Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 1, Januari 2022

 

PELAKSANAAN PEMBERIAN ASIMILASI DALAM MASA COVID-19 BAGI NARAPIDANA (STUDI DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 CIPINANG)

 

Dwi Seno Wijanarko

Fakultas Hukum, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang tidak menghilangkan harkat kemanusiaan yang dimiliki, sehingga posisinya sebagai narapidana tidak menghalangi dirinya untuk mendapatkan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Ketentuan ini kemudian menjiwai hadirnya sistem pemasyarakatan dengan seperangkat instrument hukum yang menyertainya, termasuk sistem pembinaan yang diejawantahkan dalam bentuk program asimilasi. Sebagai bagian dari sistem pembinaan narapidana, pelaksanaan asimilasi mendapati tantangan di masa pandemi Covid-19. Berangkat dari uraian di atas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian terkait dengan pelaksanaan asimilasi di masa pandemi covid 19 dengan meletakkan locus penelitian pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Mengetahui proses pemberian asimilasi bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang; 2) Mengetahui dampak yang dihasilkan dari adanya pemberian asimilasi bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang mendasarkan penelitian pada temuan temuan yang terdapat di lapangan, sehingga pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis. Adapun hasil dari penelitian ini pertama, pelaksanaan asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang didasarkan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020. Dengan berdasar pada sumber hukum tersebut, Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang telah memberikan sebanyak 533 hak asimilasi kepada Narapidana. Kedua, pemberian asimilasi yang dilaksanakan di masa pandemi Covid-19 selanjutnya membawa dampak positif dan dampak negatif sekaligus.

 

Kata Kunci: asimilasi, pembinaan, pandemi Covid-19.

 

Abstract

A criminal act committed by a person does not eliminate his human dignity, so that his position as a prisoner does not prevent him from getting guaranteed protection and fulfillment of human rights. This provision then animates the existence of a correctional system with a set of accompanying legal instruments, including a coaching system which is embodied in the form of an assimilation program. As part of the prisoner development system, the implementation of assimilation has faced challenges during the COVID-19 pandemic. Departing from the description above, the researcher intends to conduct research related to the implementation of assimilation during the COVID-19 pandemic by placing the research locus in Cipinang Class I Prison. The objectives to be achieved in this research are: 1) Knowing the process of providing assimilation for prisoners in Cipinang Class I Correctional Institution; 2) Knowing the impact resulting from the provision of assimilation for prisoners in the Cipinang Class I Correctional Institution. The type of research used in this study is empirical legal research which bases research on findings in the field, so the approach used in this research is a sociological juridical approach. The results of this study are first, the implementation of assimilation in Cipinang Class 1 Prison is based on the Regulation of the Minister of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 10 of 2020. Based on this legal source, Cipinang Class 1 Prison has given as many as 533 assimilation rights to prisoners. Second, the provision of assimilation carried out during the Covid-19 pandemic subsequently brought positive and negative impacts at the same time.

 

Keywords: Assimilation; coaching; covid-19 pandemic

 

Pendahuluan

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan narapidana berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas narapidana agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi lagi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat hidup sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Salah satu komponen penting dalam sistem pemasyarakatan adalah Lembaga Pemasyarakatan. Lembaga Pemasyarakatan secara ideal mengandung maksud untuk memasyarakatkan kembali para warga binaan yang telah melanggar hukum dan norma-norma yang dianut oleh masyarakat. Tujuan lembaga ini adalah perubahan sifat, cara berfikir serta perilaku, proses interaksi edukatif harus dibangun. Interaksi edukatif yang intensif sangat diperlukan, agar secara kolektif tumbuh kesadaran dari para warga binaan tentang perilaku yang seharusnya dilakukan.

����������� Posisi lembaga pemasyarakatan sebagai lembaga pembinaan dalam sistem peradilan pidana sangat strategis dalam merealisasikan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana, yaitu rehabilitasi dan resosialisasi pelanggar hukum, bahkan sampai kepada penanggulangan kejahatan (suppression of crime). Salah satu rangkaian program pemasyarakatan yang dilakukan dalam lembaga pemasyarakatan adalah proses pembinaan yang diberikan kepada narapidana. Pembinaan narapidana bertujuan untuk menyiapkan warga binaan pemsyarakatan agar dapat berinteraksi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Adapun pelaksanaan tahapan pembinaan tersebut adalah seagai berikut:

1.      Pembinaan tahap awal bagi narapidana dilaksanakan sejak narapidana tersebut berstatus sebagai narapidana hingga 1/3 masa pidananya 2. Pembinaan tahap lanjutan terbagi dalam dua bentuk :

a.       Tahap lanjutan pertama, dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan � masa pidananya

b.      Tahap lanjutan kedua, dimulai sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 masa pidananya

c.       Pembinaan tahap akhir, dilaksanakan sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana narapidana yang bersangkutan. Salah satu bentuk pembinaan yang diberikan kepada narapidana dalam lembaga pemasyarakatan diwujudkan dalam bentuk asimilasi. Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat. Asimilasi dilaksanakan dalam beberapa bentuk, seperti: 1) Kegiatan pendidikan; 2) latihan ketrampilan; 3) kegiatan kerja sosial dan; 4) pembinaan lainnya di lingkungan masyarakat.

Berdasarkan Data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, jumlah narapidana dan tahanan di Indonesia per 11 April 2020 telah mencapai 225.176 orang, sedangkan total daya tampung penjara hanya untuk 132.107 narapidana dan tahanan. Menurut data World Prison Brief penjara di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas sebesar 104%. Atas dasar inilah kemudian pemerintah mengambil tindakan untuk melakukan pembebasan narapidana yang telah memenuhi ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan melalui media asmiliasi dan integrasi, sebagai upaya pencegahan penyebaran virus secara masif. Hingga 20 April 2020 jumlah narapidana dewasa dan anak-anak yang dikeluarkan melalui program asimilasi dan integrasi telah mencapai 36.554 orang dan dipastikan masih terus bertambah.

Kebijakan pembebasan narapidana melalui asimilasi sebagai upaya pencegahan penularan Covid 19 kemudian memunculkan berbagai kontrovesi di kalangan masyarakat. Mengingat kebijakan tersebut dapat menimbulkan beberapa permasalahan baru, seperti: Pertama, di tengah pandemi covid 19 eks narapidana akan dihadapkan pada situasi yang sulit untuk mencari pekerjaan. Kedua, maraknya praktik jual beli tiket pembebasan narapidana di lapas. Ketiga, aksi kriminalitas mulai bermunculan. Kerusuhan di LP Manado akibat kecemburuan sosial tidak mendapatkan asimiliasi dan berulahnya narapidana yang dibebaskan menjadi salah satu bukti. Menurut data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, terbukti 12 narapidana melakukan tindak kejahatan kembali setelah sebelumnya dibebaskan melalui asimilasi.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian empiris merupakan penelitian yang menempatkan data-data di lapangan sebagai sumber data utama. Penelitian jenis ini biasanya digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam sebuah kehidupan bermasyarakat yang saling berinteraksi dan berhubungan satu dengan yang lainnya.

Penelitian ini masuk ke dalam klasterisasi penelitian empiris karena dalam penelitian ini akan difokuskan pada kenyataan yang terdapat di lapangan untuk dapat mengetahui bentuk perlindungan hak yang dimiliki oleh narapidana melalui pemberian asimilasi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang pada masa pandemi. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat memberikan pemahaman secara kronologis tentang pemberian asimilasi.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan yang nyata. Adapun dalam penelitian ini, data disajiakan dalam bentuk teks narasi.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Proses Pemberian Asimilasi Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang

1.      Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang

Sebagai Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang merupakan salah satu lembaga pemasyarakatan tertua yang sudah dihadirkan sejak tahun 1921 sebagai titik awal pemisahan Lapas yang didasarkan pada tingkatan kejahatan, jenis kelamin, dan umur. Semula disebut sebagai LP Cipinang yang dikhususkan untuk narapidana dengan jenis kelamin laki-laki yang masuk dalam kategori dewasa. LP Cipinang lahir pada periode pemasyarakatan ketiga yang dimulai dengan adanya Lokakarya Evaluasi Sistem Pemasyarakatan pada tahun 1975. Lokakarya tersebut membahas beberapa hal terkait dengan dasar hukum dan struktur operasional pemasyarakatan, termasuk pengembalian nama dari bina tuna warga menjadi pemasyarakatan sebagaimana konsep semula.

Berikut layanan yang diberikan: 1) Kerjasama dalam negeri; 2) Kerjasama luar negeri; 3) Layanan izin penelitian; 4) Layanan informasi kepada publik; 5) Layan informasi kepada media masa; 5) Layanan di bidang di bidang keamanan dan ketertiban termasuk di dalamnya layanan pengaduan; 6) Layanan di bidang pembinaan yang meliputi : penyuluhan, penyediaan bahan bacaan, pendidikan, pemindahan, pembebasan bersyarat, konsultasi hukum, permohonan cuti mengunjungi keluarga, dll.

2.      Pelaksanaan Asimilasi Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang

�� Dinamika perubahan hukum dalam penyelenggaraan asimilasi yang dirasa berjalan cepat juga dirasakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Dimana berdasarkan pada ketentuan yang baru, Lapas Kelas I Cipinang juga mendasarkan segala tindakan yang terkait dengan pemberian asimilasi didasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 32 Tahun 2020 Jo Peratutan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 24 Tahun 2021. Sebagai salah satu hak yang dimiliki oleh Narapidana berkenaan dengan kedudukannya sebagai manusia yang sedang dalam masa hukuman karena perbuatan pidana yang dilakukan, Lembaga Pemasyarakatan diharuskan untuk memberikan pembinaan kepada Narapidana. Pembinaan tersebut diberikan sebagai bentuk komitmen negara dalam mengartikan pemberian hukuman tidak hanya dimaksudkan sebagai pemberian penderitaan, melainkan pula sebagai instrument untuk dapat mempersiapkan kehidupan narapidana di lingkungan masyarakat yang lebih teratur dan terarah.

 

B.     Dampak Pemberian Asimilasi bagi Narapidana di Lapas Kelas I Cipinang pada Masa Pandemi

Kondisi pandemi Covid-19 yang selanjutnya menghadirkan hambatan tersendiri dalam proses pelaksanaan asimilasi. Hambatan-hambatan tersebut selanjutnya dapat teridentifikasi sebagai berikut:

1)      Tingkat penyebaran Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk melakukan pembatasan lokasi dan pembatasan kegiatan, sehingga berdampak pula pada upaya dibatasinya kegiatan kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan asimilasi;

2)      Sulitnya membangun komunikasi dan kerjasama dengan Tim Mitra dalam pelaksanaan asimilasi;

3)      Pihak keluarga penjamin yang tidak secara intensif dan kooperatif dalam memberikan keterangan dan informasi terkait dengan warga binaan pemasyarakatan yang dijamin;

4)      Ketakutan akan tindakan pelanggaran hukum kembali yang dilakukan oleh narapidana menjadikan pihak kelurahan atau nama lainnya enggan menandatangani berkas persyaratan administrative.

 

Sulitnya membangun komunikasi yang kooperatif dengan keluarga penjamin, dalam tataran praktis juga berdampak pada melemahnya sistem pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan. Dimana dalam hal pengawasan pelaksanaan asimilasi, pihak Lapas akan berkoordinasi dengan Bapas. Secara sistemik, setelah menjalani asimilasi rumah, seluruh berkas akan diserahkan kepada Bapas untuk selanjutnya dikelola dan diterapkan program pengawasan berupa: wajib lapor setiap satu bulan sekali, video call, dan komunikasi dengan keluarga penjamin terkait dengan perkembangan narapidana di luar Lapas.

 


Kesimpulan

Pelaksanaan asimilasi yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang pada masa pandemi covid-19 didasarkan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Program asimilasi yang didasarkan pada peraturan tersebut selanjutnya dinamakan asimilasi rumah. Sepanjang penerapan peraturan menteri di atas sebagai sumber hukum, Lapas kelas I Cipinang telah memberikan program asimilasi kepada 533 narapidana. Berkenaan dengan sistem pengawasan yang dilakukan dalam asimilasi rumah, pihak Lapas berkoordinasi dengan Bapas dan pihak keluarga untuk memastikan narapidana yang mendapatkan asimilasi menjalankan program tersebut dengan baik.

Dalam pelaksanaannya, asimilasi yang diberikan sebagai salah satu program pembinaan di masa pandemi menghadirkan dua dampak, yakni dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif dari pelaksanaan asimilasi di masa pandemi adalah banyaknya jumlah narapidana yang mendapatkan program asimilasi mengingat persyaratan yang tercantum dalam peraturan terbaru relatif lebih mudah daripada peraturan sebelumnya. Semakin banyak narapidana yang mendapatkan program ini akan mengurangi angka overlude jumlah narapidana dalam lembaga pemasyarakatan. Selain itu, dari banyaknyanya narapidana yang mendapatkan program asimilasi, tercatat hanya satu narapidana yang kembali ke Lapas sebagai recidivis. Angka ini menunjukkan pelaksanaan asimilasi di Lapas Kelas I Cipinang berjalan dengan efektif. Adapun dampak negative dari pelaksanaan asimilasi di masa pandemic adalah bertambahnya hambatan dalam pemberian dan pelaksanaan asimilasi tidak hanya pada faktor internal dan eksternal saja, melainkan hambatan dari sisi masifnya penyebaran virus covid-19. Sehingga banyak kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan harus ditiadakan untuk mengendalikan penyebaran virus covid-19.

 


BIBLIOGRAFI

 

Victorio H. Situmorang, �Lembaga Pemasyarakatan Sebagai Bagian dari Penegakan Hukum�, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, (Volume 13, Nomor 1, Maret 2019), 85-98.

 

Pemasyarakatan Doris Rahmat, Santoso Budi NU, Widya Daniswara, �Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana di Lembaga�, Widya Pranata Hukum, (Vol. 3, No. 2, September 2021), hlm. 134-150.

 

Marsudi Utoyo, �Konsep Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan�,Pranata Hukum, (Volume 10 Nomor 1 Januari 2015), hlm. 38-48.

 

Peraturan Perundang-Undangan

 

Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

 

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

 

Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Lembaran Negara No 77 Tahun 1995.

 

Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tatacara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cutsui Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat

 

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan.

 

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

������������������������������������������������

Copyright holder:

Dwi Seno Wijanarko (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: