Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
11, November 2024
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN KEBERMAKNAAN
HIDUP PADA GENERASI Z
Inayatul Latifah1, Komarudin2
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Indonesia1,2
Email: [email protected]1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap hubungan antara dukungan sosial dan kebermaknaan hidup pada generasi Z, khususnya mahasiswa usia 18–24 tahun di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Dengan metode
kuantitatif korelasional,
data diperoleh melalui kuesioner online yang diisi oleh
200 responden. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dukungan sosial berpengaruh signifikan terhadap kebermaknaan hidup, dengan tingkat
korelasi yang kuat (r =
0,711, p < 0,05). Uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial memengaruhi kebermaknaan hidup sebesar 50,6%, sedangkan 49,4% dipengaruhi oleh faktor lain. Mayoritas responden memiliki tingkat kebermaknaan hidup yang tinggi (48%) dan
sangat tinggi (29%), serta tingkat dukungan sosial yang tinggi (43%) dan
sangat tinggi (17%). Penelitian
ini menegaskan pentingnya dukungan sosial, baik dari
keluarga, teman, maupun komunitas, dalam meningkatkan kebermaknaan hidup generasi Z. Temuan ini memberikan implikasi praktis bagi pendidik, orang tua, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas dukungan sosial sebagai salah satu strategi mencegah masalah mental, seperti rasa hampa, depresi, atau pikiran bunuh
diri yang sering melanda generasi ini. Dengan adanya
dukungan sosial yang baik, diharapkan generasi Z dapat lebih positif dalam
memaknai hidup dan menghadapi tantangan kehidupan modern.
Kata Kunci: dukungan sosial, kebermaknaan hidup, generasi Z
Abstract
This study aims to uncover the relationship between
social support and life meaning in Generation Z, especially students aged 18–24
years in the Special Region of Yogyakarta. With the correlational quantitative
method, data was obtained through an online questionnaire filled out by 200
respondents. The results showed that social support had a significant effect on
the meaning of life, with a strong correlation level (r = 0.711, p < 0.05).
The determination coefficient test showed that the social support variable
affected the meaning of life by 50.6%, while 49.4% was influenced by other
factors. The majority of respondents had high (48%) and very high (29%) levels
of life meaning, as well as high (43%) and very high (17%) levels of social
support. This study emphasizes the importance of social support, both from
family, friends, and the community, in increasing the meaning of life for
Generation Z. These findings provide practical implications for educators,
parents, and the community to improve the quality of social support as one of
the strategies to prevent mental problems, such as emptiness, depression, or
suicidal thoughts that often plague this generation. With good social support,
it is hoped that Generation Z can be more positive in interpreting life and facing
the challenges of modern life.
Keywords: social support, meaning of life, Generation Z
Pendahuluan
Memasuki
era modern yang ditandai dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan sosial budaya yang begitu cepat, individu
memiliki tugas yang harus diselesaikan yang kemudian dapat menghasilkan suatu perilaku tertentu. Pada usia muda, seorang
individu tentu saja dituntut untuk
beradaptasi pada pola kehidupan yang baru dengan adanya berbagai
harapan-harapan sosial yang
baru (Qomariah & Santi, 2021). Pada tahap ini, individu
tidak akan terlepas dari berbagai
permasalahan kehidupan yang
menyertainya. Berbagai permasalahan yang terjadi, tentu saja akan
dirasakan ataupun dihadapi oleh individu terutama atau generasi
muda (Bukhori et al., 2023). Salah satu kelompok individu
yang dapat terkena dampak dari berbagai
permasalahan dari perkembangan ilmu, teknologi, dan sosial budaya ini adalah
kelompok individu dewasa awal.
Individu
dewasa awal merujuk pada seseorang yang telah melewati masa remaja namun belum
sepenuhnya masuk masa dewasa. Seseorang yang berada dalam tahap
dewasa awal, mengalami banyak perubahan dan terus mengembangkan berbagai aktivitas yang ditujukan untuk menemukan jati diri (Arnett, 2000). Pada tahap ini, seseorang
akan mengalami berbagai transisi yang mampu membuat mereka
mengalami ketidakstabilan
yang tentu akan berbeda dengan tahap remaja. Menurut
Santrock (2019) seseorang yang masuk
kelompok dewasa awal adalah individu
yang berusia 18 hingga 25 tahun. Apabila menggunakan istilah generasi, maka saat penelitian ini dilakukan yang dimaksud dengan individu pada tahap dewasa awal adalah
generasi Z.
Generasi Z
merupakan generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai tahun 2012 (Gutfreund, 2016). Generasi Z seringkali dianggap sebagai generation era modern (digital) dengan
kecanggihan teknologi yang sudah mulai bertumbuh
pesat. Perkembangan teknologi yang begitu canggih membuat gen Z hidup di masa yang serba instan. Gen Z hidup serta dibesarkan di tengah-tengah perkembangan teknologi yang menawarkan fasilitas/media yang begitu canggih sehingga perkembangan inilah turut mempengaruhi pola hidup dan kepribadian mereka. Keterlibatan teknologi dalam kehidupan gen Z menimbulkan dampak yang cukup besar serta
progresif. Namun, era
society yang menitikberatkan penggunaan
teknologi pada kehidupan manusia telah memberikan
dampak yang kurang menguntungkan. Hal ini terjadi dengan
kebanyakan dari gen Z mengalami degenerasi mulai dari kemerosotan moral,
identitas, spiritual, karakter, hingga perilaku (Gulo, 2023).
Menurut APA (American
Psychological Association, 2018) generasi Z dianggap sebagai generasi yang
cukup rapuh dibandingkan dengan beberapa generasi lainnya. Setiap generasi
memiliki kelebihan serta kekurangannya masing-masing terutama dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari sehingga hal tersebut mampu memengaruhi kondisi mental
seseorang termasuk gen Z yang sedang menemempuh pendidikan. Rutinitas
sehari-hari maupun tugas-tugas yang diberikan di kelas/perkuliahan, serta
berbagai permasalahan yang datang dan belum ditangani secara efektif, tentu
akan memengaruhi kondisi mental generasi Z lebih khususnya mahasiswa (Sa’idah et al., 2022). Sebagai
akibat dari berbagai permasalahan tersebut, membuat seseorang merasa tidak
berharga serta memandang negatif terhadap hidupnya yang kemudian menjadi
penyebab tidak tercapainya makna hidup. Seseorang yang tidak menemukan makna
hidup yaitu mereka yang mempresepsikan kehidupan secara negatif (Napitulu,
2007). Sehingga dampak dari kasus tersebut membuat generasi Z sulit merasakan
kebahagiaan, merasa hidupnya hampa dan kosong, depresi hingga menuju tindakan
bunuh diri (Safaria, 2008).
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara pendahuluan
dengan lima subjek mahasiswa semester enam di Unisa Yogyakarta yang merupakan
bagian dari gen Z mulai usia 19-21 tahun dengan jenis kelamin perempuan. Dari
hasil wawancara yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan sesuai dengan aspek
kebermaknaan hidup menurut Koeswara (1992), diketahui bahwasanya dua diantara
mereka menyatakan bahwa mereka belum menemukan tujuan hidupnya yang pasti dan
menganggap tujuan di masa yang akan datang bukan untuk dipikirkan saat ini.
Kemudian dua di antara mereka menyatakan, bahwa mereka belum secara puas
menikmati kegiatan yang menjadi kesibukannya saat ini, meski sudah mendapatkan
penghasilan dari hasil usahanya sendiri, tidak menutup kemungkinan bahwa
penghasilannya tidak membuat mereka merasakan kebahagiaan. Dan satu di antara
mereka menyatakan bahwa dirinya tidak seberuntung orang lain dalam hal
pertemanan. Selain itu berdasarkan penelitian Siddik et al., (2019) dengan
subjek ODHA yang termasuk dalam generasi Z, 16 orang diantaranya memiliki
kebermaknaan hidup yang rendah dan 13 diantaranya memiliki kebermaknaan hidup
yang sangat rendah. Yang mana dari jumlah ini, hampir dari sebagian subjek
memiliki tingkat kebermaknaan hidup yang rendah.
Dari beberapa permasalahan tersebut, seluruh subjek
menampakkan beberapa aspek kebermaknaan hidup menurut Koeswara (1992) yaitu
makna hidup, kepuasan hidup, serta kepantasan hidup. Dua di antara mereka belum
menemukan makna hidupnya karena mereka menganngap tujuan di masa depan bukan
dipikirkan saat ini, kemudian dua diantara mereka tidak memiliki kepuasan dalam
hidup karena merasa kurang atas apa yang menjadi usahanya, serta satu
diantaranya merasa tidak seberuntung orang lain dalam hal pertemanan yang membuatnya
tidak memiliki kepantasan dalam hidup seperti orang lain. Hal inilah yang
membuat mereka mempersepsikan kehidupannya secara negatif, sehingga dengan
memandang negatif terhadap hidup membuat seseorang tidak menemukan makna hidup (Napitupulu et al., 2007).
Generasi
yang hebat adalah generasi yang selalu memiliki mindset positif terhadap masa depan. Menurut Apriando, (2021) generasi muda merupakan
agen perubahan, sehingga baik buruknya
bangsa Indonesia tergantung
dari generasi penerusnya. Djiwandono berpendapat bahwasanya generasi Z memiliki gaya yang cenderung selalu belajar untuk aktif, general, sensing serta secara visual (Handayani, 2019; Susana, 2012). Generasi Z/generasi muda pada zaman sekarang, merupakan generasi yang penuh dengan gagasan
kreatif, sehingga dalam memberikan nilai khusus pada dirinya, kebermaknaan hidup menjadi sesuatu
hal yang dianggap penting yang kemudian akan menjadi sebuah
nilai dalam dirinya (Damarhadi et al., 2020; A. Hidayat & Yuliah,
2018).
Frankl (2004) mengemukakan bahwa kebermaknaan hidup ini dapat
diperoleh dengan creative
value. Hal ini dapat diraih dengan bekerja,
berkarya, menjalankan tugas dengan penuh
tanggung jawab, serta berbuat kebaikan.
Menurut Utomo & Meiyuntari, (2015) bahwa makna hidup
merupakan sesuatu yang dirasakan penting oleh seseorang, serta dianggap sebagai suatu hal yang berharga dan diyakini sebagai suatu yang benar untuk menjadi
tujuan hidupnya. Oleh karena itu, makna
hidup dapat berupa sebuah cita-cita
untuk kelak menjadi orang yang sukses dan membuat seseorang memiliki keinginan untuk bertahan hidup (Mony et al., 2021).
Berdasarkan
hasil uraian di atas, dapat diketahui
bahwasanya seharusnya sebagai generasi yang penuh dengan gagasan
kreatif, seharusnya gen Z memiliki kebermaknaan hidup dari creative value, serta nilai-nilai kebermaknaan hidup yang lain.
Dari beberapa fenomena yang
terjadi pada akhir-akhir ini, dapat dilihat,
bahwasanya generasi Z terlihat belum mampu menghadapi berbagai tekanan sosial dibandingkan dengan anak muda
pada zaman dulu.
Meskipun kebanyakan generasi Z memiliki gagasan kreatif dan cenderung belajar secara aktif, namun
generasi ini dikatakan tidak memiliki rasa tanggung jawab, mudah menyerah
atau sakit hati, serta memiliki
ekspektasi tinggi dan memaksakan kehendak individu (Kasali, 2017). Hal ini sesuai dengan
aspek-aspek kebermaknaan hidup menurut (Frankl, 2022) yaitu kepuasan hidup, kebebasan berkehendak, serta fikiran bunuh diri.
Kepuasan
hidup merupakan sejauh mana seseorang dapat menikmati dan merasa puas dalam
menjalani aktivitas sehari-hari. Kebebasan berkehendak merupakan suatu kemampuan untuk mengendalikan kebebasan dalam hidup secara bertanggung
jawab. Fikiran bunuh diri
merupakan bagaimana seseorang dalam menghindari keinginan atau memikirkan melakukan bunuh diri. Dengan tidak
adanya rasa tanggung jawab dan perilaku mudah menyerah, membuat kebanyakan anak muda pada gen Z tidak akan merasakan
kepuasan dalam hidup ketika menjalani
kegiatannya sehari-hari.
Hal ini terjadi karena apabila seseorang mau berusaha
dan bersemangat dengan rasa
tanggungjawab, kegiatan seseorang tersebut akan lebih terarah
dan jauh dari kata hampa karena selalu
menjadikan kegiatan dan usahanya sebagai sumber kebahagiaan serta kepuasan tersendiri (Kurnia et al., 2024). Kemudian memiliki ekspektasi tinggi dan terlalu memaksakan kehendak individu membuat gen Z tidak memiliki kebebasan berkehendak dalam menentukan sikap, sehingga seseorang selalu merasa berada di dalam ketidakbebasan dan di bawah tekanan ekspektasi
sendiri yang membuatnya mudah sakit hati
apabila tidak sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya berdasarkan penelitian Qomariah & Santi, (2021) yang menyatakan, bahwa saat dihadapkan dalam sebuah tekanan,
perasaan tidak berharga, tidak berdaya dan perasaan kecewa atas penghinaan
mengakibatkan subjeknya melakukan perilaku self harm, kejadian inilah yang membuat mereka tidak menghindari
keinginan mengakhiri hidup, karena self
harm juga merupakan awal
seseorang melakukan perilaku bunuh diri. Bagi seseorang
yang memiliki kebermaknaan hidup, mereka akan
mdelakukan kegiatannya tanpa mengenal lelah dan jauh dari pikiran mengakhiri
hidup. Dari beberapa kasus inilah membuat anak muda pada gen Z kehilangan kebermaknaan hidupnya (Fauzi & Tarigan, 2023).
Menurut
faktor yang memengaruhi kebermaknaan hidup diantaranya adalah faktor internal yaitu berupa penemuan pribadi, bertindak positif, ibadah serta kualitas insani. Selain itu, faktor
eksternal yang mempengaruhi
kebermaknaan hidup yaitu material, dukungan sosial, pekerjaan, serta orang-orang terdekat (V. N. Putri et al., 2020). Bastaman (2007) menambahkan, bahwasanya dukungan sosial ditandai dengan keterbukaan, rasa akrab, saling menghargai satu sama lain, sehingga dari kedua
belah pihak saling merasa aman
untuk berbagi rasa. Sebagai makhluk sosial gen Z memerlukan dukungan dari orang lain. Karena dengan adanya dukungan
di saat kondisi yang tidak menyenangkan, akan membuat seseorang
merasa lebih berharga, merasa diperhatikan dan dicintai. Seseorang akan merasakan kepuasan dalam hidup dan mampu menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan dengan lebih efektif, apabila mendapatkan dukungan sosial dari orang-orang sekitar (Mony et al., 2021).
Menurut
Caltabiano et al., (2008) dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, kepedulian, penghargaan, maupun bantuan yang diterima seseorang dari orang lain atau sebuah kelompok. Dukungan sosial berasal dari banyak
sumber, seperti pasangan atau kekasih,
keluarga, masyarakat, dan
juga teman sebaya. Seseorang yang memperoleh dukungan sosial percaya, bahwa dirinya disayangi, dihargai, serta menjadi bagian dari jaringan sosial.
Generasi Z yang dianggap lebih lemah dari
generasi sebelumnya, akan lebih semangat
dalam melakukan aktivitas, serta lebih mampu menghadapi
permasalahan apabila mendapat dukungan sosial dari orang-orang sekitar. Dukungan ini dapat berupa emosional atau penghargaan,
instrumental, serta informasi (Hasan et al., 2014). Adanya
dukungan sosial dari orang-orang sekitar baik dari keluarga, pasangan, teman
baik ataupun teman yang mampu memberikan perhatian emosional, bantuan
instrumental, pemberian informasi dan penilaian, akan membuat gen Z semakin
merasa dicintai, diperhatikan bahkan disayangi (Hayyu & Mulyana, 2015). Menurut Safitri, (2022) semakin
tinggi tingkat dukungan sosial dari keluarga, maka semakin rendah tingkat
stress yang dialami mahasiswa, sehingga mahasiswa mampu mencapai kebermaknaan
hidupnya.
Peneliti menemukan penelitian terdahulu dengan varibel
serupa oleh Mony et al., (2021) tentang
Hubungan Dukungan Sosial dengan Kebermaknaan Hidup pada Penyandang Tuna Netra
di Panti Sosial Bina Netra ”Tuah Sakato” Padang dengan menunjukkan hasil yang
signifikan dengan memperoleh hubungan yang signifikan antara dukungan sosial
dengan kebermaknaan hidup yang menunjukkan arah hubungan yang positif dengan
koefisien sangat kuat. Kemudian penelitian lainnya oleh Hayyu & Mulyana, (2015) dengan
judul Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Kebermaknaan Hidup Pada Penyandang
Tuna Rungu yang menunjukkan koefisien korelasi memiliki nilai 0,477 dengan
signifikasi sebesar 0,000 (<0,05). Hal ini
menunjukkan adanya hubungan positif antara dukungan sosial dan kebermaknaan hidup pada tuna rungu.
Berdasarkan
penelitian-penelitian terdahulu
di atas terdapat hubungan yang signifikan antara variabel dukungan sosial dan kebermaknaan hidup. Namun, terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada aspek yang digunakan, subjek yang diteliti, serta lokasi penelitian.
Penelitian ini menggunakan subjek generasi Z yang berada di usia awal di Daerah Istimewa
Yogyakarta, sehingga peneliti
ingin mengetahui apakah adanya hubungan
antara dukungan sosial dengan kebermaknaan
hidup pada generasi Z. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan kebermaknaan hidup pada generasi Z.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan
adalah metode kuantitatif korelasional. Penelitian korelasi bertujuan sejauh
mana variasi pada satu variabel yang berkaitan dengan variabel lain,
berdasarkan koefesien korelasi dari penelitian ini dapat memperoleh informasi
mengenai taraf hubungan yang terjadi antara dua variabel, di mana dukungan
sosial sebagai variabel bebas dan kebermaknaan hidup sebagai variabel terikat (Azwar, 2013).
Sugiyono & Lestari, (2021) mendefinisikan bahwa sampel adalah jumlah
kecil yang ada dalam populasi dan dianggap mewakilinya. Secara sederhana, sampel dapat diartikan sebagai
bagian dari populasi yang menjadi data sebenarnya dalam suatu penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yang mana pemilihan
sampel dalam penelitian berdasarkan kriteria peneliti. Sehingga diperoleh sampel sebanyak
200,46467 dan dibulatkan menjadi
200 orang (Responden).
Metode pengumpulan data penelitian
ini menggunakan skala Likert untuk mengatur perilaku, sikap, pendapat serta persepsi responden mengenai fenomena sosial yang sesuai dengan variabel yang diteliti. Skala Likert
terdiri dari dua macam pertanyaan sikap diantaranya favourable (mendukung
obyek sikap) serta pernyataan unfavourable (tidak
mendukung obyek sikap) (Azwar, 2018). Skala yang digunakan adalah skala dukungan
sosial berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial dari Safarino
1998 Hanapi & Agung, (2018) dan skala kebermaknaan
hidup Bastaman (Y. S. C. Putri, 2020).
Metode analisis data pada penelitian
ini akan menggunakan metode statistik. Metode statistik merupakan suatu cara penarikan
kesimpulan dan membuat keputusan berdasarkan analisis yang telah dilakukan penarikan kesimpulan dan membuat keputusan berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menyajikan dan menganalisis angka (Latipah, 2014). Analisis data yang digunakan
untuk pengelolaan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik analisis product
moment untuk mengetahui
korelasi antara variabel dukungan sosial dengan variabel
kebermaknaan hidup. Analisis ini dilakukan
dengan bantuan SPSS for windows.
Hasil Dan Pembahasan
Deskripsi Data Penelitian
Analisis
Deskriptif
Azwar, (2018) mengatakan bahwasanya analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui nilai mean hipotetik serta mean empirik yang mana data dapat dibandingkan secara hipotetik dan empirik berdasarkan lapangan. Adapun data
yang akan didapat, dikategorisasikan dengan kategori rendah, sedang, tinggi, dan juga sangat tinggi. Menurut Azwar, (2013) statistik hipotetik dapat diperoleh melalui perhitungan manual menggunakan rumus berikut:
Tabel 1. Statistik Hipotetik
Statistika
|
Rumus |
Xmin |
= Skor item terendah x Σ item |
Xmax |
= Jumlah
item x maximal item |
Mean (μ) |
= ½ (Xmax + Xmin) |
Standar Deviasi (σ) |
= ⅙ (Xmax - Xmin) |
Berikut
merupakan langkah-langkah perhitungan yang dilakukan untuk menentukan kategorisasi skala kebermaknaan hidup:
Jumlah Item =
32
Nilai Skala =
Sangat Sesuai : 4
Sesuai :
3
Tidak sesuai : 2
Sangat Tidak Sesuai : 1
Skor minimal skala =
32 x 1
=
32
Skor maksimal skala =
32 x 4
=
128
Range =
Xmax - Xmin
=
128 – 32
=
96
Mean (μ) =
½ (Xmax + Xmin)
=
½ (128 + 32)
=
80
Standar Deviasi (σ) = ⅙ (Xmax - Xmin)
=
⅙ (128 - 32)
=
16
Dari hasil perhitungan di atas, berikut merupakan
rumus lima kategori skala kebermaknaan hidup:
Tabel 2. Kategorisasi Lima Rumus
Skala Kebermaknaan Hidup
Rentang skor |
Kategorisasi |
|
Sangat Rendah |
|
Rendah |
|
Sedang |
|
Tinggi |
105 < X |
Sangat Tinggi |
Berikut
merupakan langkah-langkah perhitungan yang dilakukan untuk menentukan kategorisasi skala dukungan sosial:
Jumlah Item =
35
Nilai Skala =
Sangat Sesuai : 4
Sesuai :
3
Tidak sesuai : 2
Sangat Tidak Sesuai : 1
Skor minimal skala =
35 x 1
=
35
Skor maksimal skala =
35 x 4
=
140
Range =
Xmax - Xmin
=
140 – 35
=
105
Mean (μ) =
½ (Xmax + Xmin)
=
½ (140 + 35)
=
87,5
Standar Deviasi (σ) = ⅙ (Xmax - Xmin)
=
⅙ (140 - 35)
=
17,5
Dari hasil perhitungan di atas, berikut merupakan
rumus lima kategori skala dukungan sosial:
Tabel 3. Skala Dukungan Sosial
Rentang skor |
Kategorisasi |
|
Sangat Rendah |
|
Rendah |
|
Sedang |
|
Tinggi |
113, 75 < X |
Sangat Tinggi |
Untuk
menentukan hasil pada data empirik, peneliti menggunakan SPSS 16.0 Windows untuk
melihat hasil perbandingan berdasarkan nilai hipotetik maupun empirik skala kebermaknaan hidup dan dukungan sosial. Berikut merupakan tabel skor data hipotetik dan empirik:
Tabel 4. Skor Data Hipotetik dan Empirik
Skala |
N |
Hipotetik
|
Empirik |
||||||
Min |
Max |
Mean |
SD |
Min |
Max |
Mean |
SD |
||
Kebermaknaan hidup |
200 |
32 |
128 |
80 |
16 |
72 |
124 |
97,15 |
11,14 |
Dukungan sosial |
200 |
35 |
140 |
87,5 |
17,5 |
63 |
140 |
101,5 |
13,5 |
Dari hasil perbandingan data hipotetik dan empirik berdasarkan skala kebermaknaan hidup dan dukungan sosial, dapat diketahui
bahwasanya nilai keduanya memiliki nilai mean hipotetik lebih kecil dibandingkan
mean empirik pada skala kebermaknaan hidup 80 < 97,15
dan dukungan sosial 87,5
< 101,5 yang berarti tingkat kebermaknaan hidup dan dukungan sosial responden cenderung tinggi.
2. Tingkat Kategorisasi
Kebermaknaan Hidup
Berikut
merupakan tabel distribusi pada tingkat kategorisasi kebermaknaan hidup:
Tabel 5. Tingkat Kategorisasi Skala Kebermaknaan Hidup
No. |
Kebermaknaan
hidup |
Frekuensi
|
Presentase
|
1. |
Sangat Rendah |
0 |
0 % |
2. |
Rendah |
2 |
1 % |
3. |
Sedang |
44 |
22 % |
4. |
Tinggi |
96 |
48 % |
5. |
Sangat Tinggi |
58 |
29 % |
|
Jumlah |
200 |
100 % |
Berdasarkan
tabel di atas dapat diketahui bahwasanya tingkat kebermaknaan hidup pada Gen Z dengan kategorisasi rendah sebanyak 2 orang dengan presentase sebanyak 1 %, responden dengan kategorisasi sedang sebanyak 44 orang dengan presentase sebanyak 22 %, responden kategorisasi tinggi sebanyak 96 orang dengan presentase 48 % serta kategorisasi sangat tinggi sebanyak 58 orang dengan presentase 29 %.
Dari hasil jumlah
yang terhitung dalam penelitian ini sebagian besar responden yang merupakan Gen Z memiliki tingkat kebermaknaan hidup yang cukup tinggi.
Tingkat Kategorisasi Dukungan Sosial
Berikut merupakan tabel distribusi pada tingkat kategorisasi dukungan sosial:
Tabel 6. Tingkat Kategorisasi Skala Dukungan Sosial
No. |
Kebermaknaan
hidup |
Frekuensi
|
Presentase
|
1. |
Sangat Rendah |
0 |
0 % |
2. |
Rendah |
10 |
5 % |
3. |
Sedang |
70 |
35 % |
4. |
Tinggi |
86 |
43 % |
5. |
Sangat Tinggi |
34 |
17 % |
|
Jumlah |
200 |
100 % |
Berdasarkan
tabel di atas dapat diketahui bahwasanya tingkat dukungan sosial pada Gen Z dengan kategorisasi rendah sebanyak 10 orang dengan presentase sebanyak 5 %, responden dengan kategorisasi sedang sebanyak 70 orang dengan presentase sebanyak 35 %, responden kategorisasi tinggi sebanyak 86 orang dengan presentase 43 % serta kategorisasi sangat tinggi sebanyak 34 orang dengan presentase 17 %.
Dari hasil jumlah
yang terhitung dalam penelitian ini sebagian besar responden yang merupakan Gen Z memiliki tingkat dukungan sosial yang cukup tinggi.
Uji Normalitas
Dibawah
ini merupakan ringkasan tabel uji normalitas, berikut hasil ringkasan uji normalitas:
Tabel 7. Ringkasan Hasil Uji Normalitas
Asymp. Sig (Two-Tailed) |
Keterangan
|
0,322 |
Normal |
Berdasarkan
tabel ringkasan uji normalitas, diketahui bahwasanya diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,322 yang mana pada ketentuan
nilai uji one sample kolmogrof
smirnov 0,060 > 0,05 yang berarti
bahwa variabel berdistribusi normal dan layak digunakan.
Uji Linearitas
Dibawah ini merupakan
ringkasan tabel uji linearitas, berikut hasil ringkasan uji normalitas:
Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Linearitas
Variabel |
Asymp.Sig Linearity |
Keterangan |
VT & VB |
0,000 |
Linier |
Dari hasil uji linearitas pada tabel di atas, dapat diketahui
bahwasanya nilai signifikasi variabel kebermaknaan hidup dan dukungan sosial sebesar 0,000 yang dapat diartikan bahwa variabel kebermaknaan hidup dan dukungan sosial memiliki hubungan yang linier.
Uji Koefisien Determinasi
Berikut merupakan tabel hasil uji koefisien determinasi R Square:
Tabel 9. Koefisien Determinasi
R Square
Model |
R |
R Square |
1 |
0,711 |
0,506 |
Dalam
penelitian ini, didapatkan nilai 0,506 atau 50,6% pada uji R square yang berarti
kemampuan dukungan sosial sebagai variabel bebas dalam memengaruhi kebermaknaan hidup sebagai variabel terikat sebesar 50,6%.
Uji
Correlation Product Moment
Merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan hipotesis hubungan antara dua variabel. Menurut Sugiyono, (2021) dua variabel dapat dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel diikuti
variabel yang lain, baik dari arah positif
maupun arah negatif. Di bawah ini merupakan pedoman
dalam menentukan seberapa kuat korelasi
dan hasi uji correlation product moment:
Tabel 10. Pedoman Interpretasi
Koefisien Korelasi
Interval
Koefisien |
Tingkat Hubungan |
0,00 – 0,199 |
Sangat Lemah |
0,20 – 0,399 |
Lemah |
0,40 – 0, 599 |
Sedang |
0,60 – 0,799 |
Kuat |
0,80 – 1,00 |
Sangat Kuat |
Tabel 11. Uji Correlaction Product Moment
Variabel |
Sig.
(Two-Tailed) |
Pearson Moment |
R
Square |
VT & VB |
0,000 |
0,711** |
0,506 |
Dari hasil uji korelasi pada tabel di atas, dapat diketahui
bahwasanya pada variabel terikat dan variabel bebas dalam kolom
pearson moment, didapatkan angka koefisien sebesar 0,711** yang berarti besar korelasi antara skala kebermaknaan
hidup dan dukungan sosial termasuk dalam kategori tinggi. Tanda bintang dua (**) merupakan tanda bahwa terdapat
korelasi yang signifikan pada taraf signifikasi 0,000. Kemudian untuk nilai
koefisien determinasi R Square didapatkan nilai sebesar 0,506 sehingga variabel
bebas memengaruhi variabel terikat sebesar 50,6%, yang mana selebihnya
dipengaruhi oleh luar variabel. Karena di dalam kolom pearson moment tidak
terdapat tanda negatif (-), maka hubungan dukungan sosial dengan kebermaknaan
hidup berarah ke dalam hubungan positif.
Pembahasan
Dalam penelitian ini, menggunakan subjek generasi Z
yang merupakan mahasiswa dan memasuki usia dewasa awal. Seseorang yang masuk kelompok dewasa awal adalah
individu yang berusia 18 hingga 25 tahun. Apabila menggunakan istilah generasi, maka saat penelitian
ini dilakukan yang dimaksud dengan individu pada tahap dewasa awal adalah
generasi Z (Haywood & Getchell, 2024). Yang mana
kriteria ini sesuai dengan kriteria
yang disebut oleh peneliti.
Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru di mana seseorang akan dihadapkan dengan berbagai macam tantangan dan permasalahan yang apabila tidak ditangani secara efektif, tentu akan memengaruhi
kondisi mental generasi Z lebih khususnya mahasiswa (Sa’idah et al., 2022). Dari berbagai permasalahan tersebut, membuat seseorang menjadi kurang memiliki motivasi, kesadaran diri, pemaknaan tujuan hidup, serta
pemahaman etos kesuksesan yang menjadi faktor rendahnya kebermaknaan hidup (V. Hidayat, 2019).
Dari hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan karakteristik subjek berdasarkan jenis kelamin sebanyak
200 responden yang terdiri dari 47 responden laki-laki dan 153 responden perempuan yang berarti pada penelitian ini lebih banyak responden
perempuan dibandingkan responden laki-laki. Hal ini karena jenis
kelamin menjadi pembeda bagi tingkat
kebermaknaan hidup pada mahasiswa, dan perempuan memiliki tingkat kebermaknaan hidup yang lebih tinggi dibandingkan
laki-laki (Alfian & Suminar, 2003). Pada penelitian ini, usia responden sebagian besar adalah usia 18-24 tahun yang berada pada tahap usia dewasa
awal yang sedang menempuh pendidikan di perkuliahan/mahasiswa. Yang mana tingkat kebermaknaan hidup pada mahasiswa termasuk dalam kategori tinggi (Damarhadi et al., 2020).
Dari hasil data sebaran skala berdasarkan asal
instansi atau universitas, didapatkan sebanyak 87 responden berasal dari
Universitas Aisyiyah Yogyakarta, 34 responden berasal dari Universitas Negeri
Yogyakarta, 25 responden berasal dari Universitas Ahmad Dahlan, 20 responden
berasal dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 15 responden berasal dari
Universitas Gadjah Mada, 9 responden berasal dari Universitas Jendral Ahmad
Yani, 4 responden berasal dari Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, 3 responden
berasal dari UIN Sunan Kalijaga, serta masing-masing 1 responden berasal dari
Universitas Teknologi Yogyakarta, STMM MMTC Yogyakarta dan Universitas Terbuka.
Berdasarkan
penjelasan di atas, bahwasanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara dukungan sosial dengan kebermaknaan hidup pada generasi Z pada
usia dewasa awal yang merupakan mahasiswa. Hasil analisa dari nilai data
penelitian akan dijabarkan satu persatu dalam paragraf yang meliputi analisis
deskriptif berdasarkan tingkat kategorisasi variabel bebas dan variabel
terikat, uji normalitas, uji linearitas, uji koefisien determinasi serta uji
hipotesis menggunakan uji korelasi pearson product moment.
Pada hasil analisa pertama, merupakan analisis
deskriptif pada tingkat kategorisasi skala kebermaknaan hidup dengan kategori
sangat rendah didapatkan 0 frekuensi dengan presentase 0% yang mana tidak
terdapat responden yang memiliki tingkat kebermaknaan hidup yang sangat rendah.
Kemudian terdapat responden dengan kategorisasi rendah sebanyak 2 orang dengan
presentase sebanyak 1 %, responden dengan kategorisasi sedang sebanyak 44 orang
dengan presentase sebanyak 22 %, responden kategorisasi tinggi sebanyak 96
orang dengan presentase 48 % serta kategorisasi sangat tinggi sebanyak 58 orang
dengan presentase 29 %. Maka, dapat
disimpulkan dalam analisa deskriptif sebagian besar responden yang merupakan
Gen Z memiliki tingkat kebermaknaan hidup yang tinggi yang memiliki kemampuan
positif dalam menghadapi permasalahan maupun tekanan dalam hidup.
Dalam tingkat kategorisasi skala dukungan sosial pada
Gen Z dengan kategorisasi sangat rendah didapatkan 0 frekuensi dengan
presentase 0% yang mana tidak terdapat responden yang memiliki tingkat dukungan
sosial yang sangat rendah. Kemudian responden dengan kateogi rendah sebanyak 10
orang dengan presentase sebanyak 5 %, responden dengan kategorisasi sedang
sebanyak 70 orang dengan presentase sebanyak 35 %, responden kategorisasi
tinggi sebanyak 86 orang dengan presentase 43 % serta kategorisasi sangat tinggi
sebanyak 34 orang dengan presentase 17 %.
Dari hasil analisis deskriptif dapat disimpulkan bahwasanya sebagian
besar responden yang merupakan Gen Z memiliki tingkat dukungan sosial yang
tinggi yang memiliki kemampuan positif dalam menghadapi permasalahan maupun
tekanan dalam hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Bastaman, (2007) bahwasanya
faktor eksternal yang memengaruhi kebermaknaan hidup salah satunya adalah
dukungan sosial dari orang-orang terdekat. Sehingga
dukungan sosial memiliki hubungan yang positif terhadap kebermaknaan hidup. Suatu variabel dapat memiliki hubungan yang positif, apabila variabel bebas dan terikat berjalan searah yang mana semakin tinggi variabel bebas maka semakin tinggi
pula variabel bebas, begitu juga sebaliknya yang sesuai dengan hasil
dari penelitian ini bahwasanya responden mendapatkan dukungan sosial yang tinggi, sehingga membuat tingkat kebermaknaan hidup juga dalam kategori yang tinggi.
Pada hasil analisa selanjutnya merupakan uji
normalitas. Berdasarkan uji normalitas, didapatkan nilai signifikasi sebesar
0,322. Menurut Sugiyono, (2019) pada uji
normalitas jika nilai signifikansi > 0,05 maka data berdistribusi normal,
namun apabila nilai < 0,05 maka data tersebut dikatakan tidak berdistribusi
normal. Nilai statistika yang didapatkan adalah 0,322 yang berarti nilai
signifikasi 0,322 > 0,05 yang berarti data kebermaknaan hidup dan dukungan
sosial menunjukkan data berdistribusi normal.
Selanjutnya merupakan uji linearitas. Menurut Azwar, (2018) uji
linearitas berfungsi untuk mengetahui adanya atau tidak suatu hubungan yang
linear antara variabel terikat (kebermaknaan hidup) dan variabel bebas
(dukungan sosial). Ketentuan pengambilan keputusan uji linearitas ini dengan
melihat nilai signifikansi linearity jika nilai signifikansi linearity <
0.05 maka data dikatakan linear, sebaliknya jika nilai signifikansi linearity
> 0.05 maka data dikatakan tidak linear. Dari hasil uji statistika
berdasarkan uji linearitas menunjukkan nilai signifikasi sebesar 0,000 <
0,05 yang menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah linear.
Seanjutnya
merupakan uji hipotesis
correlation product moment. Pada penelitian ini, diperoleh hasil signifikasi sebesar 0,000 yang mana variabel dukungan sosial dan kebermaknaan hidup memiliki hubungan yang signifikan. Pada uji correlation product moment diperoleh nilai sebesar 0,711** yang berarti besar hasil interval koefisien serta tingkat hubungan skala dukungan sosial dan skala kebermaknaan hidup pada generasi Z memiliki thubungan yang kuat dan positif karena tidak adsanya tanda
negatif (-) pada kolom tabel pearson product moment serta diperkuat pada analisis deskriptif yang menunjukkan bahwasanya variabel bebas maupun terikat mendapatkan nilai yang sangat tinggi. Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis
yang dibuat oleh peneliti.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
terdahulu oleh Hayyu (2015)
dengan judul Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Kebermaknaan Hidup
Pada Penyandang Tuna yang menggunakan
subjek penyandang tuna rungu, menghasilkan adanya hubungan positif antara dukungan sosial dan kebermaknaan hidup yang menunjukkan koefisien korelasi memiliki nilai 0,477 dengan signifikasi sebesar 0,000
(<0,05) yang membuktikan bahwa
terdapat hubungan positif antara antara dukungan sosial terhadap kebermaknaan hidup.
Selanjutnya
merupakan uji koefisien determinasi R Square untuk mengetahui kemampuan variabel dukungan sosial dalam memengaruhi
variabel kebermaknaan hidup. Pada penelitian ini, diperoleh nilai R Square sebesar 0,506 yang
apabila dipresentasekan menjadi sebesar 50,6% yang berarti kemempuan variabel dukungan sosial dalam memengaruhi
variabel kebermakanaan hidup sebesar 50,6% dan 49,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak dijelaskan pada penelitian ini. Hal ini memperkuat penelitian sebelumnya oleh Mony et al., (2021)
yang mana pada penelitian tersebut
dihasilkan koefisien korelasi senilai 0,477 dengan signifikasi sebesar 0,000 (<0,05) yang menunjukkan
adanya hubungan positif antara variabel dukungan sosial dan kebermaknaan hidup. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan kebermaknaan hidup, sehingga semakin tinggi tingkat dukungan sosial, semakin tinggi pula tingkat kebermaknaan hidupnya.
Dari hasil penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya skala dukungan sosial dan skala kebermaknaan hidup memiliki hubungan positif dan signifikasi yang kuat. Untuk itu, semakin
besar tingkat dukungan sosial seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kebermaknaan hidupnya. Begitu juga sebaliknya apabila tingkat dukungan sosial seseorang rendah, maka akan
semakin rendah pula tingkat kebermaknaan hidupnya.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwasanya sebagian besar responden dalam variabel kebermaknaan hidup memiliki tingkat kebermaknaan hidup dengan kategorisasi
rendah sebanyak 2 orang dengan presentase sebanyak (1 %), responden dengan kategorisasi sedang sebanyak 44 orang dengan presentase sebanyak (22 %), responden kategorisasi tinggi sebanyak 96 orang dengan presentase (48 %) serta kategorisasi sangat tinggi sebanyak 58 orang dengan presentase (29 %).
Maka dapat disimpulkan
bahwasanya sebagian besar Gen Z yang merupakan mahasiswa di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki
tingkat kebermaknaan hidup yang tinggi sehingga dapat berfungsi dengan baik ketika digunakan
untuk menghadapi berbagai tekanan dan permasalahan di dalam kehidupannya. Dalam variabel dukungan sosial, responden yang memiliki kategorisasi rendah
sebanyak 10 orang dengan presentase sebanyak (5 %), responden dengan kategorisasi sedang sebanyak 70 orang dengan presentase sebanyak (35 %), responden kategorisasi tinggi sebanyak 86 orang dengan presentase (43 %) serta kategorisasi sangat tinggi sebanyak 34 orang dengan presentase (17 %).
Untuk
itu, dapat disimpulkan bahwasanya sebagian besar Gen Z yang merupakan mahasiswa di Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki tingkat
dukungan sosial yang tinggi sehingga dapat berfungsi dengan baik ketika
digunakan untuk menghadapi berbagai tekanan dan permasalahan di dalam kehidupannya. Hubungan antara variabel dukungan sosial dan kebermaknaan hidup memperoleh jumlah nilai statistika
yang signifikan yaitu 0,000
< 0,05 dengan nilai koefisien korelasi sejumlah 0,711** yang berarti variabel dukungan sosial dan kebermaknaan hidup memiliki koefisien korelasi yang kuat. Variabel dukungan sosial dan dukungan sosial memiliki arah hubungan
yang positif sehingga dapat diasumsikan bahwasanya semakin tinggi tingkat dukungan sosial maka semakin tinggi
pula tingkat kebermaknaan hidup Gen Z yang merupakan mahasiswa di Daerah IstimewaYogyakarta.
Pada hasil uji R Square diperoleh
nilai statistika sejumlah 0,506 atau 50,6% yang berarti dukungan sosial sebagai variabel bebas dalam memengaruhi kebermaknaan hidup sebagai variabel terikat sebanyak 50,6% sedangkan 49,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwasanya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Hal ini ditunjukkan dengan adanya hubungan positif dan signifikan antara variabel dukungan sosial dan kebermaknaan hidup pada Gen Z
yang merupakan mahasiswa di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Yang mana, semakin tinggi tingkat dukungan sosial pada Gen Z, maka semakin tinggi
pula tingkat kebermaknaan hidupnya.
BIBLIOGRAFI
Alfian, I. N.,
& Suminar, D. R. (2003). Perbedaan tingkat kebermaknaan hidup remaja akhir
pada berbagai status identitas ego dengan jenis kelamin sebagai kovariabel
(penelitian terhadap mahasiswa madura di Surabaya). Insan Media Psikologi,
5(2), 87–109.
Apriando, F. (2021). Pemuda Sebagai ‘Agent Of Change.’ KOMPASIANA.
Last Modified.
Azwar, S. (2013). Metode penelitian (Edisi ke-1). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2018). Metode penelitian psikologi edisi II.
Bastaman, H. D. (2007). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan
makna hidup dan meraih hidup bermakna, Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Bukhori, A., Yanti, A. R., & Rahmawati, A. (2023).
Penerapan Mindfulness Training sebagai Upaya dalam Mengurangi Psychological
Distress pada Generasi Z. Proceedings of Annual Guidance and Counseling
Academic Forum, 1–9.
Caltabiano, M., Byrne, D. G., & Sarafino, E. P. (2008). Health
Psychology: Biopsychosocial Interactions, Second Australasian Edition. John
Wiley & Sons.
Damarhadi, S., Junianto, M., Indasah, S. N., &
Situmorang, N. Z. (2020). Kebermaknaan hidup pada mahasiswa rantau di
Indonesia. Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi, 22(2), 110–117.
Fauzi, F. I., & Tarigan, F. N. (2023). Strawberry
Generation: Keterampilan Orangtua Mendidik Generasi Z. Jurnal Consulenza:
Jurnal Bimbingan Konseling Dan Psikologi, 6(1), 1–10.
Frankl, V. E. (2022). Seni Penyembuhan Diri. IRCISOD.
Gulo, R. P. (2023). Peran Generasi Z dalam Mengekspansi
Misiologi di Era Society 5.0. Jurnal Teologi Dan Pendidikan Kristen, 2(1),
132–137.
Gutfreund, J. (2016). Move over, Millennials: Generation Z is
changing the consumer landscape. Journal of Brand Strategy, 5(3),
245–249.
Hanapi, I., & Agung, I. M. (2018). Dukungan sosial teman
sebaya dengan self efficacy dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa. Jurnal
RAP (Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri Padang), 9(1), 37–45.
Handayani, I. (2019). Konsep Bimbingan dan Konseling
Pribadi-Sosial dalam Pengembangan Positive Mental Attitude Generasi Z. NALAR:
Jurnal Peradaban Dan Pemikiran Islam, 3(1), 51–63.
Hasan, S. A., Handayani, M. M., & Psych, M. (2014).
Hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri siswa
tunarungu di sekolah inklusi. Jurnal Psikologi Pendidikan Dan Perkembangan,
3(2), 128–135.
Haywood, K., & Getchell, N. (2024). Life span motor
development. Human kinetics.
Hayyu, A., & Mulyana, O. P. (2015). Hubungan antara
dukungan sosial dan kebermaknaan hidup pada penyandang tuna. Jurnal
Psikologi Teori Dan Terapan, 5(2), 111–118.
Hidayat, A., & Yuliah, N. (2018). The effect of good
corporate governance and tax planning on company value. EAJ (Economics and
Accounting Journal), 1(3), 234–241.
Hidayat, V. (2019). Kebermaknaan hidup pada mahasiswa
semester akhir. Jurnal Psikologi Integratif, 6(2), 141–152.
Kasali, R. (2017). Strawberry Generation; Mengubah
Generasi Rapuh Menjadi Generasi Tangguh.
Kurnia, P., Rahmadani, R. Z., Meychie, M., & Aulia, P.
(2024). Pengaruh Outbound Management Training Terhadap Kebahagiaan Anak Panti
Asuhan Darul Ma’arif, Sumatera Barat. Afeksi: Jurnal Psikologi, 3(2),
183–190.
Latipah, N. (2014). Metode penelitian psikologi.
Penerbit Deepublish.
Mony, W., Kardo, R., & Adison, J. (2021). Hubungan
Dukungan Sosial dengan Kebermaknaan Hidup pada Penyandang Tuna Netra di Panti
Sosial Bina Netra” Tuah Sakato” Padang. Jurnal Pendidikan, 5(1),
320–326.
Napitupulu, L., Nashori, F., & Kurniawan, I. N. (2007).
Pelatihan adversity intelligence untuk meningkatkan kebermaknaan hidup remaja
panti asuhan. Psikologika: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 12(23),
43–56.
Putri, V. N., Ifdil, I., Yusri, Y., & Yendi, F. M.
(2020). Profil Kebermaknaan Hidup Siswa Membolos. Jurnal Aplikasi IPTEK
Indonesia, 4(2), 126–135.
Putri, Y. S. C. (2020). Kebermaknaan Hidup dan Orientasi Masa
Depan Pada Wanita Dewasa Awal yang Pernah Mengalami Kehamilan Pranikah. Psikoborneo,
8(3), 329–341.
Qomariah, N., & Santi, D. E. (2021). Gambaran
Kebermaknaan Hidup Pelaku Non-Suicidal Self-Injury (NSSI). Seminar Nasional
Psikologi Dan Ilmu Humaniora (SENAPIH), 1(1), 424–429.
Sa’idah, I., Aisa, A., Fakhriyani, D. V., & Wahyuningrum,
S. R. (2022). DPR (Dengar Pahami Rangkul): community-based intervention untuk
meningkatkan kesehatan mental mahasiswa generasi Z di kelurahan Lawangan Daya
kecamatan Pademawu kabupaten Pamekasan. PERDIKAN (Journal of Community
Engagement), 4(2), 85–93.
Safitri, N. A. (2022). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Tingkat Stres Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa. Jurnal Sudut Pandang, 2(12),
130–136.
Siddik, I. N., Oclaudya, K., Ramiza, K., & Nashori, F.
(2019). Kebermaknaan Hidup Odha Ditinjau Dari Ikhlas Dan Dukungan Social. Psikoislamedia:
Jurnal Psikologi, 3(1).
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kuantitaif,
Kualitatif, R&D. Alfabeta.
Sugiyono, S., & Lestari, P. (2021). Metode penelitian
komunikasi (Kuantitatif, kualitatif, dan cara mudah menulis artikel pada jurnal
internasional). Alvabeta Bandung, CV.
Susana, T. (2012). Kesetiaan pada panggilan di era digital. Jurnal
Orientasi Baru, 21(1), 55–78.
Utomo, R. H. R. P., & Meiyuntari, T. (2015). Kebermaknaan
hidup, kestabilan emosi dan depresi. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia,
4(03).
Copyright
holder: Inayatul Latifah, Komarudin (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |