pemohon dengan peningkatan kualitas pelayanan perizinan yang lebih transparan, mudah, cepat dan efektif kemudahan proses pengajuan perizinan melalui aplikasi SIMBG. (2) Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor internal menggunakan Model George C.Edward III yang terdiri dari faktor komunikasi, faktor sumber daya, faktor disposisi, faktor struktur birokrasi dan faktor eksternal menggunakan Model Van Meter dan Van Horn dengan faktor kondisi linkungan ekonomi, sosial dan politik memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dalam mempengaruhi implementasi Kebijakan PP Nomor 16 Tahun 2021 di Kabupaten Natuna. (3) Adapun faktor yang menjadi penyebab belum optimalnya implementasi kebijakan tersebut antara lain faktor komunikasi yang belum tersampaikan dengan jelas yang berpengaruh pada masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui pengajuan PBG dan/atau SLF menggunakan aplikasi SIMBG, faktor sumber daya masih belum memadai baik dari kompetensi pelaksana SIMBG yang belum pernah mengikuti pelatihan dan bimbingan teknis maupun ketersediaan sumber daya keuangan dan peralatan yang tersedia, faktor struktur birokrasi yang masih terkendala pada kurangnya koordinasi antar pelaksana dan faktor pola pikir masyarakat yang belum memandang pentingnya kepemilikan PBG dan/SLF bagi bangunan miliknya.

 

BIBLIOGRAFI

 

Aini, N. (2019). Evaluasi kinerja pegawai untuk mewujudkan pelayanan publik dalam perspektif good governance. Jurnal Inovasi Ilmu Sosial Dan Politik (JISoP), 1(1), 43–57.

Dwiyanto, A. (2021). Mewujudkan good governance melalui pelayanan publik. Ugm Press.

Husaini, R. (2022). Implementasi Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan Berbasi Online di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Batam. Doctoral Dissertation. Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

Isnawati, I., Herdiana, D., & Mujtahid, I. M. (2022). Implementasi Kebijakan Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB): Studi Di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Natuna. Jurnal Ilmiah Mandala Education, 8(2).

Mallappiang, N., & Gani, H. A. (2023). Akuntabilitas Proses Pelayanan Persetujuan Bangunan Gedung (Pbg) Di Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Gowa. Seminar Nasional Dies Natalis 62, 1, 609–619.

Maulani, W. (2020). Penerapan Electronic Government Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (Studi Kasus Program E-Health Di Kota Surabaya). AS-SIYASAH: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.

Misbach, A., & Aman, M. (2023). Rencana Tapak (Siteplan) sebagai Persyaratan Mutlak Penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Kabupaten Tangerang (Studi Kasus: Proses Permohonan Siteplan (Rencana Tapak) Lapangan Basket). Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 23(3), 2796–2802.

Mustanir, A., & Latif, A. (2020a). Penerapan Prinsip Good Governance Terhadap Aparatur Desa Dalam Pelayanan Publik Di Desa Ciro-Ciroe Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sidenreng Rappang. PRAJA: Jurnal Ilmiah Pemerintahan, 8(3), 207–212.

Mustanir, A., & Latif, A. (2020b). Penerapan Prinsip Good Governance Terhadap Aparatur Desa Dalam Pelayanan Publik Di Desa Ciro-Ciroe Kecamatan Watang Pulu Kabupaten Sidenreng Rappang. PRAJA: Jurnal Ilmiah Pemerintahan, 8(3), 207–212.

Napir, S., & Junus, D. (2019). Penguatan Program Prioritas Pemerintah Daerah Dalam Mewujudkan Good Governance Di Kabupaten Gorontalo. Journal of Public Administration and Government, 1(1). https://doi.org/10.22487/jpag.v1i1.15

Noor, I. R. J. (2019). Efektivitas Kerja Pegawai Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Di Kantor Kecamatan Samarinda Seberang. EJournal Ilmu Pemerintahan, 7(4).

Nugroho, A. S. (2021). Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Pada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Ponorogo. Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 10(1).

Nurokhman, N., Wibowo, R. A., Saputra, A., & Hariyanto, G. (2024). Kajian Implikasi Undang-undang Cipta Kerja Terhadap Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung di Kabupaten Wonogiri. Nuansa Akademik: Jurnal Pembangunan Masyarakat, 9(1), 25–38.

Samsudin, S., & Pribadi, U. (2014). Kinerja Pelayanan Publik Studi Kasus Pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Jambi. Journal of Governance and Public Policy, 1(1).

Subiyantoro, L. J. (2020). Implementasi E-Service dalam Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Kendal. Journal of Politic and Government Studies, 9(2).

 Suwitri, S., Hardi, W., & Hayu, D. I. (2019). Materi Pokok Teori Administrasi. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

 

 

 

Copyright holder:

Putri Juwita Simamora, Agus Priyanto, Sugilar (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: