Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 12, Desember 2024

 

HUBUNGAN PENGETAHUAN KEBIASAAN KONSUMSI JAJANAN CEPAT SAJI SERTA KESEHATAN MULUT TERHADAP KEJADIAN TONSILITIS PADA ANAK SMP SWASTA AMAL LUHUR

 

Elisabet Barasa1, Yuliani Mardiati Lubis2, Andika Zayani Tambunan3

Universitas Prima Indonesia, Indonesia1,2,3

Email: [email protected]1

 

Abstrak

Tonsilitis merupakan peradangan umum pada tonsil yang sering terjadi pada anak-anak akibat kebiasaan makan tidak sehat dan kurangnya perhatian terhadap kebersihan mulut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan mengenai konsumsi jajanan cepat saji dan kebersihan mulut terhadap kejadian tonsilitis pada siswa/i SMP Swasta Amal Luhur Medan. Penelitian menggunakan desain observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional, melibatkan 32 sampel siswa/i berusia 12–15 tahun yang diambil secara purposive. Data diperoleh melalui kuesioner yang mencakup pengetahuan kebiasaan makan, kebersihan mulut, dan kejadian tonsilitis, kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil menunjukkan hubungan signifikan antara pengetahuan kebersihan mulut dan kejadian tonsilitis (p=0,01) serta antara kebiasaan konsumsi jajanan cepat saji dengan tonsilitis (p=0,02). Responden dengan kebersihan mulut buruk memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami tonsilitis dibandingkan dengan yang menjaga kebersihan mulut. Kesimpulannya, pendidikan kesehatan mengenai kebersihan mulut dan dampak jajanan cepat saji diperlukan untuk menurunkan prevalensi tonsilitis di kalangan siswa sekolah. Studi ini merekomendasikan penguatan program edukasi kesehatan serta revisi kebijakan menu kantin sekolah untuk menyediakan pilihan makanan yang lebih sehat.

Kata Kunci: Tonsilitis, Kebersihan Mulut, Jajanan Cepat Saji, Pengetahuan Kesehatan, Anak Sekolah

 

Abstract

Tonsillitis is a common inflammation of the tonsils, often occurring in children due to unhealthy eating habits and poor attention to oral hygiene. This study aims to analyze the relationship between knowledge of fast food consumption and oral hygiene with the incidence of tonsillitis among students at SMP Swasta Amal Luhur Medan. The research employed an observational analytic design with a cross-sectional approach, involving 32 purposive samples of students aged 12–15 years. Data were collected through questionnaires covering eating habits, oral hygiene, and tonsillitis incidence, and analyzed using the chi-square test. Results indicated a significant relationship between oral hygiene knowledge and tonsillitis incidence (p=0.01) as well as between fast food consumption habits and tonsillitis (p=0.02). Respondents with poor oral hygiene were found to have a higher risk of developing tonsillitis compared to those with good oral hygiene. In conclusion, health education on oral hygiene and the impact of fast food is necessary to reduce the prevalence of tonsillitis among school children. This study recommends strengthening health education programs and revising school canteen policies to provide healthier food options.

Keyword: Tonsillitis, Oral Hygiene, Fast Food, Health Knowledge, School Children

 

 

Pendahuluan

Tonsilitis merupakan salah satu masalah kesehatan global yang signifikan, khususnya pada anak-anak dan remaja. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 287.000 anak di bawah usia 15 tahun menjalani tonsilektomi setiap tahun, yang mencerminkan tingginya prevalensi gangguan yang berkaitan dengan tonsil. Tonsilitis sering dikaitkan dengan perubahan gaya hidup, termasuk peningkatan konsumsi jajanan cepat saji dan menurunnya perhatian terhadap kebersihan mulut (Rafsanjani et al., 2022). Pergeseran menuju gaya hidup serba cepat ini telah meningkatkan popularitas makanan olahan, yang kaya akan gula, lemak, dan zat aditif buatan. Perubahan pola makan ini memperburuk risiko kesehatan, terutama pada kelompok usia muda, di mana kebiasaan nutrisi sangat berpengaruh terhadap kesehatan secara keseluruhan.

Beberapa faktor berkontribusi terhadap meningkatnya prevalensi tonsilitis. Pertama, kebersihan mulut yang buruk menjadi penyebab utama infeksi tonsil berulang. Kurangnya perawatan gigi secara teratur memungkinkan pertumbuhan bakteri yang dapat menyebar ke area tonsil dan menyebabkan peradangan (Verdi et al., 2018). Kedua, konsumsi jajanan cepat saji yang mengandung pengawet tinggi dan zat aditif buatan berdampak buruk pada respons imun tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa sering mengonsumsi makanan yang tinggi gula dan olahan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan mikroba di rongga mulut, sehingga meningkatkan risiko tonsilitis (Pamelia, 2018). Akhirnya, faktor lingkungan, termasuk paparan polusi udara dan standar keamanan makanan yang tidak terkontrol, turut memperburuk risiko tersebut.

Dampak dari faktor-faktor ini sangat beragam dan signifikan. Kebersihan mulut yang buruk telah dikaitkan dengan komplikasi seperti penyakit gusi, bau mulut, dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi sistemik, termasuk tonsilitis (Rusli et al., 2022). Anak-anak yang sering mengonsumsi jajanan cepat saji lebih rentan mengalami defisiensi nutrisi, yang menurunkan daya tahan tubuh mereka dan meningkatkan risiko infeksi (Romadona et al., 2021). Selain itu, tonsilitis yang tidak ditangani dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti gangguan tidur obstruktif, abses peritonsil, dan infeksi tenggorokan berulang, yang dapat memengaruhi kualitas hidup dan prestasi akademik individu yang terkena (Basuki et al., 2020).

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu pengetahuan tentang konsumsi jajanan cepat saji dan kebersihan mulut, sangat relevan dalam memahami dinamika tonsilitis pada anak usia sekolah. Pengetahuan menjadi landasan penting untuk mengubah perilaku; tanpa pemahaman yang memadai, anak-anak dan orang tua mungkin tidak menerapkan kebiasaan makan dan kebersihan yang lebih sehat (Marniati et al., 2018). Kebersihan mulut, sebagai variabel langsung, berperan penting dalam mencegah kolonisasi mikroba di rongga mulut, sedangkan konsumsi jajanan cepat saji secara tidak langsung memengaruhi fungsi imun dan kerentanan terhadap infeksi. Interaksi antara kedua variabel ini perlu diteliti lebih lanjut untuk mengembangkan intervensi yang lebih efektif bagi populasi yang rentan.

Penelitian ini memiliki keunikan dalam pendekatannya untuk mengkaji hubungan antara pengetahuan konsumsi jajanan cepat saji, praktik kebersihan mulut, dan kejadian tonsilitis dalam konteks lingkungan sekolah tertentu di Indonesia. Studi sebelumnya telah meneliti kebiasaan makan dan kebersihan mulut secara terpisah, tetapi sedikit yang menggabungkan aspek-aspek ini untuk menilai kontribusinya terhadap tonsilitis. Selain itu, penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan instrumen yang tervalidasi untuk memberikan wawasan yang signifikan secara statistik tentang hubungan ini. Kombinasi variabel dan metodologi yang mendalam inilah yang menjadi kebaruan dari penelitian ini, sehingga mengisi kesenjangan dalam literatur yang ada.

Urgensi penelitian ini terletak pada potensinya untuk mengatasi masalah kesehatan yang mendesak secara efektif dan efisien. Dengan meningkatnya ketergantungan pada jajanan cepat saji dan menurunnya praktik kebersihan mulut di kalangan remaja, prevalensi tonsilitis diperkirakan akan terus meningkat. Mengatasi faktor-faktor ini melalui edukasi dan intervensi kebijakan dapat mengurangi biaya kesehatan di masa depan serta meningkatkan kesejahteraan anak-anak. Temuan dari penelitian ini akan memberikan wawasan yang dapat diterapkan oleh pendidik, orang tua, dan pembuat kebijakan untuk mendorong gaya hidup yang lebih sehat di kalangan anak-anak usia sekolah.

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan konsumsi jajanan cepat saji, kebersihan mulut, dan kejadian tonsilitis pada siswa SMP Swasta Amal Luhur Medan. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana pengetahuan dan praktik memengaruhi hasil kesehatan, sehingga dapat mengidentifikasi titik intervensi kritis untuk mengurangi prevalensi tonsilitis di populasi ini.

Manfaat penelitian ini sangat beragam. Bagi pendidik dan sekolah, hasil penelitian dapat menjadi dasar untuk mengembangkan program edukasi kesehatan yang dirancang khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan mendorong praktik sehat di kalangan siswa. Bagi orang tua, penelitian ini menekankan pentingnya memperkuat kebiasaan kebersihan mulut dan pola makan yang baik di rumah. Terakhir, bagi pembuat kebijakan, penelitian ini menyediakan bukti empiris untuk mendukung kebijakan yang mempromosikan lingkungan sekolah yang lebih sehat dan mengatur ketersediaan jajanan cepat saji. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesehatan anak-anak dan mengurangi beban sosial akibat tonsilitis.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai hubungan antara pengetahuan konsumsi jajanan cepat saji, kebersihan mulut, dan kejadian tonsilitis pada siswa sekolah menengah pertama. Pendekatan ini dipilih untuk mengeksplorasi fenomena yang kompleks dan menghubungkan berbagai variabel secara holistik, sehingga dapat memberikan wawasan yang signifikan terhadap penyelesaian masalah kesehatan anak usia sekolah.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Swasta Amal Luhur Medan, sebuah sekolah menengah pertama yang terletak di lingkungan perkotaan dengan akses luas terhadap berbagai jenis makanan, termasuk jajanan cepat saji. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada karakteristik populasi yang sesuai dengan fokus penelitian, yakni siswa dengan kebiasaan konsumsi jajanan cepat saji yang beragam. Penelitian ini berlangsung selama empat bulan, mulai dari Maret hingga Juni 2024, untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan mencerminkan kondisi yang stabil dan valid.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Swasta Amal Luhur Medan, yang berjumlah 167 orang. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik purposive sampling, dengan kriteria inklusi tertentu untuk memastikan bahwa subjek penelitian sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sampel akhir terdiri dari 32 siswa yang berusia 12 hingga 15 tahun, mewakili variasi tingkat pengetahuan, kebiasaan, dan kondisi kesehatan mulut. Pemilihan sampel ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai populasi target.

Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner terstruktur yang dirancang untuk mengukur tingkat pengetahuan, kebiasaan konsumsi jajanan cepat saji, kebersihan mulut, dan kejadian tonsilitis. Kuesioner ini mencakup pertanyaan tertutup dan terbuka yang dirancang untuk menggali informasi secara mendalam. Selain itu, wawancara semi-terstruktur dilakukan untuk mendapatkan data tambahan dan memperkaya analisis. Pemeriksaan fisik tonsil oleh tenaga medis juga dilakukan untuk memastikan validitas data terkait kejadian tonsilitis.

 

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik Responden

   Pada bab ini akan dijelaskan hasil penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan, kebiasaan konsumsi jajanan cepat saji, serta kesehatan mulut terhadap kejadian tonsilitis. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2024 dengan sampel berjumlah 167 siswa dan siswi dari SMP Swasta Amal Luhur Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui apakah mengalami tonsilitis atau tidak, serta menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk kusioner, yang didasarkan pada analisis univariat dan bivariat. Karakteristik responden dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

 

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin yang mengalami Tonsilitis pada Siswa/I SMP Swasta Amal Luhur Medan.

 

F

%

Umur

 

 

12 Tahun

12

27.3%

13 Tahun

24

54.5%

14 Tahun

6

13.6%

15 Tahun

2

4.5%

Jenis Kelamin

 

 

Pria

22

50.0%

Wanita

22

50.0%

 

Berdasarkan Tabel 1 distribusi karakteristik responden, terdapat variasi usia dan jenis kelamin di antara siswa/i SMP Swasta Amal Luhur Medan yang mengalami tonsilitis. Dari total 44 responden, mayoritas, yaitu 54.5% (24 responden), berusia 13 tahun, diikuti oleh 27.3% (12 sampel) yang berusia 12 tahun. Responden berusia 14 tahun dan 15 tahun masing- masing menyumbang 13.6% (6 sampel) dan 4.5% (2 sampel). Data ini menunjukkan bahwa usia 13 tahun merupakan kelompok yang paling rentan terhadap tonsilitis di antara siswa/i di sekolah tersebut. Berdasarkan jenis kelamin, distribusi responden terbagi rata, dengan 50% (22 sampel) adalah pria dan 50% (22 sampel) adalah wanita. Hal ini menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki risiko yang sama dalam mengalami tonsilitis. Temuan ini sejalan dengan literatur yang menyatakan bahwa tonsilitis dapat menyerang individu dari berbagai usia dan jenis kelamin, meskipun beberapa studi menunjukkan adanya bahwa usia lebih memiliki pengaruh (Triswanti et al., 2023).

 

Analisis Univariat

Tujuan dari analisis univariat adalah untuk mengkarakterisasi atau menjelaskan sifat-sifat setiap variabel yang diteliti, termasuk variabel independen dan dependen.Variabel Independen

 

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Kebiasaan Konsumsi Jajanan Cepat Saji Siswa/I SMP Swasta Amal Luhur Medan.

Pengetahuan baik

Pengetahuan Buruk

Umur

F

%

F

%

12 Tahun

1

33.3%

11

26.8%

13 Tahun

2

66.7%

22

53.7%

14 Tahun

0

0%

6

14.6%

15 Tahun

0

0%

2

4.9%

TOTAL

3

100%

41

100%

 

Pengetahuan baik

Pengetahuan Buruk

Jenis Kelamin

F

%

F

%

Pria

1

33.3%

21

51.2%

Wanita

2

66.7%

20

48.8%

TOTAL

3

100%

41

100%

 

Berdasarkan Tabel 2 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan kebiasaan konsumsi jajanan cepat saji di kalangan siswa/i SMP Swasta Amal Luhur Medan, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan signifikan antara pengetahuan baik dan buruk berdasarkan umur dan jenis kelamin. Dari segi umur, siswa berusia 12 tahun menunjukkan tingkat pengetahuan yang baik sebesar 33,3%, sedangkan yang memiliki pengetahuan buruk mencapai 26,8%. Pada usia 13 tahun, proporsi siswa dengan pengetahuan baik meningkat menjadi 66,7%, sementara siswa dengan pengetahuan buruk mencapai 53,7%. Namun, pada usia 14 tahun, tidak ada siswa yang memiliki pengetahuan baik, dan hanya 14,6% yang menunjukkan pengetahuan buruk. Situasi serupa juga terlihat pada usia 15 tahun, di mana tidak ada siswa dengan pengetahuan baik dan hanya 4,9% yang memiliki pengetahuan buruk. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai jajanan cepat saji cenderung menurun seiring bertambahnya usia, yang mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman yang memadai mengenai dampak kesehatan dari konsumsi jajanan cepat saji yang tinggi kalori dan rendah nutrisi (Pamelia, 2018; Rafsanjani et al., 2022).

Berdasarkan perspektif jenis kelamin, siswa pria memiliki proporsi siswa yang menunjukkan pengetahuan baik sebesar 33,3% dibandingkan dengan 66,7% pada siswa wanita. Namun, pengetahuan buruk lebih tinggi di kalangan pria, mencapai 51,2%, dibandingkan dengan 48,8% pada wanita. Data ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat lebih banyak siswa wanita yang memiliki pengetahuan baik mengenai jajanan cepat saji, jumlah siswa pria yang tidak mengetahui dampak negatif dari konsumsi jajanan cepat saji tetap signifikan. Temuan ini sejalan dengan studi yang menunjukkan bahwa kesadaran tentang kesehatan dan kebersihan mulut di kalangan remaja, terutama di usia sekolah, masih perlu ditingkatkan agar dapat mencegah masalah kesehatan seperti tonsilitis yang sering terkait dengan kebiasaan konsumsi makanan tidak sehat (Asman & Vani, 2019; Basuki et al., 2020).

 

 

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Mulut Siswa/I SMP Swasta Amal Luhur Medan.

Hyginitas Buruk

Hyginitas Baik

Umur

F

%

F

%

12 Tahun

10

25.6%

2

27.3%

13 Tahun

22

56.4%

2

54.5%

14 Tahun

3

12.8%

1

13.6%

15 Tahun

2

5.1%

0

4.5%

TOTAL

39

100%

5

100%

 

Hyginitas Buruk

Hyginitas Baik

Jenis Kelamin

F

%

F

%

Pria

19

48.7%

3

60.0%

Wanita

20

51.3%

2

40.0%

TOTAL

39

100%

5

100%

 

Berdasarkan Tabel 3 distribusi frekuensi tingkat pengetahuan kesehatan mulut siswa/i SMP Swasta Amal Luhur Medan, dapat dianalisis bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi higienitas mulut yang buruk dan baik, baik berdasarkan umur maupunjenis kelamin. Dari segi umur, kelompok siswa berusia 12 tahun menunjukkan proporsi siswa dengan higienitas buruk sebesar 25,6%, sementara hanya 27,3% yang memiliki higienitas baik. Pada usia 13 tahun, presentase siswa dengan higienitas buruk meningkat menjadi 56,4%, sedangkan yang memiliki higienitas baik berjumlah 54,5%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa yang lebih muda cenderung memiliki pengetahuan dan kebiasaan kesehatan mulut yang kurang baik, yang dapat berkontribusi pada tingginya kejadian tonsilitis di kalangan mereka. Menurut peneliti bahwa kurangnya pilihan menu makanan yang sehat di lingkungan sekolah juga dapat berkontribusi pada masalah ini. Siswa yang tidak memiliki akses ke makanan bergizi cenderung mengkonsumsi jajanan cepat saji atau camilan yang tinggi gula, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mulut.

Penelitian menunjukkan bahwa diet yang kaya akan gula dan karbohidrat sederhana dapat meningkatkan risiko kerusakan gigi dan infeksi mulut, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada tingginya kejadian tonsilitis. Kurangnya pilihan menu makanan sehat dan kebiasaan makan yang buruk di kalangan siswa juga dapat diperparah oleh rendahnya pengetahuan tentang nutrisi. Tanpa pemahaman yang memadai mengenai pentingnya makanan bergizi bagi kesehatan mulut dan tubuh secara keseluruhan, siswa mungkin tidak menyadari dampak negatif dari pilihan makanan mereka. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi dan kesehatan mulut harus dilakukan secara bersamaan. Menurut Pamelia (2018) Pada usia 14 tahun, hanya 12,8% siswa yang memiliki higienitas buruk, sedangkan 13,6% memiliki higienitas baik, menunjukkan penurunan dalam proporsi siswa yang tidak menjaga kebersihan mulut. Namun, pada usia 15 tahun, hanya 5,1% siswa yang menunjukkan higienitas buruk, dengan 4,5% siswa lainnya memiliki higienitas baik. Penurunan ini dapat diartikan sebagai peningkatan kesadaran akan pentingnya kesehatan mulut seiring bertambahnya usia siswa, yang mungkin dipengaruhi oleh pendidikan kesehatan yang lebih baik di lingkungan sekolah. Menurut Verdi et al. (2018) berdasarkan sisi jenis kelamin, data menunjukkan bahwa pria memiliki 48,7% dengan higienitas buruk dan 60% dengan higienitas baik, sementara wanita menunjukkan proporsi yang sedikit lebih rendah dengan 51,3% untuk higienitas buruk dan 40% untuk higienitas baik. Hal ini mencerminkan adanya perbedaan perilaku dalam menjaga kesehatan mulut antara siswa pria dan wanita. Siswa wanita cenderung lebih memperhatikan kebersihan mulut dibandingkan siswa pria, yang dapat berkontribusi pada perbedaan prevalensi tonsilitis di antara kedua kelompok.

 

Variabel Dependen

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hubungan Pengetahuan Tentang Jajanan Cepat dan Kesehatan Mulut Terhadap Kejadian Tonsilitis.

Pengetahuan Baik

Pengetahuan Buruk

 

 

Pengetahuan

F

%

F

%

Total

Nilai P

Tonsilitis

3

6.8%

41

93.2%

100.0%

0.02

 

Hyginitas Buruk

Hyginitas Baik

 

 

Kesehatan Mulut

F

%

F

%

 

 

Tonsilitis

39

88.6%

5

11.4%

100.0%

0.01

 

Berdasarkan data yang terdapat dalam Tabel 4, terlihat jelas bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang jajanan cepat saji dan kesehatan mulut terhadap kejadian tonsilitis. Dari total sampel yang mengalami tonsilitis, hanya 6.8% yang memiliki pengetahuan baik mengenai kesehatan mulut dan kebiasaan mengonsumsi jajanan cepat saji, sedangkan 93.2% memiliki pengetahuan yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat pengetahuan siswa/i tentang dampak jajanan cepat saji terhadap kesehatan mulut berkontribusi pada tingginya insiden tonsilitis di kalangan mereka. Analisis mengenai higienitas menunjukkan bahwa dari 44 siswa/i yang mengalami tonsilitis, 88.6% memiliki higienitas mulut yang buruk, sementara hanya 11.4% yang memiliki higienitas baik. Temuan ini mempertegas pentingnya menjaga kebersihan mulut sebagai faktor pencegahan terhadap tonsilitis. Dalam konteks ini, penelitian sebelumnya oleh Verdi et al. (2018) juga mencatat bahwa kebersihan mulut yang buruk dapat memicu berbagai komplikasi kesehatan, termasuk tonsilitis.

 

Analisis Multivariat

 

Tabel 5. Uji Kolerasi Multivariat

Pengetahuan

Jajanan Cepat Saji

Hyginitas

Nilai P

r

1.9318±.03844

1.1136±.04840

0.001

0.471

Pengetahuan

Jajanan Cepat Saji

Tonsilitas

Nilai P

r

1.9318±.03844

1.9592±0.0201

0.02

0.381

 

 

 

 

 

 

 

Dengan nilai p-value sebesar 0,001, uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa temuan itu signifikan secara statistik. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,471 menunjukkan bahwa ada korelasi positif sedang antara pengetahuan siswa tentang jajanan cepat saji dan kesehatan mulut, yang berarti bahwa semakin banyak pengetahuan siswa tentang jajanan cepat saji, semakin tinggi tingkat kesehatan mulut mereka. Hasil uji korelasimultivariat menggunakan uji Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan siswa tentang jajanan cepat saji dan tingkat kebersihan mereka. Dengan nilai p sebesar 0,001 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,471, ditemukan korelasi positif yang cukup kuat antara kedua variabel. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang jajanan cepat saji terkait dengan tingkat kebersihan pribadi mereka. Ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yang lebih baik dapat membantu siswa mengembangkan kebiasaan kebersihan yang lebih baik, yang pada akhirnya akan menurunkan risiko mereka terkena tonsilitis. Terdapat korelasi yang signifikan antara pengetahuan tentang pengetahuan jajanan cepat saji dan keberadaan tonsilitis; korelasi ini lebih lemah daripada korelasi dengan hyginitas.

Pada hubungan ini, ditemukan nilai koefisien korelasi Spearman (r) sebesar 0,381 dan nilai p sebesar 0,02; pada tingkat kepercayaan 95%, nilai p ini menunjukkan signifikansi yang signifikan; koefisien korelasi sebesar 0,381 menunjukkan kekuatan hubungan yang lemah hingga sedang, tetapi tetap positif. Ini berarti bahwa siswa yang lebih memahami pengetahuan jajanan cepat saji cenderung memiliki tonsilitis yang lebih terkontrol atau lebih ringan. Korelasi positif ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang tonsilitis dapat membantu siswa mengambil langkah preventif atau menjaga kondisi mereka agar tidak memperburuk. Namun, karena korelasi tidak terlalu kuat, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan jajanan cepat saji saja tidak sepenuhnya mempengaruhi keberadaan atau intensitas tonsilitis; lebih banyak faktor lain, seperti pola makan, gaya hidup, dan lingkungan, turut mempengaruhi kondisi. Dengan nilai p-value sebesar 0,001, uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa temuan itu signifikan secara statistik. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,471 menunjukkan bahwa ada korelasi positif sedang antara pengetahuan siswa tentang tonsilitis dan kesehatan mulut, yang berarti bahwa semakin banyak pengetahuan siswa tentang tonsilitis, semakin tinggi tingkat kesehatan mulut mereka.  

Hasil uji korelasi multivariat menggunakan uji Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengetahuan siswa tentang tonsilitis dan tingkat kebersihan mereka. Dengan nilai p sebesar 0,001 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,471, ditemukan korelasi positif yang cukup kuat antara kedua variabel. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang tonsilitis terkait dengan tingkat kebersihan pribadi mereka. Ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan yang lebih baik dapat membantu siswamengembangkan kebiasaan kebersihan yang   lebih baik, yang pada akhirnya akan menurunkan risiko mereka terkena tonsilitis. Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan siswa tentang tonsilitis, semakin baik pula perilaku kesehatan mulut yang mereka terapkan. Rafsanjani et al. (2022) menyatakan bahwa siswa dengan pengetahuan yang lebih baik tentang tonsilitis cenderung memiliki kebiasaan kesehatan mulut yang lebih baik, yang berkontribusi pada pencegahan penyakit tersebut. Dalam penelitiannya dinyatakan bahwa siswa yang memahami risiko dan cara pencegahan tonsilitis lebih mungkin untuk menerapkan praktik kebersihan yang baik. Pemahaman yang mendalam tentang risiko kesehatan, termasuk infeksi tonsilitis, dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam menjaga kebersihan diri dan lingkungan mereka. Pengetahuan tentang cara pencegahan tonsilitis, seperti menjaga kebersihan tangan, menghindari kontak dengan individu yang terinfeksi, dan menjaga kebersihan makanan, dapat meningkatkan kesadaran siswa mengenai faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan infeksi.

Dengan mengetahui bahwa tonsilitis dapat disebabkan oleh virus atau bakteri yang dapat menyebar melalui droplet atau kontak langsung, siswa cenderung merasa lebih bertanggung jawab untuk menerapkan langkah-langkah pencegahan. Pendidikan kesehatan yang efektif dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang penyakit infeksi, termasuk tonsilitis (Lantemona et al., 2014). Dalam penelitiannya diketahui bahwa pendidikan kesehatan yang terstruktur dapat meningkatkan pengetahuan dan praktik kebersihan siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Rahmawati (2022) juga menemukan hubungan signifikan antara pengetahuan tentang penyakit dan perilaku kebersihan, dengan menyatakan, "Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki pengetahuan yang baik tentang tonsilitis lebih cenderung untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan." Ketika siswa memahami bahwa tonsilitis dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri yang mudah menyebar melalui kontak langsung atau droplet, mereka lebih termotivasi untuk menerapkan praktik kebersihan yang   efektif. Misalnya, mereka cenderung lebih rutin mencuci tangan, menghindari berbagi alat makan, dan menjaga kebersihan lingkungan tempat mereka belajar dan bermain. Di sisi lain, Handayani (2024) menyoroti bahwa kurangnya pengetahuan tentang tonsilitis dapat meningkatkan risiko infeksi.

Dalam penelitiannya diungkapkan bahwa "Siswa yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang tonsilitis berisiko lebih tinggi untuk mengalami infeksi akibat praktik kebersihan yang buruk." Ketidakpahaman tentang tonsilitis, termasuk penyebab, gejala, dan cara pencegahan, dapat menyebabkan siswa mengabaikan langkah-langkah kebersihan yang esensial, sehingga meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Siswa yang tidak memahami bagaimana tonsilitis menyebar lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku yang berisiko. Mereka mungkin tidak menyadari pentingnya mencuci tangan secara teratur, terutama setelah berinteraksi dengan orang lain atau setelah menggunakan fasilitas umum. Lebih jauh, Liasari et al. (2023) menekankan pentingnya intervensi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan siswa, mengatakan, "Intervensi yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan tentang tonsilitis dapat secara signifikan meningkatkan praktik kesehatan mulut di kalangan siswa." Studi oleh Zakiudin dan Shaluhiyah (2016) juga menegaskan bahwa pengetahuan kesehatan berpengaruh terhadap perilaku individu. Ia mencatat, "Individu yang memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan umumnya menunjukkan perilaku kebersihan yang lebih baik."

Selain itu, penelitian oleh Erwin et al. (2023) menunjukkan bahwa partisipasi dalam program edukasi kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan dan praktik kebersihan. Mereka menyatakan, "Program edukasi kesehatan yang intensif dapat berkontribusi pada peningkatan pengetahuan dan penerapan kesehatan mulut yang baik." Korespondensi antara pengetahuan dan perilaku kebersihan juga diperkuat oleh penelitian oleh Dedianto dan Sukrisyanto (2024)yang menemukan bahwa "Siswa yang teredukasi tentang penyakit memiliki kecenderungan untuk mengadopsi kebiasaan kebersihan yang lebih baik." Di samping itu, penelitian oleh Nurlila (2016) menunjukkan bahwa hubungan antara pengetahuan dan kebersihan dapat dijelaskan melalui motivasi internal siswa untuk menjaga kesehatan. Ia mencatat, "Motivasi untuk menjaga kesehatan berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki siswa." Dari keseluruhan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan siswa tentang tonsilitis berkontribusi positif terhadap perilaku kesehatan mulut mereka. Oleh karena itu, penting bagi institusi pendidikan untuk mengintegrasikan Pendidikan Kesehatan dalam kurikulum guna meningkatkan kesadaran dan praktik kebersihan di kalangan siswa.

 

Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilaksanakan di SMP Swasta Amal Luhur Medan, ditemukan adanya kolerasi positif sedang antara pengetahuan siswa mengenai konsumsi jajanan cepat saji, kesehatan mulut, dan insidensi tonsilitis. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,471 dengan nilai p = 0,001 menunjukkan bahwa hubungan ini signifikan secara statistik. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi pengetahuan siswa tentang dampak konsumsi jajanan cepat saji terhadap kesehatan, semakin baik pula tingkat kesehatan mulut mereka, yang berimplikasi pada pengurangan risiko terjadinya tonsilitis. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan adalah seimbang, masing-masing 50%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan dari variabel jenis kelamin terhadap frekuensi kejadian tonsilitis di populasi siswa yang diteliti.

Meskipun jenis kelamin tidak berkontribusi terhadap frekuensi tonsilitis, pengetahuan yang memadai mengenai kesehatan mulut dan dampak konsumsi makanan tertentu tetap merupakan komponen esensial dalam upaya pencegahan masalah kesehatan. Oleh karena itu, disarankan agar pihak sekolah dan orang tua meningkatkan upaya pendidikan kesehatan, agar siswa dapat lebih memahami dan menerapkan praktik hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya masalah kesehatan di masa depan.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Asman, T., & Vani, T. (2019). Hubungan Antara Usia dengan Ukuran Tonsi. September 2012, 2017–2018.

Basuki, S. W., Nuria SI, I., Ziyaadatulhuda A, Z., Utami, F., & Ardilla, N. (2020). Tonsilitis.

Dedianto, D., & Sukrisyanto, A. (2024). Good Hand Hygiene Practices: Increasing Public Awareness through Policy and Public Campaigns. Formosa Journal of Science and Technology, 3(4), 623–640.

Erwin, E., Pujirahayu, R., Nurhati, T., Asmawati, A., & Sumi, S. (2023). Usaha Kesehatan Gigi dan Mulut (UKGS) pada Sekolah Binaan TK Negeri Pembina Kendari. JCSE: Journal of Community Service and Empowerment, 4(1), 46–56.

Handayani, F. (2024). Overview of the Knowledge Level of Pharmaceutical Technical Personnel on the Prevention of Covid-19 in Balikpapan City. Media Farmasi Indonesia, 19(2), 146–155.

Lantemona, R. A., Dehoop, J., & Mengko, S. (2014). Survei Kesehatan Tenggorokan Pada Siswa SMK 2 Kota Manado Dan Siswa SMK 1 Desa Tumpaan. E-CliniC, 2(2). https://doi.org/10.35790/ecl.2.2.2014.5032

Liasari, I., Priyambodo, R. A., Utari, N., & Nur Aida, W. (2023). Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Gigi pada Siswa Sekolah Dasar Melalui Penggunaan Media Busy Book: Pendekatan Menarik dalam Pendidikan Kesehatan Gigi. Media Kesehatan Gigi : Politeknik Kesehatan Makassar, 22(1). https://doi.org/10.32382/mkg.v22i1.23

Marniati, Notoatmodjo, S., Kasiman, S., & Rohadi, R. K. (2018). Patient’s Behaviour with Coronary heart desease Viewed from Socio-Cultural aspect of Aceh Society in Zainoel Abidin Hospital. MATEC Web of Conferences, 150. https://doi.org/10.1051/matecconf/201815005065

Nurlila, R. U., Fua, J. La, & Meliana. (2016). Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Pengetahuan tentang Kesehatan Gigi pada Siswa di SD Kartika XX-10 Kota Kendari tahun 2015. Jurnal Al-Ta’dib, 9(1).

Pamelia, I. (2018). Perilaku Konsumsi Makanan Cepat Saji Pada Remaja Dan Dampaknya Bagi Kesehatan. IKESMA, 14(2). https://doi.org/10.19184/ikesma.v14i2.10459

Rafsanjani, T. M., Cut Siti Fatimah, Riski Muhammad, Burhanuddin Syam, & Hairil Akbar. (2022). Hubungan Pengetahuan, Konsumsi Jajanan Cepat Saji terhadap Kejadian Tonsilitis pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Batoh Kota Banda Aceh. Promotif : Jurnal Kesehatan Masyarakat, 12(2). https://doi.org/10.56338/promotif.v12i2.3104

Romadona, N. F., Aini, S. N., & Gustiana, A. D. (2021). Persepsi Orang Tua Mengenai Junk Food dan Dampaknya terhadap Kesehatan, Fungsi Kognitif, dan Masalah Perilaku Anak. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 6(3). https://doi.org/10.31004/obsesi.v6i3.1723

Rusli, M., Diza, M., & Rizky, A. (2022). Hubungan Usia dan Konsumsi Makanan dengan Gejala Tonsilitis Pada Pasien Poli THT RSUD H. Hanafie Muara Bungo. Zona Kedokteran: Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Batam, 12(1). https://doi.org/10.37776/zked.v12i1.967

Triswanti, F., Yarmi, G., & Zuhairi, A. (2023). Enhancing Narrative Writing Skills in Fifth-Grade Students through Audio-Visual Learning and Independent Learning Approach. Buana Pendidikan Jurnal Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 19(2). https://doi.org/10.36456/bp.vol19.no2.a7946

Verdi, R., Rizali, E., & Rodian, M. (2018). Dental hypnosis terhadap tingkat kebersihan mulut pada pasien dewasa. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 30(3). https://doi.org/10.24198/jkg.v30i3.20003

Zakiudin, A., & Shaluhiyah, Z. (2016). Perilaku Kebersihan Diri (Personal Hygiene) Santri di Pondok Pesantren Wilayah Kabupaten Brebes akan Terwujud Jika Didukung dengan Ketersediaan Sarana Prasarana. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 11(2). https://doi.org/10.14710/jpki.11.2.64-83

 

Copyright holder:

Elisabet Barasa, Yuliani Mardiati Lubis, Andika Zayani Tambunan (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: