Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 4, April 2022

 

DEGRADASI MAKNA PERAYAAN PASKAH KONTEMPORER

 

Handoko Noertjandranata, Vinus Zai, Antony Sanjaya Suwignyo

Sekolah Tinggi Teologi Injili  Abdi Allah, Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Umat kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas perjalanan panjang perayaan Paskah, di mana para bapa gereja yang telah berusaha dengan semangat berapi-api untuk menyebarkan Kabar Baik atau Injil keselamatan, bahkan banyak di antara mereka yang mati syahid. Meskipun itu adalah perjalanan panjang ribuan tahun di mana para bapa gereja sibuk menentukan hari perayaan Paskah saja, dan dalam pemahaman yang kurang ditekankan. Oleh karena itu, para penulis umat kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas bahwa semua rangkaian perayaan Paskah yang melewati berbagai hal yang dari waktu ke waktu sejak awal merupakan bentuk kasih dari Bapa di surga bagi seluruh umat manusia di bumi ini, dan ini adalah bentuk dari rencana mulia Bapa di surga.

 

Kata kunci: Perjanjian Lama; Perjanjian Baru; Zaman Para Rasul; Zaman

Dari bapa gereja; The Present

 

Abstract

Today's Christians must remember and understand clearly the long journey of Easter celebrations, in which church fathers who have tried with a fiery spirit to spread the Good News or the Gospel of salvation, and even many of them were martyred. Even though it was a long journey of thousands of years in which the church fathers were busy with determining the day of the celebration of Easter alone, and in an under-emphasized understanding. Therefore, the writers of today's Christians must remember and understand clearly that all the series of celebrations Easter that goes through various things that from time to time from the beginning is a form of love from the Father in heaven for all mankind on this earth, and this is a form of the glorious plan of the Father in heaven.

 

Keywords: Old Testament, New Testament, The Time of the Apostles, The Age of the

church fathers, The Present.

 

Pendahuluan

Sekolah dalam sejarah mengenai keselamatan merupakan reaksi terhadap pendekatan humanistik pada Alkitab, yaitu sekolah Heilsgeschichte (Sejarah Keselamatan)yang berusaha menekankan aktivitas Allah di dalam sejarah.J.C.K. Von Hoffman dan para teolog yang menyelidiki Perjanjian Lama, serta memperhatikan perkembangan progresif mengenai keselamatan.Kemudian penekanannya dari sekolah ini adalah pelayanan Kristus pada kedatangan-Nya yang kedua (Enns, 2004).

Pada konteks sejarah semenjak mulai peristiwa Paskah mula-mula (Kel.12) yang merupakan tulah yang terakhir di mana untuk melawan Firaun bersama orang-orang Mesir, dan termasuk pula para dewa dari Mesir. Selanjutnya untuk tulah kematian ini mempercepat pelepasan umat Ibrani [bangsa Israel] dari semua bentuk penindasan dan perbudakan (Kel.12:21-27). Untuk generasi-generasi yang selanjutnya atau mendatang diperintahkan untuk merayakan Paskah sebagai suatu hari raya untuk memperingati pelepasan umat Ibrani [bangsa Israel] yang dikerjakan oleh kekuatan tangan Yahweh yang perkasa [melawan tangan Firaun, bdk. Kel.13:14].

Kemudian pada hari raya roti tidak beragi yang mengikuti peringatan Paskah untuk mengingatkan bagaimana umat Israel meninggalkan Mesir dengan sangat tergesa-gesa [Kel.12:11]. Selanjutnya dalam penetapan untuk menyerahkan anak sulung kepada Tuhan dengan kurban persembahan sesusi dengan hukum yang berlaku dimaksudkan sebagai suatu peringatan yang terus-menrus akan kemurahan Yahweh dalam menyelamatkan anak sulung dari �pembinasa� dalam rumah-rumah umat Israel yang sudah percikan dengan darah domba Paskah [Kel.12:23; 13:2; 22:29-30; Bil.3:13,40-51].

Selain itu merupakan hari raya suatu peringatan, yakni upacara Paskah mempunyai implikasi didaktis yang penting untuk keluarga Ibrani (Israel), dan ajaran yang sebenarnya disampaikan dalam bentuk tanya jawab. Pengertian Paskah bagi umat Ibrani (Israel) yang diringkas dalam jawaban formal seorang putra yang memberikan pertanyaan kepada ayahnya bahwa apakah artinya ibadahmu ini?Kemudian ayahnya menjawab, �Itulah kurban Paskah bagi TUHAN yang melewati rumah-rumah orang-orang Ibrani (Israel) di Mesir, tetapi menyelamatkan rumah-rumah kita.� [bdk. Kel.12:24-27].    

Pada masa Perjanjian Baru bahwa para penulis memahami Paskah secara tipologis merupakan suatu pertanda dari kematian Yesus, Anak Domba Allah, yang dikurbankan untuk menghapus dosa-dosa seisi dunia [bdk.Yoh.1:29; 1 Kor.5:7]. Selanjutnya dalam penentuan jumlah dan semua jenis persamaan antara upacara Paskah dan kematian Yesus sangat penting [mis: bdk. Kel.12:46 & Bil.9:12 dengan Yoh.19:36]. Untuk penetapan perjamuan Tuhan atau Ekaristi yang berasal dari ritus Paskah, baik dari segi hari raya peringatan [bdk.Luk.22:7-30] maupun dalam kelepasan yang mendamaikan oleh Anak Domba Paskah yang disediakan Allah [bdk. Why.5:6-14] (Hill & Walton, 2013).

Menurut pandangan Hywel R. Jones mengenai Paskah [Kel.12:1-28] merupakan sifat-sifat khas bentuk dari korban itu dan semua peraturan yang diberikan Allah tentang pemakaian darah dan daging korban sangat penting. Anak domba atau anak kambing yang berumur satu tahun jantan (lebih berharga dari betina) dan tanpa cacat badani (sempurna atau tidak bercela). Kemudian melalui kematiannya (darahnya) sebagai tanda penebusan pengganti bagi semua keluarga Ibrani (Yahudi) di hadapan Allah. Semuanya [anak domba atau anak kambing] akandipanggang di api secara keseluruhannya, dan tidak diijinkan untuk meninggalkan apa-apa dengan menandakan dikuduskannya seluruh korban untuk maksud yang kudus.

Selanjutnya darah itulah yang dilihat oleh Allah [Kel.12:13] dan menyediakan keamanan [tidak ditulahi, lih. Kel.12:23] bagi mereka yang bernaung di bawahnya [Kel.12:22]. Merekapun benar-benar aman terhadap mereka �anjingpun tidak berani menggonggong� [Kel.11:7] pada malam apabila maut muncul [Kel.12:12], sebab kematian korban Paskah merupakan pengganti untuk �anak sulung� seluruh bangsa Israel [Kel.4:22-23].

Sedangkan perayaan hari raya Paskah harus dipelihara untuk selama-lamanya, karena hal itu menyimpan kebenaran [Kel.12:26-27] dan merupakan tanda peringatan bagi manusia, serta bukan kepada Allah. Kemudian hari raya Roti Ttidak Beragi itu menandakan suatu bentuk ketegasan untuk kelepasan [Kel.12:39], dan juga dibuktikannya dengan ditebusnya anak sulung itu menyatakan segenap bangsa Israel yang merupakan anak sulung tebusan Allah, supaya mereka jangan melupakannya [Kel.13:2].

Pada perayaan ini akan mendahului para penyelenggara Paskah di masa mendatang, dan yang akan ditandai dengan tidak adanya roti tidak beragi dan sudah berakhirnya kerja keras dengan istirahat yang kudus, serta yang rohani akan mengikuti kelepasan [Kel.12:15-20]. Ada yang menarik perhatian tentang Hisop adalah bentuk tumbuh-tumbuhan yang cocok dengan tujuan yang ditentukan, dan menjadi tumbuh-tumbuhan yang menjadi pembersihan [Kel.12:22; bdk. Mzm.51:9]. Kemudian perayaan ini merupakan suatu upacara untuk keluarga dan anak-anak yang harus memandang peristiwa yang terjadi di masa lalu sebagai masa lalu mereka [Kel.12:24; bdk. Mzm. 44:1-4; 66:6].

Adapun bangsa Ibrani (Israel) yang keluar dari Mesir yang berjumlah enam ratus ribu orang laki-laki [Kel.12:37; bdk. Bil.1:46], dan banyak orang dari berbagai-bagai bangsa turut bersama mereka [Kel.12:38] oleh karena pernikahan campur, serta termasuk pula orang-orang Mesir dan orang-orang Semit; namun kehadiran mereka tidak boleh membawa orang-orang Ibrani (Israel) ke dalam sutau bentuk kompromi yang mengaburkan atau terjadi perusakan-perusakan dalam unsur-unsur khusus yang bersifat perjanjian di dalam iman, agama dan kehidupan orang-orang Ibrani (Israel).

Namun sebaliknya bagi orang-orang asing [Kel.12:48] boleh ikut dalam segala keuntungan kerohanian yang dapat dinikmati oleh orang-orang Ibrani (Israel), tentunya setiap orang asing harus disunat terlebih dahulu, yaitu �mendekat kepada Tuhan.� (untuk jumlah orang-orang Ibrani yang berangkat itu: baca, �Wilderness of Wandering� NBD) Berikutnya untuk jumlah angka ini sesuai dengan tanggal yang lebih umum di dalam Kejadian 15:13, sedangkan masanya pada saat itu Yakub ke Mesir [Kej.46:6,7] dan berakhir pada hari kelepasan empat ratus tiga puluh tahun kemudian (Hywel R. Jones, 2012).

Untuk penjelasan ukuran bangsa Israel menurut angka merupakan masalah yang sulit dihadapi penafsir Alkitab adalah ukuran atau jumlah dari bangsa Israel pada saat keluar dari Mesir. Menurut Keluaran 12:37, bahwa kira-kira enam ratus ribu laki-laki yang berjalan kaki, dan tidak termasuk anak-anak serta perempuan pada waktu peristiwa itu, diperkirakan jumlah totalnya minimal sekitar dua juta orang (Wolf, 1998).

Selanjutnya ada dua sensus yang tercatat dalam Kitab Bilangan yang cocok dengan data yang di Kitab Keluaran, yaitu jumlah laki-laki yang berumur dua puluh tahun ke atas totalnya enam ratus tiga ribu lima ratus (603.500) orang [Bil.1:46]. Kemudian juga tercatat pada akhir pengembaraan di padang gurun itu jumlah semuanya enam ratus satu ribu tujuh ratus tiga puluh (601.730) orang [Bil.26:51]. Dan kedua pasal di atas merupakan sensus diperinci menurut masing-masing unit suku untuk mencapai jumlah total dan juga terdapat sub total bagi setiap kelompok yang terdiri dari tiga (3) suku (Wolf, 1998).

Dalam hal ini Allen memberikan pendapatnya bahwa ketepatan matematis dari Keluaran 38:25-26 merupakan suatu rintangan yang sulit di atasi teorinya, namun ia tetap bertahan pada jumlah yang diambil dari sensus dimuat Bilangan 1:46 (Ronald B. Allen, n.d.).

Selain itu buku Ensiklopedia juga mencatat tentang Paskah yang dihubungkan dengan Keluaran 12 yang membicarakan sebagai berikut: (1) Peristiwa sejarah Israel yang dilepaskan dari perbudakan di Mesir. (2) Peringatannya yang terus berulang [Misynah Pesahkhim 9:5] yang berhubungan dengan hal itu walaupun terpisah. (3) Larangan ragi yang melambangkan sifat tergesa-gesa pada malam Keluaran yang tidak terlupakan itu. (4) Penyerahan anak sulung kepada Tuhan, dan korban-korban yang mengingatkan mereka bahwa Allah melewati rumah-rumah yang melabur darah (Douglas & Hillyer, 2008).

Selanjutnya kemungkinan Musa mengubah upacara-upacara kuno menjadi upacara Paskah, dan Hari Raya Paskah pesta orang pengembara dan penggembala. Ada juga kemungkinan besar bahwa Paskah mula-mula dihubungkan dengan adanya penyunatan, penyembahan roh-roh, pesta kesuburan atau korban anak sulung (Rowley, 2009).

Sampai tahun 70 Masehi orang-orang Yahudi merayakan Paskah di Yerusalem di setiap rumah dalam wilayah di kota, dan sebagai Anak Domba Paskah yang disembelih dalam suatu upacara di pelataran Bait Suci, namun setelah Bait Suci hancur yang membuat kebangsaan Yahudi hilang oleh karena peperangan, dan Paskah menjadi upacara di rumah tangga saja (Douglas & Hillyer, 2008).

Bagi orang-orang Samaria yang masih merayakan Paskah di gunung Gerizim sesuai dengan upacara Paskah menuurt Isarel utara kuno, dan mereka memisahkan Paskah dari Hari Raya Roti Tidak Beragi.Namun hal ini mereka berdasarkan pada pembacaan �Gerizim� di Ulangan 27:4 [ganti �Ebal�] dan juga Ulangan 12:5,14; 16:16 [ganti �Sion�] (Britannica & Judaica, n.d.).

Dalam Perjanjian Baru yang membahas Kristologi yang selalu melayani Soteriologi.Sedangkan untuk para penulis Perjanjian Baru tidak tertarik pada Kristologi, karena mereka tidak menyusun makalah tentang sifat Allah atau tentang kaitan Yesus Kristus dan Roh Kudus dengan Allah.

Namun, mereka mengajarkan bahwa janji keselamatan Allah telah menjadi kenyataan melalui pelayanan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus, dan munculnya suatu era baru dalam Kristus yang ditandai dengan pengutusan Roh yang dijanjikan Bapa pada umat-Nya. Jika mengaitkan dengan Kristologi dalam Injil, dan seharusnya menjadi jelas bahwa pekerjaan Yesus menyelematkan, dan sebaiknya fokus kepada pekerjaan penyelamatan Kristus di dalam Perjanjian Baru yang mengingatkan mengenai sentralitas Yesus Kristus dalam theologi Perjanjian Baru (Tafonao, 2019).

Ketika pada saat ingin menyelidiki Kristologi Lukas dengan Matius dan Markus memiliki kesamaan di antara ketiga Injil Sinoptik tersebut sangat menakjubkan. Selanjutnya dalam beberapa hal Kristologi dalam Kisah Para Rasul tampaknya kurang dikembangkan, namun kemungkinan kecil bahwa Kristologi dalam Kisah Para Rasul harus ditafsirkan selangkah mundur dari Kristologi Lukas (Douglas & Hillyer, 2008).

Tujuan dari Kisah Para Rasul harus diingat dalam studi apapun tentang Kristologinya bahwa Lukas tidak menulis makalah theologis atau berusaha memberi sketsa mengenai theologinya, dan para ahli melihat bahwa Lukas adalah seorang theolog dan bukan seorang ahli sejarah.

Sebaiknya Lukas dikatakan bahwa sebagai seorang ahli sejarah yang menulis sejarah dari sudut pandang theologis, dan selain itu Lukas menulis sesuai dengan peristiwa sejarah yang terjadi serta apa yang dikatakan maupun yang dilakukan oleh orang-orang itu.

Dalam theologi Paulus tentang Allah dan Kristus seharusnya tidak dipisahkan begitu saja, seolah-olah bisa dipisahkan dari pekerjaan penyelamatan Allah dalam Kristus.Allah dan Kristus dinyatakan oleh orang-orang percaya untuk memuliakan dan memuji Allah atas pekerjaan-Nya, yaitu melepaskan mereka dari kuasa dosa dan degradasi kematian.

Selanjutnya dalam hal ini membahas pekerjaan Allah dan Kristus dalam keselamatan secara bersama-sama sangat sesuai karena Allah menyelamatkan dan melalui Yesus Kristus, serta menggunakan banyak istilah maupun metafora yang berbeda untuk digunakan menggambarkan keajaiban pekerjaan Allah di dalam Kristus (Tafonao, 2019).

Paul Enns memberikan pendapat mengenai arti yang benar dari penebusan, yaitu pengertian dasar dari kematian Kristus adalah karakter substitusionarinya. Yesus mati untuk menggantikan orang-orang yang berdosa supaya Ia dapat membeli buat kebebasan mereka, dan memulihkan hubungan mereka dengan Allah serta melalui hal itu untuk memuaskan tuntutan kebenaran dari Allah yang suci (Enns, 2004).

 

Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode deskriptif kepustakaan dengan menyampaikan Umat Kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas perjalanan perayaan Paskah yang sangat panjang, di mana bapa-bapa gereja yang telah berupaya dengan roh yang menyala-nyala  mengabarkan Kabar Baik atau Injil keselamatan, dan bahkan banyak pula di antara mereka yang mati syahid. Meskipun suatu perjalanan yang panjang ribuan tahun di mana di antara bapa-bapa gereja yang sibuk dengan penentuan hari perayaan Paskah saja, dan secara pemahaman yang kurang ditekankan

 

Hasil dan Pembahasan

Para penerjemah dari Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani dengan memberikan nama �Exodus� pada kitab kedua dari dalam Pentateukh ini, dan Alkitab bahasa Yunani bahwa kata �Exodus� juga muncul dalam Keluaran 19:1. Untuk pemakaian kata dalam bahasa Inggris �Exodus� merupakan variasi bahasa Latin dari kata bahasa Yunani yang terdapat dalam Vulgata (Terjemahan Alkitab dalam bahasa Latin), yaitu terjemahan Latin yang sangat bagus yang merupakan karya dari Hieronimus.

Judul dari kitab ini yang berarti �keluar� atau �keberangkatan� karena di dalam kitab ini mengisahkan keberangkatan bangsa Israel (Ibrani) dari Mesir setelah mengalami suatu periode perbudakan yang sangat keras (Wolf, 1998).

Paskah dalam bahasa Ibrani adalah Pesakh yang berasal dari kata kerja dan mempunyai sebuah arti �menyelamatkan� [Kel.12:13,27, dst]. Jadi sangat jelas ada pandangan yang mengatakan bahwa Allah secara harfiah �melewati� rumah-rumah orang-orang Israel yang telah melabur dengan darah, dan hanya membunuh orang-orang Mesir saja. Namun istilah Paskah dipakai baik untuk perayaan maupun hewan korban saja (Douglas & Hillyer, 2008).

Waktunya pada bulan Abib yang berikutnya disebut dengan Nisan merupakan bulan musim untuk menuai dan terjadinya Paskah pertama kali pada bulan yang pertama dari tahun Yahudi sebagai penghormatan [Kel.12:2; Ul.16:1; bdk. Im. 23:5; Bil. 9:1-5; 28:16].

Untuk korban Paskah di Ulangan 16:2 tentang pemilihan binatang untuk disembelih itu pasti jauh lebih terperinci dalam Keluaran 12:3-5, hal itu merupakan sebuah tafsiran. Selanjutnya dalam bahasa Ibrani kata �seh� [ayat 3] menurut BDB yang diartikan �domba atau kambing�, dan tanpa mempersoalkan usianya, serta pendapat dari KB mengartikan �anak� domba atau kambing, namun membahas tentang terjemahan tepatnya berasal bahasa Ibrani dari kata �ben-syana�[ayat 5] yang diartikan secara harfiah adalah �anak berumur setahun.

Apabila itu maksudnya sebenarnya dengan dipertahankan oleh beberapa ahli, yakni binatang yang umurnya antara 12-24 bulan, maka yang dimaksudkan adalah domba atau kambing yang sudah besar, tetapi tafsiran tradisional yang mengambil umur 12 bulan sebagai batas umur teratas, bukan sebagai batas umur ke bawah, dan sama sekali belum terbukti salah.

Talmud pada umumnya cenderung membatasi domba Paskah itu dalam lingkungan kambing atau domba, dan lebih mengikuti Kitab Keluaran dari pada Ulangan [lih.Ump.Menakhot 7:6 bersama Gemara]. Sedangkan untuk pilihan domba atau anak domba, domba atau kambing beberapa kali dizinkan [Peshakim 8:2; 55b; 66a], tetapi pendapat umum agak lebih cenderung memilih domba [Shabbath 23:1; Kelim 19:2; Peshakim 69b; dst].

Pada suatu keputusan tanpa menentukan tepatnya umur binatang korban Paskah itu, dan mengucilkan betina atau jantan yang umurnya sudah lewat dua tahun serta secara diam-diam menopang tafsiran umur satu tahun [Peshakim 9:7].Ada pula keterangan yang mengandung pertentangan dengan menerangkan secara pasti bahwa korban Paskah berlaku sudah sejak umur delapan hari [Parah 1:4] (Douglas & Hillyer, 2008).

Bukti secara sejarah dari Mesir yang menjadi kekuatan yang autentik bahwa pada saat itu yang berkuasa adalah Rameses II yang memerintah pada tahun 1290-1224 sM, dan ia yang disebut juga dengan Firaun (artinya: rumah besar) yang merupakan gelar untuk raja Mesir. Melalui rujukan-rujukan itulah para sarjana telah menyimpulkan bahwa Rameses II (Firaun) yang berkuasa pada saat dari Kitab Keluaran yang seharusnya terjadi pada abad ke tiga belas sebelum masehi (sM) (Wolf, 1998).

Rameses II (Firaun) yang sangat banyak membangun, meskipun belum pasti, namun namannya sudah disebutkan di dalam Keluaran 1:11. Selanjutnya pada Keluaran pasal satu maupun dua kelihatannya bahwa Musa baru lahir sesudah kota Rameses dibangun, dan ia sudah berusia delapan puluh tahun pada waktu peristiwa Keluaran itu terjadi (Leon Wood, 1970).

Untuk tujuan dan ruang lingkup dalam penulisan Kitab Keluaran ini menggunakan tema-tema besar, yaitu keselamatan dan penebusan yang tidak mungkin dipisahkan dari peristiwa keluar dari Mesir, Allah adalah Allah yang sudah menyelamatkan bangsa Ibrani (Israel) dari suatu situasi kondisi yang mencekam sehingga mereka memperoleh kebebasan melalui tangan-Nya yang berkuasa. Selanjutnya dalam melaksanakan berbagai tujuan-Nya melalui Allah menyatakan kodrat-Nya kepada orang-orang Israel dan orang-orang Mesir, karena pada waktu itu Ia telah memperkenalkan nama-Nya �Yahweh� kepada mereka.

Pada saat Ia menampakkan diri kepada Musa dalam semak duri yang menyala dengan mengatakan bahwa Ia adalah �AKU ADALAH AKU� yang agung, dan Ia yang menyertai umat-Nya di dalam penderitaan mereka [Kel.3:12,14]. Melewati tulah-tulah dan mujizat ketika menyeberangi Laut Merah sehingga bangsa Ibrani (Israel) lebih mengenal siapa sesungguhnya �Yahweh� itu [Kel.6:3], dan juga melalui tindakan penghukuman itu, bahkan orang-orang Mesir pun ikut belajar melalui banyak kesukaran bahwa Allah Israel adalah �Tuhan� [Kel.7:5] (Wolf, 1998).

Ia adalah Tuhan atas sejarah yang nama-Nya Yahweh yang dimuliakan oleh karena kekudusan-Nya dan yang menggentarkan karena perbuatan-Nya yang masyhur serta Pembuat keajaiban [Kel.15:11] (Kaiser, 1990).

Ketika Allah melindungi anak-anak sulung Israel daan Ia yang mendirikan perayaan Paskah yang menjadi suatu peristiwa yang mengubah kalender mereka [bdk. Kel.12:2]. Dengan darah seekor anak domba harus dioleskan pada kedua tiang dan ambang atas pintu setiap rumah pada hari yang ke empat belas dari bulan itu, serta malaikat Tuhan akan �lewat� setiap rumah di mana akan terlihat olesan darah itu [bdk.Kel.12:13].

Kematian seekor anak domba sebagai ganti kematian anak sulung menjadi ilustrasi yang menarik tentang kurban pendamaian bersifat penggantian [bdk.Kej.22:13], dan juga digunakan dalam Perjanjian baru dengan menunjuk kepada Yesus Kristus serta saat itu disebut �Anak Domba Paskah� [1 Kor. 5:7; Yoh.1:29].

Di dalam Perjanjian Lama bahwa Paskah sebagai perayaan keagamaan yang paling penting untuk mengingatkan orang-orang Ibrani (Israel) akan kemurahan hati untuk memperoleh suatu pembebasan dari Allah, sedangkan dalam Perjanjian baru, yaitu saat perjamuan terakhir yang diselenggarakan oleh Yesus bersama-sama para murid-Nya, dan hal inilah yang menjadi perayaan perjamuan Paskah.

Peristiwa pembebasan bangsa Israel ini merupakan teologi pembebasan yaitu pembebasan yang luar biasa bagi bangsa Israel yang keluar dari Mesir dan yang berkaitan dengan perbudakan (Wolf, 1998).

Ada pendapat dari Gustavo Gutierrz bersama sejumlah Teolog sudah mempersembahkan  melalui bukunya yang berjudul �A Theology of Liberation� yang membahas mengenai pembebasan orang miskin dan orang tertindas, serta secara khusus ada di negara-negara Amerika Latin (Plasterer, 1977).

Selanjutnya ada pengaruh dari Eropa pada pergerakan ini yang datang dari Jurgen Moltmann melalui bukunya yang berjudul �Theology of Hope� dengan penekanan pada Allah sebagai Oknum yang menjadikan segala sesuatu baru (Nunez, n.d.).

Penggunaan dalam Kitab Keluaran para teolog menyatakan pembebasan kadang kala bersalah memasukkan penafsiran mereka ke dalam teks. Banyak orang mengatakan bahwa orang-orang Israel memberontak terhadap Firaun sudah mengabaikan semua unsur utama dari cerita itu.Kemudian Musa yang meminta izin untuk memimpin bangsa Israel ke padang gurun agar mereka beribadah kepada Allah, dan bukan untuk membentuk pemerintahan baru melawan Mesir.

Berikutnya pada akhirnya pembebasan itu tiba, dan pembebasan itu dicapai oleh kemahakuasaan Allah, serta bukanlah keteguhan hati orang-orang Israel (Nunez, n.d.).

Sebenaranya para teolog memberi suatu penekanan pada mereka yang mengalami perbaikan dalam suatu tatanan sosial dengan mendefinisikan bahwa keselamatan hampir saja semata-mata merupakan sudut pandang politik, dan mengabaikan kebutuhan manusia untuk diselamatkan dari dosa, kemudian dosa itu yang didefinisikan merupakan kekejaman manusia kepada manusia, dan bukan sebagai pemberontakan manusia kepada Allah (Walter Elwell, 1994).

Ketika berbicara proses keselamatan dari sudut pandang Allah, yakni dari sisi ilahi untuk keselamatan di mana tindakan Allah yang berdaulat untuk menjamin keselamatan orang-orang berdosa:

(1) Doktrin Pemilihan yang mencaakup sejumlah area, seperti: Israel terpilih [Ul.7:6], malaikat dipilih [1 Tim.5:21], imamat Lewi [Ul.18:5], nabi Yeremia dipilih [Yer.1:5], orang percaya dipilih [Ef.1:4] (Enns, 2004).

Pilihan yang didefinisikan sebagai tindakan kekal Allah di mana, Ia dalam berdaulat kehendak-Nya yang baik, dan tidak berdasarkan pada usaha mereka, memilih sejumlah orang untuk menjadi penerima anugerah khusus dan keselamatan kekal (Jewett, 1975).

(2) Predestinasi yang berasal dari kata dalam bahasa Yunani: �ροώρισεν atauproorizo, yang mempunyai arti�menandai sebelumnya,� dan muncul enam kali di Perjanjian Baru [Kis.4:28; Rm.8:28-30; 1 Kor. 2:7; Ef.1:5,11]. Kata dalam bahasa Inggris: horizon yang berasal dari kata proorizo [uraian di atas].Jadi maksud dari Predestinasi adalah Allah berdasarkan kedaulatan pilihan-Nya menandai orang percaya sejak dari kekekalan (Enns, 2004).

(3) Adopsi yang berasal dari kata dalam bahasa Yunani: huiothesia, yang memiliki arti menempatkan sebagai anak dan menjabarkan hak dan kewajiban demikian pula posisi yang baru bagi orang percaya di dalam Kristus. Kata ini diambil dari budaya Romawi di mana dalam upacara legal di mana anak yang diadopsi sebagai hak anak natural, dan upacara ini ada empat hal: (a) Orang yang diadopsi kehilangan semua hak dari keluarga yang lama, dan mendapatkan semua hak secara penuh seperti anak yang sah dari keluarga yang baru. (b) Ia menjadi ahli waris dari ayah barunya. (c) Kehidupan yang lama dari orang yang diadopsi itu dihapuskan sepenuhnya. (d) Dalam pandangan hukum orang yang diadopsi secara harfiah dan secara mutlak adalah anak dari bapanya yang baru itu (Wright, 2002).

Jika membicarakan mengenai proses suatu keselamatan dapat dipastikan berkaitan erat dengan karya Kristus atau pekerjaan Kristus itu sendiri. Ada hal yang utama dalam mencapai keselamatan manusia, yaitu hal itu melibatkan kematian Kristus sebagai suatu bentuk penebusan substitusionari untuk dosa yang menjamin pembebasan manusia dari hukuman, dan perbudakan dosa serta memenuhi tuntutan kebenaran dari Allah yang kudus (Enns, 2004).

Pada waktu Yesus memanggil orang untuk mengikut-Nya sebagai murid-murid [Luk.14:25-35], dan Ia tidak memanggil mereka untuk keselamatan, namun hal itu merupakan panggilan agar mengikuti-Nya sebagai seorang pembelajar atau seorang murid. Selanjutnya pemuridan yang selalu menngikuti keselamatan, dan hal itu tidak pernah menjadi bagian dari pada itu, jika tidak anugerah bukan lagi anugerah. Bahkan apabila pemuridan merupakan suatu kondisi untuk keselamatan, maka dengan demikian pula dengan baptisan, karena ketika dibaptiskan telah menjadi bagian dari murid [Mat.28:19-20] (Cocoris, 1983).

Sedangkan dari pandangan Alkitab yang banyak ayat menegaskan bahwa tanggung jawab manusia dalam keselamatan hanyalah percaya kepada Injil [Yoh.1:12; 3:16, 18, 36; 5:24; 11:25-26; 12:44; 20:31; Kis.16:31; 1 Yoh.5:13, dsb]. Berikutnya tentang iman, namun apa itu iman? Apa yang dimaksudkan mempercayai Injil? Iman kemungkinannya cukup didefinisikan dengan �menyatakan kepercayaan.� (Shedd, 1999). Untuk penggunaan kata iman menurut Yohanes adalah sama dengan pemakaian Paulus dalam menjabarkan iman sebagai kepercayaan �kepada Kristus,� dan Yohanes mengatakan mengenai iman sebagai �suatu aktivitas yang membawa manusia menjadi satu dengan Kristus.� (Enns, 2004).

Namun berbicara tentang iman yang menyelamatkan bukan hanya sekedar dalam pengertian intelektual atas suatu doktrin, dan hal itu akan melibatkan lebih dari itu. Untuk itulah iman yang menyelamatkan itu paling tidak melibatkan paling sedikit ada tiga hal: (1) Pengetahuan, di mana hal ini melibatkan intelektual dan tetap menekankan bahwa ada kebenaran dengan dasar tertentu yang harus dipercayai untuk keselamatan [Rm.10:9-10; Yoh.8:24]. Jadi iman yang menyelamatkan melibatkan kepercayaan kepada dasar kebenaran yang fundamental untuk keselamatan manusia mengenai keberdosaan manusia, pengorbanan Kristus untuk penebusan, dan kebangkitan tubuh-Nya  [Catatan dari Yohanes, Yoh.20:30-31]. (2) Keyakinan, di mana hal ini melibatkan emosi dan untuk menekankan bahwa orang itu bukan hanya memiliki kesadaran intelektual akan kebenaran-kebenaran, tetapi ada suatu keyakinan dari dalam mengenai kebenaran mereka [lih. Yoh.16:8-11]. (3) Percaya, di mana hal ini sebagai akibat dari pengetahuan akan Kristus dan suatu keyakinan bahwa semua hal itu adalah benar, serta harus memiliki adanya suatu kepercayaan yang pasti, bahkan ada suatu gerakan dari kehendak. Selanjutnya, kehendak itu sendiri adalah suatu keputusan yang harus dibuat sebagai suatu tindakan dari kehendak, seperti perkataan rasul Paulus: ...................,�percaya dalam hatimu� [Rm.10:9] (Enns, 2004).

Pekerjaan dari penyelamatan Allah melalui Kristus menurut pandangan rasul Paulus di mana Allah telah mengetahui sejak awal siapa Dia tentukan menjadi serupa dengan Anak-Nya, Yesus Kristus. Untuk istilah kata �mengetahui sebelumnya� dalam bahasa Yunani yang menggunakan kata proginosko, setidaknya Allah mengetahui sejak awal siapa yang akan menjadi milik Yesus Kristus [bdk. Kis.26:5; 2 Ptr.3:17].Namun ada kemungkinan yang besar bahwa istilah ini berarti lebih banyak ketika dikenakan pada Allah (Baugh, 2000).

Apabila memperhatikan objek dari kata kerja �mengenal sebelumnya� itu bersifat personal, dan dengan jelas bahwa Allah mengenal sebelumnya �orang-orang yang� [hous] akan menjadi seperti Kristus, serta Dia menaruh kasih dalaam perjanjian-Nya kepada orang-orang tertentu menurut rahasia anugerah-Nya. Jadi kata �mengenal sebelumnya� sesungguhnya memiliki arti �memilih sebelumnya,� dan Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya [lih.Rm.11:2]. Maksud dari kata �mengetahui sebelumnya� berfokus kepada pilihan dalam perjanjian Allah atas umat-Nya di dalam kasih-Nya memilih mereka menjadi milik-Nya (Tafonao, 2019).

Rasul Paulus merayakan pekerjaan penyelamatan Allah dan Kristus dengan berbagai metafora maupun ekspresi, karena kepenuhan keselamatan tidak dapat dipahami hanya dengan satu dimensi pekerjaan penyelamatan Allah.Apabila tema sentral Paulus yang dirangkum soteriologinya itu adalah keselamatan yang berasal dari Tuhan.Allah mengenal sebelumnya, memilih, menentukan, dan memanggil orang-orang percaya kepada-Nya.

Kasih karunia-Nya yang melimpah ruah sehingga Dia yang menaklukkan dosa dan membawa orang-orang percaya kepada lingkaran keselamatan. Selanjutnya orang-orang yang telah dipilih Allah akan menerima warisan akhir yang dijanjikan dan dibangkitkan dari antara orang mati pada hari terakhir.

Dalam hal ini Paulus menekankan bahwa pekerjaaan penyelamatan Allah efektif dalam dan melalui Kristus, baik sesesorang yang memikirkan pembenaran, pendamaian, penebusan, pemuasan, keselamatan, atau pengudusan di mana masing-masing menggambarkan tindakan penyelamatan Allah dalam Kristus. Dalam perwujudan akhir dijamin bahwa Allah yang telah membuat orang-orang percaya menjadi umat-Nya dan tidak pernah meninggalkan mereka  serta memberi mereka kuasa sampai akhir (Tafonao, 2019).

Istilah �penebusan� yang mucul hanya sekali dalam AV, yaitu di Roma 5:11, namun RSV bahwa istilah ini diterjemahkan �sebab oleh Dia kita telah menerima pendamaian itu.�Adapun istilah itu sendiri bukanlah istilah dalam Perjanjian Baru, dan merupakan ide bahwa kematian Kristus menyelesaikan masalah dosa manusia dan membawa manusia ke dalam persekutuan dengan Allah sebagai salah satu ide utama Perjanjian Baru (Taylor, 2009).

Pentingnya doktrin ini dalam pembenaran pemikiran teologis dari Paulus yang banyak diperdebatkan, meskipun dia menggunakan kata kerja �mengampuni� [aphiemi] hanya satu kali [Rm.4:7], dan kata benda [aphesis] dua kali [Ef.1:7; Kol.1:14], serta kata kerja yang lain seperti �mengampuni� [charizomai] dua kali [Ef.4:32; Kol.2:13]. Namun ia menggunakan kata kerja �membenarkan� [dikaioo] empat belas kali, dan kebenaran [dikaiosune] lima puluh dua kali (H. G. Wood, 1945).

Paulus menegaskan bahwa di dalam tindakan membenarkan orang berdosa di mana Allah menunjukkan diri-Nya sebagai Allah yang benar [Rm.3:26]. Kemudian untuk pembebasan dari kesalahan ini sama sekli tidak bergantung pada perbuatan ketaatan kepada hukum Taurat [Gal.2:16; 3:11], melainkan hanya melalui iman [Gal.2:16], jadi tidak mengherankan bahwa Paulus haruss menghadapi konflik dengan kebanyakan orang Kristen Yahudi (Burrows, 1955).

Dalam pemahaman eskatologis mengenai pembenaran maupun aspek forensiknya, yakni ajaran Paulus yang cocok dengan pemikiran Yahudi kontemporer. Ada beberapa ajaran Paulus yang radikal berbeda dengan konsep Yahudi, yaitu salah satunya adalah pembenaran eskatologis masa depan itu telah terjadi.

Sebagai contoh: �Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darah-Nya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah� [Rm.5:9]; �Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah� [Rm.5:1]; �Kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus� [1 Kor.6:11]. Di mana di dalam contoh-contoh tersebut memiliki kata kerja aorist tense yang menyatakan tindakan itu telah selesai dilaksanakan.

Melalui iman kepada Kristus dan yang berdasarkan dengan darah-Nya sudah dicurahkan, jadi manusia telah dibenarkan serta dibebaskan dari kesalahan dosa, bahkan manusia itu terlepas dari penghukuman (Baru & Jilid II, n.d.).

Ketika hal pembenaran jika dikaitkan dengan hukum rasul  Paulus banyak sekali menggunakan kategori hokum (Glover, 1925), dalam melukiskan pembenaran itu sendiri, dan  jemaat di Roma serta jemaat di Galatia (Glover, 1925). Dalam istilah �pembenaran� yang banyak didiskusikan orang-orang dan istilah tersebut mendapat tafsiran yang beraneka ragam (Glover, 1925).

Pembenaran itu pada dasarnya merupakan istilah hukum, dan ada satu dokumen kuno yang memerintahkan agar para hakim yang menangani satu kasus di pengadilan, di mana �membenarkan siapa yang benar dan menghukum siapa yang salah� [Ul.25:1]. Artinya bagi mereka yang harus memberikan keputusan pembebasan bagi orang benar, demikian pula sebaliknya memberi keputusan bagi yang bersalah. Rasul Paulus dengan jelas mengatakan bahwa kita semua adalah orang berdosa [Rm.3:22], di mana kita semua menghadapi penghakiman [2 Kor.5:10], dan Allah sebagai hakim yang adil [2 Tim.4:8] (Glover, 1925).

Rasul Paulus menyediakan jawaban melalui Kristus sebagai jalan keluarnya, dan yang telah dibenarkan oleh darah-Nya [Rm.5:9] serta dibenarkan secara cuma-cuma oleh kasih karunia oleh penebusan dalam Kristus Yesus [Rm.3:24], selain itu juga dibenarkan oleh kasih karunia-Nya [Tit.3:7].

Selanjutnya lebih tegasnya dalam penggunaan dari kata kerja yang biasanya diterjemahkan dengan �membenarkan� [dikaioo] sebenarnya lebih tepatnya diartikan dengan �menjadikan benar� dari pada �menyatakan benar,� namun kata kerja yang berakhiran �oo mengacu kepada kualitas moral yang memiliki makna deklaratif. Jadi axioo berarti �menilai (sesuatu) sebagai pantas�atau �menganggap (sesuatu) yang pantas� dan bukan �menjadikan (sesuatu) pantas�; homoioo yang berarti�memaklumkan� (sesuatu) sebagai mirip dengan (sesuatu yang lain).�(Morris, 2006).

Sebagai dasar pembenaran adalah kematian Kristus yang merupakan sarana yang olehnya pembenaran itu menjadi efektif bagi setiap orang adalah iman. Pembenaran adalah pemberian yang dikaruniakan yang harus diterima melalui iman [Rm.3:24-25]. Iman yang berarti bahwa menerima karya Allah dalam Kristus, dan suatu bentuk penyerahan total kepada-Nya, serta tidak menjadikan perbuatan-perbuatan pribadi sebagai dasar dari pembenaran.

Vincent memberikan pendapat bahwa Allah memperhitungkan manusia itu benar karena manusia dalam kenyataannya benar, yakni berdasarkan imannya terhadap karya Kristus, ia sesungguhnya benar dalam pikiran dan dalam tujuan, walaupun belum dalam pencapaian,� termasuk dalam sikap pikiran yang memungkinkan hubungan ini terjadi adalah iman (H. G. Wood, 1945).

Paulus dengan tegas mengemukakan bahwa manusia dibenarkan berdasarkan prinsip iman yang merupakan lawan dari prinsip perbuatan [Rm.3:28]. Iman sebagai sarana untuk melalui karya Kristus yang diterima secara pribadi, dan jelas bahwa itu meninggalkan usaha atau perbuatan untuk mendapatkan pembenaran diri serta menyerah penuh kepada karya Allah yang telah dilaksanakan baginya.Memegahkan diri atau mengangkat diri dan menjunjung tinggi semua pencapaian seseorang serta semua itu pada dasarnya dosa, sedangkan iman merupakan penyerahan diri secara penuh kepada Allah dan ketetapan ilahi bagi keselamatan.

Panggilan secara umum yang ada di dalam Perjanjian Baru hanya satu atau dua kali yang mempergunakan kata �panggilan� untuk menyatakan gagasan tentang panggilan pada umumnya yang ditujukan kepada orang-orang yang terpilih, dan yang tidak terpilih secara bersama-sama. Di dalam Matius 22:14, dengan jelas bahwa hal ini yang mendukung konsep itu, sedangkan Matius 9:13, juga ada kemungkinan. Namun secara jelas dinyatakan di dalam ayat-ayat seperti: Lukas 14:16-24, Yohanes 7:37; dalam hal ini merupakan undangan secara umum dari Allah kepada manusia supaya datang kepada-Nya.

Selanjutnya ada panggilan efektif merupakan panggilan yang hanya dijawab oleh orang-orang terpilih melalui iman dan yang menghasilkan keselamatan bagi mereka [Rm.8:30; 1 Kor.1:2]. Dalam hal ini merupakan pekerjaan Allah, meskipun Ia menggunakan pernyataan firman Tuhan [Rm.10:17], dan panggilan itu seperti: kepada persekutuan [1 Kor.1:9], terang [1 Ptr.2:9], kemerdekaan [Gal.5:13], kekudusan [1 Tes.4:7], kepada kerajaan-Nya [1 Tes.2:12] (Ryrie, 2017).

Ketika berbicara tentang kelahiran kembali yang hanya dua kali di Perjanjian baru dengan menggunakan kata yang artinya dilahirkan kembali [Mat.19:28; Tit.3:5]. Sedangkan untuk kata yang diartikan dilahirkan dari atas [anothen] terdapat di dalam Yohanes 3:3, dan barang kali yang mengandung arti dilahirkan kembali [lih. Pemakaian anothen dalam Galatia 4:9].Hal itu merupakan pekerjaan Allah yang memberikan kehidupan yang baru kepada orang percaya.Selanjutnya membahas cara kelahiran kembali, yaitu Allah melahirkan kembali [Yoh.1:3] menurut kehendak-Nya [Yak.1:18] melalui Roh Kudus [Yoh.3:5], di mana pada saat itu seseorang percaya [Yoh.1:12], dan Injil yang dinyatakan dalam firman-Nya [1 Ptr.1:23] (Ryrie, 2017).

Kemudian hubungan antara kelahiran kembali dan iman di dalam pernyataan reformasi tentang ordo salutis, yaitu kelahiran kembali melalui mendahului iman, maka oleh sebab itu pandangan ini bahwa seorang yang berdosa harus diberi kehidupan yang baru agar dapat percaya.Dalam hal ini tidak dapat disangkal hanya dinyatakan sebagai sesuatu urut-urutan secara logika, namun tidak bijaksana jika hanya menekankan hal itu saja. Jadi, iman merupakan bagian dari kesatuan dalam keselamatan yang bagian dari karunia Allah [Ef.2:9], namun selain itu iman harus memiliki agar dapat diselamatkan [Kis.16:31] [keduanya benar].

Selain itu akibat dari kelahiran kembali yang menghasilkan buah di dalam kehidupannya yang baru itu. Seperti dalam 1 Yohanes 2:29; 3:9; 4:7; 5:1, 4, 18, di mana ada beberapa hasil dari kehidupan yang baru antara lain: kebenaran, tidak berbuat dosa, saling mengasihi, dan mengalahkan dunia (Ryrie, 2017).

Iman mempunyai pengertian adalah suatu keyakinan, kepercayaan menganggap sesuatu yang adalah benar, dan iman harus memiliki isi bahwa harus ada kepercayaan atau keyakinan tentang sesuatu. Selanjutnya mempunyai iman kepada Kristus untuk keselamatan yang berarti memiliki keyakinan bahwa Ia dapat menghilangkan semua kesalahan dosa dan mengaruniakan hidup yang kekal.

Dalam Perjanjian Baru memakai kata kerja �percaya� [pisteuo] yang digunakan dengan kata depan �eis� [Yoh.3:16], yang berarti menggantungkan diri atau percaya sungguh-sungguh kepada objeknya. Kadang kala kata itu diikuti dengan �epi�, yang menekankan bahwa percaya itu adalah berpegang teguh pada objek iman itu [Rm.9:33; 10:11]. Selain itu kata itu juga diikuti dengan anak kalimat yang menerangkan isi iman itu [Rm.10:9]. Kata kerjanya �percaya� dipakai dengan suatu bentuk datif dalam Roma 4:3, tetapi apapun bentuknya mempunyai arti mempercayakan atau menggantungkan diri pada sesuatu atau seseorang.

Untuk iman ada beberapa macam alam Alkitab yang membedakannya, yaitu (1) Iman intelektual atau historis, di mana iman ini melihat atau memahami kebenaran secara intelektual sebagai suatu hasil pendidikan, tradisi, pemeliharaan, dsb; serta iman seperti ini bersifat manusia dan tidak menyelamatkan [Mat.7:26; Kis.26:27-28; Yak.2:16]. (2) Iman mujizat, di mana iman ini melakukan atau memberikan perintah untuk melakukan suatu mujizat dan kemungkinan yang disertai dengan keselamatan atau mnugkin juga tidak [Mat.8:10-13, 17-20; Kis.14:9]. (3) Iman sementara, di mana iman ini tampaknya mirip dengan iman intelektual, tetapi di sini lebih melibatkan kepentingan pribadi. (4) Iman yang menyelamatkan , di mana iman ini merupakan suatu kepercayaan yang penuh kepada kebenaran Injil yang telah dinyatakan sebagai firman Allah.

Iman mempunyai beberapa sisi yang harus diketahui sebagai berikut: (1) Intelektual, di mana hal ini yang menyebabkan pengenalan yang sesungguhnya dan postitf terhadap kebnaran Injil maupun pribadi Kristus. (2) Emosional, di mana kebenaran dan pribadi Kristus yang dilihat penuh perhatian serta kesungguhannya. (3) Kehendak atau Kemauan, di mana ketika orang tersebut menerima secara pribadi kebenaran dan pribadi Kristus serta sungguh-sungguh percaya kepada Dia (Ryrie, 2017).

Dalam soteriologi rasul Paulus yang mengatakan keselamatan masa kini dan nanti, yakni Paulus yang menyatakan bahwa Injil  merupakan suatu kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya [Rm.1:16]. Pemberitaan akan pengharapan dan untuk pembebasan semacam itu akan menimbulkan suatu perasaan yang responsif di dalam hati kebanyakan orang yang hidup pada zamannya (Pate, 2004).

Maka untuk itu rasul Paulus percaya bahwa keselamatan akan merupakan suatu masa pada akhir zaman yangtelah  merangkumkan permulaan dari sejarah yang bernuansa pada masa depan, namun dengan hadir masa kini bersama Kristus. Oleh karena itu orang-orang Kristen merupakan umat akhir zaman, dan berikutnya ada beberapa pernyataan bahwa akhir zaman sebagai realitas pada masa kini di dalam Kristus banyak di dalam surat-suratnya [lih. Rm.11:14; I Kor.1:18, 21; 7:16; 9:22; 10:33; 15:2; II Kor.2:15; 6:2; Ef. 1:13; 2:8; I Tes.2:16; II Tes.2:13; I Tim.1:15; 2:5; II Tim.3:14; Tit. 3:5].

Rasul Paulus yang berulang-ulang menunjukkan bahwa keselamatan sebagai sesuatu yang dimiliki pada masa depan, dan sesuatu yang belum sepenuhnya menjadi milik orang-orang Kristen [lih. Rm.5:9; 11:25; I Kor.3:15; 5:5; I Tes.5:8; I Tim.2:15; 4:16; II Tim.2:10; 4:18]. Selain itu ada pula beberapa teks Paulus yang menjajarkankedua gagasan tentang keselamatan yang bernuansa sekarang dan yang akan datang [lih. Rm.6:1-14; 7:14-25; 8:17-30; 13:11-14 (bdk. I Tes.5:8-9); I Kor.10:11-13; Gal.5:16-18; Ef.2:1-10; Flp.1:6; 3:1-4; 3:20-21] (Pate, 2004).

Pada saat Kekristenan awal, di mana orang-orang Kristen pertama, yaitu dari Yahudi dan non-Yahudi, dan tentunyauntuk mengetahuinya dengan kalender Ibrani, serta orang Kristen Yahudi yang pertama merayakan kebangkitan Yesus dengan mengatur waktu perayaannya sehubungan dengan Paskah (Landau, 2021).

Untuk bukti secara langsung dalam festival Kristen Pascha [Paskah] yang lebih lengkap mulai muncul pada pertengahan abad yang kedua, dan kemungkinan sumber utama yang paling awal dengan mengacu kepada Paskah, yaitu homili Paskah pada pertengahan abad kedua yang dikaitkan dengan Melito dari Sardis, dan yang ada ciri khaspada perayaan itu sebagai perayaan yang tidak dapat dipungkiri (Sardis, 2007).  Berikutnya untuk bukti jenis yang lainnya dari festival Kristen yang berulang-ulang setiap tahunnya, dan yang diperingati oleh para martir yangdimulai pada waktu yang hampir bersamaan dengan homili tersebut di atas (Cheslyn Jones, Wainwright, & Yarnold, 1986).

Selanjutnya sementara waktu para martir yang biasanya dalammenentukan tanggal masing-masing kemartiran dengan merayakan pada tanggal-tanggal tertentu pada kalender matahari setempat, sedangkan tanggal Paskah yang ditetapkan melalui kalender lunisolar Yahudi local (Genung, 1904). Hal ini sebagai bentuk konsisten dengan perayaan Paskah di dalam agama Kristen selama periode paling awal, yakni dari Yahudi tanpa ada pertanyaan dan tanpa keraguan sedikitpun (Cheslyn Jones et al., 1986).

Para sejarawan gerejawi seperti Socrates Scholasticus yang mengaitkan perayaan Paskah melalui gereja dengan pelestarian kebiasaan, di mana "sama seperti banyak kebiasaan yang lain yang telah ditetapkan" dengan menyatakan bahwa baik Yesus maupun para rasul-Nya itu tidak memerintahkan pemeliharaan festival ini atau festival yang lainnya. Meskipun ia menggambarkan rincian perayaan Paskah berasal dari kebiasaan setempat, dan iapun bersikeras menyatakan bahwa perayaan itu sendiri dipatuhi secara universal (Schaff, 2005).

Untuk penanggalan dalam perayaan Paskah merupakan sebuah jendela kaca yang menggambarkan domba Paskah adalahsebuah konsep yang tidak dapat terpisahkan dengan fondasi Paskah (Gerlach, 1998).

Untuk Paskah dan hari libur yang terkait dengannya adalah hari raya yang dapat dipindahkan, karena mereka tidak jatuh pada tanggal yang tetap dalam kalender Gregorian atau Julian [keduanya mengikuti siklus matahari dan musim].Sebaliknya tanggal Paskah ditentukan pada kalender lunisolar yang mirip dengan kalender Ibrani.The Konsili Nicea Pertama (325) didirikan dengan ada dua aturan, yaitu kemerdekaan kalender Yahudi dan keseragaman di seluruh dunia, yang di mana satu-satunya aturan untuk Paskah secara eksplisit ditetapkan oleh dewan. Tidak ada perincian dalam untuk perhitungan yang ditentukan bahwa ini berhasil dalam praktik, dan sebuah proses yang memakan waktu berabad-abad serta yang menimbulkan sejumlah kontroversi. [Lih.Computus dan Reformasi tanggal Paskah]. Secara khusus dalam Dewan tidak menetapkan bahwa Paskah harus jatuh pada hari Minggu, tetapi ini sudah menjadi praktik hampir di mana-mana (Chesnut, 1986).

Selanjutnya dalam Kekristenan yang ada di barat yang menggunakan kalender Gregorian Paskah dan selalu jatuh pada hari minggu di antara tanggal 22 Maret dan 25 April, (Wyatt, 2016) serta dalam waktu sekitar tujuh hari setelah bulan purnama astronomis (Observatory, 2011). Kemudian pada hari berikutnya, yaitu senin Paskah sebagai hari libur yang resmi di banyak negara dengan tradisi mayoritas Kristen (Holidays, 2021).

Bagi orang Kristen Ortodoks Timur yang mendasarkan dengan perhitungan tanggal Paskah pada kalender Julian, karena ada perbedaan tiga belas hari di antara kalender, yaitu 1900 dan 2099, dan untuk tanggal 21 Maret bertepatan selama abad kedua puluh satu, yaitu tanggal 3 April dalam kalender Gregorian. Oleh karena kalender Julian tidak lagi dipergunakan sebagai kalender sipil di negara-negara di mana tradisi Kristen Timur mendominasi Paskah yang bervariasi antara tanggal 4 April dan 8 Mei dalam kalender Gregorian.Juga untuk "bulan purnama" kalender Julian selalu beberapa hari setelah bulan purnama astronomis bahwa Paskah timur sering kali lebih lambat, dan relatif terhadap fase bulan yang terlihat dari pada Paskah barat.

Ada di antara Ortodoks Oriental  beberapa gereja yang telah berubah dari kalender Julian ke kalender Gregorian, dan tanggal Paskah seperti perayaan yang tetap serta dapat pula dipindahkan lainnya yang sama seperti di gereja Barat.

Pada abad kedua puluh ada beberapa individu yang institusi telah mengusulkan ada perubahan metode penghitungan tanggal Paskah, maka usulan yang paling menonjol pada hari minggu setelah sabtu yang keduapada bulan April. Meskipun ada mendapat beberapa dukungan maupun usulan untuk mereformasi tanggal tersebut, namun belum dilaksanakan (Britannica & Judaica, n.d.). Kemudian sebuah kongres Ortodoks para uskup Ortodoks Timur yang sebagian besar mencakup perwakilan dari Patriark Konstantinopel dan Patriark Serbia mengadakan pertemuan di Konstantinopel pada tahun 1923, dan para uskup telah menyetujui kalender Julian Revisi (Cassian, 1998).

Bentuk asli dari kalender ini yang akan menentukan Paskah dengan menggunakan perhitungan astronomi yang tepat berdasarkan meridian Yerusalem (Milankovitch, 1924). Namun semua negara Ortodoks Timur yang mengadopsi kalender Julian telah direvisi,dan hanya mengadopsi sebagian kalender revisi yang diterapkan pada festival yang jatuh pada tanggal tetap dalam kalender Julian.Kemudian untuk perhitungan Paskah yang direvisi yang telah menjadi bagian dari perjanjian asli tahun 1923,dan tidak pernah diterapkan secara permanen di keuskupan Ortodoks mana pun.

Sedangkan untuk Inggris Raya menrapkan Undang-Undang Paskah tahun 1928 yang menetapkan undang-undang untuk mengubah tanggal Paskah menjadi hari minggu pertama setelah sabtu yang kedua pada bulan April [hari minggu dalam periode dari  tanggal 9-15 April]. Namunbagi undang-undang tersebut di atas belum dilaksanakan, karena tetap dalam lembaran negara yang dapat dilaksanakan dengan persetujuan dari berbagai gereja Kristen (Hurst, Wright, Martin, & hold Swing, n.d.).

Pada pertemuan puncak di Aleppo, Suriah pada tahun 1997, di mana Dewan Gereja Dunia [WCC] yang mengusulkan reformasi dalam perhitungan Paskah yang akan menggantikan praktik penghitungan Paskah yang berbeda saat ini dengan pengetahuan ilmiah modern dengan mempertimbangkan contoh astronomi aktual dari ekuinoks musim semi. Dan bulan purnama yang berdasarkan dari meridian Yerusalem yang sementara mengikuti tradisi Paskah yang jatuh pada hari minggu setelah bulan purnama (Sauca, n.d.).

Selanjutnya dalam perubahan Dewan Gereja Dunia yang direkomendasikan akanmenghindari masalah kalender dan menghilangkan perbedaan tanggal antara gereja-gereja Timur dan Barat (Magazine, 2015). Reformasi tersebut diusulkan untuk diterapkan mulai tahun 2001, meskipun telah berulang kali menyerukan reformasi, namun reformasi tersebut pada akhirnya tidak diadopsi oleh badan anggota mana pun (Iati, 2019).

Pada bulan Januari 2016, di mana gereja-gereja Kristen kembali untuk mempertimbangkan dalam menyetujui tanggal Paskah yang umum atau universal, danuntuk sementara menyederhanakan perhitungan tanggal tersebut, yakni dengan menentukan hari minggu kedua atau ketiga pada bulan April yang menjadi pilihan popular (CathNews.com, 2016).

 

Kesimpulan

Umat Kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas keterkaitan peristiwa perayaan Paskah pada saat pertama kali zaman nabi Musa, dan secara khusus untuk darah anak domba yang tidak bercelasebagai lambang dari  Tuhan Yesus Kristus[Kel.12:1-51].

Umat Kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas pengertian tentang perayaan Paskah yang berhubungan erat dengan kedatangan Tuhan Yesus Kristus ke dunia dalam rangka untuk mempertegas bahwa keselamatan yang sebenarnya hanya melalui Dia Sang Juruselamat [Kis.4:12].

Umat Kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas perjuangan para rasul-Nya yang membawa tongkat estafet sepanjang perjalanan zaman tentang perayaan Paskah dengan mengabarkan Injil keselamatan hanya melalui Tuhan Yesus Kristus [Yoh.14:6; Mat.21:32; Luk.3:12; 7:29-30; Kis.13:10; Yak.2:23; 2 Ptr.2:2, 21, dst], bahkan banyak juga di antara mereka yang mati secara martir.

Umat Kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas perjalanan perayaan Paskah yang sangat panjang, di mana bapa-bapa gereja yang telah berupaya dengan roh yang menyala-nyala  mengabarkan Kabar Baik atau Injil keselamatan, dan bahkan banyak pula di antara mereka yang mati syahid. Meskipun suatu perjalanan yang panjang ribuan tahun di mana di antara bapa-bapa gereja yang sibuk dengan penentuan hari perayaan Paskah saja, dan secara pemahaman yang kurang ditekankan.

Umat Kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas semua rangkaian perayaan Paskah yang dimulai dari Perjanjian Lama, Perjanjian Baru, para rasul-Nya, bapa-bapa gereja, bahkan sampai saat ini yang merupakan perjalanan ribuan tahun yang telah berlalu, supaya mereka tetap selalu siap sedia setia dalam memperingati perayaan Paskah penuh dengan makna yang sebenaranya.

Umat Kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas bahwa semua rangkaian perjalanan perayaan Paskah yang melewati berbagai macam hal yang dari zaman ke zaman sejak semula merupakan bentuk kasih dari Bapa di surga bagi seluruh umat manusia di dunia ini, dan hal ini sebagai bentuk rencana yang mulia dari Bapa di surga, yaitu hanya untuk menyelamatkan seluruh umat manusia hingga penghujung dari kesudahan zaman.

Umat Kristiani masa kini harus mengingat dan memahami dengan jelas bahwa rangkaian perjalanan perayaan Paskah dari zaman kepada zaman masa kini, dan sebagai puncaknya pada saat Dia datang kembali kelak merupakan suatu penggenapan dari kebenaran firman Tuhan yang hidup.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Baru, PBIK, & Jilid II, Baru PBIK. (n.d.). Lee, Witness. The New Testament Recovery Version. Jakarta: Yayasan Perpustakaan Injil, 2003. Lembaga Alkitab Indonesia. Alkitab Terjemahan Indonesia Baru. Jakarta: LAI, 2004. Susanto, Hasan Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjajian. Google Scholar

 

Baugh, Samuel M. (2000). The meaning of foreknowledge. Still Sovereign: Contemporary Perspectives on Election, Foreknowledge, and Grace, 183�200. Google Scholar

 

Britannica, EBr Encyclopaedia, & Judaica, E. J. Encyclopaedia. (n.d.). Dictionaries and Encyclopaedia. Google Scholar

 

Burrows, Millar. (1955). The Dead Sea Scrolls. Google Scholar

 

Cassian, Hieromonk. (1998). a scientific examination of the orthodox church calendar. A Scientific Examination of the Orthodox Church Calendar or Old Calendar and Science. Google Scholar

 

CathNews.com. (2016). Christian Churches to Fix Common Date for Easter.

 

Chesnut, Glenn F. (1986). The First Christian Histories: Eusebius, Socrates, Sozomen, Theodoret, and Evagrius (Vol. 46). Mercer University Press. Google Scholar

 

Cocoris, G. Michael. (1983). Lordship Salvation: Is it Biblical? Redencion Viva. Google Scholar

 

Douglas, J. D., & Hillyer, N. (2008). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Google Scholar

 

Enns, Paul. (2004). The Moody Handbook of Theology Jilid 1. Malang: SAAT. Google Scholar

 

Genung, Charles Harvey. (1904). The Reform of the Calendar. The North American Review, 179(575), 569�583. Google Scholar

 

Gerlach, Karl. (1998). The antenicene pascha: a rhetorical history (Vol. 7). Peeters Publishers. Google Scholar

 

Glover, Terrot Reaveley. (1925). Paul of Tarsus. Google Scholar

 

Hill, Andrew E., & Walton, John H. (2013). Survei Perjanjian Lama. Gandum Mas. Google Scholar

 

Holidays, Office. (2021). Easter Monday in Hungary in 2021.

 

Hurst, Green Natalie, Wright, UKIP Nigel, Martin, UKIP Stephen, & hold Swing, Labour. (n.d.). Have You Gotten Clean And Sober? Need Help? Google Scholar

 

Iati, Marisa. (2019). Why isn�t Easter celebrated on the same date every year? Google Scholar

 

Jewett, P―Eschatology. (1975). The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible. Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House, 2, 342�358. Google Scholar

 

Jones, Cheslyn, Wainwright, Geoffrey, & Yarnold, Edward. (1986). The study of spirituality. Oxford University Press. Google Scholar

 

Jones, Hywel R. (2012). Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 [Kejadian-Ester] (Terjemahan: P.S. Naipospos). Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih.

 

Kaiser, Walter. (1990). �Exodus� dalam EBC (Grand Rapids: Zondervan, 1990), hlm. 2:292-293.

 

Landau, Brent. (2021). Why Easter is called Easter and other little-known facts about the holiday.

 

Magazine, U. S. Catholic. (2015). Why is Orthodox Easter on a different day?

 

Milankovitch, Milutin. (1924). Das Ende des julianischen Kalenders und der neue Kalender der orientalischen Kirchen. Astronomische Nachrichten, 220, 379. Google Scholar

 

Morris, Leon. (2006). Teologi Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas. Google Scholar

 

Nunez, Emilio. (n.d.). Libertion Theology [terjemahan, Paul Sywulka (Chicago: Moody, 185),

 

Observatory, United States Naval. (2011). The Date of Easter.

 

Pate, C. Marvin. (2004). Teologi Paulus. Malang: Gandum Mas.

 

Plasterer, George. (1977). A Bibliographic Essay on the Theology of Liberation. The Asbury Journal, 32(3), 5. Google Scholar

 

Ronald B. Allen. (n.d.). �Numbers� EBC, 2.680-91, hlm. 690.

 

Rowley, Harold Henry. (2009). Ibadat Israel Kuno. BPK Gunung Mulia. Google Scholar

 

Ryrie, Dr. Charles C. (2017). Teologi Dasar 2. Yogyakarta: Andi.

 

Sardis, Melito of. (2007). �Homily on the Pascha� Kerux Northwest Theological Seminary.

 

Sauca, Ioan. (n.d.). World Council of Churches.

 

Schaff, Philip. (2005). The Author�s Views respecting the Celebration of Easter, Baptism, Fasting, Marriage, the Eucharist, and Other Ecclesiastical Rites. Socrates and Sozomenus Ecclesiastical Histories. Calvin College Christian Classics Ethereal Library.

 

Shedd, William G. T. (1999). Commentary on Romans. Wipf and Stock Publishers. Google Scholar

 

Tafonao, Talizaro. (2019). GEMBALA Sebagai Pengajar, Motivator, dan Inspirator. Google Scholar

 

Taylor, Vincent. (2009). The atonement in New Testament teaching. Wipf and Stock Publishers. Google Scholar

 

Walter Elwell, Ed. (1994). EDT (Grand Rapids: Baker, 1994), hlm. 636.

 

Wolf, Herbert. (1998). Pengenalan Pentateukh. Malang: Gandum Mas. Google Scholar

 

Wood, H. G. (1945). Vincent Taylor, Forgiveness and Reconciliation. Hibbert Journal, 44(a). Google Scholar

 

Wood, Leon. (1970). �Date of the Exodus� dalam New Perspectives on the Old Testament, ed. J. Barton Payne (Waco, Tex: Word. 1970), hlm. 68.

 

Wright, N. Thomas. (2002). The letter to the Romans. The New Interpreter�s Bible, 10, 394�770. Google Scholar

 

Wyatt, Caroline. (2016). Why can�t the date of Easter be fixed.

 

 

 

Copyright holder:

Handoko Noertjandranata, Vinus Zai, Antony Sanjaya Suwignyo (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: