Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
11, November 2024
ANALISIS VARIASI TERJEMAHAN KATA “MUSLIM”, “MUSLIME”
DAN “MUSLIMISCH” PADA TUJUH ARTIKEL DALAM TEMA “MUSLIMISCHES LEBEN IN DEUTSCHLAND
(KEHIDUPAN UMAT MUSLIM DI JERMAN)” DI SITUS GOETHE INSTITUT INDONESIA
BERDASARKAN PENDEKATAN PROSES MATERIAL DALAM METAFUNGSI IDEASIONAL
Nur Hizzah Pulungan1,
Leli Dwirika2
Universitas
Indonesia, Depok, Indonesia1,2
Email: [email protected]1
Abstrak
Diskriminasi terhadap umat muslim
masih terus ditemukan di negara-negara Eropa,
salah satunya adalah
Jerman. Goethe Institut selaku
pusat kebudayaan dan bahasa Jerman menjalankan salah satu program budaya dengan menulis artikel tentang kehidupan umat Islam di Jerman dalam upaya menginformasikan
bahwa negara Jerman merupakan
negara yang ramah bagi imigran Islam. Tujuh dari delapan artikel
dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut Indonesia diterjemahkan
oleh Hendarto Setiadi. Oleh karena
itu, penelitian ini melakukan analisis
bagaimana penerjemah menentukan variasi terjemahan kata “Muslim”, “Muslime”
dan “muslimisch” pada artikel-artikel
dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut Indonesia berdasarkan pendekatan proses material dalam Metafungsi Ideasional dari teori Analisis
Wacana Kritis. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sketch engine untuk membandingkan TSu dan TSa serta menemukan
kolokasi kata “muslim” di TSa sebagai langkah
awal analisis klausa-klausa yang mengandung terjemahan kata “muslim” di TSa. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa penerjemah
memasangkan frasa “kaum muslim” pada klausa yang menunjukkan bahwa penganut Islam di Jerman telah melalui proses untuk mencapai kondisi yang saat ini mereka jalani
di Jerman. Kemudian, penerjemah
memasangkan terjemahan “umat muslim” pada kalimat yang menunjukkan identitas penganut Islam di
Jerman. Sementara itu, frasa “warga muslim”
digunakan oleh penerjemah
pada kalimat-kalimat yang mengandung
makna bahwa muslim sudah menyatu
dengan Jerman dalam kegiatan-kegiatan sehari-harinya
dan bukan lagi tentang proses menjadi diterima. Yang terakhir adalah penerjemah memasangkan kata “muslim” saja sebagai kata tunggal dengan klausa yang menunjukkan penggambaran opini penganut Islam di Jerman.
Kata Kunci : muslim,
artikel, metafungsi ideasional, Goethe Institut
Indonesia, Jerman
Abstract
Discrimination against Muslims continues to be found
in European countries, including Germany. The Goethe Institute, as a center for
German culture and language, runs a cultural program that includes writing
articles about the lives of Muslims in Germany, aiming to inform that Germany
is a welcoming country for Muslim immigrants. Seven out of eight articles on
the topic of "muslimisches Leben in
Deutschland" on the Goethe Institute Indonesia website were translated by Hendarto Setiadi. Therefore, this research analyzes how the
translator determines the variations in translating the words
"Muslim," "Muslime," and "muslimisch" in the articles on the topic of "muslimisches Leben in Deutschland" on the Goethe
Institute Indonesia website, based on the material process approach in the
Ideational Metafunction of Critical Discourse
Analysis theory. Data collection was carried out using a sketch engine to
compare TSu (source text) and TSa
(target text) and to find the collocations of the word "muslim" in TSa as a
preliminary step in analyzing the clauses containing the translation of the
word "muslim" in TSa.
Based on the analysis conducted, it was found that the translator paired the
phrase "kaum muslim"
in clauses indicating that followers of Islam in Germany have undergone a
process to reach their current situation in Germany. Subsequently, the
translator used the translation "umat muslim" in sentences that indicate the identity of
Muslim followers in Germany. Meanwhile, the phrase "warga
muslim" was employed by the translator in
sentences that convey the meaning that Muslims have integrated into German
daily life, rather than being about the process of being accepted. Lastly, the
translator used the word "muslim" alone as
a singular term in clauses that depict the opinions of Islamic followers in
Germany.
Keywords: muslim, article, ideaional metafunction, Goethe-Institut Indonesia, Germany
Pendahuluan
Kasus
pembantaian di Norwegia
yang dilakukan oleh Anders Behring Breivik dengan menyerang institusi Partai Buruh yang diduga membantu Islamisasi Norwegia pada tahun 2011 menimbulkan trauma kolektif di Norwegia hingga Eropa. Kasus pembantaian
yang dilakukan didorong
oleh ideologi ektremis sayap kanan yang tidak menyukai pendatang. Motif ini menunjukkan adanya diskriminasi terhadap umat muslim oleh pelaku. Setelah kasus ini, Norwegia
dan negara-negara di Eropa lainnya
berusaha menyuarakan toleransi dalam keberagaman terutama untuk umat muslim
Goethe Institut selaku pusat kebudayaan
dan bahasa Jerman menjalankan
salah satu program budaya dengan menulis artikel tentang kehidupan umat Islam di Jerman dalam upaya menginformasikan
bahwa negara Jerman merupakan
negara yang ramah bagi imigran Islam
Sebelum
melakukan penelitian yang akan menghasilkan analisis proses material dalam Metafungsi Ideasional kalimat yang mengandung terjemahan kata “Muslim”, “Muslime”,
dan “muslimisch”, telah dibaca penelitian terdahulu yang dapat memberikan referensi ide penelitian. Penelitian terdahulu yang pertama adalah penelitian Figueiredo dan Pasquetti
Penelitian
kedua adalah penilitian Alaei dan Ahangri
Sementara
itu, penelitian ketiga adalah penelitian
Hairiyah (2021) yang meneliti
salah satu artikel dalam topik muslimisches
Leben in Deutschland di situs Goethe Institut. Data
yang diteliti adalah artikel yang berjudul “Ich Bin
Eine Deutsche Kartoffel” dengan
terjemahannya yang berjudul
“Saya Adalah Kentang
Jerman”. Penelitian yang dilakukan
berfokus pada aspek linguistik, yaitu teknik penerjemahan. Kemudian, data dianalisis berdasarkan teori teknik penerjemahan menurut Schreiber dan hasilnya ditemukan bahwa teknik penerjemahannya adalah lexikalischer Strukturwechsel, Wort-für-Wort-Übersetzung,
intrakategorialer Wechsel, semantische Entlehnung dan
Mutation.
Dalam
penelitiannya, Figueiredo dan Pasquetti
Merujuk
pada penelitian terdahulu
yang pertama, penelitian ini memiliki kebaruan
pada data, yaitu korpus
data. Penelitian Figueiredo danPasquetti
(2015) menggunakan data berbasis
korpus yang juga digunakan dalam penelitian ini, tetapi sumber
datanya tidak sama. Penelitian Figueiredo dan Pasquetti (2015) menggunakan teks jurnalistik di bidang pariwisata sedangkan penelitian ini menggunakan teks jurnalistik di bidang pendidikan dan budaya, yaitu kumpulan
artikel di situs Goethe Institut
Indonesia. Sementara itu,
Alaei dan Ahangri (2016) melakukan
Analisis Wacana Kritis pada teks sastra sedangkan penelitian ini menggunakan teks jurnalistik sebagai korpus data yang dianalisis.
Penelitian
Figueiredo dan Pasquetti (2015) dan Alaei dan Ahangri (2016) menggunakan pendekatan Analisis Wacana Kritis. Namun, penelitian ketiga, yaitu penelitian
Hairiyah (2021) hanya berfokus pada pendekatan linguistik. Akan tetapi, penelitiannya memberikan ide terhadap data penelitian ini yang dikembangkan lebih jauh dengan
berbasis korpus dan topik yang menggunakan pendekatan teori Analisis Wacana Kritis. Dengan demikian, ketiga penelitian terdahulu menjadi langkah awal untuk menentukan
data serta topik dalam penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan menganalisis
bagaimana penerjemah menentukan variasi terjemahan kata “Muslim”, “Muslime”
dan “muslimisch” pada artikel-artikel
dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut Indonesia berdasarkan pendekatan proses material dalam Metafungsi Ideasional dari teori Analisis
Wacana Kritis.
Metode Penelitian
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah tujuh
artikel dalam topik muslimisches Leben in Deutschland di situs Goethe Institut
Jakarta dan terjemahannya, yaitu mengerucut pada artikel-artikel terjemahan
Hendarto Setiadi. Data TSu dan TSa pertama-tama disusun dalam fail format .xls,
lalu dimasukkan ke dalam data korpus di sketch engine. Jumlah token korpus pada
TSu adalah 6.152 sedangkan dalam TSa adalah 6.032. Setelah penyusunan data
korpus, tahapan berikutnya yang dilakukan adalah melihat wordlist di sketchengine
untuk melihat frekuensi kata terbanyak dalam artikel
Setelah diperoleh freukuensi tersebut, terjemahan kata
“muslim” di TSa dicari di bagian concordance untuk melihat kata muslim
berkolokasi dengan kata apa saja sebagai variasi dari terjemahan kata “Muslim,
Muslime” dan muslimisch”. Kemudian, korpus dilihat di paralel concordance untuk
menyandingkan TSu dan TSa yang disortir berdasarkan kolokasi kata “muslim” di
TSa. Setelah itu, terjemahan kalimat yang mengandung kata terjemahan kata
“Muslim, Muslime” dan muslimisch” dianalisis klausanya dengan menggunakan pendekatan
transivitas proses material dari teori Metafungsi Ideasional untuk melihat
bagaimaina pengklasifikasian terjemahan kata “Muslim, Muslime” dan muslimisch”
terhadap klausa yang mengikutinya.
Hasil dan Pembahasan
Dari konkordansi dari kata “muslim” di TSa ditemukan fenomena yang menarik bahwa terjemahan
kata “Muslim, Muslime atau muslimisch” di TSu diterjemahkan dengan beberapa kata yang bervariasi. Variasi terjemahan yang ditemukan terdiri atas kata tunggal “muslim” atau dengan
tambahan kata menjadi frasa “umat muslim,
kaum muslim dan warga muslim”. Menurut KKBI, muslim adalah penganut agama Islam sedangkan Islam merupakan agama
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Yang berpedoman pada kitab suci
Al-Qur’an. Temuan
yang dianalisis dari terjemahan kata “Muslim, Muslime
dan muslimisch” dijelaskan sebagai berikut.
Gambar 1. Konkordansi kata “muslim” di TSa
1. Kata
“Muslim” dan “Muslime” di TSu
paling banyak diterjemahkan
sebagai frasa “kaum muslim” di TSa, yaitu sebanyak
17 kali. Sementara itu, hasil terjemahan sebagai “muslim”, “umat muslim”, dan “warga muslim” masing-masing ditemukan sebanyak sembilan kali. Menurut KBBI, kaum merupakan golongan (orang yang sekerja, sepaham, sepangkat, dan sebagainya). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disebutkan bahwa kaum muslim
adalah golongan penganut muslim.
a. Proses material doing.
TSu:
Mit Freunden
und Verwandten nach dem Fastenbrechen zusammen in gemütlicher Runde zu sitzen, gemeinsam zu essen und sich
auszutauschen, ist ein Brauch, den Muslime auch in Deutschland an ihre Kinder weitergeben wollen.
(Duduk bersama
dalam suasana yang nyaman dengan teman-teman
dan kerabat setelah
berbuka puasa, makan bersama, dan saling bertukar pikiran adalah sebuah kebiasaan yang para muslim juga ingin teruskan kepada anak-anaknya.)
TSa:
Duduk santai bersama teman dan keluarga seusai berbuka puasa, menikmati makanan bersama-sama, dan saling bercerita adalah kebiasaan yang di Jerman pun hendak
diteruskan oleh kaum Muslim
kepada anak-anak mereka.
Tabel 1. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Goal |
Resipien |
Kaum muslim |
hendak meneruskan |
kebiasaan yang di Jerman (duduk santai bersama teman dan keluarga seusai berbuka
puasa, menikmati makanan bersama-sama, dan saling bercerita) |
kepada anak-anak mereka |
Berdasarkan
tabel proses material di atas,
penerjemah menggunakan terjemahan “kaum muslim” untuk klausa
hendak meneruskan kebiasaan yang di Jerman, yang berarti
kaum muslim memiliki keinginan untuk melangsungkan kebiasaan yang mereka lakukan sebagai muslim selama sebelum
menjadi orang tua kepada anak-anaknya. Penggunaan preposisi di pada kata
di Jerman menunjukkan bahwa
kebiasaan sebagai muslim yang dimaksud terbatas pada kebiasaan di Jerman
yang dibentuk sendiri dan bukan kebiasaan muslim secara umum
di mana pun. Perpaduan terjemahan
“kaum muslim” dalam proses material di atas menunjukkan penganut Islam telah melalui proses untuk mencapai hidup yang saat ini mereka alami
di Jerman dan menginginkan agar keturunannya
juga dapat melakukan apa yang mereka telah berhasil lakukan.
b. Proses material happening.
TSu: Kurzum: Die Muslime in Deutschland sind ziemlich gut integriert.
(Singkatnya:
Para muslim di Jerman cukup
terintegrasi dengan baik.)
TSa: Singkat kata: kaum Muslim di Jerman terintegrasi
dengan cukup baik.
Tabel 2. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Kaum muslim di Jerman |
terintegrasi dengan cukup baik |
Dari tabel proses material
di atas, klausa terintegrasi dengan baik menunjukkan kaum muslim telah
dapat bergabung dan menyatu ke dalam
masyarakat Jerman dengan baik. Perpaduan terjemahan “kaum muslim” dalam proses material ini menunjukkan penganut Islam telah melalui proses untuk mencapai hidup yang saat ini mereka
alami di Jerman. Kalimat
pada data 1a dan 1b menunjukkan kalimat
positif, yaitu hasil yang telah dicapai dan keinginan yang ingin dicapai. Namun, beberapa penggunaan frasa “kaum muslim” ditemukan
dalam kalimat yang mengarah kepada kondisi kehidupan muslim di Jerman yang kurang baik atau negatif.
Fenomena seperti itu hanya ditemukan
dalam terjemahan “kaum muslim” sedangkan
pada frasa “umat muslim” dan “warga muslim” tidak ditemukan
dalam penggunaan kalimat yang menunjukkan kondisi kehidupan muslim di Jerman yang mengarah
pada konotasi negatif.
c. Proses material doing yang menunjukkan
kondisi negatif.
TSu:
Aufgrund der Vorbehalte in der Gesellschaft – die durch
die Angst vor terroristischen
Anschlägen jüngst sogar noch gewachsen
sind – mussten muslimischen Gläubige oft auf architektonische Elemente wie Minarette, Schmuckfassaden und Kuppeln verzichten.
(Karena syarat
dalam masyarakt – yang belakangan ini bahkan berkembang karena ketakutan akan serangan teroris
- , umat muslim
sering mengabaikan elemen arsitektur seperti menara, fasad dekoratif, dan kubah.)
TSa:
Karena adanya keberatan masyarakat – yang belakangan ini bahkan semakin mengental akibat ketakutan akan serangan teror – kaum Muslim sering kali terpaksa mengorbankan unsur-unsur arsitektur seperti menara, fasad, dan kubah.
Tabel 3. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Goal |
Range |
Kaum muslim |
sering kali terpaksa
mengorbankan |
unsur-unsur arsitektur seperti menara, dinding berhias, dan kubah |
karena adanya keberatan
masyarakat – yang belakangan ini bahkan semakin mengental akibat ketakutan akan serangan teror |
Terjemahan
“kaum muslim” dari frasa muslimischen
Gläubige menarik perhatian karena alih-alih menggunakan kata penganut Islam atau umat Islam, penerjemah memilih frasa “kaum muslim”. Gläubige
memiliki arti “orang yang percaya”
sehingga muslimischen Gläubige dapat diartikan sebagai orang yang percaya pada ajaran Islam. Klausa “sering kali terpaksa mengorbankan unsur-unsur arsitektur” dalam analisis proses material
pada data 1c ini menunjukkan
bahwa penganut Islam di
Jerman telah sering mengalah pada kondisi yang ada di Jerman (keberatan masyarakat Jerman) agar mereka tetap dapat membangun
masjid di sana. Meskipun terdapat
anak kalimat yang memiliki makna negatif dalam data 1c ini, fenomena bahasa
yang ditemukan tetaplah sama seperti pada data 1a dan 1b,
yaitu telah melalui proses untuk mencapai kondisi yang saat ini, yaitu
memiliki masjid sebagai tempat ibadah.
2. Frasa “umat muslim” di TSa ditemukan sebanyak
sembilan kali.
Umat
dalam KKBI diartikan sebagai para penganut (pemeluk, pengikut) suatu agama atau penganut nabi. Dengan demikian, umat muslim dapat
diartikan sebagai para penganut Islam sehingga penambahan kata “umat” hanya menunjukkan bentuk jamaknya saja.
a. Proses material doing
TSu:
Die Eröffnung
der kleinen liberalen Moschee wurde auch
deshalb zum großen Medienereignis, weil die Mehrheit der etwa 4,5 Millionen Muslime in Deutschland religiös konservativ eingestellt ist.
(Oleh karena
itu, pembukaan mesjid kecil yang liberal itu menjadi acara media karena mayoritas dari 4,5 Juta Muslim di Jerman bersikap
konservatif secara agama.)
TSa: Peresmian masjid kecil yang liberal itu menarik perhatian media antaralain karena sebagian besar umat Muslim Jerman,yang
berjumlah sekitar 4,5 juta jiwa, bersikap
konservatif dalam hal agama.
Tabel 4. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Range |
Sebagian besar umat muslim |
bersikap konservatif |
dalam hal agama |
Menurut
KBBI, bersikap berarti mengambil sikap sedangkan sikap sendiri memiliki makna “perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, keyakinan”. Dengan demikian, klausa “bersikap konservatif” dalam analisis proses material dari
data 2b menunjukkan perbuatan
yang dilakukan penganut
Islam di Jerman berdasarkan agama Islam. Kalimat pada data 2b merupakan
tulisan dari jurnalis dan bukan pernyataan dari individu muslim
sehingga dalam kalimat ini ditemukan
pelabelan yang diberikan
oleh jurnalis bahwa orang muslim memiliki identitas agama sebagai orang
yang konservatif. Identitas
agama diartikan sebagai bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang dirinya sebagai anggota dan mewakili nilai-nilai agama dan/atau aliran agama tertentu. Kemudian, dapat dikatakan bahwa penerjemah memasangkan terjemahan “umat muslim” pada kalimat yang menunjukkan identitas penganut Islam di Jerman.
b. Proses material happening.
TSu: Aus den Muslimen in Deutschland werden allmählich deutsche Muslime.
(Dari muslim
di Jerman perlahan-lahan menjadi
muslim Jerman.)
TSa:
Umat Muslim di
Jerman pun lambat laun menjadi umat Muslim Jerman.
Tabel 5. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Umat Muslim di Jerman |
lambat laun menjadi umat Muslim Jerman. |
Kata “menjadi” dalam KBBI memiliki arti sebagai atau berubah keadaan
sehingga klausa “lambat laun menjadi umat Muslim Jerman” pada proses material
data 2b menunjukkan eksistensi penganut Islam di Jerman dengan keadanan yang berubah, yaitu dari sekadar umat muslim pada
umumnya menjadi umat muslim Jerman. Hal ini menunjukkan bahwa umat muslim di
sana telah menjadi bagian dari Jerman. Klausa “menjadi umat muslim Jerman” ini
juga menunjukkan makna identitas sosial yang dimiliki oleh penganut Islam di
Jerman.
1.
Kata “Muslim” dan “Muslime” di TSu yang
diterjemahkan sebagai frasa “warga muslim” di TSa
ditemukan sebanyak sembilan kali.
Warga dalam KBBI adalah anggota (keluarga, perkumpulan, dan
sebagainya). Berdasarkan makna tersebut dapat diartikan bahwa warga muslim
adalah anggota penganut Islam. Penerjemah bisa saja menggunakan kata “penduduk”
daripada warga. Namun, penduduk sendiri memiliki arti orang atau orang-orang
yang mendiami suatu tempat. Makna kata “penduduk” ini tidak memberikan efek
yang sama dengan kata “warga” ketika digabung menjadi “warga muslim di Jerman”,
yaitu memberikan efek yang lebih dekat sebagai anggota masyarakat.
a. Proses material doing
TSu: Können Muslime eine Zutat nicht im
Supermarkt finden, weichen manche auch auf deutsche Zutaten und Gerichte aus:
(Jika para muslim tidak
dapat menemukan suatu bahan di supermarket, beberapa dari mereka juga
ada yang beralih ke bahan
dan hidangan Jerman.)
TSa: Jika ada bahan yang tidak tersedia di toko swalayan, adakalanya warga Muslim beralih ke bahan atau hidangan Jerman.
Tabel 6. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Goal |
Warga Muslim |
beralih |
ke bahan atau hidangan Jerman. |
Klausa “beralih ke bahan atau
hidangan Jerman” dalam proses material pada data 3a menunjukkan bahwa warga
muslim akan memilih bahan makanan atau hidangan Jerman jika ada bahan yang
tidak tersedia di toko swalayan yang biasa mereka kunjungi (bukan khas Jerman).
Ini menunjukkan kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan sebagai penganut Islam
di Jerman.
b. Proses material happening
TSu: Besonders anstrengend ist das Fasten für viele Muslime während der Arbeitszeit.
(Puasa selama jam kerja sangat
melelahkan untuk banyak muslim.)
TSa: Bagi
banyak warga Muslim,
berpuasa terasa melelahkan khususnya selama jam kerja.
Tabel 7. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Range |
Bagi warga muslim |
berpuasa terasa
melelahkan |
khususnya selama
jam kerja. |
Klausa “berpuasa terasa
melelahkan” dalam proses material pada data
3b menunjukkan bahwa penganut Islam di Jerman tetap menjalankan ibadah puasa
meskipun mereka sambil bekerja dan dengan waktu yang lebih lama karena pengaruh
musim. Kalimat ini juga menunjukkan kegiatan sehari-hari yang mereka lakukan
sebagai penganut Islam di Jerman.
2.
Kata “Muslim”, “Muslime” dan “muslimisch” di TSu diterjemahkan sebagai kata tunggal “muslim” di TSa ditemukan sebanyak sembilan kali.
a. Proses material doing
TSu: Viele Muslime waren froh, eine
positive islamische Botschaft zu sehen, viele haben richtig glänzende Augen
bekommen. (Banyak muslim yang senang
melihat pesan islami yang positif, banyak dari mereka yang matanya menjadi
sangat berkaca-kaca.)
TSa: Banyak Muslim bersyukur melihat pesan Islami yang positif, bahkan ada yang matanya sampai berkaca-kaca.
Tabel 8. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Goal |
Banyak muslim |
bersyukur melihat |
pesan islami yang positif. |
Klausa “bersyukur melihat pesan islami yang positif” pada proses material
data 4a menunjukkan cara penulis menyampaikan opini personal penganut Islam di
Jerman ketika melihat pesan yang positif terkait Islam. Kesatuan kalimat pada
data 4a menunjukkan penggambaran opini penganut Islam di Jerman.
b. Proses material happening
TSu: Das ist einer der Gründe, weshalb ich stolz bin,
ein deutscher und
europäischer Muslim zu sein.
(Itu adalah salah satu alasan
mengapa saya bangga sebagai seorang muslim Jerman dan Eropa.)
TSa: Itu salah satu sebab saya bangga sebagai Muslim Jerman dan Eropa.
Tabel 9. Proses
Material
Aktor |
Proses |
Saya |
bangga sebagai Muslim Jerman dan Eropa. |
Klausa “bangga sebagai Muslim Jerman dan Eropa” pada proses material data 4b juga menunjukkan
hal yang sama dengan 4a, yaitu opini. Namun, bedanya di data 4b, opini penganut
Islam di Jerman dikutip secara langsung, sementara opini penganut Islam di data
4a disampaikan oleh jurnalis.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dalam tujuh artikel yang diterjemahkan oleh Hendarto
Setiadi terdapat empat terjemahan yang berbeda pada kata
“muslim” dengan ciri-ciri yang dikategorikan berdasarkan analisis proses materialnya. Pertama, penerjemah memasangkan frasa “kaum muslim”
pada klausa yang menunjukkan
bahwa penganut Islam di
Jerman telah melalui proses
untuk mencapai kondisi yang saat ini mereka jalani
di Jerman, seperti memiliki
masjid sebagai tempat
ibadah. Kemudian, dapat dikatakan bahwa penerjemah memasangkan terjemahan “umat muslim” pada kalimat yang menunjukkan identitas penganut Islam di Jerman. Selanjutnya,
frasa “warga muslim” digunakan oleh penerjemah pada kalimat-kalimat
yang mengandung makna bahwa muslim sudah
menyatu dengan Jerman dalam kegiatan-kegiatan sehari-harinya dan bukan lagi tentang proses menjadi diterima. Proses material
yang ditemukan dalam kalimat-kalimat tersebut adalah penggunaan verba tinggal, berpuasa, mengenyam pendidikan, menemukan di
supermarket (berbelanja), berkumpul,
dan sebagainya. Yang terakhir
adalah bahwa penerjemah memasangkan kata “muslim” saja sebagai
kata tunggal dengan klausa yang menunjukkan penggambaran opini penganut Islam di Jerman.
Karakteristik kolokasi kata “muslim” di TSa menunjukkan bahwa penerjemah menentukan terjemahan kata
“Muslim, Muslime, dan muslimisch”
berdasarkan kondisi kehidupan muslim di Jerman sebagai bentuk budaya yang mereka lakukan di negara dengan penduduk muslim sebagai minoritas. Dikaitkan dengan penelitian terdahulu, penelitian ini mengisi rumpang pada penelitian terdahulu bahwa Analisis Waca Kritis dapat dilakukan
dalam bidang apa pun serta jenis
teks apa pun, terutama teks jurnalistik
yang tidak terpisahkan dari ideologi penulis,
maupun penerjemah. Meskipun teks bahasa
Jerman dikenal dengan teks yang kaku dan sangat terikat dengan struktur seperti yang digambarkan dalam hasil penelitian Hairiyah (2021), baik ideologi penulis maupun penerjemah tetap dapat dimasukkan
ke dalam teks. Masih banyak lagi teks terjemahan
dari bahasa Jerman ke dalam bahasa
Indonesia yang dapat dianalisis
dengan menggunakan pendekatan Metafungsi Ideasional. Oleh karena itu, penilitian selanjutnya dapat menganalisis data yang lebih besar dengan menggunakan
pendekatan kelima sistem transitivitas lainnya secara lengkap.
BIBLIOGRAFI
Abdulrahman, A. W. (2016). An
Introduction to Halliday’s Systemic Functional Linguistics. Journal for the
Study of English Linguistics, 4(1).
https://doi.org/10.5296/jsel.v4i1.9423
Agustari,
A., & Ulinnuha, R. (2023). Analisis
Isu Islamophobia Di Jerman: Studi
Kasus Muhammadiyah Sebagai
Organisasi Gerakan Islam Modernis
Indonesia. Mawa Izh
Jurnal Dakwah Dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan,
14(1). https://doi.org/10.32923/maw.v14i1.3097
Alaei, M., & Ahangari, S. (2016). A Study of Ideational Metafunction in Joseph Conrad’s “Heart of Darkness”: A
Critical Discourse Analysis. English Language Teaching, 9(4).
https://doi.org/10.5539/elt.v9n4p203
Arkoun,
M. (2012). Dekonstruksi Syari’ah (II): Kritik Konsep, Penjelajahan Lain.
LKIS Pelangi Aksara.
Castro, C. D., & Halliday, M.
A. K. (1995). An Introduction to Functional Grammar. Language, 71(4).
https://doi.org/10.2307/415759
Creswell, J. W., & Creswell, J.
D. (2018). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods
approaches (5th ed.). Sage Publications.
Fairclough, N. (2013). Critical
discourse analysis and critical policy studies. Critical Policy Studies,
7(2). https://doi.org/10.1080/19460171.2013.798239
Farlanda,
M. R. (2016). Analisis Penyebab
Munculnya Islamophobia Di Jerman. ETD Unsyiah.
Figueiredo, D. D. C., & Pasquetti, C. A. (2016). The discourse of tourism: An
analysis of the online article “Best in Travel 2015: Top 10 cities” in its
translation to Brazilian Portuguese.
Ilha Do Desterro,
69(1). https://doi.org/10.5007/2175-8026.2016v69n1p201
Hairiyah,
N. (2021). Teknik Penerjemahan dalam
Artikel “Ich Bin Eine Deutsche Kartoffel” dari Bahasa Jerman ke dalam Bahasa Indonesia “Saya Adalah
Kentang Jerman” pada Website Goethe Institut Indonesien. Jakarta:
Universitas Negeri Jakarta
Ismail, S., Ahmad, S., &
Abdullah, M. N. (2016). Analisis Wacana
Metafora Kontrastif Bahasa
Melayu dan Arab dari Perspektif Praktis Sosial:
Contrastive Metaphorical Discourse Analysis of the Malay and Arabic Language
From A Social Practice Perspective. Ulum Islamiyyah, 18, 45–65.
Utama, D. (2015). Diplomasi Kebudayaan Jerman Di
Indonesia Melalui Goethe-Institut
Tahun 2011-2015. Jurnal
Unikom, 1(23).
Wildan,
M. (2019). Perkembangan Islam Di Tengah Fenomena Islamofobia Di Jerman. TEMALI :
Jurnal Pembangunan Sosial, 2(2).
https://doi.org/10.15575/jt.v2i2.4694
Wildan,
M. (2022). Muslim Minoritas Kontemporer
Sejarah Islam, Tantangan Ekstremisme,
Diskriminiasi, dan Islamofobia.
Idea Press.
Copyright
holder: Nur Hizzah
Pulungan, Leli Dwirika (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |