Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, Special Issue No. 1, Januari 2022
Indah Setiowati1, Tubagus Ismail2, Moch. Abdul Kobir3
1Universitas Terbuka, Serang, Indonesia
2Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, Indonesia
3Kementerian Keuangan, Jakarta, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perencanaan dan komitmen organisasi terhadap kinerja pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik pada Pemerintah Daerah. Penelitian dilakukan pada 4 Pemerintah Daerah lingkup wilayah kerja KPPN Serang. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis verifikatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan berpengaruh signifikan terhadap penyerapan anggaran dan kinerja pengelolaan DAK Fisik sedangkan komitmen organisasi tidak signifikan pengaruhnya. Hal ini memperkuat teori yang sudah ada bahwa di bawah kondisi aturan yang ketat dan berisiko, Pemerintah Daerah cenderung menolak risiko dan berhati-hati dalam melaksanakan strategi pelaksanaan kegiatan DAK Fisik. Akibatnya, implementasi anggaran akan melambat dan pelaksanaan perencanaan strateginya buruk, terbukti dengan banyak program dan kegiatan yang gagal salur atau pelaksanaannya tidak sesuai dengan perencanaan sehingga menyebabkan sisa DAK Fisik di Rekening Kas Umum Daerah menjadi membengkak. Faktor perencanaan merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja. Perencanaan yang baik dapat meningkatkan penyerapan anggaran dan kinerja Pemerintah Daerah dalam pengelolaan DAK Fisik. Pemerintah Daerah perlu meningkatkan kualitas perencanaan, komitmen organisasi dan kualitas Sumber Daya Manusia. Adapun metodenya adalah sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman Pemerintah Daerah terhadap Peraturan Penyaluran DAK Fisik dan training/pelatihan bagi para operator DAK Fisik (BPKAD dan OPD). Diperlukan koordinasi yang baik dari masing- masing pihak, baik internal Pemerintah Daerah maupun dengan KPPN.
Kata Kunci: dana� alokasi khusus fisik; penganggaran berbasis kinerja; penyerapan anggaran; perencanaan; komitmen organisasi
Abstract
This study aims to analyze the effect of planning
and organizational commitment on the
management performance of the Funds For Physical Development in local governments. The research was conducted on
4 local governments within the scope of
work area of KPPN Serang. The data analysis technique in this study used descriptive analysis and verification
analysis. The results showed that planning had
a significant effect on budget absorption and physical DAK management
performance, while organizational commitment had no significant effect.
This reinforces the existing theory that under strict and risky regulatory conditions, local governments tend to be risk averse
and cautious in implementing the strategy for
implementing Physical DAK activities. As a result, budget implementation will slow down and the implementation of
strategic planning will be poor, as evidenced
by many programs and activities that fail to channel or their
implementation is not in accordance
with the plan, causing the remaining Physical DAK in the Regional General
Treasury Account to swell. The planning factor is a very important
factor in the implementation of performance-based budgeting. Good planning can increase budget absorption and local government performance in managing
Physical DAK. Local governments need to improve
the quality of planning, organizational commitment and the quality
of Human Resources. The method is socialization
to increase local government's understanding of the Regulations for the Distribution of Physical DAK and
training/training for Physical DAK operators
(BPKAD and OPD). Good coordination is needed from each party, both
internal to the local government and with the
KPPN.
Keywords: funds
for physical development in local governments; performance-based budgeting; budget absorption; planning; organizational commitment
Kinerja instansi pemerintah menggambarkan tingkat pencapaian sasaran/tujuan organisasi dan penjabaran dari visi, misi, dan strategi organisasi yang menunjukkan berhasil atau tidaknya pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Realisasi anggaran yang rendah dan tidak merata menunjukkan kinerja instansi pemerintah yang belum optimal. Pola penumpukan pencairan anggaran ini terjadi juga dalam penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik. DAK Fisik merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan prioritas nasional. Penyaluran DAK Fisik dilakukan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang tersebar di seluruh Indonesia, pada tahun 2019 terdapat 173 KPPN yang menyalurkan DAK Fisik. Sebelum tahun 2017 penyaluran DAK Fisik dilakukan melalui KPPN Jakarta II.
Sampai dengan saat ini, sudah enam tahun berjalan sejak penyaluran DAK Fisik dilakukan melalui KPPN. Kondisi penyaluran pada tahun anggaran 2017-2019 sebagai berikut:
(Data Slide Paparan Direktur Pengelolaan Anggaran DJPb Februari 2020)
Menurut data di atas, penyaluran DAK Fisik secara nasional masih sangat rendah pada awal tahun anggaran sehingga terjadi penumpukan belanja pemerintah pada akhir tahun anggaran. Padahal, seharusnya, penyerapan anggaran dilakukan secara merata sepanjang tahun dan dapat dimulai sejak triwulan I.
KPPN Serang selaku Kuasa Pengguna Anggaran Penyaluran DAK Fisik ditugaskan untuk menyalurkan, memantau dan mengevaluasi penyaluran DAK Fisik pada Pemerintah Daerah Provinsi Banten, Kota Cilegon, Kabupaten Serang, dan Kota Serang. Pagu DAK Fisik yang diberikan pada tahun 2017 sebesar Rp403,72 M pada tahun 2018 sebesar Rp323,12 M, dan pada tahun 2019 sebesar Rp399,24 M. Pagu DAK Fisik yang dikelola tersebut merupakan jumlah yang cukup besar dalam proporsi APBN sehingga memerlukan pertanggungjawaban yang besar pula.
Pola penumpukan pencairan anggaran ini juga terjadi di KPPN Serang. Bahkan, dari sisi jumlah dan waktu, penyerapan anggaran tahun 2017-2019 KPPN Serang masih berada di bawah capaian nasional. Pada tahun 2017, penyerapan anggaran baru dimulai pada triwulan II sebesar 25,03%. Pada triwulan III sebesar 39% dan pada triwulan IV meningkat menjadi 70,16%. Di tahun 2018, penyerapan baru dimulai pada triwulan II sebesar 9,63%. Pada triwulan III meningkat menjadi 51,58% dan pada triwulan IV melonjak menjadi 91,03%. Di tahun 2019, penyaluran baru dimulai pada triwulan III sebesar 32,14% dan melonjak tajam pada triwulan IV menjadi sebesar 91,19%. Dari tahun ke tahun penyerapan anggaran terlihat meningkat, tetapi tidak merata sehingga dapat mempengaruhi kinerja pelaksanaan anggaran. Tidak proporsionalnya penyerapan anggaran berdampak pada kinerja keuangan pemerintah pusat dan daerah serta akan berdampak pula pada kualitas kegiatan tersebut.
Pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah dalam bentuk DAK Fisik direalisasikan berupa peningkatan sarana
untuk kepentingan masyarakat. Keterlambatan
atas hal tersebut, akan menyebabkan pemanfaatannya menjadi terhambat. Barang dan jasa yang disediakan dalam waktu yang terbatas kualitasnya akan
cenderung buruk. Proyek kegiatan
DAK Fisik yang gagal salur
akibat wanprestasi menyebabkan idle
money (dana menganggur) di Rekening Kas Umum Daerah yang menunjukkan inefisiensi dan inektivitas dalam pengelolaan keuangan pemerintah yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian negara. Mengingat sumber-sumber penerimaaan negara yang terbatas, maka seharusnya sumber dana tersebut dapat dioptimalkan guna mendanai kegiatan yang strategis dan menjadi prioritas, sehingga alokasi kegiatan perlu dilakukan secara efektif dan efisien.
Pelaksanaan penyaluran Dana Alokasi Khusus menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja. Dalam penganggaran berbasis kinerja, yang diukur bukan hanya besaran dana yang dihabiskan, tetapi bagaimana kinerja pelaksanaan anggaran yang terlihat pada output dan outcome yang dihasilkan. Apakah serapan dana berbanding lurus dengan capaian outputnya. Untuk menghasilkan suatu output dan outcome yang baik, harus dilakukan pembiayaan/input yang tepat waktu. Kondisi penyerapan anggaran yang tinggi namun output dan outcome-nya rendah menunjukkan pelaksanaan kegiatan yang tidak efektif. Maka perlu dilakukan suatu pengukuran yang melibatkan �masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcome), manfaat (benefits), dan dampak (impact) suatu program dan kegiatan.
Pemerintah Daerah dalam penyaluran DAK Fisik, merupakan implementasi dari teori keagenan. Dalam teori keagenan ada dua pihak yang saling berkaitan yaitu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam hal ini Pemerintah Pusat bertindak sebagai principal yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah sebagai agent. Pemerintah Daerah mendapatkan alokasi pagu DAK Fisik, kemudian diberikan wewenang untuk mengelola serta mengambil keputusan berdasarkan kepentingan Pemerintah Pusat. (Michael & William, 1976) dalam teori agensi mengasumsikan bahwa manajer tidak suka risiko dan usaha. Di bawah lingkungan yang ketat dan berisiko, manajer menolak risiko dan sering memilih untuk bertindak hati-hati dalam melaksanakan strategi yang mengarah pada implementasi anggaran yang lebih lambat dan pelaksanaan strategi yang buruk, terutama ketika peningkatan risiko tidak dikaitkan dengan imbalan yang lebih besar seperti yang biasa terjadi di lembaga pemerintah. Bukti menunjukkan bahwa manajer yang mengambil risiko tanpa kompensasi yang memadai untuk risiko ini akan menunjukkan kinerja yang buruk. Buruknya implementasi anggaran oleh pengelola keuangan berpotensi menghambat pengembangan Pemerintah Daerah pada khususnya dan memiliki dampak terhadap perekonomian secara nasional.
Penelitian ini dilakukan atas dasar ketidaksamaan dari hasil-hasil penelitian sebelumnya. (Kadyrov et al., 2017) dalam risetnya mengungkapkan bahwa faktor perencanaan merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap kinerja anggaran. (Kung et al., 2013) dan (Irawati, 2017) menyimpulkan anggaran berbasis kinerja secara signifikan dan positif sangat dipengaruhi oleh perencanaan. (Aliabadi et al., 2019) menyimpulkan bahwa penganggaran berhubungan langsung dengan perencanaan dan pengendalian kegiatan manajemen, sedangkan (Howcroft, 2006) menyatakan bahwa perencanaan keuangan tidak dilaksanakan karena mengancam distribusi kekuasaan yang ada dalam organisasi keuangan. (Van Gelderen & Bik, 2016) dan (Oyewobi et al., 2019)
mengungkapkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja. (Mauro et al., 2019) mengungkapkan bahwa praktik penganggaran berbasis kinerja menuntut komitmen dalam organisasi, didukung dengan kapasitas teknis dan kapasitas manajerial. (Alkaraan, 2018) mengungkapkan bahwa pelatihan staf dapat mempengaruhi sikap dasar yaitu kesiapan menerima perubahan. sedangkan Berbeda dengan (Pratiwi et al., 2019) yang mengungkapkan bahwa komitmen organisasi mampu memoderasi pengaruh karakteristik tujuan anggaran terhadap kinerja anggaran namun tidak mampu memoderasi pengaruh karakteristik tujuan anggaran terhadap kinerja manajerial.
� Penelitian
ini mengungkapkan pentingnya meningkatkan kualitas perencanaan di Pemerintah Daerah. Proses perencanaan yang
tidak matang atas DAK Fisik akan membuat pelaksanaannya menjadi terhambat.
� Perlunya
meningkatkan komitmen organisasi di Pemerintah Daerah. Komitmen organisasi juga dapat menjadi penghalang
terhadap kelancaran pelaksanaan DAK Fisik.
Ketidakkonsistenan pimpinan membuat pelaksana di tingkat bawah akan mengalami
kebimbangan atas pelaksananaan
DAK Fisik.
� Perlunya meningkatkan pemahaman Pemerintah Daerah terkait peraturan- peraturan DAK Fisik melalui sosialisasi dan pelatihan teknis.
� Perlunya
koordinasi antara KPPN dan Pemda, termasuk memberikan edukasi dan penegasan agar tidak menyelesaikan segala
sesuatunya pada saat/menjelang batas waktu akhir.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis meneliti pengaruh perencanaan dan komitmen organisasi terhadap kinerja pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik yang ada di Lingkup Wilayah Bayar KPPN Serang. Pada penelitian sebelumnya belum mengkaji hubungan antara perencanaan dan komitmen organisasi terhadap kinerja dan kaitannya dengan penyerapan anggaran. DAK Fisik menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja yang berorientasi pada hasil atau capaian keluaran. Namun pada pengelolaan belanja pemerintah penyerapan anggaran merupakan tolok ukur apakah realisasi pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah sudah berjalan sesuai rencana, hal ini berkaitan dengan pembangunan fisik (sarana dan prasarana) untuk fasilitas umum, dan pada akhirnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat akan mencerminkan seberapa baik kinerja pengelolaan DAK Fisik. Maka dalam penelitian ini variabel penyerapan anggaran ditambahkan sebagai variabel intervening.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan analisa
secara kuantitatif terkait pengaruh
perencanaan dan komitmen organisasi terhadap pelaksanaan dan pengelolaan DAK fisik pada Pemerintah Daerah.
Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi Kementerian Keuangan, terutama dapat dijadikan bahan masukan
dalam menentukan kebijakan
pelaksanaan DAK fisik serta dalam rangka berkontribusi secara langsung terhadap pelaksanaan kelancaran penyaluran
DAK fisik pada masa yang akan datang. Untuk
Pemerintah Daerah, terutama bagi Kepala Daerah dan jajarannya bahwa DAK Fisik adalah dana TKDD dari Pemerintah Pusat yang orientasinya adalah pada output
dan outcome, sehingga Pemerintah Daerah dapat menjalankan dengan baik kebijakan dan regulasi tentang DAK Fisik di kemudian hari. Harapan lain agar penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi serta acuan pada masa yang akan datang terutama terkait penelitian anggaran berbasis kinerja.
(Michael & William, 1976) mengungkapkan hubungan keagenan sebagai hubungan kontrak antara principal (pemilik) dan agent (manajer), principal memberikan mandat kepada agent untuk mengambil keputusan. Sebagai agent, manajer memiliki tanggung jawab secara moral untuk memaksimalkan keuntungan pemilik (principal). Di sisi lain, terdapat kepentingan agent untuk memaksimalkan kesejahteraan mereka sendiri. Dalam teori keagenan, hubungan antara principal dan agent pada dasarnya sulit tercipta akibat kepentingan yang saling bertentangan (conflict if interest). Pertentangan dan tarik-menarik ini menimbulkan permasalahan yang dikenal sebagai Asymmetric Information (AI), yaitu ketidakseimbangan informasi akibat distribusi informasi yang tidak sama antara principal dan agent.
Menurut Eisenhardt (1989), teori keagenan (agency theory) dilandasi oleh beberapa asumsi antara lain asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) dan tidak menyukai risiko (risk averse). Asumsi keorganisasian menekankan bahwa terdapat konflik antar anggota organisasi dan terdapat asimetri informasi antara principal dan agent. Asumsi tentang informasi menekankan bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Adanya asimetri informasi ini dapat menimbulkan permasalahan yang disebabkan kesulitan principal dalam memonitor dan mengontrol tindakan- tindakan agent. (Michael & William, 1976) menyatakan bahwa permasalahan tersebut berupa moral hazard dan adverse selection. Moral hazard adalah permasalahan yang muncul jika agent tidak melaksanakan hal- hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja. Sementara adverse selection adalah suatu keadaan principal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan diambil oleh agent berdasarkan informasi yang diperoleh atau terjadi akibat kelalaian dalam tugas.
Pada sektor publik, hubungan keagenan tersebut juga terlihat dalam pengelolaan anggaran. Pemerintah Pusat telah mengalokasikan anggaran DAK Fisik dalam APBN untuk kemudian ditransfer ke Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, Pemerintah Pusat bertindak sebagai principal (pemilik) dan Pemerintah Daerah bertindak sebagai agent (manajer). Pemerintah Pusat berkepentingan agar Pemerintah Daerah menjalankan tugas sesuai dengan yang telah ditetapkan. Pemerintah Daerah selaku pihak penerima manfaat Dana Alokasi Khusus berkewajiban menunjukkan kinerja terbaiknya dan mempertanggungjawabkan realisasi anggaran kepada pemerintah pusat.
Permasalahan yang timbul adalah ketika Pemerintah Daerah (agent) merasa tidak perlu ikut menanggung risiko sebagai akibat pengambilan keputusan yang salah. Risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh Pemerintah Pusat (principal) karena Pemerintah Daerah tidak ikut menanggung risiko maka mereka cenderung untuk membuat keputusan yang tidak optimal. Di bawah kondisi aturan yang ketat dan berisiko, Pemerintah Daerah cenderung menolak risiko dan berhati-hati dalam melaksanakan strategi. Hal ini mengarah pada implementasi anggaran yang lebih lambat dan pelaksanaan strategi yang buruk. Hal ini terutama terjadi karena di dalam pemerintahan, peningkatan risiko tidak dikaitkan dengan peningkatan imbalan yang lebih besar.
(Bastian, 2020) menyebutkan sebuah organisasi yang memiliki visi, misi dan rencaana strategis tentunya memiliki orientasi pada output. Hal ini berkaitan erat dengan anggaran berbasis kinerja sebagai sistem penganggaran yang berorientasi pada output.
PP No.21 tahun 2004 pasal 7 ayat 1 menyebutkan bahwa penganggaran dan hasil yang ditargetkan berkaitan erat dengan anggaran berbasis kinerja, dengan mempertimbangkan faktor efisiensi. Dalam pasal 7 ayat 2 dijelaskan bahwa menyebutkan bahwa dalam penganggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan.
Maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah dalam menjalankan APBN yang memiliki sasaran dan tujuan yang jelas, sangat membutuhkan anggaran berbasis kinerja sebagai instrumen kebijakan untuk satu atau lebih kegiatan. Oleh karena itu, setiap rupiah yang dibelanjakan dalam APBN harus dapat dipertanggungjawabkan manfaatnya kepada DPR dan masyarakat luas.
Langkah awal dalam penganggaran berbasis kinerja adalah membuat rencana kerja, selanjutnya dana yang diperlukan dihitung dengan memperhatikan keluaran atau hasil sesuai target yang telah ditetapkan. Kemudian anggaran diusulkan sesuai dengan rencana kerja yang telah disusun dari program, kegiatan sampai dengan keluaran yang diharapkan. Penyusunan fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja diperlukan, tetapi yang terpenting adalah perencanaan kinerja yang akan dicapai berupa keluaran/hasil dari program atau kegiatan yang akan dilaksanakan.
Perencanaan strategis diperlukan dalam penyusunan rencana kerja. Rencana strategis berisi visi, misi, tujuan, sasaran yang akan dicapai oleh suatu kementerian negara, kebijakan-kebijakan yang diambil untuk mendukung sasaran dimaksud, serta program dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu jangka menengah. Perencanaan strategis juga mencakup berbagai hambatan, dari dalam maupun dari luar yang dapat menghalangi pencapaian tujuan dan sasaran yang diharapkan, dan melibatkan struktur organisasi yang dirancang sesuai dengan perencanaan strategisnya.
Ukuran keberhasilan suatu kegiatan dilihat dari pencapaian kinerja berupa keluaran yang seimbang antara anggaran, kuantitas, dan kualitas. Keberhasilan
kegiatan menjadi tanggung jawab pelaksana kegiatan, dalam hal ini pimpinan satuan kerja.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Kegunaan atas disalurkannya DAK Fisik antara lain sebagai pelaksanaan desentralisasi fiskal dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, untuk memperkuat potensi, prioritas, dan kekuatan daerah, untuk pemerataan pembangunan antara pusat dan daerah, untuk meningkatkan perekonomian di seluruh daerah, sebagai Peningkatan layanan pemerintah kepada masyarakat.
Terdapat tahapan utama dalam siklus APBN DAK Fisik, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan monitoring penyaluran. Di tahap perencanaan, DJPK yang berperan sebagai Pembantu Pengguna Anggaran (PPA) membuat DIPA Induk Alokasi DAK Fisik; kemudian DIPA dirinci menjadi DIPA Petikan DAK Fisik per KPPN. DIPA Petikan berisi alokasi dana tiap Kabupaten/Kota, berupa rencana kerja tahunan yang akan dijadikan dasar penyusunan kontrak kinerja tahunan. Di tahap pelaksanaan, DJPK selaku PPK menetapkan KPPN sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). KPPN akan menerbitkan SPP, SPM dan SP2D untuk menyalurkan DAK Fisik dari RKUN ke RKUD. Di Tahap pelaporan, Pemerintah Daerah akan menyampaikan laporan realisasi/pelaksanaan anggarannya ke KPPN sebagai syarat penyaluran tahap selanjutnya. Di tahapan monitoring penyaluran, KPPN melakukan pemantauan dan evaluasi untuk kemudian dilaporkan secara berjenjang ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharan dan kemudian ke Direktorat Pelaksanaan Anggaran selaku Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik.
DAK Fisik diklasifikasikan menjadi tiga antara lain DAK Reguler, DAK Afirmasi dan DAK Penugasan. Fungsi DAK Reguler
adalah sebagai program
pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat secara merata,
terutama pada pemenuhan pelayanan dasar. Fungsi DAK Afirmasi adalah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan pelayanan dasar pada lokasi prioritas yang termasuk kategori daerah perbatasan, kepulauan, tertinggal dan transmigrasi (Area/Spatial Based). Sedangkan fungsi DAK Penugasan pada dasarnya
adalah untuk menyukseskan program prioritas nasional di daerah, dengan program
kegiatan yang spesifik pada lokasi
tertentu.
(Mahsun, 2006) mengatakan bahwa kinerja merupakan pencapaian suatu kegiatan/program/kebijakan yang dijalankan agar dapat memenuhi sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi sesuai dengan perencanaan strategisnya. Kinerja identik dengan prestasi atau tingkat keberhasilan.
Keberhasilan kinerja suatu instansi pemerintah diukur melalui pengguna layanannya dalam bentuk indikator yang jelas. (Bastian, 2020) mengungkapkan suatu kinerja dapat dikatakan mencapai hasil jika secara kuantitatif dan kualitatif memiliki
unsur masukan (inputs),
keluaran (outputs), hasil (outcome), manfaat (benefits), dan dampak (impact).
(Halim, 2014) menyatakan penyerapan anggaran sebagai tingkat pencapaian target berupa realisasi anggaran dalam kurun waktu tertentu, yang pada umumnya disebut sebagai pencairan anggaran. Penyerapan anggaran suatu instansi dituangkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada saat tertentu.
(Kuncoro, 2015) berpendapat bahwa dalam suatu periode anggaran, penyerapan anggaran dilakukan setelah perencanaan dan penetapan anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya akan dilakukan pengawasan dan pertanggungjawaban atas penyerapan anggaran tersebut. Suatu penyerapan dianggap baik apabila realisasinya sesuai dengan perencanaan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan perencanaan sebagai proses menentukan urutan pilihan yang tepat untuk bertindak di masa depan dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimilikinya.
Perencanaan merupakan bagian terpenting dalam siklus anggaran karena perencanaanlah yang akan menentukan arah pelaksanaan anggaran dan penentu tercapainya sebuah sasaran dengan baik. Perencanaan menjadi dasar dalam mekanisme penganggaran, seperti penyusunan rencana pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam periode waktu tertentu. Perencanaan yang disusun dengan baik bukan merupakan jaminan untuk menghasilkan realisasi anggaran yang baik karena adanya faktor teknis lain di lapangan. Namun, jika perencanaan tidak disusun dengan baik, dipastikan realisasi yang dihasilkan juga akan buruk.
Sistem penganggaran berbasis kinerja relevan dengan sistem perencanaan pembangunan nasional. Dengan demikian, belanja negara akan optimal jika didukung dengan perencanaan yang baik. Di dalam perencanaan pembangunan nasional dirumuskan sasaran-sasaran kinerja nasional yang dimulai dari rencana pembangunan jangka panjang, perencanaan pembangunan jangka menengah sampai dengan perencanaan pembangunan tahunan yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tahapan dalam perumusan Rencana Pembangunan Nasional meliputi menyusun rencana, menetapkan rencana, mengendalikan pelaksanaan rencana, dan mengevaluasi pelaksanaan rencana.
(Moorhead & Griffin, 2013) menyatakan bahwa seseorang yang mengidentifikasikan dirinya dan merasa terikat pada sebuah organisasi sebagai orang yang memiliki komitmen organisasi. Ketika seseorang berkomitmen ia akan memiliki rasa keanggotaan yang tinggi dan cenderung merasa lebih puas. Sebaliknya orang yang kurang memiliki komitmen akan memandang dirinya sebagai orang luar,
cnederung merasa tidak puas dan tidak menpunyai perasaan sebagai bagian dari organisasi dalam jangka panjang. Jadi, komitmen organisasi dapat diartikan sebagai keloyalan karyawan pada tempatnya bekerja. Orang yang loyal akan tetap bertahan dalam situasi yang sulit, terlibat aktif dalam pencapaian tujuan organisasi dan tidak berkeinginan untuk meninggalkan organisasi dalam situasi apapun.
(Armstrong, 2006) menjelaskan bahwa komitmen berkaitan erat dengan keterikatan dan loyalitas anggota organisasi. Keterlibatan seseorang dan identifikasi dirinya sebagai anggota organisasi menjadi kekuatan yang bersifat relatif pada sebuah organisasi. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi terlihat dari keinginannya yang kuat agar tetap menjadi bagian dari organisasi, yakin dan menerima sungguh-sungguh akan nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta bersedia dan berupaya keras untuk mendukung kepentingan organisasi.
Kinerja anggaran telah banyak diteliti sebelumnya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan, ditemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja anggaran. (Kadyrov et al., 2017) mengungkapkan faktor yang paling kuat pengaruhnya terhadap kinerja anggaran adalah faktor perencanaan. (Kung et al., 2013) juga mengungkapkan bahwa perencanaan mempengaruhi kinerja anggaran. (Irawati, 2017) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara perencanaan terhadap anggaran berbasis kinerja. (Aliabadi et al., 2019) menyimpulkan bahwa penganggaran berhubungan langsung dengan perencanaan dan pengendalian kegiatan manajemen. Oleh karena itu, penting untuk menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran dan mengalokasikan sumber daya secara efisien untuk memaksimalkan hasil. Bertentangan dengan hal tersebut, (Howcroft, 2006) menyatakan bahwa perencanaan keuangan tidak dilaksanakan karena mengancam distribusi kekuasaan yang ada dalam organisasi keuangan.
(Van Gelderen & Bik, 2016) menyebutkan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja. Senada dengan hal tersebut, (Oyewobi et al., 2019) mengungkapkan bahwa komitmen organisasi mempengaruhi kinerja. (Mauro et al., 2019) mengungkapkan bahwa praktik penganggaran berbasis kinerja menuntut komitmen dalam organisasi, didukung dengan kapasitas teknis dan kapasitas manajerial. Komitmen dapat terkikis tidak hanya oleh guncangan eksternal atau perubahan internal, tetapi juga oleh interaksi timbal balik di antara orang-orang dalam organisasi. (Alkaraan, 2018) mengungkapkan bahwa pelatihan staf dapat mempengaruhi sikap dasar yaitu kesiapan menerima perubahan. Berbeda dengan hal tersebut, (Nawastri & Rohman, 2015) menyatakan bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap efektivitas anggaran berbasis kinerja.
(Pratiwi et al., 2019) mengungkapkan bahwa realisasi anggaran mempengaruhi kinerja anggaran. Hal itu berarti terdapat kesesuaian antara alokasi dan pemakaian sumber daya keuangan dengan perencanaan anggaran yang telah disetujui dan telah mampu meningkatkan kinerja anggarannya. Sementara itu, (Rakhman, 2019) mengungkapkan bahwa rendahnya realisasi anggaran menghambat pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Penyebab implementasi anggaran yang rendah adalah implementasi program yang tidak efektif dan kepala daerah gagal melaksanakan program yang telah direncanakan.
Rangkuman definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 1
Definisi Operasional Variabel
Variabel |
Keterangan |
P |
Perencanaan |
KO |
Komitmen Organisasi |
PA |
Penyerapan Anggaran |
KPD |
Kinerja Pemerintah Daerah |
Sumber: Diolah oleh penulis
Konsep teori keagenan menjelaskan bahwa principal memberi kewenangan kepada agent untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Jika kedua belah pihak mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai organisasi, maka diyakini agent akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal. Principal sebagai pemberi amanah memiliki hak dan wewenang untuk meminta agent sebagai pemegang amanah untuk mempertanggungjawabkan dan melaporkan segala aktivitas dan kegiatan sehubungan dengan tugas-tugasnya, serta melaporkan masalah-masalah yang timbul.
Dalam pengelolaan DAK Fisik pada Pemerintah Daerah Lingkup Wilayah Kerja KPPN Serang, masalah-masalah tersebut antara lain perencanaan dan komitmen organisasi, apakah sudah menghasilkan kinerja penyerapan DAK Fisik sesuai dengan Rencana Kegiatan (RK) yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan penyerapan dana sebagai variabel mediasi.
Hipotesis dalam penelitian ini:
H1: Terdapat pengaruh signifikan positif antara perencanaan terhadap penyerapan anggaran
H2:��� Terdapat pengaruh signifikan positif antara komitmen organisasi penyerapan anggaran
H3: Terdapat pengaruh signifikan positif antara perencanaan terhadap kinerja Pemerintah Daerah
H4: Terdapat pengaruh signifikan positif antara komitmen organisasi terhadap kinerja Pemerintah Daerah
H5: Terdapat pengaruh signifikan positif antara penyerapan anggaran terhadap kinerja Pemerintah Daerah
H6: Terdapat pengaruh signifikan positif antara perencanaan kinerja Pemerintah Daerah melalui penyerapan anggaran
H7: Terdapat pengaruh signifikan positif antara komitmen organisasi terhadap kinerja Pemerintah Daerah melalui penyerapan anggaran
Data primer digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner
dengan seperangkat pernyataan
tertulis dan pilihan untuk dijawab oleh responden.�� Penelitian dilakukan pada seluruh Pemerintah Daerah lingkup wilayah
kerja KPPN Serang sebanyak 4 (empat)
Pemda, yaitu Pemda Provinsi Banten, Pemda Kabupaten Serang, Pemda Kota Cilegon,
dan Pemda Kota Serang, dengan jumlah populasi
sebanyak 123 orang. Metode purposive sampling
digunakan untuk menentukan sampel, dengan jumlah sampel
sebanyak 82 orang. Skala pengukuran
dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal.
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis
verifikatif. Analisis deskriptif
digunakan untuk menggambarkan kondisi nyata dari setiap variabel yang ada di lapangan, apakah Pemerintah
Daerah pada lingkup wilayah kerja KPPN Serang
sudah memiliki kinerja yang baik. Sedangkan analisis verifikatif menggunakan Partial Least Squares � Structural Equation
Modeling (PLS-SEM) yang
digunakan untuk untuk
menguji hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat apakah ada hubungan
atau pengaruh antar konstruk tersebut
Software yang digunakan adalah SmartPLS 3.2.4.
Model persamaan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 1 Model Persamaan
Structural Equation Modelling (SEM) merupakan suatu confirmatory technique yang merupakan lawan dari explanatory analysis. Hubungan kausalitas digambarkan dengan diagram jalur, kemudian bahasa pemrograman mengkonversi gambar menjadi persamaan, dan kemudian menjadi estimasi. Dalam diagram jalur, hubungan antara konstruk yang satu dan konstruk yang lain diwakili oleh anak panah. Konstruk tersebut dibedakan menjadi konstruk eksogen dan konstruk endogen. Konstruk eksogen merupakan variabel independen yang tidak diprediksi oleh variabel lain dalam model, sedangkan konstruk endogen merupakan variabel yang diprediksi oleh satu atau lebih
konstruk. Perencanaan (P) dan komitmen organisasi (KO) sebagai variabel eksogen, secara langsung mempengaruhi variabel penyerapan anggaran (PA) dan kinerja pengelolaan anggaran (KPA) sebagai variabel endogen terlihat dalam model persamaan di atas.
Model persamaan menggambarkan pengaruh perencanaan dan komitmen organisasi terhadap kinerja pengelolaan DAK Fisik pada Pemerintah Daerah yang dimediasi oleh penyerapan anggaran.
A. Hasil Penelitian
R2 digunakan untuk mengevaluasi pengujian struktural dalam PLS, variabel dependen dan nilai koefisien path serta variabel independen dinilai signifikansinya berdasarkan nilai t-statistik setiap path. Adapun model struktural penelitian dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2 Model Standardized
Gambar 3 Model T-Value
Persamaan yang didapat dari gambar di atas adalah sebagai berikut: KPD = 0,074*KO + 0,234*P + 0,491*PA , R2 = 0,491
PA = 0,082*KO + 0,564*P, R2 = 0,379
Kesimpulan dari persamaan di atas adalah nilai R2 KPD sebesar 0,491, artinya KPD dipengaruhi oleh KO, P, dan PA sebesar 49,1%. KO memiliki koefisien jalur sebesar 0,074 dengan arah positif artinya terdapat hubungan yang searah. Peningkatan KO sebesar 1 satuan akan meningkatkan KPD sebesar 0,074 dan sebaliknya. P memiliki koefisien jalur sebesar 0,234 dengan arah positif artinya terdapat hubungan yang searah. Peningkatan P sebesar 1 satuan akan meningkatkan KPD sebesar 0,234 dan sebaliknya. PA memiliki koefisien jalur sebesar 0,491 dengan arah positif artinya terdapat hubungan yang searah. Peningkatan PA sebesar 1 satuan akan meningkatkan KPD sebesar 0,491 dan sebaliknya.
Nilai R2 PA sebesar 0,379, artinya PA dipengaruhi oleh KO dan P sebesar 37,9%. KO memiliki koefisien jalur sebesar 0,082 dengan arah positif artinya terdapat hubungan yang searah. Peningkatan KO sebesar 1 satuan akan meningkatkan PA sebesar 0,082 dan sebaliknya. P memiliki koefisien jalur sebesar 0,564 dengan arah positif artinya terdapat hubungan yang searah. Peningkatan P sebesar 1 satuan akan meningkatkan PA sebesar 0,564 dan sebaliknya.
Nilai t-statistik digunakan untuk mengukur signifikansi model perkiraan dalam pengujian model structural. Nilai t-statistik antara variabel independen ke variabel dependen dalam tabel path coefficient berikut:
Tabel 2
Path Coefficients (Mean,
STDEV, T-Values)
|
Original Sample (O) |
Sample Mean (M) |
Standard Deviation (STDEV) |
T Statistics (|O/STDEV|) |
P Values |
P -> PA |
0.564 |
0.571 |
0.098 |
5.744 |
0.000 |
KO -> PA |
0.082 |
0.079 |
0.119 |
0.693 |
0.244 |
P -> KPD |
0.234 |
0.253 |
0.127 |
1.835 |
0.034 |
KO -> KPD |
0.074 |
0.066 |
0.107 |
0.695 |
0.244 |
PA -> KPD |
0.491 |
0.483 |
0.138 |
3.554 |
0.000 |
P -> PA -> KPD |
0.277 |
0.274 |
0.086 |
3.233 |
0.001 |
KO -> PA -> KPD |
0.040 |
0.042 |
0.063 |
0.640 |
0.261 |
Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis
Hipotesis |
t hitung |
Kesimpulan |
P -> PA |
5.744 |
Terdapat pengaruh signifikan |
KO -> PA |
0.693 |
Tidak Terdapat pengaruh Signifikan |
P -> KPD |
1.835 |
Terdapat pengaruh Signifikan |
KO -> KPD |
0.695 |
Tidak Terdapat pengaruh Signifikan |
PA -> KPD |
3.554 |
Terdapat pengaruh Signifikan |
P -> PA -> KPD |
3.233 |
Terdapat pengaruh signifikan |
KO -> PA -> KPD |
0.640 |
Tidak Terdapat pengaruh Signifikan |
nilainya > 1,65 artinya terdapat pengaruh
1. Pengaruh Perencanaan terhadap
Penyerapan Anggaran
Hasil pengujian data kuantitatif membuktikan adanya pengaruh positif yang signifikan variabel perencanaan yang terdiri dari penyusunan rencana, pelaksanaan rencana, dan evaluasi rencana terhadap penyerapan anggaran. Nilai t yang positif yaitu sebesar 5,744 dengan p value sebesar 0,000 menunjukkan bahwa perencanaan mempunyai hubungan yang searah dengan penyerapan anggaran. Artinya, jika tingkat perencanaan semakin baik maka akan semakin baik pula tingkat penyerapan anggarannya.
Senada dengan hasil tersebut, (Irawati, 2017) dan (Kung et al., 2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara perencanaan terhadap kinerja anggaran. (Kung et al., 2013) menunjukkan bahwa meskipun model perencanaan anggaran secara keseluruhan memediasi pengaruh penekanan anggaran terhadap kinerja manajemen dan organisasi, model tersebut secara parsial memediasi pengaruh penekanan anggaran terhadap kepuasan anggaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perencanaan berpengaruh positif terhadap kinerja penyerapan anggaran maka diperlukan perencanaan yang baik dalam melaksanakan penyerapan anggaran. Penelitian (Rickards, 2008) menunjukkan bahwa perencanaan sangat diperlukan untuk mencegah pemborosan. pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara perencanaan anggaran terhadap tingkat penyerapan anggaran. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis pertama diterima.
Hasil pengujian kuantitatif diperoleh hasil bahwa komitmen organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan anggaran. Artinya, semakin tinggi tingkat komitmen organisasi yang dimiliki oleh pengelola DAK Fisik, tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penyerapan anggaran. Nilai t yang positif sebesar 0,693 dengan p value sebesar 0,244 menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan perencanaan mempunyai hubungan yang searah dengan penyerapan anggaran, tetapi nilainya tidak signifikan. Artinya, semakin baik tingkat komitmen organisasi tidak ada pengaruhnya terhadap penyerapan anggaran.
Pernyataan ini selaras dengan penelitian (Nawastri & Rohman, 2015) yang menggunakan kompetensi SDM, informasi, orientasi tujuan, penggunaan anggaran, gaya kepemimpinan dan komitmen sebagai variabel bebas, sedangkan efektivitas anggaran berbasis kinerja sebagai variabel terikat, pada penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa komitmen tidak mempengaruhi efektivitas anggaran berbasis kinerja. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis kedua ditolak.
Hasil pengujian kuantitatif membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara variabel perencanaan yang terdiri dari penyusunan rencana, pelaksanaan rencana, dan evaluasi rencana terhadap kinerja
Pemerintah Daerah. Nilai t yang positif yaitu sebesar 1,835 dengan p value sebesar 0,034 menunjukkan bahwa perencanaan mempunyai hubungan yang searah dengan kinerja Pemerintah Daerah. Artinya, kualitas perencanaan yang semakin tinggi akan mendorong kinerja Pemerintah Daerah yang semakin tinggi pula.
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian (Kadyrov et al., 2017) yang menyatakan bahwa faktor perencanaan sangat berperan penting dalam implementasi anggaran berbasis kinerja. Penelitian (Kung et al., 2013) menunjukkan perencanaan anggaran sebagai variabel yang secara keseluruhan memediasi pengaruh penekanan anggaran terhadap kinerja manajemen dan organisasi. Pada penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif antara perencanaan terhadap kinerja penyerapan anggaran. Penelitian (Irawati, 2017) menggunakan perencanaan dan regulasi sebagai variabel bebas dan anggaran berbasis kinerja sebagai variabel terikat. Pada penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara perencanaan terhadap anggaran berbasis kinerja. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis ketiga diterima.
Hasil pengujian kuantitatif membuktikan bahwa antara variabel komitmen organisasi yang terdiri dari kesediaan karyawan membantu pimpinan, kebanggaan terhadap organisasi, kesamaan nilai karyawan dengan organisasi, kepedulian terhadap nasib organisasi, terhadap Kinerja Pemerintah Daerah tidak ada pengaruhnya. Nilai t yang positif yaitu sebesar 0,695 dengan p value sebesar 0,244 menunjukkan bahwa antara komitmen organisasi dan kinerja Pemerintah Daerah memiliki hubungan yang searah, tetapi nilainya tidak signifikan. Artinya, semakin baik tingkat komitmen organisasi tidak ada pengaruhnya terhadap kinerja Pemerintah Daerah.
Pernyataan ini selaras dengan penelitian (Nawastri & Rohman, 2015) yang menggunakan kompetensi SDM, informasi, orientasi tujuan, penggunaan anggaran, gaya kepemimpinan dan komitmen sebagai variabel bebas, sedangkan efektivitas anggaran berbasis kinerja sebagai variabel terikat, dimana pada penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada pengaruhnya antara komitmen terhadap efektivitas anggaran berbasis kinerja. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis keempat ditolak.
Hasil pengujian kuantitatif membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan antara variabel penyerapan anggaran yang terdiri dari persentase penyerapan DAK Fisik dan waktu penyerapan anggaran terhadap kinerja Pemerintah Daerah. Nilai t yang positif yaitu sebesar 3,554 dengan p value sebesar 0,000 menunjukkan bahwa penyerapan anggaran dan kinerja Pemerintah Daerah memiliki hubungan yang searah. Artinya, semakin baik tingkat penyerapan anggaran maka kinerja Pemerintah Daerah akan semakin baik dan meningkat.
Hal ini senada dengan penelitian (Pratiwi et al., 2019) yang mengungkapkan bahwa realisasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja anggaran. (Rakhman, 2019) mengungkapkan bahwa rendahnya realisasi anggaran menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan skor total capaian responden untuk variabel penyerapan anggaran pada garis kontinum sebesar 77,2% yang berada pada kategori Setuju. Dapat disimpulkan bahwa bahwa penyerapan anggaran yang baik pada pengelolaan DAK Fisik Pemda Lingkup Wilayah Kerja KPPN Serang dapat menaikkan kinerja Pemerintah Daerah. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis kelima diterima.
Hasil pengujian kuantitatif membuktikan bahwa bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan variabel perencanaan yang terdiri dari penyusunan rencana, pelaksanaan rencana, dan evaluasi rencana terhadap kinerja Pemerintah Daerah melalui penyerapan anggaran. Nilai t yang positif yaitu sebesar 3,233 dengan p value sebesar 0,001 menunjukkan bahwa perencanaan mempunyai hubungan yang searah dengan penyerapan anggaran dan kinerja Pemerintah Daerah. Artinya, semakin baik tingkat perencanaan maka penyerapan anggaran dan kinerja Pemerintah Daerah akan semakin baik dan meningkat.
Hal ini senada dengan penelitian (Kung et al., 2013) yang mengatakan bahwa diperlukan perencanaan yang baik untuk meningkatkan kinerja manajemen dan organisasi. (Pratiwi et al., 2019) menyatakan bahwa realisasi anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja anggaran. Artinya alokasi dan pemakaian sumberdaya keuangan telah sesuai dengan perencanaan anggaran yang telah disetujui dan telah mampu meningkatkan kinerja anggarannya.
Dalam pengelolaan anggaran perencanaan merupakan satu langkah yang sangat penting. Menurut BPKP (2012) proses perencanaan anggaran sudah dimulai sejak satu tahun yang lalu. Mengingat bahwa perencanaan menjadi acuan dalam penganggaran satu tahun berjalan. (Mardiasmo, 2002) menyebutkan bahwa pada saat ini perencanaan pada Pemerintah Daerah masih sangat lemah, padahal perencanaan sangat menentukan keberhasilan target yang akan dicapai. maka perencanaan menjadi bagian terpenting dalam siklus anggaran. Meskipun perencanaan sudah disusun dengan baik tetapi belum tentu realisasi anggarannya akan baik, karena adanya berbagai faktor teknis di lapangan. Namun jika perencanaan dari awal sudah tidak sempurna, maka dapat dipastikan realisasi anggarannya juga akan buruk. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis keenam diterima.
Hasil pengujian kuantitatif membuktikan bahwa variabel komitmen organisasi yang terdiri dari kesediaan karyawan membantu pimpinan, kebanggaan
terhadap organisasi, kesamaan nilai karyawan dengan organisasi, kepedulian terhadap nasib organisasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja Pemerintah Daerah melalui penyerapan anggaran. Nilai t yang positif yaitu sebesar 0,640 dengan p value sebesar 0,261 menunjukkan bahwa komitmen organisasi dan penyerapan anggaran serta kinerja Pemerintah Daerah memiliki hubungan yang searah tetapi nilainya tidak signifikan. Artinya, semakin baik tingkat komitmen organisasi tidak ada pengaruhnya terhadap penyerapan anggaran dan kinerja Pemerintah Daerah.
Komitmen organisasi dapat diartikan sebagai keterikatan pegawai itu pada organisasi tempatnya bekerja. Armsrong (2006) menjelaskan bahwa komitmen mengacu pada keterikatan dan loyalitas. Untuk mencapai hasil kinerja yang tinggi, sangat penting agar karyawan memiliki komitmen yang tinggi dan menunjukkan pengabdian dan dedikasi serta dukungan yang kuat agar dapat mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis ketujuh ditolak.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fenomena penumpukan belanja yang tidak proporsional sepanjang tahun sangat mempengaruhi kinerja pengelolaan DAK Fisik. Penganggaran berbasis kinerja mengutamakan pencapaian output dan outcome dibandingkan besaran serapan dana yang dihabiskan. Namun pada pengelolaan DAK Fisik, serapan dana sangat mempengaruhi hasil kinerja, yaitu kegiatan yang dilaksanakan adalah untuk membangun sarana dan prasarana fisik. Diperlukan pembiayaan terlebih dahulu sebelum dapat menghasilkan output dan outcome yang diharapkan. Dengan demikian, penyerapan dana sangat mempengaruhi kinerja pengelolaan DAK Fisik. Di sisi lain, sisa DAK Fisik pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) menunjukkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan program dan kegiatan. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang baik dan matang dalam mengelola mengelola DAK Fisik.
Pada penelitian terdahulu terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai pengaruh perencanaan terhadap kinerja anggaran. Selain itu, terdapat perbedaan hasil penelitian mengenai pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja. Hasil dalam penelitian ini adalah bahwa perencanaan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pengelolaan anggaran dan komitmen organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja anggaran, dengan penyerapan anggaran sebagai variabel intervening.
Hasil penelitian ini secara teori dapat memperkuat teori yang sudah ada bahwa di bawah kondisi aturan yang ketat dan berisiko, Pemerintah Daerah cenderung menolak risiko dan berhati-hati dalam melaksanakan strategi. Akibatnya, implementasi anggaran akan cenderung lambat dan pelaksanaan strateginya buruk. Hal ini terlihat pada perencanaan anggaran DAK Fisik dan pelaksanaannya, yaitu banyak program dan kegiatan yang gagal salur atau pelaksanaannya tidak sesuai dengan perencanaan sehingga menyebabkan sisa DAK Fisik yang cukup besar di Rekening Kas Umum Daerah.
Teori berikutnya adalah bahwa agent (pengelola) akan lebih mementingkan dirinya sendiri. Dalam hal ini, komitmen organisasi dapat melemah karena orang akan cenderung mengutamakan keamanan pribadi. Apalagi, di bawah kondisi aturan yang ketat dan berisiko, orang akan cenderung berhati-hati dan menahan diri. Hal ini terjadi karena di dalam pemerintahan, peningkatan risiko tidak dikaitkan dengan peningkatan imbalan yang lebih besar.
Hasil pengujian data kuntitatif pada penelitian menunjukkan bahwa perencanaan berpengaruh secara signifikan terhadap penyerapan anggaran dan kinerja pengelolaan DAK Fisik pada Pemerintah Daerah Lingkup Wilayah Kerja KPPN Serang. Sedangkan komitmen organisasi tidak signifikan pengaruhnya terhadap penyerapan nggaran dan kinerja pengelolaan DAK Fisik pada Pemerintah Daerah Lingkup Wilayah Kerja KPPN Serang.
Fenomena penumpukan belanja yang tidak proporsional sepanjang tahun dan banyaknya sisa DAK Fisik di RKUD banyak disebabkan oleh faktor perencanaan yang tidak matang. Faktor perencanaan merupakan faktor yang sangat penting dalam pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja. Perencanaan yang baik dapat meningkatkan penyerapan anggaran dan kinerja Pemerintah Daerah dalam pengelolaan DAK Fisik. Sedangkan faktor komitmen organisasi merupakan hal yang penting, tetapi dalam pengelolaan DAK Fisik pada Pemda Lingkup Wilayah Kerja KPPN Serang pengaruhnya tidak signifikan. Hal tersebut disebabkan karena adanya faktor lain yang lebih mempengaruhi penyerapan anggaran dan kinerja Pemerintah Daerah. Faktor tersebut antara lain disebabkan kurangnya peran seluruh anggota organisasi khususnya dalam penyusunan anggaran dan kurangnya rasa bekerja sama antar anggota organisasi dalam menjalankan tugas pokok yang telah ditetapkan.
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa tindakan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan DAK Fisik adalah dengan meningkatkan kualitas perencanaan, komitmen organisasi dan kualitas Sumber Daya Manusia. Adapun metodenya adalah sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman Pemerintah Daerah terhadap Peraturan Penyaluran DAK Fisik dan training/pelatihan bagi para operator DAK Fisik (BPKD dan OPD), meningkatkan koordinasi rutin antara KPPN dan Pemda, koordinasi internal antara BPKAD dengan OPD dan APIP, koordinasi antara Kementerian Teknis dengan Kementerian Lembaga dalam rangka menyelaraskan Rencana Kegiatan dengan Juknis di lapangan perlu ditingkatkan, dalam rangka percepatan porses birokrasi pengelolaan DAK Fisik. Disamping itu pula sangat diperlukan penajaman fungsi APIP dalam hal pengawasan, penilaian keakuratan, kewajaran dan kelengkapan berkas didalam mereviu sehingga berguna untuk meningkatkan kinerja DAK Fisik pada Pemerintah Daerah.
Aliabadi,
Farzaneh Jalali, Mashayekhi, Bita, & Gal, Graham. (2019). Budget preparers� perceptions and performance-based
budgeting implementation: The case of Iranian
public universities and research institutes. Journal of Public Budgeting, Accounting & Financial
Management. Google Scholar
Alkaraan, Fadi. (2018). Public financial management reform: an ongoing
journey towards good
governance. Journal of Financial
Reporting and Accounting. Google Scholar
Armstrong,
Michael. (2006). A handbook
of human resource
management practice.
Kogan Page Publishers. Google Scholar
Bastian,
Indra. (2020). Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di Indonesia. Google Scholar
Halim, Abdul. (2014).
Manajemen keuangan sektor publik. Jakarta: Salemba
Empat.
Howcroft,
Douglas. (2006). Spreadsheets and the financial planning process: a case study of resistance to change. Journal of Accounting & Organizational
Change. Google Scholar
Irawati, Irma. (2017). Pengaruh Perencanaan Dan Regulasi Terhadap Anggaran Berbasis Kinerja Melalui Penatausahaan Sebagai Variabel Intervening (Survei Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Donggala). Katalogis, 5(5). Google Scholar
Kadyrov, Margarita, Junusbekova, Gulsara, & Sadyrbayev, Yerbolat.
(2017). Management of Budget Efficiency: Evidence from Kazakhstan. International Journal
of Economic Perspectives,
11(2). Google Scholar
Kuncoro, Mudrajad. (2015).
Mudah memahami dan menganalisis indikator ekonomi.
Kung, Fan‐Hua, Huang, Cheng‐Li, & Cheng, Chia‐Ling. (2013). An examination of the relationships among budget emphasis, budget planning models and performance. Management Decision. Google Scholar
Mahsun, Mohamad. (2006). Pengukuran kinerja sektor publik. Yogyakarta: BPFE. Google Scholar
Mardiasmo, Dr. (2002). Akuntabilitas Sektor Publik Yogyakarta. Penerbit Andi Yogyakarat.
Google Scholar
Mauro, Sara Giovanna, Cinquini,
Lino, & Sinervo,
Lotta Maria. (2019).
Actors� dynamics toward
performance-based budgeting: a mix of change and stability? Journal of Public Budgeting, Accounting & Financial
Management. Google Scholar
Michael, Jensen, & William, Meckling. (1976). Theory of the firm: Managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305�360. Google Scholar
Moorhead, Gregory, & Griffin, Ricky W. (2013). Perilaku Organisasi: Manajemen Sumber Daya Manusia dan Organisasi. Jakarta: Salemba Empat. Google Scholar
Nawastri, Sabtari,
& Rohman, Abdul. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Efektivitas Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (Studi Kasus Pada SKPD Pemerintah Kabupaten
Grobogan). Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Google Scholar
Oyewobi, Luqman Oyekunle, Oke, Ayodeji Emmanuel, Adeneye, Toyin Deborah, & Jimoh, Richard Ajayi. (2019). Influence of organizational commitment on work� life balance and organizational performance of female construction professionals. Engineering, Construction and Architectural Management. Google Scholar
Pratiwi, I. Gusti Agung Satya, Endiana, I. Dewa Made, & Arizona, I. Putu Edy. (2019). Komitmen Organisasi Sebagai Pemoderasi Pada Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran Dan Realisasi Anggaran Terhadap Kinerja Anggaran Dan Kinerja Manajerial Pada Skpd Badan Perencanaan Dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Badung. Seminar Nasional Inovasi Dalam Penelitian Sains, Teknologi Dan Humaniora-InoBali, 354�364. Google Scholar
Rakhman, Fuad. (2019). Budget implementation in a risky environment: evidence from the Indonesian public sector. Asian Review of Accounting. Google Scholar
Rickards,
Robert C. (2008). An endless debate: the sense and nonsense of budgeting. International Journal
of Productivity and Performance Management. Google Scholar
Van Gelderen,
Benjamin R., & Bik, Leonie W. (2016).
Affective organizational commitment, work engagement and service
performance among police officers. Policing: An International Journal of Police
Strategies & Management. Google Scholar
Copyright holder: Indah Setiowati, Tubagus Ismail, Moch. Abdul
Kobir (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article
is licensed under: |