Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 7, No. 2, Februari 2022
�
MENYELISIK KETIMPANGAN PENDIDIKAN PADA MASYARAKAT URBAN DAN RURAL ANTARA KECAMATAN KOTA BARU DAN BANYUSARI DI KABUPATEN KARAWANG
Gun Gun Gumilar, Wida Ningsih
Ilmu Pemerintahan FISP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA) Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Pendidikan merupakan salah satu aspek sosial dalam pembangunan nasional. Banyak sekali penelitian yang mencoba menyelesaikan masalah pendidikan yang ada. Bahkan pemerintah, telah mengupayakan untuk mengurangi ketimpangan dengan membuat berbagai kebijakan dan program bantuan. Namun, sampai sekarang masih belum terselesaikan. Ketimpangan pendidikan sering kali hanya diukur melalui kualitas pelaksanaan pendidikan. Dengan demikian perlu untuk mengidentifikasi masalah ketimpangan pendidikan secara menyeluruh. Sehingga dapat diketahui akar permasalahan dalam ketimpangan pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif dengan wawancara dan pendekatan studi kasus. Ketimpangan pendidikan ditilik melalui pandangan manajemen pendidikan yang memuat perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan. Secara keseluruhan, pada daerah urban di Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang, manajemen pendidikan dapat dikategorikan berjalan dengan baik. Hal ini didukung oleh tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang berada pada menengah ke atas. Sehingga terjalin hubungan timbal balik antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga pendidikan. Sedangkan, pada daerah rural di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang masih dikategorikan cukup baik. Selain infrastruktur, hal yang menjadi faktor utama adanya ketimpangan pendidikan ialah kurang penekanan penyampaian informasi terkait pentingnya pendidikan dan adanya program bantuan pendidikan/beasiswa pada masyarakat rural yang masih memiliki literasi kurang baik.
Kata Kunci: ketimpangan; manajemen; pendidikan; rural; urban
Abstract
Education is one of the social aspects of national development. Lots of research has attempted to solve existing educational problems. Even the government has made efforts to reduce inequality by making various policies and assistance programs. However, until now it has not been resolved. Education inequality is often only measured by the quality of education delivery. For this reason, it is necessary to identify the problem of inequality in education as a whole. So it can be seen the root of the problem in educational inequality. The method used in this research is qualitative with interviews and a case study approach. Inequality in education is seen from the perspective of education management which includes planning, organizing, implementing and supervising education. Overall, in urban areas in Kota Baru Subdistrict, Karawang Regency, the management of education can be categorized as running well. This is supported by the level of education and the economy of the people who are in the upper middle class. So that there is a reciprocal relationship between the community, government and educational institutions. Meanwhile, rural areas in Banyusari District, Karawang Regency, are still quite good. Apart from infrastructure, the main factor in the existence of inequality in education is the lack of emphasis in the delivery of information related to the importance of education and the existence of educational assistance/ scholarship programs for rural communities who still lack literacy.
Keywords: inequality; management; education; rural; urban
Received: 2022-01-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-02-20
Pendahuluan
Secara bahasa ketimpangan berasal dari kata timpang yang dapat diartikan sebagai pincang yang tetap; incang-incut; tidak seimbang; ada kekurangan (ada cela); dan berat sebelah. Sedangkan, pembangunan dapat dipahami sebagai proses, cara, perbuatan membangun. Pembangunan sendiri mencakup berbagai hal. Namun, terdapat tujuan utama pembangunan di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 alinea ke-4, yaitu: "melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial."
Pengertian desa dan atau� perdesaan sering dikaitkan dengan definisi rural dan vilage, serta sering pula dibandingkan dengan kota (town/city) dan perkotaan (urban). Perdesaan atau rural menurut S.Wojowasito dan W.J.S Poerwoarminto dalam (Tarigan, 2003) dapat didefinisikan sebagai�seperti desa atau seperti di desa� sedangkan perkotaan (urban) dapat didefinisikan sebagai �seperti kota atau seperti di kota�. Berdasarkan batasan-batasan tersebut, perdesaaan dan perkotaan merujuk pada karakteristik masyarakat, sedangkan desa dan kota merujuk pada satuan wilayah teritorial. Dalam hal ini suatu daerah perdesaan dapat terdiri dari beberapa desa. Menurut (Ginanjar, Indarto, & Santoso, 2019); (Tarigan, 2003) karakteristik pada masyarakat desa ialah sebagai berikut: (1) memiliki peranan kelompok primer yang sangat besar; (2) pengaruh faktor geografik sangat menentukan pembentukan kelompok masyarakat; (3) terdapat hubungan yang lebih awet dan bersifat intim; (4) struktur masyarakat bersifat homogen; (5) tingkat mobilitas sosial rendah; (6) keluarga lebih ditekankan fungsinya sebagai unit ekonomi; (7) besarnya proporsi jumlah anak dalam struktur kependudukan.
Menurut Indeks Desa Membangun (IDM) 2020 yang dipublikasikan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dari 33 provinsi terbagi menjadi 2 provinsi berstatus maju, 25 provinsi berstatus berkembang, 5 provinsi berstatus tertinggal, dan satu provinsi berstatus sangat tertinggal. Di Jawa Barat, terdapat 1 kabupaten/kota berstatus mandiri, 5 kabupaten/kota berstatus maju, dan 13 kabupaten/kota berstatus berkembang. Pada tingkat kecamatan di Jawa Barat, terdapat 15 kecamatan berstatus mandiri, 162 kecamatan berstatus maju, 359 kecamatan berstatus berkembang, dan 3 kecamatan berstatus tertinggal. Nilai Indeks Desa Membangun (IDM) di Kabupaten Karawang 2020 ialah sebesar 0.67225 dengan status kabupaten berkembang dan menduduki peringkat ke 146 dari 434 kabupaten di Indonesia. Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang memiliki nilai IDM sebesar 0.6237, dan dikategorikan sebagai kecamatan berkembang. Sedangkan, Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang memperoleh nilai IDM sebesar 0,7278 dan menyandang gelar kecamatan maju dari total kecamatan di Indonesia sebanyak 6,483. Indeks Desa Membangun (IDM) tersebut diperoleh dengan pengukuran yang mempertimbangkan Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi, dan Indeks Ketahanan Lingkungan. Setiap indeks tersebut memiliki indikator-indikator yang menjadi tolok ukur pemeringkatan desa. Melihat pemetaan pemeringkatan tersebut, dapat dilihat secara langsung bahwa ada kesenjangan antara pembangunan yang ada di wilayah urban dan rural, tentunya hal ini mencakup pendidikan (Madjid, Taufik., Rosyidah Rachmawaty, Moch. Fachri, 2020).
Permasalahan klasik yang sering dihadapi dalam dunia pendidikan dan sampai saat ini belum ada langkah strategis dari pemerintah untuk mengatasinya secara tuntas antara lain sebagai berikut: 1) pemerataan kesempatan pendidikan atau terjadi ketimpangan; 2) rendahnya tingkat keterkaitan antara pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja; dan 3) rendahnya mutu pendidikan (Mustari, Ph, Rahman, & Ph, 2014).
Jika merujuk pada penelitian yang telah dilakukan oleh Bustomi, pada Provinsi Jawa Tengah, ada beberapa catatan penting dari indikator-indikator ketimpangan pendidikan di berbagai wilayah. Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad Ja�far Bustomi terdapat suatu persoalan yang melatarbelakangi ketimpangan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah. Adapun indikator-indikator yang menjadi latar belakang ketimpangan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah adalah indeks gini pendidikan yang menunjukkan kategori rendah (0,309) dengan penyumbang ketimpangan pendidikan adalah ketimpangan pendidikan pada wilayah kabupaten-kota. Gender gap menjadi bagian dari pengaruh ketimpangan pendidikan, hasil penelitian menunjukkan bahwa ada substansi positif dan signifikan. Ketimpangan pendapatan merupakan pengaruh dalam ketimpangan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah, dengan hasil penelitian menunjukkan positif namun tidak signifikan. Pengeluaran pemerintah atas pendidikan pun berdampak pada Provinsi Jawa Tengah yang mengakibatkan ketimpangan pendidikan, dengan hasil penelitian menunjukkan negatif dan signifikan. Angka harapan hidup menjadi pengaruh terakhir yang mengakibatkan ketimpangan pendidikan pada Provinsi Jawa Tengah dalam penelitian yang dilakukan dengan hasil penelitian menunjukkan negatif dan signifikan. Selain itu, terdapat pula penelitian yang pernah dilakukan pada tahun 2014 oleh Sholikhah, dkk mengenai faktor yang memengaruhi ketimpangan pendidikan, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui variabel-variabel yang berhubungan dengan ketimpangan pendidikan, yaitu pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, gender gap, dan pengeluaran pendidikan dari rumah tangga. Masing-masing dari variabel-variabel tersebut berpengaruh dan menjadi faktor utama terhadap persoalan ketimpangan pendidikan (Bustomi, 2012).
Maka, dari kedua penelitian yang pernah dilakukan tersebut di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam kurun waktu yang cukup lama masih menimbulkan permasalahan-permasalahan yang belum tuntas untuk dibenahi. Harapan untuk penelitian selanjutnya, dalam artian penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan menjadi penunjang pemberdayaan pendidikan, khususnya di Provinsi Jawa Barat.
Agar dapat mengetahui persoalan ketimpangan pendidikan dan menjawab segala permasalahan yang terkait dengan pendidikan, baik ditinjau dari lembaga pendidikan, pemerintah, maupun masyarakat dipergunakan sebuah landasan manajemen pendidikan untuk meneliti permasalahan-permasalahan tersebut. Sebagai suatu konsep yang terstruktur dan terukur, maka manajemen pendidikan menjadi salah satu opsi dalam mengkaji ketimpangan pendidikan. Di lihat dari ihwal manajemen memiliki karakteristik dan tatanan yang teruji dalam menentukan suatu persoalan yang menjadi pokok permasalahan.
Menurut KBBI, manajemen dapat diartikan sebagai penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi. Mary Parker Follett dalam (Fariz, 2017) mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Fungsi-fungsi manajemen yang didefinisikan oleh Nickels, McHugh and McHugh dalam (Fariz, 2017), terdiri dari empat fungsi, yaitu: (a) Perencanaan atau Planning; (b) Pengorganisasian atau Organizing; (c) Pengimplementasian atau Directing; dan (d) Pengendalian dan Pengawasan atau Controlling.
Maka, dalam penelitian ini perspektif manajemen pendidikan menjadi suatu landasan teori yang mengukur dan memandang sebuah persoalan berkenaan dengan berbagai permasalahan ketimpangan pendidikan. Menurut (Wati, 2014) manajemen pendidikan pada prinsipnya adalah suatu bentuk penerapan manajemen atau administrasi dalam mengelola, mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang terdapat dalam dunia pendidikan. Sedangkan menurut Usman dalam (Wati, 2014), mengemukakan manajemen pendidikan sebagai seni dan ilmu pengelola sumber daya pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Berdasarkan para ahli mengenai manajemen pendidikan, peneliti memandang bahwa perspektif tersebut dapat menjadi tolok ukur sebagai alat yang dapat meneliti faktor-faktor ketimpangan pendidikan dan adanya suatu hubungan timbal balik di antara pihak-pihak tertentu dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan permasalahan dan urgensi ketimpangan pendidikan serta adanya sebuah kebijakan sebagai upaya atau solusi dalam mengatasi ketidakmerataan pendidikan pada lingkungan masyarakat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi masalah sosial pada masyarakat melalui observasi secara langsung untuk menginterpretasikan ketimpangan pendidikan di Kecamatan Banyusari dan Kota Baru Kabupaten Karawang. Selain dari maksud dan tujuan yang telah dipaparkan tersebut, perlu diketahui manfaat dari penelitian ini. Pertama, dalam ranah pendidikan dapat diketahui permasalahan yang menjadi suatu persoalan di ruang lingkup kependidikan, baik dari segi tenaga pendidik, kebijakan atau peraturan, maupun keberlangsungan pengajaran dan pembelajaran. Kedua, dalam ranah masyarakat dapat diketahui permasalahan secara mendalam berkaitan dengan ketimpangan pendidikan sebagai persoalan dari keberlangsungan pendidikan di sosial masyarakat, mencakup sumber daya manusia, tatanan sistem kependidikan, dan aspek problematik lainnya.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus (case studies) (Sugiyono, 2019). Data akan diperoleh dengan melakukan observasi dan wawancara terhadap beberapa informan dengan kriteria, yaitu sebagai berikut: mengetahui arti ketimpangan, mengetahui jenjang pendidikan, memahami tujuan pendidikan, mengetahui (ikut terlibat dalam) pelaksanaan pendidikan, dan mengetahui kebutuhan pendidikan (Setyosari, 2010).
Adapun sasaran informan antara lain, yaitu : pegawai pemerintahan, tenaga pendidik, dan masyarakat umum.
Tabel 1
Data Wawancara
Pekerjaan |
Jumlah |
Keterangan |
Guru |
4 |
Berdomisili di Kecamatan Kota Baru dan Banyusari Kabupaten Karawang |
Pengawas SD/Korwil |
2 |
|
Pemerintah daerah |
2 |
|
Masyarakat |
6 |
|
Alumni |
4 |
Pedoman wawancara disesuaikan dengan perspektif manajemen pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan letak geografis, Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang berjarak� kurang lebih 25 km dari pusat kabupaten. Kecamatan ini merupakan pemekaran dari Kecamatan Jatisari dan Kecamatan Cikampek. Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang pada wilayah barat berbatasan dengan Kecamatan Cikampek, pada wilayah timur berbatasan dengan Kecamatan Jatisari, pada wilayah utara berbatasan dengan Kecamatan Tirtamulya dan wilayah selatan berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Adapun luas wilayah Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang sekitar 2.897.113 Ha yang terdiri dari tanah sawah seluas 1.276,558 Ha dan tanah darat seluas 1.620,555 Ha. Kecamatan ini terdiri dari 9 desa yaitu: Desa Cikampek Utara, Pucung, Jomin Barat, Pangulah Utara, Pangulah Selatan, Pangulah Barat, Sarimulya, dan Wancimekar. Jenis usaha yang digeluti sebagian masyarakat Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang diantaranya ialah sebagai pedagang, kerajinan (home industri), dan jasa.
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik di Kabupaten Karawang, penduduk di Kota Baru berjumlah 133.367 jiwa yang terdiri dari 68.083 jiwa penduduk laki-laki dan 65.284 jiwa perempuan. Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang memiliki 66 satuan pendidikan sekolah yang terdaftar pada Data Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang terdiri dari 34 satuan pendidikan berstatus negeri dan 32 satuan pendidikan berstatus swasta. Dengan perincian, 1 satuan pendidikan tingkat paud/se-derajat, 43 satuan pendidikan tingkat dasar, 12 satuan pendidikan tingkat menengah, dan 10 satuan pendidikan tingkat atas (Anon, 2021).
Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang dapat memenuhi syarat sebagai wilayah dengan sebutan daerah urban (perkotaan). Hal ini dibuktikan dengan tingkat literasi dan digitalisasi yang lebih tinggi, cenderung multikultural, mata pencaharian yang beragam, dan memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Selain itu, fasilitas umum hampir tersedia sepenuhnya dengan aksesibilitas tinggi.
Sedangkan, Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang berjarak kurang lebih 50 km dari pusat kabupaten. Kecamatan ini merupakan pemekaran dari Kecamatan Jatisari dan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2003. Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang pada wilayah utara berbatasan dengan Kecamatan Cilamaya Wetan dan Cilamaya Kulon, pada wilayah selatan berbatasan dengan Kecamatan Jatisari, pada wilayah barat berbatasan dengan Kecamatan Lemahabang dan Wadas, dan wilayah timur berbatasan dengan Kabupaten Subang. Luas wilayah Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang sekitar 5.523 Ha yang terdiri dari tahan sawah seluas 3.814 Ha dan tanah darat seluas 1.704 Ha. Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang meliputi 12 desa yang terdiri dari Desa Gembongan, Gempol, Gempol Kolot, Banyuasih, Pamekaran, Kutaraharja, Cicinde Selatan, Cicinde Utara, Jayamukti, Mekarasih, Talunjaya, dan Desa Tanjung. Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang bermata pencaharian sebagai petani, buruh tani, peternak, dan pedagang.
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2020 oleh Badan Pusat Statistik di Kabupaten Karawang, penduduk di Kecamatan Banyusari berjumlah 56.833 jiwa yang terdiri dari 28.888 jiwa penduduk laki-laki dan 27.945 jiwa perempuan. Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang hanya memiliki 31 satuan pendidikan yang terdaftar pada Data Referensi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan terdiri dari 6 satuan pendidikan berstatus swasta dan 25 satuan pendidikan berstatus negeri. Dengan perincian, 26 satuan pendidikan tingkat dasar, 3 satuan pendidikan tingkat menengah, dan 2 satuan pendidikan tingkat atas.
Dengan demikian, Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang dapat dikategorikan sebagai wilayah dengan daerah rural (pedesaan). Hal ini diperjelas dengan masih rendahnya tingkat literasi dan digitalisasi, mata pencaharian bersifat homogen, serta mobilitas dan aksesibilitas masih terbatas.
Salah satu masalah instruktif yang dihadapi saat ini adalah buruknya kualitas pelatihan di setiap jenjang dan satuan persekolahan, khususnya pelatihan esensial dan tambahan, selain itu juga terdapat perbedaan sifat pengajaran di wilayah pedesaan metropolitan. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk melalui berbagai persiapan dan peningkatan kemampuan instruktur, penataan dan peningkatan kantor/kerangka pengajaran termasuk pengembangan yayasan, seperti halnya bekerja pada sifat dewan sekolah. Meskipun demikian, petunjuk yang berbeda dari sifat instruksi belum menunjukkan peningkatan yang kritis dan diedarkan secara seragam. Beberapa sekolah, khususnya di masyarakat perkotaan, menunjukkan peningkatan kualitas yang baik. Sementara itu, yang lain di daerah provinsi masih belum peduli. Dari persepsi yang berbeda dan rusak, ada sekitar tiga faktor yang menyebabkan sifat pengajaran tidak meningkat secara merata. Pertama, penataan dan pelaksanaan sekolah umum menggunakan pendekatan karya kreasi instruktif yang tidak dilaksanakan secara handal. Kedua, pelaksanaan pelatihan dilakukan setengah-setengah, sehingga sekolah sebagai pemasok instruksi sangat bergantung pada pilihan peraturan dan terkadang pengaturan ini diberikan tidak sesuai dengan kondisi sekolah terdekat. Ketiga, dukungan daerah, khususnya wali murid dalam penyelenggaraan persekolahan selama ini masih sangat kurang (Mustari et al., 2014).
Berbicara tentang ketimpangan tentu memerlukan analisis yang terukur, dalam hal ini standarisasi kualitas pendidikan perlu ditinjau. Namun, kebanyakan penilaian kualitas pendidikan hanya didasarkan pada hasil atau output pendidikan. Jarang sekali melihat pada proses yang berlangsung sebelumnya. Sebab, setiap daerah dihadapkan pada permasalahan pendidikan yang berbeda. Sebagian masalah pendidikan melekat pada pelaksanaannya. Namun, tak jarang juga ditemui masalah sedari dini, yaitu dari perencanaan pendidikan. Oleh karena itu, masalah ketimpangan pendidikan masih belum dapat terselesaikan.
Maka dari itu, ketimpangan pendidikan perlu dipahami dalam perspektif manajemen pendidikan. Sehingga dapat diketahui letak kekurangan dan masalah yang ada pada suatu proses atau lembaga pendidikan di suatu daerah, khususnya di Kecamatan Banyusari dan Kota Baru Kabupaten Karawang. Dengan demikian, penyelesaian masalah pendidikan dapat dipersiapkan sesuai kebutuhan.
Tabel 2
Analisis Ketimpangan Pendidikan
Aspek Manaejemen Pendidikan |
Kecamatan Kota Baru |
Kecamatan Banyusari |
Perencanaan |
Dalam perencanaan pendidikan, Kecamatan Kota Baru dikatakan telah melaksanakan dengan baik, melibatkan pemerintah setempat, lembaga pendidikan dan masyarakat.
|
Dalam perencanaan pendidikan, Kecamatan Banyusari masih jauh dari penilaian baik, perencanaan pendidikan hanya berjalan pada satuan lembaga pendidikan. Sedangkan, pemerintah setempat dan masyarakat masih belum memahami terkait perencanaan pendidikan.
|
Pengorganisasian |
Dalam pengorganisasiannya, dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang sebelumnya telah ditetapkan.
|
Berbanding lurus dengan perencanaan pendidikan di Kecamatan Banyusari, pengorganisasian pendidikan hanya berjalan pada satuan lembaga pendidikan.
|
Pelaksanaan |
Dalam pelaksanaannya, pendidikan di Kecamatan Kota Baru dinilai sangat baik. Hal ini di dukung dengan adanya penunjang pelaksanaan pendidikan diantaranya yaitu, fasilitas yang memadai, tenaga pendidik yang berkualitas, mudahnya aksesibilitas, serta terlibatnya masyarakat secara aktif.
|
Untuk pelaksanaan pendidikan di Kecamatan Banyusari, dinilai masih belum cukup baik. Hal ini dipengaruhi oleh fasilitas dan aksesibiltas yang terbatas, minat dan pengetahuan terhadap pendidikan yang rendah, serta adanya pengaruh lingkungan dan ekonomi.
|
Pengawasan |
Dalam pengawasan pendidikan, di Kecamatan Kota Baru selain dengan jumlah satuan lembaga pendidikan yang ada yang dapat mencetak banyaknya lulusan, dapat terlihat dengan jelas dari sebaran lulusan sekolah menengah atas yang melanjutkan ke perguruan tinggi. |
Dalam pengawasan pendidikan, di Kecamatan Banyusari bisa dilihat dari sebaran lulusan sekolah menengah atas yang memilih untuk bekerja. |
A. Perencanaan Pendidikan
Menurut Robbins dan Coulter dalam (Fariz, 2017), perencanaan dapat dianggap sebagai interaksi yang dimulai dari mendefinisikan tujuan otoritatif, memutuskan metodologi untuk mencapai tujuan hierarkis yang besar, dan membentuk kerangka pengaturan yang lengkap untuk menggabungkan dan memfasilitasi semua pekerjaan otoritatif untuk mencapai tujuan otoritatif. Robbins dan Coulter juga menjelaskan bahwa tidak kurang dari empat unsur persiapan, yaitu mengatur isian sebagai heading, mengatur batas pemborosan, membatasi kerentanan, dan menyusun kaidah-kaidah dalam pengendalian mutu.
Selanjutnya (Fariz, 2017), menyatakan bahwa perencanan yang hebat diperlukan untuk menentukan rencana. Perencanaan yang baik pada dasarnya memiliki berbagai prasyarat yang harus dipenuhi, khususnya nyata atau wajar, diajukan, adaptable, konsisten dan normal, dan lengkap. Selanjutnya, penyusunan instruktif harus siap untuk mencapai tujuan persekolahan itu sendiri. Di tingkat masyarakat, penataan persekolahan sudah diatur bahkan total dengan rencana keuangan. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan seharusnya tidak hanya menjadi tugas pemerintah atau lembaga pendidikan, tetapi juga mencakup kewajiban daerah. Masyarakat perlu untuk mengetahui dan mempersiapkan perencanaan pendidikan untuk keluarganya.
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan di Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang, perencanaan pendidikan dinilai telah berjalan sebagai mana mestinya. Adanya sinergis antara pemerintah setempat dengan lembaga pendidikan dan masyarakat menjadikan pemetaan pendidikan dapat terkendali. Hal ini dapat terlihat dengan adanya keterlibatan pemerintah kecamatan dalam membantu masyarakat ketika masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) agar sesuai dengan letak geografisnya. Di samping itu, rata-rata masyarakat kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi serta penghasilan dengan kelas menengah ke atas. Dengan demikian, masyarakat telah memahami eksistensi pentingnya pendidikan dan telah merencanakan pendidikan yang akan diemban dalam ruang lingkup keluarganya.
Sedangkan, di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang, perencanaan masih tidak terjalin secara sinergis. Bahkan untuk pengumpulan data kependudukan dan tingkat pendidikannya masih terhambat karena kurang terjalin komunikasi antara pemerintah desa dengan kecamatan. Untuk lembaga pendidikan yang ada, telah berusaha menyesuaikan dengan kebijakan yang ditentukan. Mempersiapkan pelaksanaan pendidikan dengan adanya Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) se-komisariat Cilamaya. Hal ini bertujuan untuk menetapkan tujuan atau indikator yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran. Dalam ruang lingkup masyarakat meskipun rata-rata memiliki latar belakang pendidikan rendah dan penghasilan menengah ke bawah, masyarakat di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang telah memiliki keinginan atau hasrat untuk dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dengan harapan bahwa anak dapat melebihi orang tua.
B. Pengelolaan/Pengorganisasian Pendidikan
Pengorganisasian adalah siklus untuk merencanakan konstruksi konvensional, mengumpulkan dan mengatur, dan membagi tugas atau pekerjaan antara individu dari asosiasi, sehingga tujuan yang berwibawa dapat dicapai secara produktif (Febriana, 2021). Pelaksanaan yang efektif dari siklus mendapatkan beres akan memberdayakan asosiasi untuk mencapai tujuannya. Interaksi ini akan tercermin dalam desain otoritatif yang menggabungkan bagian-bagian penting dari asosiasi dan ukuran yang disortir, untuk lebih spesifik: 1) pembagian kerja; 2) departementalisasi; 3) garis besar hierarkis formal; 4) tingkat kepemimpinan dan solidaritas ketertiban; 5) tingkat kepentingan rantai dewan; 6) saluran korespondensi; 7) pemanfaatan panel; 8) ruang lingkup eksekutif dan pertemuan santai yang tidak dapat dihindari (Fariz, 2017).
Secara umum, pemerintah dan lembaga pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi (Afkarina, 2018). Sebab, keduanya paling tidak telah memiliki unsur-unsur organisasi, yaitu anggota, tujuan, kerja sama dan lingkungan. Namun, dalam pengorganisasian pendidikan, masyarakat juga memiliki peran untuk mengelola pendidikan dalam cakupan keluarga atau sanak saudaranya.
Pengorganisasian atau pengelolaan pendidikan dalam lingkup pemerintahan ialah adanya penetapan atau pembagian tugas dan penganggaran yang terkait dengan pendidikan. Kemudian, untuk lembaga pendidikan, pengorganisasian mencakup pembagian tugas, penetapan indikator capaian pembelajaran, perangkat pembelajaran, dan lain sebagainya. Sedangkan, peran masyarakat dalam pengorganisasian pendidikan berlaku terhadap keluarganya, yaitu penetapan jenjang pendidikan serta pengelolaan keuangan.
Pada Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang, pengorganisasian pendidikan sejalan dengan perencanaannya. Baik dari lingkup pemerintahan, lembaga pendidikan, maupun masyarakat. Sedangkan, di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang, pengorganisasian pendidikan hanya berjalan pada ruang lingkup lembaga pendidikan. Untuk pemerintah setempat dan masyarakat masih belum memahami pengorganisasian pendidikan.
C. Pelaksanaan Pendidikan
Pada dasarnya, pelaksanaan pendidikan dianggap sebagai hal yang menjadi sorotan utama dalam keberhasilan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan merupakan pengimplementasian dari perencanaan dan pengorganisasian pendidikan. Hal ini mencakup kegiatan pendidikan atau pembelajaran serta penunjang kegiatan pendidikan diantarnya, yaitu fasilitas pendidikan, tenaga pendidik, dan akses terhadap pendidikan.
Berdasarkan hasil wawancara, melihat pelaksanaan pelaksanaan kegiatan pendidikan, di Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang dapat dikatakan berhasil mengimplementasikan pendidikan sesuai dengan perencanaan sebelumnya, hal ini didorong dengan ketersediaan fasilitas yang memadai serta tenaga pendidik yang berkualitas. Jarang sekali ditemui masalah pendidikan yang dilatarbelakangi oleh perekonomian keluarga. Sebagian besar masyarakat sangat mendukung anaknya untuk melanjutkan pendidikan, sehingga antusias terhadap pendidikan, baik jenjang dasar, menengah, dan pendidikan tinggi benar-benar terealisasikan. Di samping pendidikan formal, sebagian besar masyarakat juga menambahkan asupan pendidikan kepada anaknya agar tercapai hasil yang maksimal, yaitu dengan mengikutsertakan siswa dalam kegiatan bimbingan belajar (bimbel). Orang tua memahami pentingnya pendidikan, sehingga tidak ragu untuk menambah pengeluaran biaya bimbel.
Bertolak belakang dengan kondisi pendidikan yang ada di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang. Sebagian besar masyarakat mengeluhkan kualitas pendidikan yang ada, salah satu yang menjadi sorotan adalah fasilitas. Pemerataan dan pemeliharaan fasilitas yang ada menjadi kunci utama, terkadang memang ada fasilitas namun terbatas dan digunakan secara bergantian sehingga mudah rusak. Selain itu, lembaga pendidikan tingkat sekolah menengah ke atas yang ada masih belum memiliki bangunan atau gedung sendiri. Maka, banyak masyarakat setempat yang meragukan kualitas pendidikan di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang dan memilih untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta.
Menurut tenaga pendidik, peserta didik di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang kurang memiliki motivasi belajar, salah satunya dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dengan mudah peserta didik menentukan pilihan sekolah hanya karena minat dari temannya. Selain itu, kurang adanya kesadaran dan pemahaman terhadap pentingnya pendidikan berdampak pada sikap abai peserta didik yang kurang antusias saat kegiatan pembelajaran.
Permasalahan pendidikan yang sudah umum berada di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang ialah faktor ekonomi. Pada dasarnya, sebagian besar masyarakat di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang berpendidikan dan berpenghasilan menengah ke bawah. Sehingga ketika dihadapkan pada biaya yang besar maka akan memilih jalan lain, yaitu bekerja. Padahal, banyak sekali program bantuan pendidikan, baik tingkat pusat maupun daerah, seperti adanya Beasiswa KIP (Kartu Indonesia Pintar), KIP-Kuliah, dan Karawang Cerdas. Namun, karena minim informasi dan sosialisasi, maka masyarakat kurang tahu-menahu akan hal itu. Di samping itu, masyarakat juga mengeluhkan sering terjadi salah sasaran pada program bantuan pemerintah. Sebagai contoh, penerima bantuan KIP terkadang berasal dari keluarga berada. Hal ini dipengaruhi oleh kurang pengawasan dan verifikasi data pendaftar oleh lembaga yang bersangkutan.
D. Pengendalian dan Pengawasan Pendidikan
Schermerhorn dalam (Fariz, 2017), mencirikan pengawasan sebagai interaksi dalam memutuskan langkah-langkah eksekusi dan membuat langkah-langkah yang dapat mendukung pencapaian hasil normal sesuai dengan pameran yang telah ditentukan sebelumnya. Mengingat pengaturan ini, Schermerhorn menggarisbawahi kapasitas administratif dalam menetapkan prinsip-prinsip eksekusi dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan presentasi yang tidak benar-benar diselesaikan. Standar pameran ini akan menjadi proporsi apakah dalam pelaksanaannya nanti, direksi perlu melakukan langkah restoratif atau tidak jika ditemukan beberapa penyimpangan atau berbeda. Klarifikasi ini sesuai dengan pengertian manajemen sebagaimana dikemukakan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert, yang menurut mereka, pengendalian merupakan cara yang paling umum untuk menjamin bahwa latihan yang sejati menyesuaikan dengan latihan yang diatur. Dengan demikian, manajemen adalah siklus untuk menjamin bahwa semua latihan yang diselesaikan sesuai dengan apa yang telah diatur.
Pengawasan terhadap pelaksanaan pendidikan dilakukan dengan berbagai cara, dari segi pemerintahan dan lembaga pendidikan memiliki kriteria penilaian tertentu terhadap keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Di antaranya penilaian yang ada pada lembaga pendidikan adalah adanya akreditasi sekolah, Penilaian Kinerja Guru (PKG), dan Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS).
Secara umum, lembaga pendidikan yang ada di Kota Baru Kabupaten Karawang telah memiliki akreditasi A atau sangat baik dan terdaftar dengan memiliki Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN). Tentunya, hal ini juga dibuktikan dengan sebaran lulusan sekolah menengah atas yang mampu bersaing ke jenjang pendidikan tinggi yang bergengsi dan juga bersaing di dunia pekerjaan. Sedangkan, di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang masih terdapat satuan pendidikan yang belum terdaftar dan memiliki NPSN. Sebagian besar masyarakat lebih memilih bekerja daripada melanjutkan ke pendidikan tinggi. Bahkan, masih sering ditemui peserta didik yang hanya dapat mengenyam pendidikan sampai jenjang menengah.
Hal yang sering dikeluhkan masyarakat adalah kurang adanya pemerataan pembangunan infrastruktur untuk satuan pendidikan. Pada pembangunan satuan pendidikan yang berada di Kota Baru, terutama yang berstatus negeri nampak terlihat hasilnya. Bangunan semakin luas dan memadai dengan fasilitas lengkap. Namun untuk pembangunan di Banyusari masih kurang terlihat hasilnya. Masyarakat beranggapan lebih baik bila langsung bekerja karena Upah Minimum Regional (UMR) di Kabupaten Karawang tergolong tinggi daripada menghabiskan biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Kurang adanya informasi dan sosialisasi terkait pentingnya pendidikan serta adanya program bantuan pendidikan pada masyarakat, khususnya di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi adanya ketimpangan pendidikan. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk berperan lebih aktif dan responsif dalam penyebaran informasi dan pelaksanaan sosialisasi. Di sisi lain, sosialisasi terkait pentingnya pendidikan dan program bantuan pendidikan seharusnya juga disampaikan kepada orang tua atau masyarakat secara umum.
Selanjutnya, lembaga pendidikan dengan lembaga pemerintahan perlu melakukan tinjauan dan sosialisasi pada masyarakat umum di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang, mengenai keunggulan sekolah dan pentingnya pendidikan. Hal tersebut merupakan upaya membentuk karakter dan pemberdayaan terhadap masyarakat umum di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang yang sesuai dengan empat prioritas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, perlu ditekankan bahwa untuk mengemban pendidikan, masyarakat harus bersama-sama membangun dan percaya pada lembaga pendidikan di daerahnya, peran masyarakat untuk menciptakan mutu sekolah yang lebih baik lagi perlu adanya ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan apa yang menjadi keinginan masyarakat agar lembaga pendidikan di kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang lebih baik lagi dalam infrastruktur, mutu pendidikan, dan informasi yang mudah. Dalam kebijakan pendidikan lembaga pemerintahan perlu memberikan otonominya, sehingga lembaga pendidikan seperti di daerah rural Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang melakukan penyesuaian kebijakan yang tepat sesuai kondisi di daerahnya.
Kesimpulan
Ketimpangan pendidikan pada daerah urban dan rural dapat dilihat dalam pandangan manajemen pendidikan, di antaranya pada perencanaan pendidikan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan. Sebab, kebanyakan indikator penentu kualitas pendidikan hanya diukur pada hasil pelaksanaan pendidikan.
Secara keseluruhan, manajemen pendidikan di Kecamatan Kota Baru Kabupaten Karawang dapat dikategorikan berjalan dengan baik. Hal ini didukung dengan perencanaan pendidikan yang terstruktur, pengorganisasian yang teralur, pelaksanaan dan pengawasan yang baik. Sedangkan, di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang masih dikategorikan cukup. Hal ini dipengaruhi karena kurang terjalin sinergis antara masyarakat dengan pemerintah, pemerintah dengan lembaga pendidikan, dan lembaga pendidikan dengan masyarakat baik dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Sehingga perlu upaya pembentukan karakter dan pemberdayaan terhadap masyarakat yang terdapat dalam empat prioritas Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
����������� Selain dari infrastruktur yang kurang memadai, hal yang menjadi faktor utama adanya ketimpangan pendidikan ialah kurang ditekankannya penyampaian informasi pentingnya pendidikan dan program bantuan pendidikan pada masyarakat. Terlebih, masyarakat di Kecamatan Banyusari Kabupaten Karawang memiliki literasi yang kurang baik. Padahal, jika dihadapkan dengan masalah ekonomi, pemerintah telah menjawab solusi dengan adanya berbagai program bantuan pendidikan.
Afkarina, Nur Izza. (2018). Strategi komunikasi humas dalam membentuk public opinion lembaga pendidikan. Jurnal Idaarah, 2(1), 50�63. Google Scholar
Anon. (2021). Profile Kecamatan Kota Baru. Retrieved from https://karawangkab.go.id/dokumen/profile-kota-baru%0A[Diakses 23 Februari 2021]
Bustomi, Muhammad Ja�far. (2012). Ketimpangan pendidikan antar kabupaten/kota dan implikasinya di Provinsi Jawa Tengah. Economics Development Analysis Journal, 1(2). Google Scholar
Fariz, Fariz. (2017). Buku Ajar Pengantar Manajemen. LPPM Stie Yapan Surabaya. Google Scholar
Febriana, Rina. (2021). Kompetensi guru. Bumi Aksara. Google Scholar
Ginanjar, Muhammad Syukron, Indarto, Indarto, & Santoso, Djoko. (2019). Determinan Kinerja Pegawai Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Riset Ekonomi Dan Bisnis, 12(2), 135�144. Google Scholar
Madjid, Taufik., Rosyidah Rachmawaty, Moch. Fachri, Dkk. (2020). Peringkat Status Indeks Desa Membangun (IDM). Indonesia: S.N.
Mustari, Mohamad, Ph, D., Rahman, M. Taufiq, & Ph, D. (2014). Manajement Pendidikan. In Raja Grafika Persada. Google Scholar
Setyosari, Punaji. (2010). Metode Penelitian Pengembangan dalam Pendidikan. Jakarta: Kencana. Google Scholar
Sugiyono, P. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (D. Sutopo. S. Pd, MT, Ir. Bandung: Alfabeta. Google Scholar
Tarigan, A. (2003). Rural-Urban Ecnonomic Linkages: Konsep dan Urgensinya dalam Memperkuat Pembangunan Desa. Perencanaan Pembangunan, 30, 30�43. Google Scholar
Wati, Ery. (2014). Manajemen pendidikan inklusi di sekolah dasar negeri 32 kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Didaktika: Media Ilmiah Pendidikan Dan Pengajaran, 14(2). Google Scholar
Copyright holder: Gun Gun Gumilar, Wida Ningsih (2022)
|
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
|
This article is licensed under: |