Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021
MENINGKATKAN PENGETAHUAN TEORI
PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN TRANSFORMASI LAPLACE MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
MODEL STAD
Mudjiono
Politeknik Negeri Malang (Polinema), Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Setidaknya ada tiga komponen yang berhubungan dengan pembaharuan pendidikan, yaitu pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektifitas metode pembelajaran. Kondisi lapangan yang menunjukkan bahwa mahasiswa hanya bisa menghafal fakta-fakta dan rumus tetapi tidak bisa menerapkannya pada masalah-masalah diluar matematika mendorong peneliti melakukan penelitian ini. Untuk itu metode pembelajaran sebagai salah satu komponen tersebut perlu ditingkatkan terus. Penelitian ini bertujuan untuk mencari sebuah solusi yang �mungkin� bisa menjawab kondisi tersebut serta lebih sesuai dengan ciri dan tujuan pendidikan di Politeknik, khususnya Politeknik Negeri Malang. Melalui metode ini diharapkan siswa bisa lebih proaktif dalam membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa mampu mengkaitkan konsep-konsep matematika menjadi satu kesatuan yang utuh., dan setelah keluar dari Politeknik siswa mampu mengaktualisasikan konsep-konsep tersebut dalam berbagai persoalan yang ada, khususnya persoalan yang berkaitan dengan masalah kelistrikan.
Penelitian ini lebih dominan pada aspek kualitatif namun untuk membahasnya perlu data kuantitatif sebagai pendukung, sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi metode kualitatif dan kuantitatif.
Berdasarkan hasil penelitian ini� setelah melalui tiga kali tindakan kelas, target yang diinginkan sudah bisa dicapai, yaitu tercapainya proses belajar mengajar yang melampaui skor minimal 80% dan nilai rata-rata kelas di atas skor minimal 65. Akhirnya peneliti berkesimpulan bahwa metode pembelajaran kooperatif model STAD ini bisa diterapkan di Politeknik, khususnya Politeknik Negeri Malang terkhusus lagi di program studi Teknik Listrik.
Kata kunci:��� metode STAD; skor peningkatan individu; Robert Slavin; pembelajaran kooperatif, pembelajaran tradisional.
Abstract
There
are at least three components related to educational reform, namely curriculum
renewal, improving the quality of learning, and the effectiveness of learning
methods. Field conditions which show that students can only memorize facts and
formulas but cannot apply them to problems outside of mathematics encourage
researchers to conduct this research. For this reason, the learning method as
one of these components needs to be improved continuously. This study aims to
find a solution that "may" be able to answer these conditions and is
more in line with the characteristics and objectives of education at the
Polytechnic, especially the State Polytechnic of Malang. Through this method,
it is hoped that students can be more proactive in building their own knowledge
so that students are able to link mathematical concepts into a unified whole,
and after leaving the Polytechnic students are able to actualize these concepts
in various existing problems, especially problems related to electrical
problem.
This research is more dominant in the qualitative aspect but to discuss
it, quantitative data is needed as a support, so the methods used in this
research include qualitative and quantitative methods.
Based on the results of this study after going through three class
actions, the desired target has been achieved, namely the achievement of the
teaching and learning process that exceeds a minimum score of 80% and the class
average score is above a minimum score of 65. Finally
the researcher concluded that the STAD model learning method can be applied in
Polytechnics, especially the State Polytechnic of Malang, especially in the
Electrical Engineering study program.
Keywords: STAD method; individual improvement
scores; Robert Slavin; cooperative learning;
traditional learning.
Pendahuluan
Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (MUIS, 2020). Selama ini pembelajaran Matematika Terapan di Politeknik Negeri Malang, khususnya di jurusan Teknik Listrik lebih banyak menggunakan pendekatan tradisional (konvensional), yaitu salah satu paham pembelajaran behavioristik yang lebih banyak menempatkan mahasiswanya sebagai objek pembelajaran. Pada metode ini mahasiswa lebih banyak menjadi objek pembelajaran dari pada pelaku pembelajaran, karena pengetahuan lebih banyak ditransfer oleh dosen kepada mahasiswa. Dengan demikian peran mahasiswa dalam membangun pengetahuannya sendiri dianggap kurang. Akibatnya mahasiswa hanya mampu menghapal fakta-fakta dan rumus tetapi kurang terampil dalam menerapkan dan mengitegrasikannya dengan disiplin ilmu lainnya, khususnya ilmu kelistrikan. Selain itu pembelajaran tradisional tersebut cenderung membentuk pribadi yang individualis karena sarana untuk berinteraksi secara social kurang.
Vygotsky (Hudojo, 2005)
menyatakan bahwa potensi siswa (X) dapat berkembang efektif menuju potensi (X + 1) jika dalam pembelajaran yang terjadi melibatkan faktor-faktor dari luar terutama guru/dosen dan teman siswa. (gambar
1). Agar interaksi antara siswa-dosen lebih efektif, maka peran
dosen menurut Vygotsky
mengacu pada ZPD, intersubjektivitas
dan Scaffolding.
Child�s Present Level X+1 X Child�s Potential Level Gambar 1 Zona
Proximal Development (ZPD)
Gambar 1
Zona Proximal Development (ZPD)
Selain itu
agar nantinya mahasiswa tidak canggung terjun di dunia kerja dan masyarakat, mahasiswa perlu dibekali dengan ketrampilan social secukupnya. Untuk itu pembelajaran kooperatif bisa diujicobakan dalam pembelajaran ini, karena dalam pembelajaran
kooperatif diajarkan ketrampilan social. Abdurrahman dan Bintoro
dalam (Nurhadi & Senduk, 2004)
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem
pembelajaran yang di dalamnya
memuat berbagai elemen yang saling berkaitan, antara lain (1) saling ketergantungan secara positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas
individual, dan (4) ketrampilan untuk
menjalin hubungan antara pribadi atau ketrampilan sosial.
Penjabaran masing-masing elemen tersebut adalah sebagai berikut (Nurhadi & Senduk, 2004)
(1) Saling
ketergantungan secara positif,
Dalam pembelajaran
kooperatif, dosen perlu menciptakan suasana yang bisa mendorong mahasiswa untuk saling membutuhkan.
Hubungan yang saling membutuhkan itulah yang disebut sebagai saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif ini menuntut adanya
interaksi yang memungkinkan
mahasiswa merasa saling memberi motivasi sehingga bisa meraih hasil
belajar yang lebih baik.
(2) Interaksi Tatap Muka
Interaksi tatap
muka menuntut para mahasiswa dalam kelompok untuk bisa saling bertatap
muka sehingga mereka dapat melakukan
dialog, tidak hanya dengan dosen tetapi
dengan sesama anggota kelompok. Melalui interaksi semacam ini memungkinkan
seorang mahasiswa menjadi sumber pembelajaran bagi mahasiswa lain dalam kelompoknya, sehingga dosen atau bahan
bacaan tidak menjadi satu-satunya sumber pembelajaran.
(3) Akuntabilitas Individual
Pembelajaran kooperatif
terimplementasikan melalui belajar kelompok. Sekalipun demikian penilaian ditujukan untuk mengetahui kemampuan mahasiswa secara individual terhadap bahan ajar yang dipelajari. Hasil
belajar secara invidual tersebut selanjutnya diberitahukan kepada kelompok agar setiap anggota kelompok mengetahui siapa yang perlu dibantu dan siapa yang perlu membantu. Nilai kelompok� didasarkan
pada rata-rata hasil belajar
semua anggota kelompok, sehingga setiap anggota kelompok harus mempunyai andil dalam kelompoknya. Penilaian kelompok yang didasarkan dari rata-rata semua anggota kelompok
inilah yang disebut sebagai akuntabilitas inividual
(4) Ketrampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi pribadi sengaja diajarkan.
Dalam pembelajaran kooperatif
ketrampilan sosial seperti tenggang rasa, santun terhadap teman, mengkritik dan menerima ide peserta lain, berani mempertahankan argumen yang logis, tidak mendominasi pembicaraan, dan berbagai aspek lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antara sesama anggota sengaja diajarkan.
Salah satu bentuk
pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana adalah
pembe-lajaran kooperatif metode STAD. Pembelajaran kooperatif metode STAD ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya di
Universitas Hopkins. Dalam pelaksanaannya
para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Setiap kelompok terdiri dari anggota-anggota
yang heterogen.
Menurut (Slavin,
2008), metode
STAD mempunyai 5 komponen utama dimana salah satu komponen merupakan
tahapan dari komponen lainnya, yaitu: (a) penyajian kelas, (b) belajar dalam kelompok, (c) tes/kuis individu,
(d) skor peningkatan individu, dan (e) penghargaan kelompok.
Penjabaran kelima
komponen tersebut adalah sebagai berikut.
a. Penyajian
kelas
Penyajian materi
dalam metode STAD ini tidak berbeda
jauh dengan penyajian materi secara tradisional, hanya saja penyajian
lebih difokuskan kepada materi yang akan diajarkan.
b. Belajar dalam kelompok.
Para mahasiswa
dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Anggota - anggota kelompok disusun secara� beragam,
artinya secara propor-sional setiap kelompok memuat berbagai kriteria yang ada, antara lain kemampuan akademik, etnis, agama, asal sekolah, dan jenis kelamin.
c. Tes/Kuis Individu
Setelah dosen menyajikan materi antara 1 sampai dengan 2 minggu, dan mahasiswa belajar secara kooperatif dalam bentuk kelompok-kelompok, dosen memberikan tes secara perorangan.
Disamping untuk melihat tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi yang baru dipelajari, tes ini bermanfaat
untuk memacu mahasiswa belajar lebih serius.
d. Skor Peningkatan Individu.
Esensi diadakannya
skor peningkatan individu adalah untuk memberikan peluang kepada siswa untuk mencapai
nilai terbaiknya jika siswa yang bersangkutan dengan bantuan teman kelompoknya
telah berusaha maksimal. Skor peningkatan individu siswa ditentukan berdasarkan selisih skor kuis
saat ini dengan skor kuis
terdahulu. Bagi siswa yang tidak bisa memperoleh skor yang lebih baik tetap diberi
nilai agar siswa termotivasi terus belajarnya. Menurut (Slavin,
2008) kriteria
skor peningkatan individu tersebut dirumuskan pada tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Kriteria Skor Peningkatan Individu. (Slavin,
2008)
Skor tes mahasiswa |
Skor peningkatan
individu |
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal |
0 |
Antara 1
sampai 10 poin di bawah skor awal |
10 |
Antara 0
sampai 10 poin di atas skor awal |
20 |
Lebih dari 10 poin di atas skor awal |
30 |
Pekerjaan sempurna |
30 |
e. Penghargaan
kelompok
Setelah dilakukan perhitungan skor peningkatan individu, langkah selanjutnya adalah memberikan hadiah sebagai bentuk penghargaan terhadap kelompok yang mencapai kriteria tertentu. Skor kelompok dihitung dengan cara menjumlahkan
skor individu dalam kelompok dibagi dengan banyaknya
anggota kelompok.
Berdasarkan berbagai alasan di atas, peneliti mencoba melakukan suatu terobosan dengan melakukan penelitian, tepatnya penelitian tindakan kelas yaitu pembelajaran kooperatif metode STAD. Melalui metode ini diharapkan mahasiswa lebih proaktif dalam membangun pengetahuannya sendiri sehingga nantinya mahasiswa betul-betul memiliki kemampuan standart yang kompeten dan memiliki jiwa social lebih baik.
Adapun
penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif model STAD terhadap prestasi akademik mahasiswa dan mendiskripsikan skenario pembelajaran kooperatif model STAD,
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini lebih condong sebagai penelitian kualitatif karena ingin menggali temuan-temuan yang tidak bisa digali sepenuhnya melalui alat kuantifikasi. Penelitian ini akan berusaha mendiskripsikan� skenario pembelajaran kooperatif metode STAD pada materi ajar Persamaan Diferensial Tingkat I dan Transformasi Laplace. Disamping data kuantitatif sebagai pendukung, data yang akan diambil berupa data kualitatif, yaitu sebuah fakta deskriptif yang berisi� tentang penjelasan-penjelasan bagaimana seorang mahasiswa membangun pengetahuannya secara kooperatif serta berbagai temuan yang didapat dari peristiwa-peristiwa di lapangan selama tindakan pembelajaran berlangsung.
2. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap yang dilaksanakan
dalam penelitian tindakan ini mengikuti
aturan Kemmis & Taggart
dan digambarkan dalam
diagram alur (gambar 2).
Data bersumber dari (1) nilai mahasiswa, (2) skor pengamatan aktivitas dosen, dan (3) skor pengamatan aktivitas mahasiswa. Nilai mahasiswa berasal dari pekerjaan siswa dalam mengerjakan tes awal, tes akhir tindakan dan tes setelah berakhirnya seluruh tindakan, selanjutnya diolah secara kuantitatif dengan merujuk pada kriteria skor peningkatan individu yang peneliti tampilkan pada tabel 1. Pengolahan data tersebut tercermin pada tabel 2. Sedangkan skor pengamatan aktivitas dosen, dan skor pengamatan aktivitas mahasiswa peneliti tampilkan pada tabel 3 dan tabel 4.
Tabel 2
Kriteria skor
peningkatan individu
Kelompok |
Subjek |
Skor Tes 1 |
Skor Tes 2 |
SPI |
Rata2 |
Predikat |
I |
M11 M12 M13 M14 M15 |
x11 x12 x13 x14 x15 |
y11 y12 y13 y14 y15 |
s11 s12 s13 s14 s15 |
sr1 |
P1 |
II |
M21 M22 M23 M24 M25 |
x21 x22 x23 x24 x25 |
y21 y22 y23 y24 y25 |
s21 s22 s23 s24 s25 |
sr2 |
P2 |
III |
M31 M32 M33 M34 M35 |
x31 x32 x33 x34 x35 |
y31 y32 y33 y34 y35 |
s31 s32 s33 s34 s35 |
sr3 |
P3 |
IV |
M41 M42 M43 M44 M45 |
x41 x42 x43 x44 x45 |
y41 y42 y43 y44 y45 |
s41 s42 s43 s44 s45 |
sr4 |
P4 |
Rata-rata |
|
|
|
|
|
|
Penjelasan: ���� Nilai srij tergantung dari nilai (yij � xij)
Jika������� ���(yij � xij) < �10, maka nilai sij = 0
Jika �10 ≤ (yij � xij) ≤ �1, maka nilai sij = 10
Jika 0 ≤ (yij � xij) ≤ 10, maka nilai sij = 20
Jika��� ���(yij � xij) > 10� nilai sij = 30
Pekerjaan kedua sempurna dengan skor 100, maka nilai sij = 30
b. Skor pengamatan aktivitas dosen.
Tabel 3
�Hasil
observasi pengamat terhadap kegiatan dosen di kelas
Jenis Kegiatan |
skor |
Awal |
|
- aktivitas sehari-hari������� |
|
- menyampaikan tujuan pembelajaran |
|
- membangkitkan pengetahuan awal |
|
- menyampaikan manfaat materi |
|
- menyajikan materi |
|
Inti |
|
- membagikan LKM |
|
- membentuk kelompok |
|
- membimbing kerja kelompok |
|
- memandu diskusi kelompok |
|
Akhir |
|
- melaksanakan tes individu |
|
- aktivitas sehari-hari |
|
Jumlah skor |
|
Ketuntasan: |
|
b. Skor pengamatan aktivitas mahasiswa.
Tabel 4
Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan
mahasiswa di kelas
Jenis Kegiatan |
skor |
Awal |
|
- memperhatikan tujuan pembelajaran |
|
- membangkitkan pengetahuan awal |
|
- keterlibatan memahami manfaat materi |
|
- keterlibatan memahami penyampaian materi |
|
Inti |
|
- keterlibatan mengerjakan LKM |
|
- keterlibatan dalam kelompok |
|
- keterlibatan menyelesaikan tugas kelompok |
|
- aktiviatas mahasiswa berkemampuan tinggi |
|
- aktiviatas mahasiswa berkemampuan sedang |
|
- aktiviatas mahasiswa berkemampuan rendah |
|
- aktivitas mahasiswa dalam diskusi |
|
Akhir |
|
- kejujuran mengerjakan soal tes |
|
Jumlah skor |
|
Ketuntasan: |
|
Gambar 2
Siklus penelitian tindakan
yang dikembangkan oleh Kemmis
dan Taggart
4. Analisa Data
Data pendukung yang diolah secara kuantitatif dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan pada saat tindakan, dan setelah tindakan. Data penelitian yang akan diambil terdiri dari hasil observasi, hasil tes setiap tindakan, dan hasil tes semua tindakan. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian mengacu pada mode alir (Miles & Huberman, 1992), yang meliputi 3 tahap, yaitu (a) reduksi data, (b) penyajian data, (c) penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Penjelasan mengenai ketiga tahap tersebut dijelaskan pada bagian berikut ini.
a. Mereduksi data
Mereduksi data adalah
proses kegiatan menyeleksi,
memfokuskan dan menyeder-hanakan
data yang diperoleh mulai dari awal pengumpulan
data sampai penyusunan laporan penelitian. Pada dasarnya data yang terkumpul dengan berbagai teknik dan sumber data merupakan data mentah yang masih bersifat kasar. Pada tahap ini data yang terkumpul belum dapat memberikan
makna untuk tujuan yang� diperlukan. Selain itu kemungkinan
besar informasi yang diperoleh masih tumpang tindih dengan adanya teknik
pengambilan data yang berbeda.
Oleh karena itu, untuk memperoleh informasi yang lebih jelas perlu dilakukan
reduksi data. Reduksi data dapat dilakukan antara lain dengan cara memilih, menyederhanakan,
menggolongkan dan sekaligus
menyeleksi informasi-informasi
yang relevan dengan penelitian.
b. Penyajian data.
Penyajian data yang dimaksud adalah penyusunan data secara naratif dari informasi
yang telah diperoleh dari proses reduksi dan untuk bahan yang dievaluasi untuk menentukan arah tindakan berikutnya.
c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Penarikan kesimpulan
adalah proses memberikan kesimpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi. Kegiatan ini mencakup pencarian
makna data, dan penjelasan.
Hasil dan Pembahasan
Sebelum melakukan penelitian, peneliti
telah melakukan observasi di lapangan. Observasi berlangsung� selama satu semester. Setelah hasilnya
diketahui, dibentuk kelompok-kelompok dengan jumlah anggota 5 orang per
kelompok. Kelompok disusun atas dasar heterogenitas kemampuan, asal sekolah dan
jenis kelamin. Setiap kelompok pada setiap pembelajaran terdiri atas satu ketua
kelompok, satu sekretaris, satu presenter, dan satu pembantu umum dengan tugas
yang berbeda-beda.
Hasil
dan pembahasan penelitian ini semuanya peneliti ringkas dan tampilkan
dalam bentuk tabel.
a. Pembahasan dan pembentukan kelompok
berdasarkan nilai skor tes awal
Tabel 5
Rangkuman pengelompokan kemampuan berdasarkan heterogenitas siswa
Kelompok |
1 |
2 |
3 |
4 |
Jumlah skor |
237.5 |
230 |
232.5 |
242.5 |
Skor rata-rata
kelompok |
47.5 |
46 |
46.5 |
48.5 |
Skor rata-rata
kelas |
47.13 |
b. Pembahasan
berdasarkan nilai skor tes pada tindakan I, II, dan III
Tabel 6
�Rangkuman skor rata-rata kelas dan
SPI berdasarkan nilai tes mahasiswa
|
Kelompok |
Rata-rata kelas |
|||
1 |
2 |
3 |
4 |
||
Skor awal rata-rata |
47.5 |
46 |
46.5 |
48.5 |
47.13 |
Tindakan I |
|
|
|
|
|
Nilai Tes rata-rata |
42.5 |
43.5 |
45 |
47.5 |
44.63 |
Skor Peningkatan Individu |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
Tindakan II |
|
|
|
|
|
Nilai Tes rata-rata |
47.5 |
59.5 |
60 |
66.5 |
58.38 |
Skor Peningkatan Individu |
20 |
30 |
30 |
30 |
19.5 |
Tindakan III |
|
|
|
|
|
Nilai Tes rata-rata |
56 |
65.5 |
68 |
72.5 |
65.5 |
Skor Peningkatan Individu |
30 |
20 |
20 |
20 |
21 |
Penjelasan: dimulai
dari tindakan pembelajaran pertama sampai ketiga skor meningkat terus, dan skor
standart minimum 65 dicapai pada tindakan pembelajaran ketiga.
c. Pembahasan berdasarkan hasil observasi kegiatan dosen di dalam kelas.
Tabel 7
Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan dosen
di kelas
Jenis Kegiatan |
Skor Tindakan
Kelas ke |
||
I |
II |
III |
|
Awal |
|
|
|
- aktivitas sehari-hari������� |
4 |
4 |
3 |
- menyampaikan tujuan pembelajaran |
3 |
3 |
4 |
- membangkitkan pengetahuan awal |
4 |
5 |
5 |
- menyampaikan manfaat materi |
4 |
3 |
4 |
- menyajikan materi |
4 |
4 |
4 |
Inti |
|
|
|
- membagikan LKM |
4 |
4 |
4 |
- membentuk kelompok |
4 |
3 |
4 |
- membimbing kerja kelompok |
3 |
4 |
4 |
- memandu diskusi kelompok |
4 |
4 |
5 |
Akhir |
|
|
|
- melaksanakan tes individu |
4 |
4 |
5 |
- aktivitas sehari-hari |
3 |
3 |
4 |
Jumlah skor |
41 |
42 |
46 |
Ketuntasan: |
74.55% |
76% |
83.64% |
Penjelasan: dimulai
dari tindakan pembelajaran pertama sampai ketiga skor meningkat terus, dan skor
standart minimum 80% dicapai pada tindakan pembelajaran ketiga.
d. Pembahasan berdasarkan hasil observasi kegiatan mahasiswa di dalam kelas
Tabel 8
Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan
mahasiswa di kelas
Jenis Kegiatan |
Skor Tindakan
Kelas ke |
||
I |
II |
III |
|
Awal |
|
|
|
- memperhatikan tujuan pembelajaran |
2 |
3 |
4 |
- membangkitkan pengetahuan awal |
4 |
4 |
4 |
- keterlibatan memahami manfaat materi |
3 |
4 |
4 |
- keterlibatan memahami penyampaian materi |
4 |
3 |
5 |
Inti |
|
|
|
- keterlibatan mengerjakan LKM |
4 |
4 |
4 |
- keterlibatan dalam kelompok |
3 |
4 |
5 |
- keterlibatan menyelesaikan tugas kelompok |
4 |
3 |
4 |
- aktiviatas mahasiswa berkemampuan tinggi |
4 |
4 |
5 |
- aktiviatas mahasiswa berkemampuan sedang |
4 |
3 |
4 |
- aktiviatas mahasiswa berkemampuan rendah |
3 |
4 |
3 |
- aktivitas mahasiswa dalam diskusi |
4 |
4 |
4 |
Akhir |
|
|
|
- kejujuran mengerjakan soal tes |
3 |
4 |
4 |
Jumlah skor |
42 |
44 |
50 |
Ketuntasan: |
70% |
73% |
83.33% |
Penjelasan: dimulai
dari tindakan pembelajaran pertama sampai ketiga skor meningkat terus, dan skor
standart minimum 80% dicapai pada tindakan pembelajaran ketiga.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian ini, peneliti berpendapat bahwa Pembelajaran Kooperatif Model STAD
cukup cocok diterapkan di Perguruan Tinggi Teknik, khususnya di Politeknik
Negeri Malang, terkhusus lagi di Program Teknik Listrik karena disamping bisa
meningkatkan prestasi akademik, melalui metode ini berbagai ketrampilan sosial
bisa diajarkan.
Adapun skenario
pembelajaran melalui metode STAD berdasarkan pengalaman selama tindakan
pembelajaran antara lain adalah:
a. Penyajian Kelas
Penyajian kelas
menurut pembelajaran kooperatif model STAD, dosen hendaknya memang harus
memposisikan diri sebagai fasilitator. Pengetahuan sebaiknya lebih banyak
dibangun sendiri oleh mahasiswa secara kooperatif bersama teman-teman
kelompoknya.
Penyajian kelas
dalam setiap tindakan diawali dengan berbagai tindakan, terutama penjelasan
tentang tujuan pembelajaran, manfaaat materi, review singkat materi prasyarat, dan materi pokok yang menjadi
topik pembicaraan hari itu. Karena esensi pembelajaran ini adalah agar
�mahasiswa lebih banyak membangun pengetahuannya sendiri�, maka pembahasan
topik utama oleh dosen hanya dibahas secara singkat.
b. Belajar dalam Kelompok
Salah satu tujuan
belajar kooperatif adalah memaksimalkan potensi mahasiswa dengan belajar
melalui teman-temannya. Untuk mengoptimalkan hasil, mahasiswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang. Susunan anggota
kelompok beragam, artinya secara proporsional setiap kelompok memuat berbagai
kriteria yang ada, misalnya, kemampuan akademik, asal sekolah, dan jenis
kelamin. Dalam belajar kelompok ini, setiap anggota kelompok dituntut untuk
menyumbangkan nilai terbaik bagi kelompoknya, karena dalam pembelajaran ini
tingkat keberhasilan diukur atas dasar satuan kelompok.
Disamping adanya
pembagian peran dalam setiap kelompok, mahasiswa dalam kelompok yang sama
dituntut untuk saling membagi pengetahuannya. Pembagian peran dalam kelompok
dapat digunakan sebagai wahana berorganisasi yang kelak berguna bagi mahasiswa
setelah terjun di masyarakat dan dunia kerja mereka.
c. Tes Individu
Pembelajaran
kooperatif model STAD merekomendasikan agar tes individu atau tes akhir
tindakan dilakukan setelah satu atau dua minggu pertemuan. Disamping menjadi
salah satu alat ukur untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap materi
pembelajaran, kuis bertujuan memotivasi agar mahasiswa belajar terus. Untuk itu
hendaknya soal tes dirancang begitu rupa sehingga menggambarkan mahasiswa aktif
membangun pengetahuannya sendiri, belajar terus menerus, belajar secara
kolaboratif, memuat pemahaman dan penerapan konsep, serta terkaitkan dengan
masalah-masalah teknik sesuai dengan bidang keahlian mahasiswa. Disamping itu,
setelah kuis hendaknya lembar jawaban dibagikan kembali kepada mahasiswa untuk
memberikan follow up sehingga
mahasiswa mengetahui letak kesalahan atau kekurangannya. Banyaknya soal dan
waktu yang digunakan tidak perlu terlalu banyak sehingga tidak mengurangi jam
untuk topik (materi) lainnya.
d. Skor Peningkatan Individu
Esensi skor
peningkatan individu (SPI) adalah menghargai usaha, sehingga perhitungan skor
peningkatan individu lebih ditekankan pada seberapa besar seorang mahasiswa
mampu bertahan dan meningkatkan prestasinya. Berdasarkan pengamatan peneliti,
skor peningkatan individu ini cukup signifikan, terutama bagi mahasiswa yang
memang potensi akademiknya rendah, karena dengan skor tersebut telah memotivasi
mahasiswa untuk selalu berusaha meningkatkan prestasinya. Menurut peneliti,
skor peningkatan individu ini cukup cocok diberikan di Politeknik, khususnya
pada matakuliah Matematika Terapan, mengingat selama ini mahasiswa sulit
mencapai nilai akhir tinggi secara mutlak.
e. Penghargaan Kelompok
Pada pembelajaran kooperatif model STAD penghargaan diberikan per satuan
kelompok berdasarkan predikat yang diperoleh. Predikat ditentukan berdasarkan
skor rata-rata kelompok. Caranya adalah menjumlahkan skor sebanyak anggota
kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok. Walaupun penghargaan
diberikan kepada kelompok, setiap anggota kelompok harus berusaha menyumbangkan
hasil terbaiknya. Karena jika ada anggota kelompok yang nilainya rendah, maka
rata-rata nilai kelompok tersebut akan menjadi rendah. Sebaliknya jika semua
anggota kelompok nilainya baik, maka nilai rata-rata kelompok menjadi baik.
Maka disinilah sesungguhnya esensi belajar kelompok dibentuk, yakni
memaksimalkan potensi setiap anggota kelompok dengan cara belajar melalui
kelompoknya.
Penghargaan kelompok hendaknya disesuaikan dengan
kondisi kelas. Tidak selamanya penghargaan ini berupa materi. Pemberian
penghargaan yang selama ini peneliti lakukan hanyalah berupa pujian pada awal
pembelajaran atau akhir pembelajaran setelah membagikan kuis dengan menyebut
predikat yang berhasil diraih oleh masing-masing kelompok. Ketika diberikan award pada kelompok tertentu biasanya
ribut dan terjadi saling meledek antar kelompok.
Mengacu pada hasil penelitian tindakan ini, akhirnya
peneliti memberikan kesimpulan antara lain:
a. Pembelajaran matematika terapan di
Politeknik hendaknya memang harus melibatkan keaktifan mahasiswa, artinya
pembelajaran perlu diupayakan agar mahasiswa lebih banyak membangun
pengetahuannya sendiri,
b. Agar pembelajaran suatu topik pembelajaran
efektif, hendaknya materi pembelajaran dikaitkan dengan materi sebelumnya,
untuk itu materi prasyarat perlu diberikan terlebih dahulu,
c. Agar pembelajaran matematika terapan di
Politeknik lebih menarik dan bermanfa�at, hendaknya materi pembelajaran
dikaitkan dengan permasalahan-permasalahan yang sesuai dengan bidangnya,
d. Jika metode pembelajaran yang dipilih
adalah pembelajaran kooperatif, maka metode pembelajaran metode STAD bisa
menjadi pilihan, karena selain bisa meningkatkan pemahaman terhadap materi
ajar, mahasiswa juga bisa belajar trampil secara sosial.
BIBLIOGRAFI
Hudojo, Herman. (2005). Kapita
selekta pembelajaran matematika. Malang: UM Press. Google Scholar
Miles, Matthew B., & Huberman, A.
Michael. (1992). Analisis data kualitatif. Jakarta: UI press. Google Scholar
MUIS, NURFADILLAH. (2020). EFEKTIVITAS
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD BERBANTUAN MEDIA ULAR TANGGA
PINTAR TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS IV SD NEGERI 23 BATARA.
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO. Google Scholar
Nurhadi, Burhan Yasin, & Senduk, Agus
Gerrad. (2004). Pembelajaran kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang:
Universitas Negeri Malang Pres. Google Scholar
Slavin, Robert E. (2008). Cooperative
Learning: Teori, Riset dan Praktik, Terj. Nurulita, Bandung: Nusa Media.
Google Scholar
�
������������������������������������������������
Copyright holder: Mudjiono (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |