�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

�e-ISSN : 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

ANALISIS SEGMENTASI PASAR PRODUK KOPI CELUP DI KOTA YOGYAKARTA, KABUPATEN SLEMAN, DAN BANTUL

 

Arief Fathoni Argadian

Universitas Gadjah Mada, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Kopi celup memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Namun, saat ini kopi celup masih belum memiliki daya tarik, karena hanya menempati posisi ke enam produk unggulan kopi olahan. Maka dari itu, pasar kopi celup perlu dikembangkan dengan melakukan penelitian mengenai perencanaan pemasaran yang dimulai dengan segmentasi pasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan segmen pasar kopi celup di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul. Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi segmen pasar kopi celup dengan metode K-Means dan deskriptif. Selanjutnya konsumen kopi celup dibagi menjadi tiga segmen. Kemudian ketiga segmen tersebut dianalisis untuk menentukan segmen pasar kopi celup unggulan berdasarkan demografi dan psikografis. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa terdapat tiga segmen pasar kopi celup yaitu segmen konsumen pengikut keluarga, konsumen pengikut tren dan konsumen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari. Kesimpulan yang diperoleh adalah segmen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari merupakan segmen unggulan karena memiliki anggota yang lebih banyak dibandingkan segmen lainnya. Selain itu, segmen ini juga lebih sering mengkonsumsi dan membeli kopi celup.

 

Kata Kunci: klister; K-Means; kopi celup; rencana pemasaran

 

Abstract

The coffee bag has good potential to be developed. However, the coffee bag still has not got much attention. It only occupies the sixth priority position of superior processed coffee products. Marketing research is needed to develop a coffee bag market which starts with market segmentation. This study aims to identify and determine market segments for coffee bags in Yogyakarta City, Sleman, and Bantul Regency. The first step in this research was to identify the coffee bag market segment with the K-Means and descriptive method. Next, consumers of the coffee bag are divided into three segments and then analyzed to determine the superior coffee bag market segments based on demographic and psychographic. The results of market segment identification indicate that there are three coffee market segments: family followers, trend followers, and segment that is busy with daily activities. The conclusion obtained is that the segment that is busy with daily activities is the superior segment because it has more members than other segments, more often consuming and buying coffee bags.

 

Keywords: cluster; K-Means; coffee bag; marketing plan

 

Received: 2022-02-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-03-10

 

Pendahuluan

Indonesia merupakan konsumen penting komoditas kopi di dunia. Menurut International Coffee Organization (Kementerian Perindustrian, 2017), Indonesia merupakan negara peminum kopi nomor tujuh di dunia. Rata-rata tingkat konsumsi kopi penduduk Indonesia sebesar 1,2 kg/kapita pada tahun 2010-2015 (Kementerian Pertanian, 2015). Jumlah ini diproyeksi akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang merupakan pasar potensial untuk berbagai jenis produk kopi dan olahannya.

Proyeksi peningkatan konsumsi kopi per kapita tiap tahun menyebabkan industri kopi dalam negeri memiliki potensi yang sangat baik untuk meningkatkan produksinya (Kementerian Pertanian, 2015). Namun, potensi ini masih belum dapat disikapi dengan baik. Industri kopi dalam negeri belum mampu memaksimalkan produksi kopi olahan. Dari 100% produksi, hanya 20% kopi yang diolah menjadi kopi olahan (kopi bubuk, kopi instan, kopi mix), sedangkan sisanya dalam bentuk biji kering (Kementerian Perindustrian, 2017). Penyebab industri kopi dalam negeri belum mampu memaksimalkan produksi kopi olahan adalah teknologi pengolahan kopi baru diterapkan oleh sebagian kecil industri. Selain itu terdapat masalah keterbatasan informasi, modal, teknologi dan manajemen usaha (Kementerian Perindustrian, 2017).

Menyikapi permasalahan tersebut, Kementerian Perindustrian menerbitkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahap pertama tahun 2015-2019 untuk mendorong industri dalam negeri melakukan inovasi dan penciptaan nilai tambah berupa hilirisasi produk-produk pertanian menjadi produk agroindustri. Selain itu, Kementerian Perindustrian juga menerbitkan peta panduan pengembangan klaster industri pengolahan kopi untuk memudahkan para pelaku industri mengembangkan usahanya dengan mempertimbangkan aspek-aspek terkait seperti aspek perencanaan, pemasaran, teknis produksi dan manajemen usaha.

 

Tabel 1

Prioritas Produk Unggulan Kopi Olahan di Indonesia

Produk

Prioritas

Kopi Instan

1

Kopi Bubuk

2

Minuman Kopi Dalam Kemasan

3

Kopi Herbal

4

Kopi Rendah Kafein

5

Kopi Celup

6

 

 

Sumber: Wardhana, et. al. (2016)

 

Menurut (Wardhana, Wibowo, & Suwasono, 2016), hingga saat ini sudah ada 6 produk kopi olahan yang beredar di pasaran Indonesia, yaitu kopi bubuk, kopi instan, kopi herbal, kopi celup, kopi rendah kafein dan minuman kopi dalam kemasan. Daftar prioritas produk unggulan kopi olahan dapat dilihat pada Tabel 1. Prioritas tersebut diurutkan berdasarkan biaya produksi, teknologi yang digunakan, penyerapan tenaga kerja, nilai tambah, peluang pasar, dampak pada lingkungan, kebijakan pemerintah dan penerimaan masyarakat.

Walaupun kopi celup hanya menempati prioritas ke enam produk unggulan kopi olahan di Indonesia, sesungguhnya kopi celup memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri dibanding dengan produk kopi olahan yang lain. Menurut (Pamungkas, 2017), Kopi celup memiliki keunggulan yaitu bersih dari ampas sehingga konsumen tidak perlu repot menyaring ampas dan kopi celup aman dikonsumsi karena terbuat dari kopi murni tanpa bahan pengawet dan bahan kimia berbahaya lainnya. Kopi celup memiliki keunggulan lain yaitu kopi dapat diseduh secara cepat dan efektif. Keunggulan tersebut cocok digunakan untuk restoran karena mereka dapat melayani pesanan kopi secara cepat, seragam dan berkualitas. Mesin penyeduh kopi yang saat ini masih banyak digunakan oleh restoran belum mampu melampaui keunggulan kopi celup dalam hal menyeduh kopi secara cepat. Mesin penyeduh kopi otomatis banyak memakan waktu saat pengoperasian dan memerlukan biaya perawatan dan pembersihan. Selain itu, kopi celup dapat diseduh dengan takaran konstan dan sempurna setiap saat. Keunggulan tersebut dapat digunakan pada restoran untuk menghindari kerugian atas penggunaan kopi yang tidak terukur.

Provinsi DIY merupakan wilayah yang bagus untuk pengembangan kopi celup. Realisasi ekonomi produk kopi di DIY pada tahun 2017 sebesar Rp 262,8 miliar dan 2 tahun kedepan berpotensi mencapai Rp 350,4 miliar. Potensi ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi kopi penduduk DIY yang diikuti oleh peningkatan jumlah kedai kopi terdaftar tiap tahun. Pada tahun 2017 sudah terdapat 600 kedai kopi di DIY dan dalam jangka waktu 2 tahun kedepan berpotensi untuk terus bertambah hingga 800 kedai kopi. Potensi ini menunjukkan pertumbuhan industri kopi di DIY kian pesat.

Referensi dari peneliti terdahulu �Life Cycle Assessment of Spray Dried Soluble Coffee and Comparison with Alternatives (Drip Filter and Capsule Espresso)� (Humbert, Loerincik, Rossi, Margni, & Jolliet, 2009) fokus meneliti tentang penilaian siklus hidup dari kopi celup dan dibandingkan dengan kopi berbentuk kapsul. Peneliti mendapatkan referensi berupa gambaran besar mengenai kopi celup, manfaat dan kelebihannya jika dibandingkan dengan kopi olahan yang lain. Referensi peneliti kedua �Analisis Strategi Pengembangan Usaha Kopi Celup UNO di CV. Coffee Roema, Malang� (Pamungkas, 2017) fokus meneliti usaha kopi celup yang ada di Malang beserta strategi yang dirumuskan untuk mengembangkan usaha kopi celup tersebut. Peneliti mendapatkan referensi berupa gambaran mengenai prospek usaha kopi celup yang ada di luar DIY. Referensi peneliti ketiga �Penentuan Segmenting, Targeting, Positioning, dan Bauran Komunikasi Pemasaran Produk Teh Hijau Kemasan Celup di DIY� (Rahmahapsarin, 2017) fokus meneliti pemasaran teh hijau kemasan celup di DIY. Peneliti mendapatkan referensi mengenai cara meneliti pemasaran produk yang mirip dengan kopi celup yang ada di DIY walau berbeda komoditas.

Berdasarkan referensi dari penelitian terdahulu beserta ulasan latar belakang diatas, dapat diketahui bahwa penelitian mengenai perencanaan pemasaran produk kopi celup di DIY belum pernah dilakukan. Permasalahan utama penelitian ini adalah kopi celup masih belum memiliki daya tarik, sehingga hanya menempati posisi prioritas ke enam produk unggulan kopi olahan.

Penelitian mengenai perencanaan pemasaran diperlukan untuk mengembangkan pasar produk kopi celup. Peneliti akan mencoba untuk meneliti topik ini mengingat keunggulan-keunggulan yang dimiliki kopi celup beserta potensi yang baik untuk dikembangkan di DIY. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi segmen pasar kopi celup, dan menentukan segmen pasar kopi celup unggulan di DIY khususnya Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Harapannya, penelitian ini dapat menjadi panduan bagi pengusaha yang ingin menciptakan industri pengolahan kopi celup di DIY.

 

Metode Penelitian

Secara garis besar, lingkup pada penelitian ini menggunakan metode K-Means untuk mengidentifikasi segmen pasar kopi celup di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Hasil dari metode K-Means adalah terbentuknya kelompok konsumen kopi celup berdasarkan aspek psikografis. Selanjutnya, dilakukan profilisasi segmen pasar yang memadukan profil aspek psikografis dan demografis. Hasil profilisasi ini kemudian diidentifikasi guna menentukan segmen pasar kopi celup unggulan.

Objek dan lokasi penelitian ini adalah konsumen kopi celup yang berada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Konsumen kopi celup dipilih sebagai objek karena dapat menggambarkan perilaku membeli dan konsumsi kopi celup (psikografis) beserta demografisnya. Informasi tersebut berguna sebagai acuan untuk mengidentifikasi segmen pasar kopi celup dan menentukan segmen pasar kopi celup unggulan.

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 2

Pengeluaran Riil Per Kapita Kabupaten/Kota DIY, 2010-2014

(Ribu Rupiah/Tahun)

Kabupaten/Kota

2010

2011

2012

2013

2014

Yogyakarta

16,462

16,497

16,498

16,645

16,755

Sleman

13,848

13,882

13,916

14,085

14,171

Bantul

13,725

13,778

13,798

13,902

13,921

Gunungkidul

8,093

8,138

8,171

8,202

8,235

Kulonprogo

8,274

8,331

8,342

8,468

8,481

Sumber: BPS (2015)

 

Responden yang digunakan pada penelitian ini berasal dari populasi konsumen kopi yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Adapun ketiga wilayah tersebut dipilih karena memiliki tingkat pengeluaran riil per kapita tertinggi se DIY. Tingkat pengeluaran riil per kapita disebut juga sebagai daya beli. Daya beli adalah kemampuan masyarakat dalam membelanjakan uangnya dalam bentuk barang maupun jasa. Daya beli menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi (Statistik, 2015). Data pengeluaran riil per kapita menurut kabupaten/kota di DIY tersaji pada Tabel 2.

 

Tabel 3

Kepadatan Penduduk Kabupaten/Kota DIY, 2010-2014 (Jiwa/ )

Kabupaten/Kota

2010

2011

2012

2013

2014

Yogyakarta

1,085

1,095

1,103

1,128

1,142

Sleman

1,902

1,926

1,939

1,995

2,025

Bantul

1,798

1,818

1,831

1,884

1,911

Gunungkidul

455

456

461

467

470

Kulonprogo

663

666

670

685

691

Sumber: BPS (2015)

 

Selain itu, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tertinggi se DIY. Menurut (Becker & Gerhart, 1996), kepadatan penduduk yang tinggi akan menstimulasi akumulasi modal manusia yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Data kepadatan penduduk menurut kabupaten/kota di DIY tersaji pada Tabel 3.

Cara mengambil sampel dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul menggunakan metode non-probability sampling. Metode non-probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Metode purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil sampel berdasar kriteria tertentu.

Kriteria sampel yang dipilih sebagai responden penelitian pendahuluan (wawancara), kuesioner pendahuluan dan kuesioner segmentasi pasar adalah konsumen yang membeli dan mengonsumsi kopi celup minimal 1 kali seminggu. Rutinitas dalam membeli dan mengonsumsi suatu produk menunjukkan pemahaman/pengetahuan konsumen atas produk tersebut (Piero, Wibawa, & Persada, 2018). Dengan kriteria ini, diharapkan responden memiliki gambaran secara utuh mengenai produk kopi celup. Kriteria responden berikutnya adalah usia. Usia responden yang dipilih adalah pada rentang usia 15-64 tahun. Rentang usia tersebut digolongkan sebagai usia produktif oleh BPS. Usia produktif adalah usia yang menyatakan perbandingan antara penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan usia produktif (antara 15 sampai 64 tahun) dikalikan 100 (Statistik, 2015). Usia tersebut masuk dalam golongan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja yang sudah memiliki penghasilan maupun pengeluaran, sehingga kriteria ini dapat mengasumsikan bahwa responden yang berusia 15-64 tahun sudah terlibat dalam keputusan pembelian kopi celup.

Jumlah populasi atau jumlah konsumen kopi celup di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul tidak diketahui. Maka dari itu, untuk memudahkan jumlah sampel yang diambil untuk wawancara mengikuti jurnal dari (Warren, 2002), yaitu berjumlah 20 orang. Sedangkan sampel yang diambil untuk kuesioner pendahuluan dan segmentasi pasar ditentukan berdasarkan perhitungan dengan rumus Lemeshow. Dari hasil perhitungan, dibutuhkan minimal 97 responden. Peneliti menetapkan responden sejumlah 100 orang dengan pembagian 30 responden diambil untuk menjawab kuesioner pendahuluan dan 70 responden untuk kuesioner segmentasi pasar.

Data wawancara, kuesioner pendahuluan, dan kuesioner segmentasi pasar yang bersifat psikografis kemudian diolah menggunakan metode K-Means dengan SPSS Versi 24. K-Means adalah salah satu metode pembentukan klaster secara non hirarki. Pada metode K-Means, banyaknya klaster yang ingin dibentuk harus ditentukan terlebih dahulu. Pusat klaster yang dipilih merupakan pusat sementara dengan terus memperbaharui pusat klaster sampai pemberhentian tercapai (Merliana & Santoso, 2015).

Nilai K yang dipilih untuk menentukan jumlah klaster dapat ditentukan dengan menggunakan metode elbow. Metode elbow merupakan metode interpretasi dan uji performa konsistensi dalam analisis klaster untuk menemukan jumlah yang tepat dari klaster. Metode ini adalah metode yang melihat SSE (Sum of Square Error) sebagai fungsi dari jumlah klaster. Nilai SSE dijelaskan oleh klaster yang diplotkan berdasarkan jumlah klaster. Klaster pertama akan memberikan informasi namun pada titik tertentu kenaikan marjinal akan turun secara dramatis dan memberikan sebuah lekukan pada grafik yang disebut dengan �kriteria siku�. Contoh jumlah klaster yang dipilih dengan Metode elbow ditunjukkan pada Gambar 1 (Bholowalia & Kumar, 2014).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1

Metode Elbow

 

Nilai tersebut yang akan menjadi nilai k atau jumlah klaster yang dipilih. Metode ini berawal dengan menentukan nilai k sebesar 2, kemudian ditingkatkan satu pada tiap langkahnya. Kemudian dihitung SSE yang dihasilkan pada tiap klaster. Pada nilai k tertentu, SSE akan turun secara drastis dan setelah itu akan mencapai titik konstan dimana nilai tidak akan berubah walupun nilai k dinaikkan.

Setelah melalukan uji elbow, terdapat dua asumsi dalam analisis klaster yang perlu dilakukan sebelum diproses dengan metode K-Means. Menurut (Hair, 2009) dua asumsi pada analisis klaster yaitu Sampel Mewakili (Sampel Representatif) dan tidak ada multikolinieritas. Untuk memastikan tidak ada multikolienaritas maka perlu dilakukan uji korelasi. Analisis korelasi sederhana yang dapat digunakan adalah dengan teknik Kendall-Tau. Teknik Kendall-Tau dapat digunakan jika data penelitian berskala ordinal. Teknik Kendall-Tau merupakan korelasi non-parametrik yang digunakan ketika memiliki sekelompok data dengan sejumlah besar tingkatan. Skala ordinal adalah data yang berasal dari kategori yang disusun secara berjenjang dengan jarak/rentang yang tidak tentu sama��

Setelah dilakukan uji asumsi, data dikelompokkan menggunakan K-Means, kemudian dilakukan uji anova sebelum dilakukan profilisasi klaster. Uji anova perlu dilakukan untuk meyakinkan bahwa solusi dari klaster yang ada akan mewakili populasi secara umum dan bersifat stabil. Hal tersebut diperoleh dengan melihat perbedaan tiap variabel pada klaster yang terbentuk (Merliana & Santoso, 2015).

Klaster-klaster yang telah diperoleh kemudian dilakukan profilisasi yang memadukan hasil aspek psikografis yang telah diperoleh melalui metode K-Means dan demografis yang telah dijabarkan dengan statistika deskriptif. Segmen pasar unggulan ditentukan berdasarkan hasil dari profilisasi segmen pasar, jumlah anggota yang tergabung pada tiap klaster serta perhitungan tingkat kepentingan tiap variabel aspek psikografis.

 

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan pada 20 narasumber, didapatkan enam variabel psikografis yang menunjukkan sikap dan perilaku konsumen kopi yang ada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul dalam membeli dan mengkonsumsi kopi celup. Keenam variabel psikografis ini dipecah lagi menjadi 25 pernyataan yang kemudian akan diteliti lebih lanjut. Variabel-variabel tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

����������� Setelah terbentuk variabel-variabel tersebut, selanjutnya dilakukan uji validitas, reliabilitas pada kuesioner pendahuluan yang telah disebar ke 30 responden. Dalam penelitian ini digunakan α = 10% dan n = 30. Menurut tabel R- Product Moment dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 10%) dan df = 28 untuk jumlah sampel 30, maka nilai R-tabel-nya adalah 0,3061. Nilai R-hitung diperoleh dari uji validitas menggunakan SPSS versi 24.0 yang dapat dilihat pada kolom corrected item correlation dalam tabel item total statistics. Kemudian nilai R-tabel dibandingkan dengan nilai R-hitung. Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan SPSS, dapat diketahui bahwa seluruh pernyataan yang tercantum pada kuesioner pendahuluan memiliki nilai validitas lebih dari R-tabel yaitu 0,3061. Nilai tertinggi ada pada pernyataan variabel alasan mengonsumsi yaitu aman dikonsumsi dengan nilai R-hitung sebesar 0,700. Nilai terendah ada pada pertanyaan variabel tahap kesiapan membeli yaitu beli dengan perencanaan dengan nilai R-hitung sebesar 0,345. Hal ini menandakan bahwa seluruh pernyataan yang diajukan dapat dipahami dengan baik oleh responden karena tidak menimbulkan ambigu.

Berdasarkan uji reliabilitas diperoleh nilai Cronbach�s alpha seluruh pertanyaan sebesar 0,868. Nilai koefisien kurang dari 0,4; 0,4 sampai 0,75 atau lebih besar dari 0,75 dikaitkan dengan kesepakatan yang buruk, sedang, dan sangat baik. Nilai tertinggi ada pada pertanyaan variabel tahap kesiapan membeli yaitu beli dengan perencanaan dengan nilai Cronbach�s alpha sebesar 0,868. Nilai terendah ada pada pertanyaan variabel alasan mengonsumsi yaitu dapat diseduh dengan cepat, aman dikonsumsi dan variabel sikap terhadap produk baru yaitu membandingkan dengan yang biasa dibeli dengan nilai Cronbach�s alpha sebesar 0,858. Walaupun terendah, namun Cronbach�s alpha sebesar 0,858 masih dinyatakan reliabel karena nilainya lebih besar dari 0,75. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan kuesioner dalam penelitian ini dinyatakan sangat baik untuk digunakan sebagai alat ukur karena lebih besar dari 0,75.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 4

Variabel Penelitian Aspek Psikografis

Variabel Psikografis

Pernyataan

 

 

 

Alasan mengonsumsi

Dapat diseduh dengan cepat

Praktis disajikan

Mudah disajikan

Takaran standar 1 kali konsumsi

Cita rasa khas

Mudah dibawa

Tidak berampas

Aman dikonsumsi

 

Gaya hidup

Sibuk aktivitas sehari-hari

Sosialita

Pengikut tren

Pengikut keluarga

 

Status loyalitas

Ganti-ganti merek

Setia 1 merek

Tidak peduli dengan merek

Tahap kesiapan membeli

Beli tanpa perencanaan

Beli dengan perencanaan

 

Sensitivitas harga

Harga mahal kualitas premium

Harga ekonomis

Tidak pertimbangkan harga

 

 

Sikap terhadap produk baru

Tertarik cari info

Pertimbangkan harga

Membandingkan dengan yang biasa dibeli

Tertarik beli

Mau mencoba

 

Sumber: Data Olahan (2018)

 

Setelah seluruh variabel valid dan reliabel, kemudian dilakukan penyebaran kuesioner kembali pada 70 responden karena jumlah responden yang diperlukan sebanyak 100 orang. Hasil penyebaran kuesioner segmentasi aspek psikografis kemudian di uji asumsi. Uji asumsi yang pertama adalah sampel penelitian harus representatif. Sampel yang digunakan pada penelitian ini sudah merepresentasikan populasi peminum kopi di DIY karena sudah melewati perhitungan yang telah dibahas pada bagian metode penelitian. Kemudian uji asumsi yang kedua adalah uji multikolinieritas dengan menggunakan uji korelasi Kendall-Tau. Uji korelasi dilakukan antar kelompok variabel psikografis dan seluruh kelompok variabel psikografis. Data dianggap mengalami multikolinieritas jika nilai koefisien korelasi > 0.75. Berdasarkan hasil uji multikolinieritas, dapat diketahui bahwa tidak ada variabel yang mengalami multikolinieritas karena korelasi tiap variabel nilainya < 0.75. Hal ini menandakan bahwa data sudah memenuhi semua syarat uji asumsi dan siap untuk dilakukan proses pembentukan klater dengan K-Means.

Langkah-langkah yang dilakukan pada pembentukan klaster menggunakan metode K-Means dengan SPSS adalah analyse>classify>K-Means cluster. Jumlah klaster ditentukan dengan uji elbow. Penentuan jumlah klaster ditujukan untuk meminimalkan hasil ambigu dan mengoptimalkan polarisasi data. Polarisasi data yang optimal dapat memudahkan pengambilan keputusan dalam penentuan klaster (segmen) mana yang akan dipilih sebagai pasar sasaran.

Gambar 2

Grafik Hasil Uji Elbow 30 Data

 

Uji elbow adalah uji interpretasi dan uji peforma konsistensi dalam analisis klaster untuk menemukan jumlah klaster yang tepat dari suatu variabel yang akan dikelompokkan. Uji ini melihat nilai Sum of Square Error sebagai fungsi dari jumlah klaster. Nilai Sum of Square Error dijelaskan oleh klaster yang diplotkan berdasarkan jumlah klaster. Semakin kecil nilai Sum of Square Error berarti anggota yang ada pada klaster tersebut sangat cocok (tidak ada perbedaan) sehingga makin baik hasil klasternya. Sebaliknya apabila nilai Sum of Square Error besar maka semakin tidak cocok (memiliki perbedaan) dengan klaster yang ditempati. Namun pada uji elbow, sebelum melihat besar dan kecilnya nilai Sum of Square Error perlu diperhatikan nilai Sum of Square Error klaster pertama, kedua dan seterusnya. Jika nilai Sum of Square Error mengalami penurunan secara ekstrim dan memberikan sebuah lekukan pada grafik (kriteria siku), maka nilai tersebut merupakan jumlah klaster paling ideal untuk dipilih.

 

 

 

 

 


Gambar 3

Grafik Hasil Uji Elbow 60 Data

 

Pada uji elbow yang dilakukan pada penelitian ini, jumlah klaster yang akan diuji adalah 2 klaster sampai 8 klaster. Untuk menentukan jumlah klaster terbaik, uji coba akan dilakukan sebanyak 3 kali dengan jumlah data yang berbeda-beda, pertama 30 data, kedua 60 data dan ketiga 100 data. Hasil uji elbow disajikan pada Gambar 2, 3, dan 4.

Gambar 4

Grafik Hasil Uji Elbow 100 Data

 

Berdasarkan hasil uji elbow yang dilakukan sebanyak 3 kali dengan jumlah data yang berbeda yaitu 30, 60 dan 90, penururunan Sum of Square Error secara ekstrim terletak pada klaster ke 3. Sama seperti hasil penurunan Sum of Square Error, lekukan (siku) pada grafik ditunjukkan pada klaster ke 3. Walaupun klaster ke 4,5,6,7 dan 8 menunjukkan angka Sum of Square Error yang lebih kecil dibanding klaster ke 3, namun klaster ke 4,5,6,7 dan 8 tidak menunjukkan penurunan Sum of Square Error secara ekstrim dan tidak memberikan lekukan (siku) pada grafik, sehingga jumlah klaster yang digunakan pada K-Means clustering adalah 3.

 

Tabel 5

Inisialisasi Pusat Klaster

Variabel

Klaster

1

2

3

Diseduh dengan cepat (X1)

-2,21825

-0,03278

1,05995

Praktis disajikan (X2)

-1,03128

1,18652

-1,03128

Mudah disajikan (X3)

-1,08562

0,00000

0,00000

Takaran 1 kali konsumsi (X4)

-1,03527

1,09931

0,03202

Cita rasa khas (X5)

1,65706

-0,31563

-1,30198

Mudah dibawa (X6)

-2,07119

1,18199

1,18199

Tidak berampas (X7)

0,44811

1,40153

-0,50531

Aman dikonsumsi (X8)

1,34926

1,34926

-1,83797

Sibuk aktivitas sehari-hari (X9)

-1,95346

0,06042

1,06736

Sosialita (X10)

0,47502

1,50766

-1,59027

Pengikut tren (X11)

0,99078

-0,08615

-0,08615

Pengikut keluarga (X12)

-1,51539

1,51539

-1,51539

Ganti-ganti merek (X13)

1,82268

-1,35641

-0,29672

Setia 1 merek (X14)

-1,16820

0,97528

-1,16820

Tidak peduli dengan merek (X15)

-1,57913

-1,57913

1,22406

Beli tanpa perencanan (X16)

1,83125

-0,21484

-0,21484

Beli dengan perencanaan (X17)

-1,95346

1,06736

1,06736

Harga mahal kualitas premium (X18)

0,97252

-1,37090

-0,19919

Harga ekonomis (X19)

-0,09878

2,09624

-1,19628

Tidak pertimbangkan harga (X20)

0,06236

-2,01640

1,10174

Tertarik cari info (X21)

0,65525

-1,33036

-1,33036

Pertimbangkan harga (X22)

-1,26934

1,98539

-1,26934

Bandingkan dengan yang biasa dibeli (X23)

-0,22439

1,81556

-1,24437

Tertarik beli (X24)

2,01624

-0,24920

-1,38191

Mau mencoba (X25)

-1,56723

-1,56723

1,23139

Sumber: Data Olahan (2018)

�����������

Pada tahap selanjutnya, dilakukan proses pengolahan data dengan metode K-Means menggunakan SPSS. Pada tahap ini, terjadi proses pemasukan obyek penelitian ke dalam klaster yang nantinya dikelompokkan menjadi klaster yang lebih spesifik sesuai dengan jumlah klaster yang telah ditentukan. Jumlah klaster yang ditentukan sebanyak 3 berdasarkan hasil uji elbow. Pembentukan klaster dengan metode K-Means terbagi dalam beberapa proses. Proses pertama adalah melakukan standardisasi data. Standardisasi dilakukan supaya tidak ada perbedaan satuan dari tiap-tiap variabel. Perbedaan satuan yang mencolok dapat menyebabkan bias dalam pengidentifikasian klaster. Dengan demikian, perlu dilakukan suatu transformasi terhadap variabel yang relevan ke bentuk z score. Proses selanjutnya adalah pemilihan pusat klaster awal yang dilakukan secara random oleh bantuan program SPSS 24.0. Klaster yang terdekat adalah klaster dengan jarak euclidean terkecil antara observasi dan pusat klaster. Semakin jauh jarak antara klaster dengan pusat klaster, maka semakin berbeda antara satu kelompok dengan yang lain. Pada Tabel 5 dapat dilihat tampilan pertama proses klaster sebelum dilakukan iterasi yaitu inisialisasi pusat klaster.

 

Tabel 6

Jumlah Iterasi

Iterasi

Perubahan Dalam Pusat Klaster

1

2

3

1

3,609

3,841

3,987

2

0,457

0,283

0,281

3

0,203

0,208

0,000

4

0,000

0,000

0,000

Sumber: Data Olahan (2018)

 

Pada penelitian ini dilakukan iterasi sebanyak 4 kali untuk memperoleh hasil klaster yang tepat. Iterasi akan berhenti saat jarak antar klaster bernilai 0 secara konstan. Iterasi berhenti pada perulangan ke-4 dengan performa maksimum yang ditentukan yaitu 10. Pada Tabel 6 dapat dilihat jumlah proses iterasi tiap klaster. Kemudian setelah dilakukan iterasi, diperoleh hasil pusat klaster akhir yang disajikan pada Tabel 7.

 

Tabel 7

Jumlah Anggota Dalam Klaster

Klaster

Jumlah

1

26 Orang

2

25 Orang

3

49 Orang

Total

100 Orang

� Sumber: Data Olahan (2018)

 

Pusat klaster akhir yang disajikan pada Tabel 8 digunakan untuk menyatakan sifat psikografis yang dimiliki oleh tiap klaster dan akan dibahas pada identifikasi segmen pasar produk kopi celup.

 

Tabel 8

Pusat Klaster Akhir

Variabel

Klaster

1

2

3

Diseduh dengan cepat (X1)

-1,25160

0,36060

0,48013

Praktis disajikan (X2)

-1,11658

0,29940

-0,43971

Mudah disajikan (X3)

-1,12737

0,34740

0,42095

Takaran 1 kali konsumsi (X4)

-1,24052

0,37355

0,46765

Cita rasa khas (X5)

0,78452

-0,15782

0,33576

Mudah dibawa (X6)

-1,19534

0,40123

0,42955

Tidak berampas (X7)

0,19142

0,98202

-0,60260

Aman dikonsumsi (X8)

0,08254

0,71182

-0,40697

Sibuk aktivitas sehari-hari (X9)

-1,29508

0,26180

0,55361

Sosialita (X10)

0,31615

0,84677

-0,59978

Pengikut tren (X11)

0,53515

-0,04308

-0,26198

Pengikut keluarga (X12)

-0,34970

0,99005

-0,31957

Ganti-ganti merek (X13)

0,88525

-0,08478

-0,42647

Setia 1 merek (X14)

-0,50866

1,27537

-0,38080

Tidak peduli dengan merek (X15)

-1,04005

-0,27097

0,69012

Beli tanpa perencanan (X16)

0,76886

-0,01023

-0,40275

Beli dengan perencanaan (X17)

-1,10144

0,26180

0,45086

Harga mahal kualitas premium (X18)

0,79226

-0,19919

-0,31875

Harga ekonomis (X19)

-0,47868

1,17433

-0,34516

Tidak pertimbangkan harga (X20)

-0,06236

-0,85229

0,40175

Tertarik cari info (X21)

0,65525

-0,09928

-0,39834

Pertimbangkan harga (X22)

-0,05925

0,94387

-0,45013

Bandingkan dengan yang biasa dibeli (X23)

-0,65592

1,12197

-0,22439

Tertarik beli (X24)

0,66569

-0,06796

-0,31856

Mau mencoba (X25)

-0,59847

-0,48509

0,56505

Sumber: Data Olahan (2018)

 

Tahapan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melihat perbedaan variabel pada klaster yang terbentuk. Dalam hal ini dapat dilihat dari uji Anova berdasarkan nilai F dan nilai signifikansi masing-masing variabel terlepas dari hasil klaster yang diperoleh. Semakin besar nilai F dan sig < 0,05, maka semakin besar perbedaan antar variabel.

 

Tabel 9

Hasil Uji Anova

Variabel

F

Signifikansi

Diseduh dengan cepat (X1)

111,899

0,000

Praktis disajikan (X2)

122,133

0,002

Mudah disajikan (X3)

100,572

0,025

Takaran 1 kali konsumsi (X4)

92,113

0,000

Cita rasa khas (X5)

44,655

0,032

Mudah dibawa (X6)

26,750

0,218

Tidak berampas (X7)

70,923

0,000

Aman dikonsumsi (X8)

32,546

0,001

Sibuk aktivitas sehari-hari (X9)

22,334

0,142

Sosialita (X10)

260,361

0,037

Pengikut tren (X11)

54,275

0,001

Pengikut keluarga (X12)

27,517

0,014

Ganti-ganti merek (X13)

46,093

0,001

Setia 1 merek (X14)

101,168

0,000

Tidak peduli dengan merek (X15)

109,692

0,000

Beli tanpa perencanan (X16)

34,377

0,023

Beli dengan perencanaan (X17)

67,778

0,000

Harga mahal kualitas premium (X18)

57,712

0,000

Harga ekonomis (X19)

51,562

0,000

Tidak pertimbangkan harga (X20)

47,315

0,001

Tertarik cari info (X21)

87,176

0,000

Pertimbangkan harga (X22)

71,898

0,000

Membandingkan dengan yang biasa dibeli (X23)

67,773

0,000

Tertarik beli (X24)

68,424

0,000

Mau mencoba (X25)

78,480

0,000

Sumber: Data Olahan (2018)

 

Dapat dilihat terdapat beberapa variabel yang memiliki nilai sig > 0,05 dan nilai F yang rendah yaitu variabel dengan kode X6 dan X9. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa alasan mengonsumsi mudah dibawa dan gaya hidup sibuk dengan aktivitas sehari-hari tidak memberikan perbedaan diantara klaster-klaster yang terbentuk. Variabel yang berada pada nilai signifikansi di atas 0,05 dapat dinyatakan sebagai variabel yang berada pada semua klaster karena tidak memberikan beda nyata.

Pada setiap golongan konsumen yang terbentuk terdapat konsumen yang memilih sibuk dengan kegiatan sehari-hari sebagai gaya hidup yang melatarbelakangi mereka untuk mengonsumsi kopi celup. Melihat fenomena tersebut, dapat dikatakan bahwa konsumen yang sibuk dengan kegiatan sehari-hari memberikan peran yang cukup besar dalam pertumbuhan produk kopi celup di kalangan masyarakat. Selain gaya hidup sibuk dengan kegiatan sehari-hari, manfaat kemudahan kopi celup dibawa kemanapun juga dipilih oleh tiap golongan konsumen. Manfaat inilah yang melatarbelakangi mereka untuk mengonsumsi kopi celup. Fenomena tersebut juga dapat memberikan peran yang cukup besar dalam pertumbuhan produk kopi celup yang harus ditangkap oleh perusahaan sebagai peluang untuk memasarkan produk kopi celup yang menarik di mata konsumen. Hasil dapat dilihat pada Tabel 9 yang merupakan hasil pengujian anova.

Setelah hasil K-Means dan profil responden diketahui, peneliti melakukan profilisasi guna mengidentifikasi segmen pasar kopi celup di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. Pada tahap ini, dilakukan penginterpretasian aspek psikografis dan demografis antara satu klaster dengan yang lainnya. Profilisasi klaster berdasarkan aspek psikografis dilakukan dengan cara menginterpretasikan keanggotaan klaster dengan melihat tanda plus atau minus pada nilai yang tertera pada kolom Tabel 8 yaitu tabel pusat klaster akhir. Nilai tersebut mewakili sifat psikografis yang dimiliki oleh tiap klaster. Apabila memiliki nilai plus, maka sifat psikografis tersebut dimiliki oleh anggota tiap klaster tersebut dan begitu juga sebaliknya.

Profil klaster berdasarkan aspek demografis dan kebiasaan membeli dan mengonsumsi kopi celup diperoleh dari profil responden yang telah diketahui. Interpretasi keanggotaan klaster mengikuti jumlah klaster yang telah ditentukan dengan uji elbow. Terdapat 3 klaster yang terbentuk dan kemudian disebut klaster konsumen pengikut tren, konsumen pengikut keluarga dan konsumen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari untuk memudahkan penyebutan klaster. Berikut ini hasil interpretasi keanggotaan klaster berdasarkan aspek psikografis yang disajikan pada Tabel 10. Hasil interpretasi keanggotaan klaster berdasarkan aspek demografis serta kebiasaan membeli dan mengonsumsi kopi celup yang disajikan pada Tabel 11.

 

Tabel 10

Profilisasi Tiap Klaster Berdasarkan Aspek Psikografis

No

Variabel

Atribut Klaster 1 (Tren)

Tingkat Kepentingan

Atribut Klaster 2 (Keluarga)

Tingkat Kepentingan

Atribut Klaster 3 (Sibuk)

Tingkat Kepentingan

1

 

 

 

 

 

 

Alasan mengonsumsi

Cita rasa khas (X5)

3,000

Praktis disajikan (X2)

3,469

Diseduh dengan cepat (X1)

3,560

2

Tidak berampas (X7)

2,884

Mudah dibawa (X6)

3,400

Takaran 1 kali konsumsi (X4)

3,408

3

Aman dikonsumsi (X8)

2,846

Diseduh dengan cepat (X1)

3,360

Mudah disajikan (X3)

3,387

4

Mudah dibawa (X6)

2,038

Mudah disajikan (X2)

3,320

Cita rasa khas (X5)

2,346

5

 

 

Takaran 1 kali konsumsi (X4)

3,316

Mudah dibawa (X6)

3,306

6

 

 

Aman dikonsumsi (X8)

3,280

 

 

7

 

 

Tidak berampas (X7)

3,200

 

 

8

 

 

Gaya hidup

Sosialita (X10)

2,923

Pengikut keluarga (X12)

3,480

Sibuk aktivitas sehari-hari (X9)

3,489

9

Pengikut tren (X11)

2,461

Sibuk aktivitas sehari-hari (X9)

3,360

 

 

10

 

 

Sosialita (X10)

3,200

 

 

11

Status loyalitas

Ganti-ganti merk (X13)

2,923

Setia 1 merk (X14)

3,280

Tidak peduli dengan merk (X15)

3,428

12

Tahap kesiapan membeli

Beli tanpa perencanaan (X16)

3,076

Beli dengan perencanaan (X17)

3,200

Beli dengan perencanaan (X17)

3,224

13

Sensitivitas harga

Harga mahal kualitas premium (X18)

2,961

Harga ekonomis (X19)

3,160

Tidak pertimbangkan harga (X20)

3,265

14

Sikap terhadap produk baru

Tertarik cari info (X21)

2,961

Pertimbangkan harga (X22)

3,320

Mau mencoba (X25)

3,285

15

Tertarik beli (X24)

2,769

Bandingkan dengan yang biasa dibeli (X23)

3,040

 

 

Sumber: Data Olahan (2018)

 

Tabel 11

Profilisasi Tiap Klaster Berdasarkan Aspek Demografis serta

Kebiasaan Membeli dan Mengonsumsi Kopi Celup

No

Aspek

Variabel

Atribut Klaster 1 (Tren)

Atribut Klaster 2 (Keluarga)

Atribut Klaster 3 (Sibuk)

1

 

 

 

Demografis

Tempat tinggal

Kota Yogyakarta

Kabupaten Bantul

Kabupaten Sleman

2

Usia

15-25 tahun

26-35 tahun

26-35 tahun

3

Jenis kelamin

Pria

Pria

Pria

4

Pendidikan terakhir

SMA/sederajat

S1

S1

5

Pekerjaan

Pelajar dan Mahasiswa

Mahasiswa

Karyawan swasta dan PNS

6

Pendapatan rata-rata tiap Bulan

Rp 1.000.000-

Rp 3.000.000

Rp 1.000.000-

Rp 3.000.000

Rp 3.000.000-

Rp 5.000.000

1

 

 

 

 

 

Kebiasaan membeli dan mengonsumsi kopi celup

Lama mengonsumsi

1 tahun

1-2 tahun

2 tahun

2

Frekuensi mengonsumsi dalam seminggu

Jarang (1-2 cangkir)

Sering (sehari 1 cangkir)

Sangat sering (sehari > 1 cangkir)

3

Waktu mengonsumsi

Siang dan Sore

Pagi

Pagi dan Siang

4

Tempat mengonsumsi

Kafe/restoran dan tempat wisata/alam terbuka

Rumah

Tempat kerja

5

Jenis kopi celup

yang disukai

Kopi hitam dengan campuran diluar filter

Kopi hitam dengan campuran diluar filter

Kopi hitam dengan campuran diluar filter

6

Penyajian kopi celup yang disukai

Panas

Panas

Panas

7

Tempat membeli kopi celup

Kafe/restoran dan toko online

Minimarket/supermarket

Toko online

8

Merk kopi celup yang biasa dibeli

Coffesso dan Studio Kopi

Kepala Djenggot

Otten

9

Jumlah kopi celup yang dibeli dalam seminggu

1 Kotak (isi 5 kopi celup)

2 Kotak (isi 20 kopi celup)

3 Kotak (isi 10 kopi celup)

10

Sumber informasi tentang kopi celup

Teman dekat dan sosial media

Keluarga

Sosial media

Sumber: Data Olahan (2018)

 

Berdasarkan profil tiap klaster yang telah teridentifikasi, segmen pasar kopi celup unggulan ada pada klaster 3 (konsumen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari). Klaster 3 merupakan segmen pasar kopi celup unggulan karena memiliki jumlah anggota paling banyak dibanding klaster konsumen pengikut tren dan klaster konsumen pengikut keluarga. Klaster dengan jumlah anggota paling banyak dapat menunjukkan besarnya pangsa pasar klaster 3 di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul dibanding klaster konsumen pengikut tren dan klaster konsumen pengikut keluarga.

Selain itu, klaster 3 merupakan konsumen yang sudah mengonsumsi kopi celup selama 2 tahun dengan frekuensi sangat sering (sehari lebih dari 1 cangkir/minggu), lebih lama dan lebih sering dibanding klaster konsumen pengikut tren yang mayoritas baru 1 tahun mengonsumsi kopi celup dengan frekuensi minum kopi celup jarang (1-2 cangkir/minggu) untuk dan klaster konsumen pengikut keluarga dengan frekuensi minum kopi celup sering (sehari 1 cangkir/minggu). Semakin sering frekuensi konsumen mengonsumsi kopi celup, maka volume penjualan kopi celup akan terus meningkat. Mayoritas anggota klaster 3 sudah bekerja dan berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta dengan penghasilan rata-rata per bulan Rp 3.000.000 � Rp 5.000.000. Penghasilan tersebut lebih besar dibanding klaster konsumen pengikut tren dan klaster konsumen pengikut keluarga dengan penghasilan rata-rata per bulan Rp 1.000.000 � Rp 3.000.000. Tingginya penghasilan yang diperoleh dapat meningkatkan permintaan terhadap suatu produk. Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah kopi celup yang dibeli dalam seminggu. Klaster 3 membeli 3 kotak kopi celup dalam seminggu. Lebih banyak dibanding klaster konsumen pengikut tren dan konsumen pengikut keluarga yang masing-masing membeli 1 dan 2 kotak kopi celup dalam seminggu.

Berdasarkan karakter psikografis, klaster 3 biasa membeli kopi celup dengan perencanaan. Pembelian kopi celup dengan perencanaan mengindikasikan rutinitas pembelian produk kopi celup. Berbeda dengan klaster konsumen pengikut tren yang membeli produk kopi celup tanpa perencanaan. Selain itu, ketika terdapat produk kopi celup baru di pasaran maka anggota klaster 3 bersedia membeli tanpa mempertimbangkan hal lain. Berbeda dengan klaster konsumen pengikut tren dan klaster konsumen pengikut keluarga yang penuh pertimbangan. Klaster konsumen pengikut tren tertarik membeli produk kopi celup baru namun memilih untuk mencari info terlebih dahulu dan tidak langsung membeli. Klaster konsumen pengikut keluarga masih mempertimbangkan harga produk baru tersebut dan membandingkan dengan produk kopi celup yang biasa mereka beli. Hal tersebut dapat menjadi peluang untuk perusahaan kopi celup untuk mendapatkan pasar klaster 3.

Kemudian, klaster 3 memiliki gaya hidup sibuk dengan aktivitas sehari-hari dan mengonsumsi kopi celup dengan alasan utama dapat diseduh dengan cepat. Keunggulan kopi celup tersebut sangat sesuai dengan karakter klaster 3 yang menginginkan minum kopi namun tidak ingin membuang waktu banyak karena kesibukannya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa anggota klaster 3 akan selalu membutuhkan kopi celup.

 

Kesimpulan

Terdapat 3 segmen pasar kopi celup yang diperoleh pada penelitian ini, yaitu segmen konsumen pengikut keluarga, segmen konsumen pengikut tren dan segmen konsumen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari.

Segmen pasar kopi celup unggulan adalah segmen konsumen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari karena memiliki jumlah anggota lebih banyak, frekuensi mengonsumsi kopi celup yang lebih sering dan jumlah pembelian kopi celup dalam seminggu yang lebih banyak dibanding kedua segmen yang lain. Selain itu, anggota segmen konsumen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari mayoritas sudah bekerja dan memiliki rata-rata penghasilan per bulan yang lebih besar dibanding kedua segmen yang lain. Berdasarkan nilai tingkat kepentingan tertinggi, anggota segmen konsumen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari mengonsumsi kopi celup karena dapat diseduh dengan cepat. Kecepatan penyeduhan kopi celup membuat anggota segmen konsumen yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari dapat tetap mengonsumsi kopi di sela-sela kesibukan tanpa membuang banyak waktu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa mereka akan selalu membutuhkan kopi celup.

Karena penelitian ini terbatas pada produk kopi celup dengan basis konsumen yang berada di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul, maka peneliti menyarankan untuk dapat mengambil cakupan wilayah yang lebih luas pada penelitian selanjutnya. Selain itu, penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap identifikasi segmentasi pasar produk kopi celup. Supaya analisis dapat tersusun lebih baik, maka perlu dilakukan penentuan objek/merek dari produk kopi celup supaya dapat diketahui posisi produk kopi celup tersebut di mata masyarakat.

 


BIBLIOGRAFI

 

Becker, Brian, & Gerhart, Barry. (1996). The impact of human resource management on organizational performance: Progress and prospects. Academy of Management Journal, 39(4), 779�801. Google Scholar

 

Bholowalia, Purnima, & Kumar, Arvind. (2014). EBK-means: A clustering technique based on elbow method and k-means in WSN. International Journal of Computer Applications, 105(9). Google Scholar

 

Hair, Joseph F. (2009). Multivariate data analysis.

 

Humbert, Sebastien, Loerincik, Yves, Rossi, Vincent, Margni, Manuele, & Jolliet, Olivier. (2009). Life cycle assessment of spray dried soluble coffee and comparison with alternatives (drip filter and capsule espresso). Journal of Cleaner Production, 17(15), 1351�1358. Google Scholar

 

Kementerian Perindustrian. (2017). Peluang Usaha IKM Kopi. Jakarta: Departemen Perindustrian.

 

Kementerian Pertanian. (2015). Komoditas Indonesia di Pasar Internasional 2010-2015. Jakarta: Departemen Pertanian.

 

Merliana, Ni Putu Eka, & Santoso, Alb Joko. (2015). Analisa Penentuan Jumlah Cluster Terbaik pada Metode K-Means Clustering. Google Scholar

 

Pamungkas, Kristian Bintang. (2017). Analisis Strategi Pengembangan Usaha Kopi Celup" UNO" di CV. Coffee Roema, Malang. Universitas Brawijaya. Google Scholar

 

Piero, Malvin, Wibawa, Berto Mulia, & Persada, Satria Fadil. (2018). Identifikasi Perilaku Compulsive Buying pada Mahasiswa di Surabaya. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 7(1), 15�17. Google Scholar

 

Rahmahapsarin, Rosita. (2017). Penentuan Segmenting, Targeting, Positioning (STP) Dan Baurankomunikasi Pemasaran Produk Teh Hijau Kemasan Celup Di DIY. Universitas Gadjah Mada. Google Scholar

 

Statistik, Badan Pusat. (2015). Potensi Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta.

 

Wardhana, Danu Indra, Wibowo, Yuli, & Suwasono, Sony. (2016). Strategi pengembangan agroindustri kopi yang berkelanjutan. Google Scholar

 

Warren, Carol A. B. (2002). Qualitative interviewing. Handbook of Interview Research: Context and Method, 839101, 83�101. Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Arief Fathoni Argadian (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: