Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN:
2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 9, No.
12, Desember 2024
THE EFFECT OF HORDEUM VULGARE ON SPERMATOGENESIS AND
TESTICAL HISTOPATHOLOGY IN DIABETES MELLITUS RATS
Clarisa Eka Putri Sihombing1, Ade Indra Mukti2,
Edlin3
Universitas Prima Indonesia, Indonesia1,2,3
Email: [email protected]1, [email protected]2
Abstrak
Diabetes dapat
memicu kerusakan pada sistem reproduksi pria dan merupakan salah satu faktor
penyebab infertilitas pada pria. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menguji pengaruh Hordeum vulgare terhadap spermatogenesis pada tikus diabetes. Penelitian ini menggunakan desain penelitian True
Experimental Pretest dan Posttest Control Group Design. Sampel
tikus adalah tikus Wistar jantan (Rattus
norvegicus), dengan berat sekitar 200 gram, dan berusia sekitar 2 bulan. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Hordeum vulgare dan variabel dependennya adalah motilitas sperma dan ciri-ciri histopatologis testis tikus. Data
akan diolah menggunakan uji Kruskal Wallis dengan
SPSS. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam spermatogenesis tikus antar kelompok.
Pengaruh Hordeum vulgare pada skor
rata-rata Johnsen dan gambaran histopatologis
testis tikus diabetes menunjukkan
bahwa kelompok tikus diabetes yang diberi makan Hordeum vulgare memiliki banyak spermatozoa tetapi epitel germinal tidak teratur yang ditandai dengan exfol.
Kata
Kunci : Effect
of Hordeum Vulgare, Spermatogenesis, Testical
Histopathology
Abstract
Diabetes can trigger damage to the male reproductive
system and is one of the factors causing infertility in men. The purpose of
this study was to test the effect of Hordeum vulgare on spermatogenesis in
diabetic rats. This study used a True Experimental Pretest and Posttest Control
Group Design research design. The rat samples were male Wistar rats (Rattus
norvegicus), weighing around 200 grams, and around 2 months old. The
independent variable in this study was Hordeum vulgare and the dependent variables
were sperm motility and histopathological features of the rat testes. The data
will be processed using Kruskal Wallis test with SPSS. The results showed that
there was no significant difference in spermatogenesis of rats between groups.
The effect of Hordeum vulgare on the average Johnsen's score and
histopathological picture of diabetic rat testes showed that the diabetic rat
group fed with Hordeum vulgare had many spermatozoa but irregular germinal
epithelium characterized by exfoliation of the lumen compared to the negative
control group which had lower score dan greater damage on histopathology.
Keywords: Effect of Hordeum Vulgare, Spermatogenesis, Testical Histopathology
Pendahuluan
Hordeum vulgare atau sering disebut dengan barley merupakan salah satu jenis biji-bijian
famili Poaceae yang sudah dibudidayakan diberbagai negara sejak lama.
Barley digunakan sebagai makanan pokok, pakan ternak, bahan
utama pembuatan bir, dan sebagai obat tradisional (Azam et al.,
2019). Dari beberapa penelitian
didapatkan bahwa barley mengandung karbohidrat kompleks, kadar lemak rendah, protein, mineral, vitamin, serta
antioksidan polifenol
(Reddy & Rao, 2019). Selain itu,
barley mengandung β-glukan
yang merupakan serat larut air. β-glukan berperan dalam menghambat proses pencernaan dan penyerapan nutrisi dari makanan. (Fuse et al.,
2020). Hal ini akan membantu mengontrol kolestrol dan kadar gula darah dalam tubuh.
Diabetes mellitus (DM) adalah
peningkatan kadar gula darah kronis yang terjadi akibat gangguan metabolisme atau adanya kelainan
pada pankreas yang menyebabkan
resistensi insulin atau kurangnya kadar insulin pada tubuh (Lotti & Maggi, 2023) Angka kejadian
DM di dunia menurut International Diabetes Federation
(IDF) pada tahun 2021 mencapai
573 juta dengan 6,7 juta kasus kematian
yang disebabkan oleh diabetes dan diprediksi
akan mencapai 643 juta pada tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045 (IDF, 2021).
Umumnya gejala yang dialami penderita diabetes adalah peningkatan frekuensi berkemih, rasa haus yang berlebihan, dan peningkatan nafsu makan (Alam et al., 2021).
Diabetes dapat menyebabkan kerusakan multisistem pada tubuh individu (Song et al., 2020). DM mempengaruhi
4 aspek reproduksi pria yaitu menurunnya
fungsi ereksi, gangguan ejakulasi, perubahan struktur pada organ reproduksi, serta perubahan kualitas sperma (HE et al., 2021). Mekanisme
yang dikaitkan dengan disfungsi reproduktif adalah penumpukan reactive oxygen
species (ROS) yang mengakibatkan penurunan
spermatogenesis, abnormalitas spermatogenesis, kerusakan pada DNA dan mitokondria
sperma, deformitas sperma, gangguan fungsi sawar darah
testis (blood-testis barrier), dan gangguan hormon (Sajadi et al., 2019).
Stress oksidatif akan mempengaruhi viabilitas, motilitas, serta potensi fertilitas. Beberapa penelitian menyatakan bahwa dengan meningkatnya stress oksidatif akibat diabetes dan jumlah ROS dapat menimbulkan efek patologis pada spermatozoa yang berdampak
pada infertilitas pria
(Song et al., 2020).
Infertilitas
adalah ketidakmampuan pasangan untuk mendapat kehamilan setelah satu tahun
melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, infertilitas dan diabetes melitus
menjadi topik permasalahan yang sangat diperhatikan. Diabetes dan infertilitas
merupakan penyakit umum yang memengaruhi kesejahteraan masyarakat dan berdampak
buruk pada masyarakat (Nasiri et al., 2021).
Pengobatan klinis pada infertilitas pria akibat
disfungsi spermatogenesis pada penderita diabetes masih terbatas. Dengan
demikian, pengembangan terapi efektif menjadi inti permasalahan dalam
pengobatan gangguan spermatogenesis akibat diabetes. Produk alami baik sebagai
pengobatan baru ataupun komplementer berpotensi sebagai terapi yang akan
digunakan di masa mendatang (Han et al., 2019) Penggunaan obat herbal merupakan
salah satu dari banyak cara yang digunakan sebagai pengobatan komplementer dan
alternatif dalam pencegahan dan pengobatan infertilitas akibat DM (Nasiri et
al., 2021). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti Hordeum
vulgare sebagai terapi komplementer dalam pengobatan gangguan spermatogenesis
pada penderita diabetes.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Universitas Sumatera Utara. Dilaksanakan pada bulan Maret -
Juni 2024. Desain penelitian yang digunakan
adalah True
Experimental Pretest and Postest Control Group Design.
Sampel penelitian ini terdiri dari
36 ekor tikus wistar (Rattus norvegicus) jantan,
berusia 2 bulan dengan berat sekitar
200 gram yang dibagi kedalam 6 kelompok yaitu kelompok kontrol normal yaitu tikus normal yang diberi pakan biasa (A), kelompok kontrol negatif yaitu kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan biasa (B), kelompok kontrol positif yaitu kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan biasa dan metformin 9 mg/200 gr BB tikus (C), kelompok
tikus normal yang diberi pakan Hordeum vulgare (D), kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan Hordeum vulgare (E), kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan 50% Hordeum vulgare dan 50% pakan biasa (F).
Tikus wistar diaklimatisasi selama 7 hari lalu
kelompok B, C, E dan F akan
diinduksi aloksan dengan dosis 125 mg secara subkutan dan diamati selama kurang lebih 2-3 hari. Pada hari
ketiga kadar glukosa dalam darah
tikus akan diperiksa menggunakan darah yang diambil melalui ujung ekor
tikus. Tikus dinyatakan diabetes jika kadar gula darah diatas 140 mg/dl
Tikus akan diberikan
intervensi sesuai kelompok dan akan diamati selama 28 hari. Selama masa
pengamatan tikus akan diberi makan dan minum secara ad libitum (Li et
al., 2021). Barley yang digunakan
sebagai pakan tikus akan direbus dan dihaluskan sebelum diberikan pada tikus.
Pada hari ke-29 dilakukan pembedahan pada
tikus untuk mengambil testis dan epididimis. Jaringan epididimis kemudian
diamati untuk menilai spermatogenesis dan jaringan testis diamati untuk menilai
bagaimana gambaran testis. Jaringan epididimis
dan testis akan difiksasi menggunakan formalin dan diberi pewarnaan haematoxylin-eosin
Hasil pembacaan histopatologi
akan dinyatakan dengan parameter tubulus seminiferous menggunakan Johnsen’s score
Tabel 1. Johnsen's Score
Skor |
Deskripsi |
10 |
Spermatogenesis komplit dengan
jumlah spermatozoa yang banyak,
germinal epithelium dengan ketebalan
regular/teratur dengan
lumen terbuka |
9 |
Terdapat banyak spermatozoa tetapi
germinal epithelium tidak teratur
yang ditandai dengan pengelupasan lumen |
8 |
Terdapat beberapa spermatozoa |
7 |
Tidak terdapat spermatozoa, banyak
terdapat spermatids |
6 |
Tidak terdapat spermatozoa, sedikit
spermatids |
5 |
Tidak terdapat spermatozoa maupun spermatid, beberapa atau banyak
spermatosit |
4 |
Terdapat beberapa spermatosit,
tidak terdapat spermatid
dan spermatozoa |
3 |
Hanya terdapat spermatogonia |
2 |
Hanya terdapat sel
sertoli |
1 |
Tidak terdapat sel |
Data akan diolah menggunakan aplikasi SPSS versi 27. Uji normalitas dilakukan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Uji non-parametrik
dilakukan menggunakan uji
Kruskal-walis yang diikuti
uji lanjut untuk membandingkan setiap kelompok dan menguji hipotesis.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian
ini bertujuan untuk mengukur spermatogenesis
pada tikus putih galur Wistar yang diberikan
Hordeum vulgare. Analisis skor
Johnsen dilakukan dengan
uji Kruskal-walis karena
data yang didapat tidak tersebar normal. Hasil analisis
non-parametrik Spermatogenesis tikus
Wistar adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Uji Kruskal-Walis
Total N |
18 |
Test Statistic |
10.848 |
Degree Of Freedom |
5 |
Asymptotic Sig. (2-sided
test) |
.054 |
|
Berdasarkan
uji Kruskal-Walis didapatkan nilai
p > 0,05 (nilai p= 0,054) yang menyatakan
tidak terdapat perbedaan signifikan antar kelompok. Untuk mengetahui perbedaan antara kelompok perlakuan konsentrasi Pemberian Hordeum
vulgare. Terhadap Spermatogenesis tikus
putih galur Wistar (Rattus
norvegicus) maka dilakukan
uji lanjut. Berikut rangkuman hasil uji lanjut Spermatogenesis Tikus.
Tabel 3. Hasil Uji Lanjut
Johnsen's Score
Kelompok 1 |
Kelompok 2 |
Sig. |
Adj Sig. |
A |
B |
.001 |
.020 |
|
C |
.063 |
.947 |
|
D |
.163 |
1.000 |
|
E |
.040 |
.602 |
|
F |
.088 |
1.000 |
B |
A |
.001 |
.020 |
|
C |
.175 |
1.000 |
|
D |
.069 |
1.000 |
|
E |
.245 |
1.000 |
|
F |
.131 |
1.000 |
C |
A |
.063 |
.947 |
|
B |
.175 |
1.000 |
|
D |
.642 |
1.000 |
|
E |
.846 |
1.000 |
|
F |
.877 |
1.000 |
D |
A |
.163 |
1.000 |
|
B |
.069 |
1.000 |
|
C |
.642 |
1.000 |
|
E |
.510 |
1.000 |
|
F |
.757 |
1.000 |
E |
A |
.040 |
.602 |
|
B |
.245 |
1.000 |
|
C |
.846 |
1.000 |
|
D |
.510 |
1.000 |
|
F |
.727 |
1.000 |
F |
A |
.088 |
1.000 |
|
B |
.131 |
1.000 |
|
C |
.877 |
1.000 |
|
D |
.757 |
1.000 |
|
E |
.727 |
1.000 |
Keterangan:
Kelompok A : kelompok tikus
normal yang diberi pakan biasa
Kelompok B (kontrol negatif): kelompok tikus diabetes yang diberi pakan biasa
Kelompok C (kontrol positif): kelompok tikus diabetes yang diberi pakan biasa
dan metformin
Kelompok D: kelompok tikus normal yang diberi pakan Hordeum vulgare
Kelompok E: kelompok tikus diabetes yang diberi pakan Hordeum vulgare
Kelompok F: kelompok tikus diabetes yang diberi pakan 50% Hordeum vulgare
dan 50% pakan biasa.
Berdasarkan
Tabel 3. terdapat perbedaan nyata antara kelompok A dibanding kelompok B (nilai p= 0,001) dan kelompok A dibanding kelompok E (nilai p= 0,040). Sementara kelompok lainnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Pengaruh Hordeum vulgare terhadap
gambaran histopatologi
testis tikus diabetes dapat
dilihat dari skor rata-rata masing-masing perlakuan
sebagai berikut:
Tabel 4. Rata-rata Johnsen's Score
Perlakuan |
Skor rata-rata di 5 Area Berbeda |
Skor Rata-rata Keseluruhan |
A |
10.0 |
9.9 |
9.8 |
||
10.0 |
||
B |
4.6 |
5.5 |
7.4 |
||
4.6 |
||
C |
8.8 |
9.3 |
9.4 |
||
9.6 |
||
D |
9.4 |
9.5 |
9.6 |
||
9.6 |
||
E |
9.8 |
7.9 |
9.6 |
||
4.4 |
||
F |
9.2 |
9.1 |
9.6 |
||
8.6 |
Keterangan :
Kelompok A : kelompok
tikus normal yang diberi pakan biasa
Kelompok B (kontrol negatif) : kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan biasa
Kelompok C (kontrol positif) : kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan biasa dan metformin
Kelompok D : kelompok
tikus normal yang diberi pakan Hordeum vulgare
Kelompok E : kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan Hordeum vulgare
Kelompok F : kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan 50% Hordeum vulgare dan 50% pakan
biasa
Tabel 4. Menunjukkan
rata-rata skor pada 5 area yang berbeda. Tiga ekor tikus akan
dipilih sebagai representatif tiap kelompok. Adapun hasil histopatologi jaringan testis tikus dari kelompok
A sampai dengan F disajikan sebagai berikut:
Perlakuan
(A) Perlakuan
(B)
Perlakuan
(C) Perlakuan
(D)
Perlakuan
(E) Perlakuan
(F)
Gambar 1. Gambar jaringan testis tikus putih galur wistar
(rattus norvegicus)
Kelompok A, C, D, dan F memiliki rata-rata skor 9, hal ini
didukung dengan hasil pada Gambar 1. Yang menunjukkan terdapat banyak
spermatozoa tetapi germinal epithelium tidak teratur yang ditandai dengan
pengelupasan lumen. Kelompok E memiliki nilai 8 dan pada hasil histopatologi
terlihat terdapat beberapa spermatozoa.
Kelompok A merupakan kelompok
tikus normal yang diberi pakan biasa memiliki nilai spermatogenesis sebesar
9,9. Hal ini berarti spermatogenesis komplit dengan jumlah spermatozoa yang
banyak, germinal epithelium dengan ketebalan regular/teratur dengan lumen
terbuka. Kelompok B yaitu kelompok tikus diabetes yang
diberi pakan biasa memiliki nilai spermatogenesis sebesar 5,5. Hal ini berarti
tidak terdapat spermatozoa, sedikit spermatids.
Kelompok C adalah kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan biasa dan metformin
memiliki nilai spermatogenesis sebesar 9,3. Hal ini berarti terdapat banyak
spermatozoa tetapi germinal epithelium tidak teratur yang ditandai dengan
pengelupasan lumen. Kelompok D yaitu kelompok tikus normal yang diberi pakan
Hordeum vulgare memiliki nilai spermatogenesis sebesar 9,5. Hal ini berarti
spermatogenesis komplit dengan jumlah spermatozoa yang banyak, germinal
epithelium dengan ketebalan regular/teratur dengan lumen terbuka.
Kelompok E merupakan kelompok tikus diabetes yang
diberi pakan Hordeum vulgare bernilai
7,9. Hal ini berarti terdapat beberapa spermatozoa. Kelompok F adalah kelompok
tikus diabetes yang diberi pakan 50% Hordeum vulgare
dan 50% pakan biasa memiliki nilai spermatogenesis sebesar 9,1. Hal ini berarti
terdapat banyak spermatozoa tetapi germinal epithelium tidak teratur yang
ditandai dengan pengelupasan lumen.
Nilai rata-rata setiap kelompok
berbanding lurus dengan hasil pemeriksaan histopatologi pada Gambar 1. Kelompok
B memiliki nilai terendah sesuai dengan teori dimana kelompok kontrol negatif
akan mengalami kerusakan terbesar. Penderita diabetes cenderung mengalami
stress oksidatif, yaitu sebuah kondisi dimana kadar ROS lebih tinggi daripada
kadar antioksidan. Tingginya kadar gula darah dapat menyebabkan terjadinya
stress oksidatif yang bisa memicu terjadinya apoptosis pada sel-sel testis yang
pada akhirnya menyebabkan infertilitas pada pria (Toprak et al., 2023).
ROS akan merusak membrane
mitokondria bagian dalam dan luar, sehingga sitokrom C akan keluar dan
mengaktifkan proses apoptosis pada testis (Dutta et al., 2019). ROS tidak hanya
dapat memengaruhi apoptosis pada testis tetapi juga berpengaruh kualitas sperma.
Kadar ROS dalam jumlah tertentu berfungsi dalam proses pematangan spermatozoa
terutama dalam spermatogenesis dewasa (Alahmar, 2019). Dari data yang dikumpulkan Dutta, et. al
(2019) disimpulan bahwa stress oksidatif pada pria dengen diabetes memberikan dampak
yang cukup signifikan terhadap kualitas sperma dan
potensi fertilitas. Stress oksidatif pada organ reproduksi pria akan menggangu
viabilitas, spermatogenesis, dan potensi fertilitas yang dibuktikan dengan
tingginya kadar ROS pada pria yang infertil.
Kelompok D,E
dan F menyatakan bahwa barley memiliki peran dalam mengontrol diabetes dan
mencegah terjadinya penurunan spermatogenesis. Hal ini didukung dari data
rata-rata dan histopatologi. Pada kelompok E didapatkan satu data yang berbeda
drastis dengan data lain, hal ini mungkin dipengaruhi oleh penginjeksian
aloksan berulang atau kondisi biologis tikus yang berbeda dengan tikus lainnya.
Kandungan etanol pada ekstrak
Hordeum vulgare (Barley) pada penelitian yang dilakukan oleh Reddy D., et. al
memiliki efek antidiabetes yang cukup signifikan yang dapat dilihat melalui
menurunnya kadar gula darah tikus diabetes yang
diteliti. Selain itu, ekstrak Hordeum vulgare berpotensi memiliki kandungan zat
yang dapat menurunkan kadar gula darah seperti insulin (Reddy & Rao, 2019).
Pada penelitian yang dilakukan pada 20 orang pasien dengan diabetes tipe 2
didapatkan hasil bahwa dengan mengonsumsi bubur barley selama 4 minggu dapat
menurunkan kadar glukosa post-prandial secara signifikan jika dibandingkan
dengan pasien yang mengonsumsi makanan selain barley (Azam et al., 2019).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tidak terdapat terdapat perbedaan nyata antar Johsen’s score antar
kelompok. Akan tetapi pemberian Hordeum vulgare dapat mencegah kerusakan lebih
lanjut terhadap organ reproduksi pria akibat komplikasi dari diabetes.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, Hordeum vulgare dapat
mengontrol diabetes dan mencegah kerusakan lebih
lanjut terhadap epididimis dan testis sehingga dapat digunakan sebagai
pengobatan tambahan untuk mecegah komplikasi terhadap organ reproduksi dan
infertilitas pada pria.
BIBLIOGRAFI
Alahmar, A. (2019). Role of oxidative
stress in male infertility: An updated review. In Journal of Human
Reproductive Sciences (Vol. 12, Issue 1, pp. 4–18). Wolters Kluwer Medknow Publications.
https://doi.org/10.4103/jhrs.JHRS_150_18
Alam, S., Hasan, M. K., Neaz, S., Hussain, N., Hossain, M. F., & Rahman, T.
(2021). Diabetes Mellitus: Insights from Epidemiology, Biochemistry, Risk
Factors, Diagnosis, Complications and Comprehensive Management. In Diabetology
(Vol. 2, Issue 2, pp. 36–50). MDPI. https://doi.org/10.3390/diabetology2020004
Azam, A., Itrat,
N., & Ahmed, U. (2019). Hypoglycemic Effect of
Barley (Hordeum vulgare) in Diabetics. In International Journal of
Innovative Science and Research Technology (Vol. 4, Issue 5).
www.ijisrt.com515
Dutta, S., Majzoub, A., &
Agarwal, A. (2019). Oxidative stress and sperm function: A systematic review
on evaluation and management. In Arab Journal of Urology (Vol. 17,
Issue 2, pp. 87–97). Taylor and Francis Ltd.
https://doi.org/10.1080/2090598X.2019.1599624
Fuse, Y., Higa, M., Miyashita, N.,
Fujitani, A., Yamashita, K., Ichijo, T., Aoe, S., & Hirose, T. (2020).
Effect of High β-glucan Barley on Postprandial Blood Glucose and Insulin
Levels in Type 2 Diabetic Patients. Clinical Nutrition Research, 9(1),
43. https://doi.org/10.7762/cnr.2020.9.1.43
Gautam, R., Singh, K. V., Nirala, J., Murmu, N. N., Meena, R., & Rajamani, P.
(2019). Oxidative stress-mediated alterations on sperm parameters in male
Wistar rats exposed to 3G mobile phone radiation. Andrologia,
51(3). https://doi.org/10.1111/and.13201
Han, X. X., Jiang, Y. P., Liu, N.,
Wu, J., Yang, J. M., Li, Y. X., Sun, M., Sun, T., Zheng, P., & Jian-Qiang
Yu. (2019). Protective effects of Astragalin on spermatogenesis in
streptozotocin-induced diabetes in male mice by improving antioxidant activity
and inhibiting inflammation. Biomedicine and Pharmacotherapy, 110,
561–570. https://doi.org/10.1016/j.biopha.2018.12.012
HE, Z., YIN, G., LI, Q. Q., ZENG,
Q., & DUAN, J. (2021). Diabetes mellitus causes male reproductive
dysfunction: A review of the evidence and mechanisms. In In Vivo (Vol.
35, Issue 5, pp. 2503–2511). International Institute of Anticancer Research.
https://doi.org/10.21873/INVIVO.12531
IDF. (2021). IDF Diabetes Atlas
(E. J. Boyko, D. J. Magliano, S. Karuranga, L.
Piemonte, H. Sun, & P. Saeedi, Eds.; 10th ed.).
Lotti, F., & Maggi, M. (2023).
Effects of diabetes mellitus on sperm quality and fertility outcomes: Clinical
evidence. In Andrology (Vol. 11, Issue 2, pp. 399–416). John Wiley and
Sons Inc. https://doi.org/10.1111/andr.13342
Nasiri, K., Akbari, A., Nimrouzi, M., Ruyvaran, M.,
& Mohamadian, A. (2021). Safflower seed oil
improves steroidogenesis and spermatogenesis in rats with type II diabetes
mellitus by modulating the genes expression involved in steroidogenesis,
inflammation and oxidative stress. Journal of Ethnopharmacology, 275.
https://doi.org/10.1016/j.jep.2021.114139
Reddy, Dr.,
& Rao, B. M. (2019). Antidiabetic Activity Of Hordeum Vulgare Using
Streptozotocin Induced Diabetic Rats. www.jetir.org
Sajadi, E., Dadras,
S., Bayat, M., Abdi, S., Nazarian, H., Ziaeipour,
S., Mazini, F., Kazemi, M., Bagheri, M., Valizadeh, A., & Abdollahifar, M. A. (2019). Impaired spermatogenesis
associated with changes in spatial arrangement of Sertoli and spermatogonial cells following induced diabetes. Journal
of Cellular Biochemistry, 120(10), 17312–17325.
https://doi.org/10.1002/jcb.28995
Sheriff, O. L., Olayemi, O., Taofeeq, A. O., Riskat, K. E., Ojochebo, D. E., & Ibukunoluwa, A. O. (2020). A New
model for Alloxan-induced diabetes mellitus in rats. Journal of Bangladesh
Society of Physiologist, 14(2), 56–62.
https://doi.org/10.3329/jbsp.v14i2.44785
Song, J., Gao, X., Tang, Z., Li,
H., Ruan, Y., Liu, Z., Wang, T., Wang, S., Liu, J., & Jiang, H. (2020).
Protective effect of Berberine on reproductive function and spermatogenesis in
diabetic rats via inhibition of ROS/JAK2/NFκB
pathway. Andrology, 8(3), 793–806.
https://doi.org/10.1111/andr.12764
Thanh, T. N., Van, P. D., Cong, T.
D., Le Minh, T., & Vu, Q. H. N. (2020). Assessment of testis
histopathological changes and spermatogenesis in male mice exposed to chronic
scrotal heat stress. Journal of Animal Behaviour and Biometeorology, 8,
174–180. https://doi.org/10.31893/JABB.20023
Toprak, V., Akalın, S. A., Öcal,
E., Çavuş, Y., & Özdemir, İ. (2023). Histopathological examination of the
protective effect of intense exercise in apoptotic germ cell damage due to
diabetes. Acta Cirurgica Brasileira,
38. https://doi.org/10.1590/acb381423
Copyright
holder: Clarisa Eka Putri Sihombing, Ade
Indra Mukti, Edlin (2024) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This
article is licensed under: |