Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021

 

PERAN GURU GEOGRAFI DAN PENGAPLIKASIANNYA DALAM MEMBANGUN KESADARAN RUANG WARGA NEGARA NKRI

 

Faisal Respatiadi, Muhammad Zid, Ahman Sya

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Timur, Indonesia

Program Studi S2 Pendidikan Geografi FIS UNJ, Jakarta Timur, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Meningkatkan kesadaran ruang warga Negara NKRI di era globalisasi ini sangatlah penting dikarenakan adanya pengaruh dari Negara luar. Pemberian pengetahuan dari seorang guru geografi merupakan upaya untuk memberitahukan budaya asli Indonesia dan pengenalannya dapat melalui tayangan video ataupun dengan melakukan parade festival budaya yang dilaksanakan setiap tahun di sekolah dengan memakai pakaian adat khas dari daerahnya dan melakukan tarian khas Indonesia sehingga tidak mudah di claim oleh Negara lain dan dapat membuat cinta akan budaya Negaranya sendiri. Dalam kaitan kepentingan nasional itulah, bangsa Indonesia tentu saja harus senantiasa mengembangkan dan memiliki kesadaran ruang (space consciousness) dan kesadaran geografis (geographical awareness) sebagai Negara kepulauan. Hal ini logis dan sangat mendasar mengingat, di satu sisi, posisi geografis yang strategis dan terbuka serta mengandung keragaman potensi sumber kekayaan alam, tentu saja merupakan peluang dan keuntungan bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya. Namun di sisi lain, posisi geografis yang menjadi perlintasan dan pertemuan kepentingan berbagai negara ini, mengandung pula kerawanan dan kerentanan karena pengaruh perkembangan lingkungan strategis yang dapat berkembang menjadi ancaman bagi ketahanan bangsa dan pertahanan Negara.

 

Kata Kunci: peran geografi; membangun kesadaran ruang warga negara NKRI; pertahanan NKRI

 

Abstract

Increasing awareness of the space of the citizens of the Republic of Indonesia in this era of globalization is very important due to the influence of outside countries. Giving knowledge from a geography teacher is an effort to inform indigenous Indonesian culture and its introduction can be through video shows or by holding a cultural festival parade which is held every year at school by wearing traditional traditional clothes from the region and performing Indonesian dances so that it is not easily claimed by the state. others and can create love for the culture of their own country. In relation to that national interest, of course, the Indonesian nation must always develop and have space awareness and geographic awareness as an archipelagic country. This is logical and very basic considering, on the one hand, a strategic and open geographical position and containing a variety of potential sources of natural wealth, of course it is an opportunity and an advantage for the Indonesian nation in realizing its national goals and objectives. However, on the other hand, the geographical position that serves as a crossing and meeting of interests of various countries also contains vulnerability and vulnerability due to the influence of strategic environmental developments that can develop into a threat to national security and national defense.

 

Keywords: the role of geography; building awareness of the space of the citizens of the republic of Indonesia; defense of the republic of indonesia

 

 

Pendahuluan

Sebagai negara kepulauan terbesar dunia, posisi geografis Indonesia membentang pada koordinat 6 LU � 11.08� LS dan 95 BT � 141.45� BT dan terletak di antara dua benua, Asia di utara, Australia di Selatan, dan dua samudera yaitu Hindia/Indonesia di barat dan Pasifik di timur. Dalam perspektif geopolitik, bentangan posisi geografis ini tentu saja menjadikan Indonesia sebagai Negara yang memiliki bargaining power dan bargaining position strategis dalam percaturan dan hubungan antar bangsa, baik dalam lingkup kawasan maupun global. Hal ini berangkat dari pemikiran bahwa ruang merupakan inti dari geopolitik karena di sana merupakan wadah dinamika politik dan militer.

Penguasaan ruang secara de facto dan de jure merupakan legitimasi dari kekuasaan politik. Bertambahnya ruang negara atau berkurangnya ruang negara oleh berbagai jenis sebab, selalu dikaitkan dengan kehormatan dan kedaulatan negara dan bangsa (Sunardi, 2000, 33 � 35). Sementara itu, hubungan antar bangsa senantiasa diwarnai oleh kompetisi dan kerjasama. Dalam hubungan tersebut, setiap bangsa berupaya untuk mencapai dan mengamankan kepentingan nasionalnya menggunakan semua instrumen kekuatan nasional dimilikinya.

Dalam kaitan kepentingan nasional itulah, bangsa Indonesia tentu saja harus senantiasa mengembangkan dan memiliki kesadaran ruang (space consciousness) dan kesadaran geografis (geographical awareness) sebagai Negara kepulauan. Hal ini logis dan sangat mendasar mengingat, di satu sisi, posisi geografis yang strategis dan terbuka serta mengandung keragaman potensi sumber kekayaan alam, tentu saja merupakan peluang dan keuntungan bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya. Namun di sisi lain, posisi geografis yang menjadi perlintasan dan pertemuan kepentingan berbagai negara ini, mengandung pula kerawanan dan kerentanan karena pengaruh perkembangan lingkungan strategis yang dapat berkembang menjadi ancaman bagi ketahanan bangsa dan pertahanan Negara.

Berbagai pengaruh dan dampak negatif dari perkembangan lingkungan strategis yang disertai berubahnya persepsi dan hakikat ancaman terhadap eksistensi maupun kedaulatan bangsa, tentu saja harus dicermati dan disikapi oleh bangsa Indonesia secara sungguhsungguh. Hal ini penting mengingat kemajuan ilmu pengetahuan teknologi, informasi dan komunikasi (Information and Communication Technologies � ICT) telah berimplikasi semakin berkembangnya peperangan modern dalam bentuk Asymmetric Warfare dan Proxy War. Oleh karena itu, salah satu upaya yang harus menjadi fokus perhatian segenap komponen bangsa adalah kemandirian dalam penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi di berbagai bidang

Untuk itu diperlukan Geostrategi. Geostrategi berasal dari kata geografi dan strategi. Geografi merujuk kepada ruang hidup nasional, wadah, atau tempat hidupnya bangsa dan negara Indonesia. Strategi diartikan sebagai ilmu dan seni menggunakan sumber daya secara bijak agar generasi yang akan datang dapat merasakannya juga.

Atas dasar pengertian sederhana diatas, bangsa Indonesia memandang geostrategi sebagai strategi dalam memanfaatkan keadaan atau konstelasi geografi negara Indonesia untuk menentukan kebijakan tujuan, dan sarana-sarana guna mewujudkan cita-cita proklamasi dan tujuan nasional bangsa Indonesia.

Geostrategi Indonesia dirumuskan bukan untuk kepentingan politik menguasai bangsa lain atau perang, tetapi sebagai kondisi, metode, dan doktrin untuk mengembangkan potensi kekuatan nasional di dalam melaksanakan pembangunan nasional guna merealisasikan amanat Pembukaan UUD 1945 di dalam mewujudkan cita-cita proklamasi bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur; serta mewujudkan tujuan nasional: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadailan sosial.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif non interaktif dengan menggunakan metode analisis konsep/isi (teks). Karena penelitian yang dilakukan adalah meneliti setiap teks/isi yang terdapat dalam beberapa jurnal yang berhubungan dengan peran geografi dalam membangun kesadaran ruang warga negara NKRI . Jenis data dalam penelitian ini merupakan gambaran umum tentang peran geografi dalam membangun kesadaran ruang warga negara NKRI. Sumber data dalam penulisan ini, menggunakan dua sumber yaitu data primer berupa beberapa jurnal yang berkaitan dengan peran geografi dalam membangun kesadaran ruang warga negara NKRI, dan data sekunder berupa buku-buku tentang geografi dan kesadaran ruang warga negara yang ada kaitannya dengan peran geografi dalam membangun kesadaran ruang warga negara NKRI. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (Content Analysis. Analisis ini dikembangkan sebagai upaya penggalian lebih lanjut mengenai peran geografi dalam membangun kesadaran ruang warga negara NKRI.

 

Hasil dan Pembahasan

Geopolitik dan Geostrategi Indonesia

Keberlangsungan hidup dan eksistensi suatu bangsa, sangat dipengaruhi oleh kemampuan bangsa tersebut dalam memahami dan menguasai kondisi geografi serta lingkungan sekitarnya. Tumbuh kembangnya atau berkurangnya ruang hidup bangsa, juga dipengaruhi oleh pandangan geopolitik yang diyakini oleh entitas suatu bangsa. Menurut (Sophie, 2009) dalam bukunya La Geopolitique, �Geopolitik bukan ilmu pengetahuan murni, melainkan sebuah multidisiplin ilmu yang mempelajari hubungan antar ruang dan politik, antara teritorial dan individu. Meletakkan semua masalah pada aspek geografi yang memungkinkan kita menganalisa kondisi saat ini, memahami hubungan satu kejadian dengan kejadian lainnya�.

Pengetahuan geopolitik yang dimaksud adalah geopolitik Indonesia yang dikembangkan berdasarkan tiga faktor yang membentuk karakter bangsa indonesia, yaitu sejarah lahirnya negara, bangsa dan tanah air, serta citacita dan ideologi bangsa. Berdasarkan ketiga hal tersebut, bangsa indonesia telah mengembangkan pandangan geopolitik yang bersumber pada nilainilai kesejarahan yang sudah dimulai sejak era prakolonialisme hingga era kemerdekaan RI. Pandangan yang bersumber pada kesamaan pengalaman pahit sejarah, pada akhirnya menghasilkan konsepsi Wawasan Nusantara sebagai pandangan geopolitik yang memandang wilayah nusantara sebagai ruang hidup yang harus dipertahankan dan dikelola sebagai sumber kehidupan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan dan citacita nasional. Secara formal, Wawasan Nusantara dipahami dan dimengerti sebagai cara pandang bangsa indonesia tentang diri dan lingkungan keberadaanya dalam memanfaatkan kondisi dan konstelasi geografi dengan menciptakan tanggungjawab dan motivasi atau dorongan bagi seluruh bangsa indonesia untuk mencapai tujuan nasional.

Sebagai wawasan nasional, konsepsi Wawasan Nusantara menganut filosofi dasar geopolitik Indonesia yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai hasil perenungan filsafat tentang diri dan lingkungannya, Wawasan Nusantara mencerminkan pula dimensi pemikiran mendasar bangsa Indonesia yang mencakup dimensi kewilayahan sebagai suatu realitas serta dimensi kehidupan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai suatu fenomena hidup. Kedua dimensi pemikiran tersebut merupakan keterpaduan pemikiran dalam dinamika kehidupan pada seluruh aspek kehidupan nasional yang berlandaskan Pancasila. Dengan prinsip inilah, seyogyanya setiap komponen dan anak bangsa harus mampu memandang, menyikapi serta mengelola sifat dan karakter geografis lingkungannya yang sarat dengan potensi dan risiko ancaman. Pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa Indonesia harus paham, akrab dan menyatu dengan perilaku geografis kepulauan indonesia sebagai ruang, alat dan kondisi juang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

 

Nasionalisme dan Wawasan Kebangsaan Indonesia

Sejarah mencatat bahwa setidaknya ada empat hal yang dapat menjadi perekat bangsa, yaitu pertama, jaringan perdagangan di masa lampau. Kedua, penggunaan bahasa yang sejak 1928 kita sebut sebagai bahasa Indonesia. Ketiga, imperium Hindia Belanda sesudah pax-neerlandica, dan keempat, pengalaman bersama hidup sebagai bangsa Indonesia sejak 1945. Proses pembentukan bangsa Indonesia diawali oleh keinginan untuk lepas dari penjajahan dan ingin memiliki kehidupan yang lebih baik bebas dari penindasan dan bebas untuk melakukan apa yang diinginkan sebagai sebuah bangsa yang dibalut dalam rasa Nasionalisme. kemudian Kerangka cita-cita Nasional (bangsa) tersebut terangkum apik dalam pembukaan UUD 1945, dengan Negara republik Indonesia sebagai pengemban amanah dari kedaulatan rakyat Indonesia. Pertumbuhan wawasan kebangsaan Indonesia bersifat unik dan tidak dapat disamakan dengan pertumbuhan nasionalisme bangsa lain. Walaupun rasa �persatuankeIndonesiaan telah bertunas lama dalam sejarah bangsa Indonesia, namun semangat kebangsaan atau nasionalisme ke-Indonesiaan dalam arti yang sesungguhnya, secara formal baru lahir pada permulaan abad ke-20. Semangat kebangsaan tersebut lahir sebagai reaksi perlawanan terhadap kolonialisme yang telah berlangsung berabad-abad lamanya. Karena itu, nasionalisme Indonesia kontemporer terutama berakar pada keadaan bangsa Indonesia pada abad keduapuluh, namun beberapa dari akar-akarnya berasal dari lapisan sejarah yang jauh lebih tua (Kahin, 1970).

Kebangkitan dan lahirnya semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia pada awal abad ke-20, ditandai oleh tiga momentum sejarah yang saling terkait erat dan tidak dapat dipisahkan, yaitu : Kebangkitan nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928 dan Proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945. Ketiga momentum sejarah tersebut, merupakan rangkaian proses terbentuknya nasionalisme Indonesia yang sarat dengan nilainilai ke-Indonesiaan. Semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia berpijak pada sistem nilai dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Menurut Notonagoro, seorang ahli filsafat dan hukum dari Universitas Gajah Mada, nasionalisme dalam konteks Pancasila bersifatmajemuk tunggal� (bhinneka tunggal ika). Unsur-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Kesatuan Sejarah. yaitu kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang sejak zaman Sriwijaya, Majapahit dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam hingga akhirnya muncul penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka nasionalisme mula pertama dicetuskan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.
  2. Kesatuan NasibBangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib, yaitu penderitaan selama masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan bersama-sama.
  3. Kesatuan KebudayaanWalaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman kebudayaan dan menganut agama yang berbeda, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang serumpun dan mempunyai kaitan dengan agamaagama besar yang dianut bangsa Indonesia.
  4. Kesatuan Wilayah. Bangsa ini hidup dan mencari penghidupan di wilayah yang sama yaitu tumpah darah Indonesia.
  5. Kesatuan Asas KerohanianBangsa ini memiliki kesamaan cia-cita, pandangan hidup dan falsafah kenegaraan yang berakar dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri di masa lalu maupun pada masa kini. Bagi bangsa Indonesia, mengutip sejarawan sosial Charles Tilly, Nasionalisme kita adalah �state-led nationalism�.1 Semacam nasionalisme yang dibangun dari atas, dan lalu meluncur ke bawah. Artinya, negara harus membentuk watak dan karakter serta memberi arah bagi anak bangsa. Negara harus melakukan konstruksi wawasan kebangsaan sebagaiproyek bersama� (common project) bagi seluruh warganya. Namun demikian, apa yang diupayakan negara tentu saja harus dipahami, dimengerti dan didukung oleh seluruh anak bangsa tanpa terkecuali.

 

Globalisasi dan Tantangannya

Pada hakikatnya, globalisasi merupakan proses hubungan antarbangsa yang sudah terjadi sejak berabad lalu. Proses ini berkembang dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya. Perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi, telah mendorong hubungan sosial dan saling ketergantungan antarbangsa, antarnegara dan antar manusia semakin besar. Globalisasi yang didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, telah merubah pola hubungan antar bangsa dalam berbagai aspek dan menjadikan globalisasi sebagai fenomena yang bersifat multidimensi. Negara seolah tanpa batas (borderless), saling tergantung (interdependency) dan saling terhubung (interconected) antara satu negara dengan negara lainnya. Sementara itu, dominasi negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang semakin menguat melalui konsep pasar bebas dalam lingkup global maupun regional. Di tengah kuatnya arus globalisasi yang ditandai dengan persaingan global, saat ini tidak ada satupun negara di dunia yang mampu berdiri sendiri. Saling ketergantungan dan saling keterhubungan merupakan hal yang sulit untuk dihindari. Era reformasi yang diawali krisis moneter tahun 1998, merupakan bukti kuatnya pengaruh globalisasi terhadap dinamika kehidupan nasional. Sejak era reformasi digulirkan tahun 1998, dari perspektif kehidupan demokrasi, kehidupan politik nasional mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Kebebasan dan keterbukaan dalam menyampaikan pendapat, menjadi ciri kehidupan masyarakat seharihari.

Di satu sisi, pencapaian ini tentu saja merupakan kemajuan dan prestasi besar bangsa. Namun di sisi lain, tidak dapat disangkal, bahwa keseharian kehidupan masyarakat telah diwarnai pola pikir, pola sikap dan pola tindak individualistis dan kelompok. Masyarakat luas, dalam berbagai tataran, telah mengadopsi nilainilai baru yang belum sepenuhnya dipahami serta diyakini kebenaran dan kesesuaiannya dengan karakter bangsa. Sementara, nilainilai luhur bangsa dianggap sebagai nilai lama yang usang dan sudah tidak relevan dengan semangat reformasi yang sarat dengan semangat perubahan. Semangat perubahan telah diartikan secara hitam putih dan bahkan cenderung pragmatis tanpa memperhatikan dampak yang diakibatkannya.

Dinamika kehidupan nasional berjalan sangat dinamis tapi kontra produktif bagi penguatan wawasan kebangsaan. Dampak demokratisasi tidak didasari dengan pemahaman nilai-nilai Pancasila telah memunculkan sikap individualistis yang sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan semangat kegotongroyongan, keseimbangan, kerjasama, saling menghormati, kesamaan, dan kesederajatan dalam hubungan manusia dengan manusia. Perubahan tata nilai dan tata laku sebagian besar komponen bangsa tercermin dari sikap pragmatisme dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.

Hingga saat ini, Pancasila masih tampak kokoh berdiri mempersatukan berbagai komponen bangsa, suku bangsa, golongan dan etnik di bawah NKRI. Namun, bangsa ini harus berani jujur untuk mengakui bahwa Pancasila sebagai dasar negara cenderung dipandang hanya sebatas simbol yang mulai kehilangan roh dan makna filosofinya. Tidak mengherankan, apabila saat ini Nasionalisme ataupun Wawasan kebangsaan ke-Indonesia-an, menjadi barang mewah yang sangat sulit ditemukan di kalangan generasi muda. Wawasan kebangsaan bukan merupakan sesuatu yang menarik untuk dibahas atau bahkan menjadi trendsetter dalam kehidupan kalangan muda. Mungkin ada benarnya bila banyak orang menyimpulkan bahwa generasi muda Indonesia sedang mengalami krisis wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan, kini terasa menjadi sesuatu yang bersifat abstrak tak tersentuh dan mengalami sebuah pendangkalan makna secara mendasar. Globalisasi yang menembus batas-batas negara telah mengaburkan persepsi dan wawasan kebangsaan, sesuatu yang justru merupakan hal yang sangat esensial dalam mempertahankan eskistensi dan kedaulatan negara. Oleh karena itu, berbicara soal wawasan kebangsaan akan terdengar asing, dan bagi mereka yang berapi-api membelanya akan dianggap sebagai anomali ditengah kehidupan modern. Salah satu tantangan dalam pergeseran seisme global era baru, yakni meningkatnya kompetisi secara eksponensial, dimana teknologi telah membuat satu negara dapat bersaing dengan negara lain, untuk itu secara terus-menerus diperlukan pengembangan cara baru untuk berkompetisi dengan negara lain, melalui inovasi dan efisiensi, namun tetap mengedepankan kualitas. Tak satu negara pun bisa bertahan hanya dengan sekadar menyejajarkan diri dengan pesaing atau bahkan dengan mereka yang dianggap unggul, melainkan bangsa ini harus menyejajarkan diri dengan mereka yang masukkelas dunia�. Di tengah semakin kaburnya wujud dan bentuk ancaman yang berkembang dewasa ini, potensi ancaman tidak lagi dalam bentuk ancaman yang bersifat fisik. Invasi dalam bentuk pengerahan kekuatan militer tidak lagi menjadi pilihan bagi negara � negara memiliki kepentingan atas negara lain. Ideologi, politik, ekonomi dan budaya kini merupakan pilihan negara � negara lain untuk memaksakan kepentingannya dan �menaklukan� negara lainnya. Namun demikian, dampak yang ditimbulkan menyentuh hampir seluruh sendisendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di perkotaan maupun hingga pelosok desa.

 

Meningkatkan Kesadaran Ruang Warga Negara NKRI

Pada masa sekarang pengaruh globalisasi sangatlah besar, seperti pengaruh budaya berpakaian, gaya bahasa, tontonan televise dan lain sebagainya. Yang menjadikan kita mengikuti kultur Negara lain seperti kekorea-koreaan, kebarat-baratan dan lainnya.

Untuk itu perlu peran seorang guru geografi khususnya untuk memberikan pengetahuan terhadap murid dan atau lingkungan sekitar mengenai pentingnya mempertahankan dan bangga atas budaya kita sendiri.

Cara untuk bangga akan budaya kita sendiri dengan melakukan festival setiap setahun sekali menggunakan pakaian adat dari wilayah individu itu lahir, memperkenalkan budaya dengan melakukan sesuai dengan tanggal peringatannya seperti adu domba di garut, palang pintu, tari reog, kuda lumping, ondel-ondel dan lain sebagainya. Dengan melakukan hal tersebut kita akan mengenali budaya kita, mencintai budaya kita dan mempertahankan budaya kita sehingga tidak mudah di claim oleh Negara lain.

 

Kesimpulan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan Pada masa sekarang pengaruh globalisasi sangatlah besar, seperti pengaruh budaya berpakaian, gaya bahasa, tontonan televise dan lain sebagainya. Yang menjadikan kita mengikuti kultur Negara lain seperti kekorea-koreaan, kebarat-baratan dan lainnya.

Untuk itu perlu peran seorang guru geografi khususnya untuk memberikan pengetahuan terhadap murid dan atau lingkungan sekitar mengenai pentingnya mempertahankan dan bangga atas budaya kita sendiri.

Cara untuk bangga akan budaya kita sendiri dengan melakukan festival setiap setahun sekali menggunakan pakaian adat dari wilayah individu itu lahir, memperkenalkan budaya dengan melakukan sesuai dengan tanggal peringatannya seperti adu domba di garut, palang pintu, tari reog, kuda lumping, ondel-ondel dan lain sebagainya. Dengan melakukan hal tersebut kita akan mengenali budaya kita, mencintai budaya kita dan mempertahankan budaya kita sehingga tidak mudah di claim oleh Negara lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Arjoso, Amin . 2000. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Yayasan Kepada Bangsaku. Jakarta.

Chautard, Sophie. 2009. La Geopolitique. 2e edition. Studyrama.

G. � Tuathail. 1996. Critical Geopolitics: The Politics of Writing Global Space. Minneapolis: University of Minnesota Press (Volume 6 in the Borderlines series) and London: Routledge.

Kansil, CST dan Kansil, Christine ST . 2001. Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945. Pradnya Paramita, Jakarta.

Lemhannas RI. 2012. Geostrategi dan Ketahanan Nasional. Jakarta.

Lemhannas RI. 2012. Wawasan Nusantara. Jakarta.

Mumford, Andrew. 2013. Proxy Warfare. Polity Press. Cambridge.

Purnomo Yusgiantoro, Ceramah Menteri Pertahanan RI di depan anggota HIPMI pada Kegiatan Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan di Lemhannas RI 18 Februari 2014.

Ruland, Jurgen, 2012. The Politics of Military Reform. Springer. London.

Soekarno, Ir. 2012. Susunlah Pertahanan Nasional Bersendikan Karakteristik BangsaAmanat Presiden Soekarno pada Peresmian Lembaga Pertahanan Nasional di Istana Negara, tanggal 20 Mei 1965. Jakarta.

Soepandji, Budi Susilo, Indonesia Menyongsong Abad Asia Pasifik Jilid II Dalam Perspektif Ketahanan Nasional, Makalah Gubernur Lemhannas RI pada Seminar Nasional Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, 3 Mei 2014.

Soepandji, Budi Susilo, Membangun Pondasi Dasar Nasionalisme, Makalah Gubernur Lemhannas RI pada Indonesian Fellowship Youth Camp 2012, tanggal 28 November 2014.

Soepandji, Budi Susilo, Peran Strategis Menwa Yang Berkemampuan Teknologi Sebagai Bagian dari Potensi Ketahanan Nasional, Makalah Gubernur Lemhannas RI pada Sarasehan dan Seminar Nasional 50 Tahun Menwa ITB �Resimen Teknologi� 22 Maret 2014.

 

 

 

 

������������������������������������������������

Copyright holder:

Faisal Respatiadi, Muhammad Zid, Ahman Sya (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: