Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, Special Issue No. 2, Februari 2022
HUBUNGAN ANTARA PROBLEM
FOCUSED COPING DAN RESILIENSI WARGA SURABAYA SELAMA NEW NORMAL
Sayidah Aulia Ul
Haque, Eko April Ariyanto, Ricky Alejandro Martin, Muchammad Rizal, Amalia Eka
Kurnia Sari
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Email: [email protected], [email protected],
[email protected], [email protected],
[email protected]
Abstrak
Masa pandemi COVID-19
yang terjadi saat ini telah memasuki masa baru yaitu masa new normal atau era
adaptasi kebiasaan baru, dalam masa new normal ini setiap individu diharapkan
dapat melakukan serangkaian kebiasaan baru. Kondisi dimana seseorang diminta
untuk segera adaptif dengan aturan dan kondisi baru sekaligus tetap bertahan
dari dampak COVID-19 tentu saja berpotensi menimbulkan tekanan psikologis pada
seseorang termasuk warga Surabaya. Sehingga dalam hal ini penting bagi warga
untuk memiliki dan mengembangkan resiliensi atau ketahanan psikologis serta
coping untuk menyelesaikan rasa tidak nyaman yang timbul. Dalam hal ini coping
yang ingin diteliti adalah problem focus coping dimana coping tersebut terkait
dengan bagaimana tindakan nyata seseorang untuk mengurangi rasa nyaman dari
tekanan psikologis yang ada. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui
hubungan antara resiliensi dan problem focused coping warga Surabaya pada masa
new normal. Metode penelitian yang digunakan ialah metode kuantitatif
menggunakan uji regresi linier sederhana dengan bantuan SPSS 21. Alat pengumpul
data menggunakan skala resiliensi dan skala problem focused coping. Sampel
dalam penelitian ini adalah warga Surabaya yang berjumlah 400 orang dan
menggunakan teknik random sampling. Dari hasil uji diperoleh besarnya korelasi
0,037 dengan signifikansi sebesar 0,230, nilai signifikansi (p) > 0,05. Sehingga
hasil penelitian menunjukkan tidak adanya korelasi antara problem focused
coping dengan resiliensi warga Surabaya selama masa new normal.
Kata kunci: Resiliensi; Problem
Focused Coping; Covid-19; New Normal
Abstract
The current COVID-19 pandemic has entered a new era,
namely the new normal period or the era of adapting to new habits, in this new
normal period, each individual is expected to be able to carry out a series of
new habits. The condition in which a person is asked to immediately adapt to
new rules and conditions while surviving the impact of COVID-19 of course has
the potential to cause psychological pressure on someone, including the
residents of Surabaya. As a result, in this case it is important for residents
to have and develop resilience or psychological resilience and coping to
resolve the discomfort that arises. In this case the coping that wants to be
studied is problem focus coping where the coping is related to how a person's
real action is to reduce the feeling of comfort from existing psychological
pressure. This research was conducted to determine the relationship between
resilience and problem focused coping of Surabaya residents in the new normal
period. The research method used is a quantitative method using a simple linear
regression test with the help of SPSS 21. The data collection tool uses a
resilience scale and a problem focused coping scale. The sample in this study
were residents of Surabaya, amounting to 400 people and using a random sampling
technique. From the test results obtained the magnitude of the correlation
0.037 with a significance of 0.230, the significance value (p) > 0.05. Thus,
the results of the study indicate that there is no correlation between problem
focused coping and the resilience of Surabaya residents during the new normal
period.
Keywords: Resilience; Problem Focused Coping; Covid-19; New Normal
Pendahuluan
Berbagai negara termasuk Indonesia saat
ini sedang menghadapi suatu masa krisis akibat pandemi Covid-19. Covid-19
berdampak pada berbagai sektor, mulai dari sektor kesehatan, perekonomian,
sosial bahkan sektor kondisi psikologis masyarakat. Penyeberan pandemic ini
begitu cepat, berbagai perkotaan besar dangan penduduk yang padat saat ini
sedang menjalankan masa new normal setelah menyelesaikan masa PSBB (Pembatasan
sosial berskala besar), termasuk Surabaya yang menempati posisi kedua sebagai
kota metropolitan dengan penduduk paling padat di Indonesia setelah kota
Jakarta, masa new normal merupakan suatu kebijakan pemerintah untuk menciptakan
pola kehidupan baru khususnya dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dengan
menggunakan berbagai protokol kesehatan yang telah ditetapkan, keharusan untuk
beradaptasi dengan kebiasaan baru merupakan suatu masa krisis tersendiri bagi
warga surabaya. Selain itu akibat pola-pola kehidupan baru ini tidak sedikit
warga mengalami berbagai masalah yang berbeda satu dengan lainnya. Masalah
merupakan suatu hal yang wajar dimiliki dan dialami oleh setiap individu, hal
ini sejalan dengan pernyataan Santrock (2012) bahwa dalam setiap tahap perkembangan
manusia akan selalu ada masa krisis yang harus dihadapinya. Kemampuan untuk
beradaptasi dan bertahan saat menghadapi masalah, merupakan salah satu
kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar mereka dapat
menghadapi dan menuntaskan suatu msalah secara baik. kemampuan itu disebut
resiliensi, resiliensi merupakan� suatu
kemampuan individu untuk menghadapi, mengatasi dan mendapatkan kekuatan serta
mampu untuk mencapai transformasi diri setelah mengalami kesulitan, karena
berawal dari kesulitan tersebut seorang individu akan menemukan jalan untuk
pemecahan masalah atas kesulitan yang telah dialaminya (Grotberg, 2003). Berdasarkan definisi tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa individu yang memiliki resiliensi yang rendah cenderung
akan merasa tertekan saat menghadapi masalah dan sebaliknya. Kemampuan
resiliensi ini saat tepat digunakan individu dalam menghadapi msalah atau saat
meengalami masa-masa krisis.
Masa new normal ini memaksa setiap
individu untuk membuat dan melakukan pola-pola perilaku yang baru dalam
menjalankan aktivitasnya secara berkesinambungan. Dalam kondisi seperti ini
maka ketahanan mental seseorang sangatlah diuji. Setiap orang membutuhkan
keterampilan dalam beradaptasi dengan baik untuk melewati tekanan-tekanan yang
terjadi selama pandemi. Tujuannya agar individu dapat mencegah atau
menghilangkan dampak buruk dari gangguan mental, stress dan depressi bagi
individu itu sendiri. Oleh sebab itu kemampuan bertahan atau resiliensi sangat
dibutuhkan oleh setiap individu, khususnya warga surabaya dalam melewati masa
new normal ini. Dalam menghadapi suatu masalah atau masa krisis, bukan hanya
resiliensi saja yang dibutuhkan tetapi cara atau strategi individu dalam
menghadapi masalah dengan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya juga harus
diperhatikan, strategi itu dsebut dengan istilah strategi coping. Strategi
coping merupakan upaya mengelola keadaan dan mendorong usaha untuk
menyelesaikan permasalahan kehidupan seseorang, dan mencari cara untuk
menguasai dan mengatasi stress (King, 2010).
Problem focused coping (PFC) merupakan salah satu jenis strategi coping.
Problem focused coping adalah strategi coping untuk menghadapi masalah secara
langsung melalui tindakan nyata yang ditunjukan untuk menghilangkan atau
mengubah sumber-sumber stres atau masalah (Lazarus & Folkman, 1984). Ketika individu melakukan tindakan nyata secara langsung
dalam menyelesaikan masalahnya, maka dapat menghasilkan jalan keluar yang lebih
efektif.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti
merasa kedua variabel ini sangat penting untuk diteliti lebih lanjut terkait
keterhubungan antara dua variabel tersebut, mengingat kondisi masyarakat
Surabaya saat ini yang sedang menyesuaikan diri untuk melakukan pola-pola
kehidupan baru di masa new normal.
Metode Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah
penelitian kuantitatif korelasional (Sugiyono, 2013). Variable terikat (Y) pada penelitian ini
adalah resilience sedangkan variable bebas (X) adalah problem focused coping.
Subjek penelitian adalah warga Surabaya yang saat penelitian dilakukan sedang
mengalami pandemi covid 19. Teknik pengambilan sampel menggunakan random
sampling dengan alat pengambilan data kuesioner resilience, kuesioner ini
disusun menggunakan prinsip skala sikap dari linkert dengan 5 pilihan jawaban
yaitu: sangat setuju (ss), setuju (s), cukup (c), kurang (k) dan sangat kurang
(sk). Sebelum kuesioner digunakan pada subjek penelitian, terlebih dahulu
dilakukan uji validitas serta reliabilitasnya agar kuesioner memiliki
kehandalan serta mampu mewakili jawaban dari kondisi yang dialami oleh subjek.
Kuesioner yang sudah teruji kemudian disebarkan melalui google form hingga
terkumpul sejumlah 400 responden. Uji statistik untuk membuktikan hipotesis
dilakukan melalui uji regresi linier sederhana dengan bantuan SPSS 21.
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Hasil uji nilai
diperoleh besarnya korelasi 0,037 dengan signifikansi sebesar 0,230, nilai
signifikansi (p) > 0,05, hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara PFC dengan resilience. Nilai model summary diketahui bahwa R Square yang
merupakan pengkuadratan dari nilai R (0,037) diperoleh nilai sebesar 0,001 yang
berarti 0,1% variable resilience dipengaruhi oleh PFC. Nilai ini sangat kecil
sekali apabila menggunakan patokan rentang nilai sebesar 0 sampai 1. Lalu
dilihat dari nilai koefisien diketahui model regresi yaitu : Y = 100,072 +
0,057X. Konstanta sebesar 100,072 menyatakan bahwa jika tidak ada PFC maka
resilience sebesar 100,072. Koefisien regresi sebesar 0,057 menyatakan bahwa
setiap penambahan satu skor PFC meningkatkan resilience sebesar 0,057. Terdapat
sumbangan variable PFC sebesar 0,1% terhadap resiliensi, sumbangan efektif ini
sangat kecil sehingga tidak dapat digunakan untuk memprediksi resiliensi.
Artinya bahwa terdapat variabel lain yang memiliki pengaruh kuat terhadap
resiliensi.
Penjelasan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara resiliensi dengan problem focused coping (PFC) warga
Surabaya di masa New Normal (adaptasi baru). Analisis korelasi menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara resiliensi dengan PFC yang dilakukan oleh warga
Surabaya. Nilai koefisien regresi yang kecil menjelaskan bahwa PFC yang
dilakukan oleh warga memberikan sumbangan yang sangat kecil terhadap
terbentuknya perilaku resiliensi warga Surabaya, dengan kata lain dapat
dimungkinkan terdapat variabel lain yang memiliki pengaruh yang lebih kuat
terhadap resiliensi.
Hal ini dapat terjelaskan lebih lanjut
melalui aspek-aspek yang dimiliki baik oleh resiliensi maupun PFC. Menurut Reivich dan Shatt� (2002)�
resiliensi memiliki tujuh aspek yang terdiri dari regulasi emosi,
pengendalian impuls, optimisme, causal analysis, empati, efikasi diri dan
pencapaian. Aspek-aspek yang dimiliki oleh resiliensi adalah hal-hal yang lebih
banyak bergerak di area kognitif dan afeksi seperti regulasi emosi,
pengendalian impuls, optimisme, causal analysis, empati dan efikasi diri.
Strategi penanganan stres yang dilakukan selama masa pandemi untuk mencapai
ketahanan psikologis akibat tekanan yang ditimbulkan oleh situasi dalam hal ini
adalah pandemi Covid-19 di masa new normal tentu akan lebih efektif bila
dilaksanakan melalui strategi-strategi yang terkait dengan� aspek kognitif dan emosi. Beberapa
diantaranya seperti mengembangkan perasaan optimis dapat melewati new normal
dengan baik sehingga dapat mengurangi kecemasan, mengendalikan
keinginan-keinginan terhadap aktivitas yang tidak mendesak agar terhindar dari
resiko tertular atau pun menularkan Covid-19, melakukan analisis sebab akibat
terkait hal-hal apa saja yang dapat�
menyebabkan potensi tertular Covid-19 dan lain sebagainya.
Coping aktif dilihat sebagai suatu
bentuk self-regulation pada saat berada dalam situasi stres atau dapat berupa
bentuk komitmen usaha yang berfokus pada tujuan. Usaha tersebut dapat berupa
dua bentuk, kontrol primer dimana individu secara langsung terlibat dalam
mengatasi situasi stres atau emosi yang muncul akibat dari situasi tersebut,
dan kontrol sekunder dimana individu akan berusaha secara tidak langsung untuk
beradaptasi dengan situasi tersebut dengan cara menerima, memahami, dan
menganalisa secara logis situasi stres (Skinner dalam Besser 2020).
Menurut Aball�a (2013), problem-focused
coping adalah metode coping yang bertujuan untuk menuntaskan situasi yang
menekan atau mengeliminasi sumber dari munculnya stres. Strategi coping yang
dapat dikategorikan termasuk dalam problem-focused contohnya (namun tidak
terbatas pada itu saja): mengontrol stres yang muncul (misalnya dengan problem
solving atau menghilangkan sumber dari stres), mencari informasi atau bantuan
untuk mengendalikan situasi, dan menghindarkan diri sendiri dari situasi stres
tersebut. Di sisi lain, aspek yang dimiliki oleh problem focused coping menurut
Sarafino dan Smith (2014) memiliki
tujuan untuk mengurangi tuntutan situasi stres dengan memperluas sumber daya
melalui tindakan nyata, seperti confrontative coping, mencari dukungan sosial
serta memiliki solusi yang terencana. Aspek-aspek dari PFC ini lebih banyak
bergerak di ranah perilaku daripada kognitif dan afeksi.
Problem-focused coping akan efektif
apabila sumber dari penyebab stres dapat berada dalam kendali individu
tersebut. Akan tetapi ketika sumber dari penyebab stres tidak dapat
dikendalikan, strategi tersebut biasanya kurang membantu. Misalnya pada saat
situasi berduka. Pada situasi semacam ini, problem-focused coping cenderung
tidak efektif untuk membantu jika dibandingkan dengan emotion-focused coping,
contohnya dalam mengelola atau melepaskan emosi. Kedua teknik coping tersebut
tidaklah khusus untuk hanya digunakan salah satu saja, individu umumnya
menggunakan keduanya untuk menghadapi stres. Sebagai contoh ketika merasa
terancam, dengan menggunakan emotion-focused coping disaat awal untuk
memperoleh kendali akan rasa takut yang muncul dapat membantu agar strategi
problem-focused coping yang akan dilakukan kemudian menjadi lebih baik (Aball�a,
2013).
Sehingga dari uraian di atas mendukung
hasil penelitian yang dilakukan pada warga Surabaya selama masa pandemi Covid-19,
dimana strategi problem focus coping yang telah digunakan oleh warga Surabaya
tidak berkorelasi dengan kondisi resiliensi yang ada. Hal ini dimungkinkan
karena warga Surabaya memiliki karakter-karakter khas seperti berjiwa berani
dan optimis sehingga dapat lebih mendukung ketahanan psikologis mereka.
Surabaya merupakan kota yang terkenal
akan heterogenitas masyarakatnya. Hal ini nampak dalam proses interaksi dan
keterbukaan sikap masyarakat Surabaya. Nilai-nilai yang terdapat dari berbagai
budaya yang telah menetap di Surabaya menjadikan Surabaya memiliki percampuran
nilai-nilai dan membentuk ciri khas dari masyarakat Surabaya itu sendiri yaitu
: (1). Terbuka; (2). Pragmatis; (3). Egaliter; (4). Terus terang dan lebih
kritis; (5). Lugas; dan (6). Berani. Dengan sikap masyarakat yang terbuka dan
dinamis serta saling menyemangati, menasehati dan mengkritik merupakan hal
menjadi keseharian dalam masyarakat Surabaya. Sifat Pragmatis dan egaliter yang
dimiliki oleh masyarakat Surabaya menjadikannya kota yang pandai dalam
menciptakan harmonisasi serta kenyamanan dalam interaksi sosialnya. Rasa
kerukunan atau guyup masih erat mewarnai kehidupan di dalam masyarakat
Surabaya.
Hal ini juga mendukung pendapat Carver (1989) yang mengatakan bahwa emotional focus coping menjadi
efektif karena dapat mencegah individu untuk tenggelam dalam emosi negatif dan
membantu individu untuk dapat mengambil tindakan yang proaktif untuk mengatasi
emosi negatif yang muncul. Individu menggunakan emotional focus coping ketika
berada dalam situasi di luar kendalinya, dimana tidak banyak hal yang dapat
dilakukan individu untuk mengatasi masalah yang menekan. Pandemi Covid-19
adalah salah satu kondisi yang di luar kendali warga Surabaya sehigga membuat
emotional focused coping menjadi lebih efektif bagi warga Surabaya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data di atas diketahui bahwa tidak
terdapat hubungan antara resiliensi dengan problem focused coping yang
dilakukan oleh warga Surabaya selama masa New normal. Faktor yang mempengaruhi
hal ini diantaranya adalah karakteristik warga Surabaya yang terkenal memiliki
sifat optimis dan jiwa pemberani dalam kehidupan sehari-hari, dengan kata lain
warga Surabaya cenderung menggunakan strategi penanganan stres melalui kontrol
respon emosional sehingga dapat mencegah individu untuk tenggelam dalam emosi
negatif dan membantu individu untuk dapat mengambil tindakan yang proaktif
selama masa new normal.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya
penulis hanya melihat variabel problem foocused coping saja, tidak melihat
beberapa kemungkinan faktor lain yang dapat mempengaruhi variabel resiliensi.
Sehingga bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian ini
dengan menambahkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi resiliensi agar
gambaran terbentuk resiliensi pada warga selama masa new normal pandemi
Covid-19 dapat lebih jelas.
Aball�a, S., Millier, A.,
Quilici, S., Caroll, S., Petrou, S., & Toumi, M. (2013). A critical
literature review of health economic evaluations of rotavirus vaccination.
Human vaccines & immunotherapeutics, 9(6), 1272-1288. Google Scholar
Besser, A., Flett, G. L.,
& Zeigler-Hill, V. (2020). Adaptability to a sudden transition to online
learning during the COVID-19 pandemic: Understanding the challenges for
students. Scholarship of Teaching and Learning in Psychology. Google Scholar
Carver, C. S., Scheier,
M. F., & Weintraub, J. K. (1989). Assessing coping strategies: a
theoretically based approach. Journal of personality and social psychology,
56(2), 267. Google Scholar
Grotberg, E. H. (Ed.).
(2003). Resilience for today: Gaining strength from adversity. Greenwood
Publishing Group. Google Scholar
King, A. Laura. 2010.
Psikologi Umum. Jakarta : Salemba Humanika. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Lazarus, R. S., & Folkman, S.
(1984). Stress, appraisal, and coping. Springer publishing company. Google Scholar
Reivich, K., &
Shatt�, A. (2002). The resilience factor: 7 essential skills for overcoming
life's inevitable obstacles. Broadway books. Google Scholar
Santrock, J. W.
(2011). Life-span development 13th edition. New York: McGraw-Hill. Schunk, DH
(2005). Self-Regulated Learning: The Educational Legacy of Paul R. Pintrich.
Educational Psychologist, 40(2), 85-94. Google Scholar
Sarafino, E. P., &
Smith, T. W. (2014). Health psychology: Biopsychosocial interactions. John
Wiley & Sons.
Sugiyono, Dr. (2013). Metode penelitian
pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Google Scholar
Copyright holder: Sayidah Aulia Ul Haque, Eko April Ariyanto, Ricky Alejandro
Martin, Muchammad Rizal, Amalia Eka Kurnia Sari (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |