Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 2, Februari 2022
ADAPTASI
REVOLUSI INDUSTRI 4.0 PADA PELAYANAN KESEHATAN MELALUI TELEMEDICINE DI ERA PANDEMI COVID-19
Haifa Pasca Nadira Suar
Peminatan Kebijakan Pembangunan Sosial, Program Magister Sosiologi
Universitas Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis bagaimana adaptasi konsultasi kesehatan online menggunakan telemedicine di era pandemi
COVID-19. Pada dunia kesehatan tanpa
disadari telah memasuki Revolusi Industri 4.0 di era pandemi
COVID-19. Pandemi COVID-19 mengakibatkan
keterbatasan masyarakat untuk mengakses fasilitas kesehatan. Selain karena rasa takut untuk datang
ke fasilitas kesehatan, jumlah kunjungan dan jam praktek dokter juga dibatasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode literature review dan aplikasi
Vensim PLE sebagai alat bantu untuk
memudahkan dalam membuat Casual Loop Diagram (CLD). Hasil dari penelitian ini adalah telemedicine membantu masyarakat dalam akses pelayanan
kesehatan di era pandemi, inklusi sosial pada paelayanan kesehatan dengan adanya revolusi
industri 4.0 memungkinkan semua masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan secara digital akan tetapi telemedicine belum dimiliki oleh semua fasilitas kesehatan. Keterbatasan teknologi dalam mendiagnosis pasien melalui telemedicine membuat beberapa kasus penyakit tidak dapat didiagnosa
melalui telemedicine. Selain
itu, belum meratanya jaringan internet di
Indonesia dan masih banyak masyarakat yang belum mengikuti perkembangan teknologi membuat masyarakat tersebut tidak dapat mengakses
pelayanan konsultasi kesehatan melalui telemedicine.
Kata Kunci: digitalisai konsultasi kesehatan;
adaptasi telemedicine; revolusi
industri 4.0; inklusi pada pelayanan kesehatan
Abstract
The study
aims to analyze how online health consultations adapt to telemedicine in the
era of the COVID-19 pandemic. In the world of health has unwittingly entered
the Industrial Revolution 4.0 in the era of the COVID-19 pandemic. The COVID-19
pandemic resulted in limited public access to health facilities. In addition to
the fear of coming to health facilities, the number of visits and hours of
doctors' practice is also limited. This research uses a qualitative approach
with literature review methods and the application of Vensim
PLE as a tool to facilitate in making Casual Loop Diagram (CLD). The result of
this study is that telemedicine helps people access health services in the
pandemic era, social inclusion in health services with the industrial revolution
4.0 allows all communities to access health services digitally but telemedicine
is not yet owned by all health facilities. Technological limitations in
diagnosing patients via telemedicine make some cases of the disease undiagnosed
through telemedicine. In addition, the uneven internet network in Indonesia and
there are still many people who have not followed the development of technology
make the community unable to access health consultation services through
telemedicine.
Keywords: digitalisai health
consultation; telemedicine adaptation; Industrial Revolution 4.0; inclusion in the health service
Received:
2022-01-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-02-20
Pendahuluan
Pandemi COVID-19 tanpa
disadari telah merubah pola perilaku
masyarakat dalam berbagai bidang yang membuat masyarakat untuk memanfaatkan teknologi digital dalam keseharian. Layanan yang memanfaatkan teknologi digital adalah salah satu yang dicita-citakan dalam revolusi 4.0. Menurut Prof Klaus
Schwab (2017) yang merupakan Pendiri
dan Ketua Eksekutif World Economic
Forum (WEF) dan juga merupakan ekonom dunia asal Jerman, revolusi industri 4.0 sudah mengubah hidup dan kerja manusia secara
fundamental. Revolusi industri
4.0 memiliki kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia fisik,
digital dan biologis yang mempengaruhi
semua disiplin ilmu, ekonomi, industri dan pemerintah.
Pada dunia kesehatan
tanpa disadari juga telah memasuki Revolusi Industri 4.0 di era pandemi COVID-19 ini dikarenakan masyarakat terbatas mengakses pelayanan kesehatan secara langsung. Saat ini, sebagian
besar rumah sakit menunda tindakan
yang tidak mendesak, membatasi jam operasional dan membatasi jumlah kunjungan pasien terutama pada poliklinik. Selain itu munculnya
rasa takut dan cemas untuk berkunjung ke rumah sakit
memunculkan inovasi konsultasi online menggunakan telemedicine.
Oktavira
(2019) menjelaskan,
konsultasi online dalam bidang kesehatan ini dilakukan secara
darling yang memanfaatkan
teknologi digital. Adapun yang yang
dimaksud mengenai konsultasi kesehatan online dalam Pasal 3 ayat (5) Permenkes 20/2019 dapat dikategorikan sebagai telekonsultasi klinis, yaitu pelayanan konsultasi klinis jarak jauh untuk
membantu menegakkan diagnosis,
dan/atau memberikan pertimbangan/saran tata laksana.
����������� Humas BPJS Kesehatan (2020)
menerangkan, Konsultasi kesehatan online juga
di cover oleh BPJS Kesehatan melalui fitur pada aplikasi JKN Faskes untuk fasilitas kesehatan (faskes) dengan penambahan fitur Mobile JKN untuk peserta yang mana kegunaannya yaitu untuk berkonsultasi dengan dokter. Dengan aplikasi tersebut masyarakat dapat berkomunikasi dengan dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
yang terdaftar di BPJS Kesehatan tanpa
harus bertatap muka secara langsung
sehingga dapat meminimalisir penularan COVID-19
dan penyakit lainnya. Hal tersebut dilakukan mengacu pada Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan melalui Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19. Dalam surat edaran tersebut
mengatur tentang pembatasan pelayanan kesehatan secara tatap muka dan memanfaatkan teknologi informasi berupa telemedicine. Akan tetapi,
fasilitas konsultasi kesehatan online hingga saat ini
belum dimiliki semua rumah sakit,
baik rumah sakit yang di cover BPJS
Kesehatan maupun tidak di cover oleh BPJS Kesehatan. Hal ini tentu menyebabkan
tidak semua masyarakat dapat menggunakan fasilitas konsultasi kesehatan online. Belum lagi
permasalahan lainnya, yaitu masih banyak
rakyat Indonesia yang belum
mengikuti perkembangan teknologi digital sehingga memiliki keterbatasan dalam mengakses aplikasi konsultasi kesehatan online tersebut.
Delp & Manning (1981)
menjelaskan teknologi
digital kurang efektif kerjanya dibandingkan dengan seorang dokter langsung yang memeriksa pasien. Kemajuan di bidang teknologi tidak dapat menggantikan dokter dalam tugas
mengambil riwayat pasien dan melakukan pemeriksaan fisik. Dalam menegakkan diagnosis tugas dokter tidak
hanya mengumpulkan sebuah fakta saja
dari pasien, meskipun pengumpulan fakta merupakan hal yang sangat penting. Akan tetapi, hal tersebut
juga harus ditunjang dengan pemeriksaan fisik secara langsung
agar terciptanya diagnosis yang tepat.
Berdasarkan pemaparan
diatas, maka perlunya diadakan pengkajian terkait konsultasi kesehatan online agar program tersebut
dapat dimanfaatkan secara optimal. Konsultasi kesehatan online
pada era pandemi COVID-19 pada dasarnya
dapat digunakan untuk skrining awal pasien, akan tetapi untuk
kasus-kasus tertentu pasien tetap membutuhkan
bertemu langsung oleh dokter. Oleh sebab itu konsultasi kesehatan online dapat membantu menyaring pasien. Pasien yang prioritas harus bertemu dokter
dapat dijadwalkan bertemu dengan dokter dengan waktu
yang sudah diatur melalui konsultasi online sebelumnya,
hal ini dilakukan
untuk menghindari kontak langsung dengan banyak orang dan pasien yang bisa ditangani dengan obat simtomatik dapat ditangani dengan konsultasi online. Selain itu, perlunya
sosialisasi dan edukasi terhadap semua masyarakat agar semua masyarakat mengikuti perkembangan teknologi sehingga konsultasi online dapat dilakukan oleh semua masyarakat yang membutuhkan.
Pandemi COVID-19 mengakibatkan
keterbatasan masyarakat untuk mengakses fasilitas kesehatan. Selain karena rasa takut untuk datang
ke fasilitas kesehatan, jumlah kunjungan dan jam praktek dokter juga dibatasi. Oleh karena itu, hadirlah
konsultasi online
sebagai inovasi di bidang kesehatan, namun jumlah fasilitas
kesehatan yang menggunakan layanan ini belum
merata, serta kurangnya sosialisasi cara penggunaannya. Selain itu, fasilitas
konsultasi online
belum dapat dimanfaatkan secara maksimal dikarenakan peran dokter yang tidak dapat melakukan
pemeriksaaan fisik dan penunjang saat konsultasi online, hal ini menyebabkan
pada case tertentu
pasien tetap diharuskan datang ke fasilitas kesehatan
untuk bertemu dengan dokter karena
jika tidak, dapat menimbulkan kendala seperti misdiagnosis atau overdiagnosis.
Metode
Penelitian
Dalam menulis artikel ini penulis
melakukan menggunakan metode literature
review atau tinjauan pustaka. Secara umum literature riview berisikan ulasan, rangkuman dan pemikiran penulis tentang beberapa sumber pustaka berupa artikel, buku, slide, informasi dari internet dan lain-lain mengenai
topik yang dibahas (Hasibuan, 2007).
Setelah melakukan review literature mengenai permasalahan terkait, penulis menggunakan aplikasi Vensim PLE sebagai alat bantu untuk memudahkan dalam membuat Casual Loop
Diagram (CLD) yang bertujuan untuk
dapat membantu mencari hubungan dan dapat memecahkan permasalahan. Sebelum membuat Causal Loop
Diagram penulis melakukan
identifikasi variabel yang
mana variabel ini didapat dari penjelasan
permasalahan yang sudah penulis jelaskan pada latar belakang, kemudian variabel yang sudah didapat didapat
dihubungkan menggunakan Vensim PLE, yang mana tanda �S�
dan �O� ini menunjukan hubungan keterkaitan antara satu faktor
dengan faktor lainnya. Tanda �S� dengan garis berwarna biru� yang menandakan bahwa adanya perubahan yang searah. Sedangkan tanda �O� dengan garis berwarna merah menandakan perubahan berlawanan arah.
Hasil dan Pembahasan
A. Revolusi Industri
4.0 dalam Bidang Kesehatan
Revolusi Industri
4.0 dikenalkan oleh Prof Klaus Schwab dalam bukunya yang berjudul �The Fourth
Industrial Revolution�, Prof Schwab (2017) menjelaskan
revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Berbeda dengan revolusi industri sebelumnya, revolusi industri generasi ke-4 ini memiliki skala,
ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia fisik,
digital dan biologis telah mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi, industri dan pemerintah. Dalam Penelitiannya, Hidayaturrahmah (2019)
menyimpulkan bahwa Revolusi Industri 4.0 ialah sebuah penggabungan
teknologi otomatisasi dan
internet yang mana mempengaruhi banyak
bidang termaksud bidang kesehatan. Selain bidang kesehatan,
bidang bioteknologi juga terdampak dengan hadirnya Revolusi Industri 4.0. Bioteknologi adalah dasar dalam
hampir semua proses biotrapi farmasi (Tjandrawinata, 2016).
Pada studi
terdahulu yang dilakukan di
wilayah Malang Raya Puspitasari & Dian (2019)
menjelaskan puskesmas sebagai gerbang utama pasien memperloleh
pelayanan kesehatan pada
era pandemi COVID-19, akan tetapi pemanfaatan teknologi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama sebagaimana yang dibutuhkan masyarakat pada implementasinya belum terlaksana secara maksimal. Pengoptimalan aspek teknologi dapat dilakukan dengan pelayanan e-health atau telemedicine sebagai
upaya penyeabran COVID-19. DinKes Daerah Istimewa Yogyakarta (2019)
menjelaskan perkembangan
dan inovasi teknologi dalam bidang kesehatan
akan memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Seperti, masyarakat akan lebih mudah mendapatkan
pelayanan di fasilitas kesehatan, sistem rujukan pasien yang cepat dan masyarakat juga dengan mudah mendapatkan
informasi tentang ketersediaan kamar perawatan di rumah sakit. Selain itu,
salah satu jawaban dari perkembangan revolusi adalah hadirnya telemedicine.
Dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, sistem telemedicine mampu
memberikan layanan kesehatan tanpa terbatas ruang dan waktu untuk dokter
dan pasien. Layanan ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk dapat menerima layanan kesehatan dari dokter spesialis
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (Hasmayanti, 2020).
B. Konsultasi Kesehatan Online dan Diagnosa pada Pasien
Menurut Zins, Kratochwill & Elliott (1993)
konsultasi ialah suatu proses yang biasanya didasarkan pada karakteristik hubungan yang sama yang ditandai dengan saling mempercayai dan komunikasi yang terbuka, bekerja sama dalam
mengidentifikasikan masalah,
menyatukan sumber-sumber pribadi untuk mengenal
dan memilih strategi yang mempunyai
kemungkinan dapat memecahkan masalah yang telah diidentifikasi dan pembagian tanggung jawab dalam pelaksanaan
dan evaluasi program atau
strategi yang telah direncanakan.
Dalam Peraturan
Kementerian Kesehatan No 20 Tahun 2019 dapat disimpulkan konsultasi kesehatan online dapat dikategorikan sebagai telekonsultasi klinis yang mana pelayanan konsultasi klinies jarak jauh untuk
membantu menegakkan
diagnosis, dan/atau memberikan
pertimbangan/saran tata laksana.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas
Pelayanan Kesehatan (�Permenkes
20/2019�) menerangkan:
Telemedicine adalah
pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh profesional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat.
Permenkes 20/2019 juga menjelaskan
bahwa Pelayanan telemedicine dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki surat izin praktik di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) penyelenggara. Yang dimaksud fasyankes penyelenggara yaitu meliputi fasyankes pemberi konsultasi dan fasyankes peminta konsultasi. Fasyankes pemberi konsultasi adalah fasyankes yang menerima permintaan dan memberikan pelayanan konsultasi telemedicine, yaitu
rumah sakit milik pemerintah pusat, daerah, dan swasta. Fasyankes peminta konsultasi adalah fasyankes yang mengirim permintaan konsultasi telemedicine,
berupa rumah sakit, fasyankes tingkat pertama, dan fasyankes lain. Pelayanan telemedicine yang diberikan
terdiri atas pelayanan (a) teleradiologi; (b) teleelektrokardiografi; (c)tele ultrasonografi;
(d) tele konsultasi klinis;
dan (f) pelayanan konsultasi
telemedicine lain sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi, telemedicine masih
memiliki tantangan salah satunya belum meratanya
akses internet di Indonesia, sehingga
sejumlah wilayah belum dapat menikmati layanan ini� (Litbang Kesehatan Baturaja, 2021).
Selain itu, belum meratanya jaringan internet di Indonesia dan masih
banyak masyarakat yang belum mengikuti perkembangan teknologi membuat masyarakat tersebut tidak dapat mengakses pelayanan konsultasi kesehatan melalui telemedicine.
Di sisi
lain, Delp & Manning (1981)
dalam bukunya yang berjudul Major
Physical Diagnosis menjelaskan, momok teknologi yang paling akhir adalah pendapat
bahwa komputer dan elektronik dapat menggantikan dokter dalam mengambil riwayat penderita. Hal ini seperti tidak
mungkin, sama halnya seperti ketakutan-ketakutan terdahulu
yang sudah dibuktikan. alasannya adalah bahwa komputer hanya berurusan dengan aspek kata-kata, sementara para dokter telah dididik dan dilatih untuk mencari
makna yang tersembunyi serta mempertimbangkan tanggapan-tanggapan yang diberikan
penderita di dalam keseluruhan konteks perasaan dan emosinya. Delp & Manning (1981)� menerangkan komputer dan teknologi digital kurang efektif kerjanya jika dibandingkan
dengan seorang dokter yang telah berpengalaman. Seperti contohnya dalam melokalisasi suatu penyakit di daerah perut, jika menggunakan
komputer dan teknologi
digital mungkin dokter harus sering kali mengajarkan kepada penderita untuk mengetahui anatomi yang dibutuhkan, sebelum dokter mengatakan banyak pertanyaan. Hal ini tentu juga dapat beresiko kesalahpahaman antara maksud dokter dan pasien. Sedangkan jika bertemu dengan
dokter secara langsung, dalam waktu yang singkat dokter yang bersangkutan dapat memperoleh keterangan yang cermat dan teliti dengan menyentuh
penderita tersebut dan menunjukan kepadanya tempat darimana nyeri tersebut berasal dengan mempergunakan tangannya langsung. Masalah yang dihadapi oleh komputer itu akan semakin
tidak dapat dikendalikan, kalau perasaan nyeri dari perut tersebut
memancar sampai ke daerah punggung
penderita, seperti yang terjadi pada penyakit-penyakit
yang menyerang pankreas dan
kandung empedu.
Selain itu, permasalahan yang tidak kalah pentingnya kenapa dokter dan teknologi tidak dapat menggantikan seorang dokter dalam mendiagnosis pasien. Dalam hal
ini karena diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang, hal ini sama
pentingnya dengan pengumpulan fakta pasien. Diagnosis pasien dalam pemeriksaan fisik seringkali menandai kontak yang pertama antara seorang dokter dan seorang penderita. Hal ini merupakan waktu
yang paling baik dan cocok untuk mulai membangun
dan membina serta mengembangkan suatu ikatan yang dapat menentukan apakah akhirnya dokter tersebut dapat menolong pasien tersebut atau tidak.
Selanjutnya, diberikan sejumlah pengobatan yang cukup berarti.
C. Inklusi Sosial
pada Pelayanan Kesehatan di Era Pandemi
Salah satu
dampak dari pandemi COVID-19 pada bidang kesehatan adalah keterbatasan akses masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hal tersebut penyebabkan kebutuhan telemedicine meningkat,
baik di daerah terpencil maupun di kota-kota besar. Terhambatnya akses pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan perlu diatasi dengan
mengembangkan pelayanan kesehatan secara digital
(BAPPENAS, 2021). Layanan digital bertujuan
agar semua masyarakat tetap dapat mengakses
layanan kesehatam di era pandemi sehingga menghindari adanya ketimpangan dalam bidang kesehatan. Belle-Isle,L., Benoit,C.,
dan Pauly, B (2014) menjelaskan ketimpangan
dalam bidang kesehatan terjadi akibat adanya relasi
yang tidak setara dalam kekuasaan yang mana dapat diatasi dengan
meningkatkan proses partisipatif
dalam penelitian, kebijakan dan pengembangan
program. Permasalahan ini dapat diatasi dengan
melibatkan strategi inklusi
sosial. Dalam hal ini, pemangku
kepentingan (individu dan organisasi) memainkan peran penting dalam
proses kebijakan dengan membentuk agenda kebijakan dan negosiasi hasil kebijakan dengan pembuat keputusan (Buse, Mays,
& Walt, 2005). Bentuk inkulsi
sosial pada pelayanan kesehatan dengan adanya revolusi industri 4.0 ialah dirahapkan semua masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan digital atau telemedicine. Peningkatan
penggnaan telemedicine
dapat dilihat dari jumlah penggunaan
salah satu aplikasi telemedicine yaitu
Halodoc. Menurut Head of Medical Halodoc,
pengguna aktif bulanan Halodoc mencapai 20juta pengguna hingga bulan Juli
2021. Jika dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, transaksi layanan kosnultasi dokter berbayar meningkat hampir 10 kali lipat (Lokadata, 2021).
Gambar 1
Tampilan Aplikasi User Telemedicine (Sumber: Olahan Penulis)
Aplikasi layanan telemedicine dapat dengan
mudah didapatkan dengan cara mengunduh
di semua smartphone. Akan tetapi,
belum meratanya jaringan internet di Indonesia dan belum
meratanya penggunaan teknologi digital pada masyarakat
Indonesia menyebabkan pelayanan
kesehatan berupa telemedicine tidak
dapat digunakan oleh semua masyarakat yang membutuhkan.
D.
Identifikasi Variable
Menurut F.N
Kerlinger Variabel merupakan
suatu konsep yang memiliki macam-macam nilai dari suatu
konsep yang dapat diubah. Sehingga konsep tersebut akan mendapatkan titik kesimpulan yang tepat dan terbaik. Dari permasalahan
yang sudah dijelaskan di atas, maka berikut
variabel yang digunakan:
1.
Variabel Konsultasi Kesehatan di Era Pandemi COVID-19
2.
Variabel�
Keterbatasan Akses
3.
Variabel�
Revolusi Industri 4.0
4.
Variabel�
Teknologi Berbasis Digital
5.
Variabel�
Telemedicine
6.
Variabel�
Belum
Meratanya Program
7.
Variabel�
Keterbatasan Teknologi
8.
Variabel�
Evaluasi dan Inovasi Program
9.
Variabel Penyuluhan dan Edukasi
E.
Analisis
masalah Menggunakanan Casual Loop Diagram
Gambar 2
Casual Loop Diagram Analisis Konsultasi Kesehatan Online
di Era Pandemi COVID-19
F.
Analisis
Deskriptif
Gambar
1 di atas adalah model Causal Loop Diagram (CLD) menggunakan pendekatan dalam pemecahan masalah dengan melihat kompleksitas dari sistem yang digambarkan dengan sebuah diagram berupa garis lengkung yang berujung panah yang menghubungkan satu faktor dengan
faktor lainnya. Pada setiap panah yang ada di dalam Causal Loop Diagram (CLD) terdapat tanda �S� yaitu sameness dan �O� yaitu
oppositeness. Tanda �S� dan �O� ini menunjukan hubungan keterkaitan antara satu faktor
dengan faktor lainnya. Tanda �S� dengan garis berwarna biru yang menandakan bahwa jika komponen yang mempengaruhi atau sebagai penyebabnya berubah atau meningkat
maka komponen yang dipengaruhinya akan berubah atau meningkat
juga dan tanda huruf �O� dengan garis berwarna merah menandakan akibatnya berlawanan dengan pengertian bila komponen yang mempengaruhi meningkat maka komponen yang dipengaruhinya menurun .
Berdasarkan Causal Loop Diagram
di atas terlihat bahwa variabel 1 yaitu Konsultasi Kesehatan di Era
Pandemi COVID-19 memiliki hubungan yang oppositeness
pada variabel 2 yaitu keterbatasan Akses dalam melakukan konsultasi kesehatan dan pengobatan dikarenakan sebagian besar fasilitas kesehatan di Indonesia menunda tindakan yang tidak mendesak, membatasi jam operasional dan membatasi jumlah kunjungan pasien terutama pada poliklinik. Variabel 2 memberi pengaruh ke variabel
3 yaitu Revolusi Industri 4.0, variabel 3 ini juga berhubungan dengan variabel 1 dan variable 4 yaitu Teknologi berbasis digital. Maksudnya disini adalah dengan
adanya pandemi COVID-19 tanpa disadari situasi ini telah
merubah pola perilaku masyarakat untuk memanfaatkan teknologi digital dalam keseharian yang mana hal ini adalah salah satu yang dicita-citakan dalam revolusi industri 4.0.�� Sebagai variabel ke 4, teknologi berbasis digital memiliki hubungan yang sameness
terhadap variabel ke 5 yaitu telemedicine. Variabel ke 5 juga memiliki hubungan yang
sameness terhadap variabel
1 dan memiliki oppositeness
terhadap variabel ke 6 yaitu belum
meratanya program. Maksudnya
disini adalah teknologi berbasis digital menciptakan sebuah inovasi pada bidang kesehatan yaitu konsultasi online
menggunakan telemedicine,
akan tetapi program ini belum merata
karena belum digunakan oleh semua sakit dan pelayanan kesehatan yang di cover
BPJS maupun tidak di cover.�������
Belum meratanya
program pada variabel ke 6,
memiliki hubungan yang oppositeness dengan
variabel 1 dan memiliki hubungan yang sameness
dengan variabel ke 7 yaitu keterbatasan
teknologi. Keterbatasan teknologi yang dimaksud adalah tidak semua
penyakit dapat didiagnosa dan ditangani dengan telemedicine,
hal ini tentu
menyebabkan pada beberapa case penyakit
tetap dibutuhkan konsultasi secara langsung dengan dokter. Selain itu, masih terdapat
masyarakat yang tidak mengikuti perkembangan teknologi digital yang membuat masyarakat tersebut tidak dapat mengakses
fasilitas konsultasi kesehatan online, yang
artinya belum meratanya program dan keterbatasan
teknologi menghambat konsultasi kesehatan online pada era pandemi
COVID-19. Oleh sebab itu, dikarenakan keterbatasan teknologi dan belum meratanya program yang merupakan kendala terhadap penggunaan telemedicine
untuk menunjang konsultasi kesehatan online pada era pandemi
maka dibutuhkannya variabel 8 yaitu evaluasi dan inovasi program dan variabel 9 yaitu penyuluhan dan edukasi sebagai leverage sebagai terobosan untuk menyelesaikan menjawab kendala yang ada pada variabel sebelumnya.
Kesimpulan
Pandemi COVID-19 tanpa
disadari telah merubah pola perilaku
masyarakat untuk memanfaatkan teknologi digital dalam kehidupan sehari sehari termasuk
bidang kesehatan, dikarenakan keterbatasan akses dalam konsultasi
ke dokter secara langsung, muncul program konsultasi online melalui
telemedicine. Pelayanan
kesehatan berupa konsultasi online melalui telemedicine membantu
masyarakat untuk mengkakses kesehatan di masa pandemi COVID-19. Akan tetapi, program
ini belum bisa digunakan secara efektif dikarenakan program ini belum dimiliki oleh semua rumah sakit
dan layanan kesehatan lainnya. Keterbatasan teknologi dalam mendiagnosis pasien juga menjadi kendala dalam konsultasi online melalui
telemedicine yang menyebabkan
pada beberapa kasus dibutuhkannya konsultasi dokter secara langsung.
Selain itu, di Indonesia masih banyak masyarakat
yang belum mengikuti perkembangan teknologi membuat masyarakat tersebut tidak dapat mengakses program konsultasi kesehatan online tersebut.
Oleh sebab itu, perlunya dilakukan evaluasi dan inovasi terhadap program konsultasi kesehatan online
agar dapat berjalan lebih efektif sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Penyuluhan
dan edukasi terhadap seluruh masyarakat juga diperlukan agar program dapat tersosialisasikan dengan baik kepada seluruh
masyarakat Indonesia. Menurut
Giddens (2000) Negara Kesejahteraan
adalah Negara berperan utama di dalam menyediakan kesejahteraan melalui sebuah sistem yang menawarkan berbagai jasa dan manfaat untuk memenuhi
kebutuhan utama masyarakat, seperti, kesehatan, pendidikan, perumahan, dan penghasilan. Peran
penting dari Negara Kesejahteraan adalah mengelola berbagai resiko yang dihadapi masyarakat selama hidup mereka, seperti,
sakit, disabilitas, PHK,
dan lansia.
Menurut Undang Undang Dasar 1945 �alinea ke-4 dinyatakan bahwa tujuan negara Indonesia adalah �mewujudkan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial� selain itu Pasal 34 ayat
1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945 juga menyatakan bahwa �fakir miskin
dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara,� dan �Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan.�
Dari kalimat
di atas sangat menegaskan
dan menyimpulkan bahwa
Indonesia adalah negara kesejahteraan
(welfare state) yang bersifat universal, yang artinya setiap warga negara berhak dijamin haknya untuk mendapatkan
kehidupan yang layak termasuk untuk mendapatkan jaminan sosial kesehatan yang sama. Akan tetapi, di tengah pandemi COVID-19 ini sebagian masyarakat
Indonesia memiliki permasalahan
dalam mengakses konsultasi kesehatan. Berikut rekomendasi yang dapat penulis berikan
agar konsultasi kesehatan
di masa pandemi ini dapat tetap berjalan
efektif dan sesuai dengan peran Indonesia sebagai negara warfare
satete:
➢ Menyaring dan menyeleksi
berdasarkan prioritas melalui layanan online. Pasien
dengan skala prioritas tinggi dan harus bertemu dengan
dokter untuk diagnosis yang
tepat diberikan jadwal bertemu dengan dokter di layanan kesehatan dengan jam yang sudah di atur melalui layanan
online setiap
pasiennya, hal ini dilakukan untuk
menghindari antrian dan kontak dengan banyak
orang pada layanan kesehatan.
Sedangkan pasien yang masih dapat ditangani
dengan obat simptomatik dapat ditangani melalui konsultasi online menggunakan
telemedicine.
➢ Percepat persebaran
layanan konsultasi online pada setiap
layanan kesehatan, baik yang di cover BPJS Kesehatan maupun
tidak agar pelayanan konsultasi online
dapat diakses oleh semua masyarakat Indonesia yang membutuhkan.
➢ Melakukan sosialisasi
mengenai konsultasi kesehatan online
dan mengenai perkembangan teknologi pada bidang kesehatan pada masa pandemi
COVID-19 ini agar seluruh masyarakat Indonesia tetap dapat mengakses konsultasi kesehatan.
➢ Mengedukasi dan membantu
masyarakat seluruh masyarakat Indonesia menggunakan pendekatan people based approach
yang memberdayakan skala komunitas besar yaitu pemerintah pusat hingga skala
komunitas kecil yaitu Rukun Warga
(RW) dan Rukun Tetangga
(RT), langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan ketika memiliki keluhan dan membutuhkan konsultasi ke dokter.
➢ Melakukan penyuluhan
pada dunia digital dengan memfokuskan
pada promotif dan preventif
mengenai gaya hidup sehat dan pencegahan-pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat
Indonesia untuk mengurangi pelayanan kuratif.
I would to thank Dra. Lugina Setyawati, M.A., Ph.D who have supported and
encouraged me to finish this article. Also, my family and friend who always
support me.
Kementerian
BAPPENAS (2021). Studi Pembelajaran Penanganan COVID-19 Indonesia.� Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Diakses melalui : https://covid19.go.id/storage/app/media/Hasil%20Kajian/2021/Februari/Buku%20Studi%20Pembelajaran%20Penanganan%20COVID-19_BAPPENAS.pdf
Belle-isle, L., Benoit, C., & Pauly, B. (2014). Addressing health
inequities through social inclusion: The role of community organizations. September
2015. https://doi.org/10.1177/1476750314527324
Buse, K., Mays, N., & Walt, G. (2005). Making health policy.
Maidenhead: Open University Press.
Delp, M. H., & Manning, R. T. (1981). Major Diagnosis = Major�s
physical diagnosis : an introduction to the clinical process. Google Scholar
DinKes Daerah Istimewa Yogyakarta. (2019). Kesehatan Dalam
Era Revolusi Industri 4.0. Dinkes Daerah Istimewa Yogyakarta, 7�9.
Giddens, A. (2000). The third way (jalan ketiga pembaruan
demokrasi sosial) Main.
Hasibuan, Z. A. (2007). Metodologi Penelitian Pada Bidang
Ilmu Komputer Dan Teknologi Informasi.
Hasmayanti. (2020). Tingkat Penerimaan Telemedisin Oleh
Dokter Pada Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri Universitas Hasanuddin Di Era
Revolusi Industri 4.0 Acceptance. In Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Google Scholar
Hidayaturrahmah, A. N. (2019). Analisis Dampak dari
Revolusi Industri 4.0 di Bidang Kesehatan. 0�4.
https://doi.org/10.31227/osf.io/bzfu7
HumasBPJSKesehatan. (2020). Mobile JKN Faskes Mudahkan
Komunikasi Antara Dokter Dengan Pasien JKN-KIS.
Indikator Kesehatan SDFs di Indonesia diunduh melalui Https://Ictoh-Tcscindonesia.Com/Wp-Content/Uploads/2017/05/Dra.-Ermalena-Indikator-Kesehatan-Sdgs-Di-Indonesia.Pdf
Joseph E Zins, Thomas R Kratochwill, S. N. E. (1993). Handbook
of consultation services for children : Applications in educational and
clinical settings. Google Scholar
Kebijakan Kesehatan Indonesia. Telemedicine:
Harapan baru untuk meningkatkan kapasitas RS daerah terpencil. Diakses melalui:https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/1483-telemedicine-harapan-baru-untuk-meningkatkan-kapasitas-rs-daerah-terpencil
Kebijakan Kesehatan Indonesia. Telemedicine: Harapan baru untuk meningkatkan kapasitas RS
daerah terpencil. Diakses melalui:https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/1
Kementerian Kesehatan. (2019). Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor
20 tahun 2019 tentang penyelenggaraan pelayanan.
LitbangkesBaturaja. (2021). Aplikasi Telemedicine
Berpotensi Merevolusi Pelayanan Kesehatan di Indonesia Aplikasi Telemedicine
Berpotensi Merevolusi Pelayanan Kesehatan di Indonesia.
Oktavira, B. A. (2019). Aturan tentang Konsultasi Dokter
Jarak Jauh (Telemedicine).
Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine
Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Puspitasari, S. T., & Dian, M. (2019). Need, Demand, Dan
Suplly Pada Kualitas Layanan Fasilitas Kesehatan Tingkat I Bpjs Kesehatan Era
Pandemi Covid-19 Di Wilayah Malang Raya. In Journal of Chemical Information
and Modeling (Vol. 53, Issue 9, pp. 1689�1699). Google Scholar
Schwab, K. (2017). The fourth
industrial revolution. Crown Business Press.
Surat Edaran
Nomor HK.02.01/MENKES/303/2020 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan melalui Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19
Tjandrawinata, R. (2016). Industri 4.0: revolusi industri
abad ini dan pengaruhnya pada bidang kesehatan dan bioteknologi. February.
https://doi.org/10.5281/zenodo.49404 Google Scholar
Undang Undang Dasar 1945.
(1945). 1�12. https://doi.org/10.31227/osf.io/498dh
Tofler, A. (1970). Future
shock. USA: Random House
Undang-Undang. 2016. Undang-Undang No 19 Tahun 2016. [internet]. [diunduh
2019 Desember 20] [tersedia
pada: https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/555/t/undangundang+nomor+19+tahun+2016+tanggal+25+november+2016]
Copyright
holder: Haifa Pasca Nadira Suar (2022) |
First
publication right: Syntax Literate:
Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |