Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 12, Desember 2024
PEMBERIAN COACHING UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU DISIPLIN WAKTU PADA
GURU DAN KARYAWAN SMA MUHAMMADIYAH 1 GRESIK
Mirnani Denta Athiyah Uchtiyani
Universitas
Airlangga, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Peran guru sebagai individu yang digugu (dihormati) dan ditiru sangat penting dalam dunia pendidikan sebagai teladan siswa. Kedisiplinan menjadi aspek vital dalam keteladanan. Namun banyak guru dan karyawan di SMA Muhammadiyah 1 yang melalaikan
kedisiplinan waktu dengan keterlambatan hadir di sekolah. Penelitian kuantitatif dengan rancangan sequential
explanatory designs ini menggunakan
action research dan analisis pretest dan posttest. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pemberian intervensi coaching
pada 4 guru dan 2 karyawan bisa
meningkatkan perilaku disiplin waktu guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik untuk
hadir tepat waktu di sekolah. Data primer didapatkan melalui group coaching
dan melalui kuesioner kedisiplinan diri, sementara data sekunder menggunakan data kedisiplinan
guru dan karyawan. Hasil analisis
pretest dan posttest menggunakan uji wilcoxon signed ranks test menunjukkan
ada perbedaan skor kedisiplinan yang tidak signifikan pada coachee sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching, sementara perilaku kedisiplinan waktu para coachee juga menunjukkan adanya perbedaan sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching. Lebih lanjut ditemukan pula adanya perbedaan kedisiplinan waktu pada seluruh guru dan karyawan SMA
Muhammadiyah 1 Gresik. Hasil ini mengindikasikan
bahwa dengan adanya intervensi coaching terhadap 6 coachee memberikan dampak yang positif, baik pada keenam coachee maupun pada lingkungan kerja mereka.
Kata kunci: Intervensi
coaching, Guru, Karyawan, Kedisiplinan
guru, Kedisiplinan waktu
Abstract
In the field of education, teachers play a crucial role as
role models for children, someone who is admired and mimicked. An essential
component of excellent behavior is discipline. However, many teachers and staff
at SMA Muhammadiyah 1 ignore time discipline by arriving late to school. This
quantitative study utilized action research, pretest and posttest analysis, and
sequential explanatory designs to investigate whether coaching interventions
for two employees and four teachers may enhance the time disciplined, including
on-time school attendance, of staff members at SMA Muhammadiyah 1 Gresik.
Primary data were collected through self-discipline questionnaires and group
coaching, and secondary data were obtained from teacher and staff discipline
records. The results of the pretest and posttest analysis using the wilcoxon signed ranks test showed that there was an
insignificant difference in discipline scores in coachees
before and after being given coaching intervention. However, time discipline
behavior of coachees did show a difference before and
after the coaching intervention. Furthermore, differences in discipline were
also found in all teachers and employees of SMA Muhammadiyah 1 Gresik. These
results indicate that the coaching intervention for the six coachees
had a positive impact, both on the six coachees
themselves and on their work environment.
Keywords: Coaching intervention,
Teachers, Employees, Teacher discipline, Time discipline
Pendahuluan
Sumber daya manusia atau
SDM merupakan faktor utama dalam sebuah
organisasi, sekaligus kunci yang menentukan perkembangan organisasi. Sebagai salah satu faktor utama dalam
organisasi baik institusi atau perusahaan yang dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan
organisasi, maka kualitas SDM harus diperhatikan. Perlu perhatian lebih terhadap kualitas SDM agar sistem yang terdapat dalam sebuah organisasi
dapat berjalan dengan baik
Lembaga pendidikan
atau sekolah memegang peranan penting dalam peningkatan
kualitas kehidupan bangsa dan negara. Tenaga kependidikan,
termasuk guru, memiliki peran strategis dalam pembentukan pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik. Guru sebagai individu yang digugu (dihormati) dan ditiru memiliki peran penting dalam keteladanan
bagi siswa-siswinya, terutama dalam hal kedisiplinan.
Masalah kedisiplinan tenaga kependidikan, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam proses pendidikan, perlu mendapat perhatian serius karena perilaku disiplin berkontribusi signifikan terhadap mutu pendidikan, seperti peningkatan kualitas pengajaran dan manajemen waktu yang efisien
Salah satu
kasus yang berhasil peneliti amati di SMA
Muhammadiyah 1 Gresik pada bulan Maret hingga April tahun 2023 terjadi peningkatan keterlambatan guru dan karyawan yaitu dari 17,7 persen di bulan Maret menjadi 29,1 persen di bulan April 2023. Presensi yang menjadi keprihatinan peneliti pada kasus ini adalah pada bulan Maret 2023 yang memiliki 27
hari kerja, terdapat 9 dari 52 guru dan 13 dari 23 karyawan yang terlambat lebih dari 5 hari dalam
satu bulan. Hal yang mengejutkan lagi adalah presensi pada bulan April 2023 yang memiliki 25
hari kerja, terdapat 47 dari 52 guru dan 17 dari 23 karyawan yang terlambat lebih dari 5 hari dalam
satu bulan. Hal ini mengindikasikan ada suatu hal
yang tidak benar terjadi di SMA Muhammadiyah 1 Gresik, yang menyebabkan seluruh guru dan karyawan dalam bulan April melakukan pelanggaran keterlambatan. Salah satu bentuk pengembangan
yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kedisiplinan karyawan adalah dengan menggunakan metode coaching. Coaching adalah usaha dalam meningkatkan
potensi individu untuk menetapkan dan mencapai tujuan, meningkatkan hubungan
interpersonal, menangani dalam
menghadapi sebuah konflik ataupun menunjukan gaya kepemimpinan tertentu
SMA Muhammadiyah 1 Gresik adalah salah satu institusi pendidikan swasta di Kabupaten Gresik yang memiliki visi menjadi
Sekolah Inovatif Bertaraf Internasional yang
Islami. Agar dapat menyelenggarakan
sekolah menengah yang bermutu internasional serta menyediakan layanan pendidikan inovatif untuk meningkatkan kualitas hidup mandiri sesuai
misi sekolah, maka dibutuhkan SDM berupa tenaga pendidik
(guru) dan kependidikan (karyawan)
dengan kinerja yang bagus, salah satu indikatornya adalah tenaga pendidik dan kependidikan (guru dan karyawan)
yang memiliki kedisiplinan
yang tinggi. Fakta yang ditemukan
di lapangan menunjukkan bahwa guru dan karyawan masih banyak yang belum memiliki karakter disiplin. Hal ini ditunjukkan dalam hal disiplin
waktu, masih ada guru dan karyawan yang datang terlambat ke sekolah, terlambat
masuk kelas, dan terlambat menyelesaikan tugas. Pihak sekolah
sudah memberikan reward berupa insentif transportasi bagi guru dan karyawan yang tidak terlambat selama satu bulan penuh
sebagai motivasi bagi guru dan karyawan supaya menjalankan perilaku disiplin waktu. Guru dan karyawan yang terlambat ke sekolah
juga diberlakukan pembinaan/pendampingan khusus, tanpa ada punishment. Reward dan pendampingan yang diberlakukan di
sekolah ternyata masih belum dapat
mengatasi permasalahan guru
dan karyawan yang terlambat
datang ke sekolah. Bisa disimpulkan bahwa guru dan karyawan belum mempunyai disiplin kerja, khususnya disiplin tepat waktu datang
ke sekolah yang baik.
Salah satu
aspek utama dalam disiplin guru dan karyawan adalah disiplin waktu dengan tidak terlambat
datang ke sekolah.
Dalam penelitian ini, disiplin guru difokuskan pada disiplin waktu, khususnya yang berkaitan dengan kehadiran dan ketepatan waktu guru. Fokus ini dipilih
berdasarkan telaah berbagai teori disiplin yang mengungkap faktor-faktor umum dan indikator disiplin guru. Pada tabel landasan teori pemilihan disiplin waktu sebagai pengukuran
kedisiplinan guru (Lampiran 1) ditemukan
bahwa disiplin waktu dan disiplin kedinasan secara konsisten muncul pada
masing-masing teori. Disiplin
waktu dipilih sebagai ukuran disiplin kerja karena data mengenai kehadiran/ketepatan waktu guru dan karyawan di SMA
Muhammadiyah 1 Gresik sudah tersedia,
sedangkan data terkait pengukuran disiplin guru dan karyawan berbasis disiplin kedinasan tidak tersedia. Oleh karena itu, pemilihan
disiplin waktu guru dan karyawan sebagai fokus penelitian didasarkan pada dua alasan utama: 1) setiap teori mendukung bahwa pengukuran disiplin guru dan karyawan selalu melibatkan disiplin waktu, dan 2) tersedianya data penelitian yang lengkap.
Oleh karena
itu, untuk menurunkan bahkan mencegah terjadinya perilaku terlambat datang ke sekolah,
penting bagi sekolah untuk memberikan
perhatian lebih bagi guru dan karyawan yang masih terlambat datang karena perilaku
tidak disiplin mereka dapat memengaruhi
mutu pendidikan. Manajemen sekolah diharapkan dapat mengatasi perilaku terlambat datang supaya pada masa mendatang semua karyawan dapat datang tepat
waktu sehingga mutu pelayanan dan pendidikan di sekolah dapat meningkat yang akhirnya tujuan organisasi sekolah dapat tercapai. Salah satu bentuk pengembangan
yang dapat dilakukan sekolah untuk meningkatkan
perilaku disiplin waktu pada guru dan karyawan adalah dengan menggunakan
metode coaching.
Penelitian
pre-eksperimental akan dilakukan dengan memberikan intervensi coaching sehingga peneliti sebagai coach akan membuat kerangka kerja perubahan perilaku untuk program coaching ini dengan merencanakan,
melaksanakan, melakukan observasi, dan mengevaluasi. Evaluasi ini dilakukan
pada perilaku disiplin guru
dan karyawan dengan membandingkan skor antara sebelum dan setelah coaching; evaluasi materi dan evaluasi coach. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti
akan melakukan penelitian “Pemberian Coaching untuk Meningkatkan Perilaku Disiplin Waktu pada Guru
dan Karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik”
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui perbedaan skor kedisiplinan waktu coachee sebelum
dan setelah diberikan intervensi berupa coaching. Untuk mengetahui perbedaan perilaku kedisiplinan waktu coachee sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching. Untuk mengetahui perbedaan perbedaan kedisiplinan seluruh guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik sebelum
dan setelah diberikan intervensi berupa coaching.
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka hasil penelitian
ini diharapkan dapat memperoleh manfaat bagi banyak
pihak, baik secara teoritis dan juga praktis. Manfaat Teoritis adalah untuk menambah pengetahuan mengenai proses dan pelaksanaan coaching guru dan karyawan
di institusi pendidikan. Memperkaya khasanah psikologi industri dan organisasi khususnya dalam proses coaching bagi guru
dan karyawan. Manfaat Praktis adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai kedisiplinan waktu dan implementasinya di lingkungan kerja. Meningkatkan pemahaman mengenai proses
coaching untuk mengubah perilaku indisiplin waktu menjadi disiplin
waktu pada guru dan karyawan
di institusi pendidikan.
Hasil penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi SMA Muhammadiyah 1 Gresik untuk
merancang kegiatan coaching
sebagai salah satu upaya pendisiplinan guru dan karyawan terutama dalam disiplin waktu.
Metode Penelitian
Pendekatan
yang digunakan pada penelitian
ini menggunakan kuantitatif yang dilanjutkan dengan tindakan solusi (action). Menurut
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan
action research dan analisis statistik.
Action research merupakan sebuah
model yang memfokuskan pada perubahan
yang terencana, dimana dilakukan pengumpulan data dan diagnosa untuk mengarahkan pada perencanaan tindakan selanjutnya. Guna mendapatkan hasil riset yang “baik”, maka peneliti merasa
perlu menggunakan pendekatan kuantitatif atau paradigma positivis sebagai landasan.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Ringkasan
Hasil Uji Validitas
No |
Item |
rhitung |
rtabel |
Keterangan |
1. |
1.a |
0,540 |
0,235 |
Valid |
2. |
1.b |
0,388 |
0,235 |
Valid |
3. |
1.c |
0,653 |
0,235 |
Valid |
4. |
1.d |
0,727 |
0,235 |
Valid |
5. |
1.e |
0,606 |
0,235 |
Valid |
6. |
1.f |
0,483 |
0,235 |
Valid |
7. |
1.g |
0,526 |
0,235 |
Valid |
8. |
1.h |
0,503 |
0,235 |
Valid |
9. |
2.a |
0,787 |
0,235 |
Valid |
10. |
2.b |
0,521 |
0,235 |
Valid |
11. |
2.c |
0,390 |
0,235 |
Valid |
12. |
2.d |
0,548 |
0,235 |
Valid |
13. |
2.e |
0,340 |
0,235 |
Valid |
14. |
2.f |
0,723 |
0,235 |
Valid |
15. |
3.a |
0,592 |
0,235 |
Valid |
16. |
3.b |
0,653 |
0,235 |
Valid |
17. |
3.c |
0,492 |
0,235 |
Valid |
18. |
4.a |
0,339 |
0,235 |
Valid |
19. |
4.b |
0,593 |
0,235 |
Valid |
20. |
4.c |
0,579 |
0,235 |
Valid |
(Sumber: Data Diolah Peneliti, 2024)
Dari hasil ringkasan uji validitas menunjukkan rhitung untuk butir
soal 1 sampai dengan butir soal
20 berkisar antara 0,339 sampai dengan 0,787 yang lebih besar dari
rtabel (0,235) artinya butir soal di dalam
instrumen penelitian ini valid sehingga dapat dipergunakan untuk penelitian.
Tabel 2. Hasil Uji Reliabilitas
Nama Variabel |
Cronbach’s
Alpha |
Keterangan |
Kedisiplinan |
0,858 |
Reliabel |
(Sumber: Data Diolah Peneliti, 2024)
Uji reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen kedisiplinan ini memiliki nilai
Cronbach’s Alpha sebesar 0,858 yang jauh lebih besar
dari koefisien Cronbach’s
Alpha yang ditetapkan yaitu
0,70 sehingga variabel kedisiplinan ini memenuhi prasyarat uji reliabilitas dan layak dipergunakan untuk penelitian.
Tabel 3. Persepsi
guru dan karyawan mengenai ketaatan terhadap aturan waktu
|
Kecil kemungkinan |
Kadangkala |
Sering |
Selalu |
mean |
||||
F |
S |
F |
S |
F |
S |
F |
S |
||
1a |
1 |
1 |
5 |
10 |
11 |
33 |
58 |
232 |
3,7 |
1b* |
5 |
5 |
2 |
4 |
10 |
30 |
58 |
232 |
3,6 |
1c |
0 |
0 |
4 |
8 |
26 |
78 |
45 |
180 |
3,5 |
1d |
2 |
2 |
2 |
4 |
19 |
57 |
52 |
208 |
3,6 |
1e* |
2 |
2 |
4 |
8 |
8 |
24 |
61 |
244 |
3,7 |
1f |
17 |
17 |
9 |
18 |
18 |
54 |
31 |
124 |
2,8 |
1g* |
2 |
2 |
2 |
4 |
2 |
6 |
69 |
276 |
3,8 |
1h |
4 |
4 |
1 |
2 |
2 |
6 |
68 |
272 |
3,8 |
F = frekuensi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
S = skor |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Kuesioner
(2024)
Dari 6 pertanyaan
favourable, pertanyaan kedelapan “Saya minta ijin bila tidak
masuk kerja” mendapatkan persepsi paling tinggi dengan nilai
mean 3,8, diikuti dengan persepsi baik mengenai
pertanyaan pertama “Saya hadir tepat waktu
saat bekerja” (mean = 3,7)
dan pertanyaan keempat ”Saya menggunakan waktu sebaik mungkin
agar pekerjaan saya selesai tepat waktu”
(mean = 3,6). Sementara pertanyaan
keenam “Saya pulang tepat waktu” dipersepsi
sangat rendah dengan nilai mean = 2,8. Sedangkan dari 2 pertanyaan unfavourable, pertanyaan ketujuh “Saya pulang sebelum waktu yang seharusnya” dipersepsi paling tinggi (mean = 3,8), dan pertanyaan
kelima unfavourable “Saya mengulur waktu sehingga tugas tidak selesai tepat
waktu” mengikuti dengan nilai mean 3,7; dan pertanyaan kedua unfavourable “Terlambat datang ke sekolah
adalah hal biasa bagi saya”
dipersepsi paling rendah dengan nilai mean 3,6.
Temuan perihal kedisiplinan guru menunjukkan bahwa perilaku meminta izin saat tidak
masuk kerja dianggap penting oleh para guru, begitu pula dengan kehadiran tepat waktu saat bekerja
dan penggunaan waktu sebaik mungkin agar pekerjaan saya selesai tepat waktu
juga menjadi aspek-aspek
yang cukup diperhatikan.
Persepsi mengenai ketepatan waktu pulang yang rendah menunjukkan bahwa para guru dan karyawan cenderung untuk pulang tidak sesuai
dengan waktu yang diharuskan. Hal ini diperkuat dengan persepsi responden atas pertanyaan unfavourable mengenai waktu pulang secara
spesifik yang memperoleh nilai persepsi tinggi, sehingga diketahui bahwa perilaku meninggalkan sekolah sebelum waktunya adalah masalah yang cukup sering terjadi.
Kemudian permasalahan mengulur waktu sehingga tugas tidak selesai
tepat waktu juga menjadi perhatian karena mendaptkan persepsi yang tinggi pula, hal ini menunjukkan
adanya kecenderungan perilaku kurang produktif. Temuan lainnya, persepsi bahwa datang terlambat
ke sekolah adalah hal yang biasa mengindikasikan adanya kekurang-sadaran guru dan karyawan tentang pentingnya datang tepat waktu ke
sekolah. Secara keseluruhan pengukuran indikator ketaatan terhadap aturan waktu mengindikasikan bahwa aspek-aspek kedisiplinan guru masih belum dijalankan dengan baik, terutama
mengenai kepatuhan terhadap waktu datang dan waktu pulang. Temuan analisis deskriptif jawaban responden ini sesuai dengan
apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Ketaatan terhadap Peraturan Organisasi
Indikator
kedua kedisiplinan guru menurut
Tabel 4. Persepsi
guru dan karyawan mengenai ketaatan terhadap peraturan organisasi
|
Kecil kemungkinan |
Kadangkala |
Sering |
Selalu |
mean |
||||
F |
S |
F |
S |
F |
S |
F |
S |
||
2.a |
2 |
2 |
0 |
0 |
4 |
12 |
69 |
276 |
3,9 |
2.b |
2 |
2 |
1 |
2 |
12 |
36 |
60 |
240 |
3,7 |
2.c* |
6 |
6 |
3 |
6 |
5 |
15 |
61 |
244 |
3,6 |
2.d |
4 |
4 |
3 |
6 |
4 |
12 |
64 |
256 |
3,7 |
2.e |
6 |
6 |
0 |
0 |
16 |
48 |
53 |
212 |
3,5 |
2.f |
2 |
2 |
0 |
0 |
10 |
30 |
63 |
252 |
3,8 |
F = frekuensi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
S = skor |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Kuesioner
Dari 5 pertanyaan
favourable, pertanyaan pertama “Saya berusaha melaksanakan tugas dengan baik dan sesuai aturan” dipersepsi paling tinggi (mean =
3,9), diikuti dengan pertanyaan keenam “Saya menjaga tingkah laku sesuai norma yang berlaku” (mean = 3,8). Sementara pertanyaan favourable yang mendapatkan persepsi terendah adalah pertanyaan kelima “Saya menerima dan menjalankan sanksi yang diberikan jika melakukan kesalahan” dengan nilai mean 3,5.
Pertanyaan
ketiga yang merupakan pertanyaan unfavourable “Saya tidak melaksanakan sanksi yang diberi ketika saya melanggar
aturan” dipersepsi cukup tinggi dengan
nilai mean 3,6. Persepsi
yang tinggi atas pertanyaan pertama mengindikasikan bahwa guru cenderung memprioritaskan pelaksanaan tugas secara baik dan sesuai dengan aturan
yang ada. Kedisiplinan ini mencerminkan komitmen para guru dan karyawan terhadap profesionalisme dan tanggung jawab. Kesadaran para guru dan karyawan
yang kuat terhadap pentingnya menjaga perilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku
di lingkungan kerja juga tinggi. Namun, meskipun guru cenderung mematuhi aturan, ada resistensi atau ketidaknyamanan dalam menerima dan menjalankan sanksi ketika melakukan kesalahan. Hal ini didukung dari jawaban
responden akan pertanyaan unfavourable, yang menunjukkan adanya kecenderungan di kalangan guru untuk tidak melaksanakan
sanksi ketika mereka melanggar aturan, yang dapat menjadi perhatian dalam upaya meningkatkan
kedisiplinan.
Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran dan komitmen yang cukup tinggi terhadap pelaksanaan tugas dan perilaku sesuai norma, masih ada tantangan
dalam hal penerimaan dan pelaksanaan sanksi, yang dapat memengaruhi keseluruhan disiplin kerja guru.
Ketaatan terhadap Aturan Perilaku dalam Pekerjaan
Indikator
ketiga kedisiplinan guru menurut
Tabel 5. Persepsi
guru dan karyawan mengenai ketaatan terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan
|
Kecil kemungkinan |
Kadangkala |
Sering |
Selalu |
mean |
||||
F |
S |
F |
S |
F |
S |
F |
S |
||
3.a |
0 |
0 |
1 |
2 |
14 |
42 |
60 |
240 |
3,8 |
3.b |
1 |
1 |
0 |
0 |
7 |
21 |
67 |
268 |
3,9 |
3.c* |
7 |
7 |
1 |
2 |
5 |
15 |
62 |
248 |
3,6 |
F = frekuensi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
S = skor |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Kuesioner
Untuk pertanyaan favourable, pertanyaan kedua “Saya melaksanakan tugas saya dengan penuh
tanggung jawab” mendapatkan persepsi tertinggi (mean = 3,9), diikuti dengan pertanyaan pertama “Saya bekerja sesuai dengan standar
prosedur yang telah diterapkan” (mean = 3,8). Sementara
pertanyaan kedua, yang merupakan pertanyaan unfavourable “Saya bekerja tidak sesuai prosedur
yang ada” dipersepsi cukup tinggi dengan
nilai mean 3,6.
Hasil jawaban
responden mengenai ketaatan terhadap aturan perilaku dalam pekerjaan mengindikasikan bahwa para guru memiliki komitmen yang kuat terhadap tanggung
jawab mereka dalam melaksanakan tugas, yang menjadi indikator utama dalam menilai kedisiplinan
mereka. Tingginya persepsi mengenai bekerja sesuai dengan standar prosedur yang telah diterapkan, menunjukkan bahwa guru umumnya mengikuti prosedur yang ditetapkan, yang mencerminkan kedisiplinan dalam hal kepatuhan terhadap
standar operasional.
Namun, dari pertanyaan kedua yang bersifat unfavourable, ditemukan bahwa meskipun ada komitmen terhadap
tanggung jawab dan kepatuhan terhadap prosedur, masih banyak guru dan karyawan yang melaporkan bahwa mereka bekerja di luar prosedur yang telah ditetapkan. Temuan ini menandakan
adanya inkonsistensi dalam penerapan prosedur di lapangan, yang dapat menjadi tantangan
dalam upaya meningkatkan kedisiplinan secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, meskipun tanggung jawab dan kepatuhan terhadap prosedur dianggap penting oleh para guru, adanya persepsi yang cukup tinggi terhadap bekerja tidak sesuai
prosedur mengindikasikan perlunya penguatan lebih lanjut dalam
memastikan bahwa standar yang ditetapkan diikuti secara konsisten.
Ketaatan terhadap Peraturan Lainnya di Organisasi
Indikator keempat kedisiplinan guru menurut
Tabel 6. Persepsi
Guru Dan Karyawan Mengenai Ketaatan Terhadap Peraturan Lainnya di Organisasi
|
Kecil kemungkinan |
Kadangkala |
Sering |
Selalu |
mean |
||||
F |
S |
F |
S |
F |
S |
F |
S |
||
4.a |
2 |
2 |
4 |
8 |
16 |
48 |
53 |
212 |
3,6 |
4.b* |
1 |
1 |
4 |
8 |
14 |
42 |
56 |
224 |
3,7 |
4.c |
2 |
2 |
3 |
6 |
14 |
42 |
56 |
224 |
3,7 |
F = frekuensi |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
S = skor |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: Kuesioner
Untuk pertanyaan favourable, pertanyaan ketiga “Saya menggunakan peralatan kerja dengan hati-hati”
mendapatkan persepsi tertinggi (mean = 3,7), diikuti dengan pertanyaan pertama “Saya mengerjakan tugas saya dengan
teliti” (mean = 3,6). Sementara
pertanyaan kedua, yang merupakan pertanyaan unfavourable “Saya ceroboh pada saat bekerja” dipersepsi
tinggi dengan nilai mean 3,7.
Hasil temuan
deskriptif statistik mengenai ketaatan terhadap peraturan lainnya di organisasi menunjukkan bahwa para guru dan karyawan sangat memperhatikan penggunaan peralatan kerja dengan cermat,
yang mencerminkan sikap hati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan
tugas sehari-hari. Ketelitian dalam melaksanakan tugas juga menjadi perhatian penting bagi guru, meskipun sedikit di bawah perhatian terhadap penggunaan peralatan kerja. Namun, yang menjadi perhatian khusus adalah hasil pada pertanyaan unfavourable mengenai kecerobohan pada saat bekerja, mengindikasikan
bahwa guru dan karyawan menyatakan masih ada laporan yang signifikan mengenai kecerobohan dalam bekerja. Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan
adanya ketidakselarasan antara persepsi mengenai hati-hati dalam penggunaan peralatan dan teliti dalam tugas dengan
perilaku aktual ceroboh yang tetap muncul sebagai isu yang perlu diperhatikan lebih lanjut.
Perbedaan Skor
Kedisiplinan Waktu Coachee Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi Berupa Coaching
Hasil pengujian
pretest dan posttest menggunakan Wilcoxon Signed
Ranks Test yang menunjukkan skor
rata-rata (mean) posttest yang lebih tinggi (75,33) dibandingkan dengan skor rerata
(mean) pretest (71,83) mengindikasikan terjadi peningkatan kedisiplinan coachee setelah intervensi coaching, terutama mengenai waktu kehadiran. Sedangkan nilai standar deviasi yang rendah pada skor pretest (4,262)
dan posttest (3,933) menunjukkan tingkat
kedisiplinan para coachee relatif seragam baik sebelum maupun
setelah intervensi
coaching. Ini menunjukkan bahwa intervensi coaching yang telah dilakukan mampu meratakan (menyamaratakan, atau menyetarakan) perilaku positif terkait ketepatan waktu di antara peserta. Meskipun demikian, nilai p-value hasil Wilcoxon
Signed Ranks Test sebesar 0,104 menunjukkan
bahwa peningkatan ini tidak signifikan
secara statistik. Jadi, meskipun ada perbaikan
dalam keterlambatan setelah intervensi coaching, perbaikan tersebut mungkin tidak cukup
konsisten atau besar untuk dianggap
signifikan secara statistik. Hal ini mengindikasikan bahwa coaching berhasil meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap waktu, sehingga mengurangi jumlah keterlambatan yang terjadi meskipun perubahan tersebut tidak terlalu besar.
Intervensi
coaching ini bertujuan untuk mengetahui alasan keterlambatan coachee (kebiasaan, kesibukan, aktivitas, dan kondisi) dan mencari solusi untuk masalah
keterlambatan coachee dimana coach hanya berusaha untuk memberikan bantuan untuk meningkatkan kinerja coachee dengan cara meningkatkan
kesadaran dan tanggungjawab
dan disertai dengan membangun keyakinan diri coachee. Jadi, coach di sini tidak memaksakan
ide-idenya, sebaliknya
coach berusaha untuk menggali potensi-potensi solusi dari coachee
sendiri. Artinya, coachee diajak untuk menyadari potensi yang dimilikinya dan kemudian menyadari bahwa keberhasilannya ditentukan oleh usahanya sendiri, bukan ditentukan oleh coache karena keputusan diambil berdasarkan kemampuan coachee itu sendiri.
Intervensi
coaching proses membangun keyakinan
diri yang akan tumbuh dari akumulasi
keberhasilan dan prestasinya.
Coaching berusaha untuk meningkatkan keyakinan diri orang dan berpikir bahwa dia dapat
melakukannya. Dan lagi, membangun kepercayaan dan menjalin hubungan yang kuat antara coach dan coachee sangat penting dalam hubungan coaching yang sukses. Mendengarkan secara aktif dan penuh empati, membantu
coachee untuk menyelaraskan tujuan, menunjukkan konsistensi, memberikan umpan balik akan dapat
menciptakan lingkungan yang
penuh kepercayaan dan dukungan bagi coachee
itu sendiri. Kepercayaan dan hubungan yang kuat membentuk dasar bagi coaching yang efektif yang memungkinkan coachee untuk terlibat
sepenuhnya, mengeksplorasi potensinya, dan mencapai mengimplementasikan rencana strategisnya dengan penuh percaya diri.
Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Perbedaan skor kedisiplinan pada guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik sebelum
dan setelah diberikan intervensi berupa coaching ini mengindikasikan adanya pemahaman pengetahuan mengenai konsep kedisiplinan pada guru dan
karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Pengetahuan terbentuk dari pengalaman dan pendidikan. Pengalaman bekerja dan mengajar di SMA
Muhammadiyah 1 Gresik membentuk pengetahuan
para guru dan karyawan tentang
apa saja yang harus dilakukan sesuai profesi mereka, salah satunya adalah pengetahuan mengenai kehadiran tepat waktu.
Para guru dan karyawan
sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan harus memiliki pengetahuan yang diperolehnya dari standar kompetensi yang harus dimiliki guru dimana pengetahuan juga bisa diperoleh melalui pendidikan yang ditempuh oleh guru. Secara teoritis, menurut Gordon (1988) kompetensi terdiri dari enam, yaitu
(1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman
(understanding), (3) nilai (value), (4) kemampuan (skill), (5) sikap
(attitude) dan (6) minat (interest). Dalam penjelasannya, Gordon membedakan antara pengetahuan dan pemahaman, di
mana pengetahuan dijelaskan
sebagai kesadaran kognitif, seperti cara mengidentifikasi suatu permasalahan dan bagaimana solusi yang harus dilakukan; sementara pemahaman dijelaskan sebagak kedalaman kognitif dan afektif seseorang, seperti pemahaman kondisi lingkungan kerja yang baik. Sekalipun guru memiliki pengetahuan tentangkedisiplinan untuk hadir tepat
waktu yang tertuang dalam Tata Tertib Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMA
Muhammadiyah 1 Gresik Tahun 2022-2023 namun pemahaman mengenai pentingnya menjaga lingkungan kerja masih belum
didapat, sehingga dalam kenyataannya guru dan karyawan masih datang terlambat.
Pada tahap
pretest (sebelum dilakukan intervensi coaching) tampak bahwa para coachee memiliki pengetahuan maupun pemahaman yang kurang baik, namun
pada tahapan terakhir intervensi coaching, para coachee
memahami bahwa untuk merubah perilaku
datang terlambat dibutuhkan kesadaran dari dalam diri
sendiri, dimulai dari kesadaran untuk membedakan hak dan kewajiban, terutama antara kewajiban sebagai orang tua dan kewajiban sebagai guru atau karyawan secara profesional. Kemudian kesadaran (pengetahuan) mengenai manajemen waktu.
Perbedaan Perilaku Kedisiplinan Waktu Coachee Sebelum dan Setelah Diberikan Intervensi Berupa Coaching
Gambaran perilaku
disiplin waktu datang ke sekolah
dari coachee sebelum intervensi coaching, berdasarkan daftar kedisiplinan
guru dan karyawan (Lampiran 6), menunjukkan
fluktuasi tingkat kedisiplinan dalam periode Maret hingga Juni. Pada bulan
Maret, sebagian besar
coachee (66,7%) berada dalam
kategori disiplin rendah, sementara 33,4% berada dalam kategori sedang. Tidak ada coachee yang masuk dalam kategori
disiplin tinggi. Pada bulan April, seluruh coachee
(100%) berada dalam kategori disiplin rendah, menunjukkan penurunan disiplin dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, pada bulan Mei, terjadi
perbaikan dengan 50%
coachee berada dalam kategori disiplin rendah dan 50% dalam kategori disiplin sedang. Pada bulan Juni, tren ini berlanjut dengan
16,7% coachee berada dalam kategori disiplin rendah, sementara mayoritas
(83,3%) berada dalam kategori disiplin sedang.
Secara umum, sebelum dilakukan
intervensi coaching, tidak
ada satu pun coachee yang mencapai kategori disiplin tinggi. Namun, terlihat adanya pergeseran dari disiplin rendah
ke sedang, terutama pada bulan Mei dan Juni, yang menunjukkan indikasi bahwa para coachee mulai menunjukkan perbaikan kedisiplinan, meski belum ada intervensi formal. Ini mengindikasikan bahwa kesadaran terhadap disiplin bisa tumbuh secara alami meski belum maksimal.
Selama
intervensi coaching, salah satu coachee, yaitu Coachee W, mengungkapkan adanya fenomena perilaku ikut-ikutan di kalangan guru dan karyawan. Ketika mereka menyaksikan rekan kerja datang
terlambat atau pulang lebih awal
tanpa sanksi, perilaku tersebut cenderung diadopsi dan menjadi kebiasaan.
Fenomena ini bisa dijelaskan melalui teori reciprocal determinism yang dikemukakan oleh Bandura (1986), yang menyatakan bahwa individu memproses informasi dari lingkungan sosial, termasuk peniruan perilaku dari orang
lain, kemudian mencoba menerapkan perilaku tersebut sesuai dengan situasi
yang mereka hadapi. Dengan kata lain,
tindakan tidak disiplin ini muncul
karena adanya proses peniruan perilaku yang dilihat dari lingkungan
sekitar.
Proses peniruan ini memperkuat
ketidakdisiplinan, karena ketika satu individu
melanggar aturan, individu lainnya merasa lebih nyaman
melakukan hal yang sama tanpa khawatir
akan konsekuensi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kolektif di tempat kerja
bisa sangat dipengaruhi oleh tindakan individu
lain, terutama jika perilaku tersebut
dianggap dapat diterima oleh kelompok.
Pendekatan coaching yang dilakukan
menjadi semakin relevan untuk memutus
siklus peniruan ini dengan cara menanamkan pemahaman dan tanggung jawab
pribadi terhadap disiplin.
Setelah
intervensi coaching dilakukan,
kondisi keterlambatan guru dan karyawan di
SMA Muhammadiyah 1 Gresik berhasil ditekan secara signifikan. Pada bulan Oktober, jumlah guru dan karyawan yang hadir tidak tepat
waktu telah masuk dalam kategori
rendah, menandakan adanya perubahan nyata dalam hal
kedisiplinan, khususnya dalam presensi. Perubahan ini menunjukkan
bahwa intervensi coaching memberikan dampak positif dalam memperbaiki
perilaku hadir tepat waktu di
kalangan guru dan karyawan.
Peneliti
terus mengobservasi presensi setelah intervensi coaching, dan data
pada bulan November 2023, sekitar 1,5 bulan pasca intervensi, menunjukkan hasil yang tetap konsisten dengan keterlambatan yang rendah. Coachee V dan W yang sebelumnya menunjukkan keterlambatan, kini tidak terlambat sama sekali, sementara Coachee N,
A, B, dan U hanya terlambat satu kali sepanjang bulan November. Peningkatan kedisiplinan ini tampaknya tidak
hanya disebabkan oleh faktor eksternal,
seperti aturan atau pengawasan, melainkan juga karena motivasi internal yang timbul, baik dari
dalam diri individu masing-masing maupun dari pengaruh
positif coachee lain yang terlibat dalam proses coaching.
Dalam
Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 8 menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kompetensi, di mana pada Pasal 10 dijelaskan bahwa kompetensi guru yang dimaksud meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Lebih lanjut
dalam lembar Penjelasan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 dipaparkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian salah satunya adalah menjadi teladan bagi siswa didiknya.
Temuan
dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa para coachee pada saat sebelum dilakukan intervensi coaching belum memiliki kompetensi kepribadian yang baik. Namun dengan adanya
intervensi coaching, kedisiplinan
pada saat setelah mengikuti intervensi coaching menunjukkan bahwa terjadi perubahan perilaku kedisiplinan, sehingga lebih layak untuk menjadi
teladan bagi siswa didiknya. Hal ini sejalan dengan
penelitian
Perbedaan Kedisiplinan seluruh Guru dan Karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik Sebelum
dan Setelah Diberikan Intervensi Berupa Coaching
Dari
data kedisiplinan guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik pada periode bulan Maret 2023 hingga Juni 2023
tercatat bahwa jumlah guru dan karyawan yang melakukan keterlambatan datang lebih dari 5 hari
per bulan sekitar 21% dari jumlah hari
kerja, bervariasi dari bulan ke
bulan.
Pada bulan Maret, dari 75 guru dan karyawan,
terdapat 9 guru dan 13 karyawan yang datang terlambat lebih dari 5 hari dari
total 27 hari kerja,
sementara pada bulan April meningkat
menjadi 47 guru dan 17 karyawan yang melakukan keterlambatan lebih dari 5 hari dari
25 hari kerja. Pada bulan Mei, jumlah
guru dan karyawan yang datang terlambat lebih dari 5 hari
menurun menjadi 10 guru dan 10 karyawan, namun di bulan
Juni, sedikit meningkat menjadi 11 guru dan 11 karyawan.
Analisis
ini menunjukkan bahwa jumlah individu
dengan keterlambatan serius bervariasi sepanjang periode, dengan puncaknya pada bulan April dan penurunan dan peningkatan
pada bulan-bulan berikutnya.
Namun, nilai tertinggi keterlambatan yang tetap tinggi menunjukkan
adanya gap signifikan dalam kedisiplinan waktu. Ini mengindikasikan
perlunya intervensi yang lebih personal dan fokus untuk menangani
individu-individu yang menunjukkan
pola keterlambatan konsisten.
Setelah
intervensi coaching, analisis
keterlambatan guru dan karyawan di SMA Muhammadiyah 1 Gresik untuk bulan Oktober
dan November menunjukkan adanya perbaikan dalam disiplin waktu, meskipun masih terdapat beberapa individu yang mengalami keterlambatan cukup signifikan (Lampiran 9). Pada bulan Oktober, dari total 75 individu, terdapat 20 guru dan karyawan (14,9%) yang mengalami keterlambatan lebih dari 5 hari
dari total 26 hari kerja. Nilai tertinggi
keterlambatan pada bulan Oktober adalah 22 kali. Pada bulan November menunjukkan penurunan jumlah individu yang terlambat lebih dari 5 hari
menjadi 14 guru dan karyawan (13,2%), namun nilai tertinggi keterlambatan masih mencapai 20 kali.
Meskipun
rata-rata keterlambatan per
individu menurun setelah intervensi, terdapat perbedaan yang signifikan antara individu dengan keterlambatan minimal dan maksimal.
Gap ini menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar individu memperlihatkan perbaikan, ada sebagian kecil yang masih memerlukan perhatian lebih lanjut.
Hasil
ini mengindikasikan bahwa dengan adanya
intervensi coaching terhadap
6 coachee (4 guru dan 2 karyawan) memberikan dampak yang positif pada lingkungan kerja mereka. Dengan pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh semasa mengikuti intervensi coaching, para coachee berhasil
merubah perilaku kedisiplinan waktu mereka; dan perubahan
perilaku ini terlihat oleh guru dan karyawan lainnya
di SMA Muhammadiyah 1 Gresik. Selain itu para coachee membagikan pengetahuan yang didapat pada saat intervensi coaching. Pengalaman
yang dibagikan coachee tersebut akan menjadi
pengalaman serapan, sementara perilaku baru para coachee akan menjadi model bagi para guru dan karyawan, sehingga baik disadari
maupun tidak, para guru dan
karyawan lainnya di SMA
Muhammadiyah 1 Gresik akan meniru
perilaku para coachee.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat
ditarik dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang signifikan pada skor kedisiplinan coachee sebelum dan setelah diberikan intervensi berupa coaching. Terdapat perbedaan yang signifikan pada perilaku disiplin coachee dengan hadir di sekolah tepat waktu
pada sebelum dan setelah diberikan intevensi berupa coaching. Terdapat perbedaan kedisiplinan yang signifikan seluruh guru dan karyawan SMA Muhammadiyah 1 Gresik sebelum
dan setelah diberikan intervensi berupa coaching
BIBLIOGRAFI
Aini, O. N., & Syarifuddin,
S. (2021). Pengaruh Coaching Dan Motivasi
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Direktorat Sumber Daya Manusia Pt Pos
Indonesia Bandung. EProceedings of
Management, 8(4).
Arninditha, N. (2012). Pemberian Coaching dan Konseling untuk Meningkatkan Perilaku Proaktif dan Menurunkan Intensi untuk Keluar pada Executive Trainee Batch 4 (Studi pada PT. XYZ). Depok: Tesis Program Studi Psikologi Profesi Peminatan Psikologi Industri Dan Organisasi.
Daud, Y. M. (2024). Strategi Kepala Tenaga Administrasi dalam Peningkatan Kinerja Tenaga Kependidikan di MAN 1 Aceh Besar. Konstruktivisme: Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 16(2), 394–403.
Fauziatunisa, H., Nuryanti, B. L., & Masharyono, M. (2018). Analisis Kemampuan Kerja, Coaching Dan Kinerja Karyawan: Studi Kasus Pada Karyawan Pt Sari Ater Hotel Dan Resort Subang. Journal of Business Management Education (JBME), 3(3), 56–66.
Hartati, F. W. S. (2021). Upaya Meningkatkan Kedisiplinan Datang Tepat Waktu di Sekolah Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa SMK. Jurnal Profesi Keguruan, 7(1), 58–69.
Hartono, E. (2023). The influence of job satisfaction and work motivation on organizational commitment in lecturers of the Faculty of Economics and Business at Swadaya Gunung Jati University. JENIUS (Jurnal Ilmiah Manajemen Sumber Daya Manusia), 6(2), 362–370.
Hidayah, H. N., & Santoso, B. (2020). Motivasi dan disiplin kerja sebagai determinan etos kerja guru. Jurnal Pendidikan Manajemen Perkantoran, 5(2), 202–213.
Indrayani, R. (2021). Pelatihan Penggunaan Platform Digital sebagai Media Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid19 untuk Sekolah Dasar. Muria Jurnal Layanan Masyarakat, 3(2), 94–100.
Kalangi, R. (2015). Pengembangan sumber daya manusia dan kinerja aparat sipil negara di Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum (Ekonomi, Sosial, Budaya, Dan Hukum), 2(1), 1–18.
Mertler, C. A. (2024). Action research: Improving schools and empowering educators. Sage Publications.
Rusdiman, A. B., Siburian, P., Purba, S., & Sinaga, O. (2022). Academic Supervision Model In Improving Teacher Performance. International Journal Of Humanities Education and Social Sciences, 1(6).
Sariana, S. (2017). Upaya Meningkatkan Disiplin Guru Dalam Kehadiran Mengajar Di Kelas Melalui Waskat Kepala Sekolah Pada Smp Negeri 4 Rimba Melintang Kabupaten Rokan Hilir:(Efforts To Increase Teachers’ Discipline In The Classroom through the Principal Waskat at SMP Negeri 4 Rimba Melintang Rokan Hilir. Perspektif Pendidikan Dan Keguruan, 8(1), 12–17.
Singodimedjo, M. (2012). Sumber Daya Manusia. Surabaya: SMMAS.
Tufa, N. (2018). Pentingnya pengembangan SDM. Iqtishodiyah: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 4(2).
Wibowo, A. (2012). Pendidikan karakter: Strategi membangun karakter bangsa berperadaban.
Yusup, M., Witarsa, R., & Masrul, M. (2023). Kedisiplinan Waktu Mengajar Guru dan Penggunaan Media Pembelajaran di Sekolah Dasar. Journal of Education Research, 4(3), 937–943.
Copyright holder: Mirnani Denta Athiyah Uchtiyani (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |