Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No. 11, November 2024
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PEROKOK DENGAN TIDAK PEROKOK DI PUSKESMAS MALEBER KABUPATEN KUNINGAN
Yenny Sri Wahyuni1, Ahmad Azrul Zuniarto2, Siti Pandanwangi TW3
Universitas YPIB, Majalengka, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1
Abstrak
Rokok adalah faktor risiko utama
pemicu penyakit kardiovaskular diantaranya hipertensi, hal ini dikarenakan adanya kandungan zat dalam rokok
yang berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui demografi, perbedaan dan hubungan tekanan darah antara
pasien hipertensi perokok dengan tidak perokok di Puskesmas Maleber Kabupaten Kuningan. Metode penelitian dengan retrospektif dari rekam medis
pasien dan observasi
prospektif di rumah pasien setelah tiga hari pemberian
terapi obat antihipertensi. Total sampel yang
diambil yaitu sebanyak 74 responden yang dipilih menggunakan teknik Purposive Sampling. Analisis
data menggunakan uji Mann Whitney, dan Uji korelasi Rank Spearman. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pasien hipertensi di wilayah tersebut didominasi oleh kelompok usia < 60 tahun, jenis kelamin laki-laki,
riwayat hipertensi, dan menggunakan obat amlodipine. Uji Mann
Whitney menemukan perbedaan
penurunan tekanan darah penerima terapi obat antihipertensi
antara pasien perokok dengan tidak perokok. Uji spearman menemukan obat antihipertensi pada pasien perokok dan tidak perokok menunjukkan pengaruh usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi, dan jenis obat terhadap
tekanan darah pada pasien hipertensi. Pada perokok, usia dan riwayat hipertensi memiliki korelasi yang kuat dengan tekanan
darah, sementara jenis kelamin dan nama obat memiliki
korelasi cukup. Sedangkan pada yang tidak merokok usia memiliki
korelasi yang cukup, sementara jenis kelamin, riwayat hipertensi, dan nama obat memiliki korelasi
lemah.
Kata kunci: Obat antihipertensi, Perokok
Abstract
Cigarettes are the main risk factor for
cardiovascular disease, including hypertension, this is due to the dangerous
substances contained in cigarettes. The aim was to determine the demographics,
differences and relationship between blood pressure between hypertensive
patients who were smokers and non-smokers at the Maleber
Community Health Center, Kuningan Regency. The
research method is retrospective from the patient's medical records and
prospective observation at the patient's home after three days of antihypertensive
drug therapy. The total sample taken was 74 respondents who were selected using
the Purposive Sampling technique. Data analysis used the Mann Whitney test and
the Spearman Rank correlation test. The research results show that the characteristics
of hypertensive patients in this area are dominated by the age group < 60
years, male gender, history of hypertension, and using the drug amlodipine. The
Mann Whitney test found differences in blood pressure reduction in recipients
of antihypertensive drug therapy between smoking and non-smoking patients. The
Spearman test found antihypertensive drugs in smoking and non-smoking patients
showing the influence of age, gender, history of hypertension, and type of drug
on blood pressure in hypertensive patients. In smokers, age and history of
hypertension had a strong correlation with blood pressure, while gender and
drug name had a moderate correlation. Meanwhile, for non-smokers, age has a
sufficient correlation, while gender, history of hypertension, and name of
medication have a weak correlation.
Keywords: Antihypertensive drugs, Smokers
Pendahuluan
Efektivitas obat antihipertensi adaIah ukuran sejauh mana obat dapat berhasil
menurunkan dan mengontrol tekanan darah pada individu yang menderita penyakit hipertensi. Istilah "efektivitas" dalam konteks ini
merujuk pada keberhasilan obat dalam mencapai
tujuan terapeutik. Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang bisa disebabkan oleh life syle yang buruk. Salah satu faktor life syle yang mempengaruhi berkembangnya hipertensi adalah merokok. Jika tekanan darah sistolik
seseorang mencapai 140 mmHg
atau lebih dan tekanan darah diastoliknya
mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi, maka
dianggap hipertensi. Pengukuran utama yang digunakan untuk menegakkan diagnosis hipertensi adalah tekanan sistolik
Secara umum, ada
dua kategori faktor risiko hipertensi: faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Membakar tembakau kemudian menghirup dan menghembuskannya melalui mulut merupakan tindakan merokok (Sarie, 2021).
Dibandingkan dengan bukan perokok, perokok memiliki peluang lebih tinggi
terkena hipertensi, berdasarkan penelitian yang disebutkan. bahwa salah satu penyebab hipertensi
adalah kebiasaan merokok. Rokok meningkatkan tekanan darah karena mengandung
tar, nikotin, karbon monoksida, dan zat lainnya. Pembuluh darah menyerap nikotin, yang kemudian menyebabkan kelenjar adrenal melepaskan hormon adrenalin. Arteri darah menyempit
akibat efek dari tar dan
adrenalin, membuat jantung bekerja lebih keras
untuk memompa darah, sehingga meningkatkan tekanan darah. Selain itu,
karbon monoksida dalam rokok mengikat
hemoglobin dalam darah, mengentalkannya dan seringkali menyumbat dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan jantung berdetak lebih cepat
Presentasi konsumsi tembakau (hisap dan kunyah) pada penduduk usia ≥ 15 tahun pada tahun 2007 mencapai 65,6%, di tahun 2013 66%, dan pada tahun
2018 mencapai 62,9% pada lakilaki.
Sedangkan presentasi konsumsi tembakau (hisap dan kunyah) pada penduduk usia ≥ 15 tahun pada tahun 2007 mencapai 5.2%, di tahun 2013
6.7%, dan pada tahun 2018 mencapai
4.8% pada perempuan. Presentasi
merokok pada penduduk umur 10-18 tahun pada tahun 2013 menurut Riskesdas mencapai 7,2%, pada tahun 2016 menurut Sirkesnas mencapai 8,8%, dan pada
tahun 2018 menurut Riskesdas mencapai 9,1%. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa prevelensi merokok pada penduduk umur 10-18 tahun mengalami peningkatan (Riskesdas, 2018).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui demografi, perbedaan dan hubungan tekanan darah antara
pasien hipertensi perokok dengan tidak perokok di Puskesmas Maleber Kabupaten Kuningan.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara bagaiman meneliti dan memehami
objek dengan prosedur yang logis dan masuk akal serta memperoleh data yang
valid
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Demografi Pasien
Analisis deskriptif
demografi adalah metode statistik yang digunakan untuk menggambarkan dan meringkas data sehingga memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang karakteristik
dari suatu sampel atau populasi.
Tabel 1. Demografi pasien hipertensi
Variabel |
Kategori |
Perokok N (%) |
Tidak Perokok N (%) |
Total N=74 N (%) |
Usia |
< 60 Tahun |
33 (44,6) |
33 (44,6) |
66 (89,2) |
> 60 tahun |
4 (5,4) |
4 (5,4) |
8 (10,8) |
|
Jenis Kelamin |
Laki-laki |
59 (79,7) |
0 (0) |
59 (79,7) |
Perempuan |
0 (0) |
15 (20,3) |
15 (20,3) |
|
Riwayat Hipertensi |
Riwayat Hipertensi |
24 (32,43) |
15 (20.27) |
39 (52.7) |
Tidak Riwayat Hipertensi |
13 (17,57) |
22 (29.73) |
35 (47.3) |
|
Obat Antihipertensi |
Amlodipin |
28 (37,84) |
33 (44.59) |
61 (82.47) |
Captopril |
6 (8,10) |
3 (4,05) |
9 (12.2) |
|
Furosemide |
3 ( 4,05) |
1 (1,35) |
4 (5.4) |
Rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik
Tabel 2. Rata-rata Tekanan darah sistolik dan diastolik
No |
Kategori perokok |
Tekanan darah rata-rata
mmHg |
|||||
Sistolik |
Diastolik |
||||||
awal |
akhir |
TD ↓ |
awal |
akhir |
TD ↓ |
||
1 |
Perokok |
159,72 |
151,48 |
8,24 |
79,72 |
76,48 |
3,24 |
2 |
Tidak Perokok |
157,02 |
146,62 |
10,04 |
80,00 |
75,13 |
4,87 |
Menunjukkan rata-rata tekanan
darah pasien hipertensi yang menjalani terapi obat antihipertensi.
Rata-rata perbedaan penurunan
tekanan darah sistolik pasien bukan perokok yang menjalani terapi obat antihipertensi turun menjadi 10,04 mmHg, yang menunjukkan bahwa tekanan darahnya lebih rendah. Rata-rata nilai tekanan darah
diastolik pasien bukan perokok yang mendapat terapi obat antihipertensi turun menjadi 4,87 mmHg, artinya lebih rendah
dibandingkan tekanan darah diastolik pasien perokok yang mendapat terapi obat antihipertensi. Tekanan darah sistolik
pasien perokok yang mendapat terapi obat antihipertensi menurun menjadi 8,24 mmHg. serendah 3,24 mmHg.
Berdasarkan temuan penelitian, diketahui bahwa kebiasaan merokok dapat berdampak
pada tingkat tekanan darah karena merokok
merupakan kebiasaan sehari-hari yang berkontribusi terhadap penumpukan zat berbahaya di dalam darah. Selain
itu, rokok dapat meningkatkan tingkat tekanan darah dengan meningkatkan
detak jantung dan menginduksi vasokonstriksi, yang keduanya meningkatkan tekanan darah. Arteri darah dirusak
oleh tar dan karbon monoksida,
dan penyerapan nikotin dipercepat oleh amonia, yang keduanya meningkatkan tekanan darah. Akibatnya, banyak bahan kimia yang terkandung dalam rokok dapat meningkatkan
tekanan darah dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan penyakit lainnya
Karena asap rokok mengandung sekitar 4000 bahan kimia, 200 di antaranya beracun, dan 43 lainnya berpotensi beracun, maka merokok dapat
memberikan dampak yang lebih besar terhadap
peningkatan tekanan darah. Merokok meningkatkan tekanan darah melalui vasokonstriksi
nikotin, merusak pembuluh darah akibat paparan zat berbahaya, dan meningkatkan risiko hipertensi, yang merupakan faktor risiko utama
serangan jantung, stroke,
dan gagal jantung serta penurunan respons terhadap perawatan tekanan darah
Tabel 3. Hasil data
uji normalitas
No |
Kategori |
Kelompok |
Kmolgorov-smirnov |
Sig. |
|||
1 |
Sistolik Awal |
Perokok |
0,013 |
Tidak Perokok |
0,003 |
||
2 |
Sistolik Akhir |
Perokok |
0,007 |
Tidak Perokok |
0.021 |
||
3 |
Diastolik Awal |
Perokok |
0.000 |
Tidak Perokok |
0,000 |
||
4 |
Diastolik Akhir |
Perokok |
0.000 |
Tidak Perokok |
0,000 |
Untuk memastikan nilai residu berdistribusi normal atau tidak digunakan
uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Karena datanya harus didistribusikan
secara berkala agar dapat memanfaatkan Uji T Independen. Data tidak berdistribusi normal, hal ini terlihat dari
hasil uji normalitas data
pada tabel 3. yang menunjukkan
bahwa seluruh nilai signifikan kurang dari 0,05. Hasilnya, peneliti menggunakan tes Mann Whitney.
Hasil
Uji Mann Whitney
Uji nonparametrik yang disebut
uji Mann-Whitney digunakan untuk
membandingkan dua kelompok independen yang tidak memenuhi asumsi kenormalan atau mempunyai distribusi tidak normal. Data ordinal atau
interval yang tidak terdistribusi
normal sering kali dikenai pengujian ini. Tujuannya adalah menguji variasi signifikan dalam variabel yang diamati antara kedua kelompok.
Tabel 4. Hasil Uji Mann
Whitney
Hasil Tekanan Darah |
N |
Mean Rank |
Sum |
Asymp Sig |
Sistol perokok |
37 |
8,24 |
304,88 |
0.000 |
Sistol tidak
perokok |
37 |
10,04 |
371,48 |
|
Diastole perokok |
37 |
3,24 |
119,88 |
0.000 |
Diastole tidak perokok |
37 |
4,87 |
180,19 |
Tabel 4. menyajikan
temuan penelitian mengenai tekanan darah sistolik dan diastolik setelah terapi obat antihipertensi.
Hasil uji Mann Whitney menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 berdasarkan standar pengambilan keputusan pada uji Mann Whitney jika
nilai signifikansi <
0,05. Hal ini menunjukkan
H1 diterima dan H0 ditolak,
artinya terdapat perbedaan tekanan darah pasien yang mendapat terapi obat antihipertensi antara pasien perokok
dan tidak perokok dalam menurunkan tekanan darah tinggi
pada pasien hipertensi di Puskesmas Maleber Kuningan.
Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada tahun 2022 oleh Unsandy & Suhartomi bertajuk “Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kejadian Hipertensi di RS Melati Perbaungan” yang menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan hipertensi akibat penyakit. bahan berbahaya dalam rokok, khususnya
nikotin. Nikotin menyebabkan hipertensi dengan meningkatkan penyerapan garam dan air, meningkatkan
aktivitas saraf simpatis, yang selanjutnya menyebabkan aterosklerosis, vasokonstriksi, dan sistem
renin-angiotensin. Karena nikotin mempengaruhi
jalur inflamasi di kedua arah, nikotin
dapat memperburuk penyakit dengan mengganggu homeostasis imunologi
dan meningkatkan tekanan darah.
Hubungan demografi dengan
Tekanan Darah
Uji Spearman adalah metode statistik non-parametrik yang digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara dua variabel. Berbeda dengan korelasi Pearson yang mengukur hubungan linier antara variabel, uji Spearman menilai hubungan monoton antara kedua variabel tersebut.
Tabel 5. Hubungan
demografi terhadap tekanan darah pasien
hipertensi penerima terapi obat antihipertensi
perokok dengan tidak perokok
|
Perokok N=37 |
Tidak Perokok N=37 |
||
|
Korelasi |
Sig |
Korelasi |
Sig |
Usia |
0.565 |
0.004 |
0.283 |
0.007 |
Jenis Kelamin |
0.338 |
0.039 |
0.200 |
0.047 |
Riwayat hipertensi |
0.672 |
0.043 |
0.013 |
0.026 |
Nama obat |
0.443 |
0.047 |
0.031 |
0.036 |
Berdasarkan pernyataan diatas bahwa hasil
dari uji korelasi rank
spearman aspek usia dengan nilai signifikansi
0.004 yang artinya <0.05 terdapat
pengaruh terhadap tekanan darah pasien
hipertensi dengan nilai korelasi 0.565 yang artinya hubungan kuat. Hasil penelitian ini semakin menguatkan
temuan bahwa Seiring bertambahnya usia, risiko hipertensi
juga meningkat secara umum. Namun, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa perokok mungkin
memiliki peningkatan risiko yang lebih besar terkait dengan
usia mereka daripada tidak perokok
Berdasarkan pernyataan di atas, komponen gender pada temuan uji korelasi rank spearman
mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,039 yang menunjukkan <0,05, dan nilai korelasi sebesar 0,338 yang menunjukkan adanya hubungan yang cukup sehingga menunjukkan adanya dampak terhadap
tekanan darah penderita hipertensi. pasien. Variasi hormonal dan gaya hidup menjadi
penyebabnya. Laki-laki yang
pernah merokok lebih mungkin menderita
hipertensi karena mekanisme vasoprotektif yang dimediasi oleh estrogen berhenti bekerja setelah menopause
Berdasarkan pernyataan di atas, terdapat korelasi kuat (nilai korelasi 0,672) antara tekanan darah pasien hipertensi
dengan hasil uji korelasi rank spearman aspek riwayat hipertensi, dengan nilai signifikansi
0,043 atau <0,05 . Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan
di wilayah operasi Puskesmas
Rumbai Pesisir yang menunjukkan bahwa perokok yang memiliki riwayat hipertensi lebih besar kemungkinannya
untuk mengalami tekanan darah tinggi
dibandingkan perokok yang tidak. Hal ini disebabkan oleh risiko umum yang terkait dengan riwayat hipertensi dan akibat merokok yang dapat meningkatkan tekanan darah. Risiko hipertensi
meningkat jika kedua orang tuanya memiliki riwayat penyakit tersebut
Temuan uji korelasi rank
spearman karakteristik nama
obat berpengaruh terhadap tekanan darah pasien hipertensi.
Nilai signifikannya sebesar
0,047 kurang dari 0,05 dan nilai korelasinya sebesar 0,443 yang menunjukkan adanya keterkaitan yang cukup. Hasil Mardena dan Kusuma
Berdasarkan penegasan di atas, hasil uji korelasi rank spearman aspek umur mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,007 yang berarti
<0,05. Nilai korelasi sebesar
0,283 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup untuk menunjukkan
bahwa tekanan darah seseorang cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Pada orang yang tidak merokok, tekanan darah umumnya cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini mungkin disebabkan
oleh perubahan pada pembuluh
darah, proses penuaan itu sendiri, penumpukan
plak di arteri, atau penurunan fleksibilitas pembuluh darah
Berdasarkan pernyataan di atas, komponen gender pada temuan uji korelasi rank spearman
mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,047 yang menunjukkan <0,05 dan terdapat
hubungan yang lemah dengan nilai korelasi
sebesar 0,200 terhadap tekanan darah pasien
hipertensi. Hal ini merupakan hasil dari banyak temuan
penelitian yang menunjukkan
adanya korelasi antara tekanan darah dan jenis kelamin di kalangan bukan perokok. Pria lebih mungkin
terkena faktor risiko tekanan darah tinggi di masa dewasa dibandingkan wanita, termasuk merokok, pesta minuman keras, mengonsumsi makanan tinggi garam, dan kurang berolahraga. Akibatnya, pria biasanya memiliki
tekanan darah sedikit lebih tinggi
dibandingkan wanita pada usia yang sama (Novari et al., 2019; Sari et al., 2017).
Berdasarkan penegasan di atas, hasil uji korelasi rank spearman untuk aspek riwayat hipertensi
mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,026 yang menunjukkan <0,05, dan nilai korelasi sebesar 0,013 yang menunjukkan adanya hubungan yang lemah, terhadap tekanan darah pasien hipertensi. . Hal ini disebabkan
oleh fakta bahwa orang dengan riwayat tekanan darah tinggi,
meskipun tidak merokok, biasanya memiliki tekanan darah tinggi. Bahkan
pada orang yang tidak merokok
pun, riwayat hipertensi dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, meski
tidak semua orang yang mengidap penyakit tersebut akan selalu
menderita tekanan darah tinggi (Nyoman, 2018).
Berdasarkan pernyataan di atas, terdapat hubungan lemah (nilai korelasi 0,031) antara karakteristik nama obat yang muncul pada temuan uji korelasi rank Spearman dengan tekanan darah pasien
hipertensi, dengan nilai signifikansi 0,036 atau kurang. dari
0,05. Hal ini sesuai dengan Mardena dan Kusuma
Kesimpulan
Penelitian mengenai “Perbandingan Efektivitas Obat Antihipertensi pada Pasien Perokok dengan Tidak Perokok
di Puskesmas Maleber Kabupaten Kuningan”. Dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut: Karakteristik pasien hipertensi di Puskesmas Maleber Kabupaten Kuningan berdasarkan usia didominasi oleh usia <60 tahun, berjenis kelamin laki-laki, memiliki riwayat hipertensi dan menggunakan obat antihipertensi amlodipine. Hasil menunjukkan
adanya perbedaan penurunan tekanan darah antara pasien
hipertensi yang merokok dan
yang tidak merokok setelah diberi terapi obat antihipertensi
di Puskesmas Maleber Kabupaten Kuningan. Hasil uji pengaruh tekanan darah terhadap perokok dan tidak perokok menunjukkan pengaruh faktor usia, jenis kelamin,
riwayat hipertensi, dan jenis obat terhadap
tekanan darah pada pasien hipertensi. Pada perokok, usia dan riwayat hipertensi memiliki korelasi yang kuat dengan tekanan
darah, sementara jenis kelamin dan nama obat memiliki
korelasi cukup. Sedangkan pada yang tidak merokok, usia memiliki
korelasi yang cukup, sementara jenis kelamin, riwayat hipertensi, dan nama obat memiliki korelasi
lemah.
BIBLIOGRAFI
Arifin, M.,
Weta, I. W., & Ratnawati, N. (2016). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada kelompok lanjut usia di wilayah kerja UPT Puskesmas Petang I Kabupaten Badung tahun 2016. E-Jurnal Medika, 5(7),
1395–2303.
Garwahusada, E., & Wirjatmadi, B.
(2020). Hubungan Jenis Kelamin, Perilaku Merokok, Aktivitas Fisik dengan Hipertensi
Pada Pegawai Kantor. Media Gizi
Indonesia, 15(1).
Hasyim, F.
(2021). Hubungan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat di Desa
Gumukmas. In Universitas dr. Soebandi.
Mardena, D. R., & Kusuma, A. M. (2017). Pengaruh
Merokok terhadap Keefektivitasan Terapi Hipertensi pada Penderita Hipertensi Perokok Di Empat Puskesmas Tahun 2017. Journal of Tropical Pharmacy and Chemistry,
4(2). https://doi.org/10.25026/jtpc.v4i2.133
Novari, A. S., Khoirun,
U., & Km, N. S. (n.d.). Prediction of Factors Affecting Hypertension
using Data Mining Method to Improve Healthcare Services at the Ngoro Community
Health Center [ Prediksi Faktor yang Mempengaruhi Hipertensi dengan Metode Data Mining untuk meningkatkan Pelayanan Kesehatan
di UP. 1–12.
Nyoman, S. D. (2018). Hubungan
Kebiasaan Merokok Dengan Kejadian Hipertensi Di Upt Kesmas Gianyar I Tahun 2018. In -
(Vol. 1, Issue 4, P. 53). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan
Keperawatan Program Studi
Div Denpasar.
PERKI. (2015).
Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Hipertensi. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskuler, 1.
Riskesdas Kementrian
Kesehatan RI. (2018). Laporan Riskesdas
2018 Nasional.pdf. In Lembaga Penerbit Balitbangkes.
Sandhi, S. I.
(2019). Studi Fenomenologi:
Kesadaran Diri (Self
Awareness) Perokok Aktif
yang mempunyai Anak Balita
dalam Perilaku Merokok di Tempat Umum di Kelurahan Pegulon Kabupaten Kendal. Jurnal Kebidanan
Harapan Ibu Pekalongan, 6, 237–243.
Sari, G. P., Chasani, S., Pemayun, T. G. D., Hadisaputro,
S., & Nugroho, H. (2017). Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Hipertensi pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe II
di Wilayah Puskesmas Kabupaten
Pati. Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Komunitas, 2(2), 54. https://doi.org/10.14710/jekk.v2i2.3996
Sarie, E. N. (2021). Hubungan Perilaku Merokok Dengan Obesitas Sentral Pada Orang Dewasa
Sehat Di Desa Suradadi Tegal Tugas. Paper Knowledge
. Toward a Media History of Documents, 3(2), 6.
Siagian, H. J., Alifariki, L. O., & Tukatman, T. (2021). Karakteristik
Merokok Dan Tekanan Darah
Pada Pria Usia 30-65 Tahun: Cross SectionalStudy. Jurnal Kesehatan Komunitas,
7(1). https://doi.org/10.25311/keskom.vol7.iss1.871
Sugiyono. (2017). Metode penelitian
bisnis: pendekatan kuantitatif, kualitatif, kombinasi, dan R&D. Penerbit
CV. Alfabeta: Bandung, 225(87), 48–61.
Umbas, I. M., Tuda, J., & Numansyah, M.
(2019). Hubungan Antara Merokok
Dengan Hipertensi Di Puskesmas Kawangkoan. Jurnal Keperawatan,
7(1). https://doi.org/10.35790/jkp.v7i1.24334
Copyright holder: Yenny Sri Wahyuni, Ahmad Azrul Zuniarto, Siti Pandanwangi TW (2024) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |