Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, Special Issue No. 2, Februari 2022
EFEKTIVITAS
KINERJA PENYIDIK PROFESI DAN PENGAMANAN (PROPAM) DALAM UPAYA PENEGAKAN DISIPLIN
POLRI DI POLDA MALUKU UTARA
Muhammad Nasir Said,
Faissal Malik, Rusdin Alauddin
Universitas Khairun.Ternate, Indonesia
Email: [email protected], faissalmalik10gmail.com,
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) efektivitas kinerja Penyidik Propam dalam penegakan
disiplin anggota Polri, (2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja penyidik propam dalam upaya
penegakan disiplin anggota Polri di Polda Maluku Utara, (3) upaya penyidik propam dalam penegakan disiplin anggota Polri di Polda Maluku Utara. Metode yang digunakan dalam penelitian hukum empiris. Tipe penelitian ini sering disebut
sebagai Empirical Legal Research. Pada penelitian hukum empiris, yang diteliti pada awalnya ialah data sekunder yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer
di lapangan. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa Efektivitas penyidik propam dalam penegakan disiplin anggota Polri adalah berdasarkan
pasal 2 peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri, Disiplin anggota Polri adalah
kehormatan sebagai anggota Polri yang menunjukan kredibilitas dan komitmen sebagai anggota Polri, Dalam rangka pemeliharaan
disiplin dan penegakan hukum disiplin dilingkungan Polri, sanksi disiplin yang dijatuhkan harus sesuai dengan pelanggaran
disiplin yang dilakukan
oleh anggota Polri. Oleh karena itu, penyidik
propam wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama
anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Lalu menindak lanjuti anggota Polri yang melanggar. Bahwa Faktor-Faktor yang mempengaruhi efektivitas penyidik propam dalam upaya penegakan
disiplin anggota polri di polda Malut adalah faktor
peraturan tentang kode etik profesi
Polri tidak tersedia penjelasan yang memadai, seringnya terjadi perubahan aturan hukum internal dalam tubuh Polri,
sulit memperoleh keterangan dari saksi dari masyarakat
dan tidak ada sangksi hukum bagi
saksi bila tidak memenuhi panggilan, selain itu permasalahan yang terjadi dalam penegakan
hukum anggota Polri yang dilakukan oleh penyidik propam polda malut
Kata Kunci: efektivitas penyidik propam; kode etik profesi;
penegakan disiplin
Abstract
This study aims to analyze: (1) the effectiveness of the performance of Propam Investigators in enforcing the discipline of Polri members, (2) What are the factors that influence the
performance of Propam Investigators in efforts to
enforce discipline for Polri members at the North
Maluku Police, (3) the efforts of Propam
Investigators in enforcing the discipline of members of the National Police at
the North Maluku Regional Police. The method used in empirical legal research.
This type of research is often referred to as Empirical Legal Research. In
empirical legal research, what is studied initially is secondary data which is
then continued with research on primary data in the field. The results of this
study indicate that the effectiveness of Propam
investigators in enforcing the discipline of Polri
members is based on Article 2 of government regulation No. 2 of 2003 concerning
Police Discipline Regulations. disciplinary law enforcement within the Police,
disciplinary sanctions imposed must be in accordance with disciplinary
violations committed by members of the Police. Therefore, propam
investigators must first examine carefully members of the National Police who
commit disciplinary violations. Then follow up on members of the Police who
violate. Whereas the factors that affect the effectiveness of propam investigators in efforts to enforce discipline for
members of the police at the North Maluku Regional Police are regulatory
factors regarding the police professional code of ethics, there is no adequate
explanation, frequent changes to internal legal rules within the police, it is
difficult to obtain information from witnesses from the public and there are no
legal sanctions for witnesses if they do not comply with the summons, in
addition to the problems that occur in law enforcement for members of the
National Police carried out by investigators from the Maluku Regional Police Propam
Keywords: effectiveness
of propam investigators; professional code of ethics;
enforcement of discipline
Pendahuluan
Indonesia sebagai negara kesatuan adalah negara yang berdasar atas hukum,
hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal
1 ayat (3) yang berbunyi
Negara Indonesia adalah negara hukum
(Simamora, 2014). Sebagai negara hukum memiliki tujuan suntuk menciptakan
ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negara, sehingga hukum itu dapat
mengikat bagi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap warga negara. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memelihara
keamanan dalam negeri.
Polri merupakan institusi negara yang berperan dalam penegakan hukum dan norma yang hidup di masyarakat (police as
an enforment officer), kondisi
demikian membuat Polri dapat memaksakan
berlakunya hukum. Manakala hukum dilanggar terutama karena sebab kejahatan,
diperlukan peran anggota Polri untuk
memulihkan keadaan (restitutio
in intreguman) pemaksa
agar pelanggar hukum menanggung akibat dari perbuatannya. Sehingga untuk melihat bagaimana hukum ditegakkan tidak harus dilihat
dari institusi lain seperti Kejaksaan dan Pengadilan, tetapi dapat dilihat dari
perilaku anggota Polri dalam menjalankan
profesinya.
Perubahan fundamental berdampak pada terjadinya perubahan budaya di kalangan penegak hukum yang ada di lapangan. Hal ini menuntut adanya usaha besar untuk
meningkatkan kemampuan, kecakapan, serta kelihaian semua aparatur penegak hukum dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Penyidik yang berkedudukan di
garda depan selama peroses pelaksanaan penegakkan hukum selalu diperlukan untuk memperhitungkan munculnya masalah-masalah yang harus dihadapi selama hukum acara berlangsung. KUHAP adalah hukum nasional yang bersumber pada dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, memiliki
sifat unifikasi dan kodifikasi. Adapun tujuan dari KUHAP adalah kepentingan nasional.
Kegiatan penyelidikan
dan penyidikan dilandaskan
pada Herzien Inlandsch Reglement atau yang lazim disebut dengan
HIR. Hal itu terjadi pra dibentuknya Kitab Hukum Acara
Pidana. HIR itu sendiri merupakan tata cara memperlakukan seseorang yang terduga sebagai pelaku tindak pidana. Selama proses pencarian bukti digunakan kekerasan dan menyiksa individu yang mengalami kriminalisasi. Kegiatan tersebut digunakan untuk mendapatkan pengakuan dan tidak didasarkan pada bukti-bukti ilmiah. Tindak kekerasan yang dilakukan dapat berakibat pada terjadinya kecacatan, baik kecacatan secara fisik maupun
pshikologi pada tersangka, penyelewengan kekuasaan maupun penyelewengan HAM.
Kegiatan penyalahgunaan
wewenang adalah salah satu bentuk pelanggaran
HAM. Hal ini termaktub di dalam UU No. 39 Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 3885), Pasal 1 ayat ke 6 yang berbunyi: Pelanggaran HAM merupakan segala aktivitas individu maupun kelompok yang tergolong ke dalam
aparatur negara yang disengaja
atau tidak. kegiatan yang dimaksudkan adalah kegiatan yang melanggar hukum dan HAM orang
lain yang telah dijamin
oleh Undang-Undang. Keadaan
tersebut dikhawatirkan tidak akan diselesaikan
di mata hukum dengan cara yang adil yang didasarkan pada aturan hukum yang ada (Nomor, 39AD)
.
Para Aparat penegak
hukum tidak diperkenankan untuk melakukan pelanggaran HAM selama proses penegakkan hukum (Siahaan
& Setyadi, 2021). Minimnya
pengetahuan tentang hukum yang terjadi di kalangan para penegak hukum menjadi faktor
banyaknya terjadi pelanggaran hukum. Selain itu, Aparat
penegak hukum dituntut untuk memiliki pemahaman yang baik tentang norma-norma
dari setiap bidang hukum. Hal tersebut dikarenakan setiap bidang hukum
memiliki arti penormaan
yang berbeda-beda. Tidak paham yang terjadi membuka peluang besar terjadinya kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh para pencari keadilan yang bertujuan untuk mendapatkan prestasi dalam waktu singkat dengan
cara membuat laporan kepada pihak kepolisian (Indonesia, 2002).
Adapun tugas dan wewenang kepolisian sebagaimana yang termaktub dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 13 pada yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan di dalam Lembaran Negara Nomor 4168, yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik
Indonesia wajib untuk memeilihara keamanan dan ketertiban masyarakat, pelakukan penegakan hukum, melindungi dan mengayomi serta melayani masyarakat.
Aparat penegak hukum diharapkan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang ada di kalangan masyarakat. Banyak permasalahan
yang terjadi di kalangan masyarakat disebabkan karena adanya pelanggaran
terhadap norma-norma larangan (dwingend recht). Pelanggaran-pelanggaran tersebut dipengaruhi oleh banyak sebab, di antaranya adalah lingkungan, ekonomi, keamanan dan ciri khas dari suatu
masyarakat. Selain itu, perkembangan yang terjadi di kalangan masyarakat juga mengakibatkan bertambahnya kejahatan yang terjadi. Salah satunya terjadi pada� institusi kepolisian.
Institusi Polri
merupakan elemen yang bertugas menjalankan penyidikan, sehingga dengan demikian sangat penting bagi masyarakat
untuk mengetahui mekanisme menjalankan tugas, khusus di bagian Propam (Profesi Dan Pengamanan). Penyidik Propam selalu dihadapkan pada tantangan dalam menginterogasi permasalahan oknum anggota Polri
yang melanggar aturan di Propam Polisi Daerah Maluku Utara
(Polda Malut). Padahal dalam melaksanakan
tugasnya, penyidik dituntut agar melaksanakannya secara profesional. Misalnya mampu mengidentifikasi masalah dan memahami setiap permasalahan yang dihadapi oleh oknum anggota Polri.
Penyidik idealnya juga harus mampu mengkomunikasikan
hal-hal yang menyangkut permasalahan yang sedang diselidikinya dan selanjutnya memberikan solusinya. Jika tidak, maka yang terjadi adalah kesalah pahaman antara oknum anggota
Polri yang bermasalah dengan pihak penyidik.
Permasalahan yang sering
terjadi dalam penegakan hukum Anggota Polri yang dilakukan oleh Penyidik Propam Polda Malut
adalah sering mengedepankan subjektifitas kepada anggota Polri yang diperiksa (Terduga Pelanggaran), arogansi kewenangan sering terjadi, sering tebang pilih
dalam mengambil keputusan, kadang tidak mau mentaati
aturan yang lain misalnya
saran hukum yang dibuat
oleh bidang hukum padahal saran hukum adalah dasar dalam
mengambil keputusan dalam persidangan, serta tidak adanya
satuan kerja yang tugasnya melakukan penelitian berkas perkara sehingga semua perkara bisa
di sidangkan walaupun perkara itu tidak
memenuhi unsur formil dan materil.
Penyidik dalam
menghadapi permasalahan oknum polisi yang melakukan pelanggaran di Polda Malut. Pemeriksaan
yang dilakukan terhadap tersangka merupakan cara untuk mengumpulkan
bukti (Yulihastin, 2008). Berdasarkan pengamatan, kasus-kasus pelanggaran anggota Polri yang diselidiki oleh Propam Polda Malut
sangat bervariasi, sehingga
strategi yang diterapkanpun berbeda-beda.
Penerapan strategi yang bervariasi
adalah untuk mengoptimalkan peran dan fungsi Propam sebagai
penyidik yang diharapkan dapat memastikan tegaknya supremasi hukum, sehingga tidak ada anggapan
imunitas hukum, karena yang disidik dan yang menyidik adalah sesama anggota Polri.
Penyidik propam
yang tugas utamannya adalah sebagai interogator permasalahan yang terjadi di kalangan anggota Polri. Idealnya sebagai pelaksana tugas atau interogator persoalan pada oknum Polri, personil Propam dituntut harus mampu menyelesaikan
masalah anggota polri dengan seadil-adilnya.
Karena yang diperiksa Propam
adalah sesama anggota Polri yang melanggar aturan, tentu tingkat emosionalnya
jauh lebih tinggi dibandingkan ketika menginterogasi masyarakat biasa. Itulah sebabnya, kemampuan penyidik propam sangat harus ditunjukan, sehingga tidak terjadi konflik
psikis maupun fisik. Serta mampu menindak dengan sebaik-baiknya.
Bila ditelusuri
kasus-kasus pelanggaran anggota Polri Polda
Malut yang ditangani oleh Propam, tergolong sangat variatif. Disinyalir bahwa pelanggaran tersebut disebabkan karena pola kehidupan
yang dipengaruhi oleh pergaulan,
lingkungan sosial, perkembangan teknologi yang semakin pesat. Sebagai pelaksana tugas utama untuk
melakukan interogasi terhadap oknum personil Polri yang melanggar peraturan, Maka penyidik propam
diharapkan mampu secara adil dan sesuai dengan aturan
dalam menyelesaikan permasalahan anggota Polri yang ada. Oleh sebab itu, dalam
rangka melakukan penelitian yang berkaitan dengan Efektivitas kinerja penyidik Propam dalam upaya
penegakan disiplin anggota Polri di Polda Malut yang melanggar aturan menjadi menarik dilakukan. Kinerja penyidik Propam dalam upaya
penegakan disiplin anggota Polri ini
menjadi bahan kajian dalam penelitian
ini.
Berangkat dari
pembahasan diatas, peneliti sangat tertarik mengkaji lebih lanjut tentang �Efektivitas Kinerja Penyidik Propam (Profesi Dan Pengamanan) dalam Upaya Penegakan Disiplin Anggota Polri di Polda Maluku Utara�. Tujuan Penelitian untuk menganalisis efektivitas kinerja penyidik Propam dalam penegakan disiplin anggota Polri, untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja penyidik propam dalam upaya
penegakan disiplin anggota polri di Polda Maluku Utara dan untuk mengkaji upaya penyidik propam dalam penegakan disiplin anggota polri di Polda Maluku Utara.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Tipe penelitian
ini sering disebut sebagai Empirical Legal
Research. Pada penelitian hukum
empiris, yang diteliti pada
awalnya ialah data sekunder yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer
di lapangan. Sedangkan penelitian deskriptif yaitu dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan atau gejala-gejala lainnya. Penelitian hukum empiris adalah
untuk mengkaji tentang keadaan hukum pada lingkungan atau fakta yang didapat dalam kehidupan
masyarakat.
Hasil dan Pembahasan
A. Efektivitas Penyidik
Propam dalam Penegakan Disiplin Anggota Polri
Pertanggungjawaban Profesi
Lembaga Propam
Propam adalah
salah satu fungsi pada Kepolisian yang bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggung jawaban profesi, pengamanan internal, penegakan disiplin dan ketertiban di lingkungan Polda. Pertanggungjawaban profesi Propam terdiri dari masing-masing bidang yakni sebagai berikut:
1) Subbidwabprof (Sub Bidang
Pertanggung jawaban Profesi
Bertugas menyelenggarakan
fungsi pembinaan pertanggung jawaban profesi, yang meliputi penilaian akreditasi profesi, pembinaan dan penegakkan etika profesi termasuk audit investigasi serta penyelenggaraan kesekretariatan Komisi Kode Etik Polri dan melaksanakan rehabilitasi terhadap anggota dan PNS polri sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan.
2) Subbidpaminal (Sub Bidang
Pengamanan Internal)
Bertugas membina
dan menyelenggarakan pengamanan
internal yang meliputi personel,
materil logistik, kegiatan dan bahan keterangan. Dalam melaksanakan tugasnya subbidpaminal menyelenggarakan fungsi:
1) Pembinaan teknis
pengamanan internal di lingkungan
polda dan jajaran.
2) Pengamanan internal terhadap personel, materil logistik kegiatan dan bahan keterangan.
3) Penyelidikan terhadap
pelanggaran yang diduga dilakukan oleh anggota atau PNS polri
4) Penelitian, pencatatan,
pendokumentasian dan kegiatan
pengamanan internal sesuai lingkup tugasnya.
Berdasarkan uraian
diatas peneliti akan menguraikan data penyelesaian perkara disiplin anggota Polri dan kode etik anggota Polri
pada Polda Maluku Utara Utara
pada tahun 2021 sebagai berikut:
Tabel 1
Data Penyelesaian
Perkara/Selra, Disiplin Bidang Propam Pada Polda Maluku Utara Tahun 2021
NO |
Satket |
Jumlah Perkara Yang Ditangani |
Jumlah Perkara Yang Selesai |
Presentase Selra |
Sisa Laporan |
KET |
1 |
Polda |
15 |
12 |
80% |
3 |
3 Menunggu Sidang
Berkas Sudah Dikirim Ke Ankum |
2 |
Brimob |
9 |
9 |
100% |
0 |
|
3 |
Polair |
3 |
3 |
100% |
0 |
|
4 |
Spn |
0 |
0 |
0% |
0 |
|
5 |
Ternate |
22 |
22 |
100% |
0 |
|
6 |
Tidore |
6 |
6 |
100% |
0 |
|
7 |
Halbar |
3 |
3 |
100% |
0 |
|
8 |
Halteng |
4 |
3 |
75% |
1 |
1 Siap Sidang |
9 |
Halsel |
9 |
9 |
100% |
0 |
|
10 |
Haltim |
6 |
6 |
100% |
0 |
|
11 |
Halut |
18 |
18 |
100% |
0 |
|
12 |
Kep. Sula |
17 |
17 |
100% |
0 |
|
13 |
Morotai |
4 |
4 |
100% |
0 |
|
Jumlah |
116 |
112 |
97% |
4 |
|
Sumber: Data Bidang Profesi
Dan Pengamanan Polda Maluku
Utara Tahun 2021
Dari data tersebut
diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa jumlah perkara
disiplin anggota Polri yang ditangani oleh Polda Maluku Utara sebanyak 15 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 12 dengan persentase 80 persen dan sisa laporan 3 perkara yang sementara menunggu sidang, satuan Brimob jumlah perkara
yang ditangani sebanyak 9 perkara dan 9 perkara tersebut sudah diselesaikan dengan persentase 100 persen, satuan Polair jumlah
perkara yang ditangani sebanyak 3 perkara dan 3 perkara tersebut sudah diselesaikan dengan persentase 100 persen, SPN perkara yang di tangani 0 persen, Polres Ternate sebanyak 22 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 22 dengan persentase 100 persen, Polres Tidore sebanyak 6 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 6 dengan persentase 100 persen, Polres Halbar sebanyak 3 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 3 dengan persentase 100 persen, Polres Halteng sebanyak 4 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 3 dengan persentase 75 persen, Polres Halsel sebanyak 9 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 9 dengan persentase 100 persen, Polres Haltim sebanyak 6 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 6 dengan persentase 100 persen, Polres Halut sebanyak 18 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 18 dengan persentase 100 persen, Polres Kep. Sula sebanyak 17 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 17 dengan persentase 100 persen, Polres Morotai sebanyak 4 perkara dan sudah diselesaikan sebanyak 4 dengan persentase 100 persen.
Dari
uraian diatas secara umum penyelesaian
perkara disiplin anggota Polri pada satuan kerja hampir
semua sudah 100 persen di selesaikan hanya tingkat penyelesaian
perkara di bawah 100 persen yaitu Polda
Maluku Utara dengan persentase
hanya 80 persen dan Polres Halteng 75 persen dengan persentase
keseluruhan sebesar 97 persen. Dengan kondisi peneliti harapkan agar penyelesaian perkara disiplin anggota Polri pada Polda Maluku Utara dan Polres Halteng diharapkan agar segera di selesaikan sehingga memiliki persentase 100 persen seperti satuan kerja yang lain.�
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa anggota Polri yang banyak melanggar Kode Etik yaitu pada Polda Maluku Utara dengan persentase penyelesaian perkara sebanyak 85 persen, kemudian Polres Halsel dengan
persentase penyelesaian perkara sebanyak 56 persen dan selanjutnya Polres Halteng dan Polres Kep. Sula dengan penyelesaian perkara sebanyak 50 persen.
�Penyidik Propam dalam kinerjanya
selalu profesional tanpa melihat latar
belakang anggota Polri dalam membina
dan menyelenggarakan fungsi
pertanggung jawaban profesi, pengamanan intenal dan penegakan disiplin anggota Polri�.
Dari hasil wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa Penyidik Propam dalam kinerjanya selalu profesional tanpa melihat latar
belakang anggota Polri dalam membina
dan menyelenggarakan fungsi
pertanggung jawaban profesi, pengamanan intenal dan penegakan disiplin anggota Polri. Selain itu
hasil wawancara dengan� Briptu Ahmed
Syaifuddin Penyidik Pembantu Disiplin Bidang Propam Polda
Maluku Utara.
�Bahwa pada
prinsipnya Penyidik Propam dalam kinerjanya
selalu mengacu pada aturan yang sudah ditetapkan tanpa melihat pangkat dan jabatan anggota Polri serta tidak
memihak kepada siapapun�.
Dari hasil wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada prinsipnya Penyidik Propam dalam kinerjanya
selalu mengacu pada aturan yang sudah ditetapkan tanpa melihat pangkat dan jabatan anggota Polri serta tidak
memihak kepada siapapun. Selain itu menurut Briptu
Muh. Jaharuddin Penyidik Pembantu Disiplin Bidang Propam Polda Maluku Utara. Menyatakan :
�Bahwa kami
selaku Penyidik Propam dalam kinerjanya
selalu berpegang pada sumpah jabatan dan menjaga integritas dan moralitas dalam penyelesaian masalah anggota Polri tanpa
di pengaruhi oleh siapapun�
Dari uraian
diatas peneliti dapat menyimpulkan Penyidik Propam dalam kinerjanya selalu berpegang pada sumpah jabatan dan menjaga integritas, moralitas dalam penyelesaian masalah anggota Polri tanpa
di pengaruhi oleh siapapun.
Profesionalitas Polri menjadi dambaan bukan saja oleh anggota Polri tetapi
seluruh masyarakat
Indonesia, karena fungsi pengfayom dan pelindung masyarakat didukung adanya profesionalitas Polri dan semua ikut tidak lepas
dari peranan Propam dalam penegakan
kode etik profesi Polri.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Penyidik Propam dalam Upaya Penegakan
Disiplin Anggota Polri
1. Faktor Hukumnya
(Peraturan Kode Etik)
Berdasarkan Pasal
2 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri, disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan yang sunguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Polri. Disiplin anggota Polri adalah kehormatan
sebagai anggota Polri yang menunjukan kredibilitas dan komitmen sebagai anggota Polri, karenanya adanya peraturan disiplin bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kredibilitas dan komitmen yang teguh. Dalam hal ini
kredibilitas dan komitmen anggota Polri adalah
sebagai pejabat negara yang
diberi tugas dan kewenangan selaku pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, penegak hukum dan pemelihara keamanan.
Berdasarkan uraian
data tersebut diatas peneliti melakukan wawancara dengan IPDA Eksan Tuo Penyidik
Disiplin Bidang Propam Polda Maluku Utara pada tanggal 25 Oktober 2021.
�Faktor
yang mempengaruhi kinerja peniyidik terkait dengan kurangnya pemahaman anggota penyidik terkait dengan perkembangan regulasi yang mengatur tentang Kode Etik Profesi dalam Peraturan
Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian,
karena sebelumnya sudah ada dua
Peraturan Kapolri yang mengatur tentang hal yang sama, yaitu Keputusan Kapolri No.Pol: KEP/32/VII/2003 dan Peraturan Kapolri Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006.
���� Dari
hasil wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa Faktor yang mempengaruhi kinerja peniyidik terkait anggota Polri yaitu
kurangnya pemahaman anggota penyidik terkait dengan perkembangan regulasi yang mengatur tentang Kode Etik Profesi dalam
Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian, karena sebelumnya sudah ada dua
Peraturan Kapolri yang mengatur tentang hal yang sama, yaitu Keputusan Kapolri No.Pol: KEP/32/VII/2003 dan Peraturan
Kapolri Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006.
Selain itu
hasil wawancara dengan BRIPTU AHMED SYAIFUDDIN Penyidik
Pembantu Disiplin Bidang Propam Polda
Maluku Utara tanggal 25 Oktober
2021.
�Bahwa faktor yang mempengaruhi proses penyelesaian anggota Polri yaitu dengan
laporan masyarakat setelah diproses oleh penyidik pelapor dan saksi sulit di dihubungi dan tidak berada ditempat dan kadang tidak mau
memberikan keterangan.�
Dari hasil wawancara tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi proses penyelesaian anggota Polri yaitu dengan
laporan masyarakat setelah diproses oleh penyidik, kemudian pelapor dan saksi sulit dihubungi dan tidak berada ditempat
dan kadang tidak mau memberikan keterangan.
Selain itu
menurut BRIPTU MUH. JAHARUDDIN Penyidik
Pembantu Disiplin Bidang Propam Polda
Maluku Utara tanggal 25 Oktober
2021 :
�Bahwa kami
selaku Penyidik Propam dalam kinerjanya
selalu berpegang pada sumpah jabatan dan menjaga integritas dan moralitas dalam penyelesaian masalah anggota Polri tanpa
di pengaruhi oleh siapapun�.
Dari uraian
diatas peneliti dapat menyimpulkan Penyidik Propam dalam kinerjanya selalu berpegang pada sumpah jabatan dan menjaga integritas, moralitas dalam penyelesaian masalah anggota Polri tanpa
di pengaruhi oleh siapapun.
2. Faktor Penegak
Hukum (Pihak yang Menerapkan)
���� �Kepolisian merupakan sebuah Lembaga Pemerintah yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan
keamanan dan ketertiban. Menurut ketentuan Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian tugas Kepolisian adalah untuk memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas Tersebut tentunya tidak akan terlaksana
dengan baik apabila tidak dilakukan
dengan dedikasi tinggi, disiplin serta profesionalisme dari para anggota Polri itu sendiri.
Penyidik Propam
Dalam Upaya Penegakan Disiplin Anggota Polri terdapat
kendala dalam penegakan disiplin anggota Polri bagi
yang melakukan Tindak Pidana yakni:
a. Peraturan tentang
Kode Etik Profesi Polri tidak tersedia
penjelasan yang memadai, sehingga mengakibatkan peraturan yang multitafsir, maka perlu adanya
penjabaran lebih lanjut dari ahli
hukum polri tentang Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian.
b. Seringnya terjadi
perubahan aturan hukum internal dalam tubuh Polri.
c. Sulit memperoleh
keterangan dari saksi dari masyarakat
dan tidak ada sangksi hukum bagi
saksi bila tidak memenuhi panggilan.
3. Faktor Sarana/ Fasilitas (tools yang Mendukung)�������
���� Hasil
penelitian ini menemukan bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, Propam selaku unsur pelaksana
utama dalam bidang pengawasan anggota kepolisian menghadapi hambatan terkait dengan masalah sarana dan prasarana yang belum memadai dan keterbatasan dukungan anggaran, sehingga bagi mereka
hal tersebut sangat mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari seperti terbatas kendaraan roda dua dan roda
empat untuk operasional dalam hal kegiatan penyelidikan
dan penyidikan bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin serta terbatasnya anggaran operasional bagi anggota Propam terkait proses penyelesaian perkara anggota polri.
4. Sulitnya meminta
keterangan dari masyarakat
���� Anggota Polri sebagai
objek dalam penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri
cukup mempengaruhi keberhasilan dari penerapan kode etik profesi kepolisian.
Beragam latar belakang dan karakteristik pribadi yang dimiliki para anggota polisi, turut mempengaruhi tingkat kualitas kinerja masing-masing, ada yang tinggi dan ada yang rendah,yang pada akhirnya sebagai akumulasi akan mempengaruhi tingkat kualitas kinerja, baik latar
belakang pendidikan, adat istiadat yang dianut, termasuk beragamnya karakter kualitas emosional dan intelejensia setiap anggota polisi, kualitas mental dan keimanan setiap orang yang juga sangat beragam,
belum meratanya tingkat profesionalisme anggota polisi dalam segala tingkatan
mengakibatnya terjadinya pelanggaran yang mengarah pada sanksi disiplin dan kode etik.
Kompleksitas tantangan
tugas Kepolisian pada era
reformasi dalam perjalanannya
selain telah memberi manfaat bagi Kepolisian dengan berbagai kemajuan yang signifikan baik di bidang pembangunan kekuatan, pembinaan maupun operasional. Namun di sisi lain diakui secara jujur terdapat
akses negatif dari penyelenggaraan tugas pokoknya berupa penyimpangan perilaku anggota Kepolisian, seperti penyalahgunaan kekuasaan/wewenang (abuse of power), kualitas
penyajian layanan yang tercela dari sudut
moral dan hukum antaralain diskriminasi, permintaan layanan/penegakan hukum alasan kepentingan
pribadi, diskresi melampaui batas, mempersulit, arogan, lamban, tidak sopan
dan perilaku negatif. Bahkan beberapa waktu yang lalu terdapat suatu statement dari sebuah LSM yang mengatakan Kepolisian sebagai organisasi nomor satu paling korup di Indonesia.
Menurut hemat
peneliti, permasalahan yang
terjadi dalam penegakan hukum anggota Polri yang dilakukan oleh penyidik Propam Polda Malut
adalah:
a. Penyidik propam
sering mengedepankan subjektif kepada anggota Polri yang diperiksa (terduga pelanggaran) artinya bahwa dalam proses penyelesaian perkara anggota Polri kadang
kala penyidik memiliki perasaan pribadi terkait dengan anggota yang diperiksa.
b. Arogansi kewenangan
sering terjadi artinya kesombongan dan keangkuhan masih sering terjadi dikalangan anggota Propam terkait dengan luasnya kewengan yang dimiliki.
c. Tidak adil
dalam mengambil keputusan (faktor tebang pilih) artinya
kadang kala perkaranya yang
sama namun sanksi yang diberikan tidak sama sehingga
menghilangkan rasa kepercayaan
dari anggota yang diperiksa maupun tidak diperiksa.
Penyidik Propam
Dalam Penegakan Disiplin Anggota Polri Di Polda Maluku Utara.
5. Pertanggung jawaban
Nomenklatur institusi
kepolisian diintrodusir dalam Pasal 30 ayat 4 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945 (selanjutnya disingkat
dengan UUD NRI Tahun 1945) dengan disebutkan:
�Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai
alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum�.
Tekait dengan
penegakan disiplin anggota Polri menurut
IPDA EKSAN TUO Penyidik Disiplin
Bidang Propam Polda Maluku Utara menyatakan :
�Bahwa penegakan disiplin anggota Polri penyidik
Propam selalu berupaya menyelesaikan masalah secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi
manusia�.
Berdasarkan uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa penegakan disiplin anggota Polri penyidik
Propam selalu berupaya menyelesaikan masalah secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi
manusia.
Demikian pula pada profesi kepolisian, mempunyai disiplin dan kode etik yang berlaku bagi seluruh
anggota kepolisian dan pemegang fungsi kepolisian. Disiplin dan kode etik tidak
hanya didasarkan pada kebutuhan profesionalisme, tetapi juga telah diatur secara normatif
dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian dan Peraturan Kapolri (Perkap) No. Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri. Sehingga Kode Etik Profesi Polri berlaku
mengikat bagi setiap anggota anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
6. Pengamanan
Aturan yang mengikat
bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran atau tindak pidana antara
lain:
a. Pelanggaran Berkaitan
dengan perkara pidana bagi anggota
kepolisian diselesaikan melalui peradilan umum, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Uimum Bagi Anggota
Polri.
b. Sengketa administrasi
diselesaikan di Peradilan
Tata Usaha Negara. Sengketa yang dimaksud
pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat dikeluarkannya keputusan oleh Pejabat kepolisian selaku Pejabat Tata Usaha Negara.
c. Berkaitan dengan
pelanggaran disiplin melalui sidang disiplin berdasar Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
d. Pelanggaran etika
profesi dilakukan melalui sidang Komisi Kode Etik
Apabila telah
dijatuhi vonis hukuman, maka bagi
anggota Polri tersebut mendapatkan sanksi yang sama pula dengan masyarakat sipil lainnya, karena Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia tunduk pada kekuasaan
peradilan umum, hal ini dijelaskan
dalam Pasal 29 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jika perbuatan
pidana tersebut dianggap sebagai pelanggaran dan anggota Polri tersebut masih dapat dipertahankan
statusnya sebagai anggota Polri maka
dikenakan sidang Disiplin, namun apabila anggota Polri tersebut dianggap sebagai tindak pidana dan telah membuat buruk
nama institusi Polri maka Ankum
yang berwenang akan memberikan hukuman melalui sidang Kode Etik.
Penjatuhan sanksi
bagi pelanggar disiplin berdasarkan PP No 2 Tahun 2003, yakni Pasal 9 menyebutkan:
1) Hukuman disiplin
berupa:
2) Teguran tertulis;
3) Penundaan mengikuti
pendidikan paling lama 1 (satu)
tahun;
4) Penundaan kenaikan
gaji berkala;
5) Penundaan kenaikan
pangkat untuk paling lama 1
(satu) tahun;
6) Mutasi yang bersifat
demosi;
7) Pembebasan dari
jabatan;
8) Penempatan dalam
tempat khusus paling lama
21 (dua puluh satu) hari.
Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang dijatuhi
hukuman disiplin lebih dari 3 (tiga)
kali dan dianggap tidak patut lagi dipertahankan
statusnya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak
dengan hormat dari dinas Kepolisian
Negara Republik Indonesia melalui
Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Penjatuhan
sanksi disiplin dan/atau sanksi atas
pelanggaran kode Etik tidak menghapus
tuntutan pidana terhadap Anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana, hal ini di atur
dalam pasal 12 ayat (1) PP 2/2003 jo. Pasal 28 ayat (2) Perkapolri 14/2011. Oleh
karena itu, Polisi yang melakukan tindak pidana tersebut
tetap akan diproses secara pidana walaupun telah menjalani sanksi disiplin dan sanksi Pelanggaran Kode Etik.
Bahwa inti dan arti dari penegakan hukum secara konsepsional
terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah dalam sikap dan tindak untuk menciptakan,
memelihara dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup. Maka penegakan
hukum secara konsepsional maupun penegakan hukum sebagai suatu proses haruslah terwujud dengan indikator bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum disiplin anggota Polri haruslah
dengan kondisi sebagai berikut :
1) Aturan Hukum.
2) Aparat Penegak
Hukum Disiplin
3) Sarana dan Fasilitas.
4) Anggota Polri
5) Faktor Budaya.
6) Pelaksanaan Penyidikan.
7) Pelaksanaan Sidang
dan Penjatuhan Sanksi Hukuman Disiplin.
Berdasarkan pada alasan-alasan
tersebutlah, upaya-upaya
yang dilakukan oleh pihak Kepolisian untuk mencegah terjadinya Anggota Polisi di Polda Malut yang melanggar kedisplinan Polri yaitu, Selain
Aturan yang mengikat, Pimpinan Polisi baik langsung maupun
tidak langsung sering memberi arahan dan penekanan terhadap anggota Kepolisian di Polda Malut agar tidak melakukan hal-hal yang menyimpang yang bisa merusak martabat sebagai anggota Polri serta pemberian
sanksi pada setiap pelanggaran, sesuai dengan aturan yang berlaku.
C. Pengawasan
�Kondisi melemahnya disiplin dan profesionalisme anggota Polri yang terjadi pada saat ini mulai
sering menjadi pembicaraan masyarakat luas. Dengan sering
diberitakannya di berbagai
media massa mengenai tindakan indisipliner yang dilakukan oleh anggota Polri, misalnya keterlibatan anggota Polri yang terlibat dalam tindak pidana,
tindakan sewenang-wenang anggota Polri, dan masih banyak kasus
lain yang menggambarkan kurang
disiplinnya anggota Polri, menjadikan keprihatinan sendiri bagi masyarakat terkait dalam pelaksanaan
tugas pokok Polri yaitu menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia.
Bertitik tolak
dari kondisi tersebut di atas, maka Provos Polri harus mampu mewujudkan
peran sebagai ujung tombak perubahan,
transformasi profesionalisme
dan kinerja Polri dan benteng terakhir fungsi pengawasan serta pengendalian mutu kinerja Jajaran.
Provos Polri harus mampu� mengawal pengendalian mutu kinerja jajaran dan mengamankan pelaksanaan tugas pada umumnya agar dapat berjalan sesuai rencana strategis Polri, serta dapat dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Satu hal yang perlu dipahami adalah bahwa anggota kepolisian
merupakan bagian dari masyarakat dan juga produk dari masyarakat,
tidak dapat terpisahkan dengan semua dinamika yang terjadi di dalam masyarakat. Masukan, saran dan kritik yang positif dari masyarakat juga akan menjadi bagian
penting untuk melakukan pencegahan dalam rangka peningkatan
pengawasan terhadap kinerja anggota Kepolisian di Polda Maluku Utara.
Kesimpulan
Setelah melalui rangkaian pembahasan tentang efektivitas kinerja penyidik propam (profesi dan pengamanan) dalam upaya penegakan disiplin anggota polri di polda maluku utara, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Efektivitas penyidik propam dalam penegakan disiplin anggota Polri adalah berdasarkan pasal 2 peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Polri, Disiplin anggota Polri adalah kehormatan sebagai anggota Polri yang menunjukan kredibilitas dan komitmen sebagai anggota Polri, Dalam rangka pemeliharaan disiplin dan penegakan hukum disiplin dilingkungan Polri, sanksi disiplin yang dijatuhkan harus sesuai dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota Polri. Oleh karena itu, penyidik propam wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Selain itu, juga harus mempertimbangkan suasana lingkungan dan emosional anggota Polri yang melangar peraturan disiplin yang dampaknya akan merusak kredibilitas Polri. dan menindak lanjuti anggota Polri yang melanggar.
Upaya penyidik propam dalam penegakan disiplin anggota Polri Di Polda Malut adalah melalui penerimaan laporan/pengaduan yang dapat melalui Dir Reskrim atau melalui Sub Bagian Provos, Pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan sampai pada persidangan dan tahap putusan, Apabila telah dijatuhi vonis hukuman, maka bagi anggota Polri tersebut mendapatkan sanksi yang sama pula dengan masyarakat sipil lainnya. Sesuai dengan Pasal 29 ayat 1 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jika perbuatan pidana tersebut dianggap sebagai pelanggaran dan anggota Polri tersebut masih dapat dipertahankan statusnya sebagai anggota Polri maka dikenakan sidang Disiplin, namun apabila anggota Polri tersebut dianggap sebagai tindak pidana dan telah membuat buruk nama institusi Polri maka Ankum yang berwenang akan memberikan hukuman melalui sidang Kode Etik. Penjatuhan sanksi disiplin dan/atau sanksi atas pelanggaran kode etik tidak menghapus tuntutan pidana terhadap Anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana, hal ini di atur dalam pasal 12 ayat (1) PP 2/2003 jo. Pasal 28 ayat (2) PerKapolri 14/2011.
Indonesia, Republik. (2002). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Kementerian
Pemberdayaan Perempuan, Republik Indonesia. Google Scholar
Nomor, Undang Undang. (39AD). Tahun 1999
tentang hak asasi manusia. Google Scholar
Siahaan, Hendrikson, & Setyadi, Yusuf.
(2021). Eksistensi Komnas Ham Dalam Penanganan Pelanggaran Ham Oleh Aparat
Penegak Hukum. Journal Of Islamic And Law Studies, 5(2). Google Scholar
Simamora, Janpatar. (2014). Tafsir Makna
Negara Hukum dalam Perspektif Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Jurnal Dinamika Hukum, 14(3), 547�561. Google Scholar
Yulihastin, Erma. (2008). Bekerja
sebagai polisi. PT Penerbit Erlangga Mahameru. Google Scholar
Copyright holder: Muhammad Nasir Said, Faissal Malik, Rusdin
Alauddin (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |