Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 11, November 2024

 

ANALISIS IMPLEMENTASI KOMPONEN BALANCED SCORECARD TERHADAP PENCAPAIAN NILAI KINERJA ORGANISASI PADA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA DI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAWA BARAT III TAHUN 2017 S.D. 2023)  

 

Fitria Rizki

Universitas Terbuka, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Balanced Scorecard adalah sebuah sistem manajemen yang membantu organisasi memperjelas visi dan strateginya serta mengubahnya menjadi tindakan nyata. Saat ini, Balanced Scorecard banyak digunakan karena kesederhanaan dan kemudahan penerapannya. Pengukuran kinerja di sektor publik dengan menggunakan instrumen Balanced Scorecard berfungsi untuk mengevaluasi pencapaian kinerja dalam mewujudkan akuntabilitas instansi pemerintah. Penelitian ini bertujuan menguraikan bagaimana proses penerapan Balanced Scorecard pada instansi pemerintah dan kemudian menilai pengaruh masing-masing komponen Balanced Scorecard terhadap kinerja organisasi berdasarkan arah dan besarnya perubahan masing-masing komponen Balanced Scorecard. Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi dokumentasi dan penelitian pustaka. Penelitian ini dilakukan di Kanwil DJP Jawa Barat III, dengan fokus pada Indikator Kinerja Utama eselon II dan unit-unit di bawahnya, yaitu unit eselon III, unit eselon IV, serta Kelompok Jabatan Fungsional, dengan periode pengamatan dari tahun 2017 hingga 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Balanced Scorecard dengan beberapa modifikasi, sepenuhnya berlaku untuk instansi pemerintah dan sebagian besar komponennya berpengaruh terhadap capaian kinerja organisasi.

Kata kunci: Balanced Scorecard, Indikator Kinerja Utama, Kinerja Organisasi

 

Abstract

The Balanced Scorecard is a management tool that helps organizations articulate their vision and strategy and turn them into actionable steps. In the public sector, this tool is frequently utilized to evaluate performance, offering insights into the success or shortcomings in achieving accountability within government institutions. The objective of this research is to describe how the process of implementing the Balanced Scorecard in government agencies and then assess the influence of each component of the Balanced Scorecard on organizational performance based on the direction and magnitude of changes in each component of the Balanced Scorecard. The data collection methods employed include documentation, interviews, questionnaires, and library research. This study is conducted at the Kanwil DJP Jawa Barat III, focusing on the Key Performance Indicators of echelon II and its subordinate units, echelon III units, echelon IV, and the Functional Group, with an observation period from 2017 to 2023. The results of the study show that the Balanced Scorecard, with some modifications, is fully applicable to government agencies and most of its components affect the organizational performance.

Keywords: Balanced Scorecard, key performance indicator, organizational performance

Pendahuluan

Selama hampir tiga dekade, Balanced Scorecard telah menarik perhatian besar sebagai model manajemen bagi organisasi sektor swasta maupun publik (Madsen & Gothelf, 2019). Balanced Scorecard adalah sebuah metodologi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi. Pada masa itu, penilaian kinerja hanya didasarkan pada ukuran finansial, sementara para pemimpin organisasi menyadari bahwa mereka memerlukan sesuatu dialuar aspek keuangan dalam menilai kinerjanya. Balanced Scorecard kemudian hadir sebagai instrumen penilaian kinerja organisasi melalui empat dimensi: pelanggan, keuangan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan (Suwardika, 2011).

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi menjadi titik awal Reformasi Birokrasi di Indonesia. Pelaksanaan reformasi birokrasi ini kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menjadi pedoman bagi seluruh instansi dalam mewujudkan good corporate governance. Kementerian Keuangan memusatkan upaya pada pengelolaan fungsi organisasi, menyempurnakan kegiatan usahanya, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) (Syafruddin et al., 2022).

Dalam memastikan tercapainya reformasi birokrasi dan menciptakan pemerintahan yang bersih, maka perlu adanya sistem penilaian kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan. Fokus utama adalah pada penyempurnaan dan penataan tugas serta fungsi, penajaman proses bisnis, dan pengembangan SDM di Kemenkeu. Oleh karena itu, diputuskanlah untuk mengadopsi Balanced Scorecard sebagai alat untuk mengukur dan mencapai kinerja.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019, ditetapkan bahwa semua unit kerja di bawah Kementerian Keuangan wajib melaksanakan akuntabilitas kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan dalam mencapai tujuan dan sasaran dengan penetapan dilakukan secara periodik.

Mekanismenya pelaporan kinerja individu diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut. Balanced Scorecard digunakan sebagai mekanisme untuk mengarahkan organisasi berfokus pada strategi, dikarenakan komponennya terdiri dari 4 (empat) komponen yaitu Perspektif Stakeholder, Perspektif Customer, Perspektif Internal Process, dan Perspektif Learning and Growth yang memiliki fungsi masing-masing dalam proses pengukuran kinerja. Setiap komponen dengan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya memberi dampak tersendiri terhadap pencapaian kinerja pada seluruh Satuan Kerja Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III. Namun demikian terdapat komponen dalam Balanced Scorecard yang tidak sepenuhnya mendukung pencapaian nilai kinerja organisasi. Berdasarkan data yang diamati berupa Nilai Kinerja Organisasi berbasis BSC pada Satuan Kerja di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III dalam rentang waktu Tahun 2017 s.d. 2021.

Terdapat komponen-komponen dari Balanced Scorecard tersebut yang memberikan kontribusi berbeda terhadap Nilai Kinerja Organisasi. Peneliti hanya baru mengamati 3 satuan kerja dari 12 satuan kerja yang ada di Lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III. Ada komponen yang berkontribusi besar sehingga menguatkan dan ada komponen yang melemahkan Nilai Kinerja Organisasi.

Sampai sekarang, belum ada studi yang mengevaluasi penerapan Balanced Scorecard di seluruh satuan kerja di Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III. Penelitian ini tentunya menarik karena mengaitkan praktik Balanced Scorecard di sektor publik, padahal konsep ini awalnya hanya diterapkan di sektor swasta.

Maka dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh setiap komponen Balanced Scorecard terhadap pencapaian Nilai Kinerja Organisasi melaluiAnalisis Implementasi Komponen Balanced Scorecard terhadap Pencapaian Nilai Kinerja Organisasi pada Organisasi Sektor Publik (Studi Kasus pada Satuan Kerja di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat III Tahun 2017 s.d.  2023)”.

 

Metode Penelitian

Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu penelitian yang akan memberikan gambaran secara jelas mengenai keterkaitan setiap komponen Balanced Scorecard (BSC) terhadap perubahan capaian Nilai Kinerja Organisasi (NKO), antara seluruh satuan kerja yang ada di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III dalam kurun waktu tahun 2017 sampai dengan 2023. Pendekatan ini diharapkan memberikan kemudahan dan efektifitas untuk mendapatkan perbandingan dari arah perubahan sekaligus besaran perubahan dari masing-masing 4 komponen Balance Scorecard terhadap arah perubahan dan besaran perubahan dari pencapaian Nilai Kinerja Organisasi. Pemilihan pendekatan ini dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini (Syahrizal & Jailani, 2023).

Metode pengumpulan data dengan mengumpulkan, merekam, dan mengukur dokumen seperti kebijakan, aturan, dan laporan (Pratama et al., 2021). Data, baik dokumen maupun data operasional, dikumpulkan dari ketentuan, kebijakan, dan regulasi, serta publikasi, catatan, dan laporan terkait lainnya, melalui studi kepustakaan baik secara luring maupun secara daring. Data-data tersebut di atas didapatkan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak Kanwil DJP Jawa Barat III. Dan rentang periode data dalam penelitian ini adalah 2017 s.d 2023.

Untuk mencapai tujuan pertama penelitian, dimana harus mengukur proses pengukuran kinerja digunakan data-data sekunder yang tersedia dari literatur dan laporan yang relevan. Untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga, bagaimana pengaruh dan implementasi dari setiap komponen Balanced Scorecard dalam penelitian ini digunakan metode analisis kuantitatif untuk mendapatkan perbandingan dari arah perubahan sekaligus besaran perubahan dari masing-masing 4 (empat) komponen Balance Scorecard terhadap arah perubahan dan besaran perubahan dari pencapaian Nilai Kinerja Organisasi. Untuk menjawab tujuan keempat, apakah pengelolaan organisasi digunakanlah Skala likert. Skala ini baik untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi terhadap inidvidu atau kelompok terkait dengan fenomena sosial yang sedang menjadi objek penelitian (Sugiyono, 2019). Skala Likert atau Likert Scale adalah skala penelitian yang digunakan untuk mengukur sikap dan pendapat. Dalam skala likert responden diminta untuk melengkapi kuesioner yang mengharuskan mereka untuk menunjukkan tingkat persetujuannya terhadap serangkaian pertanyaan. Bentuk-bentuk skala Likert cukup beragam, dalam penelitian ini akan digunakan kertas kerja terdiri dari lima pilihan, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

 

 

 

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil Analisis Komponen Balanced Scorecard Terhadap Pencapaian Kinerja

Sebagaimana dijelaskan pada Bab III sebelumnya, dalam menjawab tujuan kedua dan ketiga dari penelitian ini digunakan metode analisis kuantitatif dengan menggunakan model statistik perbandingan. Untuk mengukur pengaruh dan bagaimana implementasi setiap komponen Balanced Scorecard terhadap pencapaian kinerja di satuan kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat III digunakanlah model ini.

Tujuan penggunaan model ini adalah untuk membandingkan arah perubahan sekaligus selisih besaran perubahan dari masing-masing 4 komponen Balance Scorecard terhadap arah dan besaran perubahan dari pencapaian Nilai Kinerja Organisasi. Sebelum melakukan analisis dengan tools statistik perbandingan, terlebih dahulu gambaran statistik deskriptif dari semua 4 (empat) aspek Balanced Scorecard data dalam penelitian sebagai berikut :

 

Tabel 1. Statistik deskriptif dari semua 4 (empat) aspek Balanced Scorecard data

 

 

Indikator

4 (empat) aspek Balanced Scorecard

Perspektif Stakeholder

Perspektif Stakeholder

Perspektif Internal Process

Perspektif Learning

and Growth

Nilai Kinerja Organisasi

(NKO)

Mean

23,72%

14,64%

33,74%

33,45%

105,55%

Median

23,55%

14,77%

33,73%

33,04%

105,85%

Mode

26,31%

18,00%

34,62%

36,00%

#N/A

Standard Deviation

0,0222

0,0178

0,0078

0,0122

0,0325

Sample Variance

0,0005

0,0003

0,0001

0,0001

0,0011

Kurtosis

-0,9127

3,5969

0,1643

0,5202

0,0837

Skewness

-0,1155

-1,1825

-0,3823

1,0075

-0,2929

Range

0,0829

0,1046

0,037

0,0521

0,1468

Minimum

0,1909

0,0754

0,3165

0,3079

0,975

Maximum

0,2738

0,18

0,3535

0,36

1,1218

Sum

13,99%

8,64%

19,91%

19,73%

62,27%

Count

59

59

59

59

59

 

Analisis Data

Setelah mendapat gambaran statistik deskriptif dari semua 4 (empat) aspek Balanced Scorecard data dalam penelitian, berikut disajikan hasil olah data dari masing-masing komponen Balanced Scorecard sebagaimana tergambar pada tabel berikut:

 

 


 

Gambar 1. Gambaran Variable Independen

 

Gambar di atas adalah chart dari variable independen dalam penelitian ini yaitu 4 komponen Balanced Scorecard mulai dari perspektif stakeholder, perspektif customer, perspektif internal process dan perspektif learning and growth. Bar berwarna biru menandakan posisi naik (increase) sementara bar berwarna oranye menandakan posisi menurun (decrease). Perubahan dari nilai masing-masing komponen Balanced Scorecard dikompilasi dan kemudian disajikan dalam grafik tergambar di atas.

Terlihat bahwa pergerakan dari masing-masing komponen sangat dinamis dan memiliki trend yang dapat diamati secara kasat mata. Tiga komponen yaitu: perspektif stakeholder, perspektif customer, dan perspektif internal process memiliki trend yang relatif sama dari kiri bawah menuju ke kanan atas, walau dengan fluktuasi (dinamika) yang sedikit berbeda. Sementara untuk komponen perspektif learning and growth memiliki trend agak berbeda dari 3 komponen lainnya dimana terlihat komponen learning and growth bergerak dari kiri atas menuju ke kanan bawah, dengan fluktuasi yang juga dinamis. Sementara itu, hasil olah data dari perubahan capaian Nilai Kinerja Organisasi adalah sebagaimana tergambar pada grafik di bawah ini:

 

Gambar 2. Gambaran Perubahan Capaian Nilai Kinerja Organisasi

 

Dari grafik di atas terlihat bahwa bar dari pergerakan nilai capaian kinerja organisasi ini cukup fluktuatif (dinamis). Secara umum terlihat trend dari grafik ini sama dengan 3 komponen Balanced Scorecard pada gambar 2.16 di atas yaitu dari kiri bawah menuju kanan atas namun dengan fluktuasi yang juga sedikit berbeda.

 

Perbandingan Arah Perubahan

Selanjutnya, dengan tools statistik perbandingan dilakukan analisis untuk membandingkan arah pergerakan dari 4 komponen Balanced Scorecard terhadap arah pergerakan 4 (empat) aspek Balanced Scorecard dependen dalam penelitian ini yaitu pergerakan nilai capaian organisasi. Arah pergerakan yang sama dihitung 1 (positif) sementara arah pergerakan yang berbeda dihitung 0 (N/A). Hasil analisis menunjukkan angka sebagaimana pada tabel berikut:

 

Gambar 3. Gambaran Persentase Arah Perubahan Komponen BSC terhadap Perubahan NKO

 

Komponen perspektif stakeholder memiliki angka sebesar 84.78% sementara perspektif learning and growth memiliki angka terendah daripada 4 komponen lain yaitu sebesar 50.00%. Ini dapat dimaknai bahwa perspektif stakeholder memiliki arah pergerakan yang hampir sama dengan arah pergerakan nilai kinerja organisasi. Hampir 85% arah pergerakan komponen perspektif stakeholder sama dengan arah pergerakan nilai kinerja organisasi. Sementara itu, untuk perspektif learning and growth dapat dimaknai bahwa hanya setengah dari arah pergerakan komponen learning and growth yang dapat menggambarkan arah pergerakan nilai kinerja organisasi.

 

Perbandingan Selisih Besaran Perubahan

Setelah mengetahui perbandingan arah pergerakan masing-masing komponen Balanced Scorecard terhadap arah pergerakan nilai capaian organisasi, maka selanjutnya dilakukan analisis perbandingan untuk melihat besaran selisih pergerakan dari 4 komponen Balanced Scorecard terhadap besaran pergerakan 4 (empat) aspek Balanced Scorecard nilai capaian organisasi. Hasil analisis menunjukkan angka sebagaimana pada grafik berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

31.60

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 4. Gambaran Persentase Selisih Besaran Perubahan Komponen BSC terhadap Perubahan NKO

 

Komponen perspektif stakeholder memiliki angka terkecil dibanding 4 komponen lainnya yaitu sebesar 31.60% sementara komponen perspektif internal process memiliki angka tertinggi sebesar 76.24%. Oleh sebab angka ini adalah selisih dari perubahan besaran komponen Balanced Scorecard dengan perubahan capaian nilai kinerja organisasi, maka untuk memaknai angka di atas dapat dibaca bahwa perspektif stakeholder memiliki selisih perbedaan terkecil. Sehingga dapat dikatakan bahwa besaran perubahan dari komponen perspektif stakeholder mendekati besaran perubahan capaian nilai kinerja organisasi, terbukti dari selisih yang semakin kecil. Secara kuantitatif dapat dikatakan bahwa besar perubahan komponen perspektif stakeholder 68.40% mendekati besar perubahan nilai kinerja organisasi faktual. Sementara, perspektif internal process dapat dimaknai bahwa besaran perubahan nilai komponen internal process cukup jauh yaitu hanya sebesar 25.76% mendekati besaran perubahan nilai kinerja organisasi. Dengan kata lain perspektif internal proces bisnis cukup jauh.

Sesuai dengan konsep awalnya, Balanced Scorecard hanya diterapkan pada beberapa organisasi privat. Namun seiring perkembangannya, konsep Balanced Scorecard telah berhasil diterapkan juga pada organisasi sektor publik di seluruh dunia. Organisasi sektor publik yang pertama kali menerapkan konsep BSC adalah Pemerintah Kota Charlotte City, North Caroline, Amerika Serikat pada tahun 1996. Berawal dari kesuksesan tersebut, maka kemudian Balanced Scorecard sudah berhasil diterapkan di banyak lembaga pemerintahan di berbagai negara seperti di Amerika Serikat (University of California, Northwest Fire District, Mecklenburg County NC, Defence Finance and  Accounting Service, Federal Aviation Administration Logistics Center, Department of Energy Federal Procurement System, Department of Energy Federal Personal Property Management Program), Inggris (UK Ministry of Defence), Kanada (Royal Canadian Mounted Police), Ethiopia (Federal Ministry of Health), Kenya (Kenya Red Cross), pemerintahan Malaysia, Singapura, dan  Filipina, dan lainnya.

Kebijakan Kementerian Keuangan mengadopsi Balanced Scorecard sebagai tools untuk mengukur kinerja organisasi sekaligus sebagai alat manajemen strategis adalah merupakan terobosan besar bagi pemerintah Indonesia. Hal ini tidak lain untuk menciptakan pemerintahan yang good governance yang tujuan akhirnya adalah terciptanya public trust. Penerapan konsep Balanced Scorecard pada Kementerian Keuangan didasari oleh adanya program reformasi birokrasi berskala nasional sebagaimana diatur di dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Di dalam Inpres tersebut diatur secara umum (diktum umum) yang menyatakan bahwa seluruh kementerian wajib membuat penetapan indikator dan target kinerja yang dapat menjelaskan keberhasilan pencapaian kinerja organisasinya baik berupa hasil (output) maupun berupa manfaat (outcome). Selain pengaturan yang bersifat umum, terdapat beberapa pengaturan yang bersifat khusus (diktum khusus) antara lain amanat agar Kementerian Keuangan melaksanakan tugas dan fungsi yang strategis dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara (Biswan & Andika, 2020; Cahyono, 2000).

Namun demikian pada dasarnya reformasi birokrasi pada Kementerian Keuangan telah dimulai sejak tahun 2003 yaitu adanya reformasi di bidang keuangan negara melalui penerbitan paket undang-undang keuangan negara yang terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan 3) UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan Negara.

Konsep Balanced Scorecard pada sektor publik khususnya Kementerian Keuangan, memberikan ruang tersendiri dalam praktiknya antara lain:

1.   Organisasi publik dan nonprofit menggunakan sistem pengukuran kinerja sebagai tuntutann dari masyarakat agar pemerintah dapat selalu meningkatkan hasil kerja (kinerja);

2.   Adanya tekanan untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas. Untuk keperluan tersebut maka Balanced Scorecard dapat menjadi alat yang membantu organisasi nonprofit menunjukan kinerja dan akuntabilitasnya;

3.   Balanced Scorecard merupakan alat ukur kinerja yang lebih modern. Pemerintah pada umumnya telah memiliki konsep pengukuran kinerja tersendiri, namun pengukuran tersebut hanya sebatas pada kinerja pelaksanaan anggaran saja melalui pembuatan laporan pertanggungjawaban keuangan (Perkins et al., 2014). Dalam dunia yang semakin modern dan adanya peran akademisi telah mendorong pemerintah untuk menggunakan sistem pengukuran kinerja yang lebih modern yaitu menggunakan konsep Balanced Scorecard;

4.   Organisasi publik dan nonprofit tidak kebal terhadap perubahan jaman. Konsep Balanced Scorecard merupakan praktik terbaik untuk menghadapi perubahan jaman tersebut. Untuk itu banyak hal unik yang terdapat pada sektor publik dan nonprofit yang harus dilakukan treatment khusus jika ingin menerapkan BSC (Alimudin et al., 2019). Adanya perbedaan karakteristik antara organisasi privat dan publik tersebut, maka pemerintah dan organisasi nonprofit harus menerapkan metode BSC secara sungguh-sungguh;

5.   Balanced Scorecard dapat meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). (Jasiyah, 2022) mengatakan bahwa produktivitas organisasi dan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) di dalamnya dapat ditingkatkan melalui penerapan BSC. Saat ini BSC telah diterapkan sebagai management tool di banyak organisasi baik profit maupun nonprofit. BSC tidak hanya berkutat pada usaha untuk meningkatkan kinerja, tetapi juga mencoba menyelaraskan antara performa manajemen dengan visi organisasi. Untuk itu yang ditekankankan adalah bagaimana organisasi sektor publik dan nonprofit dapat mengeksekusi strategi melalui implementasi peta strategi dan scorecard (Buletin Kinerja Kementerian Keuangan, 2013):

6.   Balanced Scorecard dapat memenuhi ekspektasi stakeholder. Selain hal tersebut, menurut (Nawawi, 2016), pentingnya strategi melalui konsep BSC bagi pemerintah adalah karena pemerintah seharusnya secara efektif dapat mencapai outcomes yang diinginkan serta menggunakan metode best practices untuk mengelola pegawai, anggaran, dan sumber daya lainnya. Dengan demikian, pemerintah dapat menentukan ekspektasi stakeholder melalui penguatan visi, mengkoordinasikan berbagai stakeholder untuk men-deliver values, mengimplementasikan kebijakan, program dan inisiatif serta mengembalikan kepercayaan publik (Bultein Kinerja Kementerian Keuangan, 2013).

 

Hasil Analisis Persepsi Kualitas Kinerja Pegawai Dalam Pengelolaan Kinerja Organisasi

   Pengisian kuesioner dilaksanakan melalui google form dan wawancara pada 12 unit vertikal di Lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III. Pada analisisi ini, dideskripsikan persepsi kualitas kinerja pegawai dalam pemenuhan kinerja organisasi. Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap masing-masing item pertanyaan yang disajikan maka telah disusun dalam daftar pertanyaan responden. Dengan menggunakan Skala Likert yaitu dengan memberikan skor yang berbeda-beda, yaitu:

a.   Setiap item pertanyaan memiliki rating skor 1 sampai dengan 5, dengan ketentuan sebagai berikut:

1). Jawaban yang sangat setuju diberi skor 5;

2). Jawaban yang setuju diberi skor 4;

3). Jawaban yang ragu-ragu diberi skor 3;

4). Jawaban yang tidak setuju diberi skor 2;

5). Jawaban yang sangat tidak setuju diberi skor 1.

  1. Dalam pengembangan pertanyaan wawancara dan interaktif dengan pertanyaan terbuka yang memberikan kesempatan responden untuk menuntukan jawaban, dan jawaban ini sebagai pendukung dalam memperkuat permasalahan penelitian ini.

Pada pertanyaan pertama, tentang adanya rapat kerja terkait proses pencapaian penerimaan pajak secara berkala, sebanyak 90,53% responden menjawab sangat setuju, dan 9,47% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan terdapat rapat kerja terkait proses pencapaian penerimaan pajak yang rutin dilaksanakan secara berkala. Rapat ini membahas mulai dari perencanaan, mengevaluasi pencapaian yang telah dicapai dan menindaklanjuti hambatan dan program-program berikutnya.

Pada pertanyaan ke-2, tentang adanya dokumen rencana kerja dalam proses pencapaian penerimaan pajak secara berkala, sebanyak 97,35% responden menjawab sangat setuju, dan 2,65% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan adanya dokumen rencana kerja dalam proses pencapaian penerimaan pajak secara berkala. Rapat ini membahas rencana kerja yang dilaksanakan setiap triwulan.

Pada pertanyaan ke-3, tentang adanya dokumen rencana kerja terdapat target-target prioritas yang relevan dengan tujuan penerimaan pajak, sebanyak 92,04% responden menjawab sangat setuju, dan 7,96% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan adanya dokumen rencana kerja dalam proses pencapaian penerimaan pajak secara berkala. Dokumen ini menunjukkan komitmen bersama untuk melaksanakan kerja keras dan kerja cerdas.

Pada pertanyaan ke-4, tentang apakah terdapat monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian penerimaan pajak, sebanyak 82,19% responden menjawab sangat setuju, dan 15,91% menjawab setuju, dan 1,90% menjawab ragu-ragu. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan adanya dokumen rencana kerja dalam proses pencapaian penerimaan pajak secara berkala. Dokumen ini menunjukkan komitmen bersama untuk melaksanakan kerja keras dan kerja cerdas.

Pada pertanyaan ke-5, tentang apakah hasil Monitoring dan Evaluasi telah ditindaklanjuti, sebanyak 92,04% responden menjawab sangat setuju, dan 7,96% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan adanya hasil monitoring dan evaluasi telah ditindaklanjuti saat selesai rapat kerja dilaksanakan. Pegawai di lingkungan Kanwil DJP Aceh menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi tersebut.

Pada pertanyaan ke-6, tentang apakah terdapat kebijakan standar pelayanan dan Standar Operasional Prosedur, sebanyak 98,10% responden menjawab sangat setuju, dan 1,90% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan terdapat kebijakan standar pelayanan dan Standar Operasional Prosedur. Di Kanwil DJP Aceh telah berlaku kebijakan standar pelayanan dan Standar Operasional Prosedur secara nasional.

Pada pertanyaan ke-7, tentang apakah telah dilakukan reviu dan perbaikan atas standar, sebanyak 81,06% responden menjawab sangat setuju, dan 18,94% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan terdapat kebijakan standar pelayanan dan Standar Operasional Prosedur. Di Kanwil DJP Aceh telah berlaku reviu secara triwulanan tehadap pelayanan dan Standar Operasional Prosedur.

Pada pertanyaan ke-8, tentang apakah telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi, sebanyak 97,73% responden menjawab sangat setuju, dan 2,27% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi. Di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi.

Pada pertanyaan ke-9, tentang apakah pelayanan internal dan eksternal diberikan secara tepat dan akurat, tanpa membeda-bedakan, berkompeten, serta melakukan perbaikan yang berkelanjutan, sebanyak 90,15% responden menjawab sangat setuju, dan 9,85% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi. Di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi.

Pada pertanyaan ke-10, tentang apakah telah dilakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan, sebanyak 82,19% responden menjawab sangat setuju, dan 17,81% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden telah dilakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan. Di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan secara berkala setiap triwulan dan dapat diakses di media sosial.

Pada pertanyaan ke-11, tentang apakah dilakukan tindak lanjut atas hasil survey kepuasan masyarakat, sebanyak 86,74% responden menjawab sangat setuju, dan 13,26% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden telah dilakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan. Di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan tindak lanjut atas hasil survey kepuasan masyarakat secara berkala setiap triwulan dan dapat diakses di media sosial.

Pada pertanyaan ke-12, tentang senantiasa bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab, memberikan upaya secara maksimal, efisien, efektif, serta terus-menerus melakukan upaya pengembangan diri, sebanyak 91,67% responden menjawab sangat setuju, dan 8,33% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh telah senantiasa bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab, memberikan upaya secara maksimal, efisien, efektif, serta terus-menerus melakukan upaya pengembangan diri.

Pada pertanyaan ke-13, tentang apakah diberikan kepercayaan dan pembinaan kepada bawahan/rekan kerja, sebanyak 81,81% responden menjawab sangat setuju, dan 18,19% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh, Pimpinan telah diberikan kepercayaan dan pembinaan kepada bawahan/rekan kerja.

Pada pertanyaan ke-14, tentang apakah telah melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan, terbuka terhadap usulan dan proaktif dalam mencari peluang perbaikan dengan memanfaatkan informasi terkini, sebanyak 94,70% responden menjawab sangat setuju, dan 5,30% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh, bahwa Pimpinan telah melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan, terbuka terhadap usulan dan proaktif dalam mencari peluang perbaikan dengan memanfaatkan informasi terkini.

Pada pertanyaan ke-15, tentang menghargai setiap keberhasilan, dan senantiasa membangun budaya belajar dalam menjalankan tugas, sebanyak 91,29% responden menjawab sangat setuju, dan 8,71% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh, bahwa setiap pegawai menghargai setiap keberhasilan, dan senantiasa membangun budaya belajar dalam menjalankan tugas.

Pada pertanyaan ke-16, tentang apakah Pimpinan unit kerja telah memberi keteladanan dengan menerapkan pengelolaan kinerja dan mendorong bawahan untuk menerapkannya, sebanyak 94,32% responden menjawab sangat setuju, dan 5,68% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh, Pimpinan unit kerja telah memberi keteladanan dengan menerapkan pengelolaan kinerja dan mendorong bawahan untuk menerapkannya.

Pada pertanyaan ke-17, tentang apakah telah dilakukan sosialisasi yang memadai tentang pengelolaan kinerja termasuk kepada pegawai baru, sebanyak 96,59% responden menjawab sangat setuju, dan 3,41% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden, di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan sosialisasi yang memadai tentang pengelolaan kinerja termasuk kepada pegawai baru.

Pada pertanyaan ke-18, tentang apakah terdapat proses untuk memastikan bahwa pegawai yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan telah memiliki pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan, sebanyak 93,57% responden menjawab sangat setuju, dan 6,43% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden, di Kanwil DJP Aceh telah terdapat proses untuk memastikan bahwa pegawai yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan telah memiliki pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan.

Pada pertanyaan ke-19, tentang memegang teguh kebenaran, menaati peraturan dalam berbagai situasi, penuh tanggung jawab serta berani mengemukakan fakta, sebanyak 95,46% responden menjawab sangat setuju, dan 4,54% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden, di Kanwil DJP Aceh seluruh pegawai telah memegang teguh kebenaran, menaati peraturan dalam berbagai situasi, penuh tanggung jawab serta berani mengemukakan fakta.

Pada pertanyaan ke-20, tentang senantiasa bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab, memberikan upaya secara maksimal, efisien, efektif, serta terus-menerus melakukan upaya pengembangan diri, sebanyak 92,80% responden menjawab sangat setuju, dan 7,20% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden, di Kanwil DJP Aceh telah Senantiasa bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab, memberikan upaya secara maksimal, efisien, efektif, serta terus-menerus melakukan upaya pengembangan diri.

Berdasarkan tabel diatas dapat digambarkan persepsi dari pegawai di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III terhadap kualitas pengelolaan kinerja pegawai dan organisasi di unitnya, dimana terdapat keyakinan dari responden bahwa pengelolaan kinerja yang telah dilaksanakan telah memadai. Dimulai dari perumusan sistem manajemen kinerja, implementasi dan pelaksanaan kinerja, dan evaluasi kinerja. Dalam rentang kurun waktu 2017 s.d. 2022 telah terbentuk persepsi yang baik atas kualitas kinerja pegawai dalam mendukung pengelolaan kinerja organisasi.

  

Upaya-upaya Peningkatan Pencapaian Kinerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat III

Dari analisis pada subbab sebelumnya diketahui bahwa perspektif Stakeholder memegang peranan yang cukup besar dalam kaitannya dengan capaian Nilai Kinerja Organisasi. Hal ini terlihat dari porsi yang dimiliki oleh perspektif Stakeholder cukup dominan dibandingkan dengan 3 perspektif lainnya baik dari arah perubahan maupun selisih besaran perubahannya terhadap capaian Nilai Kinerja Organisasi.

Berkenaan dengan temuan tersebut maka perspektif Stakeholder ini patut mendapat perhatian yang lebih besar dalam kaitannya dengan upaya peningkatan capaian kinerja organisasi. Mengingat subjek penelitian ini adalah Kanwil DJP Jawa Barat III, maka perspektif Stakeholder dalam konteks ini yaitu berupa sasaran yang hendak dicapai adalah penerimaan dari sektor pajak yang optimal. Walaupun memiliki porsi pengaruh yang besar, namun perspektif ini tetap wajib didukung oleh ketiga perspektif lainnya, yaitu perspektif Customer, perspektif Internal Process, dan perspektif Learning & Growth.

Langkah awal dalam upaya peningkatan kinerja adalah dengan memperkuat perspektif Learning & Growth yang nantinya mampu menopang proses bisnis yang terdapat dalam perspektif Internal Process. Jika proses bisnis telah berjalan dengan optimal, diharapkan berdampak baik pada kinerja perspektif Customer yang pada akhirnya tujuan utama organisasi yang tercakup dalam perspektif Stakeholder dapat mencapai target yang diharapkan.

Upaya-upaya di atas sejalan dengan gagasan (Amnillah et al., 2023) yang mengidentifikasikan 10 (sepuluh) isu permasalahan yang dapat menghambat implementasi Balanced Scorecard pada suatu organisasi. Berikut penjelasan dari masing-masing isu permasalahan tersebut:

 

No Executive Sponsorship Balanced Scorecard

Keberhasilan BSC terwujud dari keberhasilan diimplementasikannya ke dalam suatu organisasi jika seluruh pihak baik atasan maupun bawahan ikut terlibat dalam proses pengembangan dan implementasi Balanced Scorecard. Oleh karena itu, dukungan dari pihak eksekutif sebagai pihak yang memiliki kepemimpinan dan power tertinggi dalam organisasi sangat dibutuhkan karena dapat menggerakkan bawahannya untuk ikut terlibat dalam mensukseskan pengembangan dan implementasi Balanced Scorecard. Tanpa adanya dukungan dari pihak eksekutif, implementasi Balanced Scorecard tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini dipertegas oleh (Syahkuan et al., 2022) melalui pernyataannya sebagai berikut: “Without executive sponsorship, however, the effort is most likely doomed”.

 

Lack of Balanced Scorecard Education and Training

Bila suatu organisasi memutuskan untuk menerapkan Balanced Scorecard sebagai alat manajemen kinerja, tentunya dibutuhkan pendidikan dan pelatihan tentang Balanced Scorecard karena setiap individu dalam suatu organisasi memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Pendidikan dan pelatihan tentang Balanced Scorecard dapat dilakukan dengan mengadakan workshop yang diikuti oleh individu dalam organisasi tersebut untuk memberikan pemahaman yang memadai tentang Balanced Scorecard.

 

No Strategy Balanced Scorecard

Merupakan suatu konsep manajemen yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam tindakan (Vincent, 2006). Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa sangat sulit jika mengimplementasikan Balanced Scorecard pada suatu organisasi tanpa merumuskan strategi terlebih dahulu.

 

No Objectives for the Balanced Scorecard Program

Organisasi mampu menggunakan Balanced Scorecard sebaiknya memutuskan tujuan dari penerapan Balanced Scorecard. Tanpa adanya tujuan yang jelas dari penerapan Balanced Scorecard, menyebabkan organisasi tersebut tidak dapat memaksimalkan manfaat dari Balanced Scorecard.

 

Timing

Pengembangan BSC dalam waktu yang lama atau terlalu singkat dapat menjadi penghambat dalam memaksimalkan manfaat BSC. Penyusunan rancangan BSC memerlukan effort yang besar, sehingga organisasi harus menyediakan waktu untuk melakukan diskusi dengan karyawannya agar dapat menciptakan ukuran kinerja baru yang lebih inovatif.

 

Inconsistent Management Practical

Ketidakkonsistenan praktik manajemen terjadi saat organisasi menetapkan kompensasi berdasarkan pencapaian target dari ukuran kinerja keuangan saja. Padahal, ukuran kinerja yang digunakan dalam Balanced Scorecard terdiri dari ukuran kinerja keuangan dan ukuran kinerja non keuangan.

 

No New Measures

Organisasi yang akan menerapkan Balanced Scorecard sebaiknya melengkapi ukuran kinerja yang selama ini digunakan dengan ukuran kinerja yang baru dan lebih inovatif agar dapat menjamin pelaksanaan strategi organisasi tersebut.

 

Terminology

Dalam Balanced Scorecard, terdapat berbagai macam terminologi yang digunakan seperti visi, misi, sasaran strategis, perspektif, dan sebagainya. Seluruh individu dalam organisasi harus memiliki pemahaman dan kesepakatan terhadap terminologi dalam Balanced Scorecard agar perubahan yang diinginkan melalui penerapan Balanced Scorecard dapat direalisasikan.

 

Lack of Cascading

Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balanced Scorecard digunakan untuk mengkomunikasikan strategi ke seluruh individu dalam organisasi. Mengkomunikasikan strategi ini dapat dilakukan melalui cascading. Cascading atau disebut juga sebagai vertical alignment merupakan proses pengembangan Balanced Scorecard ke setiap level dalam organisasi (Niven: 2002). Dengan dilakukannya cascading, setiap tindakan individu dapat selaras dengan strategi organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Premature Links to Management

Process BSC sebagai sistem manajemen strategis mampu menghubungkan strategi jangka panjang dengan tindakan jangka pendek melalui proses manajemen, salah satunya dengan menghubungkan antara kompensasi dengan pencapaian target kinerja yang dapat menjadi motivasi bagi karyawan untuk meningkatkan kinerja sesuai target yang ditetapkan. Akan tetapi, jika organisasi melakukannya dengan pertimbangan yang tidak matang dan gegabah dalam skema kompensasi, seperti penetapan target yang terlalu berlebihan atau terlalu rendah, dapat menyebabkan penurunan kinerja organisasi.

Hambatan yang dialami oleh seluruh unit satuan kerja di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III dalam mengimplementasikan Balanced Scorecard antara lain:

 

Penggunaan BSC hanya diintegrasikan dengan reward pencapaian kinerja.

Pemberian reward memang memberi hal positif pada peningkatan kinerja Kanwil DJP Jawa Barat III, namun sebaiknya pemberian reward ini juga diiringi dengan pemberian punishment. Dengan demikian, Kanwil DJP Jawa Barat III dapat meminimalisir penurunan kinerja organisasi yang suatu saat dapat terjadi. Selain itu, selama ini pemberian reward hanya didasarkan pada pencapaian kinerja organisasi. Reward yang diterima oleh organisasi berupa insentif yang dibagi rata kepada seluruh pegawai yang ada di dalam organisasi. Dengan demikian, baik pegawai yang mencapai target IKU maupun yang belum mencapai target IKU mendapatkan jumlah insentif yang sama besarnya. Insentif yang diberikan dengan jumlah yang sama besarnya dapat menimbulkan dampak negatif yang suatu saat dapat terjadi yaitu demotivasi pegawai karena pemberian insentif disamaratakan.

 

Aplikasi Balanced Scorecard

Aplikasi Balanced Scorecard yang digunakan oleh Kementerian Keuangan, termasuk pada seluruh satuan kerja di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III menggunakan aplikasi berbasis web dengan alamat http://www.e-performance.kemenkeu.go.id yang dapat diakses oleh seluruh pegawai, sehingga cenderung lamban saat semua pegawai mengakses disaat yang bersamaan.

Untuk meningkatkan pencapaian kinerja pada seluruh satuan kerja di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III, telah dilakukan upaya-upaya yang menitikberatkan pada tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab organisasi.

Melaksanakan koordinasi baik internal kantor dalam hal ini koordinasi antar Bidang dan Bagian di Kanwil DJP Jawa Barat III maupun dengan KPP Madya dan KPP Pratama yang menjadi unit bawahannya. Juga instansi lainnya terkait dengan usaha-usaha pencarian data-data perpajakan, penggalian potensi perpajakan, penegakan hukum, pelayanan kepada Wajib Pajak, serta kerjasama dengan berbagai pihak lainnya. Hal ini bertujuan terjalinnya hubungan yang baik sehingga dapat mencapai tujuan organisasi dengan lebih cepat, efektif, dan efisien.

a.  Melaksanakan bimbingan teknis kepada seluruh pegawai yang berada di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III. Bimbingan teknis ini dapat berupa In House Training (IHT) dan sosialisasi yang bertujuan untuk mengetahui kendala atau permasalahan yang sering terjadi terkait dengan pelaksanaan kegiatan sehari-hari dan meningkatkan kompetensi pengetahuan para pegawai terkait dengan Standard Operational Procedures (SOP). Untuk ruang virtual juga pembelajaran dapat diakses melalui halaman pembelajaran resmi pegawai yaitu studiA-DJP dan Kemenkeu Learning Center (KLC).

b.  Melaksanakan pengendalian dan pengawasan melekat terkait segala pekerjaan yang menjadi tugas setiap pegawai di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III. Hal ini bertujuan agar seluruh tugas yang diemban dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan Standard Operational Procedures (SOP) dan peraturan yang berlaku.

c.  Melaksanakan penjabaran kebijakan yang ditetapkan oleh Pimpinan dalam hal ini Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak, hal ini bertujuan agar menyelaraskan pemahaman/persepsi pegawai terhadap arahan dan/atau kebijakan yang disampaikan Pimpinan.

d.  Melaksanakan evaluasi terkait pelaksanaan uraian tugas yang menjadi tanggung jawab dan kinerja masing-masing Bidang/Bagian serta kinerja unit kerja dibawahnya. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah selain untuk mneilai pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimiliki juga menjadi dasar untuk mempertanggungjawabkan kinerja kepada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak.

 

Kesimpulan

Balanced Scorecard memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan kinerja organisasi karena mampu menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk mengukur dan menerjemahkan strategi organisasi menjadi tujuan operasional. Dengan indikator kinerja utama (IKU) dan target yang jelas, baik di tingkat pegawai maupun organisasi, Balanced Scorecard membantu menciptakan peta strategi yang memungkinkan pengukuran kinerja secara sistematis. Proses cascading dan alignment memudahkan penetapan target yang selaras dengan visi dan misi organisasi, serta memastikan akuntabilitas dengan memberikan reward bagi yang melebihi target dan sanksi bagi yang tidak mencapainya. Penggunaan Balanced Scorecard di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat III dari 2017 hingga 2023 menunjukkan hasil yang beragam, terutama pada perspektif stakeholder dan customer, yang masing-masing memiliki kombinasi status hijau dan kuning. Perspektif internal process serta learning and growth berhasil mencapai status hijau di seluruh unit kerja, mencerminkan keefektifan pelaksanaan proses internal dan pengembangan pegawai.

Perspektif stakeholder memiliki pengaruh terbesar terhadap pencapaian kinerja, dengan perubahan yang lebih signifikan terhadap capaian nilai kinerja organisasi dibandingkan perspektif lainnya. Hal ini menunjukkan pentingnya keterlibatan stakeholder dalam keberhasilan organisasi. Dukungan dari pimpinan tertinggi hingga seluruh pegawai, melalui komitmen yang kuat terhadap pencapaian target penerimaan negara, menjadi faktor utama dalam peningkatan kinerja. Upaya lainnya dilakukan melalui koordinasi, bimbingan teknis, pengawasan yang lebih terarah, serta pengembangan sistem informasi manajemen kinerja yang terintegrasi, mencakup aplikasi manajemen kinerja organisasi dan pegawai. Langkah reformasi birokrasi, seperti tindakan tegas terhadap pegawai yang diduga terlibat fraud, juga memperkuat akuntabilitas organisasi. Dengan penerapan strategi ini, Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III menunjukkan potensi peningkatan kinerja berkelanjutan sekaligus mendukung tujuan nasional dalam penerimaan negara dan reformasi birokrasi.

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Alimudin, A., Falani, A. Z., Mudjanarko, S. W., & Limantara, A. D. (2019). Analisis Pengaruh Penerapan Perspektif Balanced Scorecard Terhadap Peningkatan Kinerja UMKM. EkoNiKa Jurnal Ekonomi Universitas Kadiri, 4(1), 1–17.

Amnillah, M., Murad, A. A., SE, M. M., Widya Winarni, S. A. P., Chairul Anam, S. E., Idris Yanto Niode, M. M., Kholiq, N., Pesik, I. M., Endi Rahman, S. E., & Latuni, F. (2023). Manajemen Strategi. Selat Media.

Biswan, A. T., & Andika, W. (2020). Balanced Scorecard Sektor Publik: Sebuah Pelajaran Berharga. InFestasi, 16(2), 166–178.

Cahyono, D. (2000). Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard untuk organisasi sektor publik. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 2(3), 284–293.

Jasiyah, R. (2022). Buku Ajar Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Adab.

Madsen, M., & Gothelf, K. V. (2019). Chemistries for DNA nanotechnology. Chemical Reviews, 119(10), 6384–6458.

Nawawi, H. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Gadjah Mada Univesity Press.

Perkins, M., Grey, A., & Remmers, H. (2014). What do we really mean by “Balanced Scorecard”? International Journal of Productivity and Performance Management, 63(2), 148–169.

Pratama, B. I., Anggraini, C., Pratama, M. R., Illahi, A. K., & Ari, D. P. S. (2021). Metode Analisis Isi (Metode Penelitian Populer Ilmu-Ilmu Sosial). Unisma Press.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Suwardika, In. (2011). Analisis Kinerja Organisasi Sektor Publik Menggunakan Balanced Scorecard (Studi pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur). Universitas Brawijaya.

Syafruddin, S. E., Periansya, S. E., Farida, E. A., Nanang Tawaf, S. T., Palupi, F. H., St, S., Butarbutar, D. J. A., Se, S., & Satriadi, S. (2022). Manajemen Sumber Daya Manusia. CV Rey Media Grafika.

Syahkuan, J., Ni’mah, S., Absor, S. M. U., Azis, M. A., Bakri, A. A., & Napitupulu, R. H. M. (2022). Manajemen Strategik Dalam Organisasi. Penerbit NEM.

Syahrizal, H., & Jailani, M. S. (2023). Jenis-jenis penelitian dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif. QOSIM: Jurnal Pendidikan, Sosial & Humaniora, 1(1), 13–23.

Vincent, G. (2006). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

 

Copyright holder:

Fitria Rizki (2024)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: