Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 9, No. 12, Desember 2024

 

POTENSI ENERGI LISTRIK DARI PENGGUNAAN PLTS ATAP

 

Helen Fifianny1, Rudy Setiabudy2

Universitas Indonesia, Indonesia1,2

Email: [email protected]1, [email protected]2

 

Abstrak

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan cukup besar dengan berbagai macam seperti energi angin, surya, air, dan bioenergi menawarkan keuntungan utama dalam mengurangi polusi udara dan memiliki ketersediaan yang melimpah. Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS) dapat menjadi solusi yang efektif untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus berkembang, terutama di Indonesia yang memiliki potensi sinar matahari yang melimpah. Dukungan dari kebijakan pemerintah dan insentif diharapkan dapat mempercepat penerapan PLTS atap, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dan membantu mencapai target bauran energi terbarukan Indonesia pada tahun 2025. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan potensi energi listrik yang dapat dihasilkan di masing-masing wilayah, guna menyediakan data yang relevan dalam perencanaan pengembangan PLTS atap secara nasional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan fenomena secara sistematis dan akurat tanpa melakukan manipulasi terhadap variabel yang diamati. Data dikumpulkan melalui dokumentasi, yaitu analisis terhadap berbagai dokumen relevan seperti laporan, arsip, dan sumber tertulis lainnya. Setelah data dikumpulkan, analisis dilakukan melalui tiga tahap: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian menunjukkan bahwa potensi listrik PLTS atap di Indonesia dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari, baik berdasarkan GHI maupun GHI tilt. GHI tilt memberikan estimasi yang lebih akurat karena mempertimbangkan efisiensi penangkapan radiasi oleh panel yang dipasang miring, menghasilkan potensi listrik yang lebih tinggi. Kota dengan GHI tilt tertinggi, seperti Makassar dan Kupang, menunjukkan potensi listrik tahunan yang lebih besar, sehingga PLTS atap di daerah ini dapat lebih maksimal dalam menghasilkan energi terbarukan.

Kata Kunci: Radiasi matahari, PLTS Atap, sudut kemiringan panel

 

Abstrack

Indonesia has considerable renewable energy potential with wind, solar, hydro, and bioenergy offering major advantages in reducing air pollution and having abundant availability. Rooftop Solar Power Plants (PLTS) can be an effective solution to meet the growing energy demand, especially in Indonesia which has abundant sunlight potential. Support from government policies and incentives is expected to accelerate the implementation of rooftop solar power plants, reduce dependence on fossil energy, and help achieve Indonesia's renewable energy mix target by 2025. The purpose of this research is to analyze and compare the potential electrical energy that can be generated in each region, in order to provide relevant data in planning the development of rooftop solar power plants nationally. This research uses a descriptive method with a qualitative approach to describe phenomena systematically and accurately without manipulating the observed variables. Data was collected through documentation, which is the analysis of various relevant documents such as reports, archives, and other written sources. After the data was collected, the analysis was conducted through three stages: data reduction, data presentation, and conclusion drawing. The research shows that the electricity potential of rooftop solar power plants in Indonesia is influenced by the intensity of solar radiation, both based on GHI and GHI tilt. GHI tilt provides a more accurate estimation because it considers the radiation capture efficiency by panels installed at an angle, resulting in higher electricity potential. Cities with the highest GHI tilt, such as Makassar and Kupang, show greater annual electricity potential, so rooftop solar PV in these areas can be maximized in generating renewable energy. 

Keywords: Solar radiation, rooftop solar PV, tilt

 

Pendahuluan

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan cukup besar dengan berbagai macam sumber energi di antaranya energi angin, energi surya, energi air, energi bio energi. Manfaat energi terbarukan di antaranya lebih ramah lingkungan karena dapat mengurangi pencemaran udara, sumber energi melimpah dan tak terbatas (Ipung et al., 2023). Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap (PLTS) merupakan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan modul fotovoltaik yang dipasang dan diletakkan pada atap, dinding, atau bagian lain dari bangunan (Permen ESDM no 2 Tahun 2024).

Potensi energi listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap ini semakin menarik perhatian dalam upaya memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat. Di tengah laju pertumbuhan populasi dan industrialisasi, kebutuhan energi listrik global melonjak secara signifikan (Damasari et al., 2023). Namun, ketergantungan pada bahan bakar fosil sebagai sumber energi utama menyebabkan berbagai masalah lingkungan, seperti emisi gas rumah kaca dan kerusakan ekosistem. Oleh karena itu, penggunaan energi terbarukan, termasuk PLTS atap, menjadi alternatif yang menjanjikan dalam mendukung transisi energi berkelanjutan (Nur et al., 2024).

Indonesia, sebagai negara tropis dengan paparan sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun, memiliki potensi besar dalam mengembangkan PLTS atap. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi energi surya sekitar 207,8 GWp, tetapi pemanfaatannya masih sangat rendah. Implementasi PLTS atap di sektor perumahan, komersial, dan industri dapat menjadi solusi strategis untuk mendukung diversifikasi sumber energi dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil. 

Selain itu, kebijakan pemerintah yang mendorong pemanfaatan energi terbarukan menjadi pendorong penting untuk mengembangkan PLTS atap. Melalui program-program seperti Peraturan Menteri ESDM tentang pemanfaatan energi terbarukan, serta insentif pajak dan subsidi untuk pemasangan PLTS, diharapkan partisipasi masyarakat dan pelaku industri dalam adopsi teknologi ini semakin meningkat. Hal ini sejalan dengan target bauran energi Indonesia yang menetapkan 23% energi terbarukan pada tahun 2025 (Aji et al., 2022).  

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Karuniawan et al. (2023) menjelaskan bahwa PLTS atap di Gedung Direktorat Polines memiliki kapasitas sebesar 6,08 kWp dan mampu menghasilkan energi listrik sebesar 9.321 kWh per tahun atau sekitar 25,56 kWh per hari. Potensi ini menunjukkan bahwa PLTS atap tersebut dapat menjadi sumber energi listrik yang signifikan untuk mendukung kebutuhan operasional gedung. Dengan kapasitas produksi tersebut, PLTS atap ini tidak hanya membantu mengurangi ketergantungan pada listrik dari jaringan utama tetapi juga berkontribusi dalam mengurangi emisi karbon, sejalan dengan upaya penggunaan energi terbarukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih ramah dan berkelanjutan.

Kebaruan pada penelitian ini yakni mengevaluasi potensi energi listrik di berbagai kota yang mewakili pembagian wilayah Indonesia. Kota-kota seperti Medan, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, Kupang, Ambon, dan Jayapura dipilih untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang variasi potensi energi surya di Indonesia, yang dipengaruhi oleh perbedaan geografis dan tingkat intensitas sinar matahari. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membandingkan potensi energi listrik yang dapat dihasilkan di masing-masing wilayah, guna menyediakan data yang relevan dalam perencanaan pengembangan PLTS atap secara nasional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam merumuskan strategi pemanfaatan energi terbarukan secara optimal dan merata di seluruh Indonesia.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskripsi dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah pendekatan penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan karakteristik suatu fenomena, peristiwa, atau keadaan secara sistematis, faktual, dan akurat. Dalam metode ini, peneliti berusaha memberikan gambaran yang rinci tentang objek penelitian berdasarkan data yang dikumpulkan, tanpa melakukan manipulasi atau intervensi terhadap variabel yang diamati (Purnia et al., 2020). Sedangkan, pendekatan kualitatif adalah metode penelitian yang berfokus pada eksplorasi mendalam terhadap fenomena sosial, budaya, atau perilaku manusia untuk memahami makna, persepsi, atau pengalaman yang terkait (Ardiansyah et al., 2023).

Untuk pengumpulan data dilakukan secara dokumentasi. Metode ini adalah metode penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis data yang berasal dari dokumen-dokumen yang relevan dengan objek atau topik penelitian. Dokumen yang digunakan dapat berupa dokumen tertulis seperti laporan, arsip, buku, jurnal, surat kabar, catatan resmi, atau dokumen digital seperti situs web dan data elektronik (Thalib, 2022). Setelah data didapatkan, selanjutnya dilakukan analisis data dengan melalui tiga tahap yakni: reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan.

 

Gambar 1. Alur PLTS yang digunakan

 

 

Hasil dan Pembahasan

Potensi Listrik PLTS Atap berdasarkan kota (GHI)

 

Tabel 1. Potensi Listrik PLTS Atap berdasarkan kota (GHI)

NO

KOTA

Luas panel PV (m2)

GHI (kWh/m2/hari)

Jumlah hari

hthermal (%)

hmod (%)

hpv (%)

hinv (%)

hd (%)

hmm (%)

Potensi Listrik (kWh/tahun)

1

Medan

                            1

3,952

365

0,8731564

0,183

0,159787621

0,9

0,96

0,98

                           195

2

Jakarta

                            1

4,574

365

0,8726884

0,183

0,159701977

0,9

0,96

0,98

                           226

3

Surabaya

                            1

4,903

365

0,8735581

0,183

0,159861132

0,9

0,96

0,98

                           242

4

Balikpapan

                            1

4,069

365

0,8785189

0,183

0,160768959

0,9

0,96

0,98

                           202

5

Makassar

                            1

5,175

365

0,8782459

0,183

0,160719

0,9

0,96

0,98

                           257

6

Kupang

                            1

5,074

365

0,8775517

0,183

0,160591961

0,9

0,96

0,98

                           252

7

Ambon

                            1

4,348

365

0,8806288

0,183

0,16115507

0,9

0,96

0,98

                           217

8

Jayapura

                            1

4,159

365

0,8733748

0,183

0,159827588

0,9

0,96

0,98

                           205

 

 

                            8

 

 

 

 

 

 

 

 

                        1.591

 

Potensi listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap di berbagai kota di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor teknis dan lingkungan, salah satunya adalah Global Horizontal Irradiance (GHI). GHI mengukur jumlah radiasi matahari yang diterima permukaan horizontal di suatu lokasi dalam satu hari, biasanya dinyatakan dalam kWh/m²/hari. Data ini menjadi kunci dalam menentukan potensi energi listrik yang dapat dihasilkan oleh sistem panel surya (PLTS) atap di berbagai daerah.

Misalnya, kota Medan dengan GHI sebesar 3,952 kWh/m²/hari memiliki potensi listrik tahunan sekitar 195 kWh per m² panel PV. GHI ini menunjukkan bahwa Medan menerima jumlah radiasi matahari yang relatif cukup sepanjang tahun, meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan kota-kota seperti Surabaya dan Makassar. Faktor-faktor teknis lainnya, seperti efisiensi panel fotovoltaik (hpv), modul (hmod), inverter (hinv), dan daya dukung lainnya (hthermal, hd, hmm), turut berperan dalam memaksimalkan konversi energi matahari menjadi listrik. Nilai efisiensi untuk semua parameter ini, yang hampir konsisten di semua kota pada 0,9 hingga 0,98, membantu meningkatkan potensi energi yang dapat dihasilkan.

Jakarta, dengan GHI 4,574 kWh/m²/hari, memiliki potensi listrik tahunan yang lebih tinggi, yaitu 226 kWh per m² panel PV. GHI Jakarta yang lebih tinggi berarti lebih banyak radiasi matahari yang dapat dimanfaatkan oleh sistem PLTS, menghasilkan lebih banyak listrik per meter persegi panel. Surabaya, yang memiliki GHI tertinggi di antara kota-kota yang disebutkan, yaitu 4,903 kWh/m²/hari, menghasilkan potensi listrik tahunan sebesar 242 kWh per m² panel PV. Ini menunjukkan bahwa Surabaya, dengan cuaca yang cenderung cerah sepanjang tahun, sangat potensial untuk pengembangan PLTS atap.

Kota-kota di wilayah Indonesia timur seperti Makassar, Kupang, dan Ambon juga menunjukkan potensi yang signifikan dengan nilai GHI yang cukup tinggi. Makassar, dengan GHI 5,175 kWh/m²/hari, memiliki potensi listrik tahunan tertinggi di antara kota-kota yang tercantum, yaitu 257 kWh per m². Hal ini menunjukkan bahwa daerah dengan radiasi matahari yang lebih tinggi, seperti Makassar dan Kupang, memiliki keunggulan dalam hal pengembangan energi surya.

Secara keseluruhan, potensi listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap di setiap kota dipengaruhi oleh GHI serta faktor-faktor teknis lain yang memengaruhi efisiensi sistem. Kota-kota dengan GHI yang lebih tinggi, seperti Surabaya dan Makassar, cenderung menghasilkan lebih banyak energi, namun kota-kota dengan GHI lebih rendah seperti Medan dan Jayapura juga tetap memiliki potensi yang signifikan untuk pengembangan PLTS atap. Dengan memanfaatkan data ini, masing-masing kota dapat mengoptimalkan penggunaan PLTS sesuai dengan kondisi lingkungan dan sumber daya yang tersedia.

 

Potensi Listrik PLTS Atap berdasarkan kota (GHItilt)

 

Tabel 2. Potensi Listrik PLTS Atap berdasarkan kota (GHItilt)

NO

KOTA

Luas panel PV (m2)

GHI tilt (kWh/m2/hari)

Jumlah hari

hthermal (%)

hmod (%)

hpv (%)

hinv (%)

hd (%)

hmm (%)

Potensi Listrik (kWh/tahun)

1

Medan

                            1

                               3,955

365

0,8731564

0,183

0,159787621

0,9

0,96

0,98

195

2

Jakarta

                            1

                               4,606

365

0,8726884

0,183

0,159701977

0,9

0,96

0,98

227

3

Surabaya

                            1

                               4,961

365

0,8735581

0,183

0,159861132

0,9

0,96

0,98

245

4

Balikpapan

                            1

                               4,073

365

0,8785189

0,183

0,160768959

0,9

0,96

0,98

202

5

Makassar

                            1

                               5,096

365

0,8782459

0,183

0,160719

0,9

0,96

0,98

253

6

Kupang

                            1

                               5,273

365

0,8775517

0,183

0,160591961

0,9

0,96

0,98

262

7

Ambon

                            1

                               4,347

365

0,8806288

0,183

0,16115507

0,9

0,96

0,98

217

8

Jayapura

                            1

                               4,168

365

0,8733748

0,183

0,159827588

0,9

0,96

0,98

206

 

 

                            8

 

 

 

 

 

 

 

 

1.807

 

GHI tilt mengacu pada radiasi matahari yang diterima oleh permukaan panel surya yang dipasang dengan kemiringan (tilt), yang umumnya lebih efisien dalam menangkap energi matahari dibandingkan dengan permukaan horizontal. GHI tilt ini cenderung memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai potensi energi listrik yang dapat dihasilkan oleh sistem PLTS atap.

Sebagai contoh, Medan dengan GHI tilt sebesar 3,955 kWh/m²/hari memiliki potensi listrik tahunan sekitar 195 kWh per m² panel PV. Walaupun GHI tilt Medan relatif rendah, potensi listrik yang dihasilkan tetap signifikan, berkat efisiensi sistem yang dipengaruhi oleh berbagai parameter teknis seperti hpv, hmod, dan hinv yang bekerja optimal dalam kondisi tersebut.

Jakarta, dengan GHI tilt sebesar 4,606 kWh/m²/hari, menghasilkan potensi listrik tahunan sekitar 227 kWh per m². Nilai GHI tilt Jakarta yang lebih tinggi menunjukkan bahwa kota ini memiliki radiasi matahari yang lebih banyak, yang dapat dimanfaatkan dengan lebih efisien oleh sistem PLTS atap. Peningkatan radiasi ini berpotensi untuk meningkatkan jumlah listrik yang dapat diproduksi, meskipun parameter lainnya tetap berkontribusi pada efisiensi keseluruhan.

Surabaya memiliki GHI tilt yang lebih tinggi lagi, yaitu 4,961 kWh/m²/hari, yang menghasilkan potensi listrik tahunan sebesar 245 kWh per m². Ini menjadikan Surabaya salah satu kota dengan potensi energi surya yang besar, berkat intensitas radiasi matahari yang tinggi dan efisiensi sistem PLTS atap yang optimal.

Makassar dan Kupang menunjukkan potensi yang sangat baik untuk pengembangan PLTS atap, dengan GHI tilt masing-masing sebesar 5,096 kWh/m²/hari dan 5,273 kWh/m²/hari. Potensi listrik tahunan yang dihasilkan oleh kedua kota ini, yaitu 253 kWh dan 262 kWh per m², menunjukkan bahwa daerah dengan GHI tilt yang lebih tinggi memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menghasilkan listrik dari panel surya.

Secara keseluruhan, potensi listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap sangat bergantung pada GHI tilt, yang mencerminkan seberapa banyak radiasi matahari yang dapat dimanfaatkan oleh panel surya dalam kondisi tilt tertentu. Kota-kota dengan GHI tilt lebih tinggi, seperti Kupang dan Makassar, memiliki keunggulan dalam menghasilkan listrik lebih banyak dibandingkan kota-kota dengan GHI tilt lebih rendah, meskipun semua kota tersebut menunjukkan potensi yang sangat baik untuk pengembangan energi surya.

 

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, potensi listrik yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di berbagai kota di Indonesia sangat dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari yang diterima oleh panel surya. Pemanfaatan energi surya untuk menghasilkan listrik dengan teknologi panel surya (Solar PV) telah berkembang dengan pesat, dan Indonesia, yang secara geografis memiliki tingkat intensitas cahaya matahari yang tinggi, memiliki potensi yang besar dalam hal ini (Gunoto & Hutapea, 2022).

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi intensitas radiasi ini adalah lokasi geografis dan iklim setempat, yang memengaruhi jumlah sinar matahari yang diterima sepanjang tahun. Di Indonesia, yang terletak di wilayah tropis, intensitas radiasi matahari cenderung tinggi sepanjang tahun, memberikan potensi besar untuk pemanfaatan energi surya (Jalil et al., 2024). Meskipun demikian, variasi tingkat radiasi matahari antara satu daerah dengan daerah lainnya tetap ada, dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti posisi geografis, cuaca, dan musim. Beberapa daerah di Indonesia, terutama yang terletak lebih dekat dengan ekuator, menerima radiasi matahari yang lebih konsisten dan lebih intens, sementara daerah dengan iklim yang lebih dipengaruhi oleh monsun atau faktor geografis lainnya mungkin mengalami fluktuasi dalam jumlah radiasi yang diterima (Permatasari, 2024). Variasi ini memengaruhi efisiensi dan potensi produksi energi surya di masing-masing daerah, yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan pemasangan sistem PLTS.

Untuk mengukur potensi energi surya yang dapat dihasilkan, dua parameter yang sering digunakan adalah Global Horizontal Irradiance (GHI) dan GHI tilt (Agbo et al., 2023). GHI mengukur jumlah radiasi matahari yang jatuh pada permukaan horizontal, memberikan gambaran umum tentang potensi energi surya di suatu wilayah (Zhang et al., 2024). Namun, karena kebanyakan panel surya dipasang dengan kemiringan (tilt), pengukuran GHI tilt menjadi lebih relevan untuk menggambarkan kondisi sesungguhnya. GHI tilt mengukur radiasi matahari yang diterima oleh panel surya yang dipasang dengan sudut tertentu, yang bervariasi sesuai dengan posisi geografis dan musim (Lorenz et al., 2022).

Panel surya yang dipasang dengan kemiringan (tilt) umumnya memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipasang secara horizontal. Hal ini disebabkan oleh kemiringan panel yang memungkinkan penyerapan sinar matahari yang lebih optimal, terutama di daerah dengan posisi geografis yang lebih variative (Sadewo et al., 2022). Oleh karena itu, penggunaan GHI tilt memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai potensi energi surya yang dapat dihasilkan, serta memandu perancangan dan instalasi PLTS atap untuk memaksimalkan efisiensi produksi listrik dari sumber energi terbarukan ini (Rinchi et al., 2024).

Kota-kota di Indonesia menunjukkan variasi potensi listrik yang signifikan berdasarkan nilai GHI dan GHI tilt yang berbeda. Misalnya, Makassar dan Kupang mencatatkan nilai GHI tilt yang tinggi, yakni 5,096 kWh/m²/hari untuk Makassar dan 5,273 kWh/m²/hari untuk Kupang. Angka-angka ini menunjukkan bahwa kedua kota tersebut memiliki intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi dan lebih efisien dalam dikonversi menjadi energi listrik berkat kemiringan panel surya yang optimal. Potensi listrik tahunan yang dihasilkan masing-masing adalah 253 kWh per m² di Makassar dan 262 kWh per m² di Kupang, yang menandakan bahwa kedua kota ini sangat potensial dalam pemanfaatan energi surya sebagai sumber energi terbarukan.

Tingginya nilai GHI tilt di Makassar dan Kupang memberikan keuntungan dalam hal efisiensi konversi energi matahari. Kemiringan panel surya memungkinkan penyerapan radiasi matahari yang lebih banyak, terutama di daerah dengan iklim tropis seperti di Indonesia. Keuntungan ini sangat penting dalam mendukung pemenuhan kebutuhan energi yang semakin meningkat, serta berkontribusi pada pengurangan ketergantungan terhadap sumber energi fosil yang tidak ramah lingkungan. Dengan pemanfaatan maksimal dari GHI tilt yang tinggi, kedua kota ini memiliki potensi untuk menjadi pionir dalam penggunaan energi terbarukan berbasis surya.

Namun, tidak semua kota di Indonesia menunjukkan hasil yang sama dalam hal potensi energi surya. Di kota-kota seperti Medan dan Jakarta, meskipun memiliki nilai GHI yang cukup tinggi, nilai GHI tilt mereka lebih rendah dibandingkan dengan Makassar dan Kupang. Medan tercatat memiliki GHI tilt sebesar 3,955 kWh/m²/hari, sedangkan Jakarta memiliki nilai GHI tilt sebesar 4,606 kWh/m²/hari. Dengan potensi listrik tahunan yang dihasilkan masing-masing sebesar 195 kWh per m² untuk Medan dan 227 kWh per m² untuk Jakarta, efisiensi penangkapan energi surya di kedua kota ini menjadi kurang optimal dibandingkan dengan kota-kota dengan GHI tilt yang lebih tinggi.

Kota-kota dengan GHI tilt rendah seperti Medan dan Jakarta menghadapi tantangan dalam memaksimalkan konversi energi surya menjadi listrik. Meskipun intensitas radiasi matahari di kedua kota ini cukup baik, efisiensi penyerapan sinar matahari oleh panel yang dipasang dengan sudut kemiringan rendah tidak sebaik di kota-kota dengan GHI tilt lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan potensi energi surya di kota-kota dengan GHI tilt rendah, perlu dilakukan pengaturan dan penyesuaian sistem instalasi PLTS yang lebih sesuai dengan kondisi geografis dan iklim setempat, seperti penyesuaian kemiringan panel agar lebih optimal dalam menangkap radiasi matahari.

Dengan demikian, penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di kota-kota dengan GHI tilt yang lebih tinggi, seperti Makassar dan Kupang, memiliki potensi yang lebih besar dalam menghasilkan energi listrik. Dengan intensitas radiasi matahari yang lebih banyak dan efisiensi sistem PLTS yang lebih tinggi berkat kemiringan panel surya, kedua kota ini memiliki keuntungan yang signifikan dalam memanfaatkan energi surya untuk kebutuhan listrik. Hal ini membuktikan bahwa lokasi geografis yang mendukung, seperti radiasi matahari yang lebih intens, memainkan peran penting dalam meningkatkan hasil energi surya.

Pentingnya pemilihan lokasi yang tepat serta desain sistem PLTS yang sesuai dengan karakteristik radiasi matahari di masing-masing wilayah sangat ditekankan dalam penelitian ini. Dengan sistem yang dirancang untuk memaksimalkan penyerapan energi surya, kota-kota seperti Makassar dan Kupang dapat memenuhi kebutuhan energi terbarukan secara lebih efisien. Ini juga mendukung upaya pengembangan energi terbarukan yang lebih berkelanjutan, dimana penggunaan energi surya dapat menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil dan mendukung tujuan jangka panjang dalam mitigasi perubahan iklim.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap di berbagai kota di Indonesia, baik berdasarkan GHI (Global Horizontal Irradiance) maupun GHI tilt (radiasi matahari yang diterima panel surya dengan kemiringan), menunjukkan hubungan langsung antara intensitas radiasi matahari dan potensi energi listrik yang dapat dihasilkan. GHI tilt memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai potensi energi surya karena mengakomodasi efisiensi penangkapan radiasi dengan panel yang dipasang miring, menghasilkan angka potensi listrik yang lebih tinggi dibandingkan GHI standar. Kota-kota seperti Makassar dan Kupang dengan GHI tilt tertinggi (5,096 kWh/m²/hari dan 5,273 kWh/m²/hari) menunjukkan potensi listrik tahunan yang lebih besar (masing-masing 253 kWh dan 262 kWh per m²) dibandingkan kota-kota dengan GHI tilt yang lebih rendah, seperti Medan dan Jakarta. Ini mengindikasikan bahwa penggunaan PLTS atap di kota-kota dengan GHI tilt tinggi dapat memaksimalkan potensi energi listrik yang dihasilkan, memberikan solusi yang lebih efisien untuk kebutuhan energi terbarukan di berbagai wilayah.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Agbo, E. P., Ettah, E. B., Edet, C. O., & Ndoma, E. G. (2023). Characteristics of various radiative fluxes: global, tilted, direct, and diffused radiation—a case study of Nigeria. Meteorology and Atmospheric Physics, 135(2). https://doi.org/10.1007/s00703-023-00951-8

Aji, E. P., Wibowo, P., & Windarta, J. (2022). Kinerja Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan Sistem On Grid di BPR BKK Mandiraja Cabang Wanayasa Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Energi Baru Dan Terbarukan, 3(1). https://doi.org/10.14710/jebt.2022.13158

Ardiansyah, Risnita, & Jailani, M. S. (2023). Teknik Pengumpulan Data Dan Instrumen Penelitian Ilmiah Pendidikan Pada Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jurnal IHSAN : Jurnal Pendidikan Islam, 1(2). https://doi.org/10.61104/ihsan.v1i2.57

Damasari, A., Afifah, F. N., & Nugroho, A. P. (2023). Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Plts) Di Gedung Kantor Bupati Kabupaten Temanggung. Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Proklamasi 45, 1(January).

Gunoto, P., & Hutapea, H. D. (2022). Analisa Daya Pada Panel Surya Di Pembangkit Listrik Tenaga Surya Rooftop On Grid Kapasitas 30 Kva Gedung Kantor Pt. Energi Listrik Batam. SIGMA TEKNIKA, 5(1). https://doi.org/10.33373/sigmateknika.v5i1.4180

Ipung, M. S. A., Thamrin, S., & Laksmono W, R. (2023). Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya sebagai Alternatif Energi Masa Depan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Nusantara, 4(3), 2427-2435.

Jalil, A., Erdani, Y., Rachim, L. O. M. F., Larobu, F. E., Devi, S., & Fathana, A. (2024). Perancangan PLTS Off Grid di Pulau Wawonii dengan PVLib Python. Jurnal Fokus Elektroda: Energi Listrik, Telekomunikasi, Komputer, Elektronika Dan Kendali, 9(3), 203–210.

Karuniawan, E. A., Sugiono, F. A. F., Larasati, P. D., & Pramurti, A. R. (2023). Analisis potensi daya listrik PLTS atap di Gedung Direktorat Politeknik Negeri Semarang dengan perangkat lunak PVSYST. Journal of Energy and Electrical Engineering (JEEE), 4(2), 75–80. https://doi.org/10.37058/jeee.v4i2.6683

Lorenz, E., Guthke, P., Dittmann, A., Holland, N., Herzberg, W., Karalus, S., Müller, B., Braun, C., Heydenreich, W., & Saint-Drenan, Y.-M. (2022). High resolution measurement network of global horizontal and tilted solar irradiance in southern Germany with a new quality control scheme. Solar Energy, 231, 593-606. https://doi.org/10.1016/j.solener.2021.11.023

Nur, A. A., Al Amrie, M., & Yusran. (2024). Peranan ampas kopi sebagai energi alternatif. Jurnal Ekonomi Pembangunan dan Manajemen, 3(1), 13–21. https://orcid.org/0000-0001-7351-5759

Permatasari, N. (2024). Strategi penerapan prinsip arsitektur bioklimatik pada iklim tropis terhadap kenyamanan termal dan efisiensi energi bangunan. Filosofi: Publikasi Ilmu Komunikasi, Desain, Seni Budaya, 1(4), 277–300. https://doi.org/10.62383/filosofi.v1i4.442

Purnia, D. S., Adiwisastra, M. F., Muhajir, H., & Supriadi, D. (2020). Pengukuran kesenjangan digital menggunakan metode deskriptif berbasis website. Evolusi: Jurnal Sains dan Manajemen, 8(2), 79–92. https://doi.org/10.1234/ej.sainsman.2020.08.02

Rinchi, B., Ayadi, O., Al-Dahidi, S., & Dababseh, R. (2024). A universal tool for estimating monthly solar radiation on tilted surfaces from horizontal measurements: A machine learning approach. Energy Conversion and Management, 314, 118703. https://doi.org/10.1016/j.enconman.2024.118703      

Sadewo, D. N., Arifianto, T., Sunardi, Moonlight, L. S., & Wasito, B. (2022). Penggunaan solar tracker untuk analisis pencarian daya maksimal pada panel surya. Jurnal Kajian Teknik Elektro, 7(2), 43-47.

Thalib, M. A. (2022). Pelatihan teknik pengumpulan data dalam metode kualitatif untuk riset akuntansi budaya. Seandanan: Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, 2(1), 44–50.

Zhang, T., Stackhouse, P. W. Jr., Macpherson, B., & Mikovitz, J. C. (2024). A CERES-based dataset of hourly DNI, DHI and global tilted irradiance (GTI) on equatorward tilted surfaces: Derivation and comparison with the ground-based BSRN data. Solar Energy, 274, 112538. https://doi.org/10.1016/j.solener.2024.112538

 

 

Copyright holder:

Helen Fifianny, Rudy Setiabudy (2024)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: