Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, Special Issue No. 2, Februari 2022
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI
TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP DENGAN KETERIKATAN KERJA PADA KARYAWAN BNN KOTA
SURABAYA
M. Viqri Amirulloh
Universitas 17 Agustus
1945 Surabaya,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 50 responden yang bekerja pada BNN Kota Surabaya. Pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan 5 aspek persepsi transformasional leadership yang dikembangkan
dari Munandar (2014). Sedangkan untuk alat ukur keterikatan
kerja, peneliti menggunakan 3 aspek yang dijelaskan oleh Schaufeli & Bakker (dalam
Zamralita, 2017). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan variabel persepsi transformasional
leadership dengan variabel keterikatan kerja. Dari hasil uji hipotesa penulis mendapatkan bahwa nilai korelasi
person sebesar 0,0551dan nilai
signifikansi sebesar 0,001
(P<0,05). Artinya variabel
persepsi transformasional
leadership (variabel X) dan variabel
keterikatan kerja (variabel Y) memiliki hubungan yang signifikan dan positif. Semakin tinggi persepsi transformasional leadership maka akan semakin tinggi
pula keterikatan kerja dari karyawan BNN Kota Surabaya.
Kata kunci: Keterikatan Kerja; Persepsi
Transformasional Leadership; BNN Kota Surabaya
Abstract
The method in this study is a quantitative research method using
correlational techniques. Participants in this study amounted to 50 respondents
who work at the BNN Surabaya. Sampling in this study used a non-probability
sampling technique. In this study, the author uses 5 aspects of perception of
transformational leadership which were developed from Munandar (2014). As for
measuring work engagement, researchers used 3 aspects described by Schaufeli
& Bakker (in Zamralita, 2017). The
purpose of this study was to determine the relationship between the perception
of transformational leadership variables and work engagement variables. From
the results of the hypothesis test, the authors found that the person
correlation value was 0.0551 and the significance value was 0.001 (P <0.05).
This means that the perception variable of transformational leadership
(variable X) and variable of work engagement (variable Y) has a significant and
positive relationship. The higher the perception of transformational
leadership, the higher the work engagement of the Surabaya City National
Narcotics Agency employees.
Keywords: Work Engagement;
Perception Of Transformational Leadership; Surabaya
City National Narcotics Agency
Pendahuluan
Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah sebuah lembaga
nonstruktural Indonesia yang bertanggung
jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Badan Narkotika
Nasional dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden Republik
Indonesa Nomor 17 Tahun 2002 (kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007). Badan Narkotika Nasional bertugas untuk mengkoordinasikan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan dibidang ketersediaan, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif lainnya.
Pada masa pandemi saat ini dengan
beban kerja yang besar, para karyawan BNN Kota
Surabaya dituntut untuk tetap bekerja secara
profesional. Hal ini tentu menjadi beban
tersendiri untuk para karyawan, karena disatu sisi mereka
harus tetap melaksanakan tugasnya, sedangkan disisi yang lain ada penyebaran penyakit corona yang selalu membayangi mereka ketika mereka sedang
melaksanakan tugas. Hal ini tak jarang
membuata para karyawan menjadi cemas ataau
stress.
Berdasarkan hasil
survei PPM Manajemen, diketahui bahwa 80% pekerja mengalami gejala stres selama
masa pandemi virus corona (Covid-19). Stres terjadi mulai
dari level sedang hingga berat. Pekerja
yang stres ini rata-rata dialami rentang usia 26-35 tahun sebesar 83%, 36-45 tahun sebesar 79%, dan di bawah usia 25 tahun 78%. Psikolog sekaligus Head of Center
for Human Capital Development PPM Manajemen Maharsi Anindyajati mengatakan, stres terbesar yang dialami oleh responden adalah terkait dengan kekhawatiran akan kesehatan dan keselamatan anggota keluarga yang mencapai 59%. Disusul takut terinfeksi virus corona
yang mencapai 56% (Kompas.com, 2020). Dari hasil
survey tersebut memperlihatkan
80% karyawan mengalami gejala stress karena adanya pandemi covid 19, karyawan tidak merasa nyaman akan
kondisi kesehatan dan keselamatan keluarga. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi produktivitas karyawan untuk mencapai visi misi organisasi.
Dari hasil survey yang telah diuraikan sebelumnya, kondisi pandemi covid 19 membawa dampak kecemasan, rasa takut, kekawatiran yang mengarah ke gejala
stress akan kondisi kesehatan karyawan dan anggota keluarganya, hal ini mengakibatkan
menurunnya semangat dalam melakukan hal hal yang inovatif
dan istimewa untuk perusahaan, karyawan lebih fokus memikirkan
kesehatan dirinya dan anggota keluarganya sehingga produktivitas kerja secara signifikan
menurun. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pandemi covid 19 membawa dampak adanya kecenderungan keterikatan kerja yang rendah. Perlu adanya
keterikatan kerja yang kuat dari para karyawan agar pekerjaan mereka tetap berjalan
secara profesional.
Bakker dan Demerouti
(2007) menyebutkan adanya
keterikatan kerja dapat membuat individu
menjadi lebih terbuka terhadap informasi baru, lebih produktif, serta lebih memiliki
keinginan untuk melakukan hal-hal lebih dari yang diharapkan. Keterikatan kerja juga menggambarkan upaya individu untuk mengabaikan tekanan dan kesulitan yang dialami selama bekerja, serta memiliki komitmen organisasi secara positif (Sartika, 2014). Ditekankan
pula oleh Schaufeli & Bakker (2003) bahwa keterikatan kerja yang tinggi akan mendorong
motivasi individu sehingga memunculkan pikiran positif dalam bekerja, yang dibuktikan dengan adanya energi yang besar dan daya tahan, kemampuan berusaha, tidak mudah menyerah dan mampu menghadapi kesulitan (vigor), yang terwujud karena perasaan terlibat yang sangat kuat dengan pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme, kebanggaan dan tantangan (dedication), juga merasa
senang dan bahagia saat bekerja, memiliki
konsentrasi, dan fokus pada
pekerjaan, hingga waktu terasa berlalu
sangat cepat (absorption). Maka,
guru dengan keterikatan kerja yang tinggi selain memiliki energi dan daya tahan kerja yang membuatnya mampu mengatasi kesulitan-kesulitan
yang dihadapinya saat mengajar, mendidik, serta membimbing anak didiknya sebagai
bagian dari komitmen positif dalam kinerjanya, juga akan merasa selalu
terlibat dengan pekerjaannya, merasa bermakna, antusias, bangga dan tertantang, sehingga selalu merasa bahagia, berkonsentrasi penuh dan fokus pada pekerjaannya. Oleh sebab itu dinyatakan
Gorgievski & Bakker (2010) bahwa keterikatan kerja akan berpengaruh positif terhadap kinerja dan produktivitas individu dan organisasi. Bahkan individu yang memiliki keterikatan kerja, dapat mempengaruhi
orang lain di sekitarnya hingga
secara tidak langsung meningkatkan kinerja tim ketika
terlibat dalam situasi kerjasama (Albrecht, 2018).
Upaya meningkatkan
keterikatan kerja dinilai peneliti sangat penting, mengingat dimilikinya keteritakan kerja sangat erat kaitannya dengan kinerja individu dalam organisasi atau lembaga tempat
kerjanya (Zamralita, 2017).
Bahkan rendahnya keterikatan kerja dapat menjadi indikator
bagi lemahnya komitmen individu dalam menghasilkan kinerja optimal bagi kemajuan lembaga atau organisasi kerjanya (Sukamto & Pardjono,
2016) serta lemahnya loyalitas dan disiplin kerja individu (Jannah, 2014).
Berdasarkan beberapa
studi terdahulu, salah satu faktor yang cukup kuat pengaruhnya
dalam meningkatkan keterikatan kerja adalah jika terjalin
hubungan yang baik antara pemimpin dengan bawahan (Breevaart, 2014).
Hubungan yang baik antara pemimpin dengan bawahan tersebut, menurut Breevart, dkk (2014) merupakan sebuah usaha yang memberi pengaruh pada karyawan untuk memahami dan menyetujui hal-hal yang harus dilakukan, serta memfasilitasi upaya individu agar dapat melakukan pekerjaan dengan efektif untuk mencapai
tujuan organisasi. Seperti dinyatakan Yukl (2010) bahwa kepemimpinan yang efektif adalah ketika pemimpinnya mampu menjelaskan tujuan dan pedoman umum pada karyawan dan mampu memberikan otonomi dalam merencanakan
cara melakukan pekerjaan, serta menentukan kecepatan kerja.
Berkaitan dengan
hal tersebut, menurut Tims (2011), gaya kepemimpinan yang diasumsikan selaras untuk meningkatkan keterikatan kerja adalah gaya kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan
transformasional yang terbukti
mampu meningkatkan keterikatan kerja (Garvin & Winata, 2016; Wisobroto & Prihatsanti, 2017; Nugroho, 2018), oleh Munandar (2014) didefinisikan sebagai bentuk interaksi antara pemimpin dan pengikutnya, juga manajer dengan bawahannya, yang ditandai adanya pengaruh pemimpin untuk mengubah perilaku bawahannya menjadi seseorang yang merasa mampu dan bermotivasi tinggi dan berupaya mencapai prestasi kerja yang tinggi dan bermutu. Ditekankan oleh Munandar, bahwa kepemimpinan transformasional, dapat mengubah bawahannya sehingga tujuan kelompok kerjanya dapat di capai bersama. Hal ini menurut Munandar (2014) dimungkinkan karena salah satu karakteristik kepemimpinan transformasional adalah mendahulukan kepentingan perusahaan atau organisasi dan kepentingan orang lain dibandingkan
dengan kepentingan diri pemimpin itu
sendiri (attributed charisma).
Karakteristik kepemimpinan
transformasional lainnya, menurut Munandar (2014) adalah mampu memberikan
inspirasi bagi bawahnya dengan menetapkan standar tinggi dan memberikan keyakinan bahwa tujuan akan tercapai,
sehingga bawahan merasa mampu melaksankan
tugasnya (inspiration leadership). Karakteristik kepemimpinan transformasional lainnya yang
juga mendorong keterikatan kerja adalah kemampuan
pemimpin untuk mendorong serta memikirkan kembali cara kerja karyawan
untuk mendapatkan cara-cara kerja baru dalam menyelesaikan
tugas-tugasnya (intellectual stimulation). Munandar juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional memberikan perhatian pada karyawannya dengan memberikan nasihat penuh makna
dan bersedia mendengarkan pandangan dan keluhan bawahannya, dapat memberi sumbangan yang berarti untuk tercapainnya
tujuan kelompok (individualize
consideration), serta
berusaha untuk mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai-nilai dan keyakinan, betapa pentingnya keikatan pada keyakinan (belief) serta perlu diperhatikan akibat moral dan etik dari keputusan yang diambil (ideal influence).
Metode Penelitian
Pendekatan Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Penelitian dengan jenis korelasional
yaitu jenis penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara variabel yang di teliti (Azwar, 2012).
Sampel Penelitian
Partisipan pada penelitian
ini berjumlah 50 responden yang bekerja pada BNN
Kota Surabaya. Pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan teknik
non-probability sampling.
Alat Ukur Penelitian
Alat ukur pada penelitian
ini menggunakan 2 alat ukur, yaitu
persepsi transformasional
leadership dan keterikatan kerja.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
5 aspek persepsi transformasional leadership yang dikembangkan
dari Munandar (2014) yaitu attributed charisma, inspirational leadership /
motivation, intellectual stimulation, individualize consideration, dan
idealized influence. Dari 5 aspek tersebut
peneliti turunkan menjadi 40 aitem pernyataan. Sedangkan untuk alat ukur
keterikatan kerja, peneliti menggunakan 3 aspek yang dijelaskan oleh
Schaufeli & Bakker (dalam Zamralita, 2017) yaitu vigor, dedication dan absorption. Dari ketiga aspek tersebut
peneliti turunkan menjadi 20 aitem pernyataan.
Prodesur Penelitian
Metode penggumpulan
data yang digunakan untuk menghimpun data penulis menggunakan angket yang dibuat menggunakan google form dalam bentuk skala
likert yang terdiri dari pernyataan favourable dan pernyataan unfavourable, skala terdiri atas lima jawaban alternatif yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik uji korelasi menggunakan program software
SPSS versi 24
Hasil dan Pembahasan
Hasil
Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Skala Persepsi Transformasional Leadership
Dari 40 aitem yang dibuat oleh peneliti tidak ada aitem
yang gugur pada saat dilakukan analisa dengan SPSS versi 24. Setelah dilakukan uji diskriminasi aitem yang valid memiliki rentang koefisiensi validitas 0,340 sampai dengan 0,858. Pengujian reliabilitas memiliki nilai koefisiensi Alpha Cronbach sebesar 0,964 dengan total aitem valid sebanyak 40 aitem.
2. Skala Keterikatan Kerja
Dari 20 aitem yang dibuat oleh peneliti terdapat 8 aitem yang gugur, setelah dilakukan analisis sebanyak 3 kali putaran. Setelah dilakukan uji diskriminasi aitem aitem yang valid memiliki rentang koefisiensi validitas 0,332 sampai dengan 0,650. Pengujian reliabilitas memiliki nilai koefisiensi Alpha Cronbach sebesar
0,804 dengan total aitem
valid sebanyak 12 aitem.
Uji
Normalitas dan Homogenitas
Hasil uji normalitas yang dilakukan, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1.
Hasil Normalitas Sebaran
Variabel |
Nilai
Kolmogorov-Smirnoz Z |
Signifikansi
(p) |
Keterangan |
Persepsi
Transformasional Leadership |
0,126 |
0,175 |
Terdistribusi
Normal |
Keterikatan
Kerja |
0,110 |
0,200 |
Terdistribusi
Normal |
Uji normalitas menggunakan teknik
Kolmogorov-Smirnov dengan SPSS versi
24 for windows. Hasil uji normalitas sebaran data persepsi transformasional leadership diperoleh
nilai Kolmogorov-Smirnov Z 0,126 dengan
p = 0,175 (p > 0,05). Pada sebaran data keterikatan kerja diperoleh nilai
Kolmogorov-Smirnov Z 0,110 dengan p = 0,200 (p >
0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data skala persepsi transformasional leadership dan keterikatan
kerja dinyatakan normal. Berdasarkan uji linieritas yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 2.
Hasil Uji Linieritas Hubungan
Linearity |
F |
Signifikansi
(p) |
Keterangan |
Persepsi
Transformasional Leadership � Keterikatan Kerja |
18,712 |
0,000 |
Sebaran
skor linear |
Hasil
uji linieritas hubungan antara variabel persepsi transformasional
leadership (variabel X) dengan
variabel keterikatan kerja (variabel Y) diperoleh F = 18,712 dengan p =
0,000 (p < 0,05). Berdasarkan hal
tersebut, karena p <
0,05 maka hubungan antara persepsi transformasional leadership dengan
keterikatan kerja memiliki hubungan yang linear.
Tabel 3.
Hasil Uji Hipotesis
Variabel |
Person Correlation |
p |
Persepsi
Transformasional Leadership � Keterikatan Kerja |
0,551 |
0,001 |
Berdasarkan dari tabel diatas
dapat di ketahui bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,001 (P<0,05) dan hasil
uji korelasi person sebesar
0,0551. Artinya korelasi antara kedua variabel
tersebut positif dan signifikan, sehingga hipotesa diterima.
Pembahasan
Dari hasil
uji hipotesa penulis mendapatkan bahwa nilai korelasi person sebesar 0,0551dan nilai signifikansi sebesar 0,001
(P<0,05). Artinya variabel
persepsi transformasional
leadership (variabel X) dan variabel
keterikatan kerja (variabel Y) memiliki hubungan yang signifikan dan positif. Semakin tinggi persepsi transformasional leadership maka akan semakin tinggi
pula keterikatan kerja dari karyawan BNN Kota Surabaya.
Hal ini sejalan dengan
penjelasan dari Bakker
(2017) bahwa tingginya keterikatan kerja pada karyawan, pada kenyataannya
sangat dipengaruhi oleh peran
pemimpin pada organisasi atau perusahaan. dapat meningkatkan keterikatan kerja pada guru
(Christian, dkk, 2011; Garvin & Winata, 2016; Wisobroto & Prihatsanti, 2017; Nugroho, 2018), terutama karena menurut Munandar (2014)
memiliki karakteristik pemimpin transformasional yang mampu mendahulukan
kepentingan organisasi dibandingkan kepentingan pribadi (attributed charisma),
menimbulkan inspirasi pada bawahannya (inspirational leadership), mendorong
bawahannya memikirkan kembali cara kerjanya melalui cara-cara
baru dalam melaksanakan tugas (intellectual
stimulation), memperlakukan setiap
bawahannya sebagai seorang pribadi dengan kecakapan, kebutuhan, keinginannya
masing-masing (individualized consideration) dan mampu
mempengaruhi bawahan dengan menekankan pentingnya nilai-nilai dan keyakinan, serta pentingnya keikatan pada keyakinan (beliefs) untuk mencapai tujuan (idealized
influence). Karakteristik pemimpin
yang demikian, merupakan gaya kepemimpinan yang paling efektif untuk diterapkan
pada organisasi dibidang pendidikan (Munandar, 2014).
Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan teknik
analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik uji korelasi
menggunakan program software SPSS versi 24. Sedangkan partisipan pada
penelitian ini berjumlah 50 responden yang bekerja pada BNN Kota Surabaya.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non-probability
sampling.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
5 aspek persepsi transformasional leadership yang dikembangkan dari Munandar
(2014) yaitu attributed charisma, inspirational leadership /
motivation, intellectual stimulation, individualize consideration, dan
idealized influence. Dari 5 aspek tersebut peneliti turunkan menjadi 40 aitem
pernyataan. Sedangkan untuk alat ukur keterikatan kerja, peneliti menggunakan 3
aspek yang dijelaskan oleh Schaufeli & Bakker (dalam Zamralita, 2017)
yaitu vigor, dedication dan absorption. Dari ketiga aspek tersebut peneliti
turunkan menjadi 20 aitem pernyataan.
Penelitian ini membuktikan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara transformasional leadership dengan
variabel keterikatan kerja.
Azwar, Saifuddin. (2012). Reliabilitas dan
validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Google Scholar
Albrecht, S., Breidahl, E., & Marty, A. (2018). Organizational
resources, organizational engagement climate, and employee engagement. Career
Development International. Google Scholar
Bakker, A.B.
(2017). Strategic and proactive approaches to work engagement. Organizational
Dynamics Journal, (46), 67-75. Diunduh dari https://www.
isonderhouden.nl/doc/pdf/arnoldbakker/articles/articles_arnold_bakker_445.pdf,
14 Juli 2020. Google Scholar
Bakker, A. B.,
& Demerouti, E. (2007). The job demands‐resources model: state of the art.
Journal of managerial psychology. Google Scholar
Breevaart, K., Bakker, A., Hetland, J., Demerouti, E., Olsen, O. K., & Espevik, R. (2014). Daily transactional and
transformational leadership and daily employee engagement. Journal of
occupational and organizational psychology, 87(1), 138-157. Google Scholar
Gorgievski, M. J., Bakker, A. B., &
Schaufeli, W. B. (2010). Work engagement and workaholism: Comparing the
self-employed and salaried employees. The Journal of Positive Psychology, 5(1),
83-96. Google Scholar
Jannah, W. (2020). Komitmen guru dalam melaksanakan tugas di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kecamatan Rokan IV Koto. Jurnal Bahana Manajemen
Pendidikan, 2(1), 789-796. Google Scholar
Kompas (2020) di akses pada bulan juni https://money.kompas.com/read/2020/06/05/133207026/survei-ppm-manajemen-80-persen-pekerja-mengalami-gejala-stres-karena-khawatir
Munandar, M. R. (2014). Pengaruh Keselamatan, Kesehatan Kerja (K3) Dan Insentif Terhadap Motivasi Dan Kinerja Karyawan (Studi Pada Pekerja Bagian Produksi PT. Sekawan Karyatama Mandiri Sidoarjo). Jurnal Administrasi Bisnis, 9(1). Google Scholar
Nugroho, A. R.,
Budi, W., & Susanto, B. (2018). Pengaruh quality
of work life dan gaya kepemimpinan
transformasional terhadap
employee engagement pada karyawan CV. X cabang kabupaten Tulungagung dan Blitar. Jurnal Psikologi Poseidon (Jurnal Ilmiah Psikologi
Dan Psikologi Kemaritiman),
1(1), 1. Google Scholar
Sartika, D. (2014). Pengaruh
Kepuasan Kerja Dan Gaya Kepemimpinan Transformasional Terhadap Keinginan Keluar Karyawan Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Mediasi (Studi Kasus Di Cv. Putra Tama Jaya). Management Analysis Journal, 3(2), 1�11. Google Scholar
Schaufeli, W.B.,
Demerouti, E., Bakker, A.B., De Boer, E. (2003). Job demands and job resources
as predictors of absence duration and frequency. Journal of Vocational
Behavior, 62, 341-356. Google Scholar
Sukamto, Y., & Pardjono,
P. (2016). Pengaruh kompetensi
guru, komitmen kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja guru SMP Andalan di Sleman. Jurnal penelitian ilmu pendidikan, 9(2), 165-178. Google Scholar
Tims, M., Bakker, A. B., & Xanthopoulou, D. (2011). Do transformational leaders
enhance their followers� daily work engagement? Leadership Quarterly, 22(1),
121�131. Google Scholar
Zamralita, Z. (2017). Gambaran keterikatan kerja pada dosen-tetap ditinjau dari karakteristik personal. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 1(1), 338. Google Scholar
Copyright holder: M. Viqri Amirulloh (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |