Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, Special Issue No. 2, Februari 2022
PENYAKIT AKIBAT MAKANAN
SEBELUM DAN SESUDAH INTERVENSI HIGIENE SANITASI MAKANAN DI KANTIN PT. X, INDUSTRI KERTAS DI SUMATERA SELATAN, INDONESIA
Freddy Adiwinata, Bertrand
Maverick
Universitas Sriwijaya
(UNSRI) Palembang, Indonesia
Email : [email protected],
[email protected]
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan menyelidiki kebermaknaan hubungan antara angka kejadian penyakit akibat
makanan sebelum dan sesudah intervensi higiene sanitasi makanan di kantin perusahaan.
Setelah 2 kejadian luar biasa penyakit akibat makanan, manajemen perusahaan melakukan
beberapa intervensi higiene sanitasi makanan utnuk memperbaiki kondisi kantin sejak
Oktober 2019 sampai dengan Desember 2019. Peneliti membandingkan semua diagnosis
penyakit akibat makanan dari rekam medis klinik perusahaan yaitu dari September
2018 sampai September 2019 (sebelum intervensi) dan dari Januari 2020 sampai
September 2020 (sesudah intervensi). Dengan paired T-test dan Wilcoxon
Signed-Rank Test, taraf signifikansi < 0.05, peneliti mendapatkan p-value
sebesar 0.03125, artinya intervensi higiene dan sanitasi makanan dapat secara
bermakna menurunkan angka kejadian penyakit akibat makanan.
Kata Kunci : Makanan; Higiene; Penyakit; Intervensi; Perusahaan; Industri
Abstract
This study aims to investigate the significancy of the food-borne
diseases rate before and after food hygiene and sanitation intervention in a
company canteen. After two foodborne disease outbreaks, the company management
made some food hygiene and sanitation interventions to repair the canteen
condition since October 2019 to December 2019. Researcher compared all the
food-borne diagnoses from company clinic medical records, since September 2018
to September 2019 (before intervention) and since January 2020 since September
2020 (after intervention). With paired T-test and Wilcoxon Signed-Rank Test, with
significance < 0.05, researcher get p-value 0.03125, means food hygiene and
sanitation intervention can significantly decrease foodborne disease rate.
Keywords :
Food; Hygiene; Foodborne; Intervention; Company; Industry
Pendahuluan
Setiap manusia
membutuhkan makanan sebagai sumber energi untuk hidup
dan beraktifitas, namun
World Health Organization menegaskan bahwa kunci mempertahankan
kehidupan dan kesehatan
yang layak adalah dengan makan makanan
bergizi dan aman dalam jumlah yang cukup (Dutheil, Baker, & Navel, 2020). Makanan yang
tidak aman dikatakan bertanggung jawab atas 2 juta kematian manusia setiap
tahunnya. Makanan yang mengandung patogen dan zat kimia berbahaya menyebabkan lebih
dari 200 penyakit, mulai dari diare sampai kanker (Lee & Tashev, 2015).
Pekerja� adalah manusia yang membutuhkan
makanan sebagai sumber energi yang selain untuk beraktivitas tetapi juga
memelihara kesehatannya. Karena itu dibutuhkan makanan bergizi dan aman
yang� hanya bisa dihasilkan oleh penyedia
makanan yang melaksanakan higiene sanitasi makanan (Organization, 2015).
Food and
Agriculture Organization melalui Codex Alimentarius Commission mendefinisikan
keamanan pangan adalah jaminan pengolahan makanan sehingga tidak membahayakan
saat dimakan sesuai peruntukkannya oleh konsumen (Pernet & Ribi Forclaz, 2019).
Jaminan tersebut sangat penting karena makanan dapat terkontaminasi di fase
manapun dari rantai tahapan pengolahan makanan, mulai dari tempat diproduksinya
bahan makanan, transportasi, penyimpanan, pengolahan sampai penyajian sesaat
sebelum dimakan konsumen (Dutheil et al., 2020). Bahan
kimia dan mikroorganisme yang berbahaya dapat mengkontaminasi makanan tersebut
dan menimbulkan penyakit akibat makanan (Alum, Urom, & Ben, 2016). Diare
adalah jenis penyakit akibat makanan yang paling banyak terjadi (Laxminarayan et al., 2020).
Penyakit akibat
makanan dapat disebabkan oleh kontaminan, penanganan makanan yang tidak tepat,
alergen. Sedangkan kontaminan dapat berupa bahan kimia (contohnya zat
pembersih, pestisida), bahan fisik (contohnya rambut, pecahan kaca), bahan
biologi (contohnya mikroba dari penjamah makanan, permukaan tempat kerja, air
yang tercemar) (Shi, Liu, & Zhang, 2015).
Penyakit akibat
makanan dapat bermacam-macam, namun yang paling
sering adalah diare atau gastroenteritis (Le et al., 2018). Penyakit
lainnya dapat seperti disentri dan demam tifoid (Richardson, Abraham, & Bond, 2012). Sedangkan
untuk penyebabnya, Feltes mengkaji 612 kejadian luar biasa
penyakit akibat makanan di Brazil sejak tahun 2007 sampai 2016 dan menyimpulkan bahwa penyebab utamanya adalah Escherichia coli, Salmonella spp,
dan Staphylococcus aureus dengan gejala
diare, nyeri perut, mual, dan muntah (Camino Feltes, Arisseto-Bragotto, & Block, 2017). Dalam
peneltiannya di kantin universitas di Uganda, Baluka pun mendapatkan E. Coli
dan Salmonella sebagai kontaminan (BALUKA, MILLER, & KANEENE, 2015). Gejalanya pun bermacam-macam, meskipun
yang terbanyak adalah diare, namun dapat juga mual, muntah, abdominal
discomfort, kram perut, buang air besar darah, panas (Ochenjele et al., 2015).
Diare oleh WHO didefinisikan
sebagai buang air besar cair lebih
dari 3 kali dalam 24 jam (Stab & Gurevych, 2017). Diare
merupakan diagnosis klinis
yang ditegakkan oleh seorang
dokter tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium secara khusus. Pengobatannya bersifat simptomatik jadi tidak membedakan
penyebabnya, apakah E. Coli
atau Salmonella spp. atau
yang lain. Pemberian antibiotik
hanya bila didapatkan keadaan pasien yang buruk, panas tinggi, atau
buang air besar cair yang bercampur darah (Barr & Smith, 2014).
Woldt dalam
kaji literaturnya dari 1.403 artikel jurnal selama 20 tahun terakhir mendapatkan bahwa makanan lebih penting
daripada air dalam menjadi media penyebaran diare di negara berkembang (Woldt, Moy, & Egan, 2015).
Rute transmisi
terbanyak adalah fecal-oral
melalui air yang terkontaminasi;
jari yang terkontaminasi dari tinja sendiri,
anak/ bayi, orang dewasa yang tidak dapat mengurus diri sendiri, hewan
peliharaan, atau hama; lalat; penggunaan
tinja sebagai pupuk atau irigasi
yang terkontaminasi (Woldt et al., 2015).
Penjamah makanan
berperan penting dalam hal ini,
terkadang pengetahuan yang dimiliki tidak sejalan dengan praktiknya di lapangan. Hal ini dibuktikan oleh Ko, dalam penelitiannya di pusat pelatihan juru masak di Taiwan, Ko mendapatkan aspek sanitasi yang sering diabaikan para penjamah makanan dengan tidak mencuci secara
benar (Furuse et al., 2020). Karena itu� dibutuhkan sebuah acuan diketahui
dan disepakai oleh semua
stakeholder termasuk para penjamah
makanan, dan untuk pelaksanaannya perlu diaudit berkala. Hal ini disampaikan oleh Tappes bahwa� standard operasional
higiene sanitasi makanan penting untuk dikembangkan di sebuah institusi penyedia makanan mencegah terjadinya penyakit akibat makanan (Tappe-Theodor, King, & Morgan, 2019). Di Indonesia sendiri, pemerintah telah mengeluarkan acuan tersebut dalam Permenkes nomor 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga (Kemenkes, 2011). Acuan
tersebut mengatakan bahwa higiene sanitasi
makanan yang dilakukan oleh
jasaboga atau dalam hal ini
kantin terdiri dari 5 aspek yaitu
aspek bangunan, aspek fasilitas sanitasi, aspek peralatan makan, aspek pengelolaan dan aspek penjamah makanan. Acuan ini senada juga dengan acuan di Amerika Serikat yang termaktub dalam Food Code dari U.S. Food
and Drug Administration (Kemenkes, 2011).
Meskipun tujuan
utama dari pelaksanaan higiene sanitasi makanan adalah mencegah penyakit akibat makanan, tapi tidak
ada satupun penelitian yang melaporkan dampak langsung tujuan utama ini,
hal ini diungkapkan
Insfran-Rivarola dalam
meta-analisisnya yang mencakup
1094 artikel jurnal yang dipublikasi mulai dari Januari 1997 sampai Desember 2019 (Insfran-Rivarola et al., 2020). Berdasarkan
hal ini, peneliti berharap bahwa penelitian ini dapat menjadi
penelitian pertama di dunia
yang dapat menunjukkan pengaruh intervensi higiene sanitasi makanan terhadap jumlah penyakit akibat makanan.
PT. X adalah
pabrik kertas yang didirikan di propinsi Sumatera Selatan, Indonesia. PT. X
berada di tengah hutan kayu akasia sebagai bahan bakunya dengan jalur transportasinya
melalui sungai Musi. Karena lokasinya yang terpencil dan terisolasi, maka PT. X
mengolah sendiri air minumnya dan untuk semua karyawan (3000 orang) tinggal
dalam area pabrik diberi jatah makan tiga kali sehari dan bila jatah tersebut
tidak digunakan akan hangus. Untuk penyediaan makanan, PT. X bekerjasama
dengan 6 kantin. Kantin-kantin
tersebut diberikan tempat untuk menyimpan, memasak, dan menjual makanannya
kepada para karyawan setiap hari.
Untuk pengobatan
medis, manajemen bekerja sama dengan sebuah rumah sakit untuk mendirikan
klinik. Biaya pengobatan ditanggung sepenuhnya oleh pihak perusahaan. Karena
pertimbangan ini, peneliti melihat bahwa kondisi ini ideal untuk melihat dampak
intervensi higiene sanitasi makanan (dalam hal ini kantin) terhadap penyakit
akibat makanan (dalam hal ini, infeksi saluran cerna) yaitu karena tempat yang
terisolasi semua karyawan makan dari kantin yang sama, semua karyawan bila
sakit akan ke klinik yang sama. Hal yang sama terjadi pada klinik, semua pasien
yang datang adalah karyawan perusahaan yang makan dari kantin yang sama.
Ada 2 kejadian
luar biasa penyakit akibat makanan yang terjadi di perusahaan, pertama di bulan
Juni 2019 karena tekwan (makanan tradisional Palembang) mengenai 23 karyawan
dan di bulan Agustus 2019 karena air yang tercemar mengenai 41 karyawan.
Kebanyakan gejalanya adalah muntah, mual, dan diare, mereka semua diobati di
klinik dan tidak ada yang perlu dirawat di rumah sakit. Setelahnya manajemen
perusahaan berkonsultasi dengan ahli�
higiene� dan sanitasi makanan dan
mulai dari Oktober 2019 sampai Desember 2019 secara bertahap, pihak manajemen
melakukan beberapa perbaikan kepada pihak kantin.
Sesuai Permenkes
nomor 1096 tahun 2011 bahwa higiene sanitasi makanan di kantin terdiri dari 5
aspek, yaitu: aspek bangunan, aspek fasilitas sanitasi, aspek peralatan, aspek
pengelolaan, dan aspek penjamah makanan (Kemenkes, 2011).
Intervensi aspek
bangunan, dengan pintu yang dapat menutup sendiri setelah dibuka, untuk
mencegah kucing dapat masuk. Begitu pula dengan
penutupan lubang-lubang di dinding dan langit-langit untuk mencegah tikus dapat masuk.
Pemasangan kawat nyamuk di semua jendela dan lubang ventilasi untuk
mencegah lalat masuk. Pemisahan antara gudang penyimpanan bahan makanan dengan
gudang barang-barang lain yang tidak ada hubungannya dengan bahan makanan.
Pembangunan asrama tersendiri untuk tempat tinggal para penjamah makanan yang
terpisah dari gedung pengolahan makanan.
Untuk aspek
fasilitas sanitasi, setiap kantin dalam 1 kali sebulan wajib menutup kantinnya
dan melakukan pembersihan total seharian. Diberlakukan jadwal setiap hari untuk
pembersihan selokan dan kamar mandi. Hal tersebut untuk membasmi kecoa yang sering ditemukan pada saluran pembuangan air yang tidak lancar dan dapur yang kotor. Juga untuk pengadaan air, dibangun water
treatment plant dengan alat
reverse osmosis dan proses klorinisasi untuk membunuh kuman, yang menghasilkan air yang
layak untuk dipergunakan dalam proses pengolahan makanan. Dan
pengantian tempat sampah yang awalnya terbuka menjadi tertutup, untuk
mengurangi kerumunan lalat.
Sedangkan untuk
intervensi peralatan, dipasang instalasi air panas untuk pencucian alat dapur
dan alat makan-minum. Lalu diadakan wadah besar penyajian terbuat dari
aluminium dengan dasar air yang dididihkan dengan listrik, untuk mempertahankan
makanan matang yang tersaji harus dalam keadaan panas. Membuat etalase
penyajian dari kaca dengan pintu kaca yang dapat digeser. Perbaikan kulkas yang
rusak alat pengukur suhunya; pengadaan kulkas khusus untuk daging, sayur, dan
makanan setengah matang. Kulkas tidak boleh diisi oleh barang� pribadi, seperti botol air minum, atau sisa
makanan pribadi
Aspek
pengelolaan dilakukan dengan pembatasan waktu penyajian makanan di etalase,
tidak boleh lebih dari 4 jam. Pemberitahuan berulang-ulang untuk disiplin cuci
tangan, setiap kali keluar dari kamar mandi atau memegang sesuatu yang tidak
berhubungan dengan proses pengolahan makanan. Pelarangan penjamah makanan untuk
tidur di gudang penyimpanan makanan. Kerjasama lintas departemen yaitu General
Affairs untuk pengambilan sampah setiap hari. Gabungan tim GA dan HSE
mengadakan audit berkala dilakukan oleh pihak manajemen dan bila ada temuan,
maka kantin yang bersangkutan diberikan denda yang mahal.
Aspek penjamah
makanan, semua penjamah makanan diwajibkan mendapatkan pelatihan higiene dan
sanitasi makanan dan dilakukan penyegaran secara berkala. Lalu pemeriksaan
kesehatan para penjamah makanan saat pertama kali masuk dan secara berkala
setiap 6 bulan.
Jadi masalah
dalam penelitian ini adalah apakah intervensi higiene sanitasi makanan di
kantin yang dilakukan oleh pihak manajemen dapat menurunkan angka kejadian
diare. Peneliti berhipotesis bahwa jumlah kejadian penyakit akibat makanan akan
berkurang setelah intervensi.
Metode Penelitian
Pada penelitian
ini, digunakan data dari rekam medis pasien klinik perusahaan PT. X, dimulai
dari September 2018 sampai Agustus 2019 (sebelum intervensi) dan Januari 2020 � Oktober 2020 (sesudah intervensi). Peneliti mengambil diagnosa yang berkaitan dengan penyakit akibat pencernaan yaitu abdominal
discomfort, diare, disentri,
gastroenteritis, dan demam tifoid)
Metode analisis
yang digunakan adalah
Wilcoxon Signed-Rank Test dikarena sampel diagnosis yang diamati berjumlah hanya 5 jenis (abdominal discomfort, diare,
disentri, gastroenteritis, dan demam
tifoid). Analisis dilakukan berdasarkan urutan sebagai berikut:
Untuk pengolahan
data, peneliti menggunakan
software R dan Python.
Hasil dan Pembahasan
Berikut adalah data dan visualisasinya:
Tabel
1
Jumlah
Diagnosis yang Berkaitan dengan
Penyakit Akibat Makanan Sebelum dan Sesudah Intervensi
JENIS DIAGNOSIS |
SEBELUM INTERVENSI |
SETELAH INTERVENSI |
Abdominal discomfort |
12 |
4 |
Diare |
239 |
173 |
Disentri |
2 |
0 |
Gastroenteritis |
670 |
183 |
Demam tifoid |
10 |
6 |
Gambar 1
Jumlah Diagnosis yang Berkaitan dengan
Penyakit Akibat Makanan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Peneliti menggunakan Wilcoxon Signed-Rank Test, diperoleh hasil sebagai berikut:
Wilcoxon signed rank test
data:��� Jumlah_Kejadian by group
V = 15, p-value = 0,03125
alternative hypothesis: true location shift is greater than 0
a. Hipotesis
H0: Jumlah kejadian penyakit akibat makanan
bertambah atau tetap setelah intervensi.
H1: Jumlah kejadian penyakit akibat makanan
berkurang setelah intervensi
b. Taraf signifikansi
Taraf signifikansi yang digunakan adalah 0.05
Statistik uji
Pada output tersebut terlihat nilai p-value adalah 0.03125
c. Keputusan
Pada� taraf�
signifikansi� 0.05,� H0�
ditolak.�� Sehingga dapat
disimpulkan bahwa jumlah kejadian penyakit akibat makanan menurun secara
bermakna sesudah dilakukan intervensi.
Pembangunan
asrama tersendiri untuk tempat tinggal para penjamah makanan yang terpisah dari
gedung pengolahan makanan. Hal ini sesuai anjuran dari pemerintah untuk
menghindari terjadinya kontaminasi silang (Kemenkes, 2011).
Pemasangan
kawat nyamuk di semua jendela dan lubang ventilasi untuk mencegah lalat masuk. Pengantian
tempat sampah yang awalnya terbuka menjadi tertutup, untuk mengurangi kerumunan
lalat. Begitupun dengan pengambilan sampah setiap hari oleh petugas divisi
General Affairs, dapat mengurangi lalat dan hama lain seperti tikus dan kecoa.
Membuat etalase� penyajian dari kaca
dengan pintu kaca yang dapat digeser, sehingga tidak ada lalat yang dapat
hinggap di makanan yang tersaji. Hal ini sesuai dengan penelitian Woldt yang
mengatakan lalat sebagai salah satu vektor pada rute oral faecal (Woldt et al., 2015).
Pembuatan pintu yang dapat menutup sendiri setelah dibuka, untuk mencegah kucing dapat masuk. Begitu pula dengan penutupan lubang-lubang di dinding dan langit-langit untuk mencegah tikus dapat masuk. Hal ini sesuai dengan penjelasan oleh Scott bahwa hewan yang masuk ke dalam area pengolahan makanan, dapat menjadi perantara yang memindahkan bakteri ke makanan (Scott & Storper, 2003).
Pelarangan penjamah makanan untuk tidur di gudang penyimpanan makanan, karena biasanya dalam gudang penyimpanan makanan lebih sejuk karena mesin ac selalu hidup. Juga pemisahan antara gudang penyimpanan bahan makanan dengan gudang barang-barang lain yang tidak ada hubungannya dengan bahan makanan. Hal ini sesuai dengan penelitian Walker yang memperlihatkan penyimpanan bahan makanan yang tidak benar dapat menimbulkan kontaminasi silang (Kwakkel, Walker, & Marchau, 2010).
Untuk pengadaan air, dibangun water treatment plant dengan alat reverse osmosis� dan proses klorinisasi untuk membunuh kuman, yang menghasilkan air yang layak untuk dipergunakan dalam proses pengolahan makanan. Hal ini sesuai dengan penemuan WHO bahwa pengelolaan air (mematangkan air sampai mendidih dan klorinisasi) dan penampungan air bersih dapat menurunkan angka kejadian kontaminasi pada makanan sebesar 45% (Han, Yu, & Tashev, 2014).
Memasang instalasi air panas untuk pencucian alat dapur dan alat makan-minum, merupakan salah satu upaya menyucihamakan perlengkapan tersebut dan mencegah terjadi kontaminasi silang (Grappasonni et al., 2018).
Perbaikan kulkas yang rusak alat pengukur suhunya; pengadaan kulkas khusus untuk daging, sayur, dan makanan setengah matang adalah cara penyimpanan bahan makanan dalam suhu yang benar untuk mencegah percepatan pembusukan dan kontaminasi silang (Rowarth, Dauphinee, Denbigh, & Gunawardena, 2020).
Pengadaan wadah besar aluminium dengan dasar air yang dididihkan dengan listrik, untuk mempertahankan makanan matang yang tersaji harus dalam keadaan panas adalah cara untuk penyajian makanan dalam suhu aman, karena bila tidak berada dalam suhu amam maka dengan adanya kadar air dan nutrisi yang cukup, mikroba dalam makanan akan berkembang biak dengan sangat cepat (Woldt et al., 2015).
Setiap kantin dalam 1
kali sebulan wajib menutup kantinnya dan melakukan pembersihan total seharian. Diberlakukan jadwal setiap hari untuk pembersihan selokan dan kamar mandi. Hal tersebut untuk
membasmi kecoa yang sering ditemukan pada saluran pembuangan air yang tidak lancar dan dapur yang kotor. Malik membuktikan bahwa kecoa adalah serangga
yang sering menjadi media penularan penyakit akibat makanan melalui penelitiannya dari 300 dapur di Lahore,
Pakistan (Malik, 2013). Sejalan dengan
hal itu WHO mengatakan bahwa risiko kontaminasi makanan dapat dikurangi 28%
dengan memperbaiki sanitasi termasuk saluran air kotor (Han et al., 2014).
Pembatasan
waktu penyajian makanan di etalase, tidak boleh lebih dari 4 jam. Hal ini
sesuai dengan ajuran dari Food Code, karena bila lebih dari 4 jam, jumlah
mikroba yang sudah sudah terakumulasi sudah mencapai dosis yang dapat
menyebabkan penyakit (Stein & Castanotto, 2017).
Semua
penjamah makanan wajib mendapatkan pelatihan higiene dan sanitasi makanan dan
dilakukan penyegaran secara berkala. Bahwa pelatihan dan edukasi dapat
meningkatkan pengetahuan para penjamah makanan sehingga dapat menerapkannya
dalam proses pengolahan makanan, hal ini sejalan dengan hasil yang didapatkan
oleh Adane di Ethiopia (Adane, Teka, Gismu, Halefom, & Ademe, 2018). Hal yang sama diungkapkan oleh Gautam
dalam thesis PhDnya di Nepal bahwa pengubahan perilaku melalui pelatihan dan
penataan dapur terbukti dapat mengurangi kontaminasi coliforms dan E. Coli pada
makanan (Gautam, 2015).
Pemeriksaan
kesehatan para penjamah makanan saat pertama kali masuk dan secara berkala
setiap 6 bulan. Hal ini untuk menjamin bahwa penjamah makanan tidak menjadi
sumber penularan penyakit akibat makanan yang dapat berbahaya untuk konsumen (Kemenkes, 2011).
Pemberitahuan
berulang-ulang untuk disiplin cuci tangan, setiap kali keluar dari kamar mandi
atau memegang sesuatu yang tidak berhubungan dengan proses pengolahan makanan.
Hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba. Hal ini sesuai dengan
penelitian Sneed� yang meneliti bakteri
L. casei pada dapur 123 keluarga di Kansas, Amerika Serikat (Sneed et al., 2015). WHO mendapatkan terjadi penurunan 23%
angka kejadian kontaminasi makanan bila mencuci tangan dengan sabun (Han et al., 2014).
Audit
berkala dilakukan oleh pihak manajemen dan bila ada temuan, maka kantin yang
bersangkutan diberikan denda yang mahal. Todd mengatakan sebagus apa pun
peraturan dan protokol namun bila tidak ada pengawasan dan penegakan disiplin
pelaksanaannya, hasilnya akan kurang daripada yang diharapkan (Corbett et al., 2020). Karena diharapkan dengan adanya
pelaksanaan higiene makanan yang tepat dapat menurunkan 33% kejadian
kontaminasi makanan (Tegmark et al., 2006).
Manajemen telah melakukan berbagai
intervensi perbaikan higiene sanitasi makanan di kantin sesuai dengan saran
dari konsultan higiene sanitasi mengacu kepada penelitian terkini,
perundang-undangan dan best practices di dunia. Meskipun belum ada penelitian
yang menunjukan dampak langsung perbaikan higiene sanitasi makanan akan
menurunkan angka penyakit akibat makanan, namun telah banyak penelitian yang
menunjukan ada pengurangan angka kejadian kontaminasi mikroba pada makanan.
Sehingga sesuai yang dihipotesis peneliti bahwa terjadi penurunan angka
kejadian penyakit akibat makanan yang bermakna setelah dilakukan intervensi
perbaikan higiene sanitasi makanan.
Kesimpulan
Penelitian ini membuktikan secara
langsung bahwa perbaikan higiene sanitasi kantin dapat menurunkan angka
kejadian penyakit akibat makanan.
Adane, Metadel, Teka, Brhanu, Gismu, Yirga, Halefom,
Goitom, & Ademe, Muluneh. (2018). Food hygiene and safety measures among
food handlers in street food shops and food establishments of Dessie town,
Ethiopia: a community-based cross-sectional study. PloS One, 13(5),
e0196919.
Google
Scholar
Alum, Eucharia Akanele, Urom, SMOC, &
Ben, Chukwu Mary Ahudie. (2016). Microbiological contamination of food: the
mechanisms, impacts and prevention. Int. J. Sci. Technol. Res, 5(3),
65�78. Google Scholar
BALUKA, Sylvia Angubua, MILLER, RoseAnn,
& KANEENE, John Baligwamunsi. (2015). Hygiene practices and food
contamination in managed food service facilities in Uganda. African Journal
of Food Science, 9(1), 31�42. Google Scholar
Barr, Wendy, & Smith, Andrew. (2014).
Acute diarrhea in adults. American Family Physician, 89(3), 180�189. Google Scholar
Camino Feltes, Maria Manuela,
Arisseto-Bragotto, Adriana Pavesi, & Block, Jane Mara. (2017). Food
quality, food-borne diseases, and food safety in the Brazilian food industry. Food
Quality and Safety, 1(1), 13�27. Google Scholar
Corbett, Kizzmekia S., Flynn, Barbara,
Foulds, Kathryn E., Francica, Joseph R., Boyoglu-Barnum, Seyhan, Werner, Anne
P., Flach, Britta, O�Connell, Sarah, Bock, Kevin W., & Minai, Mahnaz. (2020).
Evaluation of the mRNA-1273 vaccine against SARS-CoV-2 in nonhuman primates. New
England Journal of Medicine, 383(16), 1544�1555. Google Scholar
Dutheil, Fr�d�ric, Baker, Julien S., &
Navel, Valentin. (2020). COVID-19 as a factor influencing air pollution? Environmental
Pollution, 263, 114466. Google Scholar
Furuse, Yuki, Sando, Eiichiro, Tsuchiya,
Naho, Miyahara, Reiko, Yasuda, Ikkoh, Ko, Yura K., Saito, Mayuko, Morimoto,
Konosuke, Imamura, Takeaki, & Shobugawa, Yugo. (2020). Clusters of
coronavirus disease in communities, Japan, January�April 2020. Emerging
Infectious Diseases, 26(9), 2176. Google Scholar
Gautam, Omprasad. (2015). Food hygiene
intervention to improve food hygiene behaviours, and reduce food contamination
in Nepal: an exploratory trial. London School of Hygiene & Tropical
Medicine.
Google
Scholar
Grappasonni, I., Petrelli, F., Scuri, S.,
Mahdi, S. S., Sibilio, F., & Amenta, F. (2018). Knowledge and attitudes on
food hygiene among food services staff on board ships. Ann Ig, 30(2),
162�172. Google Scholar
Han, Kun, Yu, Dong, & Tashev, Ivan.
(2014). Speech emotion recognition using deep neural network and extreme
learning machine. Interspeech 2014. Google Scholar
Insfran-Rivarola, Andrea, Tlapa, Diego,
Limon-Romero, Jorge, Baez-Lopez, Yolanda, Miranda-Ackerman, Marco,
Arredondo-Soto, Karina, & Ontiveros, Sinue. (2020). A systematic review and
meta-analysis of the effects of food safety and hygiene training on food
handlers. Foods, 9(9), 1169. Google Scholar
Kemenkes, R. I. (2011). Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096 Tentang Higiene Sanitasi
Jasaboga. Jakarta. Google Scholar
Kwakkel, Jan H., Walker, Warren E., &
Marchau, Vincent A. W. J. (2010). Classifying and communicating uncertainties
in model-based policy analysis. International Journal of Technology, Policy
and Management, 10(4), 299�315. Google Scholar
Laxminarayan, Ramanan, Wahl, Brian, Dudala,
Shankar Reddy, Gopal, K., Mohan B, Chandra, Neelima, S., Jawahar Reddy, K. S.,
Radhakrishnan, J., & Lewnard, Joseph A. (2020). Epidemiology and
transmission dynamics of COVID-19 in two Indian states. Science, 370(6517),
691�697. Google Scholar
Le, Robert Q., Li, Liang, Yuan, Weishi,
Shord, Stacy S., Nie, Lei, Habtemariam, Bahru A., Przepiorka, Donna, Farrell,
Ann T., & Pazdur, Richard. (2018). FDA approval summary: tocilizumab for
treatment of chimeric antigen receptor T cell‐induced severe or life‐threatening
cytokine release syndrome. The Oncologist, 23(8), 943�947. Google Scholar
Lee, Jinkyu, & Tashev, Ivan. (2015). High-level
feature representation using recurrent neural network for speech emotion
recognition. Interspeech 2015. Google Scholar
Malik, Khalid. (2013). Human development
report 2013. The rise of the South: Human progress in a diverse world. The
Rise of the South: Human Progress in a Diverse World (March 15, 2013).
UNDP-HDRO Human Development Reports. Google Scholar
Ochenjele, George, Ho, Bryant, Switaj, Paul
J., Fuchs, Daniel, Goyal, Nitin, & Kadakia, Anish R. (2015). Radiographic
study of the fifth metatarsal for optimal intramedullary screw fixation of
Jones fracture. Foot & Ankle International, 36(3), 293�301. Google Scholar
Organization, World Health. (2015). WHO
estimates of the global burden of foodborne diseases: foodborne disease burden
epidemiology reference group 2007-2015. World Health Organization. Google Scholar
Pernet, Corinne A., & Ribi Forclaz,
Amalia. (2019). Revisiting the Food and Agriculture Organization (FAO):
international histories of agriculture, nutrition, and development. The
International History Review, 41(2), 345�350. Google Scholar
Richardson, Michelle, Abraham, Charles,
& Bond, Rod. (2012). Psychological correlates of university students�
academic performance: a systematic review and meta-analysis. Psychological
Bulletin, 138(2), 353. Google Scholar
Rowarth, Nathan M., Dauphinee, Adrian N.,
Denbigh, Georgia L., & Gunawardena, Arunika Hlan. (2020). Hsp70 plays a
role in programmed cell death during the remodelling of leaves of the lace
plant (Aponogeton madagascariensis). Journal of Experimental Botany, 71(3),
907�918. Google Scholar
Scott, Allen, & Storper, Michael.
(2003). Regions, globalization, development. Regional Studies, 37(6�7),
579�593. Google Scholar
Shi, Peng, Liu, Ming, & Zhang, Lixian.
(2015). Fault-tolerant sliding-mode-observer synthesis of Markovian jump
systems using quantized measurements. IEEE Transactions on Industrial
Electronics, 62(9), 5910�5918. Google Scholar
Sneed, Penny K., Mendez, Joe, Vemer-van den
Hoek, Johanna G. M., Seymour, Zachary A., Ma, Lijun, Molinaro, Annette M.,
Fogh, Shannon E., Nakamura, Jean L., & McDermott, Michael W. (2015).
Adverse radiation effect after stereotactic radiosurgery for brain metastases:
incidence, time course, and risk factors. Journal of Neurosurgery, 123(2),
373�386. Google
Scholar
Stab, Christian, & Gurevych, Iryna.
(2017). Parsing argumentation structures in persuasive essays. Computational
Linguistics, 43(3), 619�659. Google Scholar
Stein, Cy A., & Castanotto, Daniela.
(2017). FDA-approved oligonucleotide therapies in 2017. Molecular Therapy,
25(5), 1069�1075. Google Scholar
Tappe-Theodor, Anke, King, Tamara, &
Morgan, Michael M. (2019). Pros and cons of clinically relevant methods to
assess pain in rodents. Neuroscience & Biobehavioral Reviews, 100,
335�343. Google Scholar
Tegmark, Max, Eisenstein, Daniel J.,
Strauss, Michael A., Weinberg, David H., Blanton, Michael R., Frieman, Joshua
A., Fukugita, Masataka, Gunn, James E., Hamilton, Andrew J. S., & Knapp,
Gillian R. (2006). Cosmological constraints from the SDSS luminous red
galaxies. Physical Review D, 74(12), 123507. Google Scholar
Woldt, Monica, Moy, Gerald G., & Egan,
Rebecca. (2015). Improving Household Food Hygiene in a Development Context. Food
and Nutrition Technical Assistance III Project; USAID: Washington, DC, USA. Google Scholar
Copyright holder: Freddy Adiwinata,
Bertrand Maverick (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |