Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
11, November 2024
HUBUNGAN ANTARA INSECURE ATTACHMENT DENGAN KEMATANGAN
EMOSI PADA MAHASISWA KENDARI
Arina Fathima Az-Zahra1, Komarudin2
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta,
Indonesia1,2
Email: [email protected]1
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis hubungan antara insecure
attachment dan kematangan emosi
pada mahasiswa di Kendari. Pendekatan
kuantitatif digunakan dengan melibatkan 381 responden yang dipilih melalui teknik purposive sampling
dari berbagai perguruan tinggi. Data dikumpulkan menggunakan skala pengukuran insecure
attachment dan kematangan emosi,
kemudian dianalisis dengan metode statistik
deskriptif dan inferensial.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas mahasiswa memiliki tingkat insecure attachment tinggi
dan kematangan emosi rendah. Analisis korelasi menunjukkan hubungan negatif yang signifikan antara insecure
attachment dan kematangan emosi
dengan nilai koefisien -0,709** (p < 0,05). Artinya,
semakin tinggi insecure
attachment, semakin rendah tingkat kematangan emosi. Variabel insecure
attachment memengaruhi kematangan
emosi sebesar 50,2% (R² =
0,502), sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain seperti lingkungan, usia, dan pola asuh. Temuan ini
mengindikasikan bahwa mahasiswa dengan insecure
attachment mengalami kesulitan
dalam mengelola emosi, membangun hubungan interpersonal, dan beradaptasi
dengan lingkungan. Oleh karena itu, intervensi
berupa pelatihan regulasi emosi, konseling, dan penguatan dukungan sosial diperlukan untuk meningkatkan kematangan emosi mahasiswa. Penelitian ini memberikan kontribusi signifikan dalam memahami dinamika insecure
attachment dan kematangan emosi
sebagai faktor penting dalam kesejahteraan
psikologis mahasiswa.
Kata Kunci : insecure attachment,
kematangan emosi, mahasiswa, Kendari, hubungan negatif
Abstract
This study aims to analyze the relationship between
insecure attachment and emotional maturity among university students in
Kendari. A quantitative approach was applied, involving 381 respondents
selected through purposive sampling from various universities. Data were
collected using measurement scales for insecure attachment and emotional
maturity and analyzed through descriptive and inferential statistical methods.
The findings revealed that the majority of students exhibited high levels of
insecure attachment and low levels of emotional maturity. Correlation analysis
indicated a significant negative relationship between insecure attachment and
emotional maturity, with a coefficient of -0.709** (p < 0.05). This implies
that higher levels of insecure attachment correspond to lower levels of
emotional maturity. Insecure attachment accounted for 50.2% (R² = 0.502) of the
variance in emotional maturity, with the remainder influenced by other factors
such as environment, age, and parenting styles. These results suggest that
students with insecure attachment face challenges in managing emotions,
building interpersonal relationships, and adapting to their surroundings.
Interventions such as emotional regulation training, counseling, and enhanced
social support are recommended to improve students' emotional maturity. This
study significantly contributes to understanding the dynamics of insecure
attachment and emotional maturity as crucial factors in students' psychological
well-being.
Keywords: nsecure attachment,
emotional maturity, students, Kendari, negative correlation
Pendahuluan
Mahasiswa
adalah individu yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau universitas. Mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan pada
bidang studi yang di pilih (Khairun & Al Hakim, 2019). Selain akademik, mahasiswa juga dituntut beradaptasi dengan lawan jenis dan orang dewasa dalam menjalin
hubungan sosial di masyarakat. Selama masa ini interaksi sosial
antara mahasiswa dengan masyarakat sangatlah jelas, mengingat kondisi lingkungan yang dapat berubah-ubah, mengharuskan mahasiswa untuk menyesuaikan diri dengan berbagai macam situasi (Wyness, 2019). Dalam proses itu, mahasiswa akan mengalami berbagai perubahan dan tantangan dalam kehidupan mereka. Salah satu perubahan yang dialami mahasiswa adalah perubahan emosi yang diikuti dengan perubahan fisik serta perkembangan psikis yang beragam (Arnett, 2000).
Perubahan emosi pada mahasiswa merupakan hal yang wajar dan dapat terjadi dalam
berbagai periode kehidupan mereka. Salah satu periode kehidupan
emosi yang sangat menonjol,
yakni pada masa mahasiswa adalah saat mereka
mengalami transisi dari sekolah menengah
atas ke perguruan
tinggi (Parnawi, 2021). Oleh karena itu banyak
perbuatan atau tingkah laku mahasiswa
yang kadang-kadang sulit dimengerti atau diterima dengan pikiran yang baik, misalnya dengan kurang peka terhadap
perasaan dan kebutuhan
orang lain, sehingga sulit bagi mereka untuk
memberikan dukungan dan empati yang diperlukan dalam hubungan sosial (Sunarty & Mahmud, 2016). Keberhasilan dalam menjalin hubungan dengan orang lain merupakan salah satu ciri mahasiswa yang sudah mempunyai kematangan emosi (Muawanah & Pratikto, 2012). Mahasiswa yang seringkali murung serta mempunyai
kematangan emosi rendah seringkali menerima penolakan oleh
orang-orang sekitarnya, sementara
mahasiswa dengan kematangan emosi tinggi akan lebih
diterima oleh orang-orang disekitarnya
(Santrock et al., 2014). Mahasiswa dengan kematangan emosi tinggi akan mudah
mengatur ekspresi emosinya, dalam arti membangkitkan emosi yang kuat serta dapat
mampu mengendalikan informasi yang dipahami maupun yang disampaikan kepada orang lain (Noktaviani, 2020).
Menurut
Parnawi, (2021) mahasiswa yang memiliki kematangan emosi, yaitu mahasiswa yang dapat menilai situasi
secara kritis terlebih dahulu, sebelum bertindak, tidak lagi bereaksi
tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang belum matang emosinya,
memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosinya dengan tepat atau sesuai
dengan keadaan yang dihadapinya sehingga lebih mampu beradaptasi
karena dapat menerima beragam orang dan situasi serta memberikan
reaksi yang tepat sesuai dengan tuntutan
yang dihadapinya. Mahasiswa
yang belum memiliki kematangan emosi, dapat di lihat dari perilakunya yang cenderung impulsif, kurang peduli akan
orang lain serta kurangnya
rasa tanggung jawab dan mudah frustrasi. Oleh karena itu, penting
untuk memahami kematangan emosi pada mahasiswa dan bagaiamana hal itu bisa
mempengaruhi kesejahteraan mahasiswa (Umami, 2019).
Pernyataan tersebut didukung oleh data wawancara yang
dilakukan oleh peneliti terhadap mahasiswa yang memiliki kematangan emosi rendah, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa subjek yang memiliki usia mulai dari
18 – 24 tahun
dan memiliki jenis kelamin perempuan atau laki-laki, masing-masing subjek berasal dari Universitas yang ada di
Kendari, 2 dari Universitas Haluoleo
Kendari, 2 dari Stikes
Mandala Waluya Kendari, 1 dari
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari,1 dari Universitas Muhammadiyah Kendari, dan 1 dari Politeknik Bina Husada Kendari.
Tabel 1. Data Narasumber
No |
Nama (inisial) |
Usia |
Perguruan Tinggi |
Hasil |
1. |
F |
21 |
Universitas Haluoleo
Kendari |
Gampang menyerah karena merasa tidak puas dengan
diri sendiri dan kemampuan yang dimiliki sehingga sering membandingkan diri dengan orang lain. |
2. |
R |
21 |
Universitas Haluoleo
Kendari |
Kesulitan dalam mengelola emosi, mudah meluapkan emosinya pada situasi yang tidak tepat, mudah sedih dan juga frustasi |
3. |
A |
20 |
Stikes Mandala Waluya Kendari |
Sulit untuk berfikir positif serta kurang memiliki kepercayaan dalam membangun hubungan interpersonal, sering merasa bahwa orang lain akan mengecewakan dan menyakiti. |
4. |
J |
18 |
Stikes Mandala Waluya Kendari |
Sering khawatir dan takut akan ditinggalkan
sehinnga terlalu bergantung pada orang lain untuk
memenuhi kebutuhan emosionalmya. |
5. |
A |
21 |
Universitas Muhammadiyah Kendari |
Sering memiliki pandangan negatif tentang diri sendiri, merasa tidak cukup baik,
atau merasa tidak layak untuk
mendapatkan cinta dan perhatian dari orang lain. |
6. |
L |
19 |
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari |
Sering kesulitan untuk mengungkapkan kebutuhan dan perasaan dengan
cara yang sehat, sehingga seringkali menyebabkan kesalahpahaman dan konflik
dalam hubungan. |
7. |
W |
22 |
Politeknik Bina Husada Kendari |
Takut akan penolakan dan ditinggalkan sehingga bertindak dengan cara yang terkadang kontraproduktif, seperti terlalu melekat dan menuntut. |
Diketahui
bahwasanya mahasiswa kurang dapat memiliki
aspek menerima apa adanya diri
sendiri dan orang lain, tidak
impulsif, emosi terkontrol, berfikir objektif, dan bertanggung jawab. Sehingga mereka memiliki perasaan ketidakpuasan akan diri individu
dan kemampuan yang dimiliki,
sering membandingkan diri dengan orang lain, kurangnya rasa percaya diri, kesulitan dalam mengelola emosi, mudah meluapkan
emosinya pada situasi yang tidak tepat, mudah
sedih dan juga frustasi serta sulit untuk
berpikir positif dan kurang memiliki kepercayaan dalam melakukan hubungan
interpersonal. Hal tersebut
menjadikan mereka memiliki tingkat kematangan emosi rendah, sehingga perlu adanya attachment dalam meningkatkan kematangan emosi agar dapat menerima apa adanya, tidak
impulsif, emosi terkontrol, berfikir objektif, pengertian, dan bertanggung jawab. Dalam wawancara tersebut mencakup aspek- aspek kematangan
emosi.
Dengan wawancara subjek sebanyak tujuh mahasiswa yang berada di Kendari, memperlihatkan
bahwasanya tujuh mahasiswa tersebut ketika dihadapkan oleh situasi yang memunculkan emosi negatif, maka emosi negatif
tersebut akan di tunjukkan secara langsung tanpa mempertimbangkan waktu serta tempat yang tepat guna mengekspresikan
emosinya. Hal ini menunjukkan bahwa
kematangan emosi pada mahasiswa yang berada di Kendari masih belum stabil.
Sejalan dengan hasil penelitian tentang hubungan antara kematangan emosi dengan agresivitas pada remaja Annisavitry, (2017) dengan subjek penelitian berjumlah 269 orang
yang didapatkan hasil 92 orang atau 34% dari jumlah sampel memiliki kematangan
emosi rendah. Dari penelitian tersebut, bisa disimpulkan bahwasannya masih
banyak remaja yang belum mempunyai kematangan emosi yang baik. Hasil penelitian
berikutnya mengenai hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan
memaafkan pada remaja akhir Paramitasari, (2012) dengan
subjek penelitian berjumlah 121 orang yang mencakup 72 remaja perempuan serta
49 remaja laki-laki didapatkan hasil sejumlah 35 orang atau 28,03% dari jumlah
sampel memiliki kematangan emosi rendah, selanjutnya ada 5 orang atau 4,13%
yang memiliki kematangan emosi sangat rendah.
Dari hasil
wawancara yang dilakukan peneliti serta data penelitian sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa individu yang telah matang emosinya, dikatakan telah dapat
mengontrol diri dengan baik, mampu mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi,
berhasil mengatasi konflik dengan cara yang sehat dan keadaan yang tepat
sehingga memudahkan dalam beradaptasi, maka ia akan mencapai kematangan emosi
dalam memahami dan menerima diri sendiri (Wyness, 2019). Namun
dari hasil hasil wawancara diatas masih berada pada tahap emosi yang masih
belum matang, karena belum mampu mengontrol diri dengan baik, dan mampu
mengekspresikan emosinya sesuai dengan situasi, oleh karena itu rmahasiswa
tersebut harus belajar agar memperoleh gambaran mengenai situasi-situasi yang
dapat menimbulkan reaksi terhadap apa yang dirasakan.
Menurut Mu’awwanah, (2017) insecure
attachment adalah perasaan tidak aman yang membuat individu merasa tidak
percaya diri, merasa takut, cemas, dan mengalami kesulitan dalam membentuk
hubungan yang sehat dan mendapatkan dukungan sosial yang memadai. Hal ini
dipicu oleh rasa tidak puas dan tidak yakin akan kapasitas diri sendiri (Allen et al., 2003). Individu
dengan insecure attachment akan mengalami kesulitan dalam menenangkan diri
sendiri, mengatasi emosi negatif, atau mengelola stres. Hal ini akan
mempengaruhi kemampuan individu dalam menjaga stabilitas emosi dan menghadapi
situasi yang menegangkan (Lee & Hankin, 2009)..
Insecure attachment pada masa kanak-kanak dapat
berdampak signifikan pada perkembanan emosional dan psikologis seseorang di
masa dewasa (Holmes, 2014). (Zeigler-Hill & Shackelford, 2020)mengatakan
mahasiswa dengan insecure attachment akan mengalami kesulitan dalam membentuk
dan mempertahankan
hubungan dewasa yang bermakna dengan orang lain, karena mengalami
kesulitan dalam mengembangkan ikatan yang mendalam. Kelekatan
orang dewasa memiliki dua dimensi dasar, yaitu persepsi diri baik positif
maupun negatif dan pendapat orang lain baik positif maupun negatif (Barholomew dan Horowitz 1991). Mikulincer
dan Goodman (2006) menyatakan bahwa
insecure attachment adalah pola
kerja berpikir negatif seseorang yang pantas mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang lain.
Dalam
konteks akademik, mahasiswa dengan insecure
attachment akan mengalami kesulitan dalam mengatasi tekanan dan stres yang terkait dengan tuntutan akademik, mahasiswa cenderung menghindari konflik atau mengalami
kesulitan dalam meminta bantuan saat sedang menghadapi
kesulitan (Rosenberg,1992). Menurut
hurlock (2019) lingkungan sosial yang kurang mendukung dan kurangnya sumber daya sosial
dapat mengakibatkan pembentukan insecure attachment, ketika
individu tidak memiliki akses kepada dukungan sosial yang memadai, termasuk dukungan dari keluarga, teman, atau masyarakat,
mahasiswa akan mengalami kesulitan dalam membentuk attachment yang aman dan mendapatkan dukungan emosional sehingga berpengaruh pada
insecure attachment (Friedman et al., 2010). Insecure
Attachment berkembang melalui
serangkaian proses yang ditentukan
oleh perubahan kognitif
yang disebabkan oleh pikiran
negatif dan perubahan dalam interaksi dengan caregiver atau lingkungan sekitar (WIDAWATI, 2013). Hal ini akan membuat
mahasiswa mengalami masalah dalam hubungan
emosionalnya (Santrock, 2003). Sejalan dengan hasil penelitian tentang The Influence of Insecure Attachment to Parents
on Adolescents’ Suicidality (Leben novak dkk, 2023) hasil penelitian menunjukkan 217 pasien rawat inap
remaja yang memiliki risiko tertinggi untuk melakukan perilaku bunuh diri dan dirawat di Unit Psikiatri Intensif Anak dan Remaja. Rasio peluang
percobaan bunuh diri dua kali lebih tinggi pada remaja yang mengalami insecure attachment terhadap
ayahnya dibandingkan dengan remaja yang mengalami insecure attachment terhadap
ibunya. Hasil ini menegaskan pentingnya keterikatan, terutama keterikatan ayah, dalam mengembangkan kecenderungan bunuh diri selama
masa remaja.
Berdasarkan
penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwasannnya mahasiswa memiliki Kematangan Emosi rendah yang di akibatkan oleh insecure attachment. Jika mahasiswa memiliki insecure
attachment, ini dapat mempengaruhi cara mereka mengatur emosi dan berinteraksi dengan orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat hubungan antara insecure attachment dengan
kematangan emosi pada mahasiswa Kendari. Dengan tujuan penelitian tersebut, peneliti mengangkat judul penelitian dengan judul “Hubungan Antara Insecure
attachment Dengan Kematangan
Emosi Pada Mahasiswa
Kendari”.
Metode Penelitian
Penelitian berikut ialah penelitian korelasional.
Penelitian korelasional ialah penelitian yang bertujuan guna mengidentifikasi
derajat hubungan antara dua variabel, tanpa melakukan suatu perubahan apapun
pada data yang sudah didapat (Arikunto, 2006). Penelitian berikut mempergunakan
pendekatan kuantitatif yakni penelitian yang berupa angka-angka serta diolah
mempergunakan analisis statistik (Sugiyono, 2013). Dalam hal ini,
peneliti ingin mencari tahu ada tidaknya hubungan antara insecure attachment
dengan kematangan emosi mahasiswa Kendari.
Populasi penelitian merupakan subjek yang memiliki ciri tertentu
dan dapat digeneralisasikan
(Sugiyono, 2021). pengertian populasi penelitian adalah kumpulan subjek dikenai generalisasi temuan penelitian (Saifuddin, 2020). Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa
yang berusia 18-24 tahun. Alasan peneliti memilih populasi di Kendari karena Kendari adalah salah satu kota pendidikan
di indonesia, dengan banyak perguruan tinggi dan universitas termuka.
Hal ini memudahkan peneliti untuk mengumpulkan sampel yang representatif dan mencakup variasi yang cukup dalam hal insecure attchment dan kematangan emosi. Dalam penelitian
ini jumlah populasi mahasiswa aktif di Kendari sebanyak 8328 mahasiswa yang terakhir di update
pada tahun 2022 oleh Badan Pusat Statistik
(BPS).
Sampel adalah bagian dari populasi,
sehingga sangat penting untuk mendapatkan sampel yang bukan sekedar bagian dari populasi agar generalisasi kesimpulannya akurat karena sampel
merupakan representatif dari populasi (Saifuddin, 2020). Pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan Metode Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan jenis non probability sampling dengan
teknik purposive sampling. Menurut
Sugiyono, (2020) Non probability sampling merupakan
teknik pengambilan sampel dengan tidak
memberi peluang atau kesempatan yang sama kepada setiap
anggota populasi saat akan dipilih
sebagai sampel. Sedangkan teknik purposive
sampling menurut Sugiyono
(2017) adalah pengambilan sampel dengan menggunakan
beberapa pertimbangan tertentu sesuai dengan kriteria yang diinginkan untuk dapat menentukan jumlah sampel yang akan diteliti peneliti
memilih teknik ini karena pengambilan
anggota sampel dari populasi dilakukan
secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi
tersebut, serta menghemat waktu, tenaga dan biaya. (Sugiyono, 2017). Sehingga dalam Machali diperoleh
sampel sebanyak 381,472904
dan dibulatkan menjadi 381
orang (Responden).
Hasil dan Pembahasan
Analisis Deskriptif
Menurut
Azwar (2022) analisis deskriptif bertujuan untuk mnegetahui nilai mean hipotetik dan mean empirik sehingga data dapat dibandingkan secara hipotetik dan empirik berdasarkan lapangan. Data yang didapat akan dikategorisasikan
dengan kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Statistik hipotetik diperoleh melalui perhitungan manual dengan menggunakan rumus (Azwar, 2022):
Tabel 2. Statistik Hipotetik
Statistika |
Rumus |
Xmin |
= Skor item terendah x Σ item |
Xmax |
= Jumlah item x maximal item |
Mean (μ) |
= ½ (Xmax + Xmin) |
Standar Deviasi (σ) |
= ⅙ (Xmax - Xmin) |
Langkah-langkah perhitungan yang dilakukan untuk menentukan kategorisasi skala Kematangan Emosi:
Jumlah Item =
29
Nilai Skala =
Sangat Sesuai : 4
Sesuai : 3
Tidak
Sesuai : 2
Sangat
Tidak Sesuai : 1
Skor minimal skala =
29 x 1
=
29
Skor maksimal skala =
29 x 4
=
116
Range = Xmax - Xmin
= 116 - 29
= 87
Mean (μ) =
½ (Xmax + Xmin)
=
½ (116 + 29)
=
72,5
Standar Deviasi (σ) = ⅙ (Xmax - Xmin)
=
⅙ (116 - 29)
=
14,5
Berdasarkan perhitungan di atas untuk rumus lima
kategori skala kematangan emosi, sebagai berikut:
Tabel 3. Kategorisasi Lima Rumus
Skala kematangan emosi
Rentang Skor |
Kategorisasi |
X < 50,25 |
Sangat Rendah |
50,75 < X
< 65,25 |
Rendah |
65,25 < X
< 79,75 |
Sedang |
79,75 < X
< 94,25 |
Tinggi |
95 < X |
Sangat Tinggi |
Berikut
perhitungan untuk menentukan kategorisasi skala insecure attachment :
Jumlah
Item = 34
Nilai Skala =
Sangat Sering : 4
Cukup
Sering :
3
Kadang-kadang :
2
Tidak Pernah : 1
Skor minimal skala = 34 x 1
=
34
Skor maksimal skala = 34 x 4
=
136
Mean (μ) =
½ (Xmax + Xmin)
=
½ (134+ 34)
=
84
Standar
Deviasi (σ) =
⅙ (Xmax - Xmin)
=
⅙ (134 - 34)
=
16,6
Berdasarkan
perhitungan di atas untuk rumus lima kategori skala insecure
attachment, sebagai berikut:
Tabel 4. Kategorisasi Lima Rumus
Skala Insecure Attachment
Rentang Skor |
Kategorisasi |
X < 59,1 |
Sangat Rendah |
59,1 < X <
75,7 |
Rendah |
75,7 < X
< 92,3 |
Sedang |
93,3 < X <
108,9 |
Tinggi |
108,9 < X |
Sangat Tinggi |
Pada data empirik untuk menentukan hasilnya, peneliti menggunakan SPSS 16.0 Windows untuk
melihat hasil dari perbandingan nilai hipotetik dan nilai empirik skala
kematangan emosi dan
insecure attachment:
Tabel 5. Skor Data Hipotetik
dan Empiri
Skala |
N |
Hipotetik |
Empirik |
||||||
Min |
Max |
Mean |
SD |
Min |
Max |
Mean |
SD |
||
Kematangan Emosi |
381 |
29 |
116 |
72,5 |
14,5 |
43 |
85 |
61,6 |
8,1 |
Insecure Attachment |
381 |
34 |
136 |
84 |
16,6 |
70 |
134 |
102,1 |
15,4 |
Berdasarkan
perbandingan data hipotetik
dan data empirik dari kedua skala, diketahui
pada skala kematangan emosi memiliki nilai mean hipotetik lebih besar dibandingkan
nilai mean empirik (72,5
> 61,6 ) sehingga dapat di katakan bahwa kematangan emosi responden cenderung rendah. Sedangkan pada skala insecure
attachment memiliki nilai
mean hipotetik lebih kecil dari pada mean empirik ( 84 < 102,1) sehingga dapat dikatakan insecure
attachment responden cenderung
tinggi.
Tingkat Kategorisasi Kematangan Emosi
Pada tabel di bawah ini merupakan distribusi tingkat kategorisasi kematangan emosi:
Tabel 6. Tingkat Kategorisasi Skala Kematangan Emosi
Kematangan Emosi |
Frekuensi |
Persentase |
|
1. |
Sangat Rendah |
66 |
17,3% |
2. |
Rendah |
160 |
42% |
3. |
Sedang |
150 |
39,4% |
4. |
Tinggi |
5 |
1,3% |
5. |
Sangat Tinggi |
0 |
0% |
|
Jumlah |
|
100% |
Pada tabel diatas dapat diketahui
bahwa tingkat kematangan emosi terhadap mahasiswa Kendari terdapat 66 mahasiswa yang termasuk dalam kategorisasi Sangat rendah dengan persentase 17%, sebanyak 160 mahasiswa termasuk kategorisasi rendah dengan persentase
42%, sebanyak 150 mahasiswa
termasuk kategorisasi sedang dengan persentase
39%, sebanyak 5 mahasiswa termasuk kategorisasi tinggi dengan persentase
2%. Dengan jumlah yang terhitung dalam penelitian ini sebanyak 381 responden dikatakan sebagian besar bahwa mayoritas
mahasiswa Kendari memiliki kematangan emosi yang rendah.
Tingkat Kategorisasi Insecure Attachment
Pada tabel di bawah ini merupakan distribusi
tingkat kategorisasi
insecure attachment:
Tabel 7. Tingkat Kategorisasi Skala Insecure
Attachment
Insecure Attachment |
Frekuensi |
Persentase |
|
1. |
Sangat Rendah |
0 |
0% |
2. |
Rendah |
9 |
2,4% |
3. |
Sedang |
126 |
33,1% |
4. |
Tinggi |
77 |
20,2% |
5. |
Sangat Tinggi |
169 |
44,4% |
|
Jumlah |
|
100% |
Pada tabel diatas dapat diketahui
bahwa tingkat kematangan emosi terhadap mahasiswa Kendari terdapat 9 mahasiswa yang termasuk dalam kategorisasi rendah dengan persentase 2,4%, sebanyak 126 mahasiswa termasuk kategorisasi sedang dengan persentase
33,1%, sebanyak 77 mahasiswa
termasuk kategorisasi tinggi dengan persentase
20,2%, sebanyak 169 mahasiswa
termasuk kategorisasi
sangat tinggi dengan persentase 44,4%. Dengan jumlah yang terhitung dalam penelitian ini sebanyak 381 responden dikatakan sebagian besar bahwa mayoritas mahasiswa Kendari memiliki
insecure attachment yang tinggi.
Pada tabel di bawah ini merupakan uji normalitas, berikut ringkasan
tabel uji normalitas.
Tabel 8. Ringkasan Hasil Uji Normalitas
Asymp. Sig (Two-Tailed) |
Keterangan |
0,071 |
Normal |
Pada tabel ringkasan berupa uji normalitas, dapat diketahui bahwa signifikansi diperoleh dengan nilai skor
0,071. Berdasarkan ketentuan
nilai uji one sample kolmogorof
smirnov 0,060 > 0,05 sehingga
dapat diartikan bahwa variabel berdisitribusi normal dan layak digunakan.
Pada tabel di bawah ini merupakan
uji linearitas, berikut ringkasan tabel uji linearitas :
Tabel 9. Ringkasan Hasil Uji Linearitas
Variabel |
Deviation from linearity |
Keterangan |
VT &VB |
0,253 |
Linier |
Berdasarkan
tabel diatas yang menunjukkan hasil uji linearitas nilai signifikansi untuk variabel kematangan emosi dan insecure attachment sebesar
0,253. Hasil yang sudah diketahui
tersebut menjelaskan signifikansi lebih dari 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa variabel kematangan emosi dengan insecure attachment terdapat
hubungan linier.
Uji Koefisien Determinasi
Pada tabel di bawah ini merupakan uji koefisien
determinasi R Squre:
Tabel 10. Koefisien Determinasi
E Square
Model |
R |
R Square |
1 |
- 0,709 |
0, 502 |
Pada penelitian ini uji R square bernilai 0,502 atau
50,2%. Jadi kemampuan variabel bebas yaitu insecure attachment memengaruhi
variabel terikat kematangan emosi
sebanyak 50,2%. Berikut
pedoman dalam menentukan seberapa kuat korelasi dan hasil uji correlation product moment:
Tabel 11. Pedoman Interpretasi
Koefisien Korelasi
Interval Koefisien |
Tingkat Hubungan |
0,00 – 0,199 |
Sangat Lemah |
0,20 – 0,399 |
Lemah |
0,40 – 0,599 |
Sedang |
0,60 – 0,799 |
Kuat |
0,80 – 1,000 |
Sangat Kuat |
Tabel 12. Uji Correlation Product Moment
Variabel |
Sig. (Two-Tailed) |
Pearson Moment |
R Square |
VB & VT |
0,000 |
- 0,709** |
0,502 |
Berdasarkan
tabel diatas mengatakan bahwa hasil uji korelasi pada variabel bebas dan terikat untuk korelasinya
memiliki 0,000 itu artinya kedua variabel
memiliki hubungan yang signifikan. Pada kolom pearson moment diperoleh angka koefisien -0,709** korelasi negatif berarti bahwa dua variabel memiliki hubungan yang berlawanan arah. Dengan kata lain, jika nilai satu
variabel naik, maka nilai variabel lainnya cenderung turun, dan sebaliknya. Dalam konteks statistik,
korelasi negatif ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi negatif (misalnya, -0.5 atau -0.8). Semakin dekat nilai
koefisien tersebut ke -1, semakin kuat hubungan negatif
antara kedua variabel tersebut artinya besar korelasi
antara kematangan emosi dan insecure attachment dikategorikan
kuat. Tanda bintang dua
(**) menandakan bahwa terdapat adanya korelasi yang signifikan pada taraf signifikansi 0,000. Selain itu, untuk
nilai koefisien determinasi R Square diperoleh nilai 0,502 sehingga variabel bebas memiliki sumbangan sebanyak 0,502% terhadap variabel terikat, selebihnya dipengaruhi dari luar variabel.
Dikarenakan pada kolom pearson moment terdapat tanda negatif (-) maka jenis hubungan
kematangan emosi dan
insecure attachment berarah negatif.
Pembahasan
Pada hasil penelitian, analisa karakteristik subjek penelitian berdasarkan kriteria didapatkan sebanyak 381 responden yang terdiri dari 127 laki-laki dan 254 perempuan. Banyaknya responden perempuan dari pada laki-laki dikarenakan berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang di lakukan peneliti terkesan bahwa perempuan cenderung lebih terbuka dalam
mengekspresikan emosi. Periode kehidupan emosi yang sangat menonjol, yakni pada masa mahasiswa. Oleh kerena itu banyak
perbuatan atau tingkah laku mahasiswa
yang kadang-kadang sulit dimengerti atau diterima dengan pikiran yang baik, misalnya dengan kurang peka terhadap
perasaan dan kebutuhan
orang lain, sehingga sulit bagi mereka untuk
memberikan dukungan dan empati yang diperlukan dalam hubungan sosial (Amin, 2016).
Usia
responden pada penelitian ini merupakan dewasa
awal yaitu 18-24 tahun. Usia responden
yang terbanyak adalah usia 21 hingga 24 tahun dengan frekuensi
responden didapatkan 274 mahasiswa Kendari, lalu usia 18 hingga 20 tahun dengan frekuensi
sebanyak 107 mahasiswa
Kendari.
Data sebaran skala berdasarkan asal instansi atau
perguruan tinggi responden, terdapat 103 responden berasal dari Universitas
Haluoleo Kendari , 30 responden berasal dari Universitas Sulawesi Tenggara, 45
Universitas Muhammadiyah Kendari, 30 responden berasal dari Stikes Mandala
Waluya, 30 responden berasal dari Poltekkes Kemenkes Kendari, 40 responden
berasal dari Politeknik Bina Husada Kendari, 40 responden berasal dari Institut
Agama Islam Negeri Kendari, 33 responden berasal dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
66 Kendari, dan 30 responden berasal dari Stik Avicenna Kendari.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara insecure
attachment dan kematangan emosi pada mahasiswa kendari. Hasil
analisa berdasarkan hasil dari nilai
data penelitian akan dipaparkan satu persatu dalam perparagraf
yaitu analisis deskriptif berdasarkan tingkat kategorisasi variabel bebas dan variabel terikat, uji normalitas, uji linearitas, uji koefisien determinasi, dan uji hipotesis yaitu uji korelasi pearson product moment.
Hasil analisa pertama yaitu analisis
deskriptif pada tingkat kategorisasi skala kematangan emosi pada mahasiswa Kendari dengan tingkat kategori sangat rendah mendapatkan 66 frekuensi dengan persentase 17,3%. Sebanyak 160 mahasiswa dalam tingkat kategorisasi rendah dengan persentase
42%, diperoleh sebanyak 150
mahasiswa memiliki kematangan emosi dengan persentase 39,4% berada di tingkat kategorisasi sedang, diperoleh sebanyak 5 mahasiswa dengan persentase 1,3% berada di tingkat kategorisasi tinggi dan terdiri 0 mahasiswa dengan perolehan persentase 0% dalam kategorisasi sangat tinggi. Dapat disimpulkan
pada analisa deskriptif mayoritas mahasiswa memiliki kematangan emosi rendah dapat
diartikan sebagai ketidakmampuan atau kesulitan dalam mengelola emosi secara efektif. Hal ini memperkuat teori erikson yang menyatakan bahwa mahasiswa berada pada tahap identity vs. role confusion dan intimacy vs.
isolation, di mana mereka sedang
mengeksplorasi identitas
dan hubungan mereka dengan orang lain. Pada tahap
ini, mereka mengalami banyak tantangan emosional dan sering kali belum
sepenuhnya mampu mengelola emosinya secara efektif. Kegagalan untuk berhasil
melalui tahap ini dapat menyebabkan kebingungan identitas dan isolasi, yang
dapat berdampak pada kematangan emosional mereka (Wyness, 2019).
Pada tingkat kategorisasi insecure attachment pada
mahasiswa berdasarkan analisis deskriptif pada tingkat kategorisasi skala
insecure attachment pada mahasiswa Kendari dengan tingkat kategori sangat
rendah mendapatkan 0 frekuensi dengan persentase 0%. Sebanyak
9 mahasiswa dalam tingkat kategorisasi rendah dengan persentase
2,4%, diperoleh sebanyak
126 mahasiswa memiliki
insecure attachment dengan persentase
33,1% berada di tingkat kategorisasi sedang, diperoleh sebanyak 77 mahasiswa dengan persentase 55,6% berada di tingkat kategorisasi tinggi dan terdiri 169 mahasiswa dengan perolehan persentase 44,4% dalam kategorisasi sangat tinggi. Dapat disimpulkan
pada analisa deskriptif mayoritas mahasiswa memiliki insecure attachment tinggi
hal ini dapat
mencerminkan ketidakstabilan
dalam hubungan
interpersonal dan potensi kesulitan
dalam menghadapi situasi yang memerlukan regulasi emosi yang matang. Hal ini memperkuat teori Bowlby yang menyatakan banyak mahasiswa berasal dari latar belakang
keluarga dengan pola pengasuhan yang berbeda-beda. Mahasiswa yang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak stabil atau di mana pengasuhan tidak konsisten dapat mengalami insecure attachment. Pola pengasuhan
yang kurang responsif atau terlalu menuntut
dapat menyebabkan mereka merasa tidak
aman dalam hubungan (Holmes, 2014).
Berdasarkan
penjelasan ini dapat diketahui bahwa skala insecure attachment memiliki hubungan yang signifikansi negatif pada kematangan emosi. Hubungan yang dikatakan negatif apabila variabel bebas dan variabel terikat tidak searah ketika
satu variable naik, variabel
lainnya cenderung turun artinya semakin
tinggi variabel bebas maka semakin
rendah pula variabel terikat begitu juga sebaliknya. Semakin rendah variabel bebas maka semakin
tinggi variabel terikat. Di dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa responden mendapatkan insecure attachment yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan kematangan emosi dalam kategori
sangat rendah.
Pada hasil analisa berikutnya yaitu uji normalitas.
Berdasarkan pada pengambilan keputusan uji normalitas apabila nilai
signifikansi > 0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal, namun jika
nilai < 0,05 maka data dikatakan tidak berdistribusi normal (Sugiyono, 2020). Hasil uji
normalitas mendapatkan nilai 0,71 yang artinya nilai signifikansi 0.71 >
0,05 dan data insecure attachment dan variabel terikat kematangan emosi
menunjukkan data berdistribusi normal.
Pada uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah
ada atau tidaknya hubungan yang sejalan antara dua variabel, yaitu variabel
bebas insecure attachment dan variabel terikat kematangan emosi. Ketentuan yang
berlaku pada uji lineaaritas apabila nilai signifikansi berada > 0,05 maka
kedua variabel dapat dikatakan linear (Sugiyono, 2019). Hasil
uji linearitas mendapatkan nilai signifikansi 0,253 >
0,05 yang artinya kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang linear.
Uji hipotesis correlation
product moment pada hasil penelitian
ini menunjukkan perlolehan signifikansi 0,000
yang diartikan kedua variabel insecure attachment dan kematangan
emosi memiliki hubungan yang signifikan. Nilai
uji correlation product moment memperoleh nilai - 0,709** sehingga besar hasil interval koefisien dan tingkat hubungannya antara insecure
attachment dengan kematangan
emosi pada mahasiswa
Kendari memiliki tingkat hubungan yang kuat dan jenis hubungan kedua variabel ini adalah negatif
karena terdapat tanda negatif (-) tabel kolom pearson
product moment dan diperkuat dengan
paparan analisis deksriptif yang menunjukkan bahwa hubungan antara insecure attachment dan kematangan
emosi memiliki arah yang berlawanan, yang berarti ketika insecure
attachment meningkat, kematangan
emosi cenderung menurun. Oleh karena itu, hasil penelitian
sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat oleh peneliti. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ikrima & Khoirunnisa, (2021) penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara variabel insecure attachment dengan
variabel kematangan emosi.
Pada pembahasan selanjutnya yang dipaparkan ialah uji koefisien determinasi R Square di mana untuk
mengetahui kemampuan variabel insecure attachment dalam
menerangkan variabel kematangan emosi, Nilai R Square diperoleh 0,502 atau jika dipersentasekan menjadi 50,2%. Artinya kemampuan variabel insecure
attachment memengaruhi variabel
kematangan emosi sebanyak 50,2% sedangkan 49,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang
tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Insecure attachment dan kematangan
emosi memiliki hubungan yang saling terkait, pengalaman insecure
attachment dapat mempengaruhi
perkembangan kematangan emosi seseorang. Individu dengan insecure
attachment cenderung memiliki
kematangan emosi yang lebih rendah, sehingga
mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengelola emosi dengan sehat
dan membangun hubungan yang
stabil. Sebaliknya, individu dengan kematangan emosi yang tinggi cenderung memiliki ikatan yang lebih aman dan lebih baik dalam
mengelola emosi mereka sendiri maupun emosi orang lain (Fatchurahman, 2012).
Berdasarkan
pada hasil uji statistika
yang telah dilewati setiap langkah dan prosesnya membuktikan bahwa insecure attachment memiliki
hubungan yang negatif dengan kematangan emosi dan kuat. Hubungan negatif yang dimaksud ialah variabel bebas yaitu insecure attachment cenderung
sangat tinggi sedangkan variabel terikat kematangan emosi cenderung sangat rendah atau sebaliknya jika variabel bebas
cenderung rendah maka variabel terikat
tinggi. Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya berikut berdasarkan hasil uji statistika dari penelitian lain yang menunjukkan bahwa insecure
attachment memiliki hubungan
negatif dengan kematangan emosi. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh (Herwandha & Prastuti, 2020)
mengenai “Attachment and Age as Predictors of the
Emotional Maturity of University Students” penelitian
tersebut membuktikan diketahui bahwa usia berpengaruh terhadap kematangan emosi dengan nilai
koefisien negatif. Artinya semakin bertambahnya umur siswa akan menurunkan
kecenderungan kematangan emosi dan sebaliknya. Selain itu, ada
pengaruh attachment terhadap
kematangan emosi dengan koefisien positif. Ini bisa
jadi diartikan bahwa semakin tinggi
keterikatan siswa maka semakin tinggi
pula kematangan emosinya mereka punya dan sebaliknya.
Berdasarkan
dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa skala insecure
attachment dan kematangan emosi
memiliki hubungan signifikansi yang kuat dengan pola negatif.
Sehingga, semakin tinggi insecure attachment individu
maka akan semakin rendah tingkat kematangan emosi individu. Begitu pula sebaliknya, ketika individu memiliki insecure attachment yang rendah
maka tingkat kematngan emosi akan semakin tinggi.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Pada variabel kematangan emosi, sebagian besar responden memiliki kematangan emosi yang sangat rendah yaitu 66 responden atau 17,3%, 160 responden (42,0%) memiliki kematangan emosi rendah, 150 responden (39,4%)
yang memiliki kematangan emosi sedang, dan 5 responden (1,3%) memiliki kematangan emosi tinggi. Dapat disimpulkan
bahwa mayoritas mahasiswa Kendari memiliki kematangan emosi rendah dapat diartikan
sebagai ketidakmampuan atau kesulitan dalam mengelola emosi secara efektif.
Pada variabel insecure attachment, terdapat 9 responden (2,4%) memiliki insecure attachment yang rendah,
126 responden (35,4%) memiliki
insecure attachment sedang, terdapat
77 responden (55,6%) tinggi
dan 169 responden (44,4%) yang memiliki
insecure attachment sangat tinggi. dapat disimpulkan bahwa mayoritas mahasiswa Kendari memiliki inscure attachment yang tinggi dapat diartikan sebagai kondisi emosional dimana individu kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat, penuh kasih dan aman dengan orang lain. Hubungan antara insecure
attachment dan kematangan emosi
memperoleh nilai statistika yang signifikan yaitu 0,000 < 0.05 dengan koefisien korelasi yaitu - 0,709** sehingga dapat diartikan bahwa insecure attachment memiliki
koefisien korelasi yang kuat dengan kematangan
emosi. Arah hubungan insecure attachment dengan
kematangan emosi yaitu negatif. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat insecure atthment maka akan semakin
rendah pula kematangan emosi pada mahasiswa Kendari. Nilai
statistika pada hasil uji R
Square adalah 0,502 atau
50,2%, jadi
sumbangan variabel bebas yaitu insecure attachment dalam memengaruhi variabel terikat kematangan emosi sebanyak 50,2% sedangkan 49,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini seperti faktor lingkungan, faktor jenis kelamin, faktor pola asuh
orangtua, dan faktor usia. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan
bahwa hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan negatif dan signifikan antara insecure attachment dengan
kematangan emosi pada mahasiswa yang berada di Kendari artinya, makin tinggi tingkat insecure
attachment, maka makin rendah tingkat kematangan emosi, sebaliknya semakin rendah insecure attachment maka semakin tinggi tingkat kematangan emosi pada mahasiswa Kendari.
BIBLIOGRAFI
Allen, J. P.,
McElhaney, K. B., Land, D. J., Kuperminc, G. P., Moore, C. W., O’Beirne–Kelly,
H., & Kilmer, S. L. (2003). A secure base in adolescence: Markers of
attachment security in the mother–adolescent relationship. Child Development,
74(1), 292–307.
Amin, S. (2016). Pengantar Psikologi Umum. Yayasan
PENA Banda Aceh.
Annisavitry, Y. (2017). Hubungan antara kematangan emosi
dengan agresivitas pada remaja. Character Jurnal Penelitian Psikologi, 4(1).
Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A theory of
development from the late teens through the twenties. American Psychologist,
55(5), 469.
Azwar, S. (2022). Penyusunan skala psikologi edisi 2.
Pustaka pelajar.
Fatchurahman, M. (2012). Kepercayaan diri, kematangan emosi,
pola asuh orang tua demokratis dan kenakalan remaja. Persona: Jurnal
Psikologi Indonesia, 1(2).
Friedman, M. M., Bowden, O., & Jones, M. (2010). Buku
ajar keperawatan keluarga (terjemahan). Jakarta: EGC.
Herwandha, K. G., & Prastuti, E. (2020). Attachment and
age as predictors of the emotional maturity of university students. KnE
Social Sciences, 1–20.
Holmes, J. (2014). John Bowlby and attachment theory.
Routledge.
Ikrima, N., & Khoirunnisa, R. N. (2021). Hubungan antara
attachment (kelekatan) orang tua dengan kemandirian emosional pada remaja
jalanan. Jurnal Penelitian Psikologi, 8(9), 37–47.
Khairun, D. Y., & Al Hakim, I. (2019). PROFIL TUGAS
Perkembangan mahasiswa prodi pendidikan kimia universitas sultan ageng
tirtayasa. Jurnal Penelitian Bimbingan Dan Konseling, 4(2).
Lee, A., & Hankin, B. L. (2009). Insecure attachment,
dysfunctional attitudes, and low self-esteem predicting prospective symptoms of
depression and anxiety during adolescence. Journal of Clinical Child &
Adolescent Psychology, 38(2), 219–231.
Mu’awwanah, U. (2017). Perilaku Insecure Pada Anak Usia Dini.
Aṣ-Ṣibyān: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(01), 47–58.
Muawanah, L. B., & Pratikto, H. (2012). Kematangan emosi,
konsep diri dan kenakalan remaja. Jurnal Psikologi Tabularasa, 7(1).
Noktaviani, D. W. I. (2020). Hubungan Antara Kematangan
Emosi Dan Dukungan Teman Sebaya Dengan Penyesuaian Diri Santri Di Pondok
Pesantren. UIN Raden Intan Lampung.
Paramitasari, R. (2012). Hubungan antara kematangan emosi
dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Universitas Airlangga.
Parnawi, A. (2021). Psikologi perkembangan.
Deepublish.
Saifuddin, A. (2020). Penyusunan skala psikologi.
Prenada Media.
Santrock, J. W. (2003). Adolescence: perkembangan remaja.
Santrock, J. W., Mondloch, C. J., & Mackenzie-Thompson,
A. (2014). Essentials of life-span development.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
DAN R&D. In Alfabeta, Bandung (Cetakan ke). ALFABETA, cv.
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Kuantitaif,
Kualitatif, R&D. Alfabeta.
Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan
pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D.
Sunarty, K., & Mahmud, A. (2016). Konseling perkawinan
dan keluarga. Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Umami, I. (2019). Psikologi remaja. Idea Press
Yogyakarta.
Widawati, A. P. (2013). Perbedaan Kemampuan Komunikasi
Interpersonal Anak Ditinjau dari Attachment terhadap Orangtua. Character
Jurnal Penelitian Psikologi, 1(2).
Wyness, M. (2019). Childhood and society. Bloomsbury
Publishing.
Zeigler-Hill, V., & Shackelford, T. K. (2020). Encyclopedia
of personality and individual differences. Springer.
Copyright
holder: Arina Fathima Az-Zahra, Komarudin (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |