Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
11, November 2024
MEMAHAMI KEKHUSUSAN IBU KOTA NUSANTARA DALAM
PERSPEKTIF SISTEM PEMERINTAHAN ASIMETRIS
Aprilia Dwi Ariyanti1,
Sidik Pramono2
Universitas Indonesia, Indonesia1,2
Email: [email protected]1,
[email protected]2
Abstrak
Pemindahan ibu kota Indonesia
dari Jakarta ke Nusantara menandai perubahan besar dalam pola pemerintahan
di Indonesia. Ibu Kota Nusantara
dirancang sebagai wilayah pemerintahan daerah khusus setingkat
provinsi, yang administrasinya
dikelola oleh Otorita Ibu Kota
Nusantara (OIKN). Sebagai lembaga setingkat pemerintah pusat, OIKN menjalankan fungsi pemerintahan daerah dengan pendekatan hybrid yang menggabungkan aspek pemerintahan pusat dan daerah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kekhususan IKN melalui prinsip-prinsip pemerintahan asimetris yang diakui dalam Konstitusi.
Dengan menggunakan metode studi literatur, penelitian ini membandingkan kekhususan IKN dengan daerah khusus
lainnya di Indonesia. Hasilnya
menunjukkan bahwa IKN memiliki asimetri politik, administrasi, dan fiskal yang unik, seperti pembentukan NSPK, pengelolaan keuangan langsung dari APBN, dan pengawasan oleh DPR. Kekhususan ini menjadikan IKN sebagai laboratorium tata kelola pemerintahan baru di Indonesia yang menuntut pendekatan kerja yang efektif dan tangkas untuk mewujudkan pelayanan publik berkualitas dan menciptakan identitas nasional.
Kata Kunci: Ibu Kota
Negara; Otorita Ibu Kota Nusantara; Pemerintahan Asimetris
Abstract
The relocation of Indonesia's capital from Jakarta to
the archipelago marks a major change in the pattern of government in Indonesia.
The Nusantara Capital City is designed as a special regional government area at
the provincial level, whose administration is managed by the Nusantara Capital
Authority (OIKN). As an institution at the level of the central government,
OIKN carries out local government functions with a hybrid approach that
combines aspects of central and regional government. This research aims to
identify the specificity of the IKN through the principles of asymmetrical
governance recognized in the Constitution. Using a literature study method,
this study compares the specificity of the IKN with other special regions in
Indonesia. The results show that the IKN has unique political, administrative,
and fiscal asymmetry, such as the formation of the NSPK, direct financial
management from the state budget, and supervision by the DPR. This specificity
makes IKN a new governance laboratory in Indonesia that demands an effective
and agile work approach to realize quality public services and create a
national identity.
Keywords: National Capital; Nusantara Capital City Authority;
Asymmetric Government
Pendahuluan
Ibu kota negara menurut definisinya adalah pusat pemerintahan
kekuasaan dan tempat proses
pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan dan masa depan suatu bangsa
dan dapat mempengaruhi peristiwa di luar batas negaranya. Ibu kota memiliki perbedaan dengan kota-kota lain yakni berfungsi untuk menjamin sentralisasi yang kuat dan bertahan lama, memerlukan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan yang aman dan efisien serta karakteristik pengambilan keputusan di tempat tersebut (Gottmann, 1983).
Studi
tentang ibu kota negara menunjukkan bahwa ibu kota
merupakan pusat terselenggaranya proses administrasi,
hubungan dengan negara
lain, pusat politik, ekonomi dan budaya. Meskipun di beberapa negara, pusat ekonomi terpisah
dari pusat pemerintahan di ibu kota negara. Ibu kota negara merupakan pusat pengambilan keputusan nasional dimana tidak hanya institusi politik berkedudukan, tapi juga administrasi pemerintahan (Takyi, 2016). Ibu kota memiliki
perbedaan dengan kota-kota lain karena memiliki fungsi menjamin sentralitas yang kuat dan bertahan lama. Hal ini memerlukan keistimewaan lingkungan untuk menyediakan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang aman dan efisien
serta tempat pembuatan kebijakan. Dalam dinamika sejarah, politik, maupun kondisi suatu negara, banyak negara memindahkan ibu kota negara dengan berbagai macam alasan. Aktivitas politik yang melekat pada ibu kota negara juga dihadapkan stabilitasnya dengan pertumbuhan perkotaan (urban growth), untuk itu kota khusus yang akan menjadi ibu kota
direncanakan dengan cermat, terutama yang didirikan jauh dari kota besar
yang sedang berkembang (Gottmann, 1983).
Indonesia
dalam perkembangan politik dan pemerintahan
melakukan perpindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta ke Nusantara yang akan ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres). Pemindahan ibu kota merupakan bagian dari misi
pemerintahan Presiden Joko
Widodo-Ma’ruf Amin yang dimulai
sejak tahun 2019 saat Presiden menyampaikan
pidato di depan DPR RI pada 16 Agustus 2019
(Setkab.go.id, 2019). Kajian dan
proses penyusunan instrumen
hukum telah dilakukan, dengan dasar hukum utama
adalah ditetapkannya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota
Negara. Dalam naskah akademik dan penjelasan
UU Nomor 3 Tahun 2022, perpindahan ini pada intinya untuk memindahkan
pusat pemerintahan dan perekonomian yang lebih merata dari
episentrum Jakarta dan Jawa serta berkenaan
dengan isu lingkungan. Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan (salah satunya dalam rapat
terbatas pada bulan Agustus tahun 2022) pada prinsipnya memberikan arahan bahwa perpindahan
ibu kota bukan hanya sekedar
memindahkan gedung namun perubahan cara kerja dan pola
pikir yang baru.
Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi. Penyelenggara pemerintahan daerah khusus di IKN adalah Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN). OIKN merupakan
lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan
pemerintahan daerah khusus IKN. OIKN bertanggung jawab untuk kegiatan
persiapan, pembangunan, dan
pemindahan Ibu Kota Negara, serta
penyelenggara pemerintahan daerah khusus IKN. Penyelenggaraan pemerintahan di
IKN selanjutnya dilengkapi dengan berbagai instrumen hukum dari sisi administrasi
pemerintahan dalam melaksanakan tata kelola pemerintahan.
Peraturan
perundangan eksisting mengatur bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah oleh pemerintah daerah (dalam hal
ini kepala daerah dan jajarannya) bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut
asas otonomi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk
daerah khusus dan istimewa kemudian memiliki perbedaan dalam bagaimana urusan tersebut diselenggarakan sesuai kekhususan yang ditetapkan. Secara konsep, desain OIKN sebagai sebuah lembaga pemerintah daerah sekaligus pemerintah pusat dengan kewenangannya
merupakan hal baru yang belum banyak dilakukan penelitian secara mendalam, terutama sebagai sebuah sistem pemerintahan daerah yang bersifat khusus yang memiliki administrasi pemerintahan yang melekat sebagai sebuah lembaga pemerintahan, khususnya pemerintah daerah dengan kekhususan.
Beberapa
penelitian terdahulu yang membahas terkait bentuk pemerintahan OIKN yakni pertama dari
sisi bentuk ibu kota negara dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia oleh Doni Nugroho (2022). Penelitian ini disusun untuk
memahami bentuk IKN dalam konsep NKRI. Dalam proses pemahaman dimaksud, penulis menelaah bentuk IKN dalam kerangka UUD 1945 dan memberikan penjelasan pengakuan daerah khusus di beberapa daerah di Indonesia dengan melihat visi misi
dan arah pembangunan IKN. Penelitian dimaksud menekankan bahwa IKN diberikan kekhususan dalam memberikan kemudahan berusaha sehingga peran Kepala OIKN digunakan untuk mempercepat perizinan dan investasi.
Penelitian
berikutnya dilakukan oleh Failaq & Arelia, (2022) yang disusun untuk membantu
perumus perundang-undangan dalam menimbang konsep pemerintah daerah dan status kewilayahan IKN
maupun daerah lain. Metode yang digunakan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan
(statue approach). Hasilnya, terdapat
ketidaksesuaian konsep kekuasaan dan kewilayahan pemerintah daerah khusus IKN dengan konstitusi dan penerapan wilayah administrasi dalam konsepsi pemerintah daerah di Indonesia yang menganut
sistem prefektur terintegrasi. Namun kedua penelitian dimaksud belum mendalami sisi penyelenggaraan pemerintahan di
OIKN, meskipun dalam penelitian pertama telah menyinggung terkait konteks pemerintahan daerah khusus di daerah lain namun belum dilakukan
dengan lebih mendalam.
Penelitian
dan pembahasan terkait dengan kewenangan dalam konsep yang diistilahkan sebagai hybrid
government baru diperkenalkan
dalam penelitian yang disusun oleh (Sadiawati et al., 2023). Penelitian ini disusun memperkenalkan hybrid
government dalam kewenangan
perencanaan pembangunan IKN
oleh Kepala OIKN untuk selanjutnya mengintegrasikan Rencana Induk IKN dengan RPJPN 2025-2045 sebagai
grand master plan negara. Dalam penelitian
dimaksud hybrid government diartikan
bahwa di satu sisi OIKN sebagai pemerintah daerah namun di sisi lain sebagai bagian dari pemerintah pusat. Hasil penelitian berupa telaahan terkait kewenangan Kepala OIKN yang erat dengan perencanaan
pembangunan di IKN yakni kepala otorita memiliki kewenangan untuk menentukan lokasi ibu kota
negara baru yang sesuai dengan kondisi geografis, sosial, dan ekonomi, serta penyusunan rencana induk pembangunan ibu kota negara yang mencakup aspek-aspek seperti tata ruang infrastruktur, fasilitas umum, dan lingkungan. Konsep hybrid government menjadi solusi dengan syarat
perlu pengintegrasian Renduk dengan RPJPN 2025-2045. Penelitian ini menjelaskan pijakan kekhususan IKN sesuai maksud pembentuk UU Ibu Kota
Negara dari sisi perencanaan pembangunan.
Namun
demikian dalam perkembangannya, konsep kekhususan OIKN masih belum sepenuhnya dipahami oleh seluruh kementerian/lembaga maupun masyarakat. Pada tataran pemerintah, pembahasan berbagai peraturan pelaksana, baik pembentukan baru maupun perubahan
terutama pasca perubahan UU Ibu Kota Negara masih
menemui beberapa kendala terutama dalam menerjemahkan kekhususan IKN misalnya dalam hal organisasi,
tata kerja, dan pengelolaan
keuangan IKN. Sifat hybrid dalam
pemerintahan OIKN dapat menyebabkan kebingunan regulasi (Ayyubi et al., 2023). Lebih dari itu,
pemahaman terhadap konsep kekhususan IKN menjadi krusial untuk dapat menetukan
arah sistem pemerintahan yang akan diberlakukan di IKN. Penetapan UU
Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan UU Nomor 3 Tahun 2022 menegaskan dan mengatur lebih jauh penyelenggaraan
pemerintahan daerah khusus yang menggeser beberapa prinsip pengaturan terutama kewenangan dan bidang pengelolaan keuangan. Perubahan dimaksud menambah materi yang perlu dipahami dan diurai guna mempersiapkan
operasional IKN.
Pemahaman
terhadap kekhususan IKN dapat didudukkan pada kekhususan yang diakui dalam sistem pemerintahan
di Indonesia yakni dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini berkenaan dengan
pengakuan negara terhadap daerah yang atas berbagai latar belakang memiliki kekhususan atau keistimewaan, atau yang dikenal dengan desentralisasi asimetris. Beberapa daerah mendapatkan kekhususan dan berbeda dengan daerah lain dalam satu negara dalam hal sifat, ruang
lingkup atau luasan fungsi dan kewenangannya (Isra, deVilliers
& Arifin, 2019). Pemahaman konsep
dan meletakkan OIKN dalam konteks penyelenggaraan pada sistem pemerintahan di Indonesia menjadi langkah awal yang krusial. Kekhususan yang dimiliki dan dijalankan oleh pemerintah daerah khusus lainnya yang telah berjalan menjadi relevan untuk dapat menjelaskan
sisi kekhususan yang dimiliki oleh OIKN sebagai pemerintah daerah khusus sekaligus sebagai ibu kota
negara yang baru. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kekhususan
IKN melalui prinsip-prinsip
pemerintahan asimetris yang
diakui dalam Konstitusi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif (Assyakurrohim et al., 2023). Penelitian ini
menggunakan, studi literatur terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah
khusus atau desentralisasi asimetris, baik kajian terdahulu, dokumen hukum,
arahan Presiden dan data yang digunakan juga adalah dokumen peraturan
perundang-undangan. Teknis analisis data yang
digunakan adalah deskriptif menjelaskan konsep-konsep kekhususan OIKN dalam
konteks asimetris serta komparasi yang membandingkan kewenangan khusus di IKN
dengan kewenangan khusus yang dimiliki oleh pemerintah daerah khusus lainnya di
Indonesia
Hasil dan Pembahasan
Kekhususan IKN
Sebagaimana
semangat pemindahan ibu kota negara dari Jakarta yang telah lama diwacanakan yang semakin menguat sejak pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian dibentuk tim kecil yang terdiri dari pada ahli perencanaan tata ruang, kota, dan lingkungan hidup untuk menyusun kajian (Rizqiyah, 2023). Memahami IKN dapat dilihat dari konteks
alasan pemindahan ibu kota negara itu sendiri yang setidaknya berdasarkan pertimbangan dari sisi Jakarta yakni kemudahan untuk menata kota besar
Jakarta, meredam pemborosan
akibat kemacetan, serta alasan lainnya
berkenaan dengan menyelematkan lahan pertanian di Jawa, membuka episentrum baru Indonesia, ‘mengangkat’ wilayah timur
Indonesia, membangun kota publik kelas dunia dan kota satu bangsa,
menjauhkan ibu kota dari potensi
gempa dan pemanfaatan lahan di Kalimantan (Sukono et al., 2024).
Naskah
Akademik RUU Ibu Kota Negara menginginkan
kelembagaan di IKN dapat memenuhi prinsip-prinsip satu grand design, satu organisasi, satu jadwal perencanaan dan pelaksanaan, dan transaksi fleksibilitas dalam pelayanan publik. Sifat kelembagaan yang ideal di IKN didesain
berupa otorita yang merupakan bagian dari pemerintah pusat untuk melaksanakan
fungsi persiapan, pembangunan, dan pemindahan yang nantinya akan berlanjut
menjadi pengelola IKN (city
manager). Untuk itu kewenangan khusus OIKN diharapkan dapat mengakomodasi jenis kelembagaan OIKN dimaksud. Dalam kedudukannya, IKN diidentifikasikan sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi. Lebih lanjut OIKN sebagai penyelenggara pemerintahan di IKN
merupakan lembaga pemerintah setingkat menteri yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan daerah khusus. Perdebatan hadir sebagaimana beberapa gugatan yang disampaikan dan telah mendapatkan putusan dari Mahkamah
Konstitusi. Perkara-perkara
tersebut menguji terutama sisi formil
proses penyusunan UU tentang
Ibu Kota Negara (Ratnaningsih dan Banjarnahor, 2023). Sementara dari
konsep desentralisasi dalam konstitusi Indonesia, salah satunya terdapat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 81/PUU-VIII/2020
(pengujian terhadap UU kekhususan Papua) terkait dengan penafsiran Pasal 18B UUD 1945 bahwa suatu daerah ditetapkan
sebagai daerah khusus jika terkait
dengan kenyataan dan kebutuhan politik
yang karena posisi dan keadaannya diberikan status khusus. Jenis dan ruang
lingkup kekhususan dan keistimewaan ditetapkan dengan undang-undang yang terkait dengan hak asal
usul yang melekat pada daerah dan latar
belakang pembentukan dan kebutuhan nyata.
Pemberian status pemerintah
daerah khusus bagi IKN menjadi mungkin dalam fungsi
sebagai ibu kota negara (Wibowo, 2022).
Untuk
itu, kekhususan IKN dapat dijelaskan dalam sistem pemerintahan
asimetris. Pertama dari sisi politik
yang meliputi kedudukan dan
kelembagaan sebagai bagian dari kekhususan
yang diberikan secara politis melalui peraturan perundang-undangan. Berdasarkan konsep sebagai hasil kajian
dari Bappenas tahun 2019, OIKN harus menjadi pusat pemerintahan
ideal yang berciri simplifikasi
proses birokrasi, efisiensi,
efektivitas kerja, dan peningkatan kualitas pelayanan publik. IKN akan menerapkan sistem administrasi baru yang dapat dilakukan dengan meningkatkan stabilitas politik. Pemerintahan di IKN dilaksanakan oleh sebuat otorita yang merupakan bagian dari pemerintah
pusat setara dengan Kementerian/Lembaga dan tidak
adanya lembaga perwakilan di IKN. Filosofi yang dibangun dari kedudukan
IKN adalah sebagai city
manager dengan tugas dan fungsi mengelola kota dengan baik,
tanpa adanya campur tangan politik.
OIKN sebagai sebuah otorita merupakan pilihan yang diambil dari beberapa alternatif
bentuk kelembagaan karena memiliki sedikit kelembahan dan mampu bertindak cepat serta kemampuan
mengintegrasikan permasalahan
lintas sektor.
Sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, pemerintah daerah khusus IKN mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan sesuai undang-undnag tentang Ibu Kota Negara (otonom).
Dalam klausul lain diatur bahwa OIKN sebagai Lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan
pemerintahan daerah khusus IKN. Sebagai city manager,
konstruksi dalam pertauran diatur Kepala OIKN merupakan kepala pemerintah daerah khusus IKN yang berkedudukan setingkat Menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR. Selain itu, dari sisi
politis, OIKN berhak menetapkan peraturan untuk menyelenggarakan pemerintah daerah khusus IKN dan/atau melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan dan pemindahan ibu kota negara. Dalam kelembagaan IKN tidak terdapat dewan perwakilan yang berasal dari Masyarakat sebagaimana DPRD di di daerah setingkat provinsi lainnya sehingga tidak memiliki representasi politik di daerah. Penyusunan produk hukum IKN diselenggarakan melalui mekanisme penyusunan peraturan menteri/kepala lembaga.
Dari sisi asimetris administrasi, kekhususan dapat dilihat dalam menjalankan
kewenangan dan birokrasi,
proses perencanaan pembangunan,
konsep pelaksanaan pelayanan publik dan pengawasan. Dalam konsepnya, Naskah Akademik UU Nomor 3 Tahun 2022 menyebutkan bahwa untuk menjamin
fleksibilitas pemerintahan khusus, OIKN berwenang atas seluruh urusan
pemerintahan sepanjang bukan urusan pemerintahan
absolut (politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter, dan fiskal nasional, serta agama). OIKN memiliki otoritas penuh untuk berinovasi
dalam mengendalikan pemerintahan. Fleksibilitas lainnya yang menjadi penekanan dari otoritas oleh OIKN adalah terkait perizinan sehingga memegang kewenangan dan perizinan secara terpusat. IKN diharapkan menjalankan sistem administrasi baru yang mengadopsi 3 (tiga) paradigma pemerintahan dan manajemen publik dalam menerapkan
pelayanan Masyarakat, yakni
administrasi public tradisional,
New Public Management (NPM), dan citizen-centred
governance atau networked government. Untuk melaksanakannya, IKN harus menjadi pusat
pemerintahan yang bercirikan
simplifikasi proses birokrasi,
efisiensi, dan efektivitas kerja serta kualitas
pelayanan publik yang berkelas internasional.
Dalam
pengaturannya OIKN diberikan
kewenangan khusus atas urusan pemerintahan
pusat dan pemerintahan daerah dalam rangka
persiapan, pembangunan, dan
pemindahan Ibu Kota Negara, serta
penyelenggaran pemerintah daerah khusus IKN, kecuali urusan pemerintahan absolut (Pasal 12 UU
Nomor 21 Tahun 2023). Di sisi lain, OIKN menetapkan norma,
standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk kegiatan dimaksud. Dari sisi pengawasan, pemerintah daerah khusus IKN dikonsepkan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat dalam mengelola
wilayah dan lembaga perwakilan
yang melakukan pengawasan adalah DPR. Dalam perkembangan pengaturan kelembagaan IKN diatur melalui Peraturan Presiden dan Peraturan Kepala OIKN Dimana struktur di bawah Kepala dan Wakil Kepala terdiri dari deputi-deputi (dan satu kepala unit kepatuhan dan hukum), direktur, dan kelompok jabatan fungsional. Namun pengaturan yang telah ada masih
berfokus pada penyelenggaraan
fungsi persiapan, pembangunan, dan pemindahan (3P) (Isra et al., 2019). Meskipun dalam fungsinya sudah dilekatkan penyelenggaraaan pemerintahan daerah khusus sebagai fungsi keempat, seperti adanya fungsi pelayanan di kedeputian yang membidangi investasi dan pelayanan dasar, namun rincian
tata kerja belum diatur secara jelas.
Sementara asimteri fiskal dapat dilihat
melalui pengelolaan keuangan di IKN. Dalam rangka persiapan,
pembangunan dan pemindahan OIKN, Kepala OIKN mendapat kuasa pengguna anggaran/barang, selanjutnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus IKN, Kepala OIKN diberikan kuasa pengelola keuangan daerah khusus IKN, termasuk mewakili OIKN dalam kepemilikan kekayaan IKN yang dipisahkan. Konsep ini baru diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2023 yang bergeser dari konsep
dalam UU Nomor 3 Tahun 2022 yang mana OIKN hanya sebagai pengguna anggaran. Konsekuensi dari kekuasaan pengelola keuangan dimaksud, terdapat konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja khusus IKN (APB IKN), dapat melakukan pemungutan pajak daerah dan/atau
retribusi khusus IKN, serta adanya transfer
khusus ke IKN (Pasal 24 dan Pasal
24A UU Nomor 21 Tahun
2023).
Dengan
demikian pendanaan untuk kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara bersumber dari APBN, APB OIKN, dan sumber lain
yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk menggunakan APBN, Kepala OIKN sebagai pengguna anggaran/barang Menyusun rencana kerja dan anggaran,
sementara sebagai pengelola
nantinya OIKN Menyusun APB
OIKN. APB OIKN ditetapkan melalui
peraturan kepala OIKN setelah mendapatkan persetujuan Presiden dan setelah dilakukan
pembahasan dengan DPR. Untuk alokasi transfer
yang akan menjadi bagian dari APB OIKN, ditetapkan sesuai mekanisme APBN. Ketentuan mengenai penyusunan APBD berlaku mutatis
mutandis terhadap penyususnan
APB OIKN. Demikian pula halnya
dengan pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBD berlaku mutatis mutandis terhadap
APB OIKN.
Perbandingan dengan Pemerintah Daerah Khusus Lain di Indonesia
Dalam
prakteknya di Indonesia, setidaknya
terdapat 5 (lima) basis desentralisasi
asimetris yakni berdasarkan pada karekteristik khusus atau khas
dari sisi politik terutama sejarah konflik berkepanjangan seperti di Aceh
dan Papua; dari sisi sosiokultural seperti Daerah
Istimewa Yogyakarta; berbasis geografis-strategis
yakni sebagai daerah perbatasan seperti Papua, Kalimantan Barat, dan Kepulauan
Riau; berbasis potensi pertumbuhan ekonomi seperti Papua, Aceh, Kalimantan barat, Batam,
dan Jakarta; dan terakhir dari
tingkat akselerasi pembangunan dan kapasitas pemerintahan seperti untuk Papua PLOD UGM sebagaimana dikutip (Fatmawati, 2018). Guna memahami kekhususan di
masing-masing pemerintahan daerah
khusus dapat dilihat dalam tabel
di bawah ini. Perbandingan dapat disuguhkan dari politik yakni peraturan
perundangan, bentuk daerah, penyelenggara pemerintahan daerah, dan pengawasan. Administrasi asimetri dilihat melalui kewenangan khusus, perencanaan, dan pelaksanaan pelayanan publik, serta perbandingan
dari sisi fiskal dilihat melalui pengelolaan keuangan daerah.
Tabel 1. Perbandingan Asimetris
pada Pemerintahan Daerah Khusus di Indonesia
No |
Perbandingan |
OIKN |
DKJ* |
Aceh |
DIY |
Papua |
1.
|
Undang-Undang
keistimewaan atau kekhususan |
UU
Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 21 Tahun 2023 |
UU
Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta* |
UU
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pemerintahan Aceh |
UU
Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta |
UU
Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagaimana
diubah terakhir dengan UU Nomor 2 Tahun 2021 (UU Otsus) |
2.
|
Dasar
pemberian kekhususan |
Ibu
Kota Negara |
Berkedudukan
sebagai Pusat Perekonomian Nasional dan Kota Global |
·
Karakter khas perjuangan masyarakat
Aceh yang bersumber dari pandangan hidup berlandaskan syari’at Islam ·
Belum sepenuhnya mewujudkan
kesejahteraan rakyat, keadilan serta pemenuhan Hak Asasi Manusia ·
Solidaritas setelah terjadinya bencana
alam gempa bumi dan tsunami serta penyelesaian konflik |
Keberadaan Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman dengan wilayah, pemerintahan, dan
penduduk sebelum lahirnya NKRI berperan dan memberikan sumbangsih besar dalam
mempertahankan, mengisi, dan menjaga keutuhan NKRI |
·
Masyarakat Papua memiliki nilai-nilai
budaya yang hidup dalam masyarakat hukum adat ·
Mempertahan-kan integrasi bangsa
dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya masyarakat
Papua ·
Penduduk Asli merupakan salah satu
rumpun ras melanesia dengan keragaman, sejarah, adat istiadat dan bahasa
sendiri ·
Penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan,
kesejahteraan, mewujudkan penegakan hukum dan penghormatan HAM ·
Pengelolaan sumber daya alam belum
optimal meningkakan taraf hidup sehingga memerlukan kebijakan khusus untuk
memberikan kesempatan bagi penduduk asli Papua |
3.
|
Bentuk
Daerah |
·
Lembaga setingkat kementerian yang
menyelenggarakan Pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara ·
Memiliki status daerah otonom |
Daerah
otonom pada tingkat provinsi |
·
Daerah otonom pada tingkat provinsi |
Daerah otonom pada tingkat provinsi |
·
Daerah otonom pada tingkat provinsi |
4.
|
Penyelenggara
Pemerintahan Daerah |
Otorita IKN |
Gubernur
dan DPRD dibantu perangkat daerah |
Pemerintah
Aceh dan DPRA |
Pemerintah Daerah DIY dan DPRD DIY. |
· Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRP ·
Dalam penyelenggaraan Otsus dibenuk Majelis
Rakyat Papua (MRP) |
5.
|
Kewenangan dan Pemberian Kewenangan |
·
OIKN menetapkan NSPK untuk kegiatan
persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu kota serta penyelenggaraan
pemdasus iKN ·
Ditetapkan dengan
Peraturan OIKN ·
Memiliki kekhususan pada
seluruh urusan pemerintahan daerah (32 bidang urusan) |
· Kewenangan umum mengacu NSPK umum dan kewenangan khusus
mengacu NSPK khusus yang ditetapkan pemerintah pusat. · Dalam hal NSPK belum ditetapkan dalam 2 tahun, Pemprov DKJ
dapat menetapkan Perda dalam melaksanakan kewenangan khusus. · Kewenangan khusus bidang: PU dan penataan ruang; perumahan
dan kawasan permukiman; penanaman modal; perhubungan; lingkungan hidup;
perindustrian; pariwisata dan ekonomi kreatif; perdagangan; pendidikan;
kesehatan; kebudayaan; pengendalian penduduk dan KB; adminduk; KKP;
ketenagakerjaan; kelembagaan; keuangan daerah; pertanahan |
· Mengacu NSPK umum. · Mengacu pada NSPK nasional, Pemerintah Aceh dan pemerintah
kabupaten/kota berhak memberikan izin: eksplorasi dan ekspoitasi pertambangan
umum; konservasi kawasan hutan; penangkapan ikan paling jauh 12 mil diukur
dari garispantai arau laut lepas dan/atau arah garis pantai; penggunaan
operasional kapal ikan segala jenis dan ukuran; penggunaan air permukaan dan
air laut; pengelolaan dan pengusahaan hutan; dan operator lokal bidang
telekomunikasi. · Kewenangan khusus bidang: pemanfaatan tata ruang;
lingkungan hidup; perdagangan dan investasi; pendidikan; pelayanan kesehatan;
kebudayaan; kependudukan; KKP; ketenagakerjaan; fasilitasi perpajakan;
telekomunikasi; pengelolaan SDA dan
perihal TNI, Polri, Kejaksaan; pertanahan, HAM; keagamaan; sosial; |
· Mengacu NSPK umum · Kewenagan khusus: tata cara pengisian jabatan, kedudukan,
tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur; tata ruang; kebudayaan;
kelembagaan; pertanahan. |
· Mengacu NSPK umum · Kelembagaan: Badan khusus dalam sinkronisasi, harmonisasi,
evaluasi, dan koordinasi pelaksanaan Otsus dan pembangunan di wilayah Papua ·
Dibentuk Badan Pengarah Percepatan
Pembangunan Otonomi Khusus Papua (Perpres 121/2022) ·
Kewenangan khusus bidang: tata
ruang; penyertaan modal dan penanaman modal; lingkungan hidup; pendidikan;
kesehatan; perlindungan Hak Masyarakat Adat; pengendalian penduduk;
ketenagakerjaan; perihal POLRI dan kejaksaan; pertanahan; HAM; keagamaan; dan
sosial |
6.
|
Perencanaan Pembangunan |
Rencana
Induk IKN |
Berlaku
dokumen perencanaan nasional dan daerah secara umum, ditambah rencana induk
untuk kawasan aglomerasi |
Berlaku
dokumen perencanaan nasional dan daerah secara umum, |
Berlaku dokumen perencanaan nasional
dan daerah secara umum, |
·
Berlaku Rencana Induk
Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) yang terintegrasi dengan sistem
perencanaan pembangunan nasional dan daerah ·
Terdapat Musrenbang
khusus. |
7.
|
Pelaksanaan Pelayanan Publik |
Fungsinya
melekat pada deputi (bidang investasi dan bidang pelayanan dasar) |
Berlaku
umum (dilaksanakan oleh perangkat daerah) |
Berlaku
umum (dilaksanakan oleh perangkat daerah) |
Berlaku umum (dilaksanakan oleh
perangkat daerah) |
Berlaku
umum (dilaksanakan oleh perangkat daerah) |
8.
|
Pengawasan |
DPR RI |
Berlaku
umum (Berjenjang Gubernur, Mendagri, K/L Teknis) |
Berlaku
umum (Berjenjang Gubernur, Mendagri, K/L Teknis) |
Berlaku umum (Berjenjang Gubernur,
Mendagri, K/L Teknis) |
Berlaku
umum (Berjenjang Gubernur, Mendagri, K/L Teknis) |
9.
|
Pengelolaan Keuangan |
· Bagian
dari APBN dalam kegiatan 3P. · APB
OIKN dalam penyelenggaraan Pemdasus IKN · Pajak khusus dan Transfer khusus (belum diatur teknisnya) · Mekanisme
mutatis mutandis pengelolaan keangan daerah secara umum |
· Pendanaan untuk pelaksanaan kewenangan khusus bersumber
dari APBD dan sumber lain yang sah · Dapat mengusulkan tambahan dukungan pendanaan dalam kepada
Pusat (APBN) untuk pelaksanaan kewenangan khusus sesuai ketentuan. · Khusus kelurahan diberikan alokasi dana paling sedikit 5%
yang berasal dari APBD sesuai beban kerja dan wilayah administratif nya.
Wajib untuk penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan · Dalam rangka pemajuan kebudayaan DKJ membentuk Dana Abadi
Kebudayaan yang bersumber dari APBD serta dapat mengusulkan kepada pemerintah
pusat |
· Penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Aceh dan kabupaten/kota dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi didanai dari dan atas beban APBA dan APBK. · Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada
Gubernur Aceh selaku wakil pemerintah disertai dengan pendanaan dari APBN
dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi. · Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada
Pemerintahan Aceh, pemerintahan kabupaten/kota, dan gampong disertai dengan pendanaan
dari APBN dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. · Penerimaan Aceh: a.
Pendapatan: PAD, dana
perimbangan; dana otonomi khusus; dan lain-lain pendapatan yang sah. b.
Dana Otonomi Khusus berlaku untuk jangka waktu 20 tahun, untuk
tahun 1-15 setara dengan 2% (dua persen) plafon DAU Nasional dan untuk tahun
16-20 setara dengan 1% (satu persen) plafon DAU Nasional |
· Penyelenggaraan urusan keistimewaan DIY disediakan dalam
APBN yang ditetapkan pemerintah pusat berdasarkan pengajuan Pemda DIY · Dana keistimewaan diperuntukkan bagi dan dikelola oleh
Pemda DIY dengan mekanisme TKD |
· Penyelenggaraan tugas Pemprov, DPRP, dan MRP bibiayai atas
beban APBD · Sumber-sumber penerimaan: PAD; dana perimbangan (TKD); Dana
Otsus; pinjaman daerah; lain-lain pendapatan yang sah ·
Dana Otsus Papua besarnya setara
dengan 2,25% dari plafon DAU nasional yang diterima sampai 2026 Mulai 2042,
dana otisus menjadi 50% untuk pertabangan mintak bumi dan 50% untuk
pertambangan gas alam. |
*)
berlaku setelah ditetapkan dalam Keppres tentang pemindahan Ibu Kota Negara
Berdasarkan
tabel perbandingan dimaksud, seluruh pemerintah daerah khusus di Indonesia
memiliki asimetris yang didasarkan pada kekhasan yang menjadi basis diberikannya
kekhususan. Semua daerah memiliki asimetris dalam menjalankan kewenangan dan pendanaan. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah khusus lainnya
bercirikan kebutuhan daerah masing-masing. Kecuali dari sisi
pembentukan NSPK atas kewenangan
khusus, yang hanya dimiliki oleh OIKN berkenaan dengan kedudukannya yang juga sebagai pemerintah pusat (Mäeltsemees, 2016). Sementara
dari sisi pendanaan, transfer ke daerah khusus
dan pengelolaannya menjadi bentuk asimetris meskipun dari sisi pengelolaan
administrasi keuangan daerah di luar dana transfer berlaku sama atau simetris
dengan daerah lainnya, termasuk untuk OIKN. Khusus untuk OIKN pembedaan dari sisi fiskal
adalah sumber dana OIKN
yang tidak hanya dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah (atau APB OIKN), tapi juga bersumber langsung dari APBN dan sumber lain
yang sah dengan berbagai pilihan skema pendanaan. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa potensi
berjalannya fungsi pemerintah daerah oleh IKN terutama dari sisi tata kelola penyelenggaraan kewenangan dan pendanaan dimaksud dapat dilaksanakan sebagaimana pada daerah khusus lainnya. Tantangan ada pada pemetaan kebutuhan OIKN dalam penyusunan NSPK dan keahlian dalam mengelola pendanaan langsung dari APBN di samping pengelolaan
APB OIKN.
Untuk
asimetris administrasi dari sisi perencanaan,
OIKN dan Papua memiliki dokumen dan proses perencanaan pembangunan yang berbeda dengan pemerintah daerah lain maupun pemerintah
daerah khusus lainnya. Sementara untuk pelaksanaan pelayanan publik, pemerintahan daerah khusus lainnya
berlaku sama, hanya OIKN yang berbeda secara kelembagaan dan mekanismenya. Namun demikian untuk mekanisme penyelenggaraan pelayanan publik di OIKN belum terdapat
gambaran yang cukup komprehensif mengingat belum terdapat pengaturan teknis, termasuk bagaimana pembagian wilayah di IKN yang akan mempengaruhi jalannya pelayanan publik. OIKN memiliki perbedaan kekhususan mendasar pada sisi politik. Kedudukan dan bentuk penyelenggara
pemerintahan OIKN yang bersifat
hybrid menjadi satu-satunya di Indonesia (Ratnaningsih & Banjarnahor, 2023).
Begitu juga dengan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) sebagai konsekuensi tidak adanya perwakilan politik di daerah.
Hal ini berpengaruh pula dalam proses pengambilan kebijakan dan penyusunan
peraturan perundangan di OIKN yang dilakukan oleh OIKN tanpa keterlibatan lembaga perwakilan di tingkat
lokal (beberapa keputusan dikonsultasikan dengan DPR).
Potensi
ini yang kiranya memerlukan kajian kesiapan yang matang terutama setelah fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus IKN berlaku. Pelaksanaan asimetris di wilayah Indonesia
memperhatikan permasalahan
yang dihadapi daerah lainnya antara lain: pengelolaan administrasi pemerintahan yang tidak efektif dan efisien;
alokasi anggaran pembangunan belum berdampak nyata; kurangnya investasi pembangunan infrastruktur dan sarana; sistem
pendidikan yang belum mendukung pemberdayaan sumber daya manusia;
dan keterbatasan sarana kesehatan masyarakat (Lambelanova & Jaelani, 2022). Selain itu pada perkembangannya, kedudukan penyelenggara pemerintahan daerah oleh OIKN dari sisi pemerintah pusat dapat dilihat
kembali kepentingan dalam konteks penyelenggaraan
pemerintahan daerah mengingat kekhususan tetap dapat diberikan
sesuai kebutuhan IKN terutama dari sisi
kewenangan dan pengelolaan keuangan yang menjadi dasar penyelenggaraan
pemerintahan daerah khusus yang berorientasi pada pelayanan publik yang optimal yang juga dimiliki oleh pemerintah daerah khusus lainnya.
Rasionalitas
pemberian kewenangan khusus yang lebih khusus bagi OIKN dibandingkan pemerintahan daerah lainnya dilihat dari konteks
OIKN sebagai penyelenggara pemerintahan di Ibu Kota Negara, bahwa ibu kota
sejatinya bukan hanya daerah atau
wilayah yang sekadar memiliki keistimewaan, melainkan juga mengemban amanah dalam membentuk
suatu pemerintahan yang efektif (an effective government) (Mahardika & Saputra, 2022). Oleh karena itu, titik berat kekhususan
IKN harus diletakkan pada strategi pelaksanaan pemerintahan yang agile atau tangkas yakni
administrasi pemerintahan
yang mampu merespon perubahan kebutuhan publik secara efisien (Mergel et al., 2018, 2021)
yang dapat menjadi
tata kerja baru dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia,
sesuai dengan dasar pemberian kekhususan bagi pemerintah daerah khusus di IKN.
Kesimpulan
Ibu
Kota Nusantara sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi, dengan penyelenggara pemeritahan Otorita Ibu Kota Nusantara
dilekati sisi asimetri politik, administrasi, dan fiskal dalam konsep
pemerintahan asimetris. Di sisi lain OIKN adalah lembaga pemerintah setingkat menteri, memiliki kewenangan pembentukan NSPK, memiliki akses pendanaan langsung dari APBN (bukan hanya dana transfer khusus) dan pengawasan
langsung oleh DPR menjadikan OIKN berkedudukan sebagai pemerintah pusat sehingga OIKN bersifat hybrid. Sifat ini menjadi
satu-satunya dimiliki oleh OIKN dibandingkan dengan pemerintah daerah lain atau
pemerintah daerah khusus lainnya. Dalam praktek pemerintahan
daerah khusus, pada prinsipnya semua daerah khusus memiliki
pola kekhususan sesuai dengan basis
pemberian kekhususannya, terutama dalam hal melaksanakan kewenangan dan pola pendanaan. OIKN diberikan kedudukan bersifat hybrid sehingga kekhususan-kekhususan
yang dimiliki merupakan konsekuensi dari kedudukan tersebut. OIKN diberikan kekhususan berkaitan dengan statusnya sebagai ibu kota negara yang diharapkan dapat menciptakan tata kerja baru yang efektif dan agile
serta identitas nasional sebagai pusat pelayanan, pengambilan kebijakan pemerintah dan stabil. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menciptakan tata kelola pemerintahan di IKN yang dapat mencapai tujuan dimaksud. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
menganalisis kesiapan administrasi pemerintahan OIKN dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus.
BIBLIOGRAFI
Assyakurrohim, D.,
Ikhram, D., Sirodj, R. A., & Afgani, M. W. (2023). Metode studi kasus dalam
penelitian kualitatif. Jurnal Pendidikan Sains Dan Komputer, 3(01),
1–9.
Ayyubi, M., Perwira, I., & Abdurrahman, A. (2023). The
Juridical Impact of the Implementation of the Paradigm Regarding the
Determination of the National Capital (IKN) of the Archipelago as an Asymmetric
Region. JOELS: Journal of Election and Leadership, 4(2), 140–158.
Failaq, M. R. M. F., & Arelia, F. A. (2022). Merancang
Konstitusionalisme dalam Amandemen Penguatan DPD RI. Sanskara Hukum Dan HAM,
1(02), 25–36.
Fatmawati, N. I. (2018). Desentralisasi Asimetris, Alternatif
Bagi Masa Depan Pembagian Kewenangan di Indonesia. Madani Jurnal Politik Dan
Sosial Kemasyarakatan, 10(3), 73–85.
Gottmann, J. (1983). Capital cities. Ekistics, 88–93.
Isra, S., de Villiers, B., & Arifin, Z. (2019). Asymmetry
in a decentralized, Unitary State: Lessons from the special regions of
Indonesia. JEMIE, 18, 43.
Lambelanova, R., & Jaelani, R. (2022). Paradigma Baru
Desentralisasi Asimetris Di Indonesia. IPDN JATINANGOR.
Mäeltsemees, S. (2016). The capital city in the local
self-government system in central and eastern European and Caucasus countries. Halduskultuur,
17(2), 143–161.
Mahardika, A. G., & Saputra, R. (2022). Problematika
Yuridis Prosedural Pemindahan Ibu Kota Negara Baru Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia. Legacy: Jurnal Hukum Dan Perundang-Undangan, 2(1),
1–19.
Mergel, I., Ganapati, S., & Whitford, A. B. (2021).
Agile: A new way of governing. Public Administration Review, 81(1),
161–165.
Mergel, I., Gong, Y., & Bertot, J. (2018). Agile
government: Systematic literature review and future research. In Government
Information Quarterly (Vol. 35, Issue 2, pp. 291–298). Elsevier.
Ratnaningsih, E., & Banjarnahor, I. (2023). Comparative
Study of the Legal Basis of Relocating the National Capital of Indonesia and
South Korea in Fulfilling the SDGs Goals. E3S Web of Conferences, 426,
1054.
Sadiawati, D., Dirkareshza, R., Setiadi, W., &
Permatasari, E. D. (2023). Kewenangan Kepala Otorita Dalam Penyusunan
Perencanaan Pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara. Jurnal Penelitian Hukum
De Jure Vol, 23(3), 325–340.
Sukono, Ghazali, P. L. B., Johansyah, M. D., Riaman, Ibrahim,
R. A., Mamat, M., & Sambas, A. (2024). Modeling of Mean-Value-at-Risk
Investment Portfolio Optimization Considering Liabilities and Risk-Free Assets.
Computation, 12(6), 120.
Takyi, S. A. (2016). Comparative study of capital city
elements: the case of Ghana and Nigeria. African Geographical Review, 35(2),
168–191.
Wibowo, T. A. A. (2022). Politik Hukum Desain Otonomi Khusus
Ibu Kota Nusantara. Staatsrecht: Jurnal Hukum Kenegaraan Dan Politik Islam,
2(2).
Copyright
holder: Aprilia Dwi Ariyanti, Sidik Pramono (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |