Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, Special Issue No. 2, Februari 2022
PENERAPAN METODE LEAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA PELAYANAN IGD DI RSUD CILINCING
TAHUN 2017
Tatyana Amanda Pinta1, Dumilah Ayuningtyas1, Rhinza
Seputra Simanjuntak2
1 Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
2 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Kinerja pelayanan
di IGD Rumah Sakit Umum Daerah Cilincing masih dibawah Standar
Pelayanan Minimal Kemenkes
No 129 Tahun 2008 yaitu respon time dan kepuasan
pelanggan. Salah satu cara untuk meningkatkan
kinerja dengan menerapkan metode Lean. Penelitian ini menggunakan operasional research
dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk melihat kinerja
pelayanan IGD Rumah Sakit Umum Daerah Cilincing sebelum dan sesudah penerapan metode Lean. Hasil penelitian
menunjukkan sebagian besar waktu pelayanan
merupakan non value added (waste) sebesar 65.39% sedangkan kegiatan value added sebesar
34,61%. Setelah penerapan metode
Lean di IGD menghasilkan perbaikan
kinerja pelayanan IGD dengan menurunkan kegiatan non value added menjadi
38,6% dan meningkatkan kegiatan
value added menjadi 61,4 %. Perbaikan respon time
dari 30,37 menjadi 10,4 menit dan kepuasan pelanggan dari 60,28% menjadi 77,78%.
Kata Kunci: metode lean; value added; non value added; kinerja; respon time; kepuasan pelanggan
Abstract
The performance of service at IGD Cilincing
Hospital still under Minimum Service Standard Kemenkes
No 129/ 2008 that is the response time and customer satisfaction. One way to
improve performance by applying the Lean method. This research uses operational
research with qualitative approach aims to see service performance of IGD Cilincing� Hospital Area before and after
application of Lean method. The result of research shows that most of service
time is non value added (waste) equal to 65.39% while value added activity is
34,61%. After the application of Lean method in IGD resulted in improved
performance of IGD services by decreasing non value added
activities to 38.6% and increasing value added activities to 61.4%. Improved
response time from 30.37 to 10.4 minutes and customer satisfaction from 60.28%
to 77.78%.
Keywords: �lean method; value added; non value
added; performance; response time; customer satisfaction
������������������
Pendahuluan
Rumah Sakit
sebagai salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan bagi masyarakat, mempunyai kewajiban memberikan pelayanan kesehatan bermutu dan juga terjangkau. Rumah Sakit harus
mempunyai fungsi sosial, selain penyelenggaraannya juga didasarkan
kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalisme, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan serta berorientasi kepada keselamatan pasien.
Dalam memberikan
pelayanan, Rumah Sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit. Rumah Sakit
juga berkewajiban membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan
kesehatan sebagai acuan dalam melayani
pasien.
Manajemen rumah
sakit dituntut untuk bisa menyeimbangkan
antara kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan dan rumah sakit dituntut untuk mampu memberikan
pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction) tetapi juga berorientasi pada nilai (customer value).
Dimana organisasi tidak semata-mata mengejar pencapaian produktivitas kerja yang tinggi tetapi juga kinerja yang akan diberikan.
Dalam rangka
menciptakan pelayanan yang efektif, efisien dan bermutu, maka Rumah
Sakit harus memperhatikan alur proses dari rangkaian kegiatan yang ada di Rumah Sakit. Dalam
alur tersebut, dapat diamati berapa
banyak tahapan dalam suatu proses pelayanan dan waktu yang diperlukan oleh pasien hingga mendapatkan keseluruhan rangkaian pelayanan di Rumah Sakit . Banyaknya tahapan yang harus dilewati dan menunggu terlalu lama dapat memperburuk kondisi pasien yang membutuhkan konsultasi dengan dokter, sehingga apabila Rumah Sakit ingin
memberikan pelayanan kesehatan dengan kualitas terbaik, salah satu senjata yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan adalah menurunkan waktu tunggu (Matthew, et al dalam Mohebbifar, etal 2013).
Sejak diberlakunya
otonomi daerah dan desantralisasi di era reformasi yang tertuang
dalam Undang-Undang No 22
dan No 25 Tahun 2001 maka diberikan kewenangan kepada daerah untuk
merumuskan dan mengembangkan
sistem pelayanan kesehatan di masing-masing daerah
sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta kondisi dan kemampuan daerah agar hasil yang dicapai baik dan berdaya guna sehingga sarana
pelayanan kesehatan dalam pengelolaannya dapat tetap berkelanjutan.
Dengan demikian regulasi sistem kesehatan yang sebelumnya sentralistik dibawah Kementerian
Kesehatan menjadi desentralistis� di bawah Pemerintah Daerah. Pemerintah Provinsi DKI Sejak November 2012 memberlakukan Kartu Jakarta Sehat (KJS) sebagai jaminan kesehatan untuk warganya. Kemudian sejak 1 Januari 2014 diberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara
nasional, maka program Kartu Jakarta Sehat (KJS) berubah menjadi (JKN) yang penyelenggaraanya adalah BPJS.
Untuk mengurangi
penumpukan pasien di Rumah Sakit sebagai
FKTL (Fasilitas Kesehatan Tindak
Lanjut) BPJS telah menetapkan rujukan berjenjang. Seluruh pasien harus terlebih
dahulu di periksa di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama)
yaitu Puskesmas, Klinik, Dokter Keluarga, dan Rumah Sakit Tipe D Pratama
bila tidak dapat ditangani maka baru pasien
dirujuk ke FKTL (Fasilitas Kesehatan Tindak Lanjut) seperti Rumah Sakit Tipe
D sampai B dan rujukan akhir adalah Rumah
Sakit tersier (Rumah Sakit Tipe
A dan Tipe B Pendidikan), namun
pada kenyataanya masyarakat
tidak memahami aturan rujukan tersebut dan mereka langsung berobat ke rumah sakit
sehingga terjadi penumpukan pasien di rumah sakit melebihi
kuota ruang rawat inap.
SK Gubernur
No 128/Th 2014 Pemerintah Provinsi
DKI menetapkan 15 Puskesmas
dengan Rawat Inap menjadi Rumah Sakit
Umum Tipe D untuk memenuhi kebutuhan Ruang rawat inap kelas III bagi pasien BPJS dan untuk mempermudah warga DKI mendapatkan akses pelayanan kesehatan di wilayah masing-masing. Untuk
wilayah Jakarta Utara salah satunya adalah Rumah Sakit
Umum Tipe D Cilincing.
Rumah Sakit
Umum Daerah Cilincing setiap hari mendapat
kunjungan pasien yang cukup padat. Pasien
yang berobat ke IGD, poli rawat jalan maupun
yang rawat inap, ruang bersalin setiap hari cukup
padat. Rata-rata jumlah kunjungan IGD 2.500 pasien dalam satu bulan.
Berdasarkan rekapitulasi
keluhan yang dikumpulkan dari kotak saran tahun 2016 di RSUD Cilincing, komplain pasien terhadap pelayanan IGD cukup tinggi� dari
32 komplain yang masuk,
complain untuk IGD berjumlah
19 komplain. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan kepada pasien yang berobat ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya.
Sehingga dapat
menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan response time yang
cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan
meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai standar
(Kepmenkes RI, 2009).
Dalam Undang-Undang
Rumah Sakit No 44 Tahun 2009, disebutkan bahwa Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat. Dalam memberikan pelayanan, Rumah Sakit berkewajiban
memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti dikriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit.
Dalam rangka
menciptakan pelayanan yang efektif, efisien dan bermutu, maka Rumah
Sakit harus memperhatikan alur proses dari rangkaian kegiatan yang ada di IGD. Dalam alur tersebut,
dapat diamati berapa banyak tahapan
dalam suatu proses pelayanan dan waktu yang diperlukan oleh pasien untuk mendapatkan keseluruhan rangkaian pelayanan di IGD.
Salah satu cara untuk melakukan
efisiensi, meningkatkan mutu pelayanan dan meningkatkan kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan metode Lean. Lean adalah sebuah alat, sebuah
sistem yang dapat membantu manajemen mengatur sebuah proses yang ada di Rumah Sakit
sehingga lebih terorganisasi dan terarah. Lean merupakan
sebuah metode yang dapat membantu Rumah Sakit dalam
meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien dengan mengurangi
kesalahan dan waktu tunggu. Lean adalah sebuah pendekatan
yang dapat mendukung petugas dan dokter, mengeliminasi hambatan sehingga pelayanan yang diberikan berfokus kepada pasien.
Metode Lean membantu pemimpin
melihat detil dari sebuah proses, mengikut sertakan petugas untuk melihat
adanya kesehatan dan memperbaikinya, sehingga mereka dapat melihat
bahwa kesalahan yang terjadi bukan merupakan
kesalahan individual, namun
kesalahan terjadi pada sistem yang ada. Dalam Lean, perbaikan terhadap sebuah sistem dilakukan
secara berkesinambungan sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan
mutu.
Efektifitas pada pelayanan
Rumah Sakit harus menjadi perhatian
manajemen Rumah Sakit agar mutu pelayanan dapat ditingkatkan. Lean
terbukti menjadi sebuah metode yang efektif untuk perbaikan,
membantu menghemat biaya rumah sakit
dan meningkatkan pendapatan
(Graban,M,2009).
1.
Rumusan Masalah
Semakin hari
pasien semakin banyak yang berdampak juga pada kunjungan IGD terus meningkat, tetapi kepuasan pelanggan dan respon time masih rendah ditambah lagi masih sering
terjadi komplain/keluhan pelanggan dimana dokter IGD tidak cepat dalam
menangani pasien.Data yang didapat dari team mutu RSUD Cilincing kepuasan pelanggan masih dibawah SPM dari Kemenkes yaitu
60,28% dan komplain untuk pelayanan IGD berjumlah 19 komplain, ini cukup
tinggi� dibandingkan dengan semua komplain yang masuk sebanyak 32 komplain selama tahun 2016.
Berdasarkan hal
tersebut diatas harus dilakukan perbaikan kinerja. Salah satu cara untuk
meningkatkan kinerja dengan menerapkan metode Lean.
Setelah menerapkan perbaikan
dengan metode Lean perlu dilakukan penilaian kinerja kembali untuk melihat perbedaan
sebelum dan sesudah perbaikan dengan metode Lean.
2.
Tinjauan Pustaka
Gawat
darurat adalah suatu kondisi yang sifatnya mendadak dan dapat mengancam jiwa
atau anggota badannya akan menjadi cacat bila tidak pertolongan secepatnya
(DEPKES RI 1995).
Gawat
darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera
guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU No 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit).
Triase berasal bahasa
Perancis trier (to sort) yang berarti
menyortir atau memilah-milah. Triase didefinisikan sebagai proses pemilahan
pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dengan dilakukan
triase dapat ditentukan pasien mana yang harus mendapat pertolongan atau
penanganan lebih dahulu. Prioritas penanganan yang diberikan adalah membebaskan
jalan nafas (Airway), pernafasan yang adekuat (Breathing), sirkulasi darah (Circulation)
dan penghentian perdarahan pada kasus trauma.
Tujuan dilakukannya
triase di IGD adalah :
1) Memastikan pasien
ditangani sesuai kegawatannya
2) Memastikan penanganan
yang diberikan sesuai dari segi klinis
maupun waktu.
3) Melakukan asesmen
yang paling sesuai pada pasien
dan menempatkan pasien pada
area yang tepat.
Instalasi Gawat
Darurat sebagai gerbang utama penanganan
kasus gawat darurat di rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan
hidup pasien.Wilde
(2009) telah membuktikan� secara secara jelas tentang
pentingnya waktu tanggap (respon time) bahkan pada pasien selain penderita penyakit jantung. Mekanisme respons time, disamping menentukan keluasan rusaknya organ-organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan
standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
respon time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai
dengan meningkatkan sarana,prasarana,sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah sakit sesuai standar.Menteri
Kesehatan tahun 2008 telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal Instalasi Gawat Darurat (IGD)
(Kepmenkes,2008) dan Peraturan Gubernur
Provinsi DKI No. 20 Tahun
2016.
Metode Lean berasal dari
pemikiran Taichi Ohno , diartikan sebagai kurus ( ramping ). Awalnya
digunakan sebagai Toyota Production System. Toyota Triangle menunjukkan
bahwa Lean adalah sistem yang terintegrasi, dan berawal dari pengembangan sumber daya manusia
sebagai inti dari sistem.
Oleh Graban,
2002 , Lean didefinisikan sebagai seperangkat peralatan (tools set ), sistem
manajemen dan metodologi
yang dapat mengubah rumah sakit dalam
mengatur dan mengelola sehingga mengurangi kesalahan, mengurangi waktu tunggu, menghilangkan
semua hambatan, dan mendukung kegiatan dokter dan karyawan yang bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan pasien.
Womack dan Jones menyatakan berikut lima prinsip utama untuk
menerapkan Lean
Thinking (Womack, 2002):
1. Tentukan nilai
yang diinginkan oleh pelanggan
2. Menyediakan nilai
yang diinginkan pelanggan, mengidentifikasi value
stream untuk setiap produk atau layanan
dan upayakan tidak ada waste
3. Pastikan aliran
produk yang berkelanjutan melalui langkah-langkah yang tersisa (flow)
4. Jika aliran
yang berkesinambungan tidak
memungkinkan, produk harus ditarik melalui
proses yang ada.
5. Mengelola menuju
kesempurnaan untuk terus mengurangi jumlah langkah dalam proses, jumlah waktu dan informasi yang dibutuhkan untuk melayani pelanggan (continous improvement)
Dewasa
ini, semakin banyak rumah sakit yang menerapkan konsep Lean. Mereka melakukannya karena
berbagai alasan, antara lain untuk memastikan praktik terbaik (best practice), untuk menghindari
litigasi, dan untuk standar akreditasi dan pasien hasil yang lebih baik, karena
mereka melihat prinsip-prinsip Lean
bisa bekerja dengan baik dalam industri mulai dari garis bawah.
Metode Lean dapat menjadi tools untuk membantu
rumah sakit dan manajemen dalam proses memperbaiki dan merampingkan alur proses
pelayanan agar menjadi lebih efektif dan efisien, sehingga mutu layanan yang
lebih baik dapat terwujud. Tahapan dalam
menerapkan konsep Lean adalah :
1. Penentuan nilai
(value)
Graban memberikan
pernyataan mengenai aturan yang harus dipenuhi oleh suatu aktivitas yang memberikan nilai tambah karena
metode Lean,
yaitu apakah suatu aktivitas itu menambah value atau tidak.
Jika tidak memenuhi persyaratan tersebut, maka tergolong waste / pemborosan.
� Konsumen atau
pelanggan harus bersedia untuk membayar kegiatan tersebut
� Kegiatan atau
aktivitas harus merubah produk atau jasa
� Kegiatan harus
benar dilakukan sejak pertama dilakukan
2. Identifikasi Waste
Terdapat 2 kategori
pemborosan (waste ) , yaitu tipe one waste,
dan two waste.
� �One waste , merupakan aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam
proses transformasi input menjadi output yang sampai saat
ini belum bisa kita hilangkan
karena berbagai alasan, atau masih
kita butuhkan. Tipe waste ini misalnya : inspeksi, penyortiran
dan pengawasan. Menurut metode Lean, kegiatan tersebut tidak mendatangkan nilai tambah tetapi
pada saat ini masih dibutuhkan untuk suatu tujuan
yang sifanya korektif. Dalam jangka panjang
waste tipe ini harus dapat
dihilangkan atau dikurangi.
� �Two waste, adalah aktivitas
yang tidak memberikan nilai tambah dan dapat dihilangkan secara permanen sesegera mungkin. Kegiatan ini cenderung
menghasilkan produk cacat atau defek , dan bias juga pekerjaan berulang / rework.
Berikut adalah
7 jenis waste menurut Taichi Ohno, yang sudah ditambahkan oleh Linker tahun
2006 menjadi 8 jenis waste yaitu: Overproduction, Waiting, Transportation,
Overprocessing, Inventory, Motion,
Defect, Unused human potential.
3. Value Steam Mapping (VSM)
Merupakan dan pemetaan
arus informasi. Dengan VSM kita dapat melihat pemetaan
proses dan informasi di rumah
sakit mengalir kepada pelanggan, sebagai aliran kerja. Dalam peta
proses akan terlihat kegiatan yang merupakan waste dan membuat
cara penyelesaiannya lebih mudah sehingga
dalam proses VSM bisa memberikan value
added kepada pelanggan.
VSM mengidentifikasi berapa
lama waktu yang dibutuhkan pasien dari mulai
datang sampai selesai, terutama jumlah waktu tunggu
di setiap proses, sehingga dapat mengetahui gambaran utuh waktu
proses dan kegiatan yang menambah
nilai dan tidak menambah nilai di rumah sakit.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan operasional research dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat kinerja pelayanan IGD sebelum dan sesudah diterapkannya metode Lean dengan melakukan observasi pada proses pelayanan pasien Instalasi Gawat Darurat, Rekam Medik, Laboratorium,
Farmasi, Kasir untuk mengidentifikasi kegiatan yang bernilai tambah, kegiatan yang tidak bernilai tambah dan kegiatan yang merupakan waste bagi pasien dalam alur
proses. Sebagai upaya perbaikan terhadap proses yang telah ada di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Daerah Cilincing.
Setelah dilakukan
penerapan metode Lean, akan dilakukan kembali observasi terhadap proses pelayanan pasien Instalasi Gawat Darurat, untuk melihat kinerja pelayanan Intalasi Gawat Darurat RSUD Cilincing.
Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RSUD Cilincing dan pengambilan data akan dilaksanakan pada bulan April,
Mei dan Juni 2017.
Data primer
didapatkan dari observasi langsung terhadap waktu yang digunakan oleh pasien Instalasi Gawat
Darurat mulai sejak masuk triase
sampe pasien pulang. Pasien yang akan diobservasi, diambil
dari pasien yang
berobat ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Daerah Cilincing. Pengambilan
data pada pasien yang akan diobservasi akan dilakukan selama 5 hari dengan
mengambil semua pasien yang memenuhi kriteria penelitian.
Wawancara
terstuktur dilakukan dengan Kepala Seksi Pelayanan
Medik, Kepala Seksi Penunjang
Medik, Kepala Instalasi Gawat Darurat, dokter
pelaksana, perawat dan pasien.
Data sekunder
didapatkan dari telaah data informasi SPO pelayanan Instalasi Gawat
Darurat dan di setiap unit
terkait. Instrumen untuk melakukan analisis dengan metode Lean Thinking ini
menggunakan perangkat software Visi.
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
1.
Data hasil
observasi pasien dengan gawat darurat
(label merah)
Perhitung Persentasi
VA dan NVA Untuk Hasil Observasi
pasien gawat darurat Sebelum intervensi di IGD RSUD Cilincing.
Dari data diatas dapat terlihat,
dalam pelayanan pasien gawat darurat
(label merah), kegiatan
yang bernilai tambah (value added) sebesar
(38,96 %) sedangkan kegiatan
yang tidak bernilai tambah (non value added)
yang merupakan waste bagi pasien (61,04%).
Perhitung Persentasi
VA dan NVA Untuk Hasil Observasi
pasien gawat darurat Setelah intervensi di IGD
RSUD Cilincing Dari data diatas
dapat terlihat, dalam pelayanan pasien gawat darurat
(label merah), kegiatan
yang bernilai tambah (value added) sebesar
(67,12 %) sedangkan kegiatan
yang tidak bernilai tambah (non value added)
yang merupakan waste bagi pasien (32,88%).
2.
Data hasil
observasi pasien dengan gawat tidak
darurat (label kuning)
Perhitungan Persentasi
VA dan NVA untuk hasil observasi pasien gawat tidak darurat
sebelum intervensi di IGD
RSUD Cilincing
Dari data diatas dapat terlihat,
dalam pelayanan pasien gawat tidak
darurat (label kuning), kegiatan yang bernilai tambah (value added)
sebesar (38,06 %) sedangkan
kegiatan yang tidak bernilai tambah (non value added) yang merupakan
waste bagi pasien (61,94%).
Perhitung Persentasi
VA dan NVA Untuk Hasil Observasi� pasien gawat tidak darurat
setelah intervensi di IGD
RSUD Cilincing.
Dari data
diatas dapat terlihat, dalam pelayanan pasien gawat tidak darurat (label
kuning), kegiatan yang bernilai tambah (value
added) sebesar (69,26 %) sedangkan kegiatan yang tidak bernilai tambah (non value added) yang merupakan waste bagi pasien (30,74%).
3.
Data hasil
observasi pasien dengan tidak gawat
tidak darurat (label hijau)
Perhitungan Persentasi
VA dan NVA untuk hasil observasi pasien tidak gawat tidak
darurat sebelum intervensi di IGD RSUD Cilincing.
Dari data diatas dapat terlihat,
dalam pelayanan pasien tidak gawat
tidak darurat (label hijau), kegiatan yang bernilai tambah (value added) sebesar
(26,82 %) sedangkan kegiatan
yang tidak bernilai tambah (non value added)
yang merupakan waste bagi pasien (73,18%).
Perhitung Persentasi
VA dan NVA untuk hasil observasi pasien� tidak
gawat tidak� darurat setelah intervensi di IGD RSUD Cilincing.
Dari
data diatas dapat terlihat, dalam pelayanan pasien tidak gawat tidak darurat
(label hijau), kegiatan yang bernilai tambah (value added) sebesar (47,8 %) sedangkan kegiatan yang tidak
bernilai tambah (non value added)
yang merupakan waste bagi pasien (52,2%).
Rangkuman hasil
observasi dari 3 katagori pasien sebelum intervensi di IGD RSUD Cilincing.
Rangkuman Hasil Observasi
dari 3 katagori pasien setelah intervensi di IGD RSUD Cilincing
4.
Hasil Survei
Kepuasan Pelanggan
Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) Rumah Sakit Umum Daerah Cilincing menurut kelompok
layanan tergambar pada tabel 6.21 �dan 6.22 sebagai berikut
:
B. Pembahasan
Kegiatan
yang bernilai tambah (valuae added)
dan kegiatan yang
tidak bernilai tambah (non valuae added) harus dapat di
identifikasi pada setiap tahapan proses pelayanan Instalasi Gawat Darurat.
Kegiatan yang merupakan value harus
ditingkatkan sedangkan untuk kegiatan yang merupakan waste bagi pasen harus
diminimalkan.
Analisa
waste yang terjadi pada proses pelayanan diperlukan untuk mencari akar penyebab
masalah yang berhubungan dengan factor-faktor�
man , metode, machine, material, dan environtment dengan menggunakan fishbone
diagram. Hambatan yang diterima di pelayanan IGD akan
diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan pasien , petugas
pelayanan dan manajemen.
Dari
hasil observasi yang dilakukan di IGD RSUD Cilincing
ditemukan bahwa sebagian besar kegiatan yang terjadi adalah kegiatan non value added, kira kira 65,39% dan value added 34,61% sehingga value terhadap west
ratio sangat kecil yaitu
0,52%.� Menurut� Gasperz (2011)� Suatu
perusahaan dianggap Lean apabila the value non added (waste) mencapai minimal 30%. Berdasarkan
hasil observasi, pelayanan di IGD RSUD Cilincing� belum baik sehingga diperlukan
upaya perbaikan untuk mengefisienkan pelayanan.
1.
Waste Pada Proses Pelayanan Di Intalasi Gawat Darurat RSUD Cilincig terkait Man, Material, Method, Environment
No |
Jenis Waste |
Lokasi (When/Where) |
Bagaimana Terjadi (How) |
Mengapa Terjadi (Why) |
Sumber (Who) |
1 |
Defect |
Triase |
Alat
kesehatan yang terdapat di IGD dan diperlukan dalam keadaan darurat ternyata
dalam keadaan rusak, contohnya stetoskop, timbangan bayi dan dewasa |
Alat yang ada warisan dari puskesmas |
Material |
PJ
Alkes tidak melaksanakan tugasnya dengan baik |
Man |
||||
Pendaftaran |
Map
RM seringkali robek sehingga menyulitkan identifikasi dalam pencarian status. |
Petugas
RM tidak disiplin dalam mengelola Rekam Medis |
Man |
||
Observasi / Tindakan |
Tidak
tersedia stop kontak diseluruh sisi bed periksa untuk memudahkan penanganan
dan pemakaian alat kesehatan yang memerlukan aliran listrik. |
Kurangnya
pengetahuan SDM mengenai pemetaan gedung |
Man |
||
Transfer Rujuk / Rawat / Pulang |
Tidak
tersedia aliran listrik dalam kendaraan sehingga alkes bertenaga listrik
tidak dapat dihgunakan sesuai kebutuhan. |
Standar
ambulan belum� termasuk kategori
ambulan level mahir |
Material |
||
2 |
Over Production |
Observasi/Tindakan |
Staf
medis kembali melakukan persiapan obat alat yang sama setelah persiapan yang
dilakukan rekan yang lainnya. |
Tidak
adanya komunikasi antar petugas |
Man |
Alat
yang diambil tidak sesuai |
Material |
||||
3 |
Waiting |
Triase |
Keterlambatan
penanganan pasien oleh tenaga medis saat telah tiba di ruangan pemeriksaan
IGD. |
Karena
pasien disuruh mendaftar terlebih dahulu |
Man |
Triase
belum dijalankan dengan baik |
Man |
||||
RM
pasien menumpuk di meja dokter |
Man |
||||
Pemeriksaan Dokter |
Tingginya
waktu tunggu pemeriksaan pasien (false emergency) karena baru akan dilayani
karena menunggu pengiriman rekam medis. |
Terbatas
nya tenaga medis |
Man |
||
Jarak
antara IGD dan Unit lain jauh |
Lingkungan |
||||
Pemeriksaan Penunjang |
Keterlambatan
penyampaian hasil pemeriksaan laboratorium kepada pasien/keluarga, akibat
kurang komunikasi antara petugas. |
Kurang
komunikasi anatara petugas lab dan IGD |
Man |
||
Petugas
Lab kurang Kooperatif |
Man |
||||
Transfer Rujuk / Rawat / Pulang |
Proses
konfirmasi rujukan ke RS tujuan seringkali berbelit-belit sehingga
memperpanjang waktu rujukan. |
Alur
rujukan sering bermasalah |
Metode |
||
|
Petugas
IGD mempersulit |
Man |
|||
4 |
Transportation |
Triase |
Letak
pintu masuk triase di dalam gedung dengan koridor yang sempit (akses sulit) |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
Kurang
perencanaan pembangunan gedung |
Metode |
||||
Pendaftaran |
Lokasi
RM jauh dari loket pendaftaran sehingga jarak yang ditempuh petugas lebih
panjang (lantai 4) |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
||
Obervasi/Tindakan |
Lokasi
toilet pasien yang jauh dari IGD sehingga membutuhkan waktu dan tenaga SDM
untuk melayaninya. |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
||
Penataan
barang dan alat kesehatan di IGD belum tersusun rapi dan sulit terjangkau
oleh petugas, karena letaknya hanya dapat diletakkan pada area tertentu |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
|||
Tata
ruang IGD belum di desain sesuai aliran layanan sehingga menyulitkan saat
melakukan tindakan) |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
|||
Pemeriksaan Penunjang |
Lokasi
antar unit berjauhan dari IGD sehingga memerlukan waktudan tenaga untuk
proses administrasi dan layanan kesehatan lainnya. |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
||
Farmasi |
Letak
gudang obat berjauhan, sehingga harus menempuh jarak berliku untuk mengambil
kebutuhan obat. |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
||
Transfer Rujuk Rawat |
Jumlah
pengemudi ambulans tidak sebanding dengan jumlah kendaraan, sehingga menunda
waktu rujukan disaat pasien full bed. |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
||
Kasir |
Pasien
harus berjalan jauh ke kasir berkali-kali untuk melakukan pembayaran sebelum
dilakukan tindakan/pemeriksaan di IGD, Farmasi, Laboratorium dan Radiologi. |
Sebelum
melakukan tindakan pasien harus membayar dahulu |
Metode |
||
Belum
ada sistem pembayaran yang terintegrasi |
Metode |
||||
5 |
Inventory |
Pendaftaran |
Map
RM kadang habis, sehingga RM diberikan dalam bentuk map plastic. |
Penanggung
jawab loket tidak memperhatikan stock barang tersisa. |
Man |
Pemeriksaan Dokter |
Masih
banyak ditemukan pemborosan inventori seperti�
formulir informed consent, formulir resep, nota tindakan, formulir
rujukan dan surat sakit yang tersimpan bertumpuk diatas meja pelayanan. |
Petugas
tidak memperhatikan form yang dibutuhkan pasien (Salah mengambil form). |
Man |
||
6 |
Motion |
Pendaftaran |
Lemari
RM yang tinggi sulit dicapai oleh petugas yang bertubuh pendek. |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
Pemeriksaan Dokter |
Bed
periksa triase, observasi dan resusitasi letaknya amat berhimpitan sehingga
menyulitkan penanganan cepat dari tenaga medis kepada pasien yang datang berobat. |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
||
Farmasi |
Ruang
apotek terlalu sempit sehingga menyulitkan proses persiapan obat. |
Tata
letak ruangan tidak sesuai |
Lingkungan |
||
7 |
Excess Processing |
Triase |
Staf
medis IGD sering mengulang-ulang pemanggilan pasien keluar IGD karena ruang
tunggu IGD yang tidak terfiksir dan mudah berpencar. |
Pasien
kurang respon saat dipanggil |
Man |
Tidak
adanya pengeras suara |
Material |
||||
Pendaftaran |
Menulis
nomor RM secara manual. |
Belum
tersedianya aplikasi RM yang mendukung |
Metode |
||
Observasi / Tindakan |
Staf
medis IGD masih melakukan pengisian formulir dan persetujuan tindakan
berulang-ulang kepada pasien/keluarga karena masih ragu-ragu. |
Peresepan
berdasarkan obat yang digunakan saat itu. |
Metode |
||
Farmasi |
Petugas
harus melalkukan konfirmasi berulang kali ke IGD untuk memastikan jenis
tanggungan biaya terhadap pasien. |
Petugas
IGD belum menggunakan resep sesuai dengan jenis pembayaranya |
Man |
||
Kasir |
Proses
pembayaran retribusi tindakan, obat dan laboratorium dilakukan
berulang-ulang, sedangkan letak kasir berjauhan dengan unit masing-masing. |
Pasien
harus membayar terlebih dahulu |
Metode |
||
Belum
adanya sistem pembayaran yang terintegrasi |
Metode |
2.
Analisis Sebab akibat
dengan Fishbone Diagram
3.
Desain Usulan
Perbaikan
a) Perbaikan jangka
Pendek
Perbaikan yang dapat
dilakukan dalam jangka pendek adalah
perbaikan yang tidak memerlukan waktu lama dan dapat dilakukan segera karena tidak
memerlukan biaya besar. Setelah dilakukan diskusi maka disain
usulan perbaikan dengan penerapan lean hospital dengan
metode awal� 5S sebagai berikut:
Sort / pemilahan : yaitu Melakukan pemilahan barang-barang yang tidak diperlukan dalam pelayanan sehari-hari. Dalam hal ragu-ragu, maka pemilahan barang dilakukan dengan mengelompokkannya dalam wadah terpisah. Barang yang tidak diperlukan dimasukkan dalam wadah merah.
Set in Order / penyusunan: Tahap selanjutnya adalah melakukan penyusunan barang-barang yang ada dalam IGD agar memiliki tempat khusus untuk
penyimpanan/peletakannya.
Shine / pembersihan: Setelah dilakuakn penyusunan barang sesuai letak bakunya
maka dilakukan pembersihan area IGD.
Standarize / pembakuan:
Proses pembakuan dilakukan denggan menetapkan standar alat dan barang yang diperlukan di IGD sesuai dengan kebutuhan
layanan medis dan penunjang layanan lainnya.
Sustain / berkesinambungan
: Penerapan 5S akan selalu di pantau secara periodik untuk memastikan proses layanan berjalan dengan baik, efektif
dan efisien.
b) Perbaikan jangka
Menengah
Usaha perbaikan
jangka menengah memerlukan biaya dan tambahan sarana yang tidak membutuhkan biaya dalam jumlah
besar.
Desain usulan
perbaikan jangka menengah adalah sebagai berikut :
1) Perubahan layout pintu masuk IGD agar mengarah keluar.
2) Dilakukan penambahan
alat panggil stereo untuk mempermudah panggilan pasien yang menunggu di ruang tunggu yang berada di luar ruangan IGD.
3) Peningkatan wawasan
petugas tentang komunikasi yang efektif dan membentuk tim kerja
yang solid diantara staf di
IGD.
4) Diberikan peningkatan
wawasan petugas dan kompetensi dengan pelatihan medis dan magang di Rumah Sakit yang lebih besar.
5) Penambahan SDM untuk
pembuatan poli umum agar pasien false
emergency dapat cepat
di layani di IGD.
6) Peningkatan sistem
informasi rumah sakit yang selama ini masih suka
eror karena belum ada server.
c) Desain usulan
perbaikan jangka panjang
Usulan perbaikan
jangka panjang memerlukan biaya besar dan memerlukan kebijakan direksi dalam pelaksanaan. Desain usulan perbaikan janga panjang adalah
sebagai berikut:
- Pembangunan ruangan IGD yang baru sesuai dengan standar
Kemenkes No 856 tahun 2009 tentang Standar IGD di RS
- Menyediakan poli umum
sore dan malam untuk memisahkan pelayanan label hijau (false emergency) dengan pasien yang benar emergency seperti label merah dan label kuning, sehingga pelayanan menjadi lancar dan akan mengurangi waktu tunggu pasien di IGD
- Menyediakan pemeriksaan
penunjang (Laboratorium,
RO) khusus untuk pasien IGD terpisah dari pasien rawat
inap dan rawat jalan agar pemeriksaan pasien tidak jauh
dan hasilnya cepat diterima dokter/perawat IGD.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Alur proses pelayanan Instalasi Gawat Darurat di RSUD Cilincing melibatkan unit terkait yaitu Triase,
Pendaftaran, Kasir, Rekam Medik, Laboratorium,
dan Farmasi melalui tahapan yang banyak dan berulang-ulang yang menyebabkan waktu pelayanan di IGD menjadi lama.
2. Pada Current State Value Streaming Mapping dapat
dilihat bahwa sebagian besar waktu digunakan untuk kegiatan non value added (waste) sebesar 65,39% sedangkan kegiatan value added hanya sebesar
34,61% dari total lama proses masih
diperlukan upaya perbaikan untuk mengefisienkan pelayanan.
3. Penerapan metode
Lean dengan
melakukan intervensi oleh peneliti dengan menerapkan metode 5 S, visual manajemen di Instalasi Gawat Darurat. Terjadi peningkatan kegiatan yang bernilai tambah sebesar 61,38% (value added) sedangkan kegiatan
yang tidak bernilai tambah (waste) menurun yaitu 38,62%.
4. Dari hasil
observasi setelah penerapan metode Lean di pelayanan
IGD terlihat peningkatan value added pasien dengan
kriteria tidak gawat tidak darurat
(false emergency) tidak
begitu besar yaitu 28,82% menjadi 47,8% dan penurunan non value
added 73,28% menjadi
52,2%. Diperlukan upaya perbaikan lain sebagai usulan jangka menengah
yaitu penyediaan poli umum khusus untuk
pasien false
emergency sehingga pelayanan
lebih efisien.
5. Telah dilakukan
inteversi oleh peneliti dengan menerapkan metode 5 S dan visual manajemen
di Instalasi Gawat Darurat sehingga lingkungan kerja tertata bersih, rapi dan terstandar. Inteversi juga dilakukan menggunakan metode error proofing dengan
visual manajemen untuk memudahkan petugas melakukan identifikasi dan meminimalis terjadinya kesalahan.
6. Pada analisa
kegiatan non value added dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a) Waste defect paling banyak terdapat pada proses di triase, pendaftaran, observasi / tindakan, dan transfer rujukan.
b) Waste over production hanya terdapat pada proses observasi / tindakan.
c) Waste waiting terdapat pada proses triase, pendaftaran, pemeriksaan dokter, pemeriksaan penunjang dan
transfer rujukan.
d) Waste transportation terdapat
pada proses triase, pendaftaran
observasi / tindakan, pemeriksaan penunjang, farmasi, kasir dan transfer rujukan.
e) Waste inventory terdapat pada proses pendaftaran, dan pemeriksaan dokter.
f) Waste motion terdapat pada proses pendaftaran, pemeriksaan dokter dan farmasi.
g) Waste Over processing terdapat
pada proses triase, pendaftaran,
observasi / tindakan, farmasi, dan kasir.
7. Analisa sebab akibat yang dibuat dengan fishbone diagram bahwa Man adalah faktor yang paling banyak menyebabkan pelayanan di IGD RSUD Cilincing menjadi tidak efisien,
kemudian diikuti oleh Environment (lingkungan),
Metode dan Material. Usulan
perbaikan dibuat setelah dilakukan diskusi dengan manajemen, petugas IGD dan menghasilkan usulan perbaikan yang dikelompokkan menjadi 3 usul perbaikan yaitu :
a. �Usulan jangka pendek
b. Usulan jangka
menengah
c. Usulan jangka
panjang
8. Dari hasil
observasi setelah penerapan metode Lean di pelayana
IGD terlihat waktu respon time petugas
IGD dalam melayani pasien semakin baik dari 30,37 menit menjadi 10,4 menit.
9. Dari hasil
survey kepuasan pelanggan
yang dilakukan setelah penerapan metode Lean di pelayanan
IGD terlihat terjadi peningkatan dari 60, 28% menjadi 77,78%.
Agustiningsih, ARS, 2011.
Desain Perbaikan Proses Pelayanan
Unit Rawat Jalan dengan Konsep
Lean Hospital di Rumah
Sakit Karya Bhakti tahun 2011. Tesis Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Alamsyah, 2015. Percepatan Penulangan Pasien Rawat Inap dengan Konsep Lean di Rumah Sakit Masmitra. Tesis, Depok : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Aryoko, Andi, 2015. Analisis Proses Rawat Jalan di RS RK Charitas
Palembang dengan Prinsip Lean Thinking, Tesis,
Depok : Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Billi, J,E, 2005. Application
of Lean Thinking to Health Care
University of Michigan.
Bernadin,
H.John and Joyce EA Russel (1999) Human Recources Management, International
Edition, Singapure, Mc Grawhillinc.
Fitri, Selvi Relita, 2015 : Analisis
Alur Pelayanan Resep Rawat
Jalan di Farmasi Satu RS Pelabuhan Jakarta dengan Konsep Lean Thinking, tahun
2015. Tesis, Depok : Fakultas Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesa.
Gazpersz, Vincent dan
Fontana, Avanti, 2011. Lean Six Sigma
for Manufacturing and Service Industri Waste
Elimination and Continues Cost Reduction, Bogor : Vichristo Publication.
Graban, M, 2009. Lean Hospital Improving Quality, Patient
Safety and Employee Satisfication, New York. Taylor
and Francis Group.
Ilyas,
Y. (2012) Kinerja Teori Penilaian dan Penelitian� FKMUI Depok Jakarta. �Jimmerson, Cindy,
2010. Value Stream Mapping for
Healthcare Made Easy, New York: Taylor and Francis Group.
Kaplan,
Roberts, Norton, David P.(2004) The Strategy Focused Organization Haruad
Business School Press, Boston.
Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 856/Menkes/SK/IX/2009, Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.
Jakarta:Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kepmenkes No 129/Menkes/
SK/ II/Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
Liker Jeffry K, Meier David, 2006, The Toyota way field
book. The Mc Graw_Hill Companies, alihbahasa oleh Gania G, 2007, The Toyota Way
Field book, edisi Indonesia, Jakarta Erlangga.
Marshall, Joe, 2017. What is 5S. Retrieved March 24, 2017,
From www.kaizanworld.com.
Martin, Karen and Osterling, Mike, 2013 Value Stream Mapping.
New York : The Mc Graw Hill Education.
Permata, Tiara Bunga Mayang,
2013. Analisis Alur Proses Pengadaan
Obat Kemoterapi di Rumah Sakit Metropolitan Medical
Centre dengan Aplikasi Prinsip Lean
thinking. Thesis, Depok : Fakultas
Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No
20 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Umum
Daerah DKI Jakarta.
Profil RS Umum Daerah Cilincing 2016.
Rivai,
Veith zal dan Basri M.F.A.(2005) Pertomance Apprasial, Sistem Penilaian Kinerja
karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan, Penerbit Raja Gratindo�
Rosers,
S (1990). Pertormance Management in Local Govemraent, Jessica Kinsley
Publisher, London.
Sari, Relia, 2015. Analisis Konsep Lean Thinking Pelayanan
Laboratorium Rumah Sakit Mas Mitra Bekasi, Tesis, Depok : Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Saryono,
2013 : Metodolosi Penelitinan Kuantitatif dan Kualitatif dalam Bidang Kesehatan
Nuha Medika, Jakarta.
Sutisna Bambang, 1986.
Pengantar Metode Epidemilogi. Jakarta : PT Dian Rakyat.
Suyadi
P, (2000). Kebijakan Kinerja Karyawan ; Kiat Membangun Organisasi Kompetitif
Menjelang Perdagangan Bebas Dunia, BPFE Yogyakarta.�
Swartz J, Davis D,, D., Graban, M. (2015). Lean
Hospital(ist)s. Hosp Med Clin,4, 581-593. http://dx.doi.org/10.1016/j.ehmc.2015.06.008.
Wasetya, dwiyani, 2012. Alur Proses Pelayanan
Unit Rawat Jalan Dengan Mengaplikasikan
Lean Hospital di RS Marinir Cilandak tahun 2012.
Wibowo, A. (2014). Metodologi
Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.
West wood, N, James_Moore_M, Cooke, M, 2007 Going Lean in
the NHS London : NHS Institute.
http://www.Lean-indonesia.com/2016/11/workshop-Lean-hospital.html
Copyright holder: Tatyana Amanda Pinta1, Dumilah Ayuningtyas, Rhinza Seputra Simanjuntak (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |