Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, Special Issue No. 2, Februari 2022

 

PEMBARUAN REGULASI POS DALAM UPAYA MODERNISASI DAN OPTIMALISASI LAYANAN POS INDONESIA

 

Eko Wahyuanto

Universitas Negeri Jakarta, Indonesia

Email[email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos beserta pembaharuan regulasinya dalam upaya modernisasi dan optimalisasi layanan Pos Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang mengacu pada sumber-sumber yang tersedia baik online maupun offline seperti: jurnal ilmiah, buku dan berita yang bersumber dari sumber terpercaya. Sumber-sumber ini dikumpulkan berdasarkan diskusi dan dihubungkan dari satu informasi ke informasi lainnya. Data ini diperoleh melalui teknik triangulasi, data dianalisis kemudian ditarik kesimpulan. Sapuan gelombang digital makin deras, kuat dan massive mendistrupsi keberadaan regulasi yang ada. Lahirnya Undang-Undang Tentang Pos Nomor 38 Tahun 2009 disahkan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang 6 Tahun 1984 karena dianggap sudah tidak relevan. Dalam regulasi baru itu, sejumlah pasal dalam UU Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos mendapat penekanan kembali yakni soal kepemilikan asing.

 

Kata Kunci: pos Indonesia; UU pos; regulasi; pembaruan

 

Abstract

This study aims to analyze Law Number 38 of 2009 concerning Post and its regulatory reforms in an effort to modernize and optimize Pos Indonesia services. This study uses a library research method that refers to sources available both online and offline such as: scientific journals, books and news sourced from trusted sources. These sources are collected based on discussion and linked from one information to another. This data was obtained through triangulation techniques, the data were analyzed and then conclusions were drawn. The sweep of the digital wave is getting louder, stronger and massive, disrupting the existence of existing regulations. The birth of the Postal Law Number 38 of 2009 was ratified by the government as a replacement for Law 6 of 1984 because it was considered irrelevant. In the new regulation, a number of articles in Law No. 38 of 2009 concerning Post received re-emphasis on foreign ownership.

 

Keywords: pos Indonesia; postal law; regulation; reform

 

 

 

 

Pendahuluan

Pengaruh revolusi industri 4.0 terhadap tatanan hukum di Indonesia harus dicermati secara kritis, cermat, dan hati-hati. Pertama, dampak positif tumbuhnya digitalisiasi terhadap perkembangan ekonomi dan social, harus disikapi pada upaya pemanfaatan teknologi digitalisasi dan internet untuk kemajuan Negara. Regulasi hukum yang sudah ada maupun yang akan dibuat selakyaknya memberikan manfaat yang positif dan selaras dengan teknologi yang ada. Inovasi dan intervensi serta penemuan baru melalui teknologi tidak terhambat dan mendapat penguatan hukum, sehingga terciptanya relevansi hukum yang berbasis human digital dan soft skill digital yang mendukung pertumbuhan sumber daya manusia yang berkualitas dan keadilan yang hakiki. Kedua, dampak negatif perilaku masyarakat akibat tumbuh dan berkembangnya digitalsiasi, yang berakibat pada persaingan tidak sehat, tumbuhnya berbagai kejahatan yang menggunakan teknologi harus dapat diantisipasi sedini mungkin oleh Negara dengan melakukan berbagai regulasi (Suratno, 2019).

Revolusi informasi dan teknologi telah meredefinisi makna dan praktik penyelenggaraan Pos dan logistik secara fundamental (Indriastuti, 2019). Pengertian Pos selama ini dimaknai sebagai pengiriman surat atau dokumen secara konvensional (dalam bentuk fisik), kini berkembang menjadi surat berbasis elektronik, facsimile, hybrid, dan terakhir layanan surat berbasis internet (Wahab, 2001) (MOKOAGOW, OGOTAN, & LONDA, 2018).

Begitu pula dalam hal pengiriman barang, praktik-praktik logistik berubah dari cara pendistribusian tradisional menjadi sistem modern dengan teknologi "track dan trace" di mana barang dapat dipantau dari tempat pengiriman hingga tujuan (Pratiwi, Suwignjo, & Hanoum, n.d.). Dalam perdagangan barang lewat pemesanan Pos, disiapkan "hub-hub" penyimpanan dilokasi tujuan, sehingga mempermudah pemesanan dan pendistribusianya (Rabitha, 2018) (Patunru, 2010).

Pemerintah terus mendorong modernisasi dan optimalisasi layanan Pos di seluruh wilayah Indonesia, melalui ketersediaan regulasi yang menjamin tumbuh kembang industri Pos, dan perluasan jaringan keseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Termasuk insentif perijinan pendirian perusahaan Pos yang berlangsung singkat, cepat, dan sederhana melalui sistem Online Single Submission Risk Based Approach atau OSS RBA (Kunaslimah, 2021) (Rahayu, 2021).

Tujuannya untuk membuka akses distribusi dan layanan Pos keseluruh wilayah teritorial Indonesia, meningkatkan ekonomi nasional, dan mendorong sektor pembangunan serta membuka investasi baru, untuk pemerataan kegiatan berusaha bidang Pos. Dalam hal ini berlaku adagium; "Tak ada sejengkal tanah di bumi Indonesia yang tidak mendapat layanan Pos".

Penyelenggaraan Pos dikategorikan sebagai kegiatan prioritas dan strategis dalam urusan pengiriman dan pendistribusian surat, barang, dan transaksi keuangan keseluruh belahan dunia. Diperlukan sistem jaringan interkoneksi diantara para pemain, baik didalam maupun diluar negeri. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), mendorong dijalinnya hubungan kerja sama antar penyelenggaran Pos nasional dari berbagai bangsa secara erat dengan melonggarkan pintu masuk melalui berbagai katub regulasi (Ratnawati, 2014).

Tinggal bagaimana para penyelenggara Pos merumuskan model Perjanjian Kerja Sama (PKS) antar penyelenggara dengan tetap mengacu pada koridor yang menjadi mandatori Perhimpunan Pos Sedunia (Universal Postal Union/UPU) (Fadh, 2021) (Wahyuningsih, 2017). Kerja sama dimaksud termasuk kemungkinan dibangunnya aliansi usaha bersama yang mampu mendorong terjadinya koloni baru usaha perposan nasional, sehingga terjadi penyerapan tenaga kerja potensial didalam negeri.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos beserta pembaharuan regulasinya dalam upaya modernisasi dan optimalisasi layanan Pos Indonesia. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan kontribusi untuk regulasi Pos Indonesia agar lebih baik lagi dalam memberikan layanan Pos.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang mengacu pada sumber-sumber yang tersedia baik online maupun offline seperti: jurnal ilmiah, buku dan berita yang bersumber dari sumber terpercaya. Sumber-sumber ini dikumpulkan berdasarkan diskusi dan dihubungkan dari satu informasi ke informasi lainnya. Semua kegiatan dalam rangka pengumpulan dan analisis data dilakukan secara online mengingat keterbatasan pergerakan terbuka di ruang publik. Data ini diperoleh melalui teknik triangulasi, data dianalisis kemudian ditarik kesimpulan.

 

Hasil dan Pembahasan

1.   Undang Undang Pos Nomor 38 Tahun 2009

Disaat iklim investasi Indonesia mengalami transisi dari yang awalnya rumit dan berbelit, menjadi cepat dan sederhana, bisnis Pos nasional mulai dilirik investor asing. Para pengusaha bidang Pos dalam negeri melihat kondisi ini sebagai peluang emas, untuk makin mengepakkan sayapnya meluaskan jaringan baru di Indonesia. Kondisi tersebut didukung dengan lahirnya Undang-Undang Tentang Pos Nomor 38 Tahun 2009 yang disahkan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang 6 Tahun 1984 karena dianggap sudah tidak relevan.

Perubahan itu sejalan dengan prinsip penyelenggaraan Pos sebagai sarana komunikasi dan informasi, sekaligus menjalankan peran "pelumas" dan penggerak mata rantai pembangunan nasional, memperkokoh persatuan dan kesatuan, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mendukung kegiatan ekonomi nasional, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.

Pada tahapan itu, UU Pos No. 38 Tahun 2009 terbukti ampuh menjadi pemandu dan rujukan bagi industri perposan nasional setidaknya dalam satu dekade. Meskipun impian tentang kemudahan pelayanan Pos belum sepenuhnya dapat diwujudkan secara nyata, seperti misalnya dilakukannya transformasi moda pengiriman barang Pos menggunakan drone, autonomous car dan jenis moda lainnya.

Jaman terus berubah, tuntutan publik ikut berkembang. Teknologi telah mengubah cara dan perilaku orang dalam memanfaatkan jasa perposan sehingga ekosistem Pos harus berubah pula. Sementara sapuan gelombang digital makin deras, kuat dan massive mendistrupsi keberadaan regulasi yang ada. Maka dipandang perlu adanya cara baru yang mampu "mereparasi," cara lama untuk menjadi kompas dan pedoman penyelenggaraan Pos menghadapi tantangan itu. Terpaan perubahan teknologi yang dahsyat itu menjadikan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 seolah "rapuh", tak berdaya lagi mengakselerasi perubahan yang ada.

2.   Pembaruan Regulasi Bidang Pos

Guna mengantisipasi tantangan yang membentang didepan, pemerintah kemudian menginisiasi sistem aturan baru dalam bentuk Omnibus Law, yang kemudian populer dengan sebutan UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Dalam regulasi baru itu, sejumlah pasal dalam UU Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos mendapat penekanan kembali yakni soal kepemilikan asing.

Pasal 12 UU 38 Tahun 2009 bahwa penyelenggara jasa pengiriman/Pos asing wajib bekerja sama dengan penyelenggara dalam negeri jika ingin membuka perusahaan di Indonesia. Selain itu saham mayoritas dari penyelenggara Pos asing itu harus dimiliki penyelenggara Pos dalam negeri.

Dalam UU Cipta Kerja hal itu tidak diatur secara khusus, yang dapat ditafsirkan bahwa perusahaan asing dapat membuka cabangnya dan dapat langsung beroperasi Indonesia, tanpa harus bermitra dengan perusahaan jasa Pos dalam negeri. Termasuk terkait aturan komposisi kepemilikan saham mayoritas, di mana tidak boleh lebih dari 49 persen.

Namun di Pasal 12 Ayat 3 UU Cipta Kerja tahun 2020 menyebutkan bahwaketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penyelenggara Pos asing sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dalam Peraturan Pemerintah. PP 46 Tahun 2021 tentang Pos Telekomunikasi dan Penyiaran�� di Pasal 7 (huruf a dan b) PP tersebut dijelaskan bahwa; perusahaan Pos asing yang masuk ke Indonesia harus melalui perusahaan Pos dalam negeri melalui usaha patungan, dan hanya dibolehkan beroperasi di ibukota propinsi, serta tidak boleh melakukan pengiriman antar kota. Sehingga dalam persoalan investasi asing boleh dikatakan tidak mengalami perubahan siginifikan.

Meski jasa penyelenggara Pos - logistik asing secara faktual sebenarnya sudah masuk ke Indonesia dengan memakai Surat Izin Usaha Jasa Transportasi (SIUJPT) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Disinilah terjadi polemik yang tak berujung, kalangan industri Pos menuding telah terjadi dualisme sehingga membuka ruang terjadinya pelanggaran.

Data pada Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menyebutkan, beberapa perusahaan Pos asing sudah menjalankan praktik penyelenggaran Pos di Indonesia. Bahkan liberalisasi Pos itu sesungguhnya sudah terjadi, sehingga posisi UU Cipta Kerja kesannya hanya mempertegas saja.

Ketentuan membolehkan asing memiliki kepemilikan saham sampai 100 persen itu, tentu akan menciptakan persaingan yang kompetitif dalam penyelenggaraan Pos nasional, dan akan menambah besar investasi asing masuk ke bisnis ini. Meski disatu sisi bisa saja justru membunuh penyelenggara Pos lokal ditanah air yang sedang kembang kempis.

3.   Iklim Persaingan Usaha yang Sehat

Setiap usaha selalu ada kompetisi, didalam kompetisi yang sehat akan melahirkan pelayanan terbaik bagi konsumen. Mereka yang tidak mampu bertahan dalam ruang kompetisi yang ketat, secara alami akan tersingkir. Tentu saja kondisi Ini tidak diharapkan karena salah satu tujuan dibangunnya regulasi baru tersebut selain untuk menciptakan konstruksi ruang investasi yang sehat juga untuk melindungi badan usaha lain yang terdampak.

Dalam rangka menghindari persaingan usaha yang tidak sehat, khususnya predatory pricing, Undang-Undang Pos sudah memagari dengan mengamanatkan formula tarif layanan Pos komersial yang harus diterapkan dan dipatuhi penyelenggara Pos. Dengan aturan ini maka tidak ada tarif layanan Pos yang diberlakukan semena-mena dan dapat mengubur usaha Pos kecil. Dalam istilah Pos "mereka itu membakar uang dengan menggratiskan ongkos kirim ongkir" sekadar untuk membunuh kompetitor.

Meski demikian, perusahaan lokal tidak perlu takut, apalagi kondisi Pos dan logistik di Indonesia yang paling mengerti adalah orang Indonesia sendiri. Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) sendiri mengaku siap menghadapi kompetisi tersebut. Tentu saja kehadiran mereka harus prosedural, menuhi syarat sebagai badan usaha layaknya yang berlaku bagi penyelenggara Pos lain di Indonesia.

Hasil pantauan Kominfo, ada perusahaan yang sudah mengantongi Surat izin Penyelenggaraan Pos (SIPP) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dan menjadi anggota Asperindo. Ada perusahaan yang sudah mengantongi SIPP tetapi tidak bergabung dalam Asperindo, dan ada perusahaan yang tidak mengantongi SIPP karena sudah memiliki izin perusahan lain, dan tidak bergabung dalam Asperindo. Misalnya, penyedia jasa transportasi angkutan seperti bus, yang mana juga membuka layanan pengiriman barang. Perusahaan tersebut hanya memiliki izin sebagai penyedia jasa transportasi, tidak mengantongi SIPP, tetapi menjalankan bisnis jasa pengiriman.

Kedepan, diperlukan organisasi yang mampu mengakomodir semua jenis usaha dalam satu payung hukum yang kuat. Selain mudah mengontrolnya juga memberi rasa keadilan di antara sesama penyelenggara pengiriman Pos apapun nama dan istilahnya. Jika dalam Undang-Undang Cipta Kerja ketentuan tersebut belum dimasukkan, maka sebaiknya di dalam "Peraturan Pemerintah" dapat diatur secara lebih rinci, agar tidak terjadi tumpang tindih praktik penyelenggaraan Pos nasional.

 

 

Kesimpulan

Sapuan gelombang digital makin deras, kuat dan massive mendistrupsi keberadaan regulasi yang ada. Lahirnya Undang-Undang Tentang Pos Nomor 38 Tahun 2009 disahkan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang 6 Tahun 1984 karena dianggap sudah tidak relevan. Dalam regulasi baru itu, sejumlah pasal dalam UU Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos mendapat penekanan kembali yakni soal kepemilikan asing. Pasal 12 UU 38 Tahun 2009 bahwa penyelenggara jasa pengiriman/Pos asing wajib bekerja sama dengan penyelenggara dalam negeri jika ingin membuka perusahaan di Indonesia. Selain itu saham mayoritas dari penyelenggara Pos asing itu harus dimiliki penyelenggara Pos dalam negeri. Dalam rangka menghindari persaingan usaha yang tidak sehat, khususnya predatory pricing, Undang-Undang Pos sudah memagari dengan mengamanatkan formula tarif layanan Pos komersial yang harus diterapkan dan dipatuhi penyelenggara Pos. Dengan aturan ini maka tidak ada tarif layanan Pos yang diberlakukan semena-mena dan dapat mengubur usaha Pos kecil.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Fadh, Muhammad. (2021). Kebijakan Penyelenggaraan Universal Postal Services (Layanan Pos Universal) Sebagai Public Service Obligation Dan Perbandingannya Di Beberapa Negara. Dharmasisya, 1(1), 17. Google Scholar

 

Indriastuti, Herning. (2019). Manajemen Strategi 4.0. Jp Publishing. Google Scholar

 

Mokoagow, Meliani, Ogotan, Martha, & Londa, Very. (2018). Pengaruh Akuntabilitas Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan Pada Pt. Pos Indonesia (Persero) Manado. Jurnal Administrasi Publik, 4(52). Google Scholar

 

Patunru, Arianto A. (2010). Ismayadi, Se., Me, Arif Rahman Hakim, Se., Me, Dan Nanda Nurridzki, Se., Me Di Bawah Supervisi Dr. Tm Zakir Machmud Sebagai Wakil Kepala Bidang Penelitian Ekonomi Dan Kebijakan. Google Scholar

 

Pratiwi, Dewi Era, Suwignjo, Patdono, & Hanoum, Syarifa. (N.D.). Perancangan Sistem Pengukuran Kinerja Dan Pemetaan Profil Risiko (Studi Kasus: Pt. Pos Indonesia Gresik). Google Scholar

 

Rabitha, Ridha. (2018). Implementasi Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Pengiriman Barang Berharga Atau Dokumen Oleh Pt. Pos Indonesia. Google Scholar

 

Ratnawati, Atjih. (2014). Pemenuhan Standard Layanan Pos Universal Dalam Mencapai Kepuasan Pelanggan Di Kota Manado. Jurnal Penelitian Pos Dan Informatika, 4(1), 53�69. Google Scholar

 

Suratno, Ujang. (2019). Arah Pembaharuan Hukum Nasional Dalam Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Yustitia, 5(1), 155�169. Google Scholar

 

Wahab, Solichin Abdul. (2001). Globalisasi Dan Pelayanan Publik Dalam Perspektif Teori Governance. Jurnal Administrasi Negara, 2(1), 43�58. Google Scholar

 

Wahyuningsih, Siti. (2017). Efektivitas Penyelenggaraan Layanan Pos Universal. Jurnal Penelitian Pos Dan Informatika, 5(2), 115�138. Google Scholar

 

Copyright holder:

Eko Wahyuanto (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: