Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 12, Desember 2024

 

PEMBERIAN COACHING UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN WAKTU PADA GURU DAN KARYAWAN SMA MUHAMMADIYAH 1 GRESIK

 

Mirnani Denta Athiyah Uchtiyani

Universitas Airlangga, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Peran guru sebagai individu yang digugu (dihormati) dan ditiru sangat penting dalam dunia pendidikan sebagai teladan siswa. Kedisiplinan menjadi aspek vital dalam keteladanan. Namun banyak guru dan karyawan di SMA Muhammadiyah 1 yang melalaikan kedisiplinan waktu dengan keterlambatan hadir di sekolah. Penelitian kuantitatif dengan rancangan sequential explanatory designs ini menggunakan action research dan analisis pretest dan posttest. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian intervensi coaching pada 4 guru dan 2 karyawan bisa meningkatkan perilaku disiplin waktu guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik untuk hadir tepat waktu di sekolah. Data primer didapatkan melalui group coaching dan melalui kuesioner kedisiplinan diri, sementara data sekunder menggunakan data kedisiplinan guru dan karyawan. Hasil analisis pretest dan posttest menggunakan uji wilcoxon signed ranks test menunjukkan ada perbedaan skor kedisiplinan yang tidak signifikan pada coachee sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching, sementara perilaku kedisiplinan waktu para coachee juga menunjukkan adanya perbedaan sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching. Lebih lanjut ditemukan pula adanya perbedaan kedisiplinan waktu pada seluruh guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Hasil ini mengindikasikan bahwa dengan adanya intervensi coaching terhadap 6 coachee memberikan dampak yang positif, baik pada keenam coachee maupun pada lingkungan kerja mereka.

Kata kunci: Intervensi coaching, Guru, Karyawan, Kedisiplinan guru, Kedisiplinan waktu

 

Abstract

In the field of education, teachers play a crucial role as role models for children, someone who is admired and mimicked. An essential component of excellent behavior is discipline. However, many teachers and staff at SMA Muhammadiyah 1 ignore time discipline by arriving late to school. This quantitative study utilized action research, pretest and posttest analysis, and sequential explanatory designs to investigate whether coaching interventions for two employees and four teachers may enhance the time disciplined, including on-time school attendance, of staff members at SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Primary data were collected through self-discipline questionnaires and group coaching, and secondary data were obtained from teacher and staff discipline records. The results of the pretest and posttest analysis using the wilcoxon signed ranks test showed that there was an insignificant difference in discipline scores in coachees before and after being given coaching intervention. However, time discipline behavior of coachees did show a difference before and after the coaching intervention. Furthermore, differences in discipline were also found in all teachers and employees of SMA Muhammadiyah 1 Gresik. These results indicate that the coaching intervention for the six coachees had a positive impact, both on the six coachees themselves and on their work environment.

Keywords: Coaching intervention, Teachers, Employees, Teacher discipline, Time discipline

Pendahuluan

            Sumber daya manusia atau SDM merupakan faktor utama dalam sebuah organisasi, sekaligus kunci yang menentukan perkembangan organisasi. Sebagai salah satu faktor utama dalam organisasi baik institusi atau perusahaan yang dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan organisasi, maka kualitas SDM harus diperhatikan. Perlu perhatian lebih terhadap kualitas SDM agar sistem yang terdapat dalam sebuah organisasi dapat berjalan dengan baik (Tufa, 2018). SDM merupakan sumberdaya dinamis yang memegang peran penting dalam proses produksi barang atau jasa (Arninditha, 2012) sehingga karyawan tidak lagi dianggap sebagai sumber daya, tetapi lebih dianggap sebagai modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Pentingnya SDM dalam suatu organisasi, membuat setiap organisasi untuk memiliki karyawan dengan kualitas bagus dan produktif sehingga organisasi dapat berjalan dengan baik (Kalangi, 2015).

            Lembaga pendidikan atau sekolah memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan negara. Tenaga kependidikan, termasuk guru, memiliki peran strategis dalam pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik. Guru sebagai individu yang digugu (dihormati) dan ditiru memiliki peran penting dalam keteladanan bagi siswa-siswinya, terutama dalam hal kedisiplinan.

            Masalah kedisiplinan tenaga kependidikan, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses pendidikan, perlu mendapat perhatian serius karena perilaku disiplin berkontribusi signifikan terhadap mutu pendidikan, seperti peningkatan kualitas pengajaran dan manajemen waktu yang efisien (Daud, 2024). (Hartono, 2023) menjelaskan bahwa kedisiplinan karyawan di tempat kerja merupakan kemampuan karyawan dalam memahami semua hukum dan norma sosial yang berlaku di tempat kerja. Meski demikian, fakta di lapangan menunjukkan bahwa upaya peningkatan mutu dan kinerja karyawan sekolah, terutama terkait dengan kedisiplinan, masih kurang mendapat perhatian. Hal ini mencakup berbagai tenaga kependidikan seperti laboran, pustakawan, bagian administrasi, pelatih ekstrakurikuler, petugas keamanan, dan petugas kebersihan, yang semuanya berperan dalam proses pendidikan. Dalam konteks etika profesi guru, (Hidayah & Santoso, 2020) mengungkapkan bahwa kedisiplinan guru terkait dengan ketaatan terhadap aturan waktu, ketaatan terhadap peraturan organisasi, ketaaatan terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan, dan ketaatan terhadap peraturan lainnya di organisasi. Ketidakdisiplinan, seperti keterlambatan datang ke sekolah, sering kali merupakan hasil dari konflik kepentingan pribadi yang berbenturan dengan tanggung jawab profesional. Misalnya, seorang guru yang sering terlambat mungkin menghadapi masalah pribadi yang memengaruhi komitmennya terhadap tugas mengajar. Hal ini bertentangan dengan prinsip etika yang menekankan tanggung         jawab  dan      tidak adanya    konflik kepentingan.   Keterlambatan ini menunjukkan bahwa guru tersebut belum sepenuhnya memenuhi tanggung jawabnya, yang seharusnya diutamakan dibandingkan kepentingan pribadi.

            Salah satu kasus yang berhasil peneliti amati di SMA Muhammadiyah 1 Gresik pada bulan Maret hingga April tahun 2023 terjadi peningkatan keterlambatan guru dan karyawan yaitu dari 17,7 persen di bulan Maret menjadi 29,1 persen di bulan April 2023. Presensi yang menjadi keprihatinan peneliti pada kasus ini adalah pada bulan Maret 2023 yang memiliki 27 hari kerja, terdapat 9 dari 52 guru dan 13 dari 23 karyawan yang terlambat lebih dari 5 hari dalam satu bulan. Hal yang mengejutkan lagi adalah presensi pada bulan April 2023 yang memiliki 25 hari kerja, terdapat 47 dari 52 guru dan 17 dari 23 karyawan yang terlambat lebih dari 5 hari dalam satu bulan. Hal ini mengindikasikan ada suatu hal yang tidak benar terjadi di SMA Muhammadiyah 1 Gresik, yang menyebabkan seluruh guru dan karyawan dalam bulan April melakukan pelanggaran keterlambatan. Salah satu bentuk pengembangan yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kedisiplinan karyawan adalah dengan menggunakan metode coaching. Coaching adalah usaha dalam meningkatkan potensi individu untuk menetapkan dan mencapai tujuan, meningkatkan hubungan interpersonal, menangani dalam menghadapi sebuah konflik ataupun menunjukan gaya kepemimpinan tertentu (Aini & Syarifuddin, 2021). Dalam hal ini, coaching merupakan sarana dimana atasan mengajarkan keahlian dan keterampilan kerja kepada bawahannya untuk mencapai kinerja yang lebih baik. Dalam metode ini peneliti berperan sebagai pengajar untuk memberitahukan kepada para peserta mengenai tugas apa yang akan dilaksanakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan coaching berpengaruh positif dan signifikan terhadap disiplin kerja karyawan (Indrayani, 2021) coaching yang efektif menunjukkan kinerja karyawan yang sangat baik (Fauziatunisa et al., 2018). (Hartati, 2021) juga melaporkan bahwa melalui coaching telah mampu merubah perilaku siswa SMK yang awalnya sering datang terlambat menjadi datang tepat waktu di sekolah. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa kedisiplinan sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan dan kemajuan organisasi. Namun ternyata masih banyak organisasi yang memiliki SDM dalam hal ini karyawan yang memiliki tingkat kedisiplinan yang rendah sehingga memengaruhi kualitas dan kemajuan organisasi. Dalam mewujudkan organisasi yang efektif dibutuhkan peran yang seimbang antara organisasi dan karyawan di dalamnya. Coaching dapat menjadi metode untuk meningkatkan kedisiplinan karyawan.

            SMA Muhammadiyah 1 Gresik adalah salah satu institusi pendidikan swasta di Kabupaten Gresik yang memiliki visi menjadi Sekolah Inovatif Bertaraf Internasional yang Islami. Agar dapat menyelenggarakan sekolah menengah yang bermutu internasional serta menyediakan layanan pendidikan inovatif untuk meningkatkan kualitas hidup mandiri sesuai misi sekolah, maka dibutuhkan SDM berupa tenaga pendidik (guru) dan kependidikan (karyawan) dengan kinerja yang bagus, salah satu indikatornya adalah tenaga pendidik dan kependidikan (guru dan karyawan) yang memiliki kedisiplinan yang tinggi. Fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa guru dan karyawan masih banyak yang belum memiliki karakter disiplin. Hal ini ditunjukkan dalam hal disiplin waktu, masih ada guru dan karyawan yang datang terlambat ke sekolah, terlambat masuk kelas, dan terlambat menyelesaikan tugas. Pihak sekolah sudah memberikan reward berupa insentif transportasi bagi guru dan karyawan yang tidak terlambat selama satu bulan penuh sebagai motivasi bagi guru dan karyawan supaya menjalankan perilaku disiplin waktu. Guru dan karyawan yang terlambat ke sekolah juga diberlakukan pembinaan/pendampingan khusus, tanpa ada punishment. Reward dan pendampingan yang diberlakukan di sekolah ternyata masih belum dapat mengatasi permasalahan guru dan karyawan yang terlambat datang ke sekolah. Bisa disimpulkan bahwa guru dan karyawan belum mempunyai disiplin kerja, khususnya disiplin tepat waktu datang ke sekolah yang baik.

            Salah satu aspek utama dalam disiplin guru dan karyawan adalah disiplin waktu dengan tidak terlambat datang ke sekolah. (Wibowo, 2012) menunjukkan bahwa ada beberapa indikator disiplin belajar yang berkaitan dengan waktu salah satunya yaitu membiasakan diri datang tepat waktu. Maksudnya adalah guru diharuskan untuk tiba di sekolah maksimum 15 menit sebelum mata pelajaran pertama dimulai dan tiba di kelas tepat waktu agar siswa tidak ketinggalan materi atau mengganggu proses pembelajaran. (Yusup et al., 2023) mengemukakan bahwa kedisiplinan waktu (memulai dan mengakhiri pembelajaran) salah satu aspek utama keberhasilan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran dan mencerminkan kompetensi guru yang profesional.

            Dalam penelitian ini, disiplin guru difokuskan pada disiplin waktu, khususnya yang berkaitan dengan kehadiran dan ketepatan waktu guru. Fokus ini dipilih berdasarkan telaah berbagai teori disiplin yang mengungkap faktor-faktor umum dan indikator disiplin guru.  Pada tabel landasan teori pemilihan disiplin waktu sebagai pengukuran kedisiplinan guru (Lampiran 1) ditemukan bahwa disiplin waktu dan disiplin kedinasan secara konsisten muncul pada masing-masing teori. Disiplin waktu dipilih sebagai ukuran disiplin kerja karena data mengenai kehadiran/ketepatan waktu guru dan karyawan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik sudah tersedia, sedangkan data terkait pengukuran disiplin guru dan karyawan berbasis disiplin kedinasan tidak tersedia. Oleh karena itu, pemilihan disiplin waktu guru dan karyawan sebagai fokus penelitian didasarkan pada dua alasan utama: 1) setiap teori mendukung bahwa pengukuran disiplin guru dan karyawan selalu melibatkan disiplin waktu, dan 2) tersedianya data penelitian yang lengkap.

            Oleh karena itu, untuk menurunkan bahkan mencegah terjadinya perilaku terlambat datang ke sekolah, penting bagi sekolah untuk memberikan perhatian lebih bagi guru dan karyawan yang masih terlambat datang karena perilaku tidak disiplin mereka dapat memengaruhi mutu pendidikan. Manajemen sekolah diharapkan dapat mengatasi perilaku terlambat datang supaya pada masa mendatang semua karyawan dapat datang tepat waktu sehingga mutu pelayanan dan pendidikan di sekolah dapat meningkat yang akhirnya tujuan organisasi sekolah dapat tercapai. Salah satu bentuk pengembangan yang dapat dilakukan sekolah untuk meningkatkan perilaku disiplin waktu pada guru dan karyawan adalah dengan menggunakan metode coaching.

            Penelitian pre-eksperimental akan dilakukan dengan memberikan intervensi coaching sehingga peneliti sebagai coach akan membuat kerangka kerja perubahan perilaku untuk program coaching ini dengan merencanakan, melaksanakan, melakukan observasi, dan mengevaluasi. Evaluasi ini dilakukan pada perilaku disiplin guru dan karyawan dengan membandingkan skor antara sebelum dan setelah coaching; evaluasi materi dan evaluasi coach. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti akan melakukan penelitianPemberian Coaching untuk Meningkatkan Perilaku Disiplin Waktu pada Guru dan Karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik”

            Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan skor kedisiplinan waktu coachee sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching. Untuk mengetahui perbedaan perilaku kedisiplinan waktu coachee sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching. Untuk mengetahui perbedaan perbedaan kedisiplinan seluruh guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching.

            Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat bagi banyak pihak, baik secara teoritis dan juga praktis. Manfaat Teoritis adalah untuk menambah pengetahuan mengenai proses dan pelaksanaan coaching guru dan karyawan di institusi pendidikan. Memperkaya khasanah psikologi industri dan organisasi khususnya dalam proses coaching bagi guru dan karyawan. Manfaat Praktis adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai kedisiplinan waktu dan implementasinya di lingkungan kerja. Meningkatkan pemahaman mengenai proses coaching untuk mengubah perilaku indisiplin waktu menjadi disiplin waktu pada guru dan karyawan di institusi pendidikan. Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi SMA Muhammadiyah 1 Gresik untuk merancang kegiatan coaching sebagai salah satu upaya pendisiplinan guru dan karyawan terutama dalam disiplin waktu.

 

Metode Penelitian

            Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuantitatif yang dilanjutkan dengan tindakan solusi (action). Menurut (Mertler, 2024) dalam bukunya Action Research: Improving Schools and Empowering Educators, action research sering kali memanfaatkan metode kuantitatif, seperti pretest dan posttest, untuk mengukur dampak dari intervensi yang dilakukan. Mertler menjelaskan bahwa meskipun action research sering diasosiasikan dengan pendekatan kualitatif, penggunaan metode kuantitatif yang kuat, termasuk analisis statistik, memungkinkan action research tetap berada dalam paradigma kuantitatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penelitian ini menggunakan metode mixed-method. Penelitian akan dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik yang berlokasi di Jl. DR. Wahidin Sudiro Husodo No.162, Setingi, Randuagung, Kec. Kebomas, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

            Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan action research dan analisis statistik. Action research merupakan sebuah model yang memfokuskan pada perubahan yang terencana, dimana dilakukan pengumpulan data dan diagnosa untuk mengarahkan pada perencanaan tindakan selanjutnya. Guna mendapatkan hasil riset yang “baik”, maka peneliti merasa perlu menggunakan pendekatan kuantitatif atau paradigma positivis sebagai landasan.

 

Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji Validitas

No

Item

rhitung

rtabel

Keterangan

1.

1.a

0,540

0,235

Valid

2.

1.b

0,388

0,235

Valid

3.

1.c

0,653

0,235

Valid

4.

1.d

0,727

0,235

Valid

5.

1.e

0,606

0,235

Valid

6.

1.f

0,483

0,235

Valid

7.

1.g

0,526

0,235

Valid

8.

1.h

0,503

0,235

Valid

9.

2.a

0,787

0,235

Valid

10.

2.b

0,521

0,235

Valid

11.

2.c

0,390

0,235

Valid

12.

2.d

0,548

0,235

Valid

13.

2.e

0,340

0,235

Valid

14.

2.f

0,723

0,235

Valid

15.

3.a

0,592

0,235

Valid

16.

3.b

0,653

0,235

Valid

17.

3.c

0,492

0,235

Valid

18.

4.a

0,339

0,235

Valid

19.

4.b

0,593

0,235

Valid

20.

4.c

0,579

0,235

Valid

(Sumber: Data Diolah Peneliti, 2024)

           

Dari hasil ringkasan uji validitas menunjukkan rhitung untuk butir soal 1 sampai dengan butir soal 20 berkisar antara 0,339 sampai dengan 0,787 yang lebih besar dari rtabel (0,235) artinya butir soal di dalam instrumen penelitian ini valid sehingga dapat dipergunakan untuk penelitian.

 

Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas

Nama Variabel

Cronbach’s Alpha

Keterangan

Kedisiplinan

0,858

Reliabel

(Sumber: Data Diolah Peneliti, 2024)

           

Uji reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen kedisiplinan ini memiliki nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,858 yang jauh lebih besar dari koefisien Cronbach’s Alpha yang ditetapkan yaitu 0,70 sehingga variabel kedisiplinan ini memenuhi prasyarat uji reliabilitas dan layak dipergunakan untuk penelitian.

 

Tabel 3. Persepsi guru dan karyawan mengenai ketaatan terhadap aturan waktu

 

Kecil kemungkinan

Kadangkala

Sering

Selalu

 

mean

F

S

F

S

F

S

F

S

1a

1

1

5

10

11

33

58

232

3,7

1b*

5

5

2

4

10

30

58

232

3,6

1c

0

0

4

8

26

78

45

180

3,5

1d

2

2

2

4

19

57

52

208

3,6

1e*

2

2

4

8

8

24

61

244

3,7

1f

17

17

9

18

18

54

31

124

2,8

1g*

2

2

2

4

2

6

69

276

3,8

1h

4

4

1

2

2

6

68

272

3,8

F = frekuensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

S = skor

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Kuesioner (2024)

 

            Dari 6 pertanyaan favourable, pertanyaan kedelapan “Saya minta ijin bila tidak masuk kerjamendapatkan persepsi paling tinggi dengan nilai mean 3,8, diikuti dengan persepsi baik mengenai pertanyaan pertama “Saya hadir tepat waktu saat bekerja” (mean = 3,7) dan pertanyaan keempat ”Saya menggunakan waktu sebaik mungkin agar pekerjaan saya selesai tepat waktu” (mean = 3,6). Sementara pertanyaan keenam “Saya pulang tepat waktudipersepsi sangat rendah dengan nilai mean = 2,8. Sedangkan dari 2 pertanyaan unfavourable, pertanyaan ketujuh “Saya pulang sebelum waktu yang seharusnyadipersepsi paling tinggi (mean = 3,8), dan pertanyaan kelima unfavourable “Saya mengulur waktu sehingga tugas tidak selesai tepat waktumengikuti dengan nilai mean 3,7; dan pertanyaan kedua unfavourableTerlambat datang ke sekolah adalah hal biasa bagi sayadipersepsi paling rendah dengan nilai mean 3,6.

            Temuan perihal kedisiplinan guru menunjukkan bahwa perilaku meminta izin saat tidak masuk kerja dianggap penting oleh para guru, begitu pula dengan kehadiran tepat waktu saat bekerja dan penggunaan waktu sebaik mungkin agar pekerjaan saya selesai tepat waktu juga menjadi aspek-aspek yang cukup diperhatikan.

            Persepsi mengenai ketepatan waktu pulang yang rendah menunjukkan bahwa para guru dan karyawan cenderung untuk pulang tidak sesuai dengan waktu yang diharuskan. Hal ini diperkuat dengan persepsi responden atas pertanyaan unfavourable mengenai waktu pulang secara spesifik yang memperoleh nilai persepsi tinggi, sehingga diketahui bahwa perilaku meninggalkan sekolah sebelum waktunya adalah masalah yang cukup sering terjadi.

            Kemudian permasalahan mengulur waktu sehingga tugas tidak selesai tepat waktu juga menjadi perhatian karena mendaptkan persepsi yang tinggi pula, hal ini menunjukkan adanya kecenderungan perilaku kurang produktif. Temuan lainnya, persepsi bahwa datang terlambat ke sekolah adalah hal yang biasa mengindikasikan adanya kekurang-sadaran guru dan karyawan tentang pentingnya datang tepat waktu ke sekolah. Secara keseluruhan pengukuran indikator ketaatan terhadap aturan waktu mengindikasikan bahwa aspek-aspek kedisiplinan guru masih belum dijalankan dengan baik, terutama mengenai kepatuhan terhadap waktu datang dan waktu pulang. Temuan analisis deskriptif jawaban responden ini sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.

 

Ketaatan terhadap Peraturan Organisasi

            Indikator kedua kedisiplinan guru menurut (Singodimedjo, 2012), yakni ketaatan terhadap peraturan organisasi, dalam kuesioner diwakili oleh enam pertanyaan yang terdiri dari 5 pertanyaan favourable dan 1 pertanyaan unfavourable, artinya peneliti menanyakan kemungkinan 5 perilaku positif dan 1 perilaku negatif pada responden.

 

Tabel 4. Persepsi guru dan karyawan mengenai ketaatan terhadap peraturan organisasi

 

Kecil kemungkinan

Kadangkala

Sering

Selalu

 

mean

F

S

F

S

F

S

F

S

2.a

2

2

0

0

4

12

69

276

3,9

2.b

2

2

1

2

12

36

60

240

3,7

2.c*

6

6

3

6

5

15

61

244

3,6

2.d

4

4

3

6

4

12

64

256

3,7

2.e

6

6

0

0

16

48

53

212

3,5

2.f

2

2

0

0

10

30

63

252

3,8

F = frekuensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

S = skor

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Kuesioner

 

            Dari 5 pertanyaan favourable, pertanyaan pertama “Saya berusaha melaksanakan tugas dengan baik dan sesuai aturandipersepsi paling tinggi (mean = 3,9), diikuti dengan pertanyaan keenam “Saya menjaga tingkah laku sesuai norma yang berlaku” (mean = 3,8). Sementara pertanyaan favourable yang mendapatkan persepsi terendah adalah pertanyaan kelima “Saya menerima dan menjalankan sanksi yang diberikan jika melakukan kesalahandengan nilai mean 3,5.

            Pertanyaan ketiga yang merupakan pertanyaan unfavourable “Saya tidak melaksanakan sanksi yang diberi ketika saya melanggar aturandipersepsi cukup tinggi dengan nilai mean 3,6. Persepsi yang tinggi atas pertanyaan pertama mengindikasikan bahwa guru cenderung memprioritaskan pelaksanaan tugas secara baik dan sesuai dengan aturan yang ada. Kedisiplinan ini mencerminkan komitmen para guru dan karyawan terhadap profesionalisme dan tanggung jawab. Kesadaran para guru dan karyawan yang kuat terhadap pentingnya menjaga perilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan kerja juga tinggi. Namun, meskipun guru cenderung mematuhi aturan, ada resistensi atau ketidaknyamanan dalam menerima dan menjalankan sanksi ketika melakukan kesalahan. Hal ini didukung dari jawaban responden akan pertanyaan unfavourable, yang menunjukkan adanya kecenderungan di kalangan guru untuk tidak melaksanakan sanksi ketika mereka melanggar aturan, yang dapat menjadi perhatian dalam upaya meningkatkan kedisiplinan.

            Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran dan komitmen yang cukup tinggi terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku sesuai norma, masih ada tantangan dalam hal penerimaan dan pelaksanaan sanksi, yang dapat memengaruhi keseluruhan disiplin kerja guru.

 

Ketaatan terhadap Aturan Perilaku dalam Pekerjaan

            Indikator ketiga kedisiplinan guru menurut (Singodimedjo, 2012), yakni ketaatan terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan, dalam kuesioner diwakili oleh tiga pertanyaan yang terdiri dari 2 pertanyaan favourable dan 1 pertanyaan unfavourable, artinya peneliti menanyakan kemungkinan 2 perilaku positif dan 1 perilaku negatif pada responden.

 

Tabel 5. Persepsi guru dan karyawan mengenai ketaatan terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan

 

Kecil kemungkinan

Kadangkala

Sering

Selalu

 

mean

F

S

F

S

F

S

F

S

3.a

0

0

1

2

14

42

60

240

3,8

3.b

1

1

0

0

7

21

67

268

3,9

3.c*

7

7

1

2

5

15

62

248

3,6

F = frekuensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

S = skor

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Kuesioner

 

            Untuk pertanyaan favourable, pertanyaan kedua “Saya melaksanakan tugas saya dengan penuh tanggung jawabmendapatkan persepsi tertinggi (mean = 3,9), diikuti dengan pertanyaan pertama “Saya bekerja sesuai dengan standar prosedur yang telah diterapkan” (mean = 3,8). Sementara pertanyaan kedua, yang merupakan pertanyaan unfavourable “Saya bekerja tidak sesuai prosedur yang adadipersepsi cukup tinggi dengan nilai mean 3,6.

            Hasil jawaban responden mengenai ketaatan terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan mengindikasikan bahwa para guru memiliki komitmen yang kuat terhadap tanggung jawab mereka dalam melaksanakan tugas, yang menjadi indikator utama dalam menilai kedisiplinan mereka. Tingginya persepsi mengenai bekerja sesuai dengan standar prosedur yang telah diterapkan, menunjukkan bahwa guru umumnya mengikuti prosedur yang ditetapkan, yang mencerminkan kedisiplinan dalam hal kepatuhan terhadap standar operasional.

            Namun, dari pertanyaan kedua yang bersifat unfavourable, ditemukan bahwa meskipun ada komitmen terhadap tanggung jawab dan kepatuhan terhadap prosedur, masih banyak guru dan karyawan yang melaporkan bahwa mereka bekerja di luar prosedur yang telah ditetapkan. Temuan ini menandakan adanya inkonsistensi dalam penerapan prosedur di lapangan, yang dapat menjadi tantangan dalam upaya meningkatkan kedisiplinan secara keseluruhan.

            Secara keseluruhan, meskipun tanggung jawab dan kepatuhan terhadap prosedur dianggap penting oleh para guru, adanya persepsi yang cukup tinggi terhadap bekerja tidak sesuai prosedur mengindikasikan perlunya penguatan lebih lanjut dalam memastikan bahwa standar yang ditetapkan diikuti secara konsisten.

 

Ketaatan terhadap Peraturan Lainnya di Organisasi

            Indikator keempat kedisiplinan guru menurut (Singodimedjo, 2012),  yakni ketaatan terhadap peraturan lainnya di organisasi, dalam kuesioner diwakili oleh tiga pertanyaan yang terdiri dari 2 pertanyaan favourable dan 1 pertanyaan unfavourable, artinya peneliti menanyakan kemungkinan 2 perilaku positif dan 1 perilaku negatif pada responden.

 

Tabel 6. Persepsi Guru Dan Karyawan Mengenai Ketaatan Terhadap Peraturan Lainnya di Organisasi

 

Kecil kemungkinan

Kadangkala

Sering

Selalu

 

mean

F

S

F

S

F

S

F

S

4.a

2

2

4

8

16

48

53

212

3,6

4.b*

1

1

4

8

14

42

56

224

3,7

4.c

2

2

3

6

14

42

56

224

3,7

F = frekuensi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

S = skor

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber: Kuesioner

 

            Untuk pertanyaan favourable, pertanyaan ketiga “Saya menggunakan peralatan kerja dengan hati-hatimendapatkan persepsi tertinggi (mean = 3,7), diikuti dengan pertanyaan pertama “Saya mengerjakan tugas saya dengan teliti” (mean = 3,6). Sementara pertanyaan kedua, yang merupakan pertanyaan unfavourable “Saya ceroboh pada saat bekerjadipersepsi tinggi dengan nilai mean 3,7.

            Hasil temuan deskriptif statistik mengenai ketaatan terhadap peraturan lainnya di organisasi menunjukkan bahwa para guru dan karyawan sangat memperhatikan penggunaan peralatan kerja dengan cermat, yang mencerminkan sikap hati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas sehari-hari. Ketelitian dalam melaksanakan tugas juga menjadi perhatian penting bagi guru, meskipun sedikit di bawah perhatian terhadap penggunaan peralatan kerja. Namun, yang menjadi perhatian khusus adalah hasil pada pertanyaan unfavourable mengenai kecerobohan pada saat bekerja, mengindikasikan bahwa guru dan karyawan menyatakan masih ada laporan yang signifikan mengenai kecerobohan dalam bekerja.  Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara persepsi mengenai hati-hati dalam penggunaan peralatan dan teliti dalam tugas dengan perilaku aktual ceroboh yang tetap muncul sebagai isu yang perlu diperhatikan lebih lanjut.

 

Perbedaan Skor Kedisiplinan Waktu Coachee Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi Berupa Coaching

            Hasil pengujian pretest dan posttest menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test yang menunjukkan skor rata-rata (mean) posttest yang lebih tinggi (75,33) dibandingkan dengan skor rerata (mean) pretest (71,83) mengindikasikan terjadi peningkatan kedisiplinan coachee setelah intervensi coaching, terutama mengenai waktu kehadiran. Sedangkan nilai standar deviasi yang rendah pada skor pretest (4,262) dan posttest (3,933) menunjukkan tingkat kedisiplinan para coachee relatif seragam baik sebelum maupun setelah intervensi coaching. Ini menunjukkan bahwa intervensi coaching yang telah dilakukan mampu meratakan (menyamaratakan, atau menyetarakan) perilaku positif terkait ketepatan waktu di antara peserta. Meskipun demikian, nilai p-value hasil Wilcoxon Signed Ranks Test sebesar 0,104 menunjukkan bahwa peningkatan ini tidak signifikan secara statistik. Jadi, meskipun ada perbaikan dalam keterlambatan setelah intervensi coaching, perbaikan tersebut mungkin tidak cukup konsisten atau besar untuk dianggap signifikan secara statistik. Hal ini mengindikasikan bahwa coaching berhasil meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap waktu, sehingga mengurangi jumlah keterlambatan yang terjadi meskipun perubahan tersebut tidak terlalu besar.

            Intervensi coaching ini bertujuan untuk mengetahui alasan keterlambatan coachee (kebiasaan, kesibukan, aktivitas, dan kondisi) dan mencari solusi untuk masalah keterlambatan coachee dimana coach hanya berusaha untuk memberikan bantuan untuk meningkatkan kinerja coachee dengan cara meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab dan disertai dengan membangun keyakinan diri coachee. Jadi, coach di sini tidak memaksakan ide-idenya, sebaliknya coach berusaha untuk menggali potensi-potensi solusi dari coachee sendiri. Artinya, coachee diajak untuk menyadari potensi yang dimilikinya dan kemudian menyadari bahwa keberhasilannya ditentukan oleh usahanya sendiri, bukan ditentukan oleh coache karena keputusan diambil berdasarkan kemampuan coachee itu sendiri.

            Intervensi coaching proses membangun keyakinan diri yang akan tumbuh dari akumulasi keberhasilan dan prestasinya. Coaching berusaha untuk meningkatkan keyakinan diri orang dan berpikir bahwa dia dapat melakukannya. Dan lagi, membangun kepercayaan dan menjalin hubungan yang kuat antara coach dan coachee sangat penting dalam hubungan coaching yang sukses. Mendengarkan secara aktif dan penuh empati, membantu coachee untuk menyelaraskan tujuan, menunjukkan konsistensi, memberikan umpan balik akan dapat menciptakan lingkungan yang penuh kepercayaan dan dukungan bagi coachee itu sendiri. Kepercayaan dan hubungan yang kuat membentuk dasar bagi coaching yang efektif yang memungkinkan coachee untuk terlibat sepenuhnya, mengeksplorasi potensinya, dan mencapai mengimplementasikan rencana strategisnya dengan penuh percaya diri.

            Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rusdiman et al., 2022) bahwa melalui coaching, kedisiplinan dalam belajar dapat ditingkatkan dimana guru lebih berani mengutarakan permasalahan yang dihadapi, lebih terbuka untuk mengenal kekurangan dan potensi yang dimiliki, dan mampu mengambil solusi untuk memperbaiki kekurangan pada diri guru. Guru mampu membuat pilihan-pilihan tindakan atas permasalahan yang dihadapi dan mampu membuat pilihan pendukung peningkatan kedisiplinan dalam pembelajaran.

            Perbedaan skor kedisiplinan pada guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching ini mengindikasikan adanya pemahaman pengetahuan mengenai konsep kedisiplinan pada guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Pengetahuan terbentuk dari pengalaman dan pendidikan. Pengalaman bekerja dan mengajar di SMA Muhammadiyah 1 Gresik membentuk pengetahuan para guru dan karyawan tentang apa saja yang harus dilakukan sesuai profesi mereka, salah satunya adalah pengetahuan mengenai kehadiran tepat waktu.

            Para guru dan karyawan sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan harus memiliki pengetahuan yang diperolehnya dari standar kompetensi yang harus dimiliki guru dimana pengetahuan juga bisa diperoleh melalui pendidikan yang ditempuh oleh guru. Secara teoritis, menurut Gordon (1988) kompetensi terdiri dari enam, yaitu (1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (understanding), (3) nilai (value), (4) kemampuan (skill), (5) sikap (attitude) dan (6) minat (interest). Dalam penjelasannya, Gordon membedakan antara pengetahuan dan pemahaman, di mana pengetahuan dijelaskan sebagai kesadaran kognitif, seperti cara mengidentifikasi suatu permasalahan dan bagaimana solusi yang harus dilakukan; sementara pemahaman dijelaskan sebagak kedalaman kognitif dan afektif seseorang, seperti pemahaman kondisi lingkungan kerja yang baik. Sekalipun guru memiliki pengetahuan tentangkedisiplinan untuk hadir tepat waktu yang tertuang dalam Tata Tertib Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMA Muhammadiyah 1 Gresik Tahun 2022-2023 namun pemahaman mengenai pentingnya menjaga lingkungan kerja masih belum didapat, sehingga dalam kenyataannya guru dan karyawan masih datang terlambat.

            Pada tahap pretest (sebelum dilakukan intervensi coaching) tampak bahwa para coachee memiliki pengetahuan maupun pemahaman yang kurang baik, namun pada tahapan terakhir intervensi coaching, para coachee memahami bahwa untuk merubah perilaku datang terlambat dibutuhkan kesadaran dari dalam diri sendiri, dimulai dari kesadaran untuk membedakan hak dan kewajiban, terutama antara kewajiban sebagai orang tua dan kewajiban sebagai guru atau karyawan secara profesional. Kemudian kesadaran (pengetahuan) mengenai  manajemen waktu.

 

Perbedaan Perilaku Kedisiplinan Waktu Coachee Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi Berupa Coaching

            Gambaran perilaku disiplin waktu datang ke sekolah dari coachee sebelum intervensi coaching, berdasarkan daftar kedisiplinan guru dan karyawan (Lampiran 6), menunjukkan fluktuasi tingkat kedisiplinan dalam periode Maret hingga Juni. Pada bulan Maret, sebagian besar coachee (66,7%) berada dalam kategori disiplin rendah, sementara 33,4% berada dalam kategori sedang. Tidak ada coachee yang masuk dalam kategori disiplin tinggi. Pada bulan April, seluruh coachee (100%) berada dalam kategori disiplin rendah, menunjukkan penurunan disiplin dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, pada bulan Mei, terjadi perbaikan dengan 50% coachee berada dalam kategori disiplin rendah dan 50% dalam kategori disiplin sedang. Pada bulan Juni, tren ini berlanjut dengan 16,7% coachee berada dalam kategori disiplin rendah, sementara mayoritas (83,3%) berada dalam kategori disiplin sedang.

            Secara umum, sebelum dilakukan intervensi coaching, tidak ada satu pun coachee yang mencapai kategori disiplin tinggi. Namun, terlihat adanya pergeseran dari disiplin rendah ke sedang, terutama pada bulan Mei dan Juni, yang menunjukkan indikasi bahwa para coachee mulai menunjukkan perbaikan kedisiplinan, meski belum ada intervensi formal. Ini mengindikasikan bahwa kesadaran terhadap disiplin bisa tumbuh secara alami meski belum maksimal.

            Selama intervensi coaching, salah satu coachee, yaitu Coachee W, mengungkapkan adanya fenomena perilaku ikut-ikutan di kalangan guru dan karyawan. Ketika mereka menyaksikan rekan kerja datang terlambat atau pulang lebih awal tanpa sanksi, perilaku tersebut cenderung diadopsi dan menjadi kebiasaan. Fenomena ini bisa dijelaskan melalui teori reciprocal determinism yang dikemukakan oleh Bandura (1986), yang menyatakan bahwa individu memproses informasi dari lingkungan sosial, termasuk peniruan perilaku dari orang lain, kemudian mencoba menerapkan perilaku tersebut sesuai dengan situasi yang mereka hadapi. Dengan kata lain, tindakan tidak disiplin ini muncul karena adanya proses peniruan perilaku yang dilihat dari lingkungan sekitar.

            Proses peniruan ini memperkuat ketidakdisiplinan, karena ketika satu individu melanggar aturan, individu lainnya merasa lebih nyaman melakukan hal yang sama tanpa khawatir akan konsekuensi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kolektif di tempat kerja bisa sangat dipengaruhi oleh tindakan individu lain, terutama jika perilaku tersebut dianggap dapat diterima oleh kelompok. Pendekatan coaching yang dilakukan menjadi semakin relevan untuk memutus siklus peniruan ini dengan cara menanamkan pemahaman dan tanggung jawab pribadi terhadap disiplin.

            Setelah intervensi coaching dilakukan, kondisi keterlambatan guru dan karyawan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik berhasil ditekan secara signifikan. Pada bulan Oktober, jumlah guru dan karyawan yang hadir tidak tepat waktu telah masuk dalam kategori rendah, menandakan adanya perubahan nyata dalam hal kedisiplinan, khususnya dalam presensi. Perubahan ini menunjukkan bahwa intervensi coaching memberikan dampak positif dalam memperbaiki perilaku hadir tepat waktu di kalangan guru dan karyawan.

            Peneliti terus mengobservasi presensi setelah intervensi coaching, dan data pada bulan November 2023, sekitar 1,5 bulan pasca intervensi, menunjukkan hasil yang tetap konsisten dengan keterlambatan yang rendah. Coachee V dan W yang sebelumnya menunjukkan keterlambatan, kini tidak terlambat sama sekali, sementara Coachee N, A, B, dan U hanya terlambat satu kali sepanjang bulan November. Peningkatan kedisiplinan ini tampaknya tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal, seperti aturan atau pengawasan, melainkan juga karena motivasi internal yang timbul, baik dari dalam diri individu masing-masing maupun dari pengaruh positif coachee lain yang terlibat dalam proses coaching.

            Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 8 menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kompetensi, di mana pada Pasal 10 dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Lebih lanjut dalam lembar Penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dipaparkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian salah satunya adalah menjadi teladan bagi siswa didiknya.

            Temuan dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa para coachee pada saat sebelum dilakukan intervensi coaching belum memiliki kompetensi kepribadian yang baik. Namun dengan adanya intervensi coaching, kedisiplinan pada saat setelah mengikuti intervensi coaching menunjukkan bahwa terjadi perubahan perilaku kedisiplinan, sehingga lebih layak untuk menjadi teladan bagi siswa didiknya. Hal ini sejalan dengan penelitian (Sariana, 2017)bahwa guru harus menjadi teladan bagi murid-muridnya terutama kedisiplinan harus dimiliki oleh pendidik agar guru mampu mengemban dan bahkan meningkatkan kapasitasnya untuk memberikan pembelajaran yang optimal kepada siswa didiknya.

 

Perbedaan Kedisiplinan seluruh Guru dan Karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi Berupa Coaching

            Dari data kedisiplinan guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik pada periode bulan Maret 2023 hingga Juni 2023 tercatat bahwa jumlah guru dan karyawan yang melakukan keterlambatan datang lebih dari 5 hari per bulan sekitar 21% dari jumlah hari kerja, bervariasi dari bulan ke bulan.

            Pada bulan Maret, dari 75 guru dan karyawan, terdapat 9 guru dan 13 karyawan yang datang terlambat lebih dari 5 hari dari total 27 hari kerja, sementara pada bulan April meningkat menjadi 47 guru dan 17 karyawan yang melakukan keterlambatan lebih dari 5 hari dari 25 hari kerja. Pada bulan Mei, jumlah guru dan karyawan yang datang terlambat lebih dari 5 hari menurun menjadi 10 guru dan 10 karyawan, namun di bulan Juni, sedikit meningkat menjadi 11 guru dan 11 karyawan.

            Analisis ini menunjukkan bahwa jumlah individu dengan keterlambatan serius bervariasi sepanjang periode, dengan puncaknya pada bulan April dan penurunan dan peningkatan pada bulan-bulan berikutnya. Namun, nilai tertinggi keterlambatan yang tetap tinggi menunjukkan adanya gap signifikan dalam kedisiplinan waktu. Ini mengindikasikan perlunya intervensi yang lebih personal dan fokus untuk menangani individu-individu yang menunjukkan pola keterlambatan konsisten.

            Setelah intervensi coaching, analisis keterlambatan guru dan karyawan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik untuk bulan Oktober dan November menunjukkan adanya perbaikan dalam disiplin waktu, meskipun masih terdapat beberapa individu yang mengalami keterlambatan cukup signifikan (Lampiran 9). Pada bulan Oktober, dari total 75 individu, terdapat 20 guru dan karyawan (14,9%) yang mengalami keterlambatan lebih dari 5 hari dari total 26 hari kerja. Nilai tertinggi keterlambatan pada bulan Oktober adalah 22 kali. Pada bulan November menunjukkan penurunan jumlah individu yang terlambat lebih dari 5 hari menjadi 14 guru dan karyawan (13,2%), namun nilai tertinggi keterlambatan masih mencapai 20 kali.

            Meskipun rata-rata keterlambatan per individu menurun setelah intervensi, terdapat perbedaan yang signifikan antara individu dengan keterlambatan minimal dan maksimal. Gap ini menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar individu memperlihatkan perbaikan, ada sebagian kecil yang masih memerlukan perhatian lebih lanjut.

            Hasil ini mengindikasikan bahwa dengan adanya intervensi coaching terhadap 6 coachee (4 guru dan 2 karyawan) memberikan dampak yang positif pada lingkungan kerja mereka. Dengan pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh semasa mengikuti intervensi coaching, para coachee berhasil merubah perilaku kedisiplinan waktu mereka; dan perubahan perilaku ini terlihat oleh guru dan karyawan lainnya di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Selain itu para coachee membagikan pengetahuan yang didapat pada saat intervensi coaching. Pengalaman yang dibagikan coachee tersebut akan menjadi pengalaman serapan, sementara perilaku baru para coachee akan menjadi model bagi para guru dan karyawan, sehingga baik disadari maupun tidak, para guru dan karyawan lainnya di SMA Muhammadiyah 1 Gresik akan meniru perilaku para coachee.

 

Kesimpulan

            Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor kedisiplinan coachee sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching. Terdapat perbedaan yang signifikan pada perilaku disiplin coachee dengan hadir di sekolah tepat waktu pada sebelum dan setelah diberikan intevensi berupa coaching. Terdapat perbedaan kedisiplinan yang signifikan seluruh guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching

 

BIBLIOGRAFI

 

Aini, O. N., & Syarifuddin, S. (2021). Pengaruh Coaching Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Direktorat Sumber Daya Manusia Pt Pos Indonesia Bandung. EProceedings of Management, 8(4).

Arninditha, N. (2012). Pemberian Coaching dan Konseling untuk Meningkatkan Perilaku Proaktif dan Menurunkan Intensi untuk Keluar pada Executive Trainee Batch 4 (Studi pada PT. XYZ). Depok: Tesis Program Studi Psikologi Profesi Peminatan Psikologi Industri Dan Organisasi.

Daud, Y. M. (2024). Strategi Kepala Tenaga Administrasi dalam Peningkatan Kinerja Tenaga Kependidikan di MAN 1 Aceh Besar. Konstruktivisme: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 16(2), 394–403.

Fauziatunisa, H., Nuryanti, B. L., & Masharyono, M. (2018). Analisis Kemampuan Kerja, Coaching Dan Kinerja Karyawan: Studi Kasus Pada Karyawan Pt Sari Ater Hotel Dan Resort Subang. Journal of Business Management Education (JBME), 3(3), 56–66.

Hartati, F. W. S. (2021). Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Datang Tepat Waktu di Sekolah Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa SMK. Jurnal Profesi Keguruan, 7(1), 58–69.

Hartono, E. (2023). The influence of job satisfaction and work motivation on organizational commitment in lecturers of the Faculty of Economics and Business at Swadaya Gunung Jati University. JENIUS (Jurnal Ilmiah Manajemen Sumber Daya Manusia), 6(2), 362–370.

Hidayah, H. N., & Santoso, B. (2020). Motivasi dan disiplin kerja sebagai determinan etos kerja guru. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 5(2), 202–213.

Indrayani, R. (2021). Pelatihan Penggunaan Platform Digital sebagai Media Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid19 untuk Sekolah Dasar. Muria Jurnal Layanan Masyarakat, 3(2), 94–100.

Kalangi, R. (2015). Pengembangan sumber daya manusia dan kinerja aparat sipil negara di Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum (Ekonomi, Sosial, Budaya, Dan Hukum), 2(1), 1–18.

Mertler, C. A. (2024). Action research: Improving schools and empowering educators. Sage Publications.

Rusdiman, A. B., Siburian, P., Purba, S., & Sinaga, O. (2022). Academic Supervision Model In Improving Teacher Performance. International Journal Of Humanities Education and Social Sciences, 1(6).

Sariana, S. (2017). Upaya Meningkatkan Disiplin Guru Dalam Kehadiran Mengajar Di Kelas Melalui Waskat Kepala Sekolah Pada Smp Negeri 4 Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir:(Efforts To Increase Teachers’ Discipline In The Classroom through the Principal Waskat at SMP Negeri 4 Rimba Melintang Rokan Hilir. Perspektif Pendidikan Dan Keguruan, 8(1), 12–17.

Singodimedjo, M. (2012). Sumber Daya Manusia. Surabaya: SMMAS.

Tufa, N. (2018). Pentingnya pengembangan SDM. Iqtishodiyah: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 4(2).

Wibowo, A. (2012). Pendidikan karakter: Strategi membangun karakter bangsa berperadaban.

Yusup, M., Witarsa, R., & Masrul, M. (2023). Kedisiplinan Waktu Mengajar Guru dan Penggunaan Media Pembelajaran di Sekolah Dasar. Journal of Education Research, 4(3), 937–943.

 

Copyright holder:

Mirnani Denta Athiyah Uchtiyani (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: