Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, Special Issue No. 2, Februari 2022

 

PERAN SOSIAL MEDIA DALAM MANAJEMEN KRISIS DI MASA PANDEMI COVID-19

 

Ihza Arifa Nasution

Program Pascasarjana Univeritas Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini memiliki begitu banyak dampak di segala bidang mulai dari kesehatan hingga ekonomi, dan bisa berdampak jangka panjang. Karena keterbatasan mobilitas maka sosial media adalah salah satu dari beberapa sumber informasi bagi masyarakat di masa pandemi ini. Sosial media cukup berperan dalam menyebarluaskan informasi mengenai covid-19 di lingkungan masyarakat, baik informasi benar dan terverifikasi bahkan informasi yang tidak terverifikasi.Informasi di sosial media yang tidak dapat dikendalikan pada awal pandemi membentuk krisis informasi di sosial media. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati bentuk manajemen krisis yang dilakukan lewat social media. Analisis ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis review, yang dilakukan kepada beberapa jurnal yang diterbitkan 5 tahun terakhir.

 

Kata kunci: sosial media; manajemen krisis; pandemic covid-19

 

Abstract

The current Covid-19 pandemic has so many impacts in everything from health to the economy, and can have long-term impacts. Due to limited mobility, social media is one of several sources of information for the public during this pandemic. Social media plays quite a role in disseminating information about covid-19 in the community, both correct and verified information and even unverified information. Information on social media that cannot be controlled at the beginning of the pandemic forms an information crisis on social media. The purpose of this study was to observe the forms of crisis management carried out through social media. This analysis uses a qualitative approach with a review analysis, which was carried out on several journals published in the last 5 years.

.

Keywords: social media; crisis management; pandemic covid-19

 

Pendahuluan

Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini memiliki begitu banyak dampak di segala bidang mulai dari kesehatan hingga ekonomi, dan bisa berdampak jangka panjang. Pandemi ini menuntut masyarakat melakukan pembatasan pergerakan dalam kehidupan karena bentuk penyebaran yang cukup mudah, hal ini mengiring masyarakat untuk membentuk gaya hidup baru. Masyarakat mulai mengurangi intensitas dalam berinteraksi dengan manusia lain yang riwayat perjalanan dan pertemuannya tidak dapat diketahui, dengan tujuan menghindari penyebaran.

Masyarakat mulai menghabiskan banyak waktu di rumah, waktu luang tersebut mendorong masyarakat untuk menggunakan sosial media lebih lama. Karena keterbatasan mobilitas maka sosial media adalah salah satu dari beberapa sumber informasi bagi masyarakat di masa pandemi ini. Tidak sedikit masyarakat yang menjadikan sosial media adalah sumber berita utamanya, dan mulai meninggalkan media lama seperti televisi dan koran terlebih di kota besar seperti jakarta. Masa pandemi ini cukup berdampak pada aktivitas sosial media masyarakat, dapat kita lihat beberapa aktivitas viral di sosial media cukup mempengaruhi kegiatan masyarakat seperti kopi dalgona, susu strawberry korea, dan game Among us.

Sosial media cukup berperan dalam menyebarluaskan informasi mengenai covid-19 di lingkungan masyarakat, baik informasi benar dan terverifikasi bahkan informasi yang tidak terverifikasi. Hal ini juga menggiring masyarakat terhadap persepsi yang berbeda, mulai dari persepsi Covid-19 adalah virus mematikan hingga pendapat masyarakat bahwa virus ini tidak benar adanya. Informasi yang diterimanya lewat sosial media memiliki dampak yang cukup besar terhadap sikap dan perilaku masyarakat, maka informasi mengenai Covid di media sosial haruslah dijaga kebenarannya. Demi menjaga masyarakat dari rasa takut yang berlebihan dan juga informasi bohong yang dapat memperburuk keadaan.

Informasi di sosial media yang tidak dapat dikendalikan pada awal pandemi membentuk krisis informasi di sosial media. Begitu banyak kesimpangsiuran mengenai pandemi yang sedang dihadapi 223 negara di dunia, hal ini disebabkan oleh berita-berita yang tersebar di sosial media seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan bahkan Youtube tidak terverifkasi oleh lembaga-lembaga dan para ahli yang berwenang. Pada awal pandemi masyarakat Indonesia khususnya mulai mengalami ketakutan yang luar biasa hal ini ditandai dengan sikap panic buyer terhadap beberapa item yang dianggap bisa meminimalisir resiko terpapar virus covid-19.

Ada beberapa berita-berita yang pada akhirnya dikonfirmasi sebagai hoaks atau berita palsu selama masa pandemi ini. Menurut Kompas.com ada 23 berita hoax di awal pandemi hingga agustus 2020, dan mayoritas berita tersebar lewat instagram dan whatsapp. Bentuk berita palsu cukup variatif ada yang membahas kemunculan virus yang berasal dari kebocoran lab, cara pengobatan yang belum teruji secara medis, penyebarannya lewat hewan seperti nyamuk, hingga klaim bahwa covid adalah virus yang paling berbahaya yang pernah ada. Berita-berita ini cukup membuat masyarakat kebingungan dan takut, serta kurangnya edukasi dari lembaga berwajib dan tenaga ahli yang cukup sedikit pada awal pandemi mempersulit masyarakat.

Namun beberapa bulan setelahnya sosial media milik pemerintah, non pemerintah, dan para pekerja medis mulai berbagi mengenai info gejala berdasarkan studi medis, penanganan, hingga pencegahan. Hal ini merupakan salah satu bentuk penanganan krisis informasi yang terjadi di social media, baik dari sisi pemerintah hingga team medis yang cukup yang secara tidak langsung mengedukasi masyarakat.

Krisis informasi pada awal pandemi cukup menyulitkan pemerintah dan para pihak yang terkait seperti tenaga medis. Karena berita palsu tersebut cukup mempengaruhi persepsi masyarakat, ada sekelompok masyarakat yang tidak percaya terhadap pandemi ini, ada pula yang bijak dalam menghadapinya, dan ada pula yang takut berlebihan hingga mengakibatkan gangguan mental dan sejenisnya. Karena tingkat pengaruh yang tinggi maka pemerintah mulai transparan mengenai pandemi ini dan terus memberi edukasi kepada masyarakat demi menghindari pengaruh berita palsu.

 

Metode Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif (Moleong, 2014) yaitu pendekatan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, seperti halnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Peneliti melakukan analisis review kepada beberapa penelitian sejenis yang membahas mengenai manajemen krisis, social media, dan pandemi dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Analisis ini bertujuan mengamati fenomena manajemen krisis yang dilakukan dalam menangani beberapa kasus yang muncul selama masa pandemi covid-19. Penelitian ini menggunakan studi literatur dengan cara mengumpulkan sumber data sekunder melalui perpustakaan elektronik dan beberapa publikasi ilmiah. Beberapa kajian ilmiah yang dibahas oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1.   The Role of Social Media in the Advent of COVID-19 Pandemic: Crisis Management, Mental Health Challenges and Implications (Abbas, Wang, Su, & Ziapour, 2021).�- penelitian ini menggunakan sosial media sebagai media yang mengedukasi masyarakat dan menghindari gangguan mental yang disebabkan oleh kepanikan, ketakutan, dan tekanan. Hal ini membuktikan bahwa informasi yang benar mengenai pandemi ini sangat dibutuhkan bagi masyarakat untuk menghindari tekanan tersebut.

2.   �Crisis Management and Communication Experience in Education during the COVID � 19 Pandemic in Indonesia (Hidayat, Anisti, & Wibawa, 2020)� - penelitian ini berfokus kepada bidang pendidikan dimana penanganan krisis yang dilakukan saat masa pandemi. Kegiatan belajar online menjadi jawaban bagi pemerintah untuk tetap melangsungkan proses belajar mengajar selama pandemi berlangsung. Berdasarkan penelitian ini masih ada beberapa kekurangan dari kegiatan SFH (School From Home) yang saat ini dijalankan oleh pemerintah di sebagian besar kota di Indonesia.

3.   �Manajemen Krisis Internal Behaviour Safety Culture Dalam Menanggulangi Pandemi Covid-19 (Tanuwijaya & Hidayat, 2020)� - penelitian ini berfokus pada manajemen krisis dalam sebuah korporasi. Manajemen krisis dalam penelitian ini dilakukan secara offline, dengan program bernama �Behaviour Safety Culture�. Dimana perilaku karyawan yang baik berdasarkan pengetahuannya terhadap pencegahan penularan covid-19.

4.   �Pandemic politics and communication crisis: How social media buzzers impaired the lockdown aspiration in Indonesia (Syahputra, Ritonga, Purwani, Rahmaniah, & Wahid, 2021)�- penelitian ini membahas mengenai krisis komunikasi di media sosial, dimana para pengguna media sosial menuntut pemerintah untuk segera melakukan lockdown. Namun hal ini diatasi pemerintah dengan menyebar buzzer di sosial media untuk melakukan bullying kepada kalangan yang menuntut lockdown. Hal ini memicu krisis kepercayaan kepada para pemerintah dalam hal menangani kasus covid-19 saat itu.

5.   �Komunikasi Krisis di Era New Media dan Social Media (Prastya, 2011)�- penelitian ini tidak membahas mengenai pandemi covid-19, namun membahas mengenai komunikasi krisis di sosial media. Penelitian ini menjelaskan pentingnya manajemen krisis yang dilakukan lewat new media dan mengulas mengenai bentuk-bentuk krisis baru yang terjadi di era new media.

 

Hasil dan Pembahasan

 

No

Judul

Penulis

Metode

Abstrak

1

The Role of Social Media in the Advent of COVID-19 Pandemic: Crisis Management, Mental Health Challenges and Implications.

(Abbas et al., 2021)

Analisis Naratif

Background: This study focuses on how educating people through social media platforms can help reduce the mental health consequences of the COVID-19 to manage the global health crisis. The pandemic has posed a global mental health crisis, and correct information is indispensable to dispel uncertainty, fear, and mental stress to unify global communities in collective combat against COVID-19 disease worldwide. Mounting studies specified that manifestly endless coronavirus related newsfeeds and death numbers considerably increased the risk of global mental health issues. Social media provided positive and negative data, and the COVID-19 has resulted in a worldwide infodemic. It has eroded public trust and impeded virus restraint, which outlived the coronavirus pandemic itself.

Methods: The study incorporated the narrative review analysis based on the existing literature related to mental health problems using the non-pharmaceutical interventions (NPIs) approach to minimize the COVID-19 adverse consequences on global mental health. The study performed a search of the electronic databases available at PsycINFO, PubMed, and LISTA. This research incorporates the statistical data related to the COVID-19 provided by the WHO, John Hopkins University, and Pakistani Ministry of Health.

Results: Pakistan reported the second-highest COVID-19 cases within South Asia, the fifthhighest number of cases in Asia after Iran, India, Russia, Saudi Arabia, and the 14th highest recorded cases, as of October 14, 2020. Pakistan effectively managed the COVID-19 pandemic in the second wave. It stands at the eighth-highest number of confirmed cases in Asia, the 3rd-highest in South Asia, and the 28th-highest number of established patients

globally, as of February20, 2021.

Conclusion: The COVID-19 has resulted in over 108.16 million confirmed cases, deaths over 2.374 million, and a recovery of 80.16 million people worldwide, as of February 12, 2021. This study focused on exploring the COVID-19 pandemic�s adverse effects on global public health and the indispensable role of social media to provide the correct information in the COVID-19 health.

2

Crisis Management and Communication Experience in Education during the COVID � 19 Pandemic in Indonesia

(Hidayat et al., 2020).

fenomenologi

The focus of this research is crisis management in the education sector during the COVID-19 pandemic. This was done following an atmosphere of crisis in the field of education that encouraged the Indonesian government to issue policies in the form of the Study from Home (SfH) crisis programme. The object being analysed is related to the application of crisis management and the communication experience of students during the programme. The purpose of this study is to describe the opinions of students during the crisis programme. The study was conducted in the city of Bandung by involving lecturers and students. The methodology used is a qualitative approach to phenomenological studies. Data collection was conducted through online interviews and literature studies. The study found that the government established SfH as an emergency learning programme during the COVID-19 pandemic. The implementation of SfH was through online learning using various chat and video conference applications. There were two weaknesses of online learning namely technical and communication weaknesses. Technical weakness is influenced by geographical factors, internet networks, and internet costs. While communication weaknesses include slow adaptation, learning media are not optimal, and an interactive atmosphere has not been developed, and there is no atmosphere of empathy. This situation results in lecturers not being able to manage the learning effectively. Studying online during SfH should be able to build collaboration classes to be able to foster motivation and interest in student learning. Collaboration classes are realised when lecturers and students try to improve communication competencies.

3

Manajemen Krisis Internal Behaviour Safety Culture Dalam Menanggulangi Pandemi Covid-19

(Tanuwijaya & Hidayat, 2020)

Studi Etnografi

Since it was first announced on March 2, 2020, until the last update there were 88,214 Covid-19 cases reported in Indonesia and this number is expected to continue to grow. In the midst of this pandemic, several industrial sectors were forced to not apply WFH (work from home) due to several obstacles, so it is in this context that crisis management is needed. This research looks at the crisis management implemented by PT. Moriuchi Indonesia regarding breaking the Covid-19 transmission chain in the work environment. The method used in this research is a qualitative approach with ethnographic studies of public relations. Sources of data used are a collection of in-depth interviews and a collection of researchers' observations. The purpose of this study was to determine the Internal Crisis Management "Behavior Safety Culture" by PT. Moriuchi Indonesia, in the midst of the Covid-19 pandemic. The results of this study explain that PT. Moriuchi Indonesia has carried out successful crisis management regarding the workforce working amid the Covid-19 pandemic. Knowledge of workers about the "Behavior Safety Culture" Program in this study is a very important key in program implementation. Behavior based on knowledge will last longer in implementing programs that are run as a basis for creating employee safety from the danger of being exposed to the Covid-19 virus. The output or result of the implementation of crisis management by the company is proven by the absence of transmission or new chains of transmission around the PT. Moriuchi Indonesia (zero case).

4

Komunikasi Krisis di Era New Media dan Social Media

(Prastya, 2011)

Studi Naratif

New media and social media have changed the practice of public relations. One area that changed is crisis communication. Because of these new technologies, crises can be more complex. The pace of information, the uncertainty, and the rumours, are increasing. Public relations practitioners should include the new media and social media use in their crisis communication plan. Before doing that, public relations practitioners should change their mindset about social media and new media. The first part of this article contains an introduction that describes the importance of communication in crisis management and the importance of social media and new media use in crisis communication. The second part is literature review, which consists of two themes: the concept about crisis communication; and crisis communication in the new media and social media era. The third part describes two cases from Indonesian corporations when they used social media and new media in crisis communication. Each case explains the success story and the failed story in social media and new media use.

5

Pandemic politics and communication crisis: How social media buzzers impaired the lockdown aspiration in Indonesia

(Syahputra et al., 2021)

Studi Explicates

This study looks at the communication on social media in the initial period of the COVID-19 pandemic in Indonesia, specifically between the aspirations of citizens wishing for a lockdown and buzzers on Twitter rejecting it. Primary data of the study were obtained via interviews with three netizens who are social media activists. They were: CPL, an influencer on Twitter with 135,000 followers; HSW, a media literacy activist; and HA, a blogger. They were selected based on their influence and activities on social media as well as accessibility. The study identified two major findings: first, the public (netizens) via conversations on Twitter wanted the government to implement a lockdown at the start of the COVID-19 pandemic. However, the government disregarded this call by utilising buzzers on social media. In practice, these buzzers cyberbullied netizens who requested for a lockdown. Consequently, netizens became polarised between those supporting and opposing a lockdown. This triggered a communication crisis as it led to loss of trust in the government as it did not meet public expectations. Secondly, the government�s use of buzzers to shoot down calls for a lockdown positioned them as an apparatus in crisis communication throughout the COVID-19 pandemic. This resulted in the emergence of �buzzer regime� and �buzzer state� . Buzzers are a part of the government�s informal apparatus that engage in activities on social media to repress netizens who hold opposing views against the government.

 

Berdasarkan kelima journal yang menjadi bahan penelitian ini, maka penulis menemukan bahwa dalam sebuah manajemen krisis terdiri dari tiga tahap yaitu pre-krisis, respons krisis, dan post krisis. Pre-krisis adalah masa dimana masyarakat mulai mempelajari cara pencegahan dari krisis tersebut dengan cara di edukasi mengenai cara dan manfaat pencegahan, dilanjutkan dengan response krisis dimana masyarakat mulai melakukan penanggulangan dalam krisis tersebut dengan mengimplementasikan hal-hal yang ia terima pada fase sebelumnya, dan fase terakhir adalah post krisis dimana terjadi evasuali pada tahap pertama dan tahap kedua dilihat dari efektivitas dan kesuksesan dalam mengatur krisis tersebut.

Jika dilihat dengan apa yang terjadi pada pandemi ini, masyarakat cukup kaget dengan berbagai macam jenis edukasi yang simpang siur diawal pandemi ini. Saat itu tidak ada lembaga yang menangani ini secara khusus dan memberikan berita yang lebih kredibel untuk masyarakat percaya. Kesimpangsiuran ini membentuk kepanikan dan ketidaknyamanan, dikarenakan kurangnya informasi yang benar dan dapat dipercaya. Berita yang dikonsumsi masyarakat lewat media sosial mampu mengubah gaya hidup manusia dalam menghadapi pandemi ini mulai dari penggunaan masker, pembersih tangan, hingga melakukan tes berkala.

Pandemi covid-19 bukan hanya mengubah gaya hidup masyarakat, dunia pendidikan juga melakukan revolusi dengan adanya pandemi yang mendunia ini. Masyarakat mulai familiar dengan beberapa aktivitas dari rumah mulai dari sekolah, belajar, hingga belanja. Hal ini didorong oleh pembatasan mobilitas yang dituntut masyarakat indonesia lewat beberapa media sosial. Pada masa awal pandemi masyarakat cukup terpengaruh terhadap kebijakan beberapa negara tetangga seperti singapura dan malaysia yang saat itu sudah melakukan pembatasan mobilitas demi mengurangi tingkat penyebaran.

Seiring berjalannya waktu informasi yang tersebar di media sosial satu persatu di kualifikasi oleh lembaga yang memiliki kewenangan. Mulai dari team penanganan covid lewat akun sosial media resminya, beberapa tenaga medis yang dengan sukarela mengedukasi followersnya, hingga masyarakat yang pernah divonis positif virus covid-19. Hal ini cukup menggambarkan kepada masyarakat bahwa covid-19 adalah hal butuh dicegah namun tidak harus ditakuti. Angka kematian cukup tinggi namun angka sembuh jauh lebih tinggi, hal-hal ini cukup meyakinkan masyarakat untuk tidak panik dan kuat berdamai dengan pandemi ini.

 

Kesimpulan

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dibahas, pada masa awal pandemi covid-19 manajemen krisis informasi di sosial media tidak cukup baik. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku masyarakat yang menunjukan kepanikan, dan pada akhirnya membentuk cluster baru covid-19. Keputusan pemerintah yang cukup disayangkan adalah pemerintah mengendalikan opini masyarakat di sosial media dengan buzzer yang membuat para masyarakat yang beropini merasa dikesampingkan. Saat ini edukasi mengenai pandemi ini sudah cukup untuk mengedukasi masyarakat untuk tidak panik dan lebih menjaga kesehatan dengan beberapa aktivitas yang dapat mencegah covid-19.

Teknologi membantu masyarakat untuk mengakses segala bentuk informasi lebih cepat dan mudah. Internet memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk melakukan manajemen krisis dengan sosial media, yang dengan mudah dan cepat dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Serta teknologi mempermudah para tenaga medis yang dapat mengedukasi para pengikutnya hanya lewat akun sosial medianya yang dikemas secara menarik.

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Abbas, Jaffar, Wang, Dake, Su, Zhaohui, & Ziapour, Arash. (2021). The role of social media in the advent of COVID-19 pandemic: crisis management, mental health challenges and implications. Risk Management and Healthcare Policy, 14, 1917. Google Scholar

 

Hidayat, DASRUN, Anisti, Purwadhi, & Wibawa, D. (2020). Crisis management and communication experience in education during the covid�19 pandemic in indonesia. Jurnal Komunikasi: Malaysian Journal of Communication, 36(3), 67�82. Google Scholar

 

Moleong, Lexy J. (2014). Metode penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2017. Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan Ke 36, Bandung. Google Scholar

 

Prastya, Narayana Mahendra. (2011). Komunikasi krisis di era new media dan social media. Jurnal Komunikasi, 6(1), 1�20. Google Scholar

 

Syahputra, Iswandi, Ritonga, Rajab, Purwani, Diah Ajeng, Rahmaniah, Syarifah Ema, & Wahid, Umaimah. (2021). Pandemic politics and communication crisis: How social media buzzers impaired the lockdown aspiration in Indonesia. SEARCH Journal of Media and Communication Research, 13(1), 31�46. Google Scholar

 

Tanuwijaya, Sigourney Ruth Bunga, & Hidayat, Dasrun. (2020). Manajemen Krisis Internal �Behaviour Safety Culture� Dalam Menanggulangi Pandemik Covid-19. Komunikasiana: Journal of Communication Studies, 2(2), 72�83. Google Scholar

 

Copyright holder:

Ihza Arifa Nasution (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: