Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, Special Issue No. 1, Januari 2022
PEMETAAN SOSIAL EKONOMI PELAKU USAHA HASIL LAUT DESA BAJO DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN TANAH MASYARAKAT (PTM)
Ayuni Nur Siami, Sulikah Asmorowati
Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Pelaksanaan PTM sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan tanah sebagai modal pengembangan UMKM di Indonesia merupakan langkah yang tepat. Mengingat kesenjangan sosial masih banyak terjadi di Indonesia dan ketergantungan terhadap bantuan pemerintah sudah menjadi budaya, seperti yang terjadi di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta. Demi meningkatkan kemandirian masyarakat dengan memanfaatkan modal sumberdaya yang dimiliki, PTM dilaksanakan dan diterapkan menurut ketentuan-ketentuan yang ada. Pemetaan sosial ekonomi merupakan langkah awal untuk menjadi alat identifikasi permasalahan sosial ekonomi di Desa Bajo guna menyelesaikan dan mengantisipasi terjadinya konflik berkelanjutan. Pemetaan sosial ekonomi berfokus pada subjek reforma agraria yakni pelaku usaha pengolahan hasil laut. Hal ini dikarenakan olahan hasil laut di Desa Bajo merupakan potensi usaha yang belum terjamah dan belum tertata oleh akses (permodalan, pemasaran, dan lain sebagainnya).
Kata Kunci: pemetaan sosial; pemberdayaan tanah masyarakat; akses; sumber daya; reforma agraria
Abstract
The implementation of PTM as an effort to improve the welfare of the community through the use of land as capital for the development of Micro, Small and Medium Interprises in Indonesia is the right step. Given that social inequalities still occur in Indonesia and dependence on government assistance has become a culture, as happened in Bajo Village, Tilamuta District. In order to increase the independence of the community by utilizing the available capital, PTM is implemented and applied according to the existing provisions. Socio-economic mapping is the first step to become a tool for identifying socio-economic problems in Bajo Village in order to resolve and anticipate ongoing conflicts. Socio-economic mapping focuses on the subject of agrarian reform, namely marine product processing business actors. This is because the processed seafood in Bajo Village is a business potential that has not been touched and has not been managed by access (capital, marketing, and so on).
Keywords: �social mapping; community land empowerment; access; resource; agrarian reform
Pendahuluan
Upaya untuk memerangi kemiskinan, kesenjangan, dan mendorong masyarakat untuk lebih inisiatif bukan hanya tanggungjawab satu atau beberapa lembaga pemerintahan. Semua pihak tanpa terkecuali harus ikut turun untuk menyelesaikan dan memberikan solusi dari permasalahan � permasalahan ini. Namun terkadang banyak kasus yang terjadi adalah pemberian bantuan tidak didasarkan pada kebutuhan masyarakat melainkan hanya sebatas menjalankan program pemberian bantuan tanpa melihat kondisi dilapangan. Akibat banyaknya bantuan baik tunai maupun non tunai, muncul sebuah budaya baru yang menciptakan ketergantungan terhadap bantuan pemerintah. Namun tindakan pemerintah pun merupakan keharusan untuk membantu rakyatnya dalam meringankan beban ekonomi.
Oleh karena itu demi membangun kemandirian masyarakat untuk bangkit kembali dengan memanfaatkan lingkungan sekitar, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian penting dan harus mengambil posisi sebaik mungkin mengatasi permasalahan yang terjadi. Pemberdayaan merupakan bentuk kegiatan dari pembangunan berkelanjutan yang menurut (Ife, 1995) memiliki tujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang � orang lemah atau tidak beruntung. Pemberdayaan adalah proses dimana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi, berbagi kendali, dan mempengaruhi peristiwa dan institusi yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupan mereka dan kehidupan orang lain yang penting bagi mereka (Parsons, Jorgensen, & Hernandez, 1994).
Namun untuk mewujudkan kemandirian melalui pemberdayaan, harus berdasarkan atas apa yang dimiliki oleh masyarakat dan lingkungannya, serta dukungan stakeholders terkait untuk membantu pengembangannya. Hanya saja yang menjadi problema dewasa ini, terdapat keberagaman sumberdaya, didukung oleh banyaknya program pemerintah yang membantu pengembangan potensi di suatu daerah, belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat lokal. Kondisi ini banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia salah satunya di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Dibekali dengan kekayaan alam melimpah berupa potensi lautan yang sangat menjanjikan, Desa Bajo masih jauh dari kata mandiri dalam hal pengelolaan potensi Desanya. Letaknya yang sangat strategis dan berpotensi besar untuk pengembangan pariwisata yang dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik dan benar.
Gambar 1
Peta Administrasi Desa Bajo
Berdasarkan letak geografis Desa Bajo seperti yang terlihat pada gambar diatas, potensi perikanan dan pariwisata didaerah ini memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan. Sejalan dengan jumlah penduduk Desa Bajo sebanyak 1669 jiwa yang terdiri dari 867 penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 806 berjenis kelamin perempuan, 90% dari total jumlah penduduk tersebut berprofesi sebagai nelayan (Profil Desa Bajo, 2020). Sumberdaya alam yang sebanding dengan jumlah sumberdaya manusia yang cukup memadai bisa menjadi modal utama dalam mengembangkan potensi yang ada. Selain itu, banyaknya program pemerintah dalam mendukung pengembangan sektor-sektor yang berpotensi membantu tumbuhnya perekonomian di Desa dan dapat menyejahterakan masyarakat, seharusnya dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Salah satu program yang mendukung pengembangan potensi sebuah daerah adalah Pemberdayaan Tanah Masyarakat (PTM) yang digagas oleh Direktorat Jenderal Penataan Agraria, Kementerian Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional. Program ini memberikan peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memperoleh akses dalam mengembangkan potensi yang ada melalui pendayagunakan sertifikat lahan hasil legalisasi aset untuk menjadikan tanah sebagai sumber kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi �bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat�. Berdasarkan pasal tersebut, maka diterbitkanlah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria yang mengamanatkan terkait pelaksanaan asset reform dan acces reform (Petunjuk Teknis Penanganganan Akses Reforma Agraria, 2021).
Program ini memberikan peluang bagi masyarakat yang belum mendapatkan akses bantuan untuk mengembangkan potensi usahanya dan mendapatkan haknya dari pemerintah baik berupa akses pasar yang berkaitan dengan interkoneksi dengan dunia usaha dan kemitraan, akses permodalan, serta akses produksi yang berkaitan dengan pengembangan teknologi saranan dan prasarana produksi. Program ini dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali termasuk mereka yang berada di kawasan pesisir pantai seperti Desa Bajo Kecamatan Tilamuta. Desa Bajo di Tahun 2021 telah memperoleh program legalisasi aset berupa redistribusi tanah dari Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan Boalemo, yaitu pembebasan kawasan hutan untuk disertifikatkan. Jumlah yang telah disertifikatkan melalui program redistribusi tanah yaitu sebanyak 135 bidang tanah (BPN Boalemo, 2021).
Menyusul program penataan aset, dilakukanlah penataan akses untuk penataan penggunaan atau pemanfaatan tanah yang lebih produktif disertai dengan penataan dukungan sarana dan prasarana yang memungkinkan subjek reforma memperoleh akses ke sumber ekonomi (Arisaputra, 2016). Namun sebelum melakukan penataan akses, perlu dilakukaan pemetaan sosial ekonomi untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan masyarakat Desa Bajo agar sesuai dengan potensi usaha yang dapat dikembangkan. Melalui metode pemetaan sosial ekonomi maka permasalahan sosial dan ekonomi dapat diidentifikasi serta dapat diantisipasi dengan melakukan analisis konflik � konflik masyarakat yang sedang terjadi ataupun akan terjadi (Sukaris, 2019). Sehingga dapat diketahui sektor apa saja yang harus ditingkatkan, model pemberdayaan seperti apa yang cocok untuk diterapkan, agar bantuan dan tindakan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta berguna dalam pengembangan potensi yang ada dalam jangka waktu yang panjang.
Pemetaan sosial telah banyak dilakukan oleh pihak � pihak yang berkepentingan dalam kaitannya dengan pemberdayaan, maupun telah dibahas dalam banyak penelitian, seperti M. Umar Maya Putra dan Ami Dilham (2017), yang melakukan analisis tentang pemetaan sosial ekonomi di Kecamatan Dumai Timur untuk melihat dan mencari tahu kebutuhan masyarakat serta potensi sumberdaya apa saja yang terdapat dilingkungan sekitar Kelurahan Bukit Timah. Terdapat juga pemetaan sosial terhadap sumberdaya dan aksesibilitas nelayan dalam kebijakan pembangunan wisata pesisir yang dilakukan oleh (Sukmayeti, 2019), dengan tujuan penelitian untuk mendeskripsikan sumberdaya masyarakat nelayan Desa Meninting menurut wilayah pemukiman melalui peta sosial, serta aksesibilitas nelayan dievaluasi menurut persebaran spasial sumber daya yang dapat dijadikan sebagai badan utama kebijakan pengembangan kawasan wisata di Desa Meniting. Pemetaan sosial juga dikaji dalam penelitian untuk mendeskripsikan strategi partisipasi masyarakat dan keterkaitannya dengan wilayah (Moliner, Sales, & Sanahuja, 2017). Pemetaan sosial dalam kajian ini merupakan suatu teknik diagnostik sosial partisipatif yang akan membuka jalan bagi usulan rencana aksi bersama yang dibagikan antara sekolah dan masyarakat. Maksud dan tujuannya agar masyarakat mendapatkan informasi tentang proyek yang dilakukan di sekolah serta partisipasi komunitas lokal didalamnya.
Ketiga penelitian sebelumnya, menggunakan pemetaan sosial sebagai bahan kajian maupun alat analisis untuk mengkaji fenomena yang terjadi di tiga tempat berbeda sekaligus yaitu Kecamatan Dumai Timur, Desa Meninting, dan Valencia-Spanyol. Ketiganya menggunakan pemetaan sosial sebagai alat untuk mengidentifikasi aspek sosial dan aspek geografis secara bersamaan untuk membangun sebuah gambaran yang komprehensif. Sehingga menurut Martinez dalam (Moliner et al., 2017) masyarakat dapat menganalisis dan mengidentifikasi kebutuhan mereka sendiri serta dapat menentukan kekuatan dan kelemahannya untuk menemukan solusi. Jika dikaitkan dengan pemetaan sosial di Desa Bajo dalam program pemberdayaan tanah masyarakat yang dijalankan oleh Kementerian ATR/BPN, tentu selain dari aspek kajiannya, program ini melibatkan komunitas kecil yaitu masyarakat pedesaan yang memiliki aspek kewilayahan tertentu dengan melibatkan unsur geografis.
Metode Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo. Terdiri dari dua dusun, sebagian besar posisi rumah masyarakat Desa Bajo berada diatas laut. Kepadatan pemukiman dan minimnya lahan tidak membuat produktivitas masyarakatnya menurun. Hal ini yang menjadikan Desa Bajo sebagai lokasi pemberdayaan tanah masyarakat dan perlu dilakukan pemetaan sosial untuk menganalisis kebutuhan masyarakat terkait pengembangan potensi yang ada khususnya dibidang usaha.
Pendekatan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu kualitatif, dimana penelitian ini mencoba memahami realitas sosial yang berada di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi dan wawancara dengan jumlah responden sebanyak 52 orang. Sedangkan data disajikan berbentuk data deskriptif sehingga penelitian ini disebut sebagai penelitian kualitatif deskriptif yang menghasilkan summary penelitian yang komprehensif. Teknik analisis data yang digunakan berupa strategi analisis konten sebagaimana yang dijelaskan oleh Seixas� dalam (Rosyada, 2020).
Hasil dan Pembahasan
A. Program Pemberdayaan Tanah Masyarakat (PTM) untuk Penataan Akses dalam Rangka Memenuhi Kebutuhan Pelaku Usaha Pendampingan Reforma Agraria
Program PTM merupakan kegiatan yang sebelumnya dikenal sebagai pemberdayaan hak atas tanah yang bertujuan untuk membangun kepercayaan masyarakat agar lebih mandiri dalam memanfaatkan potensi tanahnya sehingga dapat memiliki nilai tambah yang dampaknya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suhaimi, 2021). Pelaksanaan program PTM di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta merupakan bagian dari reforma agraria yang sebelumnya telah dilakukan yaitu penataan aset yang berupa redistribusi tanah (pelepasan lahan kawasan hutan). Redistribusi tanah sendiri merupakan cara penguasaan tanah oleh negara yang dilakukan demi kepentingan rakyat dengan acara menyediakan tanah sebagai objek reforma agraria kepada yang berhak untuk memilikinya (Doly, 2017). Program ini merupakan bagian dari penataan aset yang dilakukan di Desa Bajo. Oleh karena itu, ini menjadi salah satu kriteria yang membuat Desa Bajo menjadi lokasi penataan akses agar dapat sejalan dengan penataan aset. Selain itu yang mendasari Desa Bajo terpilih menjadi lokasi yang ditetapkan dalam program PTM yaitu potensi yang dimiliki dan antusias masyarakat untuk berkembang. Sumberdaya yang potensial membuat alasan semakin kuat untuk dilakukan pemberdayaan dengan berfokus pada penataan akses terhadap para pelaku usaha yang ada di Desa Bajo dengan mengacu bagi masyarakat yang telah atau belum memiliki sertifikat tanah.
Sebagai upaya untuk memberikan bantuan akses yang dibutuhkan oleh masyarakat Desa Bajo yang menjadi subjek reforma agraria khususnya dalam penataan akses yaitu sebanyak 52 kepala keluarga, maka perlu dilakukan pemetaan sosial ekonomi untuk langkah awal. Kegiatan ini berbentuk verifikasi data demografi, geografis, dan spasial serta informasi lainnya terhadap satu lokasi yang ditetapkan sebagai kegiatan penataan akses dan aset. Melalui pemetaan sosial ini maka dihasilkan data � data berupa potensi sumberdaya serta kondisi sosial dan ekonomi. Data tersebut diproses dan dianalisis berdasarkan kebutuhan dan hambatan para pelaku usaha pengolah hasil kelautan.
Pelaksanaan pemberdayaan tanah masyarakat mengacu pada model yang telah disepakait antara masyarakat, aparat desa, dan fasilitator kantor pertanahan Kabupaten Boalemo dengan melihat hasil pemetaan sosial dan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat melalui kendala atau hambatan yang dihadapi dalam rangka upaya mengembangkan usaha pengolahan hasil laut. Rekomendasi terkait program yang akan dilaksanakan juga mempertimbangkan kerentanan yang dihadapi oleh masyarakat serta analisis potensi yang ada (Mulyani, 2020). Hasil analisis dan kesepakatan yang dilakukan di Desa Bajo menetapkan model kemitraan (partnership) adalah model yang diterapkan dalam pelaksanaan pemberdayaan tanah masyarakat. Model ini dianggap sebagai salah satu strategi pemberdayaan yang dapat memberikan hasil yang maksimal karena merupakan strategi dimana dua atau lebih sumberdaya bekerja ama menuju tujuan yang sama (Hayati & Suparjan, 2017). Keterlibatan mitra ini harus didorong dengan strategi pemberdayaan seperti membangun relasi, pendekatan direktif dan non-direktif, perspektif kekuatan, motivasi pencapaian serta experimental learning dengan tujuan untuk dapat mengelola bisnis atau usaha secara berkelanjutan, mandiri dan kompetitif (Ahmad & Rahayu, 2018). Selain itu, ketika aktor yang bekerjasama sebagai mitra memiliki sumberdaya yang diunggulkan dan memiliki tujuan yang sama maka kemitraan dalam sebuah pemberdayaan dinilai berhasil. Begitu pula jika kemitraan dijalankan dengan menggunakan kerangka berfikir pembangunan ekonomi dan bukan hanya sebatas konsep sosial yang berlandaskan atas motif belas kasihan maupun kedermawanan, maka kemitraan akan berlangsung secara efektif dan berkesinambungan (Santosa, Prihatini, Purwanto, Jumiati, & Susilo, 2016).
1. Potensi Yang Dimiliki Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Dan Hambatan Pengembangannya
Desa Bajo� yang terdiri dari 2 Dusun dan berlokasi di pesisir pantai, memiliki potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang sangat menjanjikan. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui pemerintah desa, potensi tersebut masih belum mendapatkan pengembangan yang baik dan belum dimanfaatkan dengan tepat sehingga tidak dapat membawa dampak positif kepada masyarakat desa itu sendiri. Berikut ini merupakan tabel daftar potensi yang terdapat di Desa Bajo:
Tabel 1
Daftar Potensi SDA dan Sarana Prasarana di Desa Bajo
Jenis Potensi |
Keterangan |
1. Potensi Umum � Batas Wilayah Sebelah utara � Batas Wilayah Sebelah selatan � Batas Wilayah Sebelah timur � Batas Wilayah Sebelah barat |
� Pentadu Barat, Tilamuta � Teluk Tomini, Tilamuta � Pelabuhan Tilamuta, Tilamuta � Desa Modelomo, Tilamuta |
2. Luas Wilayah menurut Penggunaan � Luas Pemukiman � Luas kuburan � Tanah Kering untuk Pemukiman � Tanah Fasilitas Umum: � Lapangan Olahraga � Perkantoran Pemerintah � TPU � Fasilitas Pasar � Jalan |
� 18 ha/m2 � 4 ha/m2 � 2 ha/m2
� 1 ha/m2 � 10� x 15 m2 � 2 ha/m2 � 20 x 30 m2 � 400 m2 |
3. Luas Hutan � Hutan Mangrove � Kondisi : |
� 5 ha/m2 � 3 ha : baik, 2 ha rusak |
4. Iklim � Curah Hujan � Jumlah bulan hujan � Suhu rata-rata harian � Tinggi tempat dari permukaan laut |
� 100/200 mm � 3 bulan � 45-50 0C � 1 mdl |
5. Bentangan Wilayah � Desa dataran rendah � Desa dataran tinggi/pegunungan |
� 14 ha/m2 � 8 ha/m2 |
6. Peternakan � Ayam kampung � Ayam broiler � Kambing |
Perkiraan Jumlah populasi � 250 Ekor � 35 Ekor � 50 Ekor |
7. Perikanan a. Budidaya Ikan Laut & Payau � Karamba : 10 Unit � Pancing : 60 Unit � Pukat : 40 Unit b. Budidaya Ikan Air Tawar � Karamba c. Jenis Ikan & Produksi � Tuna � Tongkol/Cakalang � Tenggiri � Belanak � Cumi � Gurita � Sarden � Baronang � Kembung � Ikan Ekor Kuning � Kerapu/Sunuk � Teripang � Barabara � Layur � Udang/lobster � Tembang � Ikan Batu |
� 2 ton/th � 10 ton/th � 25 ton/th
� 5 ton/th
� 5 ton/th � 5 ton/th � 4 ton/th � 2 ton/th � 1 ton/th � 7 ton/th � 1 ton/th � 3 ton/th � 2 ton/th � 4 ton/th � 1 ton/th � 3 ton/th � 3 ton/th � 2 ton/th � 2 ton/th � 1 ton/th � 25 ton/th |
8. Sumber Air Bersih � PAM 1 Unit � Depot Isi ulang |
Pemanfaatan 445 Kepala Keluarga 445 Kepala Keluarga |
9. Sungai Keterangan |
Kondisi Tercemar/Pendangkalan/Baik |
10. Potensi Wisata � Laut (luas 1 ha) |
Tingkat Pemanfaatan Pasif |
��� (Sumber: Data Primer Pemerintah Desa Bajo Tahun 2021)
Berdasarkan tabel 1 tersebut diperoleh data bahwa potensi laut yang dimiliki Desa Bajo sangat besar. Namun keberadaan potensi tersebut belum sejalan dengan kualitas pengelolaan dan pengembangannya. Potensi ikan segar yang mencapai 113 ton per tahun masih sebatas pada perikanan tangkap dan budidaya sedangkan pengelolaan hasil ikan belum banyak dilakukan. Belum adanya kelompok pengelolaan hasil laut yang berjalan aktif dan lembaga legal yang menaunginya.
Pada saat penelitian dilakukan, salah satu informan yang merupakan aparat desa menyebutkan beberapa potensi usaha hasil ikan yang belum mendapatkan pendampingan khususnya terkait perolehan akses. Sebagian besar akses yang didapatkan oleh masyarakat merujuk pada bantuan tunai maupun non tunai yang bertujuan meringankan beban ekonomi tetapi bukan pada pengembangan usaha yang dimiliki. Sehingga bantuan yang diterima seringkali digunakan pada kebutuhan habis pakai yang bersifat konsumtif. Sehingga untuk mengantisipasi meningkatnya budaya konsumtif yang dimiliki masyarakat, perlu dilakukan identifikasi potensi usaha yang dimiliki untuk dapat dikembangkan sesuai dengan kemampuan SDM di Desa Bajo salah satunya untuk pengelolaan hasil laut.
Pemetaan sosial yang dilakukan di Desa Bajo memperoleh data potensi usaha pengelolaan hasil laut sebanyak 52 Kepala Keluarga. Pelaku usahanya merupakan ibu � ibu pesisir yang suaminya berprofesi sebagai nelayan. Pengelolaan hasil laut ini merupakan usaha sampingan untuk dapat membantu perekonomian keluarga. Potensi usaha yang menjadi fokus dari 52 Kepala Keluarga tersebut dan hambatan yang ditemui dalam pengembangannya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 2
Potensi Usaha dan Hambatannya
Jenis Potensi Usaha |
Jumlah Pelaku Usaha |
Hambatan Pengembangan |
Ikan Asin |
31 Orang |
1. Belum adanya lembaga legal yang menaungi usaha 2. Tidak adanya akses pemasaran offtaker, dan akses permodalan untuk meningkatkan produktivitas 3. Belum adanya izin usaha 4. Belum adanya izin P-IRT dan label halal untuk membantu penjualan ke market modern (potensi ikan asin dan abon ikan) 5. Keterbatasan modal untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produk 6. Belum adanya penggunaan teknologi tepat guna untuk membantu proses produksi |
Abon Ikan |
6 Orang |
|
Souvenir Kerajinan Kulit Kerang |
15 Orang |
����� (Sumber: Data Lapangan Hasil Pemetaan Sosial)
Data diatas diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dilapangan terhadap 52 pelaku usaha. Pemilihan informan didasarkan pada informasi yang diperoleh melalui pemerintah desa tentang pelaku usaha di Desa Bajo berfokus pada pengolahan hasil laut. Hambatan yang terdapat pada data tersebut merupakan hal � hal yang menghambat proses perkembangan ketiga usaha pengolahan hasil laut, dimana poin pertama terletak pada legalitas kelompok dan lembaga resmi dan sah secara hukum yang dapat menjadi wadah aktivitas kelompok usaha tersebut. Karena menurut informasi dari pemerintah desa bahwa di Desa Bajo belum ada Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) maupun Koperasi resmi yang terbentuk khusus untuk membantu pengembangan usaha pengolahan hasil laut. BUMDES maupun koperasi merupakan akses yang dibutuhkan oleh pelaku usaha di Desa Bajo.
Bantuan akses yang akan diupayakan untuk diberikan pada para pelaku usaha pengolahan hasil laut harus melalui proses pemetaan sosial untuk melihat kapasitas SDM untuk mengelola SDA, dan kesesuaian kondisi dengan kebutuhan program. Sehubungan dengan pemberdayaan tanah masyarakat yang merupakan bagian dari program gugus tugas reforma agraria yang dibentuk oleh kementerian ATR/BPN, maka harus dilakukan peninjauan terhadap kondisi sosial dan ekonomi sebelum memberikan akses bantuan bagi 52 pelaku usaha tersebut.
2. Kondisi Sosial dan Ekonomi Pelaku Usaha Desa Bajo
Melihat potensi yang ada di Desa Bajo, dapat dijelaskan bahwa sebagian besar masyarakatnya berpenghasilan menengah kebawah. Dimana penghasilan ini diperoleh dari pekerjaan sebagai nelayan ikan tangkap. Ukuran jumlah penghasilan yang diterima, berdasar pada banyak faktor, diantaranya kepemilikan perahu pribadi, kondisi alam dan cuaca yang menjadi penghambat para nelayan untuk melaut mencari ikan, ketersediaan ikan diwilayah kabupaten, dan lain sebagainya. Ketidakpastian ini yang menyebabkan masyarakat Desa Bajo sebagian besar masih bergantung pada bantuan sosial dari pemerintah seperti PKH, BLT, BPNT, dan lain � lain. Berikut rincian kebutuhan dari kegiatan ekonomi masyarakat Desa Bajo.
Tabel 3
Rincian Pemasukan dan Pengeluaran
Masyarakat Desa Bajo
Kegiatan Ekonomi Masyarakat Desa Bajo |
Rincian Pengeluaran |
Penghasilan Rata � Rata per KK |
Rp. 300.000 � Rp. 3.500.000 |
Hasil Produksi Sekali Melaut per Kelompok |
3 � 15 Kg atau 2 � 5 Box |
Biaya Produksi yang Dibutuhkan |
Rp. 30.000 � Rp. 150.000 |
Bantuan dari Pemerintah |
BLT, BPNT, PKH, Perahu, Sarana Prasarana |
Tanggungan Ekonomi per KK |
Rp. 7.000.000 � Rp. 10.000.000 |
������ (Sumber: Data Primer, 2021)
Data diatas menggambarkan kondisi ekonomi masyarakat Desa Bajo yang cukup memprihatinkan. Dimana pengeluaran per bulan dikatakan lebih besar daripada pemasukan. Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan, beberapa cara memenuhi kebutuhan yang tidak mencukupi adalah dengan mengharapkan bantuan pemerintah ataupun mengerjakan usaha sampingan berupa mengolah hasil laut.� Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat Desa Bajo rata � rata belum dapat memenuhi kebutuhan dan ada juga yang masih pada level kekurangan, namun ada juga yang sudah pada bagian berkecukupan. Kehidupan ekonomi di Desa Bajo juga dikatakan masih terdapat kesenjangan. Oleh karena itu, dalam mengambil kebijakan untuk untuk program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah di Desa ini, harus diawali dengan peninjauan lokasi dan pemetaan ekonomi untuk menelaah dan mempelajari kebutuhan masyarakat.
Kehidupan sosial di Desa Bajo patut diapresiasi. Hal ini karena Desa Bajo merupakan tempat bernaungnya suku Bajo dimana mereka merupakan kelompok yang memiliki budaya dan adat istiadat tersendiri. Perilaku gotong � royong dan kegiatan keagamaan masih sangat dijunjung tinggi. Kegiatan sosial lainnya yang mempererat ikatan kekeluargaan satu sama lain masih sering dilakukan. Hal ini tentu juga didukung oleh kondisi pemukiman yang cukup padat dan jenis pekerjaan yang seringkali mengharuskan berkelompok sehingga membuat masyarakat saling berinteraksi dengan mudah.
B. Analisis Kebutuhan Para Pelaku Usaha Pengolahan Hasil Laut Desa Bajo
Potensi dan hambatan pengembangan sumberdaya, serta kondisi ekonomi sosial masyarakat merupakan data akurat untuk dijadikan ajuan melihat kebutuhan para pelaku usaha pengolahan hasil laut. Mengingat yang menjadi informan dalam observasi penelitian ini merupakan pelaku usaha pengolahan hasil laut, sehingga kebutuhan yang menjadi fokus dari bagian ini adalah kebutuhan akses untuk membantu pengembangan usaha terkait yaitu usaha pengolahan ikan asin, abon ikan, dan kerajinan souvenir dari kulit kerang. Ketiga jenis usaha ini seperti yang dijelaskan pada bagian 1 terkait hambatan yang dialami atau keterbatasan yang dimiliki para pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya, sangat membutuhkan solusi dari permasalahan � permasalahan tersebut. Mengingat potensi ini dapat berkembang menjadi produk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang dapat membantu meningkatkan perekonomian serta menjadikan masyarakat lebih mandiri, maka penting untuk memberikan akses yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha khususnya yang bergerak dalam pengolahan hasil laut di Desa Bajo.
Bantuan akses untuk memenuhi kebutuhan para pelaku usaha pengolahan hasil laut, berdasarkan potensi dan tinjauan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Bajo tahun 2021, dapat dideskripsikan sebagai berikut:
a) Peningkatan kapasitas kelembagaan yang dituju merupakan kelembagaan koperasi. Tujuannya agar terjadi pendekatan secara sistematis dalam merancang pengembangan kapasitas strategi dan kegiatan penataan akses reforma agraria dengan tujuan pencapaian menjadi lembaga yang efektif, efisiensi an berkelanjutan. Sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dengan mengikuti model pemberdayaan yang dilakukan maka Kantor Pertanahan Boalemo sebagai penyelenggara program menggandeng Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan (KUMPERINDAG) untuk menindaklanjuti pembentukan koperasi dan melakukan legalisasi terhadap kelompok pengolahan hasil laut di Desa ini.
b) Pendampingan usaha dibutuhkan untuk memastikan perkembangan usaha yang dimiliki masyarakat yaitu abon ikan, ikan asin, dan kerajinan souvenir berbahan kulit kerang, agar mendapatkan pelatihan dari tenaga yang kompeten dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki yaitu berupa lahan dan alam sekitar. Kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator berupa mendampingi kelompok pengolahan hasil laut Desa Bajo dalam mengajukan bantuan akses pelatihan kepada dinas terkait yang menjadi mitra dalam program ini diantaranya dinas kumperindag kabupaten boalemo, dan dinas kelautan dan perikanan.
c) Peningkatan keterampilan merupakan bagian dari pendampingan usaha dengan berfokus pada pelaku usaha untuk meningkatkan kemampuannya. Berfokus pada kelemahan yang dimiliki, maka pelaku usaha diharapkan dapat terpicu untuk meningkatkan keterampilannya agar dapat mengembangkan usaha yang dimiliki. Keberadaan pemetaan sosial ekonomi adalah untuk melihat kebutuhan kelompok usaha sehingga pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan mereka.
d) Penggunaan teknologi tepat guna menjadi sangat penting melihat perkembangan dunia usaha yang semakin maju. Tentunya dalam penggunaan teknologi harus disesuaikan dengan aspek lingkungan, keetisan, kebudayaan sosial dan ekonomi masyarakat yang menjadi subjek dari program pemberdayaan tanah masyarakat yaitu para pelaku usaha di Desa Bajo.
e) Diversifikasi usaha adalah sebuah kebutuhan penunjang untuk membantu memperluas pasar. Mengikuti perkembangan pasar yang luas agar produk tidak terbatas pada pasar lokal sehingga perlu dilakukan diversifikasi yaitu dengan menciptakan produk yang beragam dari hasil olahan bahan mentah yang dihasilkan.
f) Kebutuhan selanjutnya dari segi akses permodalan. Hal ini bisa diperoleh dengan pemanfaatan lahan yang telah disertifikatkan oleh kantor pertanahan Kabupaten Boalemo selaku pemegang peranan penting dalam program pemberdayaan tanah masyarakat. Sertifikat gratis yang telah diberikan melalui kantor pertanahan dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan akses permodalan dari lembaga � lembaga financial seperti lembaga perbankan maupun non perbankan.
g) Fasilitas akses pemasaran offtaker menjadi kunci dalam menjaga nilai dari harga suatu produk, transparansi bisnis dan kualitas produk. Karena dengan memperoleh fasilitas akses pemasaran offtaker, pelaku usaha pengolahan hasil laut di Desa Bajo tidak perlu berurusan dan terpengaruh dengan perantara atau middleman. Pemasaran offtaker dapat memperluas pasar dan memberikan kemudahan serta kesempatan bagi para pelaku UMKM dan di Desa Bajo untuk dapat berkembang.
Kesimpulan
Pemetaan sosial dilakukan untuk memberikan solusi dari permasalahan yang di hadapi dalam kaitannya dengan pelaksanaan kebijakan ataupun program. Di Desa Bajo pemetaan sosial dilakukan dalam rangka untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat khususnya para pelaku usaha pengolah hasil laut dalam upaya pengembangannya. Pemetaan sosial ekonomi dalam program pemberdayaan tanah masyarakat adalah bagian awal dari proses penataan akses pasca penataan aset di Desa Bajo. Program ini diberikan untuk membantu pelaku usaha pengolah hasil laut di Desa Bajo agar dapat mengembangkan usahanya dengan cara memperoleh akses yang dibutuhkan.
Akses yang dimaksud adalah hasil dari analisis yang dilakukan terhadap data potensi sumberdaya dan data sosial ekonomi. Sebelum menentukan akses apa yang dibutuhkan, telah dilakukan analisis dan kajian melalui informasi data potensi, ekonomi dan sosial. Sehingga bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Hal ini untuk mengantisipasi adanya bantuan yang tidak tepat sasaran. Berikut akses yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha diantaranya:
1. Akses peningkatan kapasitas kelembagaan
2. Akses pendampingan usaha
3. Akses peningkatan keterampilan
4. Akses penggunaan teknologi tepat guna
5. Akses diversifikasi usaha
6. Akses permodalan
7. Akses pemasaran offtaker
Pelaksanaan pemberdayaan tanah masyarakat di Desa Bajo bisa saja mengalami kegagalan dalam pelaksanaannya jika terdapat faktor � faktor seperti kantor pertanahan Kabupaten Boalemo tidak maksimal dalam perannya, minimnya koordinasi antar stakeholders yang berperan didalamnya, minimnya partisipasi dan antusias masyarakat, tersumbatnya akses informasi, serta kurangnya profesionalitas pelaku pemberdayaan. Sehingga agar tercapai keberhasilan dalam pelaksanaanya, faktor � faktor diatas harus dihindari dengan cara menyusun strategi yang dapat diterapkan dalam program pemberdayaan tanah masyarakat di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta dengan mengacu pada hambatan dan potensi yang ada.
Ahmad, Faizal, & Rahayu, Ety. (2018). Model Kemitraan dalam Pemberdayaan Usaha Mikro Pedesaan. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial (Journal of Social Welfare), 19(2), 145�158. Google Scholar
Arisaputra, Muhammad Ilham. (2016). Access Reform dalam kerangka Reforma Agraria untuk mewujudkan keadilan sosial. Perspektif: Kajian Masalah Hukum Dan Pembangunan, 21(2), 83�96. Google Scholar
Doly, Denico. (2017). Kewenangan Negara Dalam Penguasaan Tanah: Redistribusi Tanah Untuk Rakyat (The Authority Of The State In Land Tenure: Redistribution Of Land To The People). Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Dan Kesejahteraan, 8(2), 195�214. Google Scholar
Hayati, Beti Nur, & Suparjan, S. (2017). Kemitraan sebagai Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Program CSR Batik Cap Pewarna Alami di PT. Semen Gresik Pabrik Tuban. Jurnal Sosiologi USK (Media Pemikiran & Aplikasi), 11(1), 43�50. Google Scholar
Ife, James William. (1995). Community development: Creating community alternatives-vision, analysis and practice. Longman Australia. Google Scholar
Moliner, Odet, Sales, Auxiliadora, & Sanahuja, Aida. (2017). Social mapping in the context of a community-build day: Strategy to strengthen links with community in a small rural school. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 237, 305�310. Google Scholar
Mulyani, Iwed. (2020). Potensi Dan Tantangan Pemberdayaan Masyarakat Lahan Gambut. Komunitas, 11(1), 1�20. Google Scholar
Parsons, Ruth J., Jorgensen, James D., & Hernandez, Santos H. (1994). The integration of social work practice. Cengage Learning. Google Scholar
Rosyada, Dede. (2020). Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Pendidikan. Prenada Media. Google Scholar
Santosa, Siswoyo Hari, Prihatini, Dewi, Purwanto, Agung, Jumiati, Aisah, & Susilo, Djoko. (2016). Pengembangan pola kemitraan dalam rangka pengentasan kemiskinan di Jawa Timur. UNEJ E-Proceeding, 601�611. Google Scholar
Suhaimi, Ahmad. (2021). Pendampingan dan Akses Modal sebagai Strategi Access Reform dari Tanah Pelepasan Kawasan Hutan di Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Pertanahan, 11(1). Google Scholar
Sukaris, Sukaris. (2019). Social-Mapping Sebagai Landasan Perencanaan Pemberdayaan Masyarakat Berkelanjutan. Jurnal Riset Entrepreneurship, 2(1), 52�61. Google Scholar
Sukmayeti, Avi. (2019). Pemetaan Sosial terhadap Sumberdaya dan Aksesibilitas Nelayan dalam Kebijakan Pembangunan Wisata Pesisir. Society, 7(2), 125�145. Google Scholar
Copyright holder: Ayuni Nur Siami, Sulikah Asmorowati (2022)
|
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
|
This article is licensed under: |