Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 11, November 2024

 

ANALISIS VARIASI TERJEMAHAN KATA “MUSLIM”, “MUSLIME” DAN “MUSLIMISCH” PADA TUJUH ARTIKEL DALAM TEMA “MUSLIMISCHES LEBEN IN DEUTSCHLAND (KEHIDUPAN UMAT MUSLIM DI JERMAN)” DI SITUS GOETHE INSTITUT INDONESIA BERDASARKAN PENDEKATAN PROSES MATERIAL DALAM METAFUNGSI IDEASIONAL

 

Nur Hizzah Pulungan1, Leli Dwirika2

Universitas Indonesia, Depok, Indonesia1,2

Email: [email protected]1

 

Abstrak

Diskriminasi terhadap umat muslim masih terus ditemukan di negara-negara Eropa, salah satunya adalah Jerman. Goethe Institut selaku pusat kebudayaan dan bahasa Jerman menjalankan salah satu program budaya dengan menulis artikel tentang kehidupan umat Islam di Jerman dalam upaya menginformasikan bahwa negara Jerman merupakan negara yang ramah bagi imigran Islam. Tujuh dari delapan artikel dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut Indonesia diterjemahkan oleh Hendarto Setiadi. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan analisis bagaimana penerjemah menentukan variasi terjemahan kata “Muslim”, “Muslime” dan “muslimisch” pada artikel-artikel dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut Indonesia berdasarkan pendekatan proses material dalam Metafungsi Ideasional dari teori Analisis Wacana Kritis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sketch engine untuk membandingkan TSu dan TSa serta menemukan kolokasi kata “muslim” di TSa sebagai langkah awal analisis klausa-klausa yang mengandung terjemahan kata “muslim” di TSa. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa penerjemah memasangkan frasakaum muslim” pada klausa yang menunjukkan bahwa penganut Islam di Jerman telah melalui proses untuk mencapai kondisi yang saat ini mereka jalani di Jerman. Kemudian, penerjemah memasangkan terjemahanumat muslim” pada kalimat yang menunjukkan identitas penganut Islam di Jerman. Sementara itu, frasawarga muslimdigunakan oleh penerjemah pada kalimat-kalimat yang mengandung makna bahwa muslim sudah menyatu dengan Jerman dalam kegiatan-kegiatan sehari-harinya dan bukan lagi tentang proses menjadi diterima. Yang terakhir adalah penerjemah memasangkan kata “muslimsaja sebagai kata tunggal dengan klausa yang menunjukkan penggambaran opini penganut Islam di Jerman.

Kata Kunci : muslim, artikel, metafungsi ideasional, Goethe Institut Indonesia, Jerman

 

Abstract

Discrimination against Muslims continues to be found in European countries, including Germany. The Goethe Institute, as a center for German culture and language, runs a cultural program that includes writing articles about the lives of Muslims in Germany, aiming to inform that Germany is a welcoming country for Muslim immigrants. Seven out of eight articles on the topic of "muslimisches Leben in Deutschland" on the Goethe Institute Indonesia website were translated by Hendarto Setiadi. Therefore, this research analyzes how the translator determines the variations in translating the words "Muslim," "Muslime," and "muslimisch" in the articles on the topic of "muslimisches Leben in Deutschland" on the Goethe Institute Indonesia website, based on the material process approach in the Ideational Metafunction of Critical Discourse Analysis theory. Data collection was carried out using a sketch engine to compare TSu (source text) and TSa (target text) and to find the collocations of the word "muslim" in TSa as a preliminary step in analyzing the clauses containing the translation of the word "muslim" in TSa. Based on the analysis conducted, it was found that the translator paired the phrase "kaum muslim" in clauses indicating that followers of Islam in Germany have undergone a process to reach their current situation in Germany. Subsequently, the translator used the translation "umat muslim" in sentences that indicate the identity of Muslim followers in Germany. Meanwhile, the phrase "warga muslim" was employed by the translator in sentences that convey the meaning that Muslims have integrated into German daily life, rather than being about the process of being accepted. Lastly, the translator used the word "muslim" alone as a singular term in clauses that depict the opinions of Islamic followers in Germany.

Keywords: muslim, article, ideaional metafunction, Goethe-Institut Indonesia, Germany

 

Pendahuluan

Kasus pembantaian di Norwegia yang dilakukan oleh Anders Behring Breivik dengan menyerang institusi Partai Buruh yang diduga membantu Islamisasi Norwegia pada tahun 2011 menimbulkan trauma kolektif di Norwegia hingga Eropa. Kasus pembantaian yang dilakukan didorong oleh ideologi ektremis sayap kanan yang tidak menyukai pendatang. Motif ini menunjukkan adanya diskriminasi terhadap umat muslim oleh pelaku. Setelah kasus ini, Norwegia dan negara-negara di Eropa lainnya berusaha menyuarakan toleransi dalam keberagaman terutama untuk umat muslim (Arkoun, 2012; Wildan, 2022). Namun, diskriminasi terhadap umat muslim masih terus ditemukan di negara-negara Eropa, salah satunya adalah Jerman (Wildan, 2019). Berdasarkan artikel dari CNBC Indonesia, Jerman termasuk dalam daftar negara Islamophobia. Hampir 44% orang Jerman yang disurvei berpendapat bahwa organisasi Muslim harus dipantau oleh badan keamanan negara, sementara hanya 16% yang menentang langkah tersebut.  Gerakan anti-Islam juga muncul di Jerman yang yang menolak Islamisasi peradaban barat (Agustari & Ulinnuha, 2023; Farlanda, 2016).

Goethe Institut selaku pusat kebudayaan dan bahasa Jerman menjalankan salah satu program budaya dengan menulis artikel tentang kehidupan umat Islam di Jerman dalam upaya menginformasikan bahwa negara Jerman merupakan negara yang ramah bagi imigran Islam (Utama, 2015). Artikel yang dimuat di situs Goethe Institut mencakup cerita dan pengalaman imigran Islam dari berbagai negara seperti dari Indonesia, Afganistan, Turki, Pakistan, dan sebagainya. Pengalaman setiap orang tidak akan identik 100% dan cara setiap orang untuk mengekspresikannya pun tentu akan berbeda. Namun, pengalaman-pengalaman umat muslim dalam artikel-artikel dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut Indonesia yang ditulis oleh jurnalis mempunyai tujuan yang sama yaitu merepresentasikan negara Jerman sebagai negara yang ramah terhadap imigran Islam. Tujuh dari delapan artikel di situs Goethe Institut Indonesia diterjemahkan oleh Hendarto Setiadi. Ia merupakan penerjemah lepas dari bahasa Jerman dan Inggris ke dalam bahasa Indonesia sejak tahun 1986. Hingga saat ini, ia telah menerima beberapa hibah terjemahan dari Goethe-Institut. Oleh karena itu,  penelitian ini akan melakukan analisis terjemahan kata “muslim” yang berbeda pada artikel-artikel  di situs Goethe Institut tersebut yang diterjemahkan oleh Hendarto Setiadi.

Sebelum melakukan penelitian yang akan menghasilkan analisis proses material dalam Metafungsi Ideasional kalimat yang mengandung terjemahan kata “Muslim”, “Muslime”, dan “muslimisch”, telah dibaca penelitian terdahulu yang dapat memberikan referensi ide penelitian. Penelitian terdahulu yang pertama adalah penelitian Figueiredo dan Pasquetti (2016) yang menganalisis teks Best in Travel 2015: Top 10 City“ dan terjemahannya ke dalam bahasa Brazil dan Portugis. Kerangka teoritis/analisis yang digunakan adalah Analisis Wacana Kritis dan data berbasis korpus yang untuk menafsirkan aspek-aspek berbeda dari wacana pariwisata (Ismail et al., 2016; Wildan, 2019). Data kemudian dianalisis pada aspek jaringan orang dan praktik yang terlibat dalam publikasi ini, fitur tekstual dan gambar mereka. Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa tempat-tempat yang diiklankan sebagai "Top 10" disajikan kepada audiens eksklusif yang harus memiliki literasi digital, kekuatan ekonomi dan keinginan untuk mengonsumsi produk yang bersifat fetish atau gourmetized (Abdulrahman, 2016; Castro & Halliday, 1995; Fairclough, 2013).

Penelitian kedua adalah penilitian Alaei dan Ahangri (2016) yang menganalisis bagaimana ideologi atau opini diungkapkan dalam novel berjudul Heart of Darkness karya Joseph Conrad dan strategi leksiko-gramatikal seperti apa yang digunakan di bagian pertama novel ini untuk menyampaikan makna ideologis penulis. Peneliti mengidentifikasi pola ide metafungsionali yang berfokus pada pilihan leksiko-gramatikal dalam sistem transitivitas struktur klausa untuk menjelaskan makna ideasional di bagian pertama cerita, yaitu tata bahasa klausa sebagai representasi (pola transitivitas) yang mewakili pengkodean makna pengalaman. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa ditemukan penggunaan latar depan penulis terhadap pola-pola Metafungsi Ideasional untuk membedakan ideologi rasis dan imperialistik yang ditentang melalui narasi bingkai dari seluruh bagian pertama novel oleh Marlow sebagai karakter utama yang dikatakan sebagai suara Conrad sendiri.

Sementara itu, penelitian ketiga adalah penelitian Hairiyah (2021) yang meneliti salah satu artikel dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut. Data yang diteliti adalah artikel yang berjudul “Ich Bin Eine Deutsche Kartoffeldengan terjemahannya yang berjudul “Saya Adalah Kentang Jerman”. Penelitian yang dilakukan berfokus pada aspek linguistik, yaitu teknik penerjemahan. Kemudian, data dianalisis berdasarkan teori teknik penerjemahan menurut Schreiber dan hasilnya ditemukan bahwa teknik penerjemahannya adalah lexikalischer Strukturwechsel, Wort-für-Wort-Übersetzung, intrakategorialer Wechsel, semantische Entlehnung dan Mutation.

Dalam penelitiannya, Figueiredo dan Pasquetti (2016) menganalisis teks jurnalistik bidang pariwisata dengan hasil analisis ditemukannya ideologi penerjemah untuk mencapai tujuan ekonomis industri pariwisata sebagai kliennya. Dengan demikian, penelitian teks jurnalistik perlu diteliti lebih lanjut dalam bidang industri lainnya seperti bidang budaya dan pendidikan. Sementara itu, penelitian Alaei dan Ahangri (2016) terbatas pada analisis teks sastra novel sehingga sangat mungkin untuk melakukan penelitian  serupa dalam jenis teks lainnya seperti teks puisi, pidato dan jurnalistik. Kemudian, penelitian Hairiyah (2021) hanya membahas aspek linguistik terkait teknik penerjemahan sehingga data memiliki potensi untuk dianalisis pada aspek bidang lainnya seperti Analisis Waca Kritis.

Merujuk pada penelitian terdahulu yang pertama, penelitian ini memiliki kebaruan pada data, yaitu korpus data. Penelitian Figueiredo danPasquetti (2015) menggunakan data berbasis korpus yang juga digunakan dalam penelitian ini, tetapi sumber datanya tidak sama. Penelitian Figueiredo dan Pasquetti (2015) menggunakan teks jurnalistik di bidang pariwisata sedangkan penelitian ini menggunakan teks jurnalistik di bidang pendidikan dan budaya, yaitu kumpulan artikel di situs Goethe Institut Indonesia. Sementara itu, Alaei dan Ahangri (2016) melakukan Analisis Wacana Kritis pada teks sastra sedangkan penelitian ini menggunakan teks jurnalistik sebagai korpus data yang dianalisis.

Penelitian Figueiredo dan Pasquetti (2015) dan Alaei dan Ahangri (2016) menggunakan pendekatan Analisis Wacana Kritis. Namun, penelitian ketiga, yaitu penelitian Hairiyah (2021) hanya berfokus pada pendekatan linguistik. Akan tetapi, penelitiannya memberikan ide terhadap data penelitian ini yang dikembangkan lebih jauh dengan berbasis korpus dan topik yang menggunakan pendekatan teori Analisis Wacana Kritis. Dengan demikian, ketiga penelitian terdahulu menjadi langkah awal untuk menentukan data serta topik dalam penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana penerjemah menentukan variasi terjemahan kata “Muslim”, “Muslime” dan “muslimisch” pada artikel-artikel dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut Indonesia berdasarkan pendekatan proses material dalam Metafungsi Ideasional dari teori Analisis Wacana Kritis.

 

Metode Penelitian

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tujuh artikel dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut Jakarta dan terjemahannya, yaitu mengerucut pada artikel-artikel terjemahan Hendarto Setiadi. Data TSu dan TSa pertama-tama disusun dalam fail format .xls, lalu dimasukkan ke dalam data korpus di sketch engine. Jumlah token korpus pada TSu adalah 6.152 sedangkan dalam TSa adalah 6.032. Setelah penyusunan data korpus, tahapan berikutnya yang dilakukan adalah melihat wordlist di sketchengine untuk melihat frekuensi kata terbanyak dalam artikel (Creswell & Creswell, 2018). Wordlist yang dilihat adalah adjektiva serta nomina dari kata “muslim” di TSu karena terjemahan kata “muslim” dari bahasa Jerman dapat diperoleh dari nomina “Muslim atau Muslime” dan adjektiva muslimisch”. Dari jumlah data tersebut diperoleh frekuensi muncul kata “muslim” pada TSa sebanyak 83 kali.

Setelah diperoleh freukuensi tersebut, terjemahan kata “muslim” di TSa dicari di bagian concordance untuk melihat kata muslim berkolokasi dengan kata apa saja sebagai variasi dari terjemahan kata “Muslim, Muslime” dan muslimisch”. Kemudian, korpus dilihat di paralel concordance untuk menyandingkan TSu dan TSa yang disortir berdasarkan kolokasi kata “muslim” di TSa. Setelah itu, terjemahan kalimat yang mengandung kata terjemahan kata “Muslim, Muslime” dan muslimisch” dianalisis klausanya dengan menggunakan pendekatan transivitas proses material dari teori Metafungsi Ideasional untuk melihat bagaimaina pengklasifikasian terjemahan kata “Muslim, Muslime” dan muslimisch” terhadap klausa yang mengikutinya.

 

Hasil dan Pembahasan

Dari konkordansi dari kata “muslim” di TSa ditemukan fenomena yang menarik bahwa terjemahan kata “Muslim, Muslime atau muslimisch” di TSu diterjemahkan dengan beberapa kata yang bervariasi. Variasi terjemahan yang ditemukan terdiri atas kata tunggalmuslimatau dengan tambahan kata menjadi frasaumat muslim, kaum muslim dan warga muslim”. Menurut KKBI,  muslim adalah penganut agama Islam sedangkan Islam merupakan agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an.  Temuan yang dianalisis dari terjemahan kata “Muslim, Muslime dan muslimischdijelaskan sebagai berikut.

 

Gambar 1. Konkordansi kata “muslim” di TSa

 

1. Kata “Muslim” dan “Muslime” di TSu paling banyak diterjemahkan sebagai frasakaum muslim” di TSa, yaitu sebanyak 17 kali. Sementara itu, hasil terjemahan sebagaimuslim”, “umat muslim”, dan “warga muslim” masing-masing ditemukan sebanyak sembilan kali. Menurut KBBI, kaum merupakan golongan (orang yang sekerja, sepaham, sepangkat, dan sebagainya). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disebutkan bahwa kaum muslim adalah golongan penganut muslim.

a.  Proses material doing.

TSu:   Mit Freunden und Verwandten nach dem Fastenbrechen zusammen in gemütlicher Runde zu sitzen, gemeinsam zu essen und sich auszutauschen, ist ein Brauch, den Muslime auch in Deutschland an ihre Kinder weitergeben wollen.

           (Duduk bersama dalam suasana yang nyaman dengan teman-teman dan kerabat  setelah berbuka puasa, makan bersama, dan saling bertukar pikiran adalah  sebuah kebiasaan yang para muslim juga ingin teruskan kepada anak-anaknya.)

TSa:   Duduk santai bersama teman dan keluarga seusai berbuka puasa, menikmati makanan bersama-sama, dan saling bercerita adalah kebiasaan yang di Jerman pun hendak diteruskan oleh kaum Muslim kepada anak-anak mereka.

 

Tabel 1. Proses Material

Aktor

Proses

Goal

Resipien

Kaum muslim

hendak meneruskan

kebiasaan yang di Jerman

(duduk santai bersama teman dan keluarga seusai berbuka puasa, menikmati makanan bersama-sama, dan saling bercerita)

kepada anak-anak mereka

 

Berdasarkan tabel proses material di atas, penerjemah menggunakan terjemahankaum muslimuntuk klausa hendak meneruskan kebiasaan yang di Jerman, yang berarti kaum muslim memiliki keinginan untuk melangsungkan kebiasaan yang mereka lakukan sebagai muslim selama sebelum menjadi orang tua kepada anak-anaknya. Penggunaan preposisi di pada kata di Jerman menunjukkan bahwa kebiasaan sebagai muslim yang dimaksud terbatas pada kebiasaan di Jerman yang dibentuk sendiri dan bukan kebiasaan muslim secara umum di mana pun. Perpaduan terjemahankaum muslimdalam proses material di atas menunjukkan penganut Islam telah melalui proses untuk mencapai hidup yang saat ini mereka alami di Jerman dan menginginkan agar keturunannya juga dapat melakukan apa yang mereka telah berhasil lakukan.

 

b. Proses material happening.

TSu:   Kurzum: Die Muslime in Deutschland sind ziemlich gut integriert.

           (Singkatnya: Para muslim di Jerman cukup terintegrasi dengan baik.)

TSa:   Singkat kata: kaum Muslim di Jerman terintegrasi dengan cukup baik.

 

Tabel 2. Proses Material

 

Aktor

Proses

Kaum muslim di Jerman

terintegrasi dengan cukup baik

 

 

 

Dari tabel proses material di atas, klausa terintegrasi dengan baik menunjukkan kaum muslim telah dapat bergabung dan menyatu ke dalam masyarakat Jerman dengan baik. Perpaduan terjemahankaum muslimdalam proses material ini menunjukkan penganut Islam telah melalui proses untuk mencapai hidup yang saat ini mereka alami di Jerman. Kalimat pada data 1a dan 1b menunjukkan kalimat positif, yaitu hasil yang telah dicapai dan keinginan yang ingin dicapai. Namun, beberapa penggunaan frasakaum muslimditemukan dalam kalimat yang mengarah kepada kondisi kehidupan muslim di Jerman yang kurang baik atau negatif. Fenomena seperti itu hanya ditemukan dalam terjemahankaum muslimsedangkan pada frasaumat muslim” dan “warga muslimtidak ditemukan dalam penggunaan kalimat yang menunjukkan kondisi kehidupan muslim di Jerman yang mengarah pada konotasi negatif.

 

c.  Proses material doing yang menunjukkan kondisi negatif.

TSu: Aufgrund der Vorbehalte in der Gesellschaft – die durch die Angst vor terroristischen Anschlägen jüngst sogar noch gewachsen sindmussten muslimischen Gläubige oft auf architektonische Elemente wie Minarette, Schmuckfassaden und Kuppeln verzichten.

         (Karena syarat dalam masyarakt – yang belakangan ini bahkan berkembang karena ketakutan akan serangan teroris - , umat muslim sering mengabaikan elemen arsitektur seperti menara, fasad dekoratif, dan kubah.)

TSa: Karena adanya keberatan masyarakat – yang belakangan ini bahkan semakin mengental akibat ketakutan akan serangan terorkaum Muslim sering kali terpaksa mengorbankan unsur-unsur arsitektur seperti menara, fasad, dan kubah.

Tabel 3. Proses Material

Aktor

Proses

Goal

Range

Kaum muslim

sering kali terpaksa mengorbankan

unsur-unsur arsitektur seperti menara, dinding berhias, dan kubah

karena adanya keberatan masyarakatyang belakangan ini bahkan semakin mengental akibat ketakutan akan serangan teror

 

Terjemahankaum muslimdari frasa muslimischen Gläubige menarik perhatian karena alih-alih menggunakan kata penganut Islam atau umat Islam, penerjemah memilih frasakaum muslim”. Gläubige memiliki arti “orang yang percayasehingga muslimischen Gläubige dapat diartikan sebagai orang yang percaya pada ajaran Islam. Klausasering kali terpaksa mengorbankan unsur-unsur arsitekturdalam analisis proses material pada data 1c ini menunjukkan bahwa penganut Islam di Jerman telah sering mengalah pada kondisi yang ada di Jerman (keberatan masyarakat Jerman) agar mereka tetap dapat membangun masjid di sana. Meskipun terdapat anak kalimat yang memiliki makna negatif dalam data 1c ini, fenomena bahasa yang ditemukan tetaplah sama seperti pada data 1a dan 1b, yaitu telah melalui proses untuk mencapai kondisi yang saat ini, yaitu memiliki masjid sebagai tempat ibadah.

 

2.  Frasaumat muslim” di TSa ditemukan sebanyak sembilan kali.

Umat dalam KKBI diartikan sebagai para penganut (pemeluk, pengikut) suatu agama atau penganut nabi. Dengan demikian, umat muslim dapat diartikan sebagai para penganut Islam sehingga penambahan kata “umathanya menunjukkan bentuk jamaknya saja.

 

a.  Proses material doing

TSu:   Die Eröffnung der kleinen liberalen Moschee wurde auch deshalb zum großen Medienereignis, weil die Mehrheit der etwa 4,5 Millionen Muslime in Deutschland religiös konservativ eingestellt ist.

           (Oleh karena itu, pembukaan mesjid kecil yang liberal itu menjadi acara media karena mayoritas dari 4,5 Juta Muslim di Jerman bersikap konservatif secara agama.)

TSa:   Peresmian masjid kecil yang liberal itu menarik perhatian media antaralain karena sebagian besar umat Muslim Jerman,yang berjumlah sekitar 4,5 juta jiwa, bersikap konservatif dalam hal agama.

 

Tabel 4. Proses Material

Aktor

Proses

Range

Sebagian besar umat muslim

bersikap konservatif

dalam hal agama

 

Menurut KBBI, bersikap berarti mengambil sikap sedangkan sikap sendiri memiliki maknaperbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan”. Dengan demikian, klausabersikap konservatifdalam analisis proses material dari data 2b menunjukkan perbuatan yang dilakukan penganut Islam di Jerman berdasarkan agama Islam. Kalimat pada data 2b merupakan tulisan dari jurnalis dan bukan pernyataan dari individu muslim sehingga dalam kalimat ini ditemukan pelabelan yang diberikan oleh jurnalis bahwa orang muslim memiliki identitas agama sebagai orang yang konservatif. Identitas agama diartikan sebagai bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang dirinya sebagai anggota dan mewakili nilai-nilai agama dan/atau aliran agama tertentu.  Kemudian, dapat dikatakan bahwa penerjemah memasangkan terjemahanumat muslim” pada kalimat yang menunjukkan identitas penganut Islam di Jerman.

 

b. Proses material happening.

TSu:   Aus den Muslimen in Deutschland werden allmählich deutsche Muslime.

           (Dari muslim di Jerman perlahan-lahan menjadi muslim Jerman.)

TSa:   Umat Muslim di Jerman pun lambat laun menjadi umat Muslim Jerman.

 

Tabel 5. Proses Material

Aktor

Proses

Umat Muslim di Jerman

lambat laun menjadi umat Muslim Jerman. 

 

 

 

Kata “menjadi” dalam KBBI memiliki arti sebagai atau berubah keadaan sehingga klausa “lambat laun menjadi umat Muslim Jerman” pada proses material data 2b menunjukkan eksistensi penganut Islam di Jerman dengan keadanan yang berubah, yaitu dari sekadar umat muslim pada umumnya menjadi umat muslim Jerman. Hal ini menunjukkan bahwa umat muslim di sana telah menjadi bagian dari Jerman. Klausa “menjadi umat muslim Jerman” ini juga menunjukkan makna identitas sosial yang dimiliki oleh penganut Islam di Jerman.

 

1.   Kata “Muslim” dan “Muslime” di TSu yang diterjemahkan sebagai frasa “warga muslim” di TSa ditemukan sebanyak sembilan kali.

Warga dalam KBBI adalah anggota (keluarga, perkumpulan, dan sebagainya). Berdasarkan makna tersebut dapat diartikan bahwa warga muslim adalah anggota penganut Islam. Penerjemah bisa saja menggunakan kata “penduduk” daripada warga. Namun, penduduk sendiri memiliki arti orang atau orang-orang yang mendiami suatu tempat. Makna kata “penduduk” ini tidak memberikan efek yang sama dengan kata “warga” ketika digabung menjadi “warga muslim di Jerman”, yaitu memberikan efek yang lebih dekat sebagai anggota masyarakat.

 

a.   Proses material doing

TSu:  Können Muslime eine Zutat nicht im Supermarkt finden, weichen manche auch auf deutsche Zutaten und Gerichte aus: 

          (Jika para muslim tidak dapat menemukan suatu bahan di supermarket, beberapa dari mereka juga ada yang beralih ke bahan dan hidangan Jerman.)

TSa:   Jika ada bahan yang tidak tersedia di toko swalayan, adakalanya warga Muslim beralih ke bahan atau hidangan Jerman.

 

Tabel 6. Proses Material

Aktor

Proses

Goal

Warga Muslim

beralih

ke bahan atau hidangan Jerman.

 

 

 

 

Klausa “beralih ke bahan atau hidangan Jerman” dalam proses material pada data 3a menunjukkan bahwa warga muslim akan memilih bahan makanan atau hidangan Jerman jika ada bahan yang tidak tersedia di toko swalayan yang biasa mereka kunjungi (bukan khas Jerman). Ini menunjukkan kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan sebagai penganut Islam di Jerman.

 

b.   Proses material happening

TSu: Besonders anstrengend ist das Fasten für viele Muslime während der Arbeitszeit.

          (Puasa selama jam kerja sangat melelahkan untuk banyak muslim.)

TSa: Bagi banyak warga Muslim, berpuasa terasa melelahkan khususnya selama jam kerja.

Tabel 7. Proses Material

Aktor

Proses

Range

Bagi warga muslim

berpuasa terasa melelahkan

khususnya selama jam kerja.

 

Klausa “berpuasa terasa melelahkan” dalam proses material pada data 3b menunjukkan bahwa penganut Islam di Jerman tetap menjalankan ibadah puasa meskipun mereka sambil bekerja dan dengan waktu yang lebih lama karena pengaruh musim. Kalimat ini juga menunjukkan kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan sebagai penganut Islam di Jerman.

 

2.   Kata “Muslim”, “Muslime” dan “muslimisch” di TSu diterjemahkan sebagai kata tunggal “muslim” di TSa ditemukan sebanyak sembilan kali.

 

a.   Proses material doing

TSu:   Viele Muslime waren froh, eine positive islamische Botschaft zu sehen, viele haben richtig glänzende Augen bekommen. (Banyak muslim yang senang melihat pesan islami yang positif, banyak dari mereka yang matanya menjadi sangat berkaca-kaca.)

TSa:   Banyak Muslim bersyukur melihat pesan Islami yang positif, bahkan ada yang matanya sampai berkaca-kaca.

 

Tabel 8. Proses Material

Aktor

Proses

Goal

Banyak muslim

bersyukur melihat

pesan islami yang positif.

 

Klausa “bersyukur melihat pesan islami yang positif” pada proses material data 4a menunjukkan cara penulis menyampaikan opini personal penganut Islam di Jerman ketika melihat pesan yang positif terkait Islam. Kesatuan kalimat pada data 4a menunjukkan penggambaran opini penganut Islam di Jerman.

 

b.  Proses material happening

TSu: Das ist einer der Gründe, weshalb ich stolz bin, ein deutscher und europäischer Muslim zu sein.

         (Itu adalah salah satu alasan mengapa saya bangga sebagai seorang muslim Jerman dan Eropa.)

TSa: Itu salah satu sebab saya bangga sebagai Muslim Jerman dan Eropa.

 

Tabel 9. Proses Material

Aktor

Proses

Saya

bangga sebagai  Muslim Jerman dan Eropa.

 

 

Klausa “bangga sebagai  Muslim Jerman dan Eropa pada proses material data 4b juga menunjukkan hal yang sama dengan 4a, yaitu opini. Namun, bedanya di data 4b, opini penganut Islam di Jerman dikutip secara langsung, sementara opini penganut Islam di data 4a disampaikan oleh jurnalis.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dalam tujuh artikel yang diterjemahkan oleh Hendarto Setiadi terdapat empat terjemahan yang berbeda pada kata “muslimdengan ciri-ciri yang dikategorikan berdasarkan analisis proses materialnya. Pertama, penerjemah memasangkan frasakaum muslim” pada klausa yang menunjukkan bahwa penganut Islam di Jerman telah melalui proses untuk mencapai kondisi yang saat ini mereka jalani di Jerman, seperti memiliki masjid sebagai tempat ibadah. Kemudian, dapat dikatakan bahwa penerjemah memasangkan terjemahanumat muslim” pada kalimat yang menunjukkan identitas penganut Islam di Jerman. Selanjutnya, frasawarga muslimdigunakan oleh penerjemah pada kalimat-kalimat yang mengandung makna bahwa muslim sudah menyatu dengan Jerman dalam kegiatan-kegiatan sehari-harinya dan bukan lagi tentang proses menjadi diterima. Proses material yang ditemukan dalam kalimat-kalimat tersebut adalah penggunaan verba tinggal, berpuasa, mengenyam pendidikan, menemukan di supermarket (berbelanja), berkumpul, dan sebagainya. Yang terakhir adalah bahwa penerjemah memasangkan kata “muslimsaja sebagai kata tunggal dengan klausa yang menunjukkan penggambaran opini penganut Islam di Jerman.

Karakteristik kolokasi kata “muslim” di TSa menunjukkan bahwa penerjemah menentukan terjemahan kata “Muslim, Muslime, dan muslimischberdasarkan kondisi kehidupan muslim di Jerman sebagai bentuk budaya yang mereka lakukan di negara dengan penduduk muslim sebagai minoritas. Dikaitkan dengan penelitian terdahulu, penelitian  ini mengisi rumpang pada penelitian terdahulu bahwa Analisis Waca Kritis dapat dilakukan dalam bidang apa pun serta jenis teks apa pun, terutama teks jurnalistik yang tidak terpisahkan dari ideologi penulis, maupun penerjemah. Meskipun teks bahasa Jerman dikenal dengan teks yang kaku dan sangat terikat dengan struktur seperti yang digambarkan dalam hasil penelitian Hairiyah (2021), baik ideologi penulis maupun penerjemah tetap dapat dimasukkan ke dalam teks. Masih banyak lagi teks terjemahan dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia yang dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan Metafungsi Ideasional. Oleh karena itu, penilitian selanjutnya dapat menganalisis data yang lebih besar dengan menggunakan pendekatan kelima sistem transitivitas lainnya secara lengkap.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abdulrahman, A. W. (2016). An Introduction to Halliday’s Systemic Functional Linguistics. Journal for the Study of English Linguistics, 4(1). https://doi.org/10.5296/jsel.v4i1.9423

Agustari, A., & Ulinnuha, R. (2023). Analisis Isu Islamophobia Di Jerman: Studi Kasus Muhammadiyah Sebagai Organisasi Gerakan Islam Modernis Indonesia. Mawa Izh Jurnal Dakwah Dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan, 14(1). https://doi.org/10.32923/maw.v14i1.3097

Alaei, M., & Ahangari, S. (2016). A Study of Ideational Metafunction in Joseph Conrad’s “Heart of Darkness”: A Critical Discourse Analysis. English Language Teaching, 9(4). https://doi.org/10.5539/elt.v9n4p203

Arkoun, M. (2012). Dekonstruksi Syari’ah (II): Kritik Konsep, Penjelajahan Lain. LKIS Pelangi Aksara.

Castro, C. D., & Halliday, M. A. K. (1995). An Introduction to Functional Grammar. Language, 71(4). https://doi.org/10.2307/415759

Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2018). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (5th ed.). Sage Publications.

Fairclough, N. (2013). Critical discourse analysis and critical policy studies. Critical Policy Studies, 7(2). https://doi.org/10.1080/19460171.2013.798239

Farlanda, M. R. (2016). Analisis Penyebab Munculnya Islamophobia Di Jerman. ETD Unsyiah.

Figueiredo, D. D. C., & Pasquetti, C. A. (2016). The discourse of tourism: An analysis of the online article “Best in Travel 2015: Top 10 cities” in its translation to Brazilian Portuguese. Ilha Do Desterro, 69(1). https://doi.org/10.5007/2175-8026.2016v69n1p201

Hairiyah, N. (2021). Teknik Penerjemahan dalam Artikel “Ich Bin Eine Deutsche Kartoffeldari Bahasa Jerman ke dalam Bahasa Indonesia “Saya Adalah Kentang Jerman” pada Website Goethe Institut Indonesien. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta

Ismail, S., Ahmad, S., & Abdullah, M. N. (2016). Analisis Wacana Metafora Kontrastif Bahasa Melayu dan Arab dari Perspektif Praktis Sosial: Contrastive Metaphorical Discourse Analysis of the Malay and Arabic Language From A Social Practice Perspective. Ulum Islamiyyah, 18, 45–65.

Utama, D. (2015). Diplomasi Kebudayaan Jerman Di Indonesia Melalui Goethe-Institut Tahun 2011-2015. Jurnal Unikom, 1(23).

Wildan, M. (2019). Perkembangan Islam Di Tengah Fenomena Islamofobia Di Jerman. TEMALI : Jurnal Pembangunan Sosial, 2(2). https://doi.org/10.15575/jt.v2i2.4694

Wildan, M. (2022). Muslim Minoritas Kontemporer Sejarah Islam, Tantangan Ekstremisme, Diskriminiasi, dan Islamofobia. Idea Press.

 

 

Copyright holder:

Nur Hizzah Pulungan, Leli Dwirika (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: