Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

TEKNIK PENERJEMAHAN KOMPLEKS KLAUSA TIPE PROYEKSI DALAM NOVEL �AN ABUNDANCE OF KATHERINES� KARYA JOHN GREEN

 

Tri Hastuti Widayanti, Siti Wachidah, Shafruddin Tadjuddin

Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Indonesia

Emailt[email protected], [email protected],

[email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan teknik penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan kompleks klausa tipe proyeksi dalam novel berbahasa Inggris �An Abundance of Katherines� karya John Green ke Bahasa Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Data penelitian ini adalah kompleks klausa tipe proyeksi dalam novel �An Abundance of Katherines� dan terjemahannya. Dalam teori Systemic Functional Linguistics (SFL) Halliday, kompleks klausa adalah kombinasi dari dua atau lebih klausa tunggal atau simpleks. Berdasarkan teori SFL, kompleks klausa tipe proyeksi adalah kompleks klausa yang digunakan untuk membangun dialog dalam teks narasi yang kerap ditemukan dalam novel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 teknik penerjemahan yang diterapkan untuk menerjemahkan 64 kompleks klausa tipe proyeksi yang ditemukan, yaitu teknik penerjemahan harfiah (60,9%), transposisi (35,9%), partikularisasi (1,6%), dan kompresi linguistik (1,6%). Penggunaan teknik penerjemahan menyebabkan bentuk 23 kompleks klausa tipe proyeksi mengalami pergeseran, sedangkan bentuk 41 kompleks klausa tipe proyeksi lainnya tetap sama. Teknik penerjemahan harfiah dominan digunakan untuk mempertahankan bentuk asli bahasa sumber, sehingga makna yang terkandung dalam Bahasa sumber dapat tersampaikan kepada pembaca. Bentuk bahasa sumber dipertahankan dalam bahasa sasaran karena dalam penerjemahan sastra, struktur dan bentuk sangat penting.

 

Kata Kunci: teknik penerjemahan; SFL; proyeksi; kompleks klausa

 

Abstract

This study aims to describe the translation used in translating the review type clause in the English novel "An Abundance of Katherines" by John Green into Indonesian. This research is a descriptive qualitative research. The data of this research is the complex of approximation clauses in the novel �An Abundance of Katherines� and its translation. In Halliday's Systemic Functional Linguistics (SFL) theory, a clause complex is a combination of two or more single clauses or simplex. In SFL theory, the type of thought-type clause complex is a clause complex that is used to build dialogue in narrative texts that are often found in novels. The results showed that there were 4 translation techniques applied to translate 64 complex clauses of approximate type found, namely literal translation techniques (60.9%), transposition (35.9%), particularization (1.6%), and linguistic compression. (1.6%). The use of translation techniques causes the complex form of the view type clause to shift, while the 41 complex form of the other approximate type clause remains the same. Literally dominant translation techniques are used to maintain the original form of the source language, so that the meaning contained in the source language can be conveyed to the reader. Language form is maintained in the target language because in literary translation, structure and form are very important

 

Keywords: translation techniques; SFL; projection; clause complex

 

Received: 2022-02-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-03-10

 

Pendahuluan

Penerjemahan umumnya dikatakan sebagai proses mengalihkan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Dalam penerjemahan, bentuk bahasa sumber digantikan oleh bentuk bahasa sasaran (Larson, 1984). Sejalan dengan Larson, McGuire dalam �(Machali, 2000) menyatakan bahwa dalam penerjemahan, struktur bahasa sumber dapat diubah ke dalam struktur bahasa sasaran asalkan makna dapat dipertahankan.

Menerjemahkan novel atau karya sastra lainnya tidak semudah menerjemahkan teks atau artikel umum. Penerjemah sebuah karya sastra, dalam hal ini novel, tidak hanya harus memperhatikan isi pesan, tetapi juga bentuk dan struktur. Karena bentuk itulah yang membuat karya sastra bernilai. Oleh sebab itu, dalam menerjemahkan karya sastra seperti novel, penerjemah menggunakan teknik penerjemahan agar terjemahan dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Teknik penerjemahan digunakan agar makna atau nilai dalam bahasa sumber dapat tersampaikan melalui cara yang sama dalam bahasa sasaran.

(Thahara, Mulyadi, & Utama, 2016) melakukan penelitian yang mengungkapkan adanya penggunaan 14 jenis teknik penerjemahan untuk menerjemahkan simile pada novel Angels and Demons dan menyatakan bahwa teknik literal paling banyak digunakan karena dapat mempertahankan gambaran dan pesan dari bahasa sumber. (Thahara et al., 2016) dalam penelitiannya juga menemukan adanya penggunaan teknik penerjemahan amplifikasi (penambahan), kreasi diskursif, dan teknik literal untuk menerjemahkan novel Me Before You yang menyebabkan beberapa hasil terjemahan menjadi kurang akurat dan tidak akurat. Dari penelitian tersebut dapat dipahami bahwa teknik penerjemahan digunakan penerjemah karena tujuan tertentu. Temuan dari penelitian di atas juga mengungkapkan bahwa penerapan teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan.

Salah satu aspek yang dapat dipengaruhi oleh penggunaan teknik penerjemahan dalam menerjemahkan novel adalah kompleks klausa. Kompleks klausa memainkan peran penting dalam karya sastra seperti novel karena kompleks klausa digunakan untuk membangun rangkaian peristiwa dan pengalaman karakter (Halliday, Matthiessen, Halliday, & Matthiessen, 2014). Alur cerita dalam sebuah novel biasanya diisi dengan percakapan antar tokoh dalam bentuk kompleks klausa tipe proyeksi. Proyeksi merealisasikan representasi ucapan atau pemikiran dari suatu pengalaman langsung (Halliday et al., 2014). Dalam hal ini, apa yang disampaikan oleh tokoh-tokoh dalam cerita diproyeksikan atau diungkapkan oleh penulis dalam gaya kutipan atau laporan (Adika, Djatmika, & Santosa, 2018) dalam bentuk dialog tokoh. Kompleks klausa jenis proyeksi dalam novel tidak selalu diterjemahkan ke dalam bentuk yang sama. Kompleks klausa jenis proyeksi cenderung bergeser ke simpleks ketika diterjemahkan. Karena bentuknya berubah, makna klausa juga dapat berubah atau bergeser. Hal ini disebabkan karena penerjemah menggunakan teknik penerjemahan.

Berdasarkan hal di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan teknik penerjemahan dalam menerjemahkan kompleks klausa tipe proyeksi dalam novel bahasa Inggris �An Abundance of Katherines� karya John Green ke Bahasa Indonesia. Penelitian ini membahas jenis kompleks klausa tipe proyeksi dan teknik penerjemahan yang ditemukan. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan konsep linguistik fungsional sistemik secara umum. Selain itu, penelitian ini juga mampu memberikan pengetahuan baru tentang pemahaman penerjemahan kompleks klausa tipe proyeksi dalam novel berbasis pendekatan SFL.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu analisis isi. Sumber data penelitian ini ditentukan berdasarkan teori struktur organisasi teks naratif Sadler dan Hayllar (2004). Struktur teks naratif, termasuk novel, terdiri dari empat bagian: orientasi, komplikasi, klimaks, dan resolusi. Inti dari keseluruhan cerita dalam narasi ditempatkan pada komplikasi (Machali, 2000), karena komplikasi menandai masalah dalam cerita. Sejalan dengan hal tersebut, sumber data penelitian ini adalah Bab 5 novel berbahasa Inggris �An Abundance of Katherines� karya John Green dan terjemahannya karena masalah karakter mulai muncul di bab ini. Dengan demikian, bab ini lebih banyak menampilkan dialog antar karakter yang berbentuk kompleks klausa tipe proyeksi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua kompleks klausa tipe proyeksi dalam Bab 5 novel �An Abundance of Katherines� karya Joh Green dan terjemahannya. Data penelitian ini diperoleh berdasarkan teori Transitivitas dalam SFL oleh (Halliday et al., 2014).� Terdapat 64 kompleks klausa tipe proyeksi yang ditemukan, yang kemudian diidentifikasi, dianalisis, dan dideskripsikan dengan menggunakan teori Teknik Penerjemahan milik (Molina & Hurtado Albir, 2002).

 

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 64 kompleks klausa tipe proyeksi dalam data penelitian. Terdapat 4 jenis kompleks klausa tipe proyeksi yang ditemukan dalam TSu dan TSa. Keempat jenis kompleks klausa proyeksi tersebut adalah Lokusi Parataktik (LP), Ide Parataktik (IP), Lokusi Hipotaktik (LH), dan Ide Hipotaktik (IH). Terdapat kompleks klausa proyeksi jenis LP sebanyak 57 kompleks klausa (89,1%) di TSu dan 34 kompleks klausa (82,9%) di TSa. Kompleks klausa proyeksi jenis IP ditemukan sebanyak 2 kali (3,1%) di TSu dan 2 kali (4,9%) di TSa. Sementara itu, terdapat kompleks klausa proyeksi jenis LH sebanyak 2 kompleks klausa (3,1%) di TSu dan 2 kompleks klausa (4,9%) di TSa. Selain itu, juga terdapat kompleks klausa proyeksi jenis IH sebanyak 3 kompleks klausa (4,7%) di TSu dan 3 kompleks klausa (7,3%) di TSa. Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa terdapat 23 kompleks klausa tipe proyeksi yang mengalami perubahan bentuk atau pergeseran. Kompleks klausa tersebut berubah dari kompleks klausa tipe proyeksi jenis Lokusi Parataktik menjadi klausa simpleks atau klausa tunggal setelah diterjemahkan.

 

Table 1

�Jenis Kompleks Klausa Tipe Proyeksi

No.

Jenis Kompleks Klausa

Tipe Proyeksi

Total

Persentase

TSu

TSa

TSu

TSa

1

Lokusi Parataktik

57

34

89.1%

82.9%

2

Ide Parataktik

2

2

3.1%

4.9%

3

Lokusi Hipotaktik

2

2

3.1%

4.9%

4

Ide Hipotaktik

3

3

4.7%

7.3%

 

Jumlah

64

41

100%

100%

 

Selain itu, dalam penelitian ini ditemukan 4 teknik penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan kompleks klausa tipe proyeksi. Keempat teknik penerjemahan tersebut adalah teknik penerjemahan harfiah (literal), transposisi, partikularisasi, dan kompresi linguistik. Teknik penerjemahan literal digunakan dalam 39 kompleks klausa tipe proyeksi (60,9%), transposisi digunakan dalam 23 kompleks klausa tipe proyeksi (35,9%), partikularisasi digunakan dalam 1 kompleks klausa tipe proyeksi (1,6%), dan kompresi linguistik digunakan dalam 1 kompleks klausa tipe proyeksi (1,6%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerjemahan literal merupakan teknik yang dominan diterapkan oleh penerjemah.

 

Table 2

�Teknik Penerjemahan Kompleks Klausa Tipe Proyeksi

No.

Teknik Penerjemahan Kompleks Klausa Proyeksi

Jumlah

Persentase

1

Penerjemahan Harfiah

39

60.9%

2

Transposisi

23

35.9%

3

Partikularisasi

1

1.6%

4

Kompresi Linguistik

1

1.6%

 

Jumlah

64

100%

 

A.    Transposisi

Teknik penerjemahan pertama yang diterapkan oleh penerjemah dalam menerjemahkan kompleks klausa tipe proyeksi adalah transposisi. Transposisi merupakan teknik penerjemahan yang mengakibatkan perubahan satuan atau kategori gramatikal, seperti frasa dalam TSu berubah menjadi kata dalam TSa atau sebaliknya. Transposisi menurut Catford (1965) mengacu pada istilah �shift� atau pergeseran. Penggunaan transposisi dalam menerjemahkan kompleks klausa tipe proyeksi dapat dilihat pada data di bawah ini.

����������� TSu:��� �I think that�s Gutshot,� he said,

����������� TSa:��� �Kurasa itu Gutshot,� katanya,

Pada data di atas, jenis kompleks klausa proyeksi dalam TSu adalah kompleks klausa Lokusi Parataktik, karena kedua klausa dalam kompleks klausa tersebut berstatus sama dan klausa terproyeksi (projected clause) di dalamnya berbentuk kutipan. Namun, setelah diterjemahkan ke TSa, kompleks klausa LP berubah menjadi simpleks. Klausa kedua he said dalam TSu diterjemahkan menjadi kata katanya dalam TSa. Klausa he said dalam Tsu terdiri dari subjek 'he' dan predikat (dalam bentuk kata kerja) 'said'. Sedangkan dalam TSa, klausa tersebut menjadi kata benda (nomina) �katanya� yang berfungsi sebagai objek dari klausa �Kurasa itu Gutshot�, dengan predikat elipsis �adalah�. Hal ini dikarenakan dalam Tsa, katanya bukanlah klausa, melainkan nomina, sehingga tiada bisa berdiri sendiri. Dalam TSa, bentuk asli dialog lengkapnya adalah sebagai berikut: ���Kurasa itu Gutshot,� adalah katanya perubahan bentuk dari klausa kompleks PL ke simpleks ini ada hubungannya dengan penggunaan teknik transposisi.

Penerjemah menggunakan transposisi karena katanya lebih natural daripada �dia berkata� dalam TSa. Jadi, penggunaan teknik transposisi mengubah bentuk kompleks klausa, atau seperti yang dikemukakan oleh Catford (1965) penggunaan transposisi membuat kompleks klausa PL 'bergeser' menjadi simpleks. Namun, makna dari TSu tidak berubah atau bergeser dalam TSa.

B.    Penerjemahan Harfiah (Literal)

Penerjemahan harfiah adalah teknik penerjemahan yang menerjemahkan sebuah kata atau ungkapan kata demi kata berdasarkan fungsi dan maknanya dalam tataran kalimat (Hartono, 2018). Misalnya, klausa he addressed me brightly di TSu diterjemahkan menjadi dia menyapa saya dengan riang dalam TSa. Penggunaan teknik penerjemahan harfiah dalam kompleks klausa tipe proyeksi dapat dilihat pada data di bawah ini.

TSu: �� �He thought of Democritus: �Everywhere man blames nature and fate, yet his fate is mostly but the echo of his character and passions, his mistakes and weaknesses.�

TSa:��� Ia teringat Democritus: �Dimana-mana manusia menyalahkan alam dan takdir, namun takdir seseorang adalah gema dari karakter dan gairahnya sendiri, kesalahan dan kelemahannya.�

Jenis kompleks klausa tipe proyeksi pada data di atas adalah kompleks klausa proyeksi Ide Parataktik (IP). Dalam TSu, klausa pemroyeksi (projecting clause) adalah He thought of Democritus: dan klausa terproyeksi adalah �Everywhere man blames nature and fate, yet his fate is mostly but the echo of his character and passions, his mistakes and weaknesses.�. Verba 'thought' dalam klausa pertama menyiratkan bahwa klausa tersebut memproyeksikan apa yang ada di pikiran karakter, jadi klausa tersebut adalah jenis klausa Ide. Kompleks klausa di atas juga merupakan Parataktik karena kedua klausa di dalamnya dapat berdiri sendiri atau memiliki status yang setara. Kompleks klausa IP ini diterjemahkan kata demi kata ke dalam TSa menggunakan teknik penerjemahan harfiah, sehingga bentuk kompleks klausa tersebut tidak berubah dalam Tsa. Oleh karena itu, teknik penerjemahan harfiah mempertahankan bentuk kompleks klausa tipe proyeksi agar tidak bergeser.

C.    Partikularisasi

Teknik penerjemahan yang juga digunakan dalam menerjemahkan kompleks klausa tipe proyeksi dalam novel �An Abundance of Katherines� adalah partikularisasi. Partikularisasi adalah teknik penerjemahan dengan menggunakan istilah yang lebih spesifik atau konkret (Molina & Hurtado Albir, 2002). Teknik ini diterapkan untuk membuat informasi dalam TSu lebih spesifik dalam TSa. Penggunaan partikularisasi dapat ditemukan pada data sebagai berikut.

TSu:��������� �Who?� she asked.

TSa:��������� �Siapa?� wanita itu bertanya.

Kompleks klausa tipe proyeksi dalam TSu dan TSa di atas adalah Lokusi Parataktik. Kedua klausa yang saling berkaitan dalam kompleks klausa tersebut merupakan klausa bebas baik dalam TSu maupun TSa. Jadi, bentuk kompleks klausa dalam TSu tidak berubah, tetapi subjek klausa pemroyeksi dalam TSu berubah dari kata she menjadi frasa wanita itu dalam TSa. Hal ini disebabkan oleh penggunaan teknik partikularisasi oleh penerjemah untuk menspesifikkan kata she, yang memiliki arti umum 'dia' dalam TSa. Dalam TSa, 'dia' merupakan kata ganti orang ketiga yang dapat digunakan untuk laki-laki atau perempuan. Oleh sebab itu, frasa wanita itu lebih spesifik karena mengacu pada tokoh perempuan yang bertanya. Dengan demikian, teknik partikularisasi tidak membuat kompleks klausa tipe proyeksi berubah bentuk.

D.    Kompresi Linguistik

�Kompresi linguistik adalah teknik penerjemahan yang digunakan untuk mensintesis unsur-unsur linguistik dalam TSa. Teknik ini biasanya diterapkan dalam penerjemahan subtitle. Kompresi linguistik yang digunakan untuk menerjemahkan kompleks klausa tipe proyeksi dapat dilihat pada data di bawah ini.

TSu:��������� �No, just tell me why,� he said.

TSa:��������� �Ceritakan,� Colin mendesak.

Berdasarkan data di atas, jenis kompleks klausa tipe proyeksi dalam TSu adalah Lokusi Parataktik. Klausa terproyeksi adalah klausa yang berbentuk kutipan, sedangkan klausa pemroyeksi adalah klausa yang mengikutinya. Dalam TSa, klausa terproyeksi �No, just tell me why,� diterjemahkan menjadi �Ceritakan,� oleh penerjemah dengan menggunakan kompresi linguistik. Meskipun terjadi pergeseran bentuk dari frasa ke kata dalam menerjemahkan klausa terproyeksi, bentuk kompleks klausa dalam TSa juga LP. Hal ini karena dalam TSa, �Ceritakan� merupakan klausa imperatif yang dapat terdiri hanya dari satu kata. Oleh karena itu, dengan menggunakan teknik kompresi linguistik, bentuk kompleks klausa tipe proyeksi tidak bergeser setelah diterjemahkan ke TSa.

 

Kesimpulan

Kesimpulannya, penerapan teknik penerjemahan memiliki dampak dalam penerjemahan kompleks klausa tipe proyeksi. Sementara itu, penggunaan kompleks klausa tipe proyeksi menentukan dan mempengaruhi pesan yang disampaikan dalam sebuah novel, atau karya sastra pada umumnya. Kompleks klausa tipe proyeksi mengungkapkan representasi ucapan (speech), pikiran (thoughts), atau perasaan (feeling) dari representasi pengalaman langsung. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk dialog antar tokoh. Jadi, jika kompleks klausa tipe proyeksi diterjemahkan dengan teknik penerjemahan tertentu, pesan novel dapat terpengaruhi.

Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat 4 teknik penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan 64 kompleks klausa tipe proyeksi. Dari 64 kompleks klausa tipe proyeksi yang ditemukan, 23 kompleks klausa mengalami perubahan bentuk atau pergeseran, sedangkan 41 kompleks klausa lainnya tidak. Teknik penerjemahan yang mempengaruhi bentuk kompleks klausa tipe proyeksi adalah transposisi, sedangkan teknik penerjemahan yang tidak mempengaruhi bentuk kompleks klausa tipe proyeksi adalah teknik penerjemahan harfiah, partikularisasi, dan kompresi linguistik.

Dari 4 teknik yang digunakan, teknik penerjemahan harfiah lebih dominan digunakan. Penerjemah menerapkan teknik penerjemahan harfiah untuk mempertahankan bentuk asli bahasa sumber, sehingga makna yang dikandung dapat tersampaikan kepada pembaca. Bentuk bahasa sumber dipertahankan dalam bahasa sasaran karena dalam terjemahan sastra, struktur dan bentuk merupakan hal yang penting.

 

 

 

 

 

 


BIBLIOGRAFI

Adika, Dimas, Djatmika, Djatmika, & Santosa, Riyadi. (2018). Sistem Proyeksi Cerita-cerita Rakyat Nusantara di Indonesia. Jurnal Bahasa Lingua Scientia, 10(1), 159�182. Google Scholar

 

Bell, R. .. (1991). Translation and Translating: Theory and Practice. London: Longman Group UK Limited. Longman Group UK Limited. Google Scholar

 

Bloor, Thomas, & Bloor, Meriel. (2013). The functional analysis of English. Routledge. Google Scholar

 

Halliday, M.A.K & Matthiessen, C. (2004). An Introduction to Functional Grammar. Edisi ketiga. London: Hodder Arnold. London: Hodder Arnold.

 

Halliday, Michael Alexander Kirkwood, Matthiessen, Christian M. I. M., Halliday, Michael, & Matthiessen, Christian. (2014). An introduction to functional grammar. Routledge. Google Scholar

 

Hartono, Rudi. (2018). Novel Translation (Tripartite Cycle Model-Based Approach). Retrieved from Rudihartono Inggris. Blog. Unnes. Ac. Id/e-Book. Google Scholar

 

Larson, Mildred L. (1984). Meaning based translation. University press of America Lanham, MD. Google Scholar

 

Machali, Rochayah. (2000). Pedoman bagi penerjemah. PT. Grasindo. Google Scholar

 

Molina, Luc�a, & Hurtado Albir, Amparo. (2002). Translation techniques revisited: A dynamic and functionalist approach. Meta: Journal Des Traducteurs/Meta: Translators� Journal, 47(4), 498�512. Google Scholar

 

Thahara, Intan Putri, Mulyadi, Hari, & Utama, Dian Herdiana. (2016). Efektivitas Model Problem Based Learning Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada Kelas Bisnis Dan Kewirausahaan. Journal of Business Management Education (JBME), 1(2), 70�74. Google Scholar

 

Thompson, Geoff. (2013). Introducing functional grammar. Routledge. Google Scholar

 

Copyright holder:

Tri Hastuti Widayanti, Siti Wachidah, Shafruddin Tadjuddin

(2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: