Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, Special Issue No. 2, Februari 2022
IMPLEMENTASI LEAN PROCUREMENT PROCESS
DENGAN METODE VALUE STREAM ANALYSIS PADA PROSES PENGADAAN BARANG
Galih Nurhadyan, Erma Suryani
Institut Teknologi
Sepuluh Nopember 2021,
Surabaya, Jawa Timur
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
PT Petrokimia
Gresik merupakan salah satu
perusahaan yang sudah menerapkan pengadaan dengan sistem e-procurement sejak tahun 2006. Selain menggunakan e-procurement,
PT. Petrokimia Gresik juga menggunakan
ERP SAP dalam proses pengadaan
yang dilakukan. VSM dapat membantu menemukan waste (pemborosan) yang muncul dalam proses pelayanan pengadaan barang. Waste yang muncul dapat menyebabkan
penambahan lama proses pengadaan.
Selain itu, penelitian ini juga menitikberatkan pada Service Level Agreement atau SLA yang merupakan kontrak antara penyedia layanan dan pelanggannya yang mendokumentasikan
layanan apa yang akan disediakan oleh penyedia dan mendefinisikan standar layanan yang harus dipenuhi oleh penyedia. SLA berisi tentang kontrak formal atau informal antara pihak penyedia dan pengguna akhir layanan (customer). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi waste dan
aktifitas yang menimbulkan
waste pada proses pengadaan barang,
melakukan perbaikan di dalam lama proses pengadaan barang dengan meminimalkan
waste yang terjadi menggunakan
metode VSM (Value Streaming Mapping) dan �menentukan
service level agreement (standar lama proses) pada
proses pengadaan barang PT.
Petrokimia Gresik. Hasil penelitian
diharapkan waste dalam
proses pengadaan barang di
PT Petrokimia Gresik dapat diidentifikasi sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan dan minimalisasi waste dengan menggunakan metode VSM (Value
Stream Mapping) dan akhirnya didapatkan
proses pengadaan barang yang
semakin cepat serta dituangkan dalam sebuah service level
agreement.
Kata Kunci: lean;
waste; service level agreement; pemetaan aliran nilai; PT Petrokimia Gresik.
Abstract
PT Petrokimia Gresik is one of the companies
that has implemented procurement with e-procurement system since 2006. In
addition to using e-procurement, PT Petrokimia Gresik
also uses SAP ERP in the procurement process carried out. VSM can help find
waste that appears in the procurement service process. Waste that appears can
lead to the addition of the length of the procurement process. In addition, the
study also focuses on the Service Level Agreement or SLA which is a contract
between the service provider and its customers that documents
what services the provider will provide and defines the service standards that
must be met by the provider. SLA contains about formal or informal contracts
between the provider and the end user of the service (customer). The purpose of
this research is to identify waste and activities that cause waste in the
procurement process, make improvements in the length of the procurement process
by minimizing waste that occurs using the VSM (Value Streaming Mapping) method
and determining the service level agreement (standard long process) in the
procurement process of PT. Petrochemical Gresik. The results of the research
are expected to waste in the procurement process of goods at PT Petrokimia Gresik can be identified so that efforts can be
made to repair and minimize waste using the VSM (Value Stream Mapping) method
and finally get the procurement process that is getting faster and poured in a
service level agreement.
Keywords: lean, waste; service level agreement; value stream mapping; PT Petrokimia Gresik
Pendahuluan
Penggunaan teknologi
informasi di kalangan organisasi semakin marak, didukung oleh kompetisi yang telah berubah dari monopoli
menjadi pasar bebas. Secara tidak langsung,
perusahaan yang telah memanfaatkan teknologi informasi berubah menjadi sangat efisien dan efektif dibandingkan perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual. Pada era
digital, teknologi informasi
memasuki fase baru sebagai suatu
fasilitas yang dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan. Implementasi teknologi informasi yang dipercaya dapat membantu meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses bisnis perusahaan tidak terlepas dari proses pengelolaan layanan teknologi informasi yang harus diterapkan perusahaan kepada setiap penggunanya.
Kemajuan teknologi
dan globalisasi juga mendorong
perkembangan dalam dunia bisnis yang semakin pesat. Perkembangan lingkungan bisnis ini tentunya akan
berdampak pada meningkatnya
persaingan usaha. Sistem pengadaan konvensional yang sudah biasa dilakukan membutuhkan waktu yang lama, sehingga dipandang menyia-nyiakan waktu dan biaya, kurangnya informasi serta kompetisi yang kurang sehat yang berakibat terhadap kualitas pengadaan, terjadi eksklusi terhadap pemasok potensial dan pemberian hak khusus
terhadap pemasok tertentu (Tatsis, Mena, Van Wassenhove, & Whicker, 2006).
Dalam upaya menutupi kelemahan-kelemahan
proses pengadaan konvensional
dan meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pengadaan perlu dimanfaatkan keberadaan teknologi informasi yang kian berkembang saat ini, salah satunya adalah dengan menerapkan
e-procurement.
PT Petrokimia Gresik merupakan salah satu produsen pupuk yang berstatus sebagai anak perusahaan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) yang bernaung di bawah
Holding Company PT Pupuk Indonesia (Persero) sejak tahun 2012. PT Petrokimia Gresik merupakan salah
satu perusahaan yang sudah menerapkan pengadaan dengan sistem e-procurement sejak tahun 2006. Selain menggunakan e-procurement, PT. Petrokimia
Gresik juga menggunakan ERP SAP dalam
proses pengadaan yang dilakukan.
E-procurement merupakan integrasi
dan manajemen elektronik terhadap semua aktivitas pengadaan termasuk permintaan pembelian, pemberian hak pemesanan, pengiriman dan pembayaran antara pembeli dan pemasok (Chaffey & Fossey, 2004).
Dengan dilaksanakannya
proses pengadaan secara kombinasi (SAP & e-procurement) menimbulkan
suatu permasalahan baru terkait dengan
kinerja dan efisiensi pengadaan. Aplikasi e-procurement
diharapkan mampu membawa manfaat bagi para penggunanya seperti adanya standarisasi proses pengadaan, terwujudnya transparansi dan efisiensi pengadaan yang lebih baik, proses pengadaan yang lebih kompetitif dan akuntabel serta mendukung pertanggung-jawaban proses pengadaan.
Namun pada kenyataannya,
e-procurement masih memiliki
kelemahan-kelemahan serta hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaannya, seperti masih adanya dokumen
hard file. (Satapathy, Gunasekaran, Sahoo, Amit, & Rodrigues, 2009),
menjelaskan bahwa beberapa instansi lebih nyaman menggunakan
sistem sebelumnya (pengadaan konvensional), kurangnya skill dan pengetahuan tentang e-procurement serta jaminan keamanan sistem tersebut menjadi pendukung kurang diminatinya penggunaan sistem.
Atas penggunaan dua
sistem yang berdampingan tersebut, muncul kendala kendala dalam proses pengadaan barang di PT. Petrokimia Gresik, terutama pada lama proses pengadaan
barang. Tabel berikut menjelaskan lama proses pengadaan barang dalam kurun waktu
2016-2019.
Tabel 1
�Waktu Rata-Rata Proses Pengadaan
Barang PT Petrokimia Gresik
Tahun |
Metode Pengadaan |
Target rata rata proses
pengadaan (days) |
Actual rata rata proses pengadaan (days) |
2016 |
Pelelangan
terbuka, Pelelangan terbatas, Penunjukkan langsung dan Pemilihan langsung menggunakan
E-procurement, SAP |
42,5 |
170,8 |
2017 |
Pelelangan
terbuka, Pelelangan terbatas, Penunjukkan langsung dan Pemilihan langsung menggunakan
E-procurement, SAP |
42,5 |
134.31 |
2018 |
Pelelangan
terbuka, Pelelangan terbatas, Penunjukkan langsung dan Pemilihan langsung menggunakan
E-procurement, SAP |
42,5 |
119,4 |
2019 |
Pelelangan
terbuka, Pelelangan terbatas, Penunjukkan langsung dan Pemilihan langsung menggunakan
E-procurement, SAP |
42,5 |
150,4 |
Untuk mencapai
service level agreement berbasis layanan,
maka dibutuhkan data lama
proses pengadaan barang dari awal hingga
akhir serta mengetahui letak waste dalam satu siklus
proses tersebut. Saat ini sistem procurement yang digunakan PT Petrokimia Gresik belum mampu menemukan
letak waste secara pasti. Untuk itu
perlu langkah penyelesaian permasalahan dengan tepat, serta
jaminan kepastian atas kualitas layanan
yang telah disepakati dengan pengguna sistem tersebut yang menjadi salah satu aspek penting dalam
penerapan manajemen teknologi informasi. Penelitian ini akan berfokus pada pembahasan mengenai bagaimana mempercepat proses pengadaan dengan mengevaluasi waste yang terjadi dalam alur proses pengadaan menggunakan metode Value Stream Mapping Analysis Tools. Selain mengevaluasi dan mencari perbaikan dari waste yang terjadi dalam alur proses pengadaan, fokus bahasan untuk membantu
mempercepat proses pengadaan.
Mengacu pada penelitian
yang didasarkan oleh metode
Value Stream Mapping Analysis Tools, metode tersebut digunakan untuk mengidentifikasi waste yang
terjadi dalam proses pengadaan. Peneliti melakukan identifikasi pada seluruh rangkaian proses pengadaan.
Value stream mapping adalah salah satu tool dalam lean
manufacturing yang memetakkan aliran
bahan baku atau material dan informasi mulai dari kedatangan,
proses yang terjadi, hingga
suatu produk sampai ke konsumen.
Value stream mapping merupakan peralatan
visual yang digunakan untuk
menemukan dan mengeliminasi
waste (Halim & Palit, 2016).
Value stream mapping adalah tool grafik
dalam lean manufacturing yang membantu
melihat flow material dan informasi
mulai dari raw material sampai diantar ke customer. Oleh karena itu VSM dapat membantu
menemukan waste yang muncul
dalam proses pelayanan pengadaan.
Selain itu, penelitian ini juga menitikberatkan pada Service Level Agreement atau SLA yang merupakan kontrak antara penyedia layanan dan pelanggannya yang mendokumentasikan
layanan apa yang akan disediakan oleh penyedia dan mendefinisikan standar layanan yang harus dipenuhi oleh penyedia. SLA berisi tentang kontrak formal atau informal antara pihak penyedia dan pengguna akhir layanan (customer). Manfaat
service level agreement menguntungkan kedua belah pihak
dengan memberikan kejelasan mutlak tentang apa yang dapat diharapkan dari hubungan bisnis.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Sample et al., 2009),
(Plotnikov, Pasapera, Sabass, & Waterman, 2012),
(Parsa, Movahedi, Taghipour, Derrible, & Mohammadian, 2020)
serta penelitian (Chu et al., 2017)
yang banyak melakukan penelitian pada lean JIT Purchasing, lean six sigma dan
lean thinking yang berbeda dengan
penelitian ini. Sedangkan yang mendasari penelitian ini adalah penelitian (Sankararaman et al., 2018)
yang telah meneliti pengadaan barang pada industri farmasi dengan metode studi
kasus. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian (Sankararaman et al., 2018)
yaitu pada penelitian kali ini lebih menitikberatkan
pada Service Level Agreement (SLA) yang merupakan kontrak antara penyedia layanan dan pelanggannya agar dapat terjadi efektivitas dan efisiensi biaya, bukan pada prosedur supply chain
pada proses pengadaan barang.
Berdasarkan perumusan masalah yang diutarakan diatas, maka penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi waste dan aktivitas yang menimbulkan waste
pada proses pengadaan barang.
Melakukan perbaikan di dalam lama proses pengadaan barang dengan meminimalkan
waste yang terjadi menggunakan
metode VSM (Value Streaming Mapping) dan menentukan service level agreement (standar
lama proses) pada proses pengadaan barang PT Petrokimia Gresik.
Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan metode studi kasus
deskriptif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan
data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2004).
Menurut (Nazir, 2005)
metode deskriptif adalah metode penelitian
untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian,
sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka.
Studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian
tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase
spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas (Maxfield dalam Nazir, 2005).
Sedangkan menurut (Ashraf, Karlan, & Yin, 2006),
studi kasus adalah inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tak tampak dengan
jelas di mana multi-sumber bukti dimanfaatkan. Metode studi kasus
dipilih karena penelitian ini menggunakan pertanyaan �bagaimana�. Hal ini sesuai dengan penyataan
(Zhang et al., 2002)
yang menjelaskan bahwa studi kasus merupakan
strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan
suatu penelitian berkenaan dengan �how� dan �why�.
Desain penelitian dilakukan untuk membandingkan waktu proses order
spare part sebelum dilakukan
optimasi dengan waktu proses order lelang setelah optimasi tahapan proses. Penelitian ini menggunakan metode Value stream mapping untuk
menggambarkan kegiatan-kegiatan
yang sedang berjalan di saat proses pelelangan. Penelitian diawali dengan melakukan pengamatan terhadap proses yang berjalan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait sehingga penggambaran Value stream mapping yang dilakukan
sesuai dengan kondisi aktual yang ada. Hasil penggambaran dari Value stream mapping tersebut
akan dianalisis berdasarkan tipe waste yang ada pada metode lean
manufacturing, dari masing-masing kegiatan
tersebut. Selain itu akan dilakukan
performance appraisal untuk mencapai
service level agreement di departemen pengadaan barang PT. Petrokimia Gresik.
Hasil dan Pembahasan
A. Analisis dan Interpretasi
Data
Pada bab ini
akan dilakukan analisis terhadap data hasil dari simulasi
yang telah dibuat. Hasil
output simulasi perbaikan
dan penyebab lamanya lead
time pada proses pelelangan akan
dibahas pada bab ini. Pada output kecepatan tersebut terdapat komponen data waktu yang dapat di analisis menggunakan pareto diagram untuk melihat permasalahan yang dapat diselesaikan dan menggunakan analisis cause and
effect diagram untuk mengetahui
akar penyebab dari permasalahan tersebut. Akar penyebab dominan diidentifikasi untuk merancang skenario perbaikan yang akan di analisis.
B. Analisis Hasil
Adanya perbaikan proses
pelelngan dapat menurunkan lead time pengadaan barang. Perbadingan data selama priode 1 Juli � 31 Desember 2020 saat sebelum perbaikan
dan sesudah perbaikan pada periode 1 Juni � 30 november 2021 secara umum pada proses PR-PO Barang Non
Kontrak mengalami penutunan sebesar 69,7%. Dimana
lead time PR-PO Alpata semula
162 hari turun menjadi 34 hari, sedangkan untuk lead time PR-PO bahan penolong semula 83 hari turun menjadi 32 hari. Untuk lead time PR-PO barang investasi semula memiliki waktu 81 hari turun
menjadi 31 hari. Sedangkan lead time untuk PR-PO barang umum semua
59 hari menjadi 21 hari. Berikut adalah
tabel dan diagram pareto sebelum
dan sesudah perbaikan:
Tabel 1
Sebelum Perbaikan (1 Jul
� 31 Des 2020)
Kode |
Permasalahan |
Rata-rata |
% |
%Kum |
A1 |
Lead Time PR-PO Alpata |
162 |
42,1% |
42,1% |
A2 |
Lead Time PR-PO Bahan
Penolong |
83 |
21,5% |
63,6% |
A3 |
Lead Time PR-Barang
Investasi |
81 |
21,1% |
84,4% |
A4 |
Lead Time PR-Barang
Umum |
59 |
15,2% |
100,0% |
Jumlah Rata-rata |
385 |
100% |
|
|
96 |
|
|
Tabel 2
Sesudah Perbaikan (1 Jun � 30 Nov 2021)
Kode |
Permasalahan |
Rata-rata |
% |
%Kum |
A1 |
Lead Time PR-PO Alpata |
34 |
28,7% |
28,7% |
A2 |
Lead Time PR-PO Bahan
Umum |
32 |
27,2% |
56,0% |
A3 |
Lead Time PR-Barang
Investasi |
31 |
26,2% |
82,2% |
A4 |
Lead Time PR-Barang
Penolong |
21 |
17,8% |
100,0% |
Jumlah Rata-rata |
117 |
100% |
|
|
29 |
|
|
Gambar 1
Diagram Pareto Sebelum dan Sesudah Perbaikan
C.
Cause and Effect Diagram
Cause and Effect diagram atau yang disebut juga dengan fishbone diagram
merupakan diagram sebab-akibat ini merupakan salah satu tool yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi penyebab permasalaha-permasalahan yang
terjadi. Ketika ditemukan adanya kecacatan atau defect pada produk, error,
ataupun permasalahan lainnya, maka diperlukan adanya analisa untuk mengetahui
penyebab-penyebab potensial yang secara signifikan mempengaruhinya. Cause and
effect diagram sangat berguna dalam melakukan analisa dan langkah perbaikan
DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, and Control). DMAIC adalah suatu
pendekatan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Diagram sebab-akibat ini
menunjukkan faktor-faktor penyebab permasalahan, yang secara umum
diklasifikasikan ke dalam kategori materials, machines, methods, measurements,
environment, dan people.
Lambatnya proses pelelangan yang terjaddi di Departemen Pengadaan Barang
PT. PG terjadi akibat beberapa faktor, adapun hasil peninjauan langsung yang
telah dilakukan sesuai dengan fakta di lapangan.�� Dari fakta-fakta tersebut dipaparkan
beberapa temuan sebagai berikut:
a.
Tidak ada
sistem untuk melihat PO sudah dikirm ke Vendor atau belum
b.
Dokumen tender
manual / hardcopy
c.
Legalisasi
Dokumen Tender manual
d.
Pengiriman PR
masih manual
e.
Belum ada sistem
monitoring Proses Tender yang terintegrasi dan terstandarisasi
f.
Evaluasi
Tender masih manual
g.
Revisi
berulangkali dari atasan
h.
Penciptaan
Dokumen Tender (Usulan Pemenang, Persetujuan PO) manual
Berikut adalah tabel perbandingan sebelum dan sesudah perbaikan. Kondisi
saat sebelum perbaikan, sebanyak 17% terjadi masalah evaluasi tender yang
manual, penciptaan dokumen tender (usulan pemenang, persetujuan PO) manual
sebesar 17%, legalisasi dokumen tender manual sebesar 17%, pengiriman PR masih
manual 14%, belum adanya sistem monitoring proes tender yang terintegrasi dan
terstandarisasi sebesar 11%, dokumen tender manual/hardcopy sebesar 10%,tidak
ada sistem untuk melihat PO sudah dikirim ke vendor sebesar 8%, proses revisi
yang berulang kali sebesar 4%. Setelah diadakan perbaikan pada,maka urutan
permasalahan berubah sesuai tabel di bawah ini, jumlah permasalahan secara
total saat sebelum perbaikan adalah 144, turun menjadi 45 yang artinya ada penurunan
sebesar 68,75% dimana kondisi sesudah perbaikan mengalami optimalisasi dan
dapat meminimalkan permasalahan selama proses tender.
Tabel 3
Sebelum Perbaikan (1 Jul � 31 Des 2020)
Kode |
Permasalahan |
Jumlah |
% |
%Kum |
|
A2 |
Evaluasi tender masih
manual |
25 |
17% |
17% |
|
A3 |
Penciptaan dokumen tender
(usulan pemenang, persetujuan PO) manual |
25 |
17% |
35% |
|
A4 |
Legalisasi PR dokumen
Tender manual |
25 |
17% |
52% |
|
A8 |
Pengiriman PR masih
manual |
20 |
14% |
66% |
|
A1 |
Belum ada sistem monitoring proses tender yang terintegritas
dan terstandarisasi |
16 |
11% |
77% |
|
A5 |
Dokumen tender manual/hardcopy |
15 |
10% |
88% |
|
A7 |
Tidak ada sistem untuk melihat PO sudah dikirim ke Vendor belum |
12 |
8% |
96% |
|
A6 |
Revisi berulangkali dari atasan |
6 |
4% |
100% |
|
Jumlah� |
117 |
100% |
|
|
|
Tabel 4
Sesudah Perbaikan (1 Jun � 30 Nov 2021)
Kode |
Permasalahan |
Jumlah |
% |
%Kum |
|
A2 |
Evaluasi tender masih
manual |
15 |
33% |
33% |
|
A3 |
Penciptaan dokumen tender
(usulan pemenang, persetujuan PO) manual |
5 |
11% |
56% |
|
A4 |
Legalisasi PR dokumen
Tender manual |
10 |
22% |
78% |
|
A8 |
Pengiriman PR masih
manual |
5 |
11% |
78% |
|
A1 |
Belum ada sistem monitoring proses tender yang terintegritas
dan terstandarisasi |
4 |
9% |
87% |
|
A5 |
Dokumen tender manual/hardcopy |
15 |
10% |
88% |
|
A7 |
Tidak ada sistem untuk melihat PO sudah dikirim ke Vendor belum |
3 |
7% |
93% |
|
A6 |
Revisi berulangkali dari atasan |
2 |
4% |
98% |
|
Jumlah� |
45 |
100% |
|
|
|
Gambar 2
Diagram Pareto Sebelum dan Sesudah Perbaikan
Berikut adalah tabel yang diduga penyebab dari akar permasalahan proses
pelelangan yang terjadi saat ini di PT. PG:
Tabel 5
Akar Permasalahan Proses Pelelangan di PT PG
Kategori |
Penyebab
langsung |
Penyebab Tidak
langsung |
Lingkungan |
Tingginya frekuensi User peminta barang menelpon Buyer untuk menanyakan proses tender |
User peminta barang tidak dapat melihat tahapan proses tender Belum ada sistem monitoring Proses Tender yang terintegrasi dan terstandarisasi |
Metode |
Proses Evaluasi Tender lama |
Proses Evaluasi Tender masih manual dengan mencetak dokumen penawaran vendor Evaluasi Tender masih manual |
Metode |
Penciptaan Dokumen Tender (Usulan Pemenang, Persetujuan PO) membutuhkan waktu yang lama |
Dokumen Tender harus direvisi dan dicetak berulang kali Penciptaan Dokumen Tender (Usulan Pemenang, Persetujuan PO) manual |
Metode |
Legalisasi Dokumen Tender (DUR, Usulan Pemenang, Persetujuan PO, PO) membutuhkan waktu yang lama |
Dokumen Tender harus dicetak dan legalisasi tidak dapat dilakukan apabila atasan tidak ada ditempat Legalisasi Dokumen Tender manual |
Metode |
Proses tahapan Tender tidak dapat dimonitor |
Buyer membuat personal monitoring masing-masing dan tidak standar Belum ada sistem monitoring Proses Tender yang terintegrasi dan terstandarisasi |
Manusia |
Buyer kesulitan memprioritaskan pekerjaan |
Setiap Dokumen tender belum ada informasi prioritas Dokumen tender manual / hardcopy |
Manusia |
Human Error |
Staf lelah dan Jenuh Staf sering Overtime Terdapat Revisi berulangkali dari atasan |
Manusia |
Human Error |
Buyer lupa mengirim PO ke rekanan Tidak ada sistem untuk melihat PO sudah dikirm ke Vendor atau belum |
Alat |
Buyer kesulitan memilih PR yang sejenis untuk dijadikan satu tender yang sama |
Disposisi Dokumen PR dicetak hardcopy dan diterima oleh Buyer Pengiriman PR masih manual |
Bahan |
Kehilangan Dokumen Evaluasi Tender |
Dokumen Evaluasi Tender tidak dapat dimonitor Evaluasi Tender masih manual |
Berdasarkan klasifikasi permasalahan di atas, berikut adalah cause-effect
diagram dari penyebab tingginya lead time dari proses purchase requisitions
hingga proses purchase order (PO):
Gambar 3
Cause-Effect
Diagram Proses PR � PO
Untuk mengetahui secara logis korelasi akar penyebab dengan akibat,
berikut adalah tabel analisa� akar penyebab
dan penyebab langsung:
a.
Lingkungan
Belum ada sistem monitoring Proses Tender yang terintegrasi dan
terstandarisasi (Akar Penyebab
Masalah), akibatnya User peminta barang
tidak dapat melihat tahapan proses tender sehingga mengakibatkan Tingginya frekuensi
User peminta barang menelpon Buyer untuk menanyakan proses tender� (Penyebab
Langsung)
1)
Metode
Evaluasi Tender masih manual (Akar
Penyebab Masalah), akibatnya Proses
Evaluasi Tender dengan mencetak dokumen penawaran vendor sehingga mengakibatkan
Proses Evaluasi Tender lama (Penyebab
Langsung)
2)
Penciptaan
Dokumen Tender (Usulan
Pemenang, Persetujuan PO) manual� (Akar
Penyebab Masalah), akibatnya Dokumen Tender
harus direvisi dan dicetak berulang kali sehingga mengakibatkan penciptaan
Dokumen Tender (Usulan
Pemenang, Persetujuan PO) membutuhkan
waktu yang lama� (Penyebab Langsung)
3)
Legalisasi
Dokumen Tender manual (Akar
Penyebab Masalah), akibatnya Dokumen Tender
harus dicetak dan legalisasi tidak dapat dilakukan apabila atasan tidak ada
ditempat sehingga mengakibatkan legalisasi Dokumen Tender (DUR, Usulan Pemenang, Persetujuan PO,
PO) membutuhkan waktu yang
lama� (Penyebab Langsung)
4)
Belum ada
sistem monitoring Proses Tender yang terintegrasi dan terstandarisasi (Akar Penyebab Masalah), akibatnya Buyer membuat personal monitoring
masing-masing dan tidak standar sehingga mengakibatkan Proses tahapan Tender
tidak dapat dimonitor (Penyebab
Langsung)
b.
Manusia
1)
Dokumen tender
manual / hardcopy (Akar Penyebab
Masalah), akibatnya setiap Dokumen tender
belum ada informasi prioritas sehingga mengakibatkan Buyer kesulitan
memprioritaskan pekerjaan (Penyebab
Langsung)
2)
Terdapat
Revisi berulangkali dari atasan (Akar
Penyebab Masalah), akibatnya� Staf sering overtime dan lelah serta jenuh
sehingga mengakibatkan sering terjadi human error (Penyebab Langsung)
3)
Tidak ada
sistem untuk melihat PO sudah dikirim ke Vendor atau belum (Akar Penyebab Masalah), akibatnya Buyer lupa mengirim PO ke rekanan
sehingga mengakibatkan sering terjadi human error (Penyebab Langsung)
c.
Alat
Pengiriman PR masih manual (Akar
Penyebab Masalah), akibatnya Disposisi
Dokumen PR dicetak hardcopy dan diterima oleh Buyer sehingga mengakibatkan
Buyer kesulitan memilih PR yang sejenis untuk dijadikan satu tender yang sama (Penyebab Langsung)
d.
Bahan
Evaluasi Tender masih manual (Akar Penyebab Masalah), akibatnya Dokumen Evaluasi Tender tidak dapat
dimonitor� sehingga mengakibatkan
Kehilangan Dokumen Evaluasi Tender� (Penyebab Langsung)
D.
Optimalisasi Service
Level
Untuk mencapai optimalisasi service level dalam proses pengadaan barang
(tender) di PT. Petrokimia Gresik perlu dilakukan oleh manajemen dalam
memperbaiki proses pelelangan tersebut. Apabila ditinjau lebih lanjut
penggunaan program aplikasi web SIPS saat ini meningkatkan proses
plan-do-check-action (PDCA) dan pada akhirnya tercapai pelayanan prima untuk
setiap fungsi yang terlibat di dalam proses tender. Sedangkan penggunaan
aplikasi web SIPS juga memepermudah unit kerja dalam memonitoring proses tender
dan evaluasi tender, dapat mengontrol waktu pada setiap tahapan tender,
mempermudah dan mempercepat proses pembuatan dokumen tender sampai dengan
legalisasi, dan juga berdampak positif pada proses approval dan juga
pengambilan keputusan. Dengan pemanfaatan aplikasi SIPS ini juga menunjukkan
bahwa perusahaan telah mendukung transformasi industri 4.0 dan juga mendukung
program cinta lingkungan yaitu meminimalkan penggunaan kertas.
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan
penelitian yang telah dirumuskan dan hasil penelitian yang telah dilakukan. berikut beberapa poin yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini:
Dari hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa waktu pemrosesan
pengadaan barang (tender) memiliki lead time 222,09 hari
yang artinya memiliki alur waktu yang cukup panjang dengan
banyaknya purchase requisitions yang masuk pada departemen pengadaa barang PT. PG. Berdasarkan analisa data, didapatkan bahwa value added sebelum perbaikan adalah 11.360 menit dan setelah perbaikan adalah 11.695 menit terdapat kenaikan nilai Added Value sesudah perbaikan dikarenakan adanya pekerjaan replikasi pembuatan DUR, Rekap Penawaran Vendor, dan Negosiasi di SIPS. Didapatkan
non-value added sebelum perbaikan
adalah 28.940 menit dan setelah perbaikan menurun menjadi 5.940 menit yang artinya mengalami penurunan sebesar 23.000 karena seluruh pekerjaan telah digital dengan adanya aplikasi SIPS sehingga tidak diperlukan lagi mobilisasi dokumen, dapat disimpulkan bahwa terjadi efisiensi
hari kerja sebesar 50 hari kerja atau setara
70 hari kalender. Untuk meningkatkan kecepatan proses pengadaan barang di PT Petrokimia Gresik, maka dibutuhkan aplikasi web SIPS 4.0. Hal ini dikarenakan secara internal, departemen pengadaan barang dapat memonitoring
proses tender dan evaluasi tender, dapat mengontrol waktu di tiap tahapan
proses tender, mempermudah dan mempercepat
proses pembuatan dokumen
tender sampai dengan Legalisasi, mempermudah dan mempercepat waktu approve oleh
Approver dalam mengambil keputusan, SDM lebih efisien dan optimal, serta dokumen tender menjadi lebih aman
Ashraf, Nava, Karlan, Dean, & Yin,
Wesley. (2006). Tying Odysseus to the mast: Evidence from a commitment savings
product in the Philippines. The Quarterly Journal of Economics, 121(2),
635�672.Google Scholar
Chaffey, Lisa, & Fossey, Ellie. (2004).
Caring and daily life: Occupational experiences of women living with sons
diagnosed with schizophrenia. Australian Occupational Therapy Journal, 51(4),
199�207. Google Scholar
Chu, Derrick M., Ma, Jun, Prince, Amanda
L., Antony, Kathleen M., Seferovic, Maxim D., & Aagaard, Kjersti M. (2017).
Maturation of the infant microbiome community structure and function across
multiple body sites and in relation to mode of delivery. Nature Medicine,
23(3), 314�326. Google Scholar
Halim, Kristina, & Palit, Herry
Christian. (2016). Perbaikan Proses Penerimaan Spare Part dengan Menghilangkan
Peran Gudang Main Store: A Case Study. Jurnal Titra, 4(2),
257�264. Google Scholar
Maxfield dalam Nazir. (2005). Penerapan
Activity Based Costing (ABC) Systemuntuk Menentukan Harga Pokok Produksi (Studi
Pada PT. Indonesia Pet Bottle Pandaan Pasuruan). Google Scholar
Nazir, Nazir A. (2005). Person-culture fit
and employee commitment in banks. Vikalpa, 30(3), 39�52. Google
Scholar
Parsa, Amir Bahador, Movahedi, Ali, Taghipour,
Homa, Derrible, Sybil, & Mohammadian, Abolfazl Kouros. (2020). Toward safer
highways, application of XGBoost and SHAP for real-time accident detection and
feature analysis. Accident Analysis & Prevention, 136,
105405. Google Scholar
Plotnikov, Sergey V, Pasapera, Ana M.,
Sabass, Benedikt, & Waterman, Clare M. (2012). Force fluctuations within
focal adhesions mediate ECM-rigidity sensing to guide directed cell migration. Cell,
151(7), 1513�1527. Google Scholar
Sample, Pamela A., Girkin, Christopher A.,
Zangwill, Linda M., Jain, Sonia, Racette, Lyne, Becerra, Lida M., Weinreb,
Robert N., Medeiros, Felipe A., Wilson, M. Roy, & De Le�n-Ortega, Julio.
(2009). The african descent and glaucoma evaluation study (ADAGES): Design and
baseline data. Archives of Ophthalmology, 127(9), 1136�1145. Google
Scholar
Sankararaman, G., Suresh, Mr S.,
Komatheswari, Ms T., Surulivel, S. T., Selvabaskar, S., Vijayanand, V., &
Rengarajan, V. (2018). A study on relationship between price of us dollar and
selected commodities. International Journal of Pure and Applied Mathematics,
119(15), 203�224. Google Scholar
Satapathy, A. K., Gunasekaran, G., Sahoo,
S. C., Amit, Kumar, & Rodrigues, P. V. (2009). Corrosion inhibition by
Justicia gendarussa plant extract in hydrochloric acid solution. Corrosion
Science, 51(12), 2848�2856. Google Scholar
Sugiyono, Agus. (2004). Perubahan Paradigma
Kebijakan Energi Menuju Pembangunan yang Berkelanjutan. Dipresentasikan Pada
Seminar Akademik Tahunan Ekonomi I, Pascasarjana FEUI & ISEI, 8�9. Google
Scholar
Tatsis, Vassilios, Mena, Carlos, Van
Wassenhove, Luk N., & Whicker, Linda. (2006). E-procurement in the Greek
food and drink industry: drivers and impediments. Journal of Purchasing and
Supply Management, 12(2), 63�74. Google Scholar
Zhang, Hong Fu, Sun, Min, Zhou, Xin Hua,
Fan, Wei Ming, Zhai, Ming Guo, & Yin, Ji Feng. (2002). Mesozoic lithosphere
destruction beneath the North China Craton: evidence from major-, trace-element
and Sr�Nd�Pb isotope studies of Fangcheng basalts. Contributions to
Mineralogy and Petrology, 144(2), 241�254. Google Scholar
�
Copyright holder: Galih Nurhadyan, Erma Suryani (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |