Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, Special Issue No. 2, Februari 2022
PENGARUH KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENERAPAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RSUD
KOTA MAKASSAR
Zaenal
Universitas Islam Makassar, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Infeksi nosokomial
merupakan masalah besar yang dihadapi rumah sakit, tidak
hanya menyebabkan kerugian sosial ekonomi, tetapi juga mengakibatkan penderita lebih lama berada di rumah sakit serta
menambah beban tambahan bagi rumah
sakit dalam hal biaya maupun
tugas yang akan dikerjakan oleh tenaga kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui
pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial, menganalisis hubungan kebijaka dan pengawasan terhadap penerapan pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial serta menganalisa factor yang
paling berpengaruh terhadap
pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di Rumah Sakit Metode
Penelitian menggunakan pendekatan cross sectional dengan
Sampel 77 orang perawat pelaksana di ruang perawatan Palem, Syaraf, UGD, Kulkel, Anak, ICU,
PICU, interna, Bedah, dan THT. Besar
sampel ditentukan secara seimbang berdasarkan jumlah perawat dimasing-masing ruangan..
Pengumpulan data melalui kuesioner. Observasi. Data dianalisis melalui uji
Chi-Square, Fisher's Exact Test. Hasil penelitian : Penerapan pencegahan infeksi nosocomial yaitu
88,3%,� kebijakan
sebanyak 96,1%, pengawasan sebanyak 64,9%. Hasil analisis bivariat variabel independen dengan dependen :
kebijakan (p=0.035) dan pengawasan (p=0.000) Kesimpulan : ada
hubungan kebijakan, pengawasan dan� pengetahuan, dengan pelaksanaan pencegahan infeksi oleh perawat pelaksana. Saran agar peneliti lebih lanjut menggunakan
semua item penerapan, penyediaan sarana prasarana� lebih ditingkatkan lagi, audit pelaksanaan pencegahan infeksi yang dilaksanakan pada minggu ketiga setiap
bulan agar lebih dimaksimalkan lagi khususnya untuk memonitoring kepatuhan perawat terhadap PPI.
Kata Kunci: penerapan; pencegahan
infeksi nosocomial; perawat
pelaksana
Abstract
Nosocomial infections are a big problem faced by hospitals, not only
causing socio-economic losses, but also causing patients to stay longer in the
hospital and adding additional burdens to hospitals in terms of costs and tasks
to be carried out by health workers. This study aims to determine the
implementation of nosocomial infection prevention, analyze the relationship
between policies and supervision of the implementation of nosocomial infection
prevention and analyze the factors that most influence the implementation of
nosocomial infection prevention by nurses in hospitals. The research method
used a cross sectional approach with a sample of 77 nurses in Palem treatment room, Nerve, ER, Kulkel,
Pediatric, ICU, PICU, internal, Surgery, and ENT. The sample size is determined
in a balanced manner based on the number of nurses in each room. Data
collection is through questionnaires. Observation. Data were analyzed through
Chi-Square test, Fisher's Exact Test. The results of the study: The application
of prevention of nosocomial infections was 88.3%, policies were 96.1%,
supervision was 64.9%. The results of bivariate analysis of independent
variables with dependents: policy (p=0.035) and supervision (p=0.000)
Conclusion: there is a relationship between policy, supervision and knowledge,
with the implementation of infection prevention by implementing nurses.
Suggestions for further researchers to use all application items, the provision
of infrastructure facilities is further improved, infection prevention implementation
audits are carried out on the third week of every month to be maximized,
especially for monitoring nurse compliance with PPI.
Keywords: application; prevention
of nosocomial infections; executive nurse
Pendahuluan
Program pencegahan
dan pengendalian infeksi
(PPI) sangat penting untuk diterapkan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, karena sebagai tempat pelayanan kesehatan disamping sebagai tolak
ukur mutu pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas, pengunjung dan keluarga dari risiko
tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas dan berkunjung ke suatu rumah
sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan (Depkes,
2008).
Rumah sakit
merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilain pihak rumah sakit
dihadapkan pada tantangan
yang makin besar. Rumah sakit dituntut
agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat, khususnya bagi jaminan keselamatan
pasien (patient safety).
Indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit antara
lain adalah keselamatan pasien (patient
safety) dan salah satu point penting
di dalamnya adalah angka infeksi nosokomial.
Angka kejadian infeksi nosokomial yang tinggi akan berpengaruh terhadap citra pelayanan rumah sakit (Nursalam, 2015).
Penyakit infeksi
masih merupakan salah satu masalah kesehatan
di dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau
dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal
dari komunitas (Community
acquired infection) atau berasal dari lingkungan
rumah sakit (Hospital
acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Dengan berkembangnya system pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang perawatan
pasien, yang tidak hanya di dilakukan di rumah sakit saja,
melainkan juga di fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah (home care)
dan tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang dimaksudkan untuk tujuan perawatan
atau penyembuhan pasien, bila dilakukan
tidak sesuai prosedur berisiko� untuk menularkan penyakit infeksi (Depkes,
2008).
Karena seringkali
tidak bisa secara pasti ditentukan
asal infeksi, maka sekarang istilah
infeksi nosokomial (Hospital
acquired infection) diganti dengan
istilah baru yaitu �Healthcare-associated
infections� (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak
hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat
di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital
infection) (Depkes,
2008).
Infeksi nosokomial
merupakan masalah besar yang dihadapi rumah sakit, tidak
hanya menyebabkan kerugian sosial ekonomi, tetapi juga mengakibatkan penderita lebih lama berada di rumah sakit. Hal ini berarti menambah
beban tambahan bagi rumah sakit
dalam hal biaya maupun tugas
yang akan dikerjakan oleh tenaga kesehatan.
Selain dituntut
harus mampu menyelenggarakan pelayanan yang bermutu, rumah sakit juga bertanggung jawab terhadap� pelayanan
yang menjamin keamanan dan keselamatan pasien (patient
& provider safety = hospital safety) sehingga
mampu melindungi pasien, pegawai, pengunjung rumah sakit dan masyarakat
disekeliling rumah sakit dari berbagai
risiko tertular Penyakit. Oleh karena itu rumah sakit
harus mengetahui sekecil apapun faktor yang berpengaruh terhadap penerapan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi tanggung jawab perawat terhadap
penerapan PPI antara lain kebijakan, pengawasan, pengetahuan, pelatihan, keterampilan dan ketersedian sarana dan fasilitas.
Terjadinya penyebaran
infeksi nosokomial disebabkan adanya interaksi diantara ketiga elemen pokok
di rumah sakit yaitu host, agent, dan environment sehingga
prinsip pencegahannya adalah dengan memutuskan
mata rantai interaksi (Tranmisi) ketiga elemen tersebut.
Sasaran yang paling mudah untuk mengontrol elemen tersebut adalah dengan cara
mengontrol tranmisi, misalnya dengan meningkatkan pengetahuan tentang infeksi nosokomial bagi personil rumah sakit, pengetahuan bagi pasien yang dirawat, melakukan semua prosedur kerja dengan benar
dan sempurna baik Standar Operasional Prosedur (SOP)� perawatan, tindakan serta penggunaan atau pemilihan alat yang baik juga merupakan cara untuk mencegah infeksi nosokomial (Darmadi,
2017).
Penyebaran infeksi
selain disebabkan oleh ketiga elemen diatas,
beberapa faktor seperti pengawasan, pengetahuan dan kinerja perawat dalam memberikan
pelayanan kepada pasien
turut mempengaruhi terjadinya
infeksi di rumah sakit. Penelitian Tobing Elisabeth L (2008) menemukan bahwa faktor eksternal yang berhubungan dengan kepatuhan perawat rawat inap terhadap
penerapan SOP adalah pengawasan kepala ruangan dan lama kerja per hari dimana responden
dengan pengawasan kepala ruangan dengan katagori kuat berperilaku patuh sebesar 3,920 kali dibandingkan responden dengan pengawasan kepala ruangan dengan katagori lemah. (Najeeb
& Taneepanichsakul, 2008) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan praktek kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
Untuk meminimalkan
resiko terjadinya infeksi di Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan. serta
monitoring dan evaluasi yang melibatkan
semua unsur terkait yang ada (Depkes,
2008).
Salah satu sumber daya manusia
di rumah sakit adalah perawat, dimana� Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit, oleh sebab itu mutu pelayanan
keperawatan akan berdampak langsung terhadap pelayanan rumah sakit. Apabila
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pelanggan dibawah standar, maka akan
sangat berdampak terhadap mutu pelayanan keperawatan yang sekaligus akan� mempengaruhi
citra rumah sakit.
Kegiatan penerapan
pencegahan dan pengendalian
infeksi menjangkau setiap bagian organisasi
pelayanan kesehatan. Kegiatan ini melibatkan
individu dibeberapa bagian dan layanan misalnya bagian klinis, pemeliharaan fasilitas, jasa makanan (catering), housekeeping, laboratorium, farmasi, dan layanan sterilisasi. Kegiatan ini memiliki
mekanisme untuk mengordinasikan program secara keseluruhan. Mekanisme tersebut dapat berupa kelompok kerja, komite koordinatif,
satuan tugas atau mekanisme lainnya. Terlepas dari mekanisme apapun yang dipilih oleh rumah sakit untuk
mengkoordinasikan program pencegahan
dan pengendalian infeksi, dokter dan perawat harus terwakili dan dilibatkan dalam kegiatan dengan para professional
pencegahan dan pengendalian
infeksi (Depkes,
2008).
Menurut
Dewan Penasehat Aliansi
Dunia untuk Keselamatan Pasien, infeksi nosokomial menyebabkan 1.5 juta kematian setiap
hari di seluruh dunia. Studi WHO di 55 rumah sakit di 14 negara di seluruh
dunia juga menunjukkan bahwa
8.7% pasien rumah sakit menderita infeksi selama menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara
di negara berkembang, diperkirakan
lebih dari 40% pasien di rumah sakit terserang infeksi nosokomial (Nursalam, 2015).
Di Indonesia kejadian infeksi nosokomial pada jenis/tipe rumah sakit
sangat beragam. Pada tahun
2018 diperoleh data proporsi
kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit pemerintah dengan jumlah pasien
1.527 orang dari jumlah pasien beresiko 160.417 (55,1%), sedangkan untuk rumah sakit swasta
dengan jumlah pasien 991 pasien dari jumlah pasien
beresiko 130.047 (35,7%). Untuk
rumah sakit ABRI dengan jumlah pasien
254 pasien dari jumlah pasien beresiko
1.672 (9,1%) (Depkes, 2008).
Tanggung jawab
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial berada di tangan tim medis
pengendalian infeksi, dibantu oleh petugas bagian perawatan mulai dari kepala
bagian perawatan, kepala ruangan/bangsal perawatan, serta semua petugas
perawatan. Perawat merupakan petugas kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan selama 24 jam penuh kepada pasien dan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan tersebut berkewajiban melaksanakan pencegahan infeksi sesuai dengan standar. Dengan demikian tenaga keperawatan merupakan pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (Darmadi,
2017).
Salah satu cara untuk meningkatkan
perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial maka ada kebijakan
manajemen yang dibuat oleh tim pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) antara lain kebijakan kewaspadaan infeksi yaitu kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen (Depkes,
2008). Sejalan
dengan penelitian Khairun Nisa (2020) bahwa ada hubungan
Kebijakan Rumah Sakit dalam Upaya
Pencegahan Penyakit Infeksi bagi Pasien
dan Tenaga Kesehatan di Lingkungan Rumah SakitUntuk menghindari penyakit infeksi di rumah kita harus terjalin
kerja sama baik antar pihak
medis, pasien dan pihak lainnya. Kesadaran individu terhadap bahayanya infeksi bisa membuat
kita bersama-sama memutuskan rantai penyebaran yang terjadi. APD yang
sering dijumpai di RS antara lain berupa sarung tangan, masker, (kacamata pelindung), face shield(pelindung wajah), dan juga jubah. Dalam meningkatkan upaya Tindakan pencegahan infeksi, diperlukan pengetahuan dan sikap perawat dalam penggunaan
alat pelindung diri (APD) agar terhindar dari risiko penularan
penyakit baik dari pasien ke
perawat maupun sesama pasien.
Demikian pula penelitian
Madjid Tetyana� dan Wibowo Adik (2012) bahwa ada hubungan Kebijakan
Rumah Sakit dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Infeksi Adapun
kewajiban RS adalah membuat kebijakan di tempatnya yang harus dilaksanakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit mengacu
terutama pada pedoman manajerial dan pedoman teknis PPI yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam
membuat kebijakan ini, rumah sakit
perlu terlebih dahulu memahami beberapa hal prinsip
terkait PPI RS, yaitu diantaranya kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi.
Hal ini sesuai Alifarik La Ode (2019) Terdapat hubungan kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terhadap Perilaku perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial. Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi perawat dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik serta mampu untuk
berperan serta dalam upaya menurunkan
terjadinya suatu infeksi .
demikian pula� hasil penelitian yang dilakukan (Herpan
& Wardani, 2012) yaitu
bahwa perilaku perawat mempengaruhi upaya pencegahan dan pengendalian yang ada di pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit, karena dengan
adanya peran serta perawat dalam
melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi yang ada di Rumah Sakit
akan mempengaruhi dalam hasil sebagai
salah satu tujuan untuk upaya pencegahan
(Herpan
& Wardani, 2012).
Bertentangan dengan
Hasil Nurseha Djaafar(2019) bahwa kebijakan
Rumah Sakit tidak berhubungan dengan penerapan Tindakan pencegahan infeksi nosokomial di Ruang Kekritisan
BLU RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou
Manado kebijakan Rumah Sakit perlu didukung
dengan upaya lain atau pendekatan lain misalnya Health Belief Model� (HBM Salah satu cara untuk
mengatasi khususnya perawat mempraktikkan tentang apa yang diketahuinya dan bagaimana hal tersebut diaplikasikan
dalam Tindakan nyata.
Program Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. hal tersebut
tentu tidak mudah karena harus
ada tanggung jawab yang diemban oleh perawat dalam mematuhi
peraturan yang sudah ada untuk melaksanakan
standar dalam upaya pencegahan (Nugraheni dan Ratna, 2012). Hal tersebut diharapkan akan mampu memberikan
dampak yang besar bagi perilaku seluruh
tenaga medis khususnya perawat dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dalam memberikan pelayanan kesehatan serta upaya pencegahan
infeksi di Rumah Sakit. Adanya upaya
tersebut harus diimbangi dengan adanya pengawasan oleh Tim pengendali infeksi yang memiliki tugas sedemikian rupa agar dapat dikontrol sesuai dengan tujuan
yang dibuat sebelumnya agar
nantinya dapat benar-benar memberikan manfaat yang baik bagi Rumah Sakit
ataupun pelayanan yang ada di Rumah Sakit
(Afandi, 2016).
Seriga Banjarnahor
(2017) bahwa pengawasan
Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan perawat melakukan cuci tangan di ruang rawat inap
Murni Teguh Memorial
Hospital Medan. Semakin baik
pengawasan IPCLN yang dilakukan
maka tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan di ruang rawat inap
akan semakin baik. Pengawasan Infection
Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan perawat melakukan cuci tangan di ruang rawat inap
Murni Teguh Memorial
Hospital Medan, dimana semakin
baik pengawasan IPCLN yang dilakukan maka tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan
cuci tangan di ruang rawat inap
akan semakin baik. Untuk itu
perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perawat dalam melakukan
cuci tangan karena merupakan salah satu penentu kualitas
7 pelayanan keperawatan Adanya pengawasan atau suvervisi yang berfokus terhadap peningkatan kualitas dan mutu pelayanan keperawatan. Sejalan dengan penelitian
Syamson Meriem Meisyaroh (2020)� bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Nene Mallomo Kab. Sidrap.). Dengan pengawasan yang kurang baik bagi
perawat, tanpa bimbingan, observasi, promosi kesehatan dan evaluasi yang diterima dari pimpinan rumah
sakit akan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan untuk selalu bertindak berdasarkan standar kewaspadaan yang sesuai dengan SPO rumah sakit.
Sejalan� dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hadrianti,
Muh Yassir, Adriani Kadir (2012) setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square
di peroleh nilai P=0,015 (P
< 0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
peran kepala ruangan sebagai pengawas dalam melaksanakan penerapan asuhan keperawatan di ruang rawat inap
Rumah Sakit Umum Daerah Daya. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
oleh Putri, Widjanarko, &Shaluhiyah
(2019) yang berjudul �Faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan perawat terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD) di RSUP DR. Karyadi Semarang� dimana juga mendapatkan tidak adanya hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan penggunaan APD sebagai salah satu bagian dalam
penerapan universal precaution.
Beberapa hasil
riset menunjukkan pertentangan antara lain� penelitian
Sofia Gusnia N. Saragih
(2018) bahwa fungsi pengawasan kepala ruangan belum efektif
terhadap kepatuhan perawat dalam penerapan
pengendalian infeksi nosokomial (pvalue 0, 285). Demikian hasil� penelitian
Sri Melfa Damanik, F. Sri Susilaningsih, dan Afif Amir Amrullah 75 (2010) menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pengawasan terhadap praktik hand hygiene dengan kepatuhan melakukan hand hygiene dengan p-value 0,329 > 0,05. Kristina Hartati (2014) melakukan penelitian yang juga mendukung hasil penelitian ini yaitu tidak
ada hubungan antara supervisi dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan
pendokumentasian dengan
p-value = 0,653 > 0,05.
Berdasarkan hasil
wawancara awal dengan kepala instalasi
rekam medik Rumah Sakit
Umum Daerah /RSUD Kota Makassar diketahui bahwa
tingginya kejadian infeksi nosokomial disebabkan oleh beberapa hal seperti, pengawasan
dan perilaku perawat. Hal ini dikarenakan pengawasan yang kurang dari kepala ruangan
dan Tim PPI kurang memperhatikan
perawat pelaksana dalam melakukan tindakan keperawatan.
Interpretasi hubungan
pengetahuan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan
dengan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (pvalue=0,021). Hasil menunjukkan pengetahuan perawat yang baik dengan penerapan
pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial baik (29,1%) dan yang kurang baik (22,3%) sedangkan pengetahuan kurang baik dengan penerapan
pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial baik (16,5%) dan yang kurang baik sebanyak (32,0%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Fadila & Widi, (2019) yang berjudul �Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Praktik Perawat Dalam PelaksanaanUniversal
precaution Di RSUD Brebes�yang
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan penerapan universal
precaution di tempat kerja.Berdasarkan
analisis peneliti selama dilapangan menyimpulkan, ada hubungan pengetahuan perawat terhadap penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Pengetahuan perawat dalam pencegahan
dan pengendalian infeksi masih banyak kurang
baik tentang kewaspadaan standar diterapkan pada semua klien dan pasien / orang yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang masker sekali pakai dapat
digunakan beberapa kali, jika digunakan dengan orang yang sama, dan gaun apron dipakai sebagai perlindungan diri dan mengurangi kemungkinan penyebaran infeksi di RS. Peran Promosi kesehatan rumah sakit bekerja sama
Tim PPI juga selalu memberikan
penyuluhan pengetahuan tentang pencegahan infeksi nosokomial kepada perawat pelaksana, agar pengetahuan perawat tentang kewaspadaan standar semakin bertambah.
Sejalan dengan
penelitian Syamson Meriem Meisyaroh (2020Pengetahuan
yang kurang baik ada hubungan dengan
penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (p value=0,021) bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat dengan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Nene Mallomo Kab. Sidrap.
Memberikan pengetahuan yang
baik tentang kewaspadaan standar akan meningkatkan kualitas pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial. Perawat yang telah memiliki pengetahuan yang baik berperilaku dan berusaha meningkatkan perannya dalam upaya pencegahan
infeksi nosokomial dan berperan pula dalam promosi kesehatan di rumah sakit tersebut.
Petugas kesehatan
yang mempunyai resiko
paling tinggi sebagai media
terjadinya penularan infeksi nosokomial kepada pasien adalah
perawat, hal ini disebabkan karena perawat selama 24 jam berhubungan langsung dengan pasien untuk melaksanakan
asuhan keperawatan. 2 Kemampuan perawat dalam upaya pencegahan
transmisi infeksi nosokomial di rumah sakit adalah tingkatan
pertama dalam pemberian pelayanan berkualitas. Kemampuan perawat dalam pemberian
pelayanan berkualitas dapat tercermin dari perilaku patuh
dalam penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Hasil penelitian Handiyani (2004) menyatakan bahwa, perilaku patuh perawat dalam pencegahan
dan pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh pengetahuan sebesar 24%.
Pengetahuan merupakan
salah satu dari ketiga komponen pembentuk sikap yaitu komponen kognitif. Dalam teori Rosenberg, pengetahuan dan sikap berhubungan secara konsisten. Bila komponen kognitif
(pengetahuan) berubah, maka akan diikuti
perubahan sikap. Sejalan penelitian Sugeng,(2014)
Pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial adalah segala sesuatu hal yang diketahui oleh seorang perawat tantang hal-hal yang menjadikan bebas dari resiko infeksi
dengan menggunakan asuhan keperawatan. Seperti mengetahui tentang infeksi nosokomial, memahami infeksi nosokomial dan menerapkan cara pencegahan infeksi nosokomial. Tingginya tingkat pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial dapat meningkatkan perilaku pencegahan infeksi nosokomialbahwa ada hubungan yang signifikan secara bersama-sama antara pengetahuan dan sikap perawat dengan pencegahan infeksi nosokomial di ruang Rawat Inap RSPAW Salatiga Jawa Tengah. tingkat pengetahuan perawat yang baik dan sikap perawat yang positif maka diharapkan menjadi suatu modal awal untuk bisa
mengimplementasikan berupa tindakan yang nyata untuk melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial tersebut dan lebih meningkatkan untuk upaya yang berkelanjutan. Misalnya dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dan diadakan pelatihan-pelatihan yang
berkaitan dengan upaya pencegahan infeksi nosokomial supaya perawat maupun tenaga kesehatan
lainnya dapat menerapkannya dengan baik dan maksimal. Selain itu juga perlu dilakukan pengawasan atau pemantauan dalam pelaksanaan upaya pencegahan tersebut.
Sejalan penelityian
Aliyupiudin Yufi (2019) bahwa terdapat hubungan pengetahuan perawat tentang infeksi nosokomial terhadap perilaku pencegahan infeksi nosokomial di Ruang Bedah RS
SALAK Kota Bogor terdapat 16 (53,3%). Memiliki pengetahuan baik dengan perilaku
positif. Nilai hubungan signifikat dengan menggunakan komputerisasi didapatkan p value 0,000 ≤ 0,05 (alpha).
Beberapa penelitian
menunjukkan pertententangan
antara lain Rita Rahmawati,dan
Mey Susanti (2014) Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan
antara pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial dengan mencuci tangan Menurut (Ilyas,
2002) faktor� yang menyebabkan� perawat� tidak� melaksanakan� cuci� tangan� yaitu kurangnya� pengetahuan tentang� pentingnya hand�shygienedalam� mengurangi� penyebaran� infeksi� dan� bagaimana tangan menjadi� terkontaminasi,� kurangnya� pemahaman� teknik� cuci� tangan� yang� baik� dan benar,� jeleknya� akses� untuk� fasilitas� cuci� tangan,� timbulnya�
dermatitis� kontak� dengan seringnya� terpapar� dan� belum ada� komitmen� dari� RS� untuk� pelaku� cuci� tangan� yang� baik dan� benar.� Pada� umumnya� para� perawat� mencuci� tangan� setelah� selesai� melakukan pemeriksaan� pasien� keseluruhan.� Hal� ini� menunjukkan� bahwa� mereka� melakukan� cuci tangan hanya berdasarkan
pengetahuan mereka saja.
Berdasarkan data surveilance
infection control team RSUD Kota Makassar (2019) menunjukkan
kejadian infeksi nosokomial masih cukup tinggi dari
standar Depkes yaitu 1.5 %, kejadian infeksi di RSUD Kota Makassar yaitu
seperti: Cateter Assosiated Urinary Tract Infection (CAUTI/ISK):1,6%, Blood
Stream Infection (BSI) 10,7 %, Surgical site Infection (SSI) 10,9%, Plebitis 2,2%, dan Penemonia akibat Ventilator (PAV) 9,2%.
Berdasarkan uraian
diatas dan banyak factor
yang mempengaruhi penerapan
pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial, oleh karena itu perlu
ada penelitian� tentang
Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial� di RSUD
Kota Makassar.
Metode Penelitian
1.
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah correlations study yang merupakan
penelitian hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok
subjek (Nursalam, 2015).
Penelitian ini menggunakan rancangan korelasional berupa cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran (observasi) data variabel independen dan dependen hanya satu kali
pada waktu yang sama (Nursalam,
2015). Studi
ini akan memperoleh efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan dengan
penyebab (variabel independen). Pengukuran penerapan
pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial oleh perawat (variabel dependen) dilakukan bersamaan dengan pengukuran variabel independen untuk melihat factor determinan yang berhubungan dengan tanggung jawab perawat dalam� pelaksanaan
pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana.
2.
Lokasi dan Waktu penelitian
1) Lokasi
Penelitian akan
dilaksanakan di RSUD Kota Makassar
2) Waktu
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Juni 2021 sampai Juli 2021
3. Populasi, Sampel,
dan Tehnik Sampling
1) Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang perawatan RSUD Kota Makassar� yang berjumlah 95 orang.
2) Sampel
Sampel adalah
sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah perawat
yang bekerja di ruang rawat inap RSUD Kota Makassar dengan latar
belakang pendidikan DIII
dan S1 keperawatan dengan jumlah sampel berpdoman
pada pedoman pengambilan sampel menurut (Hastono,
2007).
3) Teknik Pengambilan
Sampel
Tehnik Pengambilan
sampel dalam penelitian ini dengan cara purposive sampling teknik. Suatu teknik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel
diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (sesuai dengan tujuan
atau masalah dalam penelitian). Pada penelitian ini peneliti akan mengumpulkan
data dengan menggunakan kuesioner, lembar observasi atau checklist tentang beberapa factor determinan yang berpengaruh terhadap tanggung jawab perawat dalam
menerapkan pencgahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.
Kriteria Inklusi:
a) Perawat pelaksana
yang bekerja di ruang perawatan RSUD Kota Makassar
b) Pendidikan minimal D3 Keperawatan
c) Masa kerja
≥ 1 tahun
d) Bersedia menjadi
responden penelitian kontrak
Kriteria Ekslusi:
1. Perawat yang tidak
hadir saat pengambilan data karena cuti atau sakit
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Pembahasan ini
menguraikan tentang hasil penelitian Pengaruh
Kebijakan dan pengawasan Terhadap Penerapan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial Di RSUD Kota Makassar.
Penyajian hasil
penelitian ini meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dimana tujuannya untuk melihat Kebijakan dan pengawasan Terhadap
Penerapan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial Di RSUD Kota Makassar.
1. Analisi univariat
Dilakukan dengan
tujuan mendapatkan gambaran deskriptif dari karakteristik individu, pengaruh Kebijakan dan pengawasan
terhadap penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di RSUD Kota Makassar.
a) Gambaran karakteristik responden
Tabel 1
Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan
Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Masa
Kerja Perawat Di RSUD Kota Makassar Tahun 2021
Karakteristik Responden |
F |
% |
Usia �����
Early Adulthood ���� Middle Adulthood |
19 58 |
24,7 75,3 |
Jenis Kelamin ���� Laki-Laki ���� Perempuan |
22 55 |
28,6 71,4 |
Tingkat Pendidikan ���� D3 Keperawatan ���� D4 Keperawatan ���� S1 Keperawatan ���� Ners |
47 1 12 17 |
61,0 1,3 15,6 22,1 |
���� Sumber : Data Primer 2021
�
Tabel 1 menunjukkan
dari 77 responden terdapat umur early adulthood sebanyak
19 (24,7%) responden, dan� middle adulthood sebanyak
58 (75,3%) responden.
Jenis kelamin
yang paling banyak terdapat
pada perempuan yaitu sebanyak 55 (71,4%) responden,
dan laki-laki sebanyak 22
(28,6%).
Tingkat pendidikan yang paling banyak yaitu� pendidikan
D3 Keperawatan yaitu sebanyak 47 (61,0%) responden,
dan� paling sedikit
pada pendidikan D4 keperawatan
sebanyak 1 (1,3%) responden.
b) Gambaran Penerapan Pencegahan Infeksi Nosokomial oleh Perawat Pelaksana di RSUD Kota Makassar.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Penerapan Pencegahan Infeksi
Nosokomial oleh Perawat Pelaksana di RSUD
RSUD Kota Makassar Tahun
2021
Variabel |
F |
% |
Kebesihan Tangan ���� Kurang ���� Baik |
4 73 |
5,2 94,8 |
Pengunaan Alat Pelindung
Diri ���� Kurang ���� Baik |
11 66 |
14,3 85,7 |
Pemrosesan peralatan
pasien dan penatalaksanaan
linen ���� Kurang ���� Baik |
8 69 |
10,4 89,6 |
Pengolahan Limbah
Dan Alat Tajam ���� Kurang ���� Baik |
5 72 |
6,5 93,5 |
���������������������� Sumber : Data Primer 2021
Tabel 2 menunjukkan
bahwa dari 77 responden terdapat 4 (5,2%) responden yang kebersihan tangannya kurang, dan sebanyak 73 (94,8%) responden
yang kebersihan tangannya baik.
Sebanyak 11 (14,3%) responden yang penggunaan alat pelindung dirinya kurang, dan sebanyak 66 (85,7%) responden
yang penggunaan alat pelindung dirinya baik.
Sebanyak 8 (10,4%) responden yang pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaannya kurang, dan sebanyak 69 (89,6%) responden
yang pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaannya baik.
Sebanyak 5 (6,5%) responden yang pengolahan limbah dan alat tajam kurang, dan sebanyak 72 (93,5%) responden
yang yang pengolahan limbah dan alat tajam baik.
c) Gambaran Penerapan Pencegahan Infeksi Nosokomial oleh Perawat Pelaksana di RSUD Kota Makassar �pada gambar berikut ini:
Penentuan kriteria
baik dan kurang pada variabel Variabel Penerapan pencegahan dan Pengendalian Infeksi berdasarkan� hasil uji distribusi data� diperoleh dengan membagi nilai Skewness (36,77) dengan standar errornya (38,00) menghasilkan
-4,08 (≤ 2) berarti distribusi
data normal maka menggunakan
mean� Kurang (jika
≤ 37) baik
(jika >mean
37) (lihat lampiran Hal 129).
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Penerapan Pencegahan
Infeksi Nosokomial oleh Perawat Pelaksana
di RSUD Kota Makassar Tahun
2021
Penerapan Pencehahan Infeksi Nosokomial |
f |
% |
Kurang Baik |
9 68 |
11,7 88,3 |
���������������������� Sumber : Data Primer 2021
Tabel 3 menunjukkan
penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana lebih banyak yang baik� yaitu 88,3% atau sebanyak 68 orang sedangkan yang kurang hanya 11,7% atau sebanyak 9 orang.
d) Gambaran faktor yang berhubungan dengan penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD RSUD Kota Makassar.
Penentuan kriteria
baik dan kuran pada variabel dibawah ini berdasarkan sbb (lihat lampiran
Hal 129 ) :
1) Varibel Kebijakan
dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu
�Baik� dan �kurang baik�, hasil uji distribusi data� diperoleh dengan membagi nilai Skewness (0,701) dengan standar errornya (0,274) menghasilkan 2,55(≥ 2) berarti
distribusi data tidak
normal maka menggunakan
median� Kurang (jika
≤ 11) baik
(jika >11).
2) Variabel Pengawasan
dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu
�Baik� dan �kurang baik�, hasil uji distribusi data� diperoleh dengan membagi nilai Skewness (2,75) dengan standar errornya (2,74) menghasilkan 1 (≤ 2) berarti
distribusi data normal maka
menggunakan mean�
Kurang (jika ≤ 46) baik
(jika >46.
3) Varibel Pengetahuan
Dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu
�Baik� dan �kurang baik�, hasil uji distribusi data� diperoleh dengan membagi nilai Skewness (-,411) dengan standar errornya (2,74) menghasilkan 1,5 (≤ 2) berarti
distribusi data normal maka
menggunakan mean�
Kurang (jika ≤ 10) baik (jika
>10.
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Faktor Berhubungan Dengan
Penerapan Pencegahan Infeksi Nosokomial Oleh Perawat
Pelaksana Di RSUD Kota Makassar Tahun
2021
Variabel |
f |
% |
Kebijakan ���� Kurang ���� Baik |
3 74 |
3,9 96,1 |
Pengawasan ���� Kurang ���� Baik |
27 50 |
35,1 64,9 |
Pengetahuan ��� �Kurang ���� Baik |
9 68 |
11,7 88,3 |
������������������������� Sumber : Data Primer 2021
Tabel 4 menunjukkan
bahwa responden yang menyatakan kebijakan tentang penerapan PPI Masih kurang� yaitu hanya sebanyak 3 orang (3,9%), sedangkan yang menyatakan kebijakan baik yaitu sebanyak 74 (96,1%).
Diperoleh data bahwa
27 orang (35,1%) yang pengawasannya kurang, dan sebanyak sebanyak 50 orang (64,9%) yang pengawasannya
baik.
Berdasarkan distribusi
pengetahuan Diperoleh data bahwa 9 orang (11,7%) yang pengetahuannya
kurang, dan sebanyak 68
orang (88,3%) yang pengetahuannya baik.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
a) Hubungan antara
kebijakan dengan penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RS Hj
Zubaidah Bantilan Tolitoli.
Tabel 5
Hubungan Kebijakan Dengan Pelaksanaan
Pencegahan Infeksi Nosokomial Oleh
Perawat Pelaksana Di RSUD Kota
Makassar
Penerapan� Pencegahan Infeksi Nosokomial |
Total |
OR 95% CI |
ρ value |
|||||
Kurang |
Baik |
|||||||
f |
% |
f |
% |
f |
% |
19.143 1.53-238.7 |
0.03 |
|
Kurang |
2 |
66,7 |
1 |
33,3 |
3 |
100 |
||
Baik |
7 |
9,5 |
67 |
90,5 |
74 |
100 |
||
Jumlah |
9 |
11.7 |
68 |
88.3 |
77 |
100 |
|
|
�� Sumber : Data Primer 2021
Table 5 menunjukkan bahwa dari 74 responden yang baik dalam pelaksanaan
pencegahan infeksi nosocomial
yang menyatakan kebijakan baik sebanyak 67 orang (90,7%) dibandingkan yang menyatakan kebijakan kurang sebanyak 7 orang (9,5%).
Bahwa dari
3 responden yang kurang dalam pelaksanaan pencegahan infeksi nosocomial
yang menyatakan kebijakan kurang sebanyak 2 orang (66,7 %) dibandingkan yang menyatakan kebijakan baik sebanyak 1 orang (33,3%).
Hasil uji statistik menggunakan Pearson Chi-Square dengan koreksi
Fisher�s Exact Test diperoleh nilai ρ = 0.03 maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang bermakna secara signifikan antara kebijakan dengan penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana (ρ value < α value).
Pada penelitian
diperoleh nilai Odds Ratio (OR) sebesar
19.143 dengan Confidence
Interval (95%) : 1.535-238.765, menunjukkan bahwa dengan adanya kebijakan,
perawat pelaksana mempunyai peluang 19.143 kali melaksanakan pencegahan infeksi nosokomial dengan baik.
b) Hubungan antara
pengawasan dengan penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD Kota Makassar.
Tabel 6
Hubungan Pengawasan Dengan Pelaksanaan
Pencegahan Infeksi Nosokomial Oleh Perawat
Pelaksana Di RSUD Kota Makassar
Pengawasan |
Penerapan� Pencegahan Infeksi Nosokomial |
Total |
ρ value |
||||
Kurang |
Baik |
||||||
f |
% |
f |
% |
f |
% |
0.00 |
|
Kurang |
9 |
33,3 |
18 |
66,7 |
27 |
100 |
|
Baik |
0 |
0.0 |
50 |
100 |
50 |
100 |
|
Jumlah |
9 |
11.7 |
68 |
88.3 |
77 |
100 |
|
���������� Sumber :
Data Primer 2021
Table 6 menunjukkan bahwa dari 50 responden yang baik dalam pelaksanaan
pencegahan infeksi nosocomial
yang menyatakan pengawasan baik sebanyak 50 orang (100%).
Bahwa dari
27 responden yang kurang dalam pelaksanaan pencegahan infeksi nosocomial
yang�� menyatakan
pengawasan kurang� sebanyak
9 orang (33,3 %) dibandingkan yang�� menyatakan pengawasan baik sebanyak 18 orang (66,7%).
Hasil uji statistik menggunakan Pearson Chi-Square dengan koreksi
Fisher�s Exact Test diperoleh nilai ρ = 0.00, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang bermakna secara signifikan antara pengawasan dengan penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana (ρ value < α value).
B. Pembahasan
1.
Penerapan Pencegahan Infeksi
Nosokomial Oleh Perawat Pelaksana di RSUD Kota Makassar
Gambaran pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RS Hj Zubaidah Bantilan
Tolitoli tahun 2021 secara umum berdasarkan
hasil analisis univariat yaitu penerapan pencegahan infeksinya Sebagian besar sudah baik demikian
pula terlihat dari item penerapan pencegahan infeksi nosocomial Sebagian besar
sudah baik antara lain� kebersihan tangannya, penggunaan alat pelindung dirinya ,pemrosesan peralatan pasien dan pengolahan limbah dan alat tajam. karena
hal ini didukung
oleh kebijakan baik 96,1%,pengawasannya baik 64,9% dan pengetahuannya baik 88,3%.
Teori yang sejalan
dengan factor yang berhubungan
dengan Penerapan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial antara lain� Model Teori Prilaku Green & Bloom (1996) dalam
Notoatmojo�
(2014) Manusia berperilaku
tertentu karena ada hal-hal yang mendorong serta mengarahkan untuk memilih bentuk-bentuk perilaku seperti yang sudah diperlihatkannya. Faktor pendorong ini lazimnya muncul
dari sistem kebutuhan yang didapat dalam dirinya, sedangkan faktor pengarahnya adalah sikap. Demikian pula teori Green (1996) menganalisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni
faktor perilaku dan faktor diluar perilaku,
selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk
dari 3 faktor yaitu Faktor Predisposing yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, kepercayaan dan persepsi dan Faktor Enabling atau factor pendudkung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana Kesehatan dan Faktor
Reinforcing atau factor pendorong� yang terwujud dalam peraturan-peraturan, kebijakan,� pengawasan, dan perilaku petugas yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.Sejalan
dengan teori Bloom (1956) membedakan perilaku menjadi 3 kelompok yaitu Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, sedangkan Notoatmojo (2012) membagi ranah perilaku
menjadi tiga bagian yaitu, pengetahuan
(Knowledge), sikap (Attitude) dan
Tindakan (Practice).
Keadaan ini
sesuai dengan ketentuan Departemen Kesehatan
yang mengharuskan petugas kesehatan memahami, mematuhi dan menerapkan kewaspadaan isolasi yaitu kewaspadaan standard dan kewaspadaan berdasarkan transmisi. Strategi
utama untuk pencegahan dan pengendalian infeksi, adalah menyatukan universal
precautions dan body substance
isolation. Dan merupakan kewaspadaan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rutin dan harus diterapkan terhadap semua pasien di semua fasilitas Kesehatan (Depkes, 2008).
Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit maupun fasilitas
pelayanan kesehatan lain sebagai upaya untuk
memutus siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Salah
satu indikator mutu pelayanan di rumah sakit adalah
persentase angka kejadian infeksi nosokomial. Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang wajib
disediakan oleh rumah sakit salah satunya adalah pencegahan dan pengendalian infeksi. Angka kejadian infeksi nosokomial yang tinggi dapat menurunkan citra dan mutu pelayanan rumah sakit. Semakin rendah angka infeksi
nosokomial maka akan semakin efektif
dan efisien pelayanan, hari rawat inap
semakin pendek dan tentunya biaya dapat ditekan. Selain biaya
yang dikeluarkan dapat ditekan, pasien juga mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan harapan tanpa mendapatkan komplikasi akibat perawatan di rumah sakit.
Secara umum penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD Kota
Makassar sudah
berjalan� baik karena hal
ini didukung oleh� kebijakan baik ,pengawasannya baik dan pengetahuannya baik karena RSUD Kota Makassar� adalah salah satu RS rujukan� di kota Makassar, maka Rumah Sakit
harus tetap melakukan evaluasi dan pembenahan terhadap pelaksanaan pencegahan infeksi nosokomial oleh segenap petugas kesehatan, terlebih khusus kepada perawat
pelaksana yang merupakan pelaksana terdepan dalam pencegahan infeksi supaya lebih optimal lagi perlu didukung oleh saran adan prasarana yang memadai serta peningkatan
pelatihan keterampilan perawat supaya penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD Kota Makassar �dapat lebih optimal lagi.
2.
Hubungan kebijakan dengan
penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD Kota
Makassar tahun 2021
Berdasarkan hasil
penelitian menggunakan uji
statistic Pearson Chi-Square dengan
koreksi Fisher�s
Exact Test diperoleh nilai
ρ = 0.000, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang bermakna secara signifikan antara kebijakan dengan penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana (ρ value < α value).
Salah satu
cara untuk meningkatkan perilaku perawat dalam pencegahan
infeksi nosokomial maka ada kebijakan
manajemen yang dibuat oleh tim pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) antara lain kebijakan kewaspadaan infeksi yaitu kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD), peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen (Depkes,
2008). Sejalan
dengan penelitian Khairun Nisa (2020) bahwa ada hubungan
Kebijakan Rumah Sakit dalam Upaya
Pencegahan Penyakit Infeksi bagi Pasien
dan Tenaga Kesehatan di Lingkungan Rumah SakitUntuk menghindari penyakit infeksi di rumah kita harus terjalin
kerja sama baik antar pihak
medis, pasien dan pihak lainnya. Kesadaran individu terhadap bahayanya infeksi bisa membuat
kita bersama-sama memutuskan rantai penyebaran yang terjadi. APD yang
sering dijumpai di RS antara lain berupa sarung tangan, masker, (kacamata pelindung), face shield(pelindung wajah), dan juga jubah. Dalam meningkatkan upaya Tindakan pencegahan infeksi, diperlukan pengetahuan dan sikap perawat dalam penggunaan
alat pelindung diri (APD) agar terhindar dari risiko penularan
penyakit baik dari pasien ke
perawat maupun sesama pasien.
Demikian pula penelitian
Madjid Tetyana� dan Wibowo Adik (2017) bahwa ada hubungan Kebijakan
Rumah Sakit dalam Upaya Pencegahan
Penyakit Infeksi Adapun kewajiban RS adalah membuat kebijakan di tempatnya yang harus dilaksanakan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit mengacu
terutama pada pedoman manajerial dan pedoman teknis PPI yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam
membuat kebijakan ini, rumah sakit
perlu terlebih dahulu memahami beberapa hal prinsip
terkait PPI RS, yaitu diantaranya kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi.
Hal ini
sesuai Alifarik La Ode (2019) Terdapat hubungan kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terhadap Perilaku perawat dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial. Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi perawat dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik serta mampu untuk
berperan serta dalam upaya menurunkan
terjadinya suatu infeksi. demikian pula� hasil penelitian yang dilakukan (Herpan
& Wardani, 2012) yaitu
bahwa perilaku perawat mempengaruhi upaya pencegahan dan pengendalian yang ada di pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit, karena dengan
adanya peran serta perawat dalam
melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi yang ada di Rumah Sakit
akan mempengaruhi dalam hasil sebagai
salah satu tujuan untuk upaya pencegahan
(Herpan
& Wardani, 2012).
Bertentangan dengan
Hasil Nurseha Djaafar(2019) bahwa kebijakan
Rumah Sakit tidak berhubungan dengan penerapan Tindakan pencegahan infeksi nosokomial di Ruang Kekritisan
BLU RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou
Manado kebijakan Rumah Sakit perlu didukung
dengan upaya lain atau pendekatan lain misalnya Health Belief Model� (HBM Salah satu cara untuk
mengatasi khususnya perawat mempraktikkan tentang apa yang diketahuinya dan bagaimana hal tersebut diaplikasikan
dalam Tindakan nyata.
Kebijakan adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan
suatu pkerjaan, kepemimpinan dan cara bertindak. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hokum. Jika hukm dapat memaksakan atau melarang suatu
perilaku, kebijakan hanya menjadi pedoman
tindakan yang paling mungkin
memperoleh hasil yang diinginkan.
Menurut� Goggient et al
(1990), dalam Purwanto
& Sulisyastuti, (2012), kebijakan
diasumsikan sebagai suatu pesan, dimana
keberhasilan implementasi pesan tersebut sangat dipengaruhi oleh 3 hal pokok:� (a) Isi kebijakan (the content of the policy message), meliputi� sumberdaya, mampaat kebijakan, dan� keterlibatan public; (b) Format kebijakan
(the form of the policy message), meliputi kejelasan kebijakan/policy
clarity, konsistensi kebijakan/policy
consistency, prequency serta
penerimaan isi kebijakan (receipt of message); (c) Reputasi
actor (the reputation of the communicator) terdiri dari legitimasi dan kredibilitas para actor.
Semua rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus� melaksanakan
pencegahan dan pengendalian
infeksi. Pelaksanaan penerapan pelaksanaan pencegahan infeksi yang dimaksud sesuai dengan pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan pedoman� penerapan pelaksanaan infeksi lainnya yang dikeluarkan oleh departemen kesehatan RI.
Kebijakan atau regulasi penerapan
pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD Kota
Makassar �sudah ada yang mana kebijakan ini mengatur tentang
Pelaksanaan pencegahan Infeksi,� baik kebijakan manajemen maupun kebijakan tehnis akan� meningkatkan kualitas pelaksanaan pencegahan infeksi noskomial. Perawat yang telah mengetahui tentang kebijakan yang baik akan berperilaku dan berusaha meningkatkan perannya dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial. Mereka akan lebih
sadar untuk selalu bertindak berdasarkan standar yang telah diatur dalam
kebijakan tersebut tinggal implementasi dan evaluasi yang perlu di optimalkan di tingkat perawat dan petugas Kesehatan lainnya dan perlu juga memberlakukan reward bagi perawat yang patuh dalam� penerapan pencegahan infeksi nosocomial dan punishment atau hukuman bagi
perawat yang tidak patuh� supaya� perawat pelaksana lebih termotivasi dalam�� penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RS Hj Zubaidah.
3.
Hubungan pengawasan dengan
penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD Kota
Makassar tahun 2021
Berdasarkan hasil
penelitian menggunakan uji
statistic Pearson Chi-Square dengan
koreksi Fisher�s
Exact Test diperoleh nilai
ρ = 0.000, maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang bermakna secara signifikan antara pengawasan dengan penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana (ρ value < α value).
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. hal tersebut tentu
tidak mudah karena harus ada
tanggung jawab yang diemban oleh perawat dalam mematuhi peraturan yang sudah ada untuk melaksanakan
standar dalam upaya pencegahan (Nugraheni dan Ratna, 2012). Hal tersebut diharapkan akan mampu memberikan
dampak yang besar bagi perilaku seluruh
tenaga medis khususnya perawat dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dalam memberikan pelayanan kesehatan serta upaya pencegahan
infeksi di Rumah Sakit. Adanya upaya
tersebut harus diimbangi dengan adanya pengawasan oleh Tim pengendali infeksi yang memiliki tugas sedemikian rupa agar dapat dikontrol sesuai dengan tujuan
yang dibuat sebelumnya agar
nantinya dapat benar-benar memberikan manfaat yang baik bagi Rumah Sakit
ataupun pelayanan yang ada di Rumah Sakit
(Afandi, 2016).
Seriga Banjarnahor
(2017) bahwa pengawasan
Infection Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan perawat melakukan cuci tangan di ruang rawat inap
Murni Teguh Memorial
Hospital Medan. Semakin baik
pengawasan IPCLN yang dilakukan
maka tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan di ruang rawat inap
akan semakin baik. Pengawasan Infection
Prevention and Control Link Nurse (IPCLN) memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepatuhan perawat melakukan cuci tangan di ruang rawat inap
Murni Teguh Memorial
Hospital Medan, dimana semakin
baik pengawasan IPCLN yang dilakukan maka tingkat kepatuhan perawat dalam melakukan
cuci tangan di ruang rawat inap
akan semakin baik. Untuk itu
perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perawat dalam melakukan
cuci tangan karena merupakan salah satu penentu kualitas
7 pelayanan keperawatan Adanya pengawasan atau suvervisi yang berfokus terhadap peningkatan kualitas dan mutu pelayanan keperawatan. Sejalan dengan penelitian Syamson Meriem Meisyaroh (2020)� bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengawasan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Nene Mallomo Kab. Sidrap.). Dengan pengawasan yang kurang baik bagi
perawat, tanpa bimbingan, observasi, promosi kesehatan dan evaluasi yang diterima dari pimpinan rumah
sakit akan meningkatkan kesadaran dan kepatuhan untuk selalu bertindak berdasarkan standar kewaspadaan yang sesuai denganSPO rumah sakit.
Sejalan� dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hadrianti,
Muh Yassir, Adriani Kadir (2012) setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square
di peroleh nilai P=0,015 (P
< 0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara
peran kepala ruangan sebagai pengawas dalam melaksanakan penerapan asuhan keperawatan di ruang rawat inap
Rumah Sakit Umum Daerah Daya. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan
oleh Putri, Widjanarko, &Shaluhiyah
(2019) yang berjudul �Faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan perawat terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD) di RSUP DR. Karyadi Semarang� dimana juga mendapatkan tidak adanya hubungan antara pengawasan dengan kepatuhan penggunaan APD sebagai salah satu bagian dalam
penerapan universal precaution.
Beberapa hasil
riset menunjukkan pertentangan antara lain� penelitian
Sofia Gusnia N. Saragih(2018)bahwa� fungsi pengawasan kepala ruangan belum efektif terhadap
kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial (pvalue 0, 285). Demikian hasil� penelitian
Sri Melfa Damanik, F. Sri Susilaningsih, dan Afif Amir Amrullah 75 (2010) menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pengawasan terhadap praktik hand hygiene dengan kepatuhan melakukan hand hygiene dengan p-value 0,329 > 0,05. Kristina Hartati (2014) melakukan penelitian yang juga mendukung hasil penelitian ini yaitu tidak
ada hubungan antara supervisi dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan
pendokumentasian dengan
p-value = 0,653 > 0,05.
Hasil ini
sejalan dengan Tobing Elisabeth L (2008) penelitiannya dengan judul kepatuhan perawat rawat inap
terhadap SOP menemukan bahwa faktor eksternal
yang berhubungan dengan kepatuhan perawat rawat inap adalah
pengawasan kepala ruangan dan lama kerja per hari dimana responden
dengan pengawasan kepala ruangan dengan katagori kuat berperilaku patuh sebesar 3,920 kali dibandingkan responden dengan pengawasan kepala ruangan dengan katagori lemah.
Kontrol atau
pengawasan adalah fungsi di dalam manajemen fungsional yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan atau manajer semua
unit/satuan kerja terhadap pelaksanaan pekerjaan dilingkungannya. Oleh karena itu berarti
juga setiap pimpinan/manajer memiliki fungsi yang melekat didalam jabatannya untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok
masing-masing, sehingga disebut
pengawasan melekat (Munir,
2008).
Sesuai dengan
Bird yang dikutip Munir (2008), terjadinya
infeksi disebabkan karena adanya kekurangan
dalam system pengawasan manajeman. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack of
control Managemen) dapat
terbentuk kurang program, kurangnya standar dari program atau kegagalan memenuhi standar. Pengawasan adalah salah satu unsur manajer profesional
yang harus dilaksanakan
oleh semua anggota manajemen, baik ia seorang pengawas
atau pimpinan utama suatu organisasi.
Perawat dengan pengawasan yang baik akan berperilaku
dan berusaha meningkatkan perannya dalam upaya pencegahan infeksi nosokomial. Dengan arahan, bimbingan, observasi dan evaluasi yang diterima dari manajer akan
meingkatkan kesadaran� dan kepatuhan untuk selalu bertindak berdasarkan standar kewaspadaan yang sesuai dengan SOP rumah sakit.
Kesimpulan
Hasil penelitian
ini mendapat kesimpulan sebagai berikut: 1) Gambaran penerapan pencegahan infeksi nosokomial oleh perawat pelaksana di RSUD Kota Makassar lebih banyak
yang baik� yaitu 88,3% atau sebanyak 68 orang sedangkan yang kurang hanya 11,7% atau sebanyak 9 orang. 2) Gambaran kebijakan
pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial perawat pelaksana sebagian besar baik yaitu sebanyak
96,1% 3) Gambaran pengawasan penerapan
dan pencegahan infeksi nosokomial perawat pelaksana sebagian besar baik yaitu sebanyak 64,9% 4) Ada� hubungan yang bermakna antara kebijakan dengan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial perawat pelaksana nilai ρ = 0.035 5) Ada hubungan yang bermakna antara pengawasan� dengan penerapan dan pencegahan infeksi nosokomial perawat pelaksana nilai ρ =
0.000.
Arikunto, S. (2013). Prosedur
penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Azwar S. Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
�Pelajar, 2014
Bahtiar (2016), Manajemen Keperawatan dengan
pendekatan praktis Balatin Pratama Bandung
Darmadi (2016) infeksi nosokomial problematika dan pengendaliannya, Jakarta salemba
Medika.
Depkes.(2016). Pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi di� rumah
sakit dan Fasilitas
Kesehatan lainnya
Gillies, Dee
Ann (2007) Manajemen Keperawatan,
sebagai Suatu Pendekatan Sistem, Penerjemah Dika Sukmana, Rika Widya Sukmana Yayasan Lapkp Bandung
Ghadamgahi F., Zighaimat F.,
Ebadi A., Houshmand A. 2018. Knowledge,
Attitude and Self-Efficacy of Nursing Staffs in Hospital Infections Control.
Iranian Journal of Military Medicine Fall 2011, Volume 13, Issue 3;
167-172.
Habni Y, (2018), perilaku perawat
dalam pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan. PSIK universitas Sumatra Utara.
Ilyas. Y.
(2019), Kinerja, Teori
penilaian dan penelitian.
Jakarta Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
Hastono. 2014. Analisis Data Kesehatan. Jakarta : Fakultas Ilmu Kesehatan��� Masyarakat Universitas Indonesia
Kermode M,
Jolley D, Langkham B. Complieance with Universal/Standard Precautions among health care worker in rural
north India. American Journal of Infection control. Vol 33 (1),2012. pp
27-33.
Najeeb, N. 2012.
Knowledge, attitude and practice of
standard and transmission-based precautions in tertary
and secondary health care setting of Maldives. College of Public Health
Sciences Chulalongkorn University.
Nursalam (2015) konsep dan penerapan metodologi
penelitian ilmu keperawatan edisi 2 jakarta salemba medika
Helena Marly AK,
(2016), hubungan pendidikan dan pelatihan dengan kompetensi pegawai di bidang pelayanan pablik.USU.
Herpan, Yuniar Wardani. 2017. Analisis Kinerja Perawat dalam Pengendalian
Infeksi Nosokomial Di RSU
PKU Muhammadiyah �Bantul Yogyakarta. Jurnal Tesis Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Mangkunegara, Anwarprabu (2016). Manajemen
Sumber Daya Manusia.� Bandung:
Rosdakarya
Mardan, (2015), Infeksi nosokomial dan mampaat
pelatihan keterampilan perawat terhadap pengendaliannya, dirunag perawatan penyakit dalam rumah sakit� umum pusat Adam malik Medan.
Maryati, Siti. 2016. Keefektifan Peningkatan Kemampuan Perawat Dalam Pencegahan
Infeksi Nosokomial Pada
Bayi Di Ruang Neonatal Intensive Care
Unit Rumah Sakit Umum Daerah Wates Kulon Progo. Jurnal Tesis Pascasarjana
Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
Melo, Souza, S., Tipple, Neves, & Pereira. 20123. Nurses� understanding of� standard precautions at a public
hospital in Goiania - GO, Brazil. Rev Latino-am Enfermagem
2006 setembro-outubro; 14(5):720-7.
Mireya, (U.A.,
Marti, P.O., Xavier, K.V., Cristina, L.O., Miguel, M.M.& Magda,C.M (����������� 2014). Nosocomial
infection pediatric and neonatal intensive care unit. Journal of infection,54,212-220
Milgram (1961) dalam Mcleod, S.A (2008). Simply Psykologi
Milgram experiment
Mulyani (2018), Tinjauan Pelaksanaan Standar
Operasional Prosedur (SOP) Pemasangan Infus Pada Pasien Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS PKU
Muhammadiyah Gombong
Naim, Setyobudi. 2020. Hubungan Pengetahuan dan
Lama Kerja dengan Kepatuhan Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS. Orthopedi Prof. dr. R. Soeharso
Surakarta. Jurnal Tesis.(http://pasca.uns.ac.id, diakses tanggal 4 Maret 2013)
Najeeb (2014) Knowledge,
attitude and practice of standard and transmission-based precautions in tertary and secondary health care setting of Maldives. College
of Public Health Sciences Chulalongkorn University.
Notoatmodjo,
S. 2017. Ilmu perilaku
kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Pancaningrum D (2018) Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
perawat terhadap pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial- UI� 2011. Jurnal tesis.
Purwanto, EA, Sulistyastuty D.
(2019) Implemtasi kebijakan Pablik, konsep dan aplikasinya di Indonesia, gava
media Yogyakarta
Ratnawati (2016) Factor
yang berhubungan dengan kepatuhan perawat SOP pemasangan infuse
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II (2016) Kepatuhan�� Penerapan prinsip-prinsip pencegahan Infeksi��
(Universal Precaution)
Pada Perawat di rumah sakit Universitas Lampung.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta,
Bandung.
Septiari (2018) Infeksi Nosokomial Nuha Medika Yogyakarta
Setiawati. (2016.) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ketaatan petugas kesehatan melakukan hand hygiene dalam mencegah infeksi nosokomial di ruang perinatologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jurnal Tesis.
(http://www.lontar.ui.ac.id,� diakses tanggal 6 April� 2013)
Stein AD,
Makarawo TP, Ahmad MF.
2016� A
Survey of Doctors' and Nurses' Knowledge, Attitudes And Compliance with
Infection Control Guidelines in Birmingham Teaching Hospitals.
Tobing Elisabeth L (2016), Kepatuhan perawat� rawat
inap rumah sakit terhadap standar operasional prosedur kesehatan dan keselamatan kerja dir rumah sait
persahabatan. Jurnal
Tesis
Universitas Indonesia, (2016). Departemen Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Wahyudi (2017), Hubungan Persepsi Perawat Tentang Persepsi Profesi Keperawatan Kemampuan dan Motivasi kerja terhadap perawat pelaksana di RSUDD Dr� slamet
Garut. Tesis FIK.UI diakses 4-10-2013
Potter & Perry, (2013) fundamental of nursing : konsep,
proses dan praktik, EGC Jakarta.
Yassi, A., Lockhart, K., Corps, R., Kerr, M., Corbiere, M., & Bryce, E.A., et al. 2014. Determinants of healthcare workers�
compliance with infection control procedures. Healthcare Quarterly. 10(1),
44-52
Yosep Iyus (2016), Tanggung Jawab dan Tanggung
Gugat dalam sudut pandang etik
EGC Jakarta.
Copyright holder: Zaenal (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |