Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
11, November 2024
PENATALAKSANAAN STUNTING DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH,
DIARE KRONIK, DAN ANEMIA PADA PASIEN ANAK USIA 2 TAHUN 6 BULAN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TELUKNAGA
Kang Heji Dian Pertiwi1,
Silviana Tirtasari2*, Vania Vibri Sikomena3, Desi Witri
Yolanda4, Yenny Darmawan5
Universitas Tarumanagara,
Jakarta, Indonesia1,2,3,4,5
Email: [email protected]1, [email protected]2*, [email protected]3, [email protected]4, [email protected]5
Abstrak
Tujuan penulisan
laporan kasus ini adalah
menyajikan kasus stunting dengan infeksi saluran kemih, diare kronik, dan
anemia pada anak LNQ usia 2 tahun 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teluknaga.
Laporan kasus pasien anak usia 2 tahun 6 bulan dengan stunting, infeksi saluran
kemih, diare kronik, dan anemia dengan pendekatan kedokteran keluarga untuk
mendapatkan diagnosis holistik sehingga dapat dilakukan tatalaksana
komprehensif kepada pasien. Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang anak
perempuan LNQ berusia 2 tahun 6 bulan dengan keluhan berat badan tidak naik
sejak 6 bulan terakhir, serta BAB cair 4-5 kali setiap harinya sejak 1 tahun
yang lalu terutama setelah makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB/U, TB/U,
BB/TB, LK/U dan LiLA/U berada dibawah -3SD. Dari pemeriksaan sistem didapatkan
kepala microcephaly, dan rambut tipis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
Hb 9,2 g/dl, pemeriksaan feses dan urinalisis ditemukan bakteri positif. Pada
pasien ini faktor-faktor terjadinya stunting yaitu akses pangan bergizi,
lingkungan sosial dan pengasuhan, kesehatan lingkungan dan sanitasi, serta
akses pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan, masih belum baik.
Diberikan antibiotik Cotrimoxazole, Multivitamin sirup, dan suplementasi Zinc,
kemudian pasien dirujuk dan diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan
seperti USG Abdomen, Serum iron, Ferritin, TIBC, Enzim Pencernaan, dan
Endoskopi/Biopsi. Pada kunjungan ke rumah keluarga pasien yang dilakukan oleh
Tim Dokter Muda Universitas Tarumanagara, diberikan bantuan makanan tambahan
TKTP berupa telur, margarin, biskuit kacang, dan biskuit susu, serta makanan
tambahan yang mengandung probiotik berupa yogurt dan tape. Setelah dilakukan intervensi,
terdapat penambahan berat badan pada pasien dan konsistensi BAB membaik.
Kata Kunci: Stunting, Infeksi Saluran Kemih, Diare Kronik, Anemia
Abstract
The objective of this case report is to present a case
of stunting with urinary tract infection, chronic diarrhea, and anemia in a
2-year-and-6-month-old child (LNQ) in the working area of the Teluknaga Community Health Center. This case report
involves a 2-year-and-6-month-old girl with stunting, urinary tract infection,
chronic diarrhea, and anemia approached through family medicine to achieve a
holistic diagnosis, enabling comprehensive management for the patient. An
examination was conducted on the child, who presented with complaints of no
weight gain over the last six months and watery stools 4-5 times daily for the
past year, especially after meals. Physical examination revealed
weight-for-age, height-for-age, weight-for-height, upper arm circumference for
age, and mid-upper arm circumference for age all below -3 SD. From the systemic
examination, microcephaly was noted, along with thin hair. Laboratory tests
showed hemoglobin at 9.2 g/dl, and stool and urinalysis revealed the presence
of bacteria. Factors contributing to stunting in this patient included
inadequate access to nutritious food, social environment and caregiving,
environmental health and sanitation, as well as access to healthcare services
for prevention and treatment, which were still lacking. The patient was given
Cotrimoxazole antibiotics, multivitamin syrup, and zinc supplementation. She
was subsequently referred for further examinations, including abdominal
ultrasound, serum iron, ferritin, TIBC, digestive enzymes, and endoscopy/biopsy.
During a home visit by the Young Doctors Team from Tarumanagara
University, supplementary food assistance was provided, including eggs,
margarine, peanut biscuits, and milk biscuits, as well as additional food
containing probiotics such as yogurt and tape (fermented cassava). Following
the interventions, there was an increase in the patient's weight and improved
stool consistency.
Keywords: Stunting, Urinary Tract Infections, Chronic Diarrhea,
Anemia
Pendahuluan
Stunting menurut Kemenkes adalah anak usia 0-59 bulan yang berdasar panjang/tinggi badan menurut usia kurang
dari -2SD/standar deviasi (pendek) dan kurang dari -3SD (sangat pendek) pada kurva pertumbuhan WHO, disebabkan kekurangan gizi kronik yang berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, asupan nutrisi dan kesehatan ibu yang buruk, riwayat sakit berulang
dan praktik pemberian makan pada bayi dan anak yang tidak tepat (Kepmenkes, 2022). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2022 sekitar 22,3% atau 148,1 juta balita di seluruh dunia menderita stunting (Unicef & WHO, 2020). Berdasarkan Survei Kesehatan
Indonesia 2023, prevalensi stunting pada anak usia 0-59 bulan di Indonesia adalah sebanyak 15,8% sedangkan prevalensi stunting pada anak usia 0-59 bulan menurut provinsi, Banten memiliki angka prevalensi yang lebih besar dari angka
nasional yaitu 16,9%.3 Tujuan penulisan laporan kasus ini
adalah menyajikan kasus stunting dengan infeksi saluran kemih, diare kronik,
dan anemia pada anak LNQ usia
2 tahun 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Teluknaga.
Masalah
kesehatan global, terutama
yang berkaitan dengan tumbuh kembang anak, masih menjadi
tantangan besar di dunia.
Stunting, salah satu bentuk
kegagalan pertumbuhan kronis akibat kekurangan
gizi dan infeksi berulang, telah menjadi perhatian utama (Unicef & WHO, 2020). Berdasarkan data WHO, pada tahun
2022 terdapat sekitar 148,1
juta anak balita di dunia yang mengalami
stunting, dengan prevalensi
tertinggi berada di
negara-negara berkembang. Fenomena
ini tidak hanya berdampak pada perkembangan fisik anak tetapi juga merugikan kemampuan kognitif, produktivitas ekonomi di masa depan, dan kesejahteraan global secara keseluruhan (World Health Organization (WHO), 2020).
Kondisi
stunting di Indonesia menunjukkan tantangan
serius yang membutuhkan perhatian khusus. Menurut Survei Kesehatan
Indonesia tahun 2023, prevalensi
stunting pada anak usia
0–59 bulan mencapai 15,8%, lebih tinggi dari
batas toleransi WHO sebesar
5%. Salah satu daerah dengan prevalensi tinggi adalah Banten, mencapai 16,9%, menggambarkan perlunya strategi penanganan yang
lebih terintegrasi dan efektif. Penyebab stunting di
Indonesia beragam, termasuk
akses terbatas pada makanan bergizi, kondisi lingkungan yang tidak higienis, serta keterbatasan akses layanan kesehatan
dasar. Masalah ini diperburuk dengan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya nutrisi dan sanitasi.
Penelitian
ini menawarkan pendekatan holistik dalam menangani kasus stunting, yang tidak hanya mempertimbangkan faktor medis tetapi
juga aspek sosial dan lingkungan. Pendekatan ini memberikan kontribusi baru (novelty) berupa integrasi penanganan stunting dengan pengelolaan penyakit penyerta seperti infeksi saluran kemih, diare kronik,
dan anemia pada pasien anak.
Dalam hal ini, penelitian tidak hanya memberikan
gambaran diagnostik yang komprehensif tetapi juga rekomendasi intervensi berbasis bukti yang sesuai dengan konteks
lokal. Pendekatan ini relevan untuk
diterapkan di berbagai
wilayah dengan tantangan serupa, sehingga memberikan dampak yang lebih luas.
Tujuan
utama penelitian ini adalah memberikan
wawasan komprehensif tentang strategi penanganan
stunting yang lebih efektif
dengan mempertimbangkan faktor multi-dimensi. Implikasi penelitian ini mencakup peningkatan
kualitas layanan kesehatan anak di tingkat komunitas, pemberdayaan keluarga dalam praktik nutrisi
dan kebersihan, serta penyediaan data ilmiah untuk mendukung kebijakan kesehatan berbasis bukti. Dengan demikian, penelitian ini berkontribusi tidak hanya pada penyelesaian kasus individual tetapi juga sebagai panduan untuk program intervensi jangka panjang yang berkelanjutan.
Metode Penelitian
Laporan kasus pasien anak berusia 2 tahun 6 bulan
dengan stunting, infeksi saluran kemih, diare kronik, dan anemia dengan
pendekatan kedokteran keluarga untuk mendapatkan diagnosis holistik sehingga
dapat dilakukan tatalaksana komprehensif kepada pasien.
Hasil dan Pembahasan
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang anak anjangn
LNQ berusia 2 tahun 6 bulan dengan keluhan
berat badan tidak naik sejak 6 bulan terakhir,
serta BAB cair 4-5 kali setiap harinya sejak 1 tahun yang lalu terutama setelah
makan. Keluhan seperti demam, batuk, pilek, mudah
anja, biru saat menangis, disangkal. Pasien memiliki perawakan yang kurus sejak usia 3 bulan.
Pasien memiliki anjang infeksi TB paru dan telah selesai menjalani pengobatan selama 6 bulan sejak Agustus
2023 hingga Februari 2024.
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal. Pasien rutin dibawa ke Posyandu dan Puskesmas untuk menimbang dan konsultasi gizi sejak 6 bulan
terakhir.
Berikut
merupakan data berat badan
dan tinggi badan anak LNQ selama 6 bulan terakhir:
Gambar 1. Perkembangan berat
badan anak LNQ dari
November 2023 hingga Mei 2024
Gambar 2. perkembangan tinggi badan anak LNQ dari
November 2023 hingga 29 Mei 2024
Pasien merupakan anak ke-4 dari 4 bersaudara, lahir
melalui anjang caesarea atas indikasi kehamilan 40 minggu disertai hipertensi,
menangis spontan anjan dilahirkan, berat badan lahir 3100 gram, dan anjang
badan lahir Ibu pasien tidak ingat. Riwayat perkembangan
pasien berdasarkan hasil pemeriksaan KPSP untuk anak usia
30 bulan adalah baik. Pasien diberikan
ASI dan ditambahkan dengan
susu formula sejak usia 5 bulan. Pasien terbiasa
makan 3 kali makanan utama menu keluarga dan 2 kali selingan dalam sehari. Berdasarkan dietary
recall selama 3 hari (2 hari kerja, 1 hari
libur), didapatkan jumlah rata-rata asupan nutrisi harian pasien sebagai berikut:
Tabel 1. Rata-Rata Asupan Nutrisi Harian Pasien
Tanggal |
Energi (kkal) |
Protein (g) |
Lemak (g) |
Karbohidrat (g) |
Selasa, 28 Mei
2024 |
639,8 |
84,21 |
23,97 |
81,86 |
Senin, 27 Mei
2024 |
770,6 |
27,75 |
29,73 |
95,69 |
Minggu, 26 Mei 2024 |
742 |
23,2 |
23,08 |
104,7 |
Rata-Rata |
717,47 |
45,05 |
25,59 |
94,08 |
Pasien
dan keluarga memiliki
personal hygiene yang buruk. Kondisi
rumah dan lingkungan kotor. Penghasilan keluarga dibawah UMK Kabupaten Tangerang sehingga kebutuhan keluarga tidak dapat terpenuhi
dengan baik.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, berat badan 6,6 kg, tinggi badan
74 cm, lingkar kepala 41
cm, lingkar lengan 11 cm,
dan IMT 12,05 kg/m2 dari pengukuran
antropometri menggunakan kurva WHO untuk anak perempuan dibawah 5 tahun pada anak LNQ didapatkan BB/U, TB/U,
BB/TB, LK/U dan LiLA/U berada
dibawah -3SD. Dari pemeriksaan
sistem didapatkan kepala microcephali, dan rambut tipis.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9,2
g/dl, leukosit 14,7 ribu/L,
Hematokrit 30%, dan trombosit
463 ribu sel/mm3, pemeriksaan feses ditemukan leukosit 1-2, eritrosit 1-2, epitel sel positif dan bakteri positif, urinalisa ditemukan kejernihan keruh, pH 5,0, berat jenis 1,030 g/ml dan bakteri positif.
Penatalaksanaan
awal di Puskesmas Teluknaga pada pasien diberikan antibiotik
Cotrimoxazole, Multivitamin sirup, dan suplementasi
Zinc, kemudian pasien dirujuk dan diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti USG Abdomen, Serum iron, Ferritin, TIBC, Enzim Pencernaan, dan Endoskopi/Biopsi. Pada kunjungan ke rumah
keluarga pasien yang dilakukan oleh Tim Dokter Muda Universitas Tarumanagara, diberikan bantuan makanan tambahan TKTP berupa telur, margarin, biskuit kacang, dan biskuit susu, serta makanan tambahan
yang mengandung probiotik berupa yogurt dan tape.
Tabel 2. hasil pemeriksaan berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB) anak LNQ selama periode pengamatan dari 29 Mei hingga 13 Juni 2024
No |
Tanggal |
Hasil |
Dokumentasi |
1 |
29/05/2024 (Pemeriksaan
awal) |
Melakukan
pemeriksaan berat badan dan tinggi badan BB : 6,6
kg dan TB : 74 cm Catatan:
BAB cair setiap kali habis makan |
|
2 |
31 Mei
2024 (Belum Intervensi) |
Melakukan
pemeriksaan berat badan dan tinggi badan BB : 6,6
kg dan TB : 74 cm Catatan:
Masih BAB cair setiap kali habis makan |
|
3 |
04 Juni
2024 (Mulai Intervensi) |
Melakukan
pemeriksaan berat badan dan tinggi badan BB : 6,5
kg dan TB : 74 cm Catatan:
Masih BAB cair setiap kali habis makan |
|
4 |
07 Juni
2024 |
Melakukan
pemeriksaan berat badan dan tinggi badan BB : 6,65
kg dan TB : 74 cm Catatan: Konsistensi
BAB sudah baik |
|
5 |
10 Juni
2024 |
Melakukan
pemeriksaan berat badan dan tinggi badan BB : 6,7
kg dan TB : 74 cm Catatan:
Konsistensi BAB sudah baik |
|
6 |
13 Juni
2024 |
Melakukan
pemeriksaan berat badan dan tinggi badan BB : 6,95 kg dan TB : 74 cm Catatan:
Konsistensi BAB sudah baik |
|
Gambar 3. Data Berat Badan Anak
LNQ setelah Intervensi
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh
pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis serta
terjadinya infeksi berulang terutama selama 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Penanganan
stunting menitikberatkan pada 4 faktor
yaitu akses terhadap makanan bergizi (pangan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan), serta akses terhadap
pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan). Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak. Intervensi terhadap keempat faktor tersebut diharapkan dapat mencegah masalah gizi termasuk stunting (Nasional, 2018).
Pada pasien ini kebutuhan energi
total (Total Energy Expenditure) anak LNQ berdasarkan berat badan aktual (BBa) dan tinggi badan aktual (TBa) adalah sebesar
568,29 kkal/hari, sedangkan kebutuhan energi total pasien berdasarkan berat badan sesuai usia (BBu)
dan tinggi badan sesuai usia (TBu) adalah
sebesar 915,95 kkal/hari. Hal ini menunjukkan
bahwa kebutuhan energi total pasien telah terpenuhi dalam asupan nutrisi
harian pasien yang secara rata-rata sebesar 717,47 kkal/hari namun,
angka tersebut belum cukup memenuhi
kebutuhan gizi pasien untuk mencapai
berat badan dan tinggi
badan sesuai usianya.
Saat
dilakukan kunjungan ke rumah keluarga
anak LNQ, didapatkan pasien dan keluarga memiliki personal hygiene yang buruk,
tidak mencuci tangan sebelum maupun sesudah makan, kuku jari tangan dan kaki tampak panjang juga kotor, kondisi lingkungan serta rumah kotor,
air bersih pun terbatas.
Menurut
Rusdi, (2022) pola asuh dalam
keluarga yang berupa
personal hygiene berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita,
hal ini sejalan
dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Bella et al., (2020) dimana disebutkan bahwa personal hygiene memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting. Kebersihan diri, makanan, dan lingkungan mempunyai peran besar dalam pemeliharaan
kesehatan sebagai upaya mencegah berbagai penyakit infeksi yang dapat menyebabkan turunnya status gizi pada anak.6,7 Menurut Iryanto dkk, terdapat
pengaruh yang signifikan antara ketersediaan air bersih dengan kejadian
diare pada balita, dimana semakin rendah sarana air bersih yang tersedia di tempat tinggal akan menimbulkan semakin tingginya kejadian diare pada balita (Iryanto et al., 2021).
Pada kasus ini anak LNQ mengalami
diare sejak 1 tahun yang lalu dengan frekuensi 4-5 kali sehari. Diare kronik
merupakan kondisi buang air besar lebih dari tiga
kali sehari dengan konsistensi lembek atau cair selama
episode lebih dari 2 minggu. Diare terjadi
akibat infeksi dan non-infeksi. Diare non infeksi meliputi intoleransi protein susu sapi/kedelai, celiac disease, dan cystic fibrosis,
sedangkan diare akibat infeksi meliputi infeksi Salmonella sp, E. coli, Entamoeba histolytica, Salmonella typhi, dsb. Adanya paparan
dari faktor predisposisi tersebut menyebabkan kerusakan mukosa usus (Juffrie et al., 2010; Subagyo & Santoso, 2009). Selanjutnya, vili–vili usus halus akan mengalami atrofi sehingga nutrisi dari cairan
dan makanan tidak dapat terserap dengan baik, kemudian
tekanan osmotik usus akan meningkat. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik
ke dalam lumen usus. Cairan dan makanan yang tidak diserap tadi akan
terdorong keluar melalui anus dan terjadilah diare kronik (Yohana et al., 2024). Gangguan absorbsi akibat atrofi mukosa
usus ini juga akan menimbulkan defisit nutrisi pada pasien (Purnasari, 2020).
Pada anak LNQ hasil urinalisis menunjukkan adanya bakteri. Salah satu penyebab demam/Infeksi yang paling sering dialami pada anak adalah Infeksi saluran kemih.11 Pada bayi
dan anak-anak ISK perlu mendapat perhatian khusus karena gejala
klinisnya dapat amat samar dan sering tidak spesifik.
Deteksi bakteri merupakan gold standard untuk
diagnosis ISK. Haris dkk memaparkan
dalam penelitiannya bahwa bila didapatkan
>5 leukosit/LPB dan apabila
tidak terdapat bakteri bermakna maka dianggap bukan
ISK. Meskipun demikian, di dalam beberapa penelitian lain disebutkan bahwa tidak adanya
leukosituria tidak menyingkirkan ISK karena bakteria dapat juga terjadi tanpa leukosituria,
salah satunya sampaikan
oleh Riccabona melalui penelitiannya bahwa dari pemeriksaan urinalisis yang normal didapat
22% spesimen positif tumbuh kuman.13 Beberapa
agen penyebab infeksi saluran kemih diantaranya adalah Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella
pneumonia, Klebsiella oksitoka, Proteus vulgaris,
Pseudomonas aeroginosa, Enterobakter
aerogenes, dan Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus (Indonesia, 2009, 2011).
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap anak LNQ
ditemukan ada nya kondisi anemia pada pasien. Anemia merupakan penyakit yang
penyebabnya multifaktorial, umumnya penyebab tersering anemia adalah kekurangan
zat gizi seperti besi, asam folat, dan B12. Selain itu, anemia dapat terjadi
akibat penyakit kronis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Getaneh dkk
anemia pada anak meningkatkan risiko terjadinya stunting hingga 1,4 kali lebih
tinggi dibandingkan anak yang tidak mengalami anemia (Getaneh et al., 2019; Satria, 2015; Utami et al., 2023).
Kesimpulan
Telah dilakukan pemeriksaan terhadap seorang anak
perempuan LNQ berusia 2 tahun 6 bulan dengan keluhan berat badan tidak naik
sejak 6 bulan terakhir, serta BAB cair 4-5 kali setiap harinya sejak 1 tahun
yang lalu terutama setelah makan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB/U, TB/U,
BB/TB, LK/U dan LiLA/U berada dibawah -3SD. Dari pemeriksaan sistem didapatkan
kepala microcephaly, dan rambut tipis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
Hb 9,2 g/dl, pemeriksaan feses dan urinalisis ditemukan bakteri positif.
Diberikan antibiotik Cotrimoxazole, Multivitamin sirup, dan suplementasi Zinc,
kemudian pasien dirujuk dan diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan
seperti USG Abdomen, Serum iron, Ferritin, TIBC, Enzim Pencernaan, dan
Endoskopi/Biopsi. Pada kunjungan ke rumah keluarga pasien yang dilakukan oleh
Tim Dokter Muda Universitas Tarumanagara, diberikan bantuan makanan tambahan
TKTP berupa telur, margarin, biskuit kacang, dan biskuit susu, serta makanan
tambahan yang mengandung probiotik berupa yogurt dan tape. Setelah dilakukan
intervensi, terdapat penambahan berat badan pada pasien dan konsistensi BAB
membaik.
BIBLIOGRAFI
Bella, F. D.,
Fajar, N. A., & Misnaniarti, M. (2020). Hubungan pola asuh dengan kejadian
stunting balita dari keluarga miskin di Kota Palembang. Jurnal Gizi
Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition), 8(1), 31–39.
Getaneh, Z., Melku, M., Geta, M., Melak, T., & Hunegnaw,
M. T. (2019). Prevalence and determinants of stunting and wasting among public
primary school children in Gondar town, northwest, Ethiopia. BMC Pediatrics,
19, 1–11.
Indonesia, I. D. A. (2009). Pedoman pelayanan medis. Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Indonesia, I. D. A. (2011). Konsensus infeksi saluran kemih
Pada Anak. Unit Kerja Koordinator (UKK) Nefrologi, Jakarata.
Iryanto, A. A., Joko, T., & Raharjo, M. (2021).
Literature review: Faktor risiko kejadian diare pada balita di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 11(1), 1–7.
Juffrie, M., Soenarto, S. S. Y., Oswari, H., Arief, S.,
Rosalina, I., & Mulyani, N. S. (2010). Buku ajar
gastroenterologi-hepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 87–120.
Kepmenkes, R. I. (2022). Pedoman Nasional Pelayanan
kedokteran Tata Laksana Stunting. Jakarta: Kemenkes RI.
Nasional, B. P. P. (2018). Pedoman pelaksanaan intervensi
penurunan stunting terintegrasi di kabupaten/kota. Jakarta: Bappenas.
Purnasari, P. W. (2020). Suplementasi Probiotik dan Zinc
untuk Malnutrisi. Journal Of Health Care, 1(2).
Rusdi, P. H. N. (2022). Hubungan personal hygiene dengan
kejadian stunting pada balita. Human Care Journal, 7(2), 369–374.
Satria, A. (2015). Politik Kelautan dan Perikanan.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Subagyo, B., & Santoso, N. B. (2009). Buku ajar
gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: UKK-Gastroenterologi-Hepatologi IDAI.
Unicef, & WHO, W. (2020). Levels and trends in child
malnutrition: key findings of the 2019 Edition of the Joint Child Malnutrition
Estimates. Geneva: World Health Organization.
Utami, M. M. H., Kustiyah, L., & Dwiriani, C. M. (2023).
Risk factors of stunting, iron deficiency anemia, and their coexistence among
children aged 6-9 years in Indonesia: results from the Indonesian Family Life
Survey-5 (IFLS-5) in 2014-2015. Amerta Nutrition, 7(1), 120–130.
World Health Organization (WHO). (2020). WHO Coronavirus
Disease (COVID- 19) Dashboard. Covid19.Who.Int.
Yohana, L., Nurdin, A., Fitria, U., & Dinen, K. A.
(2024). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diare Pada Anak. Public Health
Journal, 1(2).
Copyright holder: Kang Heji
Dian Pertiwi, Silviana Tirtasari,
Vania Vibri Sikomena,
Desi Witri Yolanda, Yenny
Darmawan (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |