Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, Special Issue No. 2, Februari 2022
JALAN TERJAL
PENERAPAN CASHLESS DI PEDAGANG PASAR TRADISIONAL
I Nyoman Agus Suta Wijaya, Gede Sri
Darma
Universitas Pendidikan Nasional, Universitas Pendidikan Nasional
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Cashless merupakan
pembatasan penggunaan uang tunai yang termoderenisasi dengan sistem digital sehingga menurunkan pemakaian uang tunai dalam transaksi. Dengan penerapan sistem cashless dalam sistem pungutan penerimaan negara akan menjadikan keterbukaan suatu informasi serta akuntabilitas serta transparansi dana yang akan meminimkan tindak penyalahgunaan pungutan khususnya pada pasar tradisional. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui presepsi antara pihak peyedia
layanan serta pedagang pasar dalam penerapan cashless di pasar tradisional.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisis tentang presepsi penyedia layanan serta pedagang pasar dalam penerapan sistem cashless serta faktor penjelas terjadinya suatu kesenjangan dalam penerapan sistem cashless. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif serta Analisis Fishbone. Dengan penentuan informan secara stratified random
sampling wawancara dilakukan
pada 13 key informan secara
in-depth interview. Terdapat beberapa
pedagang yang tidak berkenan menjadi informan setelah dilakukan undian dikarenakan pemahaman yang kurang. Hasil penelitian diketemukan; (1)pedagang
tidak ingin bersentuhan lagsung dengan bank, (2)fleksibelitas waktu pembayaran bagi pedagang, (3) penggunaan perantara dalam setiap transaksi,
(4)sosialisasi yang tidak berkelanjutan, (5)transaski tidak rahasia, (6)harga yang mahal, (7)sistem eror, (8)biaya admin dalam setiap transaksi,
(9)tingkat pemahaman rendah, (10)pedagang baru atau musiman
merupakan faktor yang menjadi jalan terjal
penerapan cashless di pedagang
pasar Tradisional.
Kata kunci: Cashless; Pasar Tradisional;
Stratified random sampling; Fishbone; Akuntabilitas.
Abstract
Cashless is a limitation on the use of cash which is modernized with a
digital system so as to reduce the use of cash in transactions. With the
implementation of the cashless system in the state revenue collection system,
information disclosure and accountability and transparency of funds will
minimize acts of abuse of levies, especially in traditional markets. This
research was conducted to determine the perception between service providers
and market traders in implementing cashless in traditional markets. This study
aims to provide an analysis of the perceptions of service providers and market
traders in the application of the cashless system as well as the explanatory
factors for the occurrence of a gap in the implementation of the cashless
system. This study uses qualitative analysis methods and Fishbone analysis. By
determining the informants by stratified random sampling, interviews were
conducted on 13 key informants by means of in-depth interviews. There are some
traders who are not willing to become informants after the draw is due to a
lack of understanding. The results of the study were found; (1) merchants do
not want to be in direct contact with banks, (2) flexibility in payment times
for traders, (3) use of intermediaries in every transaction, (4) unsustainable
socialization, (5) non-confidential transactions, (6) high prices, (7) system
error, (8) admin fees in each transaction, (9) low level of understanding, (10)
new or seasonal traders are factors that lead to a steep road to cashless implementation
in traditional market traders
Keywords: Cashless;
Traditional Market; Stratified random sampling; Fishbone; Accountability.
Pendahuluan
Bank Indonesia (BI) dengan Gerakan Nasional Non Tunai
(GNNT) pada 14 August 2014, yang bertujuan untuk menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar, yang pada gilirannya akan dapat mendorong
sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dengan GNNT diimplementasikan
agar kendala pembayaran tunai, seperti uang tidak diterima karena lusuh, sobek,
tidak layak edar, dan meningkatkan efisiensi saat transaksi di masyarakat untuk tidak perlu
membawa uang dalam jumlah besar. Dapat
meningkatkan efektivitas transaksi dengan demikian, menghindari kesalahan hitung atau human error. GNNT akan mewujudkan ekosistem cashless
society di masa depan (Indonesia, 2014)
Seiring dengan
ditingkatkannya upaya GNNT,
Bank Indonesia (BI) menyadari bahwa
sistem pembayaran diperlukan dapat beradaptasi dengan hadirnya teknologi digital. Dengan itu, BI menerbitkan blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) 2025 yang dimana
salah satu visinya dapat mendukung sistem digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam
ekonomi keuangan digital, baik melalui open-banking serta pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan (Indonesia, 2020)
�Penerapan sistem transaksi non-tunai di lingkungan kementerian sudah menjadi suatu tuntutan
pada era modern sekaligus sebagai
perbaikan governance (Ramdhani, A., & Ramdhani, M, 2017).
Pembayaran secara elektronika sangat krusial bagi operasi ekonomi
terbaru lantaran dianggap cepat, efisien, ekonomis biaya, & aman. Berdasarkan keberhasilan teknik pembayaran non-tunai pada sektor partikelir & komersial maka pemerintah semakin terpicu untuk beralih ke
pembayaran non-tunai agar merampingkan proses keuangannya (Cs�ki, C., O�Brien, L., Giller, K., McCarthy, J. B., Tan, K., & Adam,
2013)
Juga, kenyamanan harus dipertimbangkan dalam transaksi, harus tersedia secara umum, dan harus menyediakan waktu transaksi yang dapat diterima. Selain itu, jaminan keamanan
dalam bertransaksi bahwa transaksi yang dijalankan akan berjalan sesuai harapan dan mekanisme pembayaran tidak akan terlalu rentan
terhadap penipuan atau pencurian (Lau, S., & Pradana, 2021).
Seiring dengan
perkembangan teknologi di bidang sistem pembayaran,
transaksi non tunai sudah merupakan sebuah keniscayaan. Kebijakan transaksi non tunai menjadi strategi yang efektif untuk mendorong
pertumbuhan keuangan inklusif di Indonesia. Penerapan transaksi non tunai diyakini sebagai salah satu solusi pemberantasan
korupsi dan pencucian uang sebab melalui proses transaksi mutasi kas yang sistematis dan lengkap, antara pihak pengirim
dan penerima, sehingga peluang oknum melakukan
tindak kejahatan semakin sempit (Indonesia, 2017).
Gambar 1
Nilai transaksi
uang elektonik 2020-2021
Sumber: Website Bank Indonesia 2021
Bank Indonesia (BI), (2021) mencatat, nilai transaksi dengan uang elektronik mencapai Rp 23,7 triliun pada Mei 2021. Jumlah itu meningkat 57,4% dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 15 triliun. Transaksi uang elektronik pada bulan kelima ini juga naik 3,6% dari April 2021 yang sebesar Rp
22,8 triliun, tertinggi dalam satu tahun
terakhir. Hal ini berarti nilai transaksi
menggunakan alat pembayaran digital kembali mencetak rekor. Selain nilainya, volume transaksi dengan uang elektronik turut meningkat. Pada Mei 2021 terdapat
450,4 juta transaksi terjadi, jumlahnyahampir dua kali lipat dari pada Mei 2020 yang hanya sebesar 298,2 juta transaksi.
Oleh karena
itu sejalan dengan pergerakan Bank Indonesia dengan pemerintah pusat dengan melakukan
gerakan nasional non-tunai maka system pemerintahan daerah yang awalnya cash payment mulai beranjak ke electronic payment. Dalam penelitian (Mongisidi, E. C., Koleangan, R. A. M., & Rotinsulu, 2019)
menyatakan bahwa Keuntungan penerapan system transaksi Elektonic di Dinas Pendapatan Daerah Kota yaitu, penggunaan aliran dana seluruh transaksi dapat ditelusuri sehingga lebih akuntabel, dikarenakan seluruh transaksi didukung dengan bukti yang sah.
Menurut Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
pendapatan yang diperoleh
Daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD bersumber
dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang disahkan.
Program e-retribusi
menjadi program Pemerintah Kabupaten Klungkung yang bertujuan untuk menciptakan cashless society dan merupakan
salah satu pogram smart
city. Hal ini bertujuan untuk menambah pelayanan retribusi yang lebih cepat, tepat,
terbuka dan menghindarkan adanya penyelewengan.
Sejak pertama
kali diperkenalkan hingga saat ini, tingkat
penetrasi cashles dengan penerapan e-Retribusi masih banyak menimbulkan kendala terutama dalam penggunaanya oleh pedagang pasar Tradisional. Penelitian oleh (Windasari, D. P., Sawiji, H., & Ninghardjanti, 2020)
menemukan bahwa pedagang pasar masih memiliki kendala dalam menggunakan sistem pembayaran cashless e-retribusi, antara lain: kartu e-retribusi yang tidak terdeteksi pada mesin karena proses kepemilikan kios melakukan balik nama dan mesin tapping yang cederung error. Sementara itu penelitian oleh (Utami, 2018)
mengindikasikan bahwa penerapana e-Retribusi dapat dilaksanakan dengan baik karena:
Komunikasi terjalin dengan baik antarimplementor
maupun implementor-kelompok
sasaran, Struktur birokrasi menjadi pendukung karena telah ada (Standar
Operasional Prosedur) SOP sebagai pedoman pelaksanaan tugas.
Kemudian penelitian
dari (Assanti, 2020)
implementasi dari penerapan e-retibusi sudah baik dari
pihak pemerintah namun dari pihak
pengguna yaitu pedagang masih belum optimal. Sehingga menyebabkan berbagai kesenjangan yang terjadi. Lebih lanjut pernyataan
dari (Chen, L., & Aklikokou, 2020)
menyatakan bahwa precived usefulness dan precived easyof use menjadi factor utama terhadap adaptasi penerimaan suatu teknologi baru yang di terapkan dalam e-government.
Berdasarkan uraian
latar belakang tersebut, Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa penggunaan Cashless di pedagang pasar tradisional belum optimal dan menyebabkan berbagai kesenjangan dalam implementasinya, Oleh karena itu peneliti
ingin mengetahui lebih mendalam dari sisi pengguna
yaitu pedagang pasar tradisional bagaimanakah presepsi pedagang pasar tradisional yang menyebabkan terjadinya jalan terjala dalam penerapan
cashless (e-retribusi) serta
mengali faktor apa saja yang dapat
menjadi intensi Pedagang Pasar untuk menggunakan sistem cashless (e-retribusi).
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan
menggunakan pendekata kualitatif. Metode kualitatif berperan untuk membuktikan, memperdalam, memperluas dalam menjawab rumusan masalah dalam penelitian (Sugiono, 2015).
Salah satu jenis penelitian kualitatif adalah studi kasus,
dimana eksplorasi mendalam terhadap program, kejadian, proses, aktivitas, dilakukan peneliti terhadap satu atau
lebih orang. Jika suatu kasus terikat oleh waktu dan aktivitas, maka peneliti, menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data, melakukan pengumpulan data secara detail dalam waktu yang berkesinambungan (Sugiono, 2015)
Dalam penelitian
ini, lokasi ditentukan dengan sengaja (purposive), yaitu dilakukan di pasar umum galiran Klungkung. Pasar umum galiran klungkung
dipilih peneliti sebagai lokasi penelitian karena dari hasil observasi
awal di lokasi penelitian masih banyak pedagang pasar umum galiran belum
menggunakan system cashless yaitu
e-retribusi sebagai platform
pembayaran digital hal ini tentunya menjadi
minat peneliti untuk mengetahui factor apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
Sehingga peneliti ingin mengetahui lebih lanjut mengenai
mengapa pedagang pasar umum enggan untuk
menggunakan e-retribusi padahal system pembayaran tersebut merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh pedagang pasar. Dari indikator tersebut peneliti menemukan bahwa Pasar Umum Galiran Klungkung
merupakan lokasi penelitian yang tepat sebagai salah satu Pasar Umum yang menjadi salah satu pasar yang telah menerapakan system cashles dalam pembayaran retribusi. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat intensi pedagang dalam menggunakan cashless harus mendapat suatu tanggapan baik dari pelayanan yang didapatakan dalam system cashless.
Maka dari itu, pasar umum ini akan menjadi
lokasi penelitian yang sesuai untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian ini.
Sumber data penelitian
menggunakan data primer dan sekunder.
Sumber primer adalah data
primer merupakan data penelitian
yang diperoleh secara langsung dari sumber
asli (Anggito, A., & Setiawan, 2018).
Data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari catatan, buku, laporan publikasi perusahaan, serta dokumentasi dari peneliti dan sebagainya yang tidak perlu di olah lagi sumber
data ini tidak langsung memberikan data pada pengumpul data (Wiratna, 2014).
Data sekunder diperoleh dari UPT Pasar Umum Galiran Klungkung, sedangkan data primer diperoleh dengan mendatangi secara langsung key informant
pada lokasi penelitian dan penggunaan wawancara secara mendalam dengan bantuan alat perekam suara
sebagai alat pengumpulan data serta observasi dan dokumntasi untuk mendapatkan data yang lebih mendalam.
Penelitian ini
dilakukan dengan teknik wawancara semi-terstruktur atau In-Depth
Interview dengan informan terpilih dari berbagai
claster pedagang dengan tehnik penentuan
informan Proposive sampling
bagi pihak pengelola pasar yaitu UPT pasar umum galiran Klungkung
dan Probability Sampling secara startified
random sampling agar mendapatakan data yang lebih general untuk meengetahui bagaiaman presepsi pedagang dalam menggunakan cashless di pedagang pasar tradisional dan untuk mengetahui factor yang menjelaskan intensi pedagang dalam menggunakan cashless di pedagang
pasar tradisional.
Key informant dalam
penelitian ini berjumlah 3 orang dari pihak UPT pengelola pasar umum galiran Klungkung
dan 10 informan dari pedagang pasar umum galiran Klungkung. Pemilihan ketiga key informant dari pihak UPT Pasar dipilih karena memenuhi kriteria yaitu mengetahui, memiliki informasi dan sebagai implementator dari penerapan e-retribusi di pasar tradisional galiran Kabupaten Klungkung, serta untuk pemilihan sepuluh informan dipilih berdasarkan Cara yang digunakan adalah Stratified
Random Sampling merupakan metode
pengambilan sampel dengan cara membagi
populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen (disebut strata), dan dari tiap stratum tersebut diambil sampel secara acak
pengambilan sampel dari anggota populasi
secara acak dan berstrata, Cara pengambilan sampel melalui cara yaitu undian.
Dengan kata lain cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil
kepada setiap elemen populasi dimana peneliti ingin mendapatkan pandangan dari berbagai claster pedagang di pasar umum galiran Klungkung secara general. Informan kunci dari penelitian
ini dari pihak pengelola pasar yaitu; Kepala UPT Pasar Umum Galiran, dua
petugas pemungutan e-retribusi yang berhubungan lagsung dengan pedagang serta dari pihak pedagang
pasar yaitu; 2 pedagang dari BLOK A (khusus pedagang buah), 2 pedagang dari BLOK B (Hasil Bumi), 2 pedagang dari BLOK C (Jahitan dan Jajanan), 2 pedagang dari BLOK D (Sayur dan Daging) dan 2 pedagang dari BLOK E (Hewan). Informan tersebut dipilih oleh peneliti karena dengan cara
proposive dan probability sampling tersebut bertujuan untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan secara lebih general guna menjawab tujuan
penelitian ini mengenai presepsi dan intensi pedagang pasar tradisional menggunakan cashless.
jika informasi yang disampaikan oleh key informant masih
kurang, maka menambah jumlah key informant hingga terpenuhi kelengkapan data. Untuk menjaga kerahasiaan identitas para key informant, nama-nama
mereka dalam penelitian ini tidak disebutkan.
Teori yang digunakan
dalam penelitain ini adalah teori
Technology Acceptance Model (TAM). Untuk dapat mengetahui presepsi dari pihak
pengelola pasar serta pedagang pasar tradisional dalam penerimaan terhadap suatu teknologi baru. Untuk dapat mengetahui
presepsi serta faktor yang menjadi intensi dalam penerapan
sistem cashless maka ada beberapa indikator
yang digunakan :
1. Percived usefullness
adalah suatu tingkatan dimana seorang individu mempercayai bahwa menggunakan suatu sistem tertentu akan dapat membantu
meningkatkan kinerja dan prestasi kerja individu.
2. Percived easyof
use diartikan sebagai suatu tolak ukur
dimana individu akan menggunakan system tersebut apabila individu merasakan kemudahaan dalam penggunaanya dengan meminimkan usaha yang dilakukan.
3. Trust merupakan
kepercayaan dari individu dalam menggunakan suatu system para pengguna teknologi percaya bahwa transaksi
yang dilakukan sesuai dengan ekspektasi pengguna dan seluruh data transaksi pengguna tidak boleh di sebar luaskan kepada
pihak yang tidak berwenang
4. Security merupakan pegangan konsumen untuk percaya bahwa data pribadi dari konsumen
tidak dilihat, disimpan, dan bahkan dimanipulasi oleh pengguna lain
yang tidak berwenang saat melakukan transaksi online.
Keempat indikator
tersebut digunakan dalam patokan wawancara
semi terstruktur agar memberikan
suatu pandangan yang lebih detail dan spesifik dalam penerapan sistem cashless di pedagang pasar
tradisional.
Hasil dan Pembahasan
Dalam suatu transaksi digital payment tentu sesuatu yang paling dibutuhkan adalah sebuah alat
atau mesin yang digunakan dalam menunjang suatu transaksi agar bisa terjadi proses pembayaran. Penerapan sistem cashless di
pasar tradisional melalui sebuah program pemungutan retribusi secara digital disebut dengan e-retribusi masih sangat jarang didengar apalagi bagi kalangan
pedagang pasar tradisional.
Dalam proses transaksi uang
elektronik ada berbagai hal atau
tahapan yang dilakukan oleh
pihak penyedia layanan serta pihak
pedagang pasar tradisional.
Terdapat berbagai hal dalam proses transaski mulai dari penyetoran dana yang harus dilakukan oleh pedagang ke bank, pengecekan dana oleh pedagang, pembayaran melalui mesin tapping yang disediakan penyedia layanan hingga proses input dana yang dilakukan
oleh pihak pengelola pasar umum galiran. Dalam
proses transaski cashless di pedagang
pasar tradisional melalui
program e-retribusi terdapat
beberapa langkah yang di lakukan, yang di perlihatkan pada
gambar 2
Gambar 2
Proses Transaksi Cashless (e-Retribusi)
Sumber: UPT pengelola
Pasar Umum Galiran (2021)
Dengan berbagai langkah yang perlu dilakukan dalam transaksi pembayaraan
digital melalui penerapan sistem e-retribusi di pasar tradisional tentu
kesuksesan penerapan e-retribusi bergantung kepada pihak penyedia layanan serta
pihak pedagang pasar tradisional. Ketika semua elemen yang terlibat dalam
kegiatan cashless ini berjalan dengan berkesinambungan maka akan dapat
mewujudkan cashless society di masyarakat pedagang pasar tradisional serta
menjadikan suatu dana lebih transparant, akuntablitias serta jauh dari tindak
penyalahgunaan kebijakan.
A.
Hasil
Analisis dan pembahasaan Presepsi Pihak Pengelola Pasar Tradisional
Dari hasil wawancara terhadap 3 key informant
menyatakan bahwa presepsi kegunaan/manfaat yang didapatkan dalam penerapan
sistem cashless di pasar galiran klungkung dari sisi penyedia layanan memiliki
faktor yang akan menjadi intensi dalam penggunaanya yaitu; 1. Pekerjaan lebih
cepat dimana sesuai yang disampaikan oleh ketiga key informan penerapan sistem
cashless cepat dalam penggunaanya. 2. Akuntabilitas dan Transparansi dana yang
sangat terbuka dimana dari ketiga informan menyatakan dana akan lebih terpusat
dan tersalurkan ke kas daerah tanpa memerlukan waktu yang lama.
Selanjutnya dalam presepsi kemudahaan pengunaan yang
didapatkan dalam penerapan sistem cashless dari sisi penyedia layanan memiliki
faktor yang akan menjadi intensi dalam penggunanya yaitu; 1. Efisien dalam
penggunaan dimana seperti yang dinyatakan oleh ketiga informan karena sudah
menggunakan alat atau mesin typing pemungut sangat mudah sehingga pemungut
tidak perlu lagi mengelola uang secara individu yang dapat meyebabkan kesalahan
input nantinya. 2. Meningkatkan produktivitas kerja dimana hal ini disbebakan
karena kemudahaan penggunan tentunya akan berimbas juga dalam peningkatan
kinerja dimana seperti yang dinyatakan oleh ketiga informan performa semakin
meningkat karena kita tidak membutuhkan waktu lama dalam pemungutan serta dana
yang terkumpulkan lagsung terpusat.
Serta dalam faktor kepercayaan yang didapatkan dalam
penerapan cashless dari sisi penyedia layanan memiliki faktor yang akan menjadi
intensi dalam penggunanya yaitu; 1. Pemahaman yang mendalam dari penyedia
layanan sesuai yang dinayatakan oleh ketiga informan dimana pemahaman yang
didapatakan dari sosialisasi serta dari instansi terkait dengan adanya sistem
cashless ini tentunya akan mempermudah dalam memberikan suatu informasi
terhadap pedagang baik itu mengatasi masalah komplain atau penghimpunan dana
hal ini akan menjadi faktor kepercayaan yang muncul dari penyedia layanan
terhadap sistem cashless. 2. Usia produktif penyedia layanan dimana dalam
wawancara dua informan menyatakan bawa usia produktif lebih melek dan sedikit
tidaknya memahami tentang technology namun ada satu informan yang menyatakan
bahwa tidak hanya usia namun pengalaman juga berpengaruh terhadap adaptasi
technology sehingga hal ini akan menjadi faktor yang menjadi intensi penerapan
sistem cashless. 3. Layanan komplain dimana berdasarkan hasil wawancara dapat
disimpulkan bahwa penyedia layanan memberikan layanan maksimal terhadap
pedagang dan memberikan fasilitas serta bantuan apabila pedagang sedang
menghadapi masalah sehingga pedagang akan memiliki kepercayaan lebih dalam
penerapan sistem cashless karena layanan yang disediakan oleh penyedia layanan
akan membantu pedagang jika menghadapi masalah hal ini tentunya akan menjadi
faktor intensi yang menjadi minat dalam penerapan sistem cashless. 4.
Sosialisasi dan pendekatan presuasif berdasarkan hasil wawancara dapat diambil
kesimpulan bahwa ketiga informan menyatakan bahawa UPT pengelola pasar umum
galiran sudah melakukan sosialisasi kepada pedagang serta memberikan suatu
pendekatan secara presuasif yang dilakukan hal ini bertujuan untuk memberikan
kepercayaan terhadap pedagang serta memberikan pemahaman yang mendalam tentang
sistem cashless sehingga akan menjadi faktor yang menjadi intensi dalam
penerapan sistem cashless.
Selanjutnya dalam keamanaan yang didapatakan dalam
penerapan sistem cashless di pedagang pasar tradisional galiran dari sisi
penyedia layanan dimana dapat ditarik kesimpulan berdasarkan hasil wawancara
dimana faktor yang menjadi intensi dalam penerapan sistem cashless di pedagang
pasar tradisional adalah keamanaan dimana berdasarkan hasil wawancara ketiga
informan menyatakan bahwa mekanisme keamanaan sudah dijalanin khusus oleh pihak
pengelola e-Retribusi dimana terdiri dari kordinator pengelola retribusi,kepala
UPT serta dibantu oleh staff khusus dalam pelaporan dan pengembangan retribusi
sehingga akan memberikan suatu tingkat kenyamanan yang tinggi bagi pihak
pengelola terkait dana yang terhimpun serta memberikan rasa aman bagi pedagang
terhadap dana yang disetorkan kepada pihak UPT pengelola pasar tradisional
Galiran.
Namun berdasarkan hasil wawancara dari ketiga
informan dapat ditarik kesimpulan bahawa terdapat berbagai presepsi kendala
yang menyebabkan jalan terjal penerapan cashless di pedagang pasar tradisional
dibalik berbagai faktor yang menjadi intensi minat penerapan cashless terdapat
berbagai kendala yang menjadi jalan terjal yaitu; 1. Server dan jaringan lambat
dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa dari ketiga informan menyatkan
server dan jaringan yang sering bermasalah menyebabkan suatu kendala dalam
penerapan cashless hal ini tentunya menjadi tantangan besar bagi penyedia
layanan untuk dapat mengatasinya mengingat sistem cashless bertujuan untuk
menciptakan transaksi yang lebih cepat tentunya masalah server dan jaringan
adalah suatu kendala yang harus cepat ditanganin.
Kedua, Intelektual pedagang dimana berdasarkan hasil
wawancara dari ketiga informan dari sisi penyedia layanan menyatakan bahwa
kondisi atau keadaan pedagang pasar umum galiran yang mayoritas tidak terlalu
memiliki pengetahuan yang lebih terhadap technology sehingga meyebabkan
ketidakpahaman pedagang terhadap sistem cashless ini dalam pernyataan Kepala
UPT pasar � tingkat melek technology dari pedagang pasar khusus nya pasar
galiran masih rendah� hal ini lah menjadi suatu jalan terjal penerimaan sistem
technology baru dalam melakukan sharing ilmu dan transfer knowledge. Tingkat
intelektual pedagang sangat menentukan suatu sistem technology baru tersebut
bisa masuk secara cepat atau lambat terhadap sistem cashless yang diterapkan.
Ketiga yaitu pedagang tidak ingin bersentuhan
lagsung dengan bank berdasarkan hasil wawancara dari ketiga informan dapat
disimpulkan bahwa karena pedagang harus bersentuhan� lagsung dengan bank mengingat pasar galiran
merupakan pasar tradisional tentu mayoritas pedagang tidak mengerti dengan
prosedur bank sehingga menyebabkan berbagai kesenjangan menurut informan 2 dan
3 karena tidak memiliki waktu ke bank serta tidak memahami prosedur yang
menyebabkan pikiran pedagang tergolong ribet sehingga menyebabkan petugaslah
yang dititipkan uang untuk menabung ke bank dari mayoritas pedagang hal ini
tentunya menjadi tambahan pekerjaan bagi pihak pemungut dan menjadi jalan
terjal penerapan sistem cashless di pedagang tradisional. Tentunya hal ini akan
menjadi hambatan dalam penerapan sistem cashless di pasar tradisional.
B.
Hasil
Analisis dan Pembahasaan Presepsi Pihak Pedagang Pasar Tradisional
Dari hasil wawancara mendalam terhadap 10 key
informan dari berbagai klaster pedagang di pasar umum galiran klungkung
terdapat berbagai aspek yang menjadi intensi atau minat dalam menggunakan
sistem cashless yang pada saat ini diterapkan pada pasar galiran adalah
e-retribusi. E-retribusi menjadi suatu sistem baru yang diterapkan pada tahun
2019 di pasar galiran klungkung melihat berbagai fenomena yang terjadi dari
hasil observasi peneliti menelisik lebih dalam presepsi yang dirasakan oleh
pedagang pasar tradisional dalam penerapan e-retribusi. Dalam hasil wawancara
peneliti membagi presepsi dari pedagang pasar umum galiran menjadi 2 tema utama
yaitu presepsi manfaat yang akan menjadi suatu intensi dan minat dari pedagang
menggunakan sistem cashless dan presepsi hambatan atau kendala yang akan
menjadi jalan terjal dalam penerapan sistem cashless di pedagang pasar
tradisional.
Pertama dalam presepsi manfaat peneliti membagi tema
menjadi 4 sub tema sesuai dengan indikator yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu percived usefullnes, percived easy of use, trust dan security. Dalam
presepsi kegunaan yang didapatkan dalam penerapan sistem cashless dari sisi
pedagang pasar galiran klungkung memiliki faktor yang akan menjadi intensi
dalam penggunanya yaitu berdasarkan hasil wawancara kesepuluh informan
menyatakan bahwa 1. Pembayaran menjadi lebih efektif dimana kesepuluh informan
menyebutkan bahwa transaksi menggunakan sistem cashles lebih efektif dalam
penggunan dimana masing masing informan tidak kahwatir dengan dana yang mereka
bayarkan karena semuanya efektif masuk ke kas daerah dikarenakan sistem digital
yang bersifat transparant dan akuntable. 2. Sistem lebih terintegrasi dimana
ketika penerapan e-retribusi menjadikan semua transaski terstruktur dimana
semua alur transaksi dana dapat dilihat oleh pedagang secara detail dikarenakan
ketika membayar mereka mendapatkan bukti transaksi yang transparant.
Kedua dalam presepsi manfaat dalam presepsi
kemudahaan penggunaan 7 informan menyatakan bahwa sistem transaksi pembayaran
retribusi mnggunakan sistem cashless lebih efisien dalam penggunaanya dimana
berdasarkan hasil wawancara informan menyatakan bahwa penerapan sistem cashless
lebih efisien dimana pembayaran cukup memberikan kartu dan dana akan otomatis
terpotong dan struk bukti pembayaran keluar sehingga tidak ada lagi proses
pengecekan kartu secara manual serta takut dengan terjadinya penyalahgunaan
kebijakan oleh petugas namun terdapat 3 informan yang menyatakan tidak merasa
efisien dikarenakan lebih menyukai metode pembayaran manual karena dianggap
lebih cepat dan tidak mempersulit.
Ketiga dalam presepsi manfaat terdapat trust atau
kepercayaan dari pedagang pasar tradisional terhadap penerapan sistem cashless.
Dalam sub tema ini terdapat faktor yang menjadi minat pedagang pasar tradisional
dalam menggunakan cashless yaitu dari hasil wawancara keseluruhan informan
menyatakan 1. Faktor sosialisasi yang sudah dilaksanakan oleh pihak pengelola
pasar menjadi faktor pendukung dalam penerapan sistem cashless sehingga
informan merasa lebih percaya diri karena sudah dilaksanakan hal ini menjadi
faktor yang dominan dikarenakan banyak informan yang tidak megetahui teknologi
sebelumnya dapat mengetahui sedikit tidaknya tentang sistem pembayaran secara
digital. 2. Faktor pelayanan yang maksimal oleh petugas pemungut e- retribusi
dan instansi terkait memberika pelayanan yang memuaskan seluruh informan
menyatakan hal yang sama dalam wawancara dimana dengan petugas yang sangat
membantu sangat mempermudah pedagang dalam transaksi mulai dari penyetoran dana,
proses transaksi hingga layanan komplain jika terjadi berbagai kendala yang
dialami oleh pedagang hal ini menjadi suatu kepercayaan yang akan menjadi minat
pedagang pasar tradisional menggunakan e-retribusi secara maksimal.
Dalam transaksi
digital tentunya terdapat berbagai kendala terutama dalam sistem dimana suatu
teknologi pasti akan mengalami masalah selaras dengan penelitian (Windasari, Sawiji, & Ninghardjanti, 2020)
yang menyatkan bahwa penerapan cashles sering mengalami kendala dari sistem
mulai dari messin tapping yang eror hingga jaringa internet yang lambat. Dalam penelitian
ini beradasarkan hasil wawancara 8 informan menyatkan bahwa mesin tapping dan juga layanan koneksi internet yang lambat menjadikan kendala dalam penerapan
sistem cashelss di pedagang pasar tradisional. Namun 2 informan lainya belum pernah
mengalami hal tersebut.
Dalam suatu transaksi tentunya faktor kegunaan dan juga kemudahan penggunaan menjadi suatu hal
yang penting diutamakan
oleh pemegang kebijakan melihat dari faktor
kendala diatas hal ini selaras
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Liu & Tai, 2016)
p.21, bahwa presepsi kegunaanlah yang menjadi faktor utama dalam
adopsi teknologi sedangkan dalam presepsi kemudahan pengunaan selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh (Chawla & Joshi, 2020)
yang menyatakan presepsi kemudahan pengunaan sangat penting untuk minat
pedagang menggunakan e-retribusi. Namun dalam penelitain sebelumnya belum detail tentang pemaparan yang lebih jauh mengenai
faktor yang menjadi jalan terjal penerapan
cashless di pedagang pasar tradisional.
Suatu sistem
digital payment tentunya mengutamakan
kerahasiaan data dalam sebuah transaksi (Seetharaman, Nanda Kumar, Palaniappan, & Weber, 2017)
namun pada penerapan sistem cashless di pedagang tradisional galiran klungkung dari hasil wawancara terhadap 10 informan keseluruhan informan menyatakan bahwa transaksi dapat dilihat oleh siapa saja dikarenakan pedagang masih meitipkan uang untuk disetorkan ke bank baik melalui petugas
atau anak saudaranya, sehingga data transaksi dapat dilihat secara luas bahkan salah satu informan meyebutkan
bahwa mereka membandingkan data pribadi mereka satu sama
lain apakah sama dalam jumlah tagihan
atau berbeda hal ini tentunya
menjadi suatu kendala dalam penerpan
e-retribusi hal ini dapat menyebabkan
suatu tindak kejahtan jika terjadi
penyalahgunaan data yang dilakukan
oleh individu yang tidak bertangung jawab.
Hal ini juga berbanding terbalik dengan penelitian oleh (Zhang, Luximon, & Song, 2019)
menyatkan bahwa keamanaan dari suatu sistem akan
menjadi faktor sistem tersebut akan digunakan secara terus menerus
atau menurun.
Dalam transaksi
digital tentunya terdapat berbagai kendala terutama dalam sistem dimana suatu
teknologi pasti akan mengalami masalah selaras dengan penelitian (Windasari, D. P., Sawiji, H., & Ninghardjanti, 2020)
yang menyatkan bahwa penerapan cashles sering mengalami kendala dari sistem
mulai dari messin tapping yang eror hingga jaringa internet yang lambat. Dalam penelitian
ini beradasarkan hasil wawancara 8 informan menyatkan bahwa mesin tapping dan juga layanan koneksi internet yang lambat menjadikan kendala dalam penerapan
sistem cashelss di pedagang pasar tradisional. Namun 2 informan lainya belum pernah
mengalami hal tersebut.
Dalam suatu transaksi tentunya faktor kegunaan dan juga kemudahan penggunaan menjadi suatu hal
yang penting diutamakan
oleh pemegang kebijakan melihat dari faktor
kendala diatas hal ini selaras
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Liu & Tai, 2016)
p.21, bahwa presepsi kegunaanlah yang menjadi faktor utama dalam
adopsi teknologi sedangkan dalam presepsi kemudahan pengunaan selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh (Chawla, D., & Joshi, 2020)
yang menyatakan presepsi kemudahan pengunaan sangat penting untuk minat
pedagang menggunakan e-retribusi. Namun dalam penelitain sebelumnya belum detail tentang pemaparan yang lebih jauh mengenai
faktor yang menjadi jalan terjal penerapan
cashless di pedagang pasar tradisional.
Suatu sistem
digital payment tentunya mengutamakan
kerahasiaan data dalam sebuah transaksi (Seetharaman, A., Nanda Kumar, K., Palaniappan, S., & Weber, 2017)
namun pada penerapan sistem cashless di pedagang tradisional galiran klungkung dari hasil wawancara terhadap 10 informan keseluruhan informan menyatakan bahwa transaksi dapat dilihat oleh siapa saja dikarenakan pedagang masih meitipkan uang untuk disetorkan ke bank baik melalui petugas
atau anak saudaranya, sehingga data transaksi dapat dilihat secara luas bahkan salah satu informan meyebutkan
bahwa mereka membandingkan data pribadi mereka satu sama
lain apakah sama dalam jumlah tagihan
atau berbeda hal ini tentunya
menjadi suatu kendala dalam penerpan
e-retribusi hal ini dapat menyebabkan
suatu tindak kejahtan jika terjadi
penyalahgunaan data yang dilakukan
oleh individu yang tidak bertangung jawab.
Hal ini juga berbanding terbalik dengan penelitian oleh (Zhang, J., Luximon, Y., & Song, 2019)
menyatkan bahwa keamanaan dari suatu sistem akan
menjadi faktor sistem tersebut akan digunakan secara terus menerus
atau menurun.
Selanjutnya penelitian
ini juga menemukan bahwa faktor tingkat
pemahaman yang kurang bagi usia lanjut
menjadi kendala yang dominan dimana berdasarkan hasil wawancara 7 informan menyatakan bahwa tingkat pemahaman yang rendah menjadi suatu kendala yang berpengaruh terhadap sistem yang diterapkan dalam e-retribusi dimana tingkat pengetahuan serta usia pedagang menjadi
acuan bahwa kemampuan untuk melek teknologi masih sangat rendah sejalan dengan yang dinyatakan oleh kepala UPT pasar Galiran Klungkung menyatkan bahwa pasar umum galiran klungkung
yang didominasi oleh kalangan
usia lanjut yaitu dengan usia
40 tahun keatas serta dengan tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan tingkat melek terhadap sistem informasi baru sangat lambat. Presepsi kendala ini menjadi suatu
jalan terjal dalam penerapan sistem cashless di pedagang pasar
tradisional. Intensi pedagang pasar dalam menggunakan e-retribusi sangatlah penting karena akan berpengaruh
terhadap pendapatan kas daerah.
C. Hasil Analisis
dan Pembahasan Diagram Fishbone
Berdasarkan hasil analisis penelitian terdapat berbagai temuan yang menjadi masalah utama dalam penerapan
sistem cashless di pedagang
pasar tradisional. Masalah utama penerapan sistem cashless di pedagang pasar
tradisional dilihat dari dua sudut
pandang yaitu pihak pengelola pasar tradisional dan pedagang pasar tradisional dalam hasil analisis kedua presepsi menemukan bahwa faktor yang menjadi masalah utama dalam
penerapan sistem cashless terdapat faktor utama yaitu bersentuhan
lagsung dengan bank
�Tetapi dari sisi
pedagang ya memang kita mengalami
kendala karena pedagang harus bersentuhan langsung dengan bank di mana itulah kendala kita sebenarnya
di lapangan� penuturan dari key informan pertama dari pihak
pengelola pasar.
Faktor harga yang mahal menyebabkan tingkat pendapatan daerah menurun dibandingkan pendapatan sebelum diterapkan e-retribusi hal ini
diucapkan oleh kepala UPT
pasar Galiran Klungkung dalam hasil wawancara
mendalam terhadap beliau pada 5 desember 2021.
�Namun dari sisi
pendapatan karena ada faktor eksternal
yang menyebabkan suatu hambatan tersebut maka pendapatan tidak semaksimal sebelumnya� ujar key informan pertama yaitu kepala UPT Pasar Galiran Klungkung.
Hal
tersebut selaras dengan penelitian oleh(Putra & Nababan, 2019);
(Magdalena, M., Sediyono, E., & Marwata, 2018)
yang menyatakan bahwa penerapan sistem cashless memiliki kontribusi yang rendah terhadap pendapatan daerah.
Kesimpulan
Hasil kombinasi dua
presepsi dari pihak pengelola pasar dan pedagang pasar tradisional berdasarkan hasil analisis menghasilkan temuan mengenai bagaimana presepsi pedagang pasar yang menyebabkan terjadinya jalan terjal penerapan sistem cashless di pedagang pasar
tradisional. Dari dua hasil analisis dari pihak pengelola
pasar tradisional dan pihak
pedagang pasar tradisional faktor yang menyebabkan jalan terjal penerapan
cashless diurutkan berdasarkan
hal yang paling berpengaruh
yaitu pedagang tidak ingin bersentuhan
lagsung dengan bank, fleksibilitas waktu pembayaran bagi pedagang, penggunaan perantara dalam setiap transaksi, sosialisasi yang tidak berkelanjutan, transaski tidak rahasia, harga yang mahal, sistem eror, biaya admin dalam setiap transaksi,
tingkat pemahaman rendah, pedagang baru atau musiman.
Hasil analisis dari
presepsi pihak pengelola pasar tradisional yang dapat menjadi intensi
pengelola pasar untuk menggunakan sistem cashless (e-retribusi) berdasarkan yang
paling menjadi pengaruh yaitu Pekerjaan lebih cepat, Akuntabilitas
dan transparansi dana, Efisien
dalam penggunaan, Meningkatkan produktivitaa kerja, Pemahaman yang mendalam dari penyedia
layanan, Usia penyedia layanan produktif, Layanan complain, Sosialisasi dan pendekatan presuasif, Keamanana pembayaran.
Gambar
3
Diagram
Fishbone Jalan Terjal Penerapan
Sistem Cashless di Pedagang
Pasar Tradisional
Sumber: Hasil Wawancara, diolah penulis (2022)
Sedangkan
hasil analisis dari presepsi pihak
pedagang pasara yang dapat menjadi intensi
pedagang pasar tradisional untuk menggunakan sistem cashless (e-retribusi) berdasarkan yang paling menjadi pengaruh yaitu Pembayaran menjadi lebih efektif, Sistem lebih terintegrasi,
Sosialisasi awal penerapan, Pelayanan maksimal oleh petugas, Verifikasi data keamnanan, Efisien dalam penggunaan.
Sedangkan
Hasil penelitian dengan metode analisis diagram Fishbone yaitu pedagang tidak ingin bersentuhan
lagsung dengan bank menjadi faktor utama penyebab jalan terjal penerapan
sistem cashless di pedagang
pasar tradisional dalam terdapat dalam gambar 3.
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi
penelitian kualitatif. books.Google Scholar
Assanti, Y. P. (2020). Implementasi Program
E-Retribusi Pasar dalam Meningkatkan Pendapatan Retribusi Daerah Surakarta.
Google
Scholar
Aigbe, P.,
& Akpojaro, J. (2014). Analysis of security issues in electronic payment
systems. In International journal of computer applications. Citeseer.
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.671.9129&rep=rep1&type=pdf
Akturan,
U., & Tezcan, N. (2012). Mobile banking adoption of the youth market:
Perceptions and intentions. Marketing Intelligence & Planning.
https://doi.org/10.1108/02634501211231928
Anggito,
A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. books.google.com.
Chawla, D., & Joshi, H. (2020). Role of
mediator in examining the influence of antecedents of mobile wallet adoption on
attitude and intention. Google Scholar
Chawla, D., & Joshi, H. (2020). Role of mediator
in examining the influence of antecedents of mobile wallet adoption on attitude
and intention. Global Business Review.
https://doi.org/10.1177/0972150920924506 Google Scholar
Chen, L., & Aklikokou, A. K. (2020). Determinants
of E-government adoption: Testing the mediating effects of perceived usefulness
and perceived ease of use. Google Scholar
Cs�ki, C., O�Brien, L., Giller, K., McCarthy, J. B.,
Tan, K., & Adam, F. (2013). The use of EPayment in the
distribution of social welfare in Ireland:Charting the daily experience of
recipients. 7(1), 6�26. Google Scholar
Curvelo,
I. C. G., Watanabe, E. A. de M., & Alfinito, S. (2019). Purchase intention
of organic food under the influence of attributes, consumer trust and perceived
value. In Revista de Gest�o. emerald.com.
https://doi.org/10.1108/REGE-01-2018-0010
DAVIS, F.
D. (2020). TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL: 30 Years of Tam. SPRINGER.
ELLIOT, R.
F. (2014). Security of payment: rough justice is ready. Bulletin (Law
Society of South Australia). https://doi.org/10.3316/agispt.20151073
Gao, L.,
& Waechter, K. A. (2017). Examining the role of initial trust in user
adoption of mobile payment services: an empirical investigation. Information
Systems Frontiers. https://doi.org/10.1007/s10796-015-9611-0
Hajli, M.
N. (2014). A study of the impact of social media on consumers. International
Journal of Market Research. https://doi.org/10.2501/IJMR-2014-025
Hamid, A.
A., Razak, F. Z. A., Bakar, A. A., & ... (2016). The effects of perceived
usefulness and perceived ease of use on continuance intention to use
e-government. Procedia Economics and �.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212567116000794
Han, B.
O., & Windsor, J. (2011). User�s willingness to pay on social network
sites. Journal of Computer Information Systems.
https://doi.org/10.1080/08874417.2011.11645499
Hanafizadeh,
P., Behboudi, M., Koshksaray, A. A., & ... (2014). Mobile-banking adoption
by Iranian bank clients. Telematics and �.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0736585312001074
Huda, R.
B. (n.d.). Analisis Total Productive Maintenance Dengan Metode Overall
Equipment Effectiveness Pada Mesin Unigrator DI PG Semboro. Repository.Unej.Ac.Id.
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/100170������
Humbani,
M., & Wiese, M. (2018). A Cashless Society for All: Determining Consumers�
Readiness to Adopt Mobile Payment Services. Journal of African Business,
19(3), 409�429. https://doi.org/10.1080/15228916.2017.1396792
Indonesia, B. (2014). Bank Indonesia mencanangkan
gerakan nasional non tunai. Google Scholar
Indonesia, B. (2017). Perekonomian Indonesia. In
Diperoleh. Google Scholar
Indonesia, B. (2020). Blueprint Sistem Pembayaran
Indonesia 2025. Google Scholar
Karim, F.,
Yusoff, W. S., Ismail, M. N., Mazlan, A., Ghani, N. I. A., & Muhammad, N.
(2021). A cashless society: Understanding adoption of new technology. In AIP
Conference Proceedings (Vol. 2339). https://doi.org/10.1063/5.0044579
Kristian,
I. (2019). Upaya Penurunan Idle Pada Proses Produksi PT X Menggunakan Metode
Fishbone Diagram. Jurnal Titra. http://publication.petra.ac.id/index.php/teknik-industri/article/view/8947
Kumar, A.,
Adlakaha, A., & Mukherjee, K. (2018). The effect of perceived security and
grievance redressal on continuance intention to use M-wallets in a developing
country. International Journal of Bank �.
https://doi.org/10.1108/IJBM-04-2017-0077
Kumar, K.
S., Sivashanmugam, C., & Venkataraman, A. (2018). Intention to use mobile
wallet: Extension of TAM model. In Journal of Electronic Systems.
Lau, S., & Pradana, M. N. R. (2021). Pengaruh
keamanan, kecepatan transaksi dan kenyamanan terhadap penggunaan mobile payment.
Google
Scholar
Liu, G. S., & Tai, P. T. (2016). A study of
factors affecting the intention to use mobile payment services in Vietnam. Economics
World. academia.edu. Google Scholar
Magdalena, M., Sediyono, E., & Marwata, M. (2018).
Analisis Penerimaan Teknologi E-retribusi Pasar dengan Pendekatan Theory of
Reasoned Action. 8(2). Google Scholar
Mongisidi, E. C., Koleangan, R. A. M., &
Rotinsulu, D. C. (2019). ANALISIS IMPLEMENTASI TRANSAKSI NON TUNAI DALAM
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KOTA MANADO. 19(9). Google
Scholar
Mun, Y.
P., Khalid, H., & Nadarajah, D. (2017). Millennials� perception on mobile
payment services in Malaysia. Procedia Computer Science.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1877050917329381
Mustofa,
H. M. (2014). Perencaan Produktivitas Kerja dari Hasil Evaluasi Produktivitas
dengan Metode Fishbone di Perusahaan Percetakaan Kemasan PT. X. In Jurnal
Teknik Industri HEURISTIC.
Okeke, T.
C. (2013). Perceived risk/security and consumer involvement with electronic
payments in Nigeria: A discriminant analysis. In IOSR Journal of Business
and Management.
Ramdhani,
A., & Ramdhani, M, A. (2017). Konsep umum pelaksanaan kebijakan publik.
Jurnal Publik, 2016; 11(1): 1�12. In Jurnal Publik (Vol. 11, Issue 01).
Rauniar,
R., Rawski, G., Yang, J., & Johnson, B. (2014). Technology acceptance model
(TAM) and social media usage: An empirical study on Facebook. Journal of
Enterprise Information Management, 27(1), 6�30.
https://doi.org/10.1108/JEIM-04-2012-0011
Safitri,
N. A. (2021). PENGARUH PERSEPSI KEPERCAYAAN, PERSEPSI KEAMANAN, PERSEPSI
KUALITAS INFORMASI, DAN PERSEPSI RISIKO TERHADAP NIAT PENGGUNAAN �.
eprints.umm.ac.id. https://eprints.umm.ac.id/72591/
Seetharaman,
A., Nanda Kumar, K., Palaniappan, S., & Weber, G. (2017). Factors
Influencing Behavioural Intention to Use the Mobile Wallet in Singapore. Journal
of Applied Economics and Business Research JAEBR, 7(2), 116�136.
Shaw, N.
(2014). The mediating influence of trust in the adoption of the mobile wallet. Journal
of Retailing and Consumer Services, 21(4), 449�459. https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2014.03.008
Simangunsong,
F. (2015). Kajian Penggalian Potensi dan Peningkatan Pendapatan Asli Desa di
Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Administrasi Publik:
Public Administration �. http://ojs.uma.ac.id/index.php/adminpublik/article/view/1069
Putra, Ivan Gumilar Sambas, & Nababan, Daniel.
(2019). Influence of Non-Financial Information and Macroeconomic on the Level
of Underpricing on Companies that Conduct IPO on the IDX in the 2011-2015
Period. Global Business & Management Research, 11(1). Google
Scholar
Ramdhani, A., & Ramdhani, M, A. (2017). Konsep
umum pelaksanaan kebijakan publik. Publik, 11(1), 1�12. Google
Scholar
Seetharaman, A., Nanda Kumar, K., Palaniappan, S.,
& Weber, G. (2017). Factors Influencing Behavioural Intention to Use the
Mobile Wallet in Singapore. 7(2), 116�136. Google Scholar
Seetharaman, A., Nanda Kumar, Karippur, Palaniappan,
S., & Weber, Golo. (2017). Factors Influencing Behavioural Intention to Use
the Mobile Wallet in Singapore. Journal of Applied Economics and Business
Research JAEBR, 7(2), 116�136. Google Scholar
Sugiono, P. D. (2015). Memahami Penelitian
Kualitatif. Google Scholar
Suyanto,
T. A. K. (2019). Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepercayaan Penggunaan
FinTech pada UMKM Dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM). Akmenika,
16 (1), 166. https://journal.upy.ac.id/index.php/akmenika/article/view/
Utami, W. (2018). Implementasi Kebijakan
E-Retribusi Pasar di Pasar Singosaren Surakarta. digilib.
Google Scholar
Windasari, D. P., Sawiji, H., & Ninghardjanti, P.
(2020). Penerapan E-Retribusi Di Pasar Kota Surakarta. 4(4). Google
Scholar
Windasari, Dian Putri, Sawiji, Hery, &
Ninghardjanti, Patni. (2020). Penerapan E-Retribusi Di Pasar Kota Surakarta
(Vol. 4). digilib.uns.ac.id. Google Scholar
Wiratna, S. (2014). metodologi penelitian lengkap,
praktis, dan mudah dipahami. Google Scholar
Zhang, J., Luximon, Y., & Song, Y. (2019). The
role of consumers� perceived security, perceived control, interface design
features, and conscientiousness in continuous use of mobile payment services.
Google
Scholar
Zhang, J., Luximon, Y., & Song, Y. (2019). The
role of consumers� perceived security, perceived control, interface design
features, and conscientiousness in continuous use of mobile payment services. Sustainability.
Google
Scholar
Copyright holder: I Nyoman Agus Suta
Wijaya, Gede Sri Darma (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |