Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 2, Februari 2022

 

PERTANGGUNGJAWABAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL ATAS PENERBITAN SERTIPIKAT HAK MILIK GANDA ATAS TANAH

 

Agus Setia Wahyudi, Muhammad Saleh

Universitas Narotama Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Proses sertifikat tanah merupakan sebuah proses sistematis dimana proses ajudikasi yang merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama� kali,� meliputi� pengumpulan� dan� penetapan� kebenaran� data� fisik� dan� data� yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya adalah salah satu proses di dalamnya, ketika dalam proses ajudikasi terdapat masalah dalam penanganannya, seperti adanya� ketidakakuratan baik itu data fisik ataupun data yuridis maka akan mengganggu secara keseluruhan proses pensertifikatan tanah. Proses ajudikasi yang merupakan kegiatan dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya, merupakan sebuah proses yang penting karena kebenaran data fisik dan data yuridis adalah yang utama agar tidak terjadi masalah pada sertifikat yang timbul dikemudian hari. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah dengan tujuan untuk melakukan, mengembangkan/menguji suatu kebenaran dari suatu pengelahuan yang dilakukan secara metodologi dan sistematis. Yang maksud dengan metodologi adalah menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah. Sedangkan yang dimaksud sistematis adalah sesuai dengan pedoman atau aturan penelitian yang berlaku untuk kerja ilmiah.

 

Kata Kunci: pertanggungjawaban; badan pertanahan nasional; hak milik ganda; tanah

 

Abstract

The land certificate process is a systematic process in which the adjudication process which is an activity carried out in the context of the land registration process for the first time, includes the collection and determination of the correctness of physical data and juridical data regarding one or several objects of land registration for registration purposes. , when in the adjudication process there are problems in handling, such as inaccuracies in both physical data and juridical data, it will interfere with the overall land certification process. The adjudication process, which is an activity carried out in the context of the land registration process for the first time, includes the collection and determination of the correctness of physical data and juridical data regarding one or several objects of land registration for the purpose of registration, is an important process because the truth of physical data and juridical data is what matters. The main thing is to avoid problems with certificates that arise in the future. Research is a scientific activity with the aim of conducting, developing/testing the truth of a study conducted methodologically and systematically. What is meant by methodology is to use scientific methods. While what is meant by systematic is in accordance with the guidelines or research rules that apply to scientific work.

 

Keywords: liability; national land bodies; dual property rights; land

 

Received: 2022-01-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-02-20

 

Pendahuluan

Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya,� terutama masih bercorak agraria, bumi, air, dan ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang dicita-citakan (Indonesia & Indonesia, 1960). Untuk mencapai cita-cita Negara tersebut diatas, maka di bidang agraria perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara. Rencana umum (national planning) yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus (regional planning) dari tiap-tiap daerah. Dengan adanya planning itu maka penggunaan tanah dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur sehingga dapat membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat.

Tanah sebagai aset yang memiliki nilai potensial cukup besar. Oleh karena itu, tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan nasional (Dinda Leumala dan Setyono, 2009). Hal ini diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi (Ruslina, 2016):

�Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat�. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia, yang telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai tumpuan masa depan kesejahteraan manusia.

Dalam perkembangan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria, permasalahan tanah menjadi semakin kompleks (Nomor, 2017). Di satu sisi kompleksitas masalah tanah terjadi akibat meningkatnya kebutuhan tanah untuk keperluan berbagai kegiatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat dengan penyebaran yang tidak merata antar wilayah dan besar kemungkinan akan menimbulkan konflik kepemilikan ganda (Lutfi Nasution, 2002).

Menyadari pentingnya fungsi tanah, maka pada saat ini dalam pengelolaan masalah pertanahan secara langsung maupun tidak langsung harus selalu diarahkan pada terwujudnya sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pelaksanaan tertib hukum pertanahan dan menjamin kepastian hukum atas kepemilikan hak atas tanah. Penggunaan tanah yang didukung dan dijamin kepastian hukum akan menciptakan ketentraman masyarakat serta mendorong terlaksananya pembangunan di semua kalangan masyarakat berikut sektor kehidupannya (Rusmadi Murat, 1997).

Dalam rangka menjamin kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah, Undang-Undang Pokok Agraria telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, sebagaimana diamanatkan Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria.

Pasal tersebut mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari pendaftaran tanah di Indonesia, yaitu (Hasanah, 2012):

1.      Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.      Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:

a.       pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah;

b.      pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c.       pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

3.      Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4.      Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Untuk menjalankan amanah pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai Pendaftaran Tanah dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (Hasanah, 2012).

Untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum atas bidang tanah, memerlukan perangkat hukum yang tertulis, lengkap, jelas dan dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan yang berlaku (Anatami, 2017). Hal tersebut tercapai melalui pendaftaran tanah. Dokumen-dokumen pertanahan sebagai hasil proses pendaftaran tanah adalah dokumen tertulis yang memuat data fisik dan data yuridis tanah bersangkutan. Dokumen-dokumen pertanahan tersebut dapat dipakai sebagai jaminan dan menjadi pegangan bagi pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan atas tanah tersebut.

Sertifikat tanah adalah surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (Nae, 2013). Sedangkan sertifikat � sertifikat ganda adalah sertifikat � sertifikat yang menguraikan satu bidang tanah yang sama. Jadi dengan demikian satu bidang tanah diuraikan dengan dua sertifikat yang berlainan data.

Dalam sertifikat tanah dicantumkan data fisik dan data yuridis yang harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan. Karena itu, data yang tertuang dalam sertifikat harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah.

Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah yang dilakukan agar di seluruh wilayah Republik Indonesia diadakan Pendaftaran Tanah bersifat �Recht Kadaster� yaitu dalam arti suatu bentuk Kadaster yang dibentuk dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum atas tanah. Sesuai dengan tujuannya yaitu akan memberikan kepastian hukum, maka pendaftaran itu diwajibkan bagi para pemegang hak yang bersangkutan. Jika tidak diwajibkan maka diadakannya pendaftaran tanah, yang terang akan memerlukan banyak tenaga, alat dan biaya, tidak akan ada artinya.

Kepastian hukum dibidang pertanahan meliputi 3 (tiga) hal, yaitu kepastian mengenai subjek hukum hak atas tanah, baik perseorangan atau Badan Hukum, kepastian mengenai letak batas, ukuran/luas tanah atau kepastian mengenai objek hak, kepastian mengenai jenis hak atas tanah yang dipunyai oleh subjek hukum hak atas tanah.

Dengan diterbitkannya sertifikat ganda berarti terdapat suatu kesalahan terhadap salah satu sertifikat yang telah diterbitkan secara tidak benar sehingga harus dibatalkan karena terbitnya sertifikat lain atas suatu bidang tanah yang sama akan merugikan pihak lain.

Sebagai salah satu contoh kasus sertifikat tanah ganda yaitu ada satu bidang tanah yang diterbitkan dua sertifikat yang kasusnya dinyatakan sebagai sertifikat ganda sebagian (tumpang tindih) yang muncul dua dokumen yaitu pada tahun 1990 lalu muncul lagi pada tahun 1998.

Beberapa faktor timbulnya konflik pertanahan yaitu karena data desa tidak akurat, para pemilik memberikan informasi keliru ketika cek fisik atau pengukuran tidak cermat keteledoran pejabat Badan Pertanahan Nasional dan sebagainya. Yang dimaksud data desa tidak akurat bahwa secara data fisik kenyataan dilapangan sertifikat yang diterbitkan kantor pertanahan masing-masing dengan hak milik nomor 182 dan 185 pada tahun 1990 dan 1998 tumpang tindih sebagian. Bahwa secara yuridis berdasarkan atas hak yang diajukan oleh desa mengacu kohir dan persil yang sama, yang sama-sama menjadi dasar penerbitan sertifikat yang masing-masing dibuat oleh tanah yang tidak sama. Sertifikat yang terbit pada tahun 1998 tidak dilaksanakan prosedur panitia pemeriksaan tanah sehingga tidak memenuhi peraturan-peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 hal ini merupakan keteledoran pejabat Badan Pertanahan Nasional itu sendiri. Sertifikat yang terbit pada tahun 1990 data yuridis yang terkait dengan bukti perolehan tanah tidak lengkap. Hal ini sertifikat pada tahun 1990 dan 1998 sama-sama harus dikaji ulang baik dari sisi data yuridis dan data fisiknya. Kasus ini mutlak kelalaian Kantor Pertanahan dalam menerbitkan sertifikat.

Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dari uraian diatas adalah sebagai berikut: Bagaimana pertanggungjawaban Badan Pertanahan Nasional atas penerbitan Sertifikat Hak Milik Ganda Atas Tanah?

 

Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah dengan tujuan untuk melakukan, mengembangkan/menguji suatu kebenaran dari suatu pengelahuan yang dilakukan secara metodologi dan sistematis. Yang maksud dengan metodologi adalah menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah. Sedangkan yang dimaksud sistematis adalah sesuai dengan pedoman atau aturan penelitian yang berlaku untuk kerja ilmiah.

Metode adalah suatu hal yang sangan penting dalam penelitian, sebab nilai mutu dan hasil penelitian ilmiah banyak dipengaruhi oleh ketepatan dalam memilih metodenya. Untuk memperoleh hasil yang sifatnya ilmiah serta memiiki nilai realitas yang besar tidak lepas dan masalah metodologinya. "Peranan metodologi dalam penelitian dan ilmu pengetahuan diantaranya adalah menambah kemampuan pada ilmuan untuk menggali (lebih baik atau lebih lengkap, memberi kemungkinan besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui.� (Soejono, 2015)

Sehubungan dengan pentingnya metodologi dalam suatu penelitian maka untuk memperoleh data-data yang relevan maka dibutuhkan suatu metode yang menunjang penelitian inii. Mengenai metode yang digunakan adalah: Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif (Statue Approach), yaitu pendekatan yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Dimana didasarkan pada pendekatan hukum positif Indonesia, dalam hal ini Undang - undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

 

Hasil dan Pembahasan

A.     Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Dalam kamus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban, yakni liability (the state of being liable) dan responsibility (the state of fact being responsible). Liability menunjuk pada makna yang paling komprehensif, meliputi hampir setiap karakter resiko atau tanggungjawab, yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin. Liability didefinisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan kewajiban. Sementara itu, responsibility berarti, " The state of being answerable for an includes judgment,skill, ability and capacity" yaitu hal dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemapuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti, kewajiban bertanggungjawab atas undang-undang yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkannya. Dan pengertian ini muncul istilah pertanggungjawaban berdasarkan undang-undang; 'Wettelijke ansprakelijkheid is gehoudenheid tot schdevergoeding uit onrechtmatigedaad" (pertanggungjawaban menurut undang-undang yaitu kewajiban mengganti kerugian yang timbul karena perbuatan melanggar hukum). Dalam ensikiopedia administrasi, responsibility adalah keharusan seseorang untuk melaksanakan secara selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya.

Konsep "onrechtmatige daad "menjadi bagian yang paling sulit dalam ilmu hukum pada saat konsep diterapkan terhadap pemerintah apalagi ketika tidak tertulis dimana dimasukkan sebagai salah satu kriteria perbuatan melanggar hukum (Sinapoy, 2012). Siapapun yang melakukan perbuatan melawan hukum dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, tidak peduli apakah seseorang, badan hukum maupun pemerintah.

Pemberian wewenang tertentu untuk melakukan tindakan hukum tertentu menimbulkan pertanggungjawaban atas penggunaan wewenang itu. Menurut AD Belinfante menyatakan bahwa tidak seorangpun dapat melaksanakan kewenangan tanpa memikul kewajiban tanggung jawab atau tanpa ada pelaksanaan pengawasan.

Pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya, tidak terlepas dari penggunaan wewenang yang di dalamnya mengandung pertanggungjawaban, namun demikian harus dikemukakan tentang cara memperoleh dan menjalankan kewenangan apakah melalui atribusi dan delegasi saja yang memikul pertanggungjawaban secara hukum. Sedangkan mandat yang bertanggungjawab adalah pemberi mandat (Mandans).

Beban tanggungjawab bentuknya ditentukan dengan cara memperoleh kekuasaan, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pemberian kekuasaan yang bersifat atribusi, yaitu sebagai pembentukan kekuasaan, karena dari keadaan yang belum ada menjadi ada dan kekuasan yang timbul karena pembetukan kekuasaan yang menyebabkan adanya kekuasaan baru, pemberian kekuasaan yang bersifat deferatif, yaitu disebut sebagai pelimpahan, karena dari kekuasaan yang telah ada dialihkan kepada badan hukum publik (Suwoto, 1990).

Bentuk-bentuk pertanggungjawaban ada empat macam yaitu bentuk pertanggungjawaban secara moral, politik, administratif, dan petanggungjawaban secara hukum.

B.     Badan Pertanahan Nasional

Badan Pertanahan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen yang mempunyai bidang tugas dibidang pertanahan dengan unit kerjanya yaitu kantor di tiap-tiap Provinsi dan di daerah Kabupaten/Kota yang melakukan pendaftaran hak atas tanah dan pemeliharaan daftar umum pendaftaran tanah (Iskandar, 2014). Lembaga tersebut dibentuk berdasarkan surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 yang bertugas membantu Presiden dalam mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan, baik berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria maupun peraturan perundang-undangan lain yang meliputi pengaturan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah, pengurusan hak-hak tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Presiden (Soerodjo, 2002).

Demi memperlancar kerja Badan Pertanahan Nasional dalam proses pendaftaran hak atas tanah maka terdapat pula Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 yang pada dasarnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah, yaitu dengan membuat alat bukti mengenai telah terjadinya perbuatan hukum menyangkut sebidang tanah tertentu yang kemudian dijadikan dasar untuk mendaftar perubahan data yuridis yang mengakibatkan oleh perbuatan hukum itu, dengan ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka korelasi lembaga pejabat pembuat akta tanah dengan pelaksanaan administrasi pertanahan semakin jelas (Ali Achmad Chomzah, 2017).

C.    Kedudukan Dan Fungsi Sertifikat

Sertifikat tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fiisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. Dengan adanya sertifikat maka akan memberikan kekuatan pembuktian bagi orang yang tercantum namanya dalam sertifikat tersebut manakala suatu ketika sengketa perdata di persidangan pengadilan negeri.

Yang dimaksud ganda menurut ensikiopedia adalah satu bidang tanah diterbitkan dua alat pembuktian. Sedangkan yang dimaksud Sertifikat Ganda adalah ada dua pemegang hak yang berbeda terhadap suatu bidang tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 31 menyebutkan bahwa sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.

Menurut Budi Harsono sertifikat adalah surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang berarti bahwa keterangan-keterangan yang tercantum didalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima (oleh hakim) sebagai keterangan yang benar, selama sepanjang tidak ada alat bukti yang membuktikan sebaliknya (Ali Achmad Chomzah, 2017).

Kedudukan sertifikat dalam sistem hukum di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria yaitu harus menjamin kepastian hukum, memberi rasa keadilan dan keamanan terhadap pemilik tanah. Dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, terdapat dua pokok fungsi yaitu sertifikat diterbitkan untuk kepentingan hak yang bersangkutan, sertifikat diterbitkan merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenal data fisik dan data yuridis dan sertifikat bisa menjadi jaminan hak atas tanah.

Fungsi penerbitan sertifikat hak atas tanah adalah untuk pemegang pemiliknya akan bukti-bukti haknya yang tertulis, kecuali rnasih ada catatan pada buku tanah, maka sertifikat tidak dapat diterbitkan. Hal ini tercantum dalam Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Mengingat dengan demikian peranan sertifikat sehingga kekuatan pembuktiannya tidak hanya berlaku eksternal atau terhadap pihak luar, tetapi juga mempunyal daya kekuatan internal yaitu pemberian rasa aman bagi para pemegang atau perniliknya serta para ahli warisnya tidak mengalami kesulitan.

Sertifikat diterbitkan sebagai surat tanda bukti hak untuk kepentingan pernegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. Hal ini dimaksudkan agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya. Sebagaimana dinyatakan dengan Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat. Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan olehnya.

 

Kesimpulan

Bentuk Pertanggungjawaban Badan Pertanahan Nasional atas Penerbitan Sertifikat Hak Milik Ganda Atas Tanah, Badan Pertanahan Nasional akan mengadakan penelitian riwayat tanah maupun peruntukannya, dan dengan adanya putusan pengadilan maka pada akhirnya Badan Pertanahan Nasional membatalkan salah satu dari sertifikat tersebut.

Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap para pihak yang dirugikan yaitu dilakukan upaya mediasi, dilakukan upaya tinjau ulang dan dilakukan upaya Peradilan yaitu Peradilan Umum maupun Peradilan Tata Usaha Negara. Selaku pemegang sertifikat agar tidak terjadi sertifikat ganda,yaitu memastikan bahwa keberadaan bidang tanah tersebut didaftarkan dalam peta tanah atau dilakukan pemetaan atau yang secara teknis disebut Graphical Index Mapping.

Kantor Pertanahan saat ini dalam menangani sengketa sertipikat ganda adalah dengan cara mediasi. Apabila tidak dicapai kata sepakat maka diupayakan melalui proses pengadilan. Selain itu apabila terdapat unsur kesengajaan yang mengarah ke bentuk tindak pidana maka dilakukan penuntutan tersangka ke pengadilan. Tidak dapat dipungkiri sebagaimana instansi-instansi lain tindakan penyelamatan cenderung menyalahkan pihak lain bahwa kantor pertanahan hanya sebagai administrator yang mencatat dan melegalisasi kejadian atau perubahan terhadap bidang tanah berdasarkan permohonan dan adanya pernyataan dari pemilik tanah bahwa bidang tanah yang dimohon belum bersertipikat dan permohonan dan pernyataan tersebut telah diketahui oleh instansi lain seperti Pemerintah Desa/Kelurahan dan Kecamatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Ali Achmad Chomzah. (2017). Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I & II. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

 

Anatami, Darwis. (2017). Tanggung jawab siapa, bila terjadi sertifikat ganda atas sebidang tanah. Jurnal Hukum Samudra Keadilan, 12(1), 1�17. Google Scholar

 

Dinda Leumala dan Setyono. (2009). Tanah dan Bangunan, cet I, Raih Asa Sukses. Jakarta.

 

Hasanah, Ulfia. (2012). Status kepemilikan tanah hasil konversi hak barat berdasarkan UU no. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok Agraria dihubungkan dengan PP No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1). Google Scholar

 

Indonesia, Presiden Republik, & Indonesia, Presiden Republik. (1960). Undang-undang no. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria (Vol. 144). Ganung Lawu. Google Scholar

 

Iskandar, Dadang. (2014). Peranan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor Dalam Penyelesaian Sengketa Atas Sertipikat Ganda. YUSTISI, 1(2), 42�54. Google Scholar

 

Lutfi Nasution. (2002). Konflik Pertanahan (Agraria) Menuju Keadilan. Bandung: Yayasan Akatiga.

 

Nae, Fandri Entiman. (2013). Kepastian Hukum Terhadap Hak Milik atas Tanah yang Sudah Bersertifikat. Lex Privatum, 1(5). Google Scholar

 

Nomor, Undang Undang. (2017). Tahun 1960 tentang Undang�Undang Pokok Agraria (p. 5). p. 5. Google Scholar

 

Ruslina, Elli. (2016). Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia. Jurnal Konstitusi, 9(1), 49�82. Google Scholar

 

Rusmadi Murat. (1997). Administrasi Pertanahan. Bandung: Mandar Maju.

 

Sinapoy, M. Sabaruddin. (2012). Tanggung Jawab Hukum Presiden dalam Pemberian Izin Pemeriksaan Pejabat Negara. Yuridika, 27(3), 217�232. Google Scholar

 

Soejono, Sri Mahmuji. (2015). Penelitian Hukum Normatof Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan 17, Edisi 1. Jakarta: Rajawali Pers.

 

Soerodjo, Irawan. (2002). Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia (1st ed.). Surabaya: Arloka.

 

Suwoto. (1990). Kekuasaan dan tanggung jawab presiden Republik Indonesia: suatu penelitian segi-segi teoritik dan yuridik pertanggungjawaban kekuasaan. Universitas Airlangga. Google Scholar

 

Copyright holder:

Agus Setia Wahyudi, Muhammad Saleh (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: