Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
11, November 2024
ANALISIS IMPLEMENTASI
KOMPONEN BALANCED SCORECARD TERHADAP PENCAPAIAN NILAI KINERJA ORGANISASI PADA
ORGANISASI SEKTOR PUBLIK (STUDI KASUS PADA SATUAN KERJA DI KANTOR WILAYAH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK JAWA BARAT III TAHUN 2017 S.D. 2023)
Universitas Terbuka, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Balanced Scorecard adalah sebuah sistem
manajemen yang membantu organisasi memperjelas visi dan strateginya
serta mengubahnya menjadi tindakan nyata. Saat ini, Balanced
Scorecard banyak digunakan karena kesederhanaan dan kemudahan penerapannya. Pengukuran kinerja di sektor publik dengan
menggunakan instrumen
Balanced Scorecard berfungsi untuk
mengevaluasi pencapaian kinerja dalam mewujudkan
akuntabilitas instansi pemerintah. Penelitian ini bertujuan menguraikan
bagaimana proses penerapan
Balanced Scorecard pada instansi pemerintah
dan kemudian menilai pengaruh masing-masing komponen
Balanced Scorecard terhadap kinerja
organisasi berdasarkan arah dan besarnya perubahan masing-masing komponen
Balanced Scorecard. Metode pengumpulan
data yang digunakan meliputi
dokumentasi dan penelitian pustaka. Penelitian ini dilakukan di Kanwil DJP Jawa Barat III, dengan
fokus pada Indikator
Kinerja Utama eselon II dan unit-unit di bawahnya, yaitu unit eselon III, unit eselon IV, serta Kelompok Jabatan Fungsional, dengan periode pengamatan dari tahun 2017 hingga 2023. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Balanced Scorecard dengan beberapa modifikasi, sepenuhnya berlaku untuk instansi pemerintah dan sebagian besar komponennya berpengaruh terhadap capaian kinerja organisasi.
Kata
kunci: Balanced Scorecard, Indikator Kinerja
Utama, Kinerja Organisasi
Abstract
The Balanced Scorecard is a management tool that helps
organizations articulate their vision and strategy and turn them into
actionable steps. In the public sector, this tool is frequently utilized to
evaluate performance, offering insights into the success or shortcomings in
achieving accountability within government institutions. The objective of this
research is to describe how the process of implementing the Balanced Scorecard
in government agencies and then assess the influence of each component of the
Balanced Scorecard on organizational performance based on the direction and
magnitude of changes in each component of the Balanced Scorecard. The data
collection methods employed include documentation, interviews, questionnaires,
and library research. This study is conducted at the Kanwil
DJP Jawa Barat III, focusing on the Key Performance Indicators of echelon II
and its subordinate units, echelon III units, echelon IV, and the Functional
Group, with an observation period from 2017 to 2023. The results of the study
show that the Balanced Scorecard, with some modifications, is fully applicable
to government agencies and most of its components affect the organizational
performance.
Keywords: Balanced Scorecard, key performance
indicator, organizational performance
Pendahuluan
Selama hampir tiga dekade,
Balanced Scorecard telah menarik
perhatian besar sebagai model manajemen bagi organisasi sektor swasta maupun
publik
Instruksi Presiden Nomor
5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi menjadi titik awal Reformasi Birokrasi di Indonesia. Pelaksanaan
reformasi birokrasi ini kemudian dilanjutkan dengan penerbitan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang menjadi
pedoman bagi seluruh instansi dalam mewujudkan good corporate
governance. Kementerian Keuangan memusatkan
upaya pada pengelolaan fungsi organisasi, menyempurnakan kegiatan usahanya, dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam memastikan tercapainya reformasi birokrasi dan menciptakan pemerintahan yang bersih, maka perlu adanya sistem penilaian kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan. Fokus utama adalah pada penyempurnaan dan penataan tugas serta fungsi, penajaman proses bisnis, dan pengembangan SDM di Kemenkeu. Oleh karena itu, diputuskanlah untuk mengadopsi Balanced Scorecard sebagai alat untuk mengukur dan mencapai kinerja.
Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019, ditetapkan bahwa semua unit kerja di bawah Kementerian Keuangan wajib melaksanakan akuntabilitas kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan dalam mencapai tujuan dan sasaran dengan penetapan dilakukan secara periodik.
Mekanismenya pelaporan kinerja individu diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersebut. Balanced Scorecard digunakan sebagai mekanisme untuk mengarahkan organisasi berfokus pada strategi, dikarenakan komponennya terdiri dari 4 (empat) komponen yaitu Perspektif Stakeholder, Perspektif Customer, Perspektif Internal Process, dan Perspektif Learning and Growth yang memiliki fungsi masing-masing dalam proses pengukuran kinerja. Setiap komponen dengan kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya memberi dampak tersendiri terhadap pencapaian kinerja pada seluruh Satuan Kerja Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III. Namun demikian terdapat komponen dalam Balanced Scorecard yang tidak sepenuhnya mendukung pencapaian nilai kinerja organisasi. Berdasarkan data yang diamati berupa Nilai Kinerja Organisasi berbasis BSC pada Satuan Kerja di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III dalam rentang waktu Tahun 2017 s.d. 2021.
Terdapat komponen-komponen dari Balanced Scorecard tersebut yang memberikan kontribusi berbeda terhadap Nilai Kinerja Organisasi. Peneliti hanya baru mengamati 3 satuan kerja dari 12 satuan kerja yang ada di Lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III. Ada komponen yang berkontribusi besar sehingga menguatkan dan ada komponen yang melemahkan Nilai Kinerja Organisasi.
Sampai sekarang, belum ada studi yang mengevaluasi penerapan Balanced Scorecard di seluruh satuan kerja di Kantor Wilayah DJP Jawa Barat III. Penelitian ini tentunya menarik karena mengaitkan praktik Balanced Scorecard di sektor publik, padahal konsep ini awalnya hanya diterapkan di sektor swasta.
Maka dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh setiap komponen Balanced Scorecard terhadap pencapaian Nilai Kinerja Organisasi melalui “Analisis Implementasi Komponen Balanced Scorecard terhadap Pencapaian Nilai Kinerja Organisasi pada Organisasi Sektor Publik (Studi Kasus pada Satuan Kerja di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat III Tahun 2017 s.d. 2023)”.
Metode Penelitian
Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kuantitatif deskriptif, yaitu penelitian yang akan memberikan gambaran secara jelas mengenai
keterkaitan setiap komponen Balanced Scorecard (BSC) terhadap
perubahan capaian Nilai
Kinerja Organisasi (NKO), antara
seluruh satuan kerja yang ada di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat
III dalam kurun waktu tahun 2017 sampai dengan 2023. Pendekatan ini diharapkan memberikan kemudahan dan efektifitas untuk mendapatkan perbandingan dari arah perubahan sekaligus besaran perubahan dari masing-masing 4 komponen Balance Scorecard terhadap
arah perubahan dan besaran perubahan dari pencapaian Nilai Kinerja Organisasi. Pemilihan pendekatan ini dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian
ini
Metode pengumpulan data dengan mengumpulkan, merekam, dan mengukur dokumen seperti kebijakan, aturan, dan laporan
Untuk mencapai tujuan pertama penelitian, dimana harus mengukur proses pengukuran kinerja digunakan data-data sekunder yang
tersedia dari literatur dan laporan yang relevan. Untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga, bagaimana pengaruh dan implementasi dari setiap komponen Balanced
Scorecard dalam penelitian ini digunakan metode
analisis kuantitatif untuk mendapatkan perbandingan dari arah perubahan sekaligus besaran perubahan dari masing-masing 4 (empat) komponen Balance Scorecard
terhadap arah perubahan dan besaran perubahan dari pencapaian Nilai Kinerja Organisasi.
Untuk menjawab tujuan keempat, apakah pengelolaan organisasi digunakanlah Skala likert. Skala ini baik untuk mengukur
sikap, pendapat, dan persepsi terhadap inidvidu atau kelompok
terkait dengan fenomena sosial yang sedang menjadi objek penelitian
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Analisis Komponen Balanced Scorecard
Terhadap Pencapaian Kinerja
Sebagaimana
dijelaskan pada Bab III sebelumnya, dalam menjawab tujuan kedua dan ketiga dari
penelitian ini digunakan metode analisis kuantitatif dengan menggunakan model
statistik perbandingan. Untuk mengukur pengaruh dan bagaimana implementasi
setiap komponen Balanced Scorecard
terhadap pencapaian kinerja di satuan kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Jawa Barat III digunakanlah model ini.
Tujuan
penggunaan model ini adalah untuk membandingkan arah perubahan sekaligus
selisih besaran perubahan dari masing-masing 4 komponen Balance Scorecard terhadap arah dan besaran
perubahan dari pencapaian Nilai Kinerja Organisasi. Sebelum melakukan analisis dengan tools statistik perbandingan, terlebih dahulu gambaran statistik deskriptif dari semua 4 (empat) aspek Balanced Scorecard data dalam
penelitian sebagai berikut :
Tabel 1. Statistik deskriptif dari semua 4 (empat) aspek Balanced Scorecard data
Indikator |
4 (empat) aspek Balanced Scorecard |
||||
Perspektif Stakeholder |
Perspektif Stakeholder |
Perspektif Internal Process |
Perspektif Learning and Growth |
Nilai Kinerja Organisasi (NKO) |
|
Mean |
23,72% |
14,64% |
33,74% |
33,45% |
105,55% |
Median |
23,55% |
14,77% |
33,73% |
33,04% |
105,85% |
Mode |
26,31% |
18,00% |
34,62% |
36,00% |
#N/A |
Standard
Deviation |
0,0222 |
0,0178 |
0,0078 |
0,0122 |
0,0325 |
Sample
Variance |
0,0005 |
0,0003 |
0,0001 |
0,0001 |
0,0011 |
Kurtosis |
-0,9127 |
3,5969 |
0,1643 |
0,5202 |
0,0837 |
Skewness |
-0,1155 |
-1,1825 |
-0,3823 |
1,0075 |
-0,2929 |
Range |
0,0829 |
0,1046 |
0,037 |
0,0521 |
0,1468 |
Minimum |
0,1909 |
0,0754 |
0,3165 |
0,3079 |
0,975 |
Maximum |
0,2738 |
0,18 |
0,3535 |
0,36 |
1,1218 |
Sum |
13,99% |
8,64% |
19,91% |
19,73% |
62,27% |
Count |
59 |
59 |
59 |
59 |
59 |
Analisis
Data
Setelah
mendapat gambaran statistik deskriptif dari semua 4 (empat) aspek Balanced Scorecard
data dalam penelitian, berikut disajikan hasil olah data dari masing-masing
komponen Balanced Scorecard sebagaimana
tergambar pada tabel berikut:
Gambar 1. Gambaran Variable Independen
Gambar di
atas adalah chart dari variable independen dalam penelitian ini yaitu 4 komponen
Balanced Scorecard mulai dari perspektif
stakeholder, perspektif
customer, perspektif
internal process dan perspektif learning
and growth. Bar berwarna biru menandakan
posisi naik (increase)
sementara bar berwarna oranye menandakan posisi menurun (decrease).
Perubahan dari nilai masing-masing komponen Balanced Scorecard dikompilasi
dan kemudian disajikan dalam grafik tergambar
di atas.
Terlihat bahwa pergerakan
dari masing-masing komponen
sangat dinamis dan memiliki
trend yang dapat
diamati secara kasat mata. Tiga
komponen yaitu: perspektif stakeholder,
perspektif customer,
dan perspektif internal process memiliki
trend yang relatif sama dari kiri bawah
menuju ke kanan atas, walau
dengan fluktuasi (dinamika) yang sedikit berbeda. Sementara untuk komponen perspektif learning and growth memiliki
trend agak berbeda dari 3 komponen lainnya dimana terlihat komponen learning and
growth bergerak dari kiri atas menuju
ke kanan bawah, dengan fluktuasi
yang juga dinamis. Sementara
itu, hasil olah data dari perubahan capaian Nilai Kinerja
Organisasi adalah sebagaimana tergambar pada grafik di bawah
ini:
Gambar 2. Gambaran Perubahan Capaian Nilai Kinerja Organisasi
Dari
grafik di atas terlihat bahwa bar dari pergerakan nilai capaian kinerja
organisasi ini cukup fluktuatif (dinamis). Secara umum terlihat trend dari grafik ini sama dengan 3 komponen Balanced Scorecard pada gambar
2.16 di atas yaitu dari kiri bawah menuju kanan atas namun dengan fluktuasi
yang juga sedikit berbeda.
Perbandingan
Arah Perubahan
Selanjutnya, dengan tools statistik
perbandingan dilakukan analisis untuk membandingkan arah pergerakan dari 4 komponen Balanced
Scorecard terhadap arah
pergerakan 4 (empat) aspek Balanced Scorecard dependen
dalam penelitian ini yaitu pergerakan
nilai capaian organisasi. Arah pergerakan yang sama dihitung 1 (positif) sementara arah pergerakan yang berbeda dihitung 0 (N/A). Hasil analisis menunjukkan angka sebagaimana pada tabel berikut:
Gambar 3. Gambaran Persentase Arah Perubahan Komponen BSC terhadap Perubahan NKO
Komponen perspektif stakeholder memiliki
angka sebesar 84.78% sementara perspektif learning and growth memiliki
angka terendah daripada 4 komponen lain yaitu sebesar 50.00%. Ini dapat dimaknai
bahwa perspektif stakeholder memiliki
arah pergerakan yang hampir sama dengan
arah pergerakan nilai kinerja organisasi.
Hampir 85% arah pergerakan komponen perspektif stakeholder sama dengan arah pergerakan nilai kinerja organisasi.
Sementara itu, untuk perspektif learning and growth dapat dimaknai bahwa hanya
setengah dari arah pergerakan komponen learning and growth yang dapat
menggambarkan arah pergerakan nilai kinerja organisasi.
Perbandingan Selisih
Besaran Perubahan
Setelah mengetahui perbandingan arah pergerakan masing-masing komponen Balanced Scorecard terhadap arah
pergerakan nilai capaian organisasi, maka selanjutnya dilakukan analisis
perbandingan untuk melihat besaran selisih pergerakan dari 4 komponen Balanced Scorecard terhadap besaran
pergerakan 4 (empat) aspek Balanced Scorecard nilai capaian organisasi. Hasil analisis menunjukkan angka sebagaimana pada grafik berikut:
|
|
|
|
|
||
|
|
|
||||
31.60 |
|
|
||||
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|||
|
|
|
|
Gambar 4. Gambaran Persentase Selisih Besaran Perubahan Komponen BSC terhadap Perubahan NKO
Komponen
perspektif stakeholder memiliki angka terkecil dibanding 4
komponen lainnya yaitu sebesar 31.60% sementara komponen perspektif internal process memiliki
angka tertinggi sebesar 76.24%. Oleh sebab angka ini adalah selisih dari
perubahan besaran komponen Balanced Scorecard dengan perubahan capaian nilai kinerja
organisasi, maka untuk memaknai angka di atas dapat dibaca bahwa perspektif stakeholder memiliki selisih perbedaan terkecil. Sehingga
dapat dikatakan bahwa besaran perubahan dari komponen perspektif stakeholder mendekati besaran perubahan capaian
nilai kinerja organisasi, terbukti dari selisih yang semakin kecil. Secara
kuantitatif dapat dikatakan bahwa besar perubahan komponen perspektif stakeholder 68.40% mendekati besar perubahan nilai kinerja
organisasi faktual. Sementara, perspektif internal process
dapat dimaknai bahwa besaran perubahan nilai komponen internal process cukup jauh yaitu hanya sebesar 25.76% mendekati
besaran perubahan nilai kinerja organisasi. Dengan kata lain perspektif
internal proces bisnis cukup jauh.
Sesuai
dengan konsep awalnya, Balanced Scorecard
hanya diterapkan pada beberapa organisasi privat. Namun seiring
perkembangannya, konsep Balanced Scorecard
telah berhasil diterapkan juga pada organisasi sektor publik di seluruh dunia.
Organisasi sektor publik yang pertama kali menerapkan konsep BSC adalah
Pemerintah Kota Charlotte City, North Caroline,
Amerika Serikat pada tahun 1996. Berawal dari kesuksesan tersebut, maka kemudian Balanced
Scorecard sudah berhasil
diterapkan di banyak lembaga pemerintahan di berbagai negara seperti di
Amerika Serikat (University of California, Northwest
Fire District, Mecklenburg County NC, Defence Finance and Accounting Service, Federal Aviation
Administration Logistics Center, Department of Energy
Federal Procurement System, Department of Energy Federal Personal Property
Management Program), Inggris (UK Ministry of
Defence), Kanada (Royal Canadian Mounted Police), Ethiopia (Federal Ministry of
Health), Kenya (Kenya Red Cross), pemerintahan
Malaysia, Singapura, dan Filipina, dan lainnya.
Kebijakan Kementerian Keuangan mengadopsi Balanced
Scorecard sebagai tools untuk
mengukur kinerja organisasi sekaligus sebagai alat manajemen
strategis adalah merupakan terobosan besar bagi pemerintah
Indonesia. Hal ini tidak
lain untuk menciptakan pemerintahan yang good
governance yang tujuan akhirnya
adalah terciptanya public trust. Penerapan
konsep Balanced
Scorecard pada Kementerian Keuangan didasari oleh adanya program
reformasi birokrasi berskala
nasional sebagaimana diatur di dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Di dalam Inpres tersebut diatur secara umum
(diktum umum) yang menyatakan bahwa seluruh kementerian wajib membuat penetapan
indikator dan target kinerja
yang dapat menjelaskan keberhasilan pencapaian kinerja organisasinya baik berupa hasil
(output) maupun berupa manfaat (outcome). Selain pengaturan yang bersifat umum, terdapat beberapa pengaturan yang bersifat khusus (diktum khusus) antara lain amanat agar
Kementerian Keuangan melaksanakan
tugas dan fungsi yang strategis dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara
Namun demikian pada dasarnya reformasi birokrasi pada
Kementerian Keuangan telah dimulai sejak tahun
2003 yaitu adanya reformasi
di bidang keuangan negara melalui penerbitan paket undang-undang keuangan negara yang terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan 3) UndangUndang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung Jawab Keuangan Negara.
Konsep Balanced
Scorecard pada sektor publik
khususnya Kementerian Keuangan,
memberikan ruang tersendiri dalam praktiknya antara lain:
1. Organisasi publik dan nonprofit menggunakan sistem pengukuran kinerja sebagai tuntutann dari masyarakat agar pemerintah dapat selalu meningkatkan hasil kerja (kinerja);
2. Adanya tekanan untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas. Untuk keperluan tersebut maka Balanced Scorecard dapat
menjadi alat yang membantu organisasi nonprofit menunjukan kinerja dan akuntabilitasnya;
3. Balanced Scorecard merupakan alat ukur kinerja yang lebih modern. Pemerintah pada umumnya telah memiliki
konsep pengukuran kinerja tersendiri, namun pengukuran tersebut hanya sebatas pada kinerja pelaksanaan anggaran saja melalui pembuatan
laporan pertanggungjawaban keuangan
4. Organisasi publik dan nonprofit tidak kebal terhadap
perubahan jaman. Konsep Balanced
Scorecard merupakan praktik
terbaik untuk menghadapi perubahan jaman tersebut. Untuk itu banyak
hal unik yang terdapat pada sektor publik dan nonprofit yang harus dilakukan treatment khusus jika ingin menerapkan
BSC
5. Balanced Scorecard dapat meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
6. Balanced Scorecard dapat memenuhi ekspektasi stakeholder. Selain hal tersebut, menurut
Hasil Analisis
Persepsi Kualitas Kinerja Pegawai Dalam Pengelolaan Kinerja Organisasi
Pengisian
kuesioner dilaksanakan melalui google form dan wawancara pada 12 unit vertikal di
Lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III. Pada analisisi ini, dideskripsikan persepsi kualitas kinerja pegawai dalam pemenuhan
kinerja organisasi. Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap
masing-masing item pertanyaan yang disajikan maka telah disusun dalam daftar
pertanyaan responden. Dengan menggunakan Skala Likert
yaitu dengan memberikan skor yang berbeda-beda, yaitu:
a. Setiap item pertanyaan memiliki rating skor 1 sampai dengan 5, dengan ketentuan sebagai berikut:
1). Jawaban yang sangat setuju diberi skor 5;
2). Jawaban yang setuju diberi skor 4;
3). Jawaban yang ragu-ragu diberi skor 3;
4). Jawaban yang tidak setuju diberi skor
2;
5). Jawaban yang sangat tidak setuju diberi skor
1.
Pada pertanyaan pertama, tentang adanya rapat kerja terkait
proses pencapaian penerimaan
pajak secara berkala, sebanyak 90,53% responden menjawab sangat setuju, dan 9,47% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini
menunjukkan terdapat rapat kerja terkait
proses pencapaian penerimaan
pajak yang rutin dilaksanakan
secara berkala. Rapat ini membahas mulai
dari perencanaan, mengevaluasi pencapaian yang telah dicapai dan
menindaklanjuti hambatan dan program-program berikutnya.
Pada pertanyaan ke-2, tentang
adanya dokumen rencana kerja dalam
proses pencapaian penerimaan
pajak secara berkala, sebanyak 97,35% responden menjawab sangat setuju, dan 2,65% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan
adanya dokumen rencana kerja dalam
proses pencapaian penerimaan
pajak secara berkala. Rapat ini membahas
rencana kerja yang dilaksanakan setiap triwulan.
Pada pertanyaan ke-3, tentang
adanya dokumen rencana kerja terdapat
target-target prioritas yang relevan
dengan tujuan penerimaan pajak, sebanyak 92,04% responden menjawab sangat setuju, dan 7,96% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan
adanya dokumen rencana kerja dalam
proses pencapaian penerimaan
pajak secara berkala. Dokumen ini menunjukkan
komitmen bersama untuk melaksanakan kerja keras dan
kerja cerdas.
Pada pertanyaan ke-4, tentang
apakah terdapat monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian penerimaan pajak, sebanyak 82,19% responden menjawab sangat setuju, dan 15,91% menjawab setuju, dan 1,90% menjawab ragu-ragu. Prosentase jawaban responden tentang hal ini
menunjukkan adanya dokumen rencana kerja dalam proses pencapaian penerimaan pajak secara berkala. Dokumen ini menunjukkan
komitmen bersama untuk melaksanakan kerja keras dan
kerja cerdas.
Pada pertanyaan ke-5, tentang
apakah hasil Monitoring dan Evaluasi telah ditindaklanjuti, sebanyak 92,04% responden menjawab sangat setuju, dan 7,96% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini
menunjukkan adanya hasil monitoring dan evaluasi telah
ditindaklanjuti saat selesai rapat kerja
dilaksanakan. Pegawai di lingkungan Kanwil
DJP Aceh menindaklanjuti hasil
monitoring dan evaluasi tersebut.
Pada pertanyaan ke-6, tentang
apakah terdapat kebijakan standar pelayanan dan Standar
Operasional Prosedur, sebanyak 98,10% responden menjawab sangat setuju, dan 1,90% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini menunjukkan
terdapat kebijakan standar pelayanan dan Standar Operasional Prosedur. Di Kanwil DJP Aceh telah berlaku kebijakan
standar pelayanan dan Standar Operasional Prosedur secara nasional.
Pada pertanyaan ke-7, tentang apakah telah dilakukan
reviu dan perbaikan atas standar, sebanyak
81,06% responden menjawab
sangat setuju, dan 18,94% menjawab
setuju. Prosentase jawaban responden tentang hal ini
menunjukkan terdapat kebijakan standar pelayanan dan Standar Operasional Prosedur. Di Kanwil DJP Aceh telah berlaku reviu secara
triwulanan tehadap pelayanan dan Standar Operasional Prosedur.
Pada pertanyaan ke-8, tentang apakah telah dilakukan
sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan
Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi, sebanyak 97,73% responden menjawab sangat setuju, dan 2,27%
menjawab setuju. Prosentase jawaban responden telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi. Di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi.
Pada pertanyaan ke-9, tentang apakah pelayanan internal dan eksternal diberikan secara tepat dan akurat, tanpa membeda-bedakan,
berkompeten, serta melakukan perbaikan yang berkelanjutan, sebanyak 90,15% responden menjawab sangat setuju, dan 9,85% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan
Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi. Di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan sosialisasi/pelatihan dalam upaya penerapan Budaya Pelayanan Prima dan Budaya Organisasi.
Pada pertanyaan ke-10, tentang apakah telah dilakukan
survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan, sebanyak 82,19% responden menjawab sangat setuju, dan
17,81% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden telah dilakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan. Di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan secara berkala setiap triwulan dan dapat diakses di media sosial.
Pada pertanyaan ke-11, tentang apakah dilakukan tindak lanjut atas
hasil survey kepuasan masyarakat, sebanyak 86,74% responden menjawab sangat setuju, dan 13,26% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden telah dilakukan survey kepuasan masyarakat terhadap pelayanan. Di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan tindak lanjut atas hasil
survey kepuasan masyarakat secara berkala setiap triwulan dan dapat diakses di media sosial.
Pada pertanyaan ke-12, tentang senantiasa bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab, memberikan upaya secara maksimal, efisien, efektif, serta terus-menerus melakukan upaya pengembangan diri, sebanyak 91,67% responden menjawab sangat setuju, dan 8,33%
menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh telah senantiasa bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab, memberikan upaya secara maksimal,
efisien, efektif, serta terus-menerus melakukan upaya pengembangan diri.
Pada pertanyaan ke-13, tentang apakah diberikan kepercayaan dan pembinaan kepada bawahan/rekan kerja, sebanyak
81,81% responden menjawab
sangat setuju, dan 18,19% menjawab
setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh, Pimpinan telah diberikan kepercayaan dan pembinaan kepada bawahan/rekan kerja.
Pada pertanyaan ke-14, tentang apakah telah melakukan
pemeriksaan hasil pekerjaan, terbuka terhadap usulan dan proaktif dalam mencari peluang perbaikan dengan memanfaatkan informasi terkini, sebanyak 94,70% responden menjawab sangat setuju, dan 5,30% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh, bahwa Pimpinan telah melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan, terbuka terhadap usulan dan proaktif dalam mencari peluang
perbaikan dengan memanfaatkan informasi terkini.
Pada pertanyaan ke-15, tentang menghargai setiap keberhasilan, dan senantiasa membangun budaya belajar dalam menjalankan
tugas, sebanyak 91,29% responden menjawab sangat setuju, dan 8,71% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh, bahwa setiap pegawai menghargai setiap keberhasilan, dan senantiasa membangun budaya belajar dalam menjalankan
tugas.
Pada pertanyaan ke-16, tentang apakah Pimpinan unit kerja telah memberi
keteladanan dengan menerapkan pengelolaan kinerja dan mendorong bawahan untuk menerapkannya,
sebanyak 94,32% responden menjawab sangat setuju, dan 5,68%
menjawab setuju. Prosentase jawaban responden di Kanwil DJP Aceh, Pimpinan unit kerja telah memberi keteladanan
dengan menerapkan pengelolaan kinerja dan mendorong bawahan untuk menerapkannya.
Pada pertanyaan ke-17, tentang apakah telah dilakukan
sosialisasi yang memadai tentang pengelolaan kinerja termasuk kepada pegawai baru, sebanyak 96,59% responden menjawab sangat setuju, dan 3,41% menjawab setuju. Prosentase jawaban responden, di Kanwil DJP Aceh telah dilakukan sosialisasi yang memadai tentang pengelolaan kinerja termasuk kepada pegawai baru.
Pada pertanyaan ke-18, tentang apakah terdapat proses untuk memastikan bahwa pegawai yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan telah memiliki
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan, sebanyak 93,57% responden menjawab sangat setuju, dan 6,43%
menjawab setuju. Prosentase jawaban responden, di Kanwil DJP Aceh telah terdapat proses untuk memastikan bahwa pegawai yang terpilih untuk menduduki suatu jabatan telah memiliki
pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperlukan.
Pada pertanyaan ke-19, tentang memegang teguh kebenaran, menaati peraturan dalam berbagai situasi, penuh tanggung jawab serta berani
mengemukakan fakta, sebanyak 95,46% responden menjawab sangat setuju, dan 4,54%
menjawab setuju. Prosentase jawaban responden, di Kanwil DJP Aceh seluruh pegawai telah memegang teguh kebenaran, menaati peraturan dalam berbagai situasi, penuh tanggung jawab serta berani mengemukakan
fakta.
Pada pertanyaan ke-20, tentang senantiasa bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab, memberikan upaya secara maksimal, efisien, efektif, serta terus-menerus melakukan upaya pengembangan diri, sebanyak 92,80% responden menjawab sangat setuju, dan 7,20%
menjawab setuju. Prosentase jawaban responden, di Kanwil DJP Aceh telah Senantiasa bekerja sesuai tugas dan tanggung jawab, memberikan upaya secara maksimal,
efisien, efektif, serta terus-menerus melakukan upaya pengembangan diri.
Berdasarkan tabel diatas
dapat digambarkan persepsi dari pegawai
di lingkungan Kanwil DJP
Jawa Barat III terhadap kualitas
pengelolaan kinerja pegawai dan organisasi di unitnya, dimana terdapat keyakinan dari responden bahwa pengelolaan kinerja yang telah dilaksanakan telah memadai. Dimulai dari perumusan sistem manajemen kinerja, implementasi dan pelaksanaan kinerja, dan evaluasi kinerja. Dalam rentang kurun
waktu 2017 s.d. 2022 telah terbentuk persepsi yang baik atas kualitas kinerja
pegawai dalam mendukung pengelolaan kinerja organisasi.
Upaya-upaya
Peningkatan Pencapaian Kinerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa
Barat III
Dari
analisis pada subbab sebelumnya diketahui bahwa perspektif Stakeholder
memegang peranan yang cukup besar dalam kaitannya dengan capaian Nilai Kinerja
Organisasi. Hal ini terlihat dari porsi yang dimiliki oleh perspektif Stakeholder cukup dominan dibandingkan dengan 3 perspektif
lainnya baik dari arah perubahan maupun selisih besaran perubahannya terhadap
capaian Nilai Kinerja Organisasi.
Berkenaan
dengan temuan tersebut maka perspektif Stakeholder
ini patut mendapat perhatian yang lebih besar dalam kaitannya dengan upaya
peningkatan capaian kinerja organisasi. Mengingat subjek penelitian ini adalah
Kanwil DJP Jawa Barat III, maka perspektif Stakeholder
dalam konteks ini yaitu berupa sasaran yang hendak dicapai adalah penerimaan
dari sektor pajak yang optimal. Walaupun memiliki porsi pengaruh yang besar,
namun perspektif ini tetap wajib didukung oleh ketiga perspektif lainnya, yaitu
perspektif Customer,
perspektif Internal Process,
dan perspektif Learning & Growth.
Langkah
awal dalam upaya peningkatan kinerja adalah dengan memperkuat perspektif Learning & Growth yang
nantinya mampu menopang proses bisnis yang terdapat dalam perspektif Internal Process. Jika
proses bisnis telah berjalan dengan optimal, diharapkan berdampak baik pada
kinerja perspektif Customer yang pada akhirnya tujuan utama
organisasi yang tercakup dalam perspektif Stakeholder dapat mencapai target yang diharapkan.
Upaya-upaya
di atas sejalan dengan gagasan
No Executive Sponsorship Balanced
Scorecard
Keberhasilan BSC terwujud dari keberhasilan diimplementasikannya ke dalam suatu organisasi
jika seluruh pihak baik atasan
maupun bawahan ikut terlibat dalam
proses pengembangan dan implementasi
Balanced Scorecard. Oleh karena itu, dukungan
dari pihak eksekutif sebagai pihak yang memiliki kepemimpinan dan power tertinggi dalam organisasi sangat dibutuhkan karena dapat menggerakkan bawahannya untuk ikut terlibat dalam
mensukseskan pengembangan
dan implementasi Balanced
Scorecard. Tanpa adanya
dukungan dari pihak eksekutif, implementasi Balanced
Scorecard tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini dipertegas
oleh
Lack of Balanced Scorecard
Education and Training
Bila suatu organisasi memutuskan untuk menerapkan Balanced
Scorecard sebagai alat manajemen kinerja, tentunya dibutuhkan pendidikan dan pelatihan tentang Balanced
Scorecard karena setiap
individu dalam suatu organisasi memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Pendidikan dan pelatihan
tentang Balanced
Scorecard dapat dilakukan
dengan mengadakan workshop
yang diikuti oleh individu dalam organisasi tersebut untuk memberikan pemahaman yang memadai tentang Balanced Scorecard.
No Strategy Balanced Scorecard
Merupakan suatu konsep
manajemen yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam tindakan
No Objectives for the Balanced
Scorecard Program
Organisasi mampu menggunakan
Balanced Scorecard sebaiknya memutuskan tujuan dari penerapan
Balanced Scorecard. Tanpa adanya tujuan
yang jelas dari penerapan Balanced
Scorecard, menyebabkan organisasi
tersebut tidak dapat memaksimalkan manfaat dari Balanced Scorecard.
Timing
Pengembangan BSC dalam waktu yang lama atau terlalu singkat dapat menjadi penghambat
dalam memaksimalkan manfaat BSC. Penyusunan rancangan BSC memerlukan effort
yang besar, sehingga organisasi harus menyediakan waktu untuk melakukan diskusi dengan karyawannya agar dapat menciptakan ukuran kinerja baru yang lebih inovatif.
Inconsistent Management Practical
Ketidakkonsistenan praktik manajemen terjadi saat organisasi menetapkan kompensasi berdasarkan pencapaian target dari ukuran kinerja
keuangan saja. Padahal, ukuran kinerja yang digunakan dalam Balanced
Scorecard terdiri dari ukuran kinerja keuangan dan ukuran kinerja non keuangan.
No New Measures
Organisasi yang akan menerapkan Balanced
Scorecard sebaiknya melengkapi
ukuran kinerja yang selama ini digunakan
dengan ukuran kinerja yang baru dan lebih inovatif agar dapat menjamin pelaksanaan strategi organisasi tersebut.
Terminology
Dalam Balanced Scorecard,
terdapat berbagai macam terminologi yang digunakan seperti visi, misi, sasaran
strategis, perspektif, dan sebagainya. Seluruh individu dalam organisasi harus memiliki pemahaman dan kesepakatan terhadap terminologi dalam Balanced Scorecard agar perubahan yang diinginkan melalui penerapan Balanced Scorecard dapat
direalisasikan.
Lack of Cascading
Menurut Kaplan dan Norton (1996), Balanced Scorecard digunakan untuk mengkomunikasikan strategi ke seluruh individu
dalam organisasi. Mengkomunikasikan strategi ini dapat dilakukan melalui cascading.
Cascading atau
disebut juga sebagai vertical alignment merupakan
proses pengembangan Balanced Scorecard ke setiap
level dalam organisasi
(Niven: 2002). Dengan dilakukannya
cascading, setiap tindakan individu dapat selaras dengan strategi organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Premature Links to Management
Process
BSC sebagai sistem manajemen strategis mampu menghubungkan strategi jangka panjang dengan tindakan jangka pendek melalui
proses manajemen, salah satunya
dengan menghubungkan antara kompensasi dengan pencapaian target kinerja yang dapat menjadi motivasi bagi karyawan untuk
meningkatkan kinerja sesuai target yang ditetapkan.
Akan tetapi, jika organisasi melakukannya dengan pertimbangan yang tidak matang dan gegabah dalam skema
kompensasi, seperti penetapan target yang terlalu berlebihan atau terlalu rendah, dapat menyebabkan penurunan kinerja organisasi.
Hambatan yang dialami oleh seluruh unit satuan kerja di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III dalam mengimplementasikan Balanced
Scorecard antara lain:
Penggunaan BSC hanya diintegrasikan dengan reward pencapaian kinerja.
Pemberian reward memang memberi hal positif
pada peningkatan kinerja Kanwil DJP Jawa Barat III, namun sebaiknya pemberian reward ini juga diiringi dengan pemberian punishment. Dengan
demikian, Kanwil DJP Jawa
Barat III dapat meminimalisir
penurunan kinerja organisasi yang suatu saat dapat terjadi.
Selain itu, selama ini pemberian
reward hanya
didasarkan pada pencapaian kinerja organisasi. Reward yang diterima
oleh organisasi berupa insentif yang dibagi rata kepada seluruh pegawai yang ada di dalam organisasi. Dengan demikian, baik pegawai yang mencapai target IKU maupun yang belum mencapai target IKU mendapatkan jumlah insentif yang sama besarnya. Insentif yang diberikan dengan jumlah yang sama besarnya dapat menimbulkan dampak negatif yang suatu saat dapat terjadi
yaitu demotivasi pegawai karena pemberian insentif disamaratakan.
Aplikasi Balanced Scorecard
Aplikasi Balanced
Scorecard yang digunakan oleh Kementerian Keuangan, termasuk pada seluruh satuan kerja di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III menggunakan
aplikasi berbasis web dengan alamat http://www.e-performance.kemenkeu.go.id yang dapat diakses oleh seluruh pegawai, sehingga cenderung lamban saat semua
pegawai mengakses disaat yang bersamaan.
Untuk meningkatkan pencapaian kinerja pada seluruh satuan kerja di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat III, telah dilakukan upaya-upaya yang menitikberatkan pada tugas-tugas
yang menjadi tanggung jawab organisasi.
Melaksanakan koordinasi baik internal kantor dalam hal ini
koordinasi antar Bidang dan Bagian di Kanwil DJP
Jawa Barat III maupun dengan
KPP Madya dan KPP Pratama yang menjadi
unit bawahannya. Juga instansi
lainnya terkait dengan usaha-usaha pencarian data-data perpajakan, penggalian potensi perpajakan, penegakan hukum, pelayanan kepada Wajib Pajak, serta kerjasama dengan berbagai pihak lainnya. Hal ini bertujuan terjalinnya
hubungan yang baik sehingga dapat mencapai tujuan organisasi dengan lebih cepat, efektif,
dan efisien.
a. Melaksanakan bimbingan teknis kepada seluruh
pegawai yang berada di lingkungan Kanwil DJP Jawa Barat
III. Bimbingan teknis ini dapat berupa
In House Training (IHT) dan sosialisasi yang bertujuan untuk mengetahui kendala atau permasalahan yang sering terjadi terkait dengan pelaksanaan kegiatan sehari-hari dan meningkatkan kompetensi pengetahuan para pegawai terkait dengan Standard Operational Procedures (SOP). Untuk ruang virtual juga pembelajaran dapat diakses melalui halaman pembelajaran resmi pegawai yaitu
studiA-DJP dan Kemenkeu Learning Center
(KLC).
b. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan melekat terkait segala pekerjaan yang menjadi tugas setiap pegawai
di lingkungan Kanwil DJP
Jawa Barat III. Hal ini bertujuan
agar seluruh tugas yang diemban dapat terselesaikan
dengan baik sesuai dengan Standard Operational Procedures (SOP)
dan peraturan yang berlaku.
c. Melaksanakan penjabaran kebijakan yang ditetapkan oleh Pimpinan dalam hal ini Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak, hal ini bertujuan agar menyelaraskan pemahaman/persepsi pegawai terhadap arahan dan/atau kebijakan yang disampaikan Pimpinan.
d. Melaksanakan evaluasi terkait pelaksanaan uraian tugas yang menjadi tanggung jawab dan kinerja masing-masing Bidang/Bagian serta kinerja unit kerja dibawahnya. Tujuan dilakukannya evaluasi adalah selain untuk
mneilai pelaksanaan tugas dan wewenang yang dimiliki juga menjadi dasar untuk mempertanggungjawabkan
kinerja kepada Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak.
Kesimpulan
Balanced Scorecard memiliki
pengaruh positif dalam meningkatkan kinerja organisasi karena mampu menyediakan
kerangka kerja yang komprehensif untuk mengukur dan menerjemahkan
strategi organisasi menjadi
tujuan operasional. Dengan indikator kinerja utama (IKU) dan target
yang jelas, baik di tingkat pegawai maupun organisasi, Balanced
Scorecard membantu menciptakan
peta strategi yang memungkinkan
pengukuran kinerja secara sistematis. Proses
cascading dan alignment memudahkan penetapan target yang selaras dengan visi dan misi organisasi, serta memastikan akuntabilitas dengan memberikan reward bagi yang melebihi target dan sanksi bagi yang tidak mencapainya. Penggunaan Balanced
Scorecard di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat III dari
2017 hingga 2023 menunjukkan
hasil yang beragam, terutama pada perspektif
stakeholder dan customer, yang masing-masing memiliki
kombinasi status hijau dan kuning. Perspektif internal
process serta learning and growth berhasil
mencapai status hijau di seluruh unit kerja, mencerminkan keefektifan pelaksanaan proses internal dan pengembangan
pegawai.
Perspektif stakeholder memiliki
pengaruh terbesar terhadap pencapaian kinerja, dengan perubahan yang lebih signifikan terhadap capaian nilai kinerja
organisasi dibandingkan perspektif lainnya. Hal ini menunjukkan pentingnya keterlibatan
stakeholder dalam keberhasilan
organisasi. Dukungan dari pimpinan tertinggi
hingga seluruh pegawai, melalui komitmen yang kuat terhadap pencapaian target penerimaan negara, menjadi faktor utama dalam
peningkatan kinerja. Upaya lainnya dilakukan melalui koordinasi, bimbingan teknis, pengawasan yang lebih terarah, serta pengembangan sistem informasi manajemen kinerja yang terintegrasi, mencakup aplikasi manajemen kinerja organisasi dan pegawai. Langkah
reformasi birokrasi, seperti
tindakan tegas terhadap pegawai yang diduga terlibat fraud, juga memperkuat akuntabilitas organisasi. Dengan penerapan strategi ini, Kantor
Wilayah DJP Jawa Barat III menunjukkan potensi peningkatan kinerja berkelanjutan sekaligus mendukung tujuan nasional dalam penerimaan negara dan
reformasi birokrasi.
BIBLIOGRAFI
Alimudin, A., Falani, A. Z., Mudjanarko, S.
W., & Limantara, A. D. (2019). Analisis Pengaruh Penerapan Perspektif Balanced
Scorecard Terhadap Peningkatan
Kinerja UMKM. EkoNiKa Jurnal
Ekonomi Universitas Kadiri, 4(1), 1–17.
Amnillah, M., Murad, A. A., SE, M. M., Widya Winarni, S. A. P., Chairul Anam, S. E., Idris Yanto Niode, M. M., Kholiq, N., Pesik, I. M., Endi Rahman, S. E., & Latuni, F. (2023). Manajemen Strategi. Selat Media.
Biswan, A. T., & Andika, W. (2020). Balanced Scorecard Sektor Publik: Sebuah Pelajaran Berharga. InFestasi, 16(2), 166–178.
Cahyono, D. (2000). Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard untuk organisasi sektor publik. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 2(3), 284–293.
Jasiyah, R. (2022). Buku Ajar Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Adab.
Madsen, M., & Gothelf, K. V. (2019). Chemistries for DNA nanotechnology. Chemical Reviews, 119(10), 6384–6458.
Nawawi, H. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia. Gadjah Mada Univesity Press.
Perkins, M., Grey, A., & Remmers, H. (2014). What do we really mean by “Balanced Scorecard”? International Journal of Productivity and Performance Management, 63(2), 148–169.
Pratama, B. I., Anggraini, C., Pratama, M. R., Illahi, A. K., & Ari, D. P. S. (2021). Metode Analisis Isi (Metode Penelitian Populer Ilmu-Ilmu Sosial). Unisma Press.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.
Suwardika, In. (2011). Analisis Kinerja Organisasi Sektor Publik Menggunakan Balanced Scorecard (Studi pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur). Universitas Brawijaya.
Syafruddin, S. E., Periansya, S. E., Farida, E. A., Nanang Tawaf, S. T., Palupi, F. H., St, S., Butarbutar, D. J. A., Se, S., & Satriadi, S. (2022). Manajemen Sumber Daya Manusia. CV Rey Media Grafika.
Syahkuan, J., Ni’mah, S., Absor, S. M. U., Azis, M. A., Bakri, A. A., & Napitupulu, R. H. M. (2022). Manajemen Strategik Dalam Organisasi. Penerbit NEM.
Syahrizal, H., & Jailani, M. S. (2023). Jenis-jenis penelitian dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif. QOSIM: Jurnal Pendidikan, Sosial & Humaniora, 1(1), 13–23.
Vincent, G. (2006). Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Copyright holder: Fitria Rizki
(2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |