Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

PENERAPAN MATEMATIKA DALAM ALIRAN KONSTRUKTIVISME YANG TERKANDUNG DALAM FILSAFAT MATEMATIKA

 

Minarti, Lukman El Hakim

Universitas Negeri Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Matematika dan filsafat merupakan dua cabang ilmu yang memang berhubungan dan berpengaruh satu sama lain. Ini karena matematika dan filsafat merupakan pondasi dari semua cabang ilmu pengetahuan. Dalam penerapannya matematika membutuhkan aliran yang mendukung terlaksananya suatu pembelajaran matematika. Konstruktivisme sebagai langkah membangun dan mengkonstruksi seluruh unsur ilmu yang berkaitan untuk menemukan suatu konsep baru. Pemikiran awal atau wawasan yang muncul melalui proses konstruksi dan desain adalah aktivitas yang tahan lama, mudah diingat, dan berbasis pengalaman. Dari sudut pandang sejarah, hubungan antara matematika dan filsafat telah berkembang sangat kuat. Sehingga muncullah pertanyaan mengenai " Apakah filsafat mempengaruhi perkembangan matematika ?". Bagiamana penerapan matematika dalam aliran konstruktivisme dalam filsafat matematika itu sendiri ?". Oleh sebab itu, dalam artikel ini memuat tentang aliran konstruktivisme yang mendukung penerapan matematika yang terkandung dalam filsafat matematika.

 

Kata Kunci: filsafat matematika, penerapan matematika, aliran konstruktivisme

 

Abstract

Mathematics and philosophy are two branches of science that are interrelated and influence each other. Because mathematics and philosophy are the foundation of all branches of science. In its application, mathematics requires a flow that supports the implementation of a mathematics learning. Constructivism as a step to build and construct all related knowledge to find a new concept. Concepts or knowledge formed through the process of building and constructing are activities that gain an experience that will be stored for a long time and is easy to remember. From a historical point of view, the correlation between mathematics and philosophy has developed very significantly. So the question arises about "Does philosophy influence the development of mathematics?". How is the application of mathematics in the flow of constructivism in the philosophy of mathematics itself?" Therefore, this article contains the flow of constructivism that supports the application of mathematics contained in the philosophy of mathematics..

 

Keywords: philosophy of mathematics, application of mathematics, constructivism

 

 

 

Pendahuluan

Filsafat dikenal dengan istilah filsafat (Inggris), philosophie (Perancis), philosophie, wijsbegeerte (Belanda), philosophia (Latin), kata filsafat diambil dari bahasa Arab yaitu filsafat. Secara etimologis, filsafat berasal dari bahasa Yunani filsafat yang merupakan bentukan dari philos atau philo dan sophia atau sofia. Filsafat adalah berpikir sistematis. Kegiatan filsafat adalah kontemplasi. Tapi merenung bukanlah melamun. Anda juga tidak berpikir itu kebetulan. Kontemplasi filosofis adalah upaya untuk membangun sistem pengetahuan yang rasional, cukup untuk memahami dunia tempat kita hidup, serta untuk memahami diri kita sendiri (Muchsin, 2004).

�� Menurut Korner dalam (Prabowo, 2009), filsafat matematika tidak dapat disebut sebagai ilmu matematika karena tidak ada teorema atau teori matematika baru yang ditambahkan ke dalam filsafat matematika. Dapat dikatakan bahwa filsafat matematika merupakan refleksi dan aplikasi dari ilmu matematika yang menghasilkan pertanyaan dan jawaban tertentu. Menurut P. Hilton (Parnabhakti & Ulfa, 2020), menyatakan bahwa keinginan untuk mensistematisasikan pengalaman hidup manusia merupakan premis bagi lahir dan berkembangnya matematika. Manusia ingin mengatur dan memahami kehidupan dengan lebih baik sehingga pada suatu saat mereka ingin dapat memprediksi dan mengontrol kejadian di masa depan.

�� Ontologi dan epistemologi� merupakan� isu-isu� eksternal� tersebut.� Kriteria Lengkap Filsafat Matematika adalah salah satu aliran yang digunakan untuk memperjelas aliran filsafat matematika. Kriteria ini mencakup pengetahuan matematika, termasuk sifat, justifikasi, dan asal usul pengetahuan. Selanjutnya, objek matematika berisi ruang lingkup dan asal objek matematika. Selain itu, penerapan matematika berkaitan dengan efektivitas matematika dalam perkembangan teknologi, sains, dan aplikasi lainnya. Terakhir, praktek matematika; mengacu pada setiap kegiatan seorang matematika atau matematikawan sejak dahulu hingga sekarang (Prabowo, 2009).

Konsistensi kesatuan ilmu ditunjukkan dengan suatu sistem atau struktur yang terdiri dari hubungan, antara bagian, penyederhanaan, metode, dan memperbarui prosedur, menghapus yang lama, dan menemukan konsep baru. Berkaitan dengan hal tersebut, ada Ilmu Filsafat Matematika yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika agar lebih bermakna. Dari hingga penulis mencoba menerapkan aliran konstruktivisme sebagai langkah dalam pembelajaran matematika. Konstruktivisme adalah sebuah pandangan atau sudut pandang dalam dunia pendidikan yang memiliki tujuan� agar peserta didik dapat menciptakan pengalaman belajarnya sendiri melalui hubungan aktifnya dengan lingkungan.

Pembelajaran konstruktivis bukan tentang berapa banyak informasi yang disediakan untuk pembentukan pengetahuan dan proses metakognitif untuk penalaran, pengorganisasian, dan memperoleh informasi yang baru. Keunggulan pembelajaran konstruktif dibandingkan pembelajaran lainnya adalah siswa aktif dan reaktif agar bermakna dalam proses membangun pengetahuan. Pada saat siswa membaca buku teks, misalnya buku pelajaran matematika, memecahkan persamaan matematika, membuktikan dan menjelaskan, mereka memperkuat pengetahuan dan pengalaman mereka sebelumnya dengan informasi dan pemikiran awal yang ditemukan di buku pelajaran tersebut. Ini menunjukan bahwa peserta� didik akan membangun pengetahuan mereka berdasarkan apa yang disampaikan dalam buku tersebut. Peserta didik di kelas matematika mungkin memerlukan pendampingan dalam membaca dan membuat teks matematika sebab pengetahuan mereka yang terbatas tentang konten matematika dan pemahaman tentang cara menangani permasalahan matematika tersebut. Guru yang berspesialisasi dalam membantu membaca dan membuat teks matematika seharusnya membimbing siswanya dalam membaca dan menulis. Guru harus menggunakan pendekatan literasi agar peserta didik dapat mengeksplor informasi matematika tersebut dengan baik.

Melalui kegiatan literasi matematika, seseorang dapat menganalisa masalah, memecahkan masalah, menganalisa bacaan bahkan sebuah buku untuk mengawali pengetahuannya sendiri. Konstruktivisme dapat dipahami sebagai pembelajaran bersama, yaitu tindakan menciptakan sesuatu yang bermakna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukanlah ide baru, yang kita alami dalam hidup selama ini adalah akumulasi dan konstruksi dari pengalaman satu demi satu. Itu membuat seseorang lebih berpengetahuan dan aktif. Konstruktivisme menetapkan bahwa siswa harus menemukan dan memodifikasi informasi kompleks sendiri, menguji informasi baru terhadap aturan lama, dan memodifikasinya ketika aturan itu tidak berlaku lagi. Agar siswa benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan mereka, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan hal-hal sendiri, dan terlibat dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari karya Piaget, Vygotsky, teori pemrosesan informasi, dan teori kognitif-psikologis lainnya, seperti teori Bruner (Nur, 2002). Garis filsafat matematika muncul berkat informasi tertentu dari ilmuwan tertentu, oleh karena itu artikel ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui apa yang terkandung dalam konstruktivisme dalam filsafat matematika dan penerapannya dalam pembelajaran matematika.

 

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif melalui pendekatan literature review. Tinjauan pustaka dilakukan pada makalah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah, yang berkaitan dengan penerapan matematika dalam aliran konstruktivisme yang dikaitkan dengan filsafat matematika. Tinjauan literatur dilakukan untuk menganalisis artikel yang menyelidiki konstruktivisme dalam pembelajaran matematika.

����������� Artikel sengaja dikumpulkan dalam beberapa tahap. Langkah pertama adalah mengidentifikasi jurnal pendidikan matematika yang kredibel yang diterbitkan di Indonesia yang berkaitan dengan fokus yang diambil tentang konstruktivisme dalam matematika dan juga filsafat matematika. Kemudian semuanya adalah jurnal sumber terbuka yang dapat diakses oleh para peneliti. Langkah kedua adalah merangkum hasil identifikasi dari jurnal yang di pilih untuk kemudian ditelaah sesuai dengan fokus yang dipilih dalam makalah ini.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Pembelajaran Matematika dengan langkah Kontruktivisme

Konstruktivisme adalah sebuah falsafah dalam pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan pengetahuannya melalui komunikasinya dengan lingkungan, termasuk komunikasi yang dilakukan bersama peserta didik yang lain. Konstruktivis menyatakan bahwa sesuatu yang didapatkan serta dialami dengan lingkungan memiliki peran penting untuk pembelajaran peserta didik dan penggunaan bahasa merupakan point utama untuk memperoleh pengetahuan. Konstruktivis percaya bahwa latihan belajar harus banyak diskusi, melalui hal itu guru dapat memahami peserta didik sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk belajar dan mengatur pengalaman sehingga dapat memahami makna dan ilmu yang disampaikan. Guru konstruktivisme mengadopsi pendekatan pembelajaran yang menghadapkan peserta didik pada tempat belajar, berinteraksi satu sama lain, mencari referensi, dan berusaha memecahan masalah. Guru konstruktivis membantu peserta didik dalam menciptakan konstruksinya serta mengamati setiap proses belajarnya. Dilihat dari pengamatan, guru mampu menciptakan tempat belajar di mana peserta didik bisa membangun pengetahuan mereka.

Guru juga memberikan peluang kepada peserta didik untuk menanyakan sesuatu yang tidak dipahami, menyelidiki, dan berpikir dengan hati-hati. Berdasarkan penelitian oleh (Zain, Rasidi, & Abidin, 2012) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika konstruktif membantu siswa memahami bahwa matematika adalah bagian dari kehidupan mereka baik di dalam maupun di luar sekolah, memahami konten lebih cepat, mengembangkan keterampilan belajar, mengembangkan kreativitas, kerjasama, berpikir kritis, kemandirian dan kepercayaan diri. Mengembangkan keterampilan matematika mereka sendiri, membantu siswa memahami hasil dimana matematika memiliki bagian dari kehidupan mereka dalam berbagai aspek.

Pembelajaran terbaik mampu menghubungkan apa yang diinformasikan di dalam pembelajaran dengan kehidupan serta menciptakan makna dari apa yang dialami . Berpikir inovatif dan maju terjadi ketika peserta didik� beradaptasi dengan sesuatu hal yang dipikirkan berbeda dan menerima cara berpikir tersbut. Dengan saling bertukar pendapat dan diskusi dengan beberapa orang, maka masalah dan topik yang dibahas menjadi lebih mudah dimengerti, tidak terlalu membingungkan dan terkonteks. Komunikasi yang terjalin aktif dengan peserta didik lain dalam merencanakan sesuatu akan sangat positif, hal ini menunjukkan adanya kerjasama tim dan feedback yang baik. Peserta didik merasa dapat menerima penjelasan yang diberikan ketika mereka menemukan materi yang membingungkan. Keterampilan akademik� dapat digali bersamaan dengan kegiatan pembelajaran melalui proses mengemukakan, mendengarkan, literasi, menulis, dan memikirkan semua pembelajaran yang diberikan, ide, dan masalah yang disajikan. SCL mendorong efektivitas pembelajaran, bukan aspek pendidik di kelas. SCL mendorong peserta didik untuk mendapatkan kepercayaan diri dan lebih menghafal materi yang disajikan dalam SCL. Ini memudahkan peserta didik dalam mempelajari pembelajaran selanjutnya. SCL juga dapat membuat hasil belajar antar peserta didik menjadi lebih baik, memungkinkan untuk lebih memahami konsep, mampu memecahkan permasalahan yang lebih sulit, dapat berpikir lebih kreatif dan luas, memperoleh kemandirian, dan percaya diri.

B.  Penerapan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Tujuan pembelajaran dari perspektif konstruktivis tidak begitu banyak memberikan gambaran pengetahuan dan proses berpikir untuk penalaran, organisasi, asimilasi serta informasi baru. Keunggulan pembelajaran konstruktif dibandingkan dengan pembelajaran lainnya adalah siswa lebih berperan dalam menerima dan memberi makna pada proses pembangunan pengetahuan. Menurut (Bruning, Schraw, & Ronning, 1999) ada langkah-langkah dalam membentuk pendekatan kontruktif, yaitu:

Pilih bahan pembelajaran yang paling mudah bagi siswa untuk memanipulasi atau berinteraksi dengan lingkungan mereka

Pilih kegiatan yang memaksa siswa untuk mengamati, menghimpun data, memeriksa hipotesa, dan berperan aktif

Pilih kegiatan yang mengedepankan pembelajaran kooperatif dan diskusi terarah dan efektif

Integrasikan ke dalam pembelajaran, misalnya dengan proyek topikal yang mengkombinasikan matematika, sains, literasi dan menulis.

Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa pembelajaran konstruktivis diarahkan untuk melihat dan memperhatikan ide dan persepsi peserta didik dari sudut pandang� (Suparno, 1997). Guru pembelajaran bertindak sebagai moderator dan fasilitator. Kewajiban guru dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

Memberikan kesempatan serta stimulus belajar yang memotivasi siswa untuk mengambil alih desain dan proses pembelajaran

Menawarkan atau menyarankan kegiatan yang merangsang rasa ingin tahu siswa, membantu mereka mengekspresikan ide-ide mereka dan mengkomunikasikan ide-ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir produktif.

Memantau, mengevaluasi, dan mendemonstrasikan apakah pemikiran siswa berhasil. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa berlaku untuk menangani masalah baru yang relevan.

Dalam pembelajaran konstruktivisme metode pembelajaran yang digunakan akan mempengaruhi jenis konstruktivisme. (Pressley & Wharton-McDonald, 1997) dan (Pressley & Wharton-McDonald, 1997) mengkategorikan konstruktivisme menjadi tiga macam, yaitu konstruktivisme eksogen, endogen dan dialektis. Ketiga macam kategori tersebut mengaitkan konstruksi pengetahuan, pengalaman belajar yang didapat, serta situasi belajar yang mendukung. Tetapi disisi lain juga ada perbedaan pengetahuan yang terjadi dalam kegiatan mengkontruksi baik dalam perspektif yang sama ataupun berbeda.

Dalam konstruksi eksogen, pada hakikatnya ada pembentukan pengetahuan seperti menggambarkan hubungan sebab akibat, informasi yang didapat, dan pola perilaku yang diamati dalam realitas eksternal. Dari sudut pandang itu, maka struktur psikologis memiliki kecenderungan di luar (eksogen) batin kita. Konstruktivisme eksogen menekankan pengaruh eksternal yang kuat dari realitas fisik, ketersediaan informasi, dan pola komunikasi pada penerimaan konsep pengetahuan. Metode pembelajaran yang dirasa cocok bagi konstruktivisme eksogen yaitu metode pengajaran timbal balik, di mana guru menginstruksikan seorang individu untuk belajar hanya secara bertahap, sampai ia dapat membangun sepenuhnya membangun pengetahuan mereka dan mengelola kompetensi mereka.

Tidak seperti konstruktivisme eksogen, dalam konstruktivisme endogen, pemikiran dan perasaan dihasilkan berdasarkan pengalaman sebelumnya, bukan didapat dari informasi yang tersedia di tempat belajar. Pada konstruktivisme endogen, bagian paling penting yaitu komunikasi dua arah pada kegiatan yang melibatkan penerimaan pengetahuan yang berada pada tingkatan yang lebih abstrak dan terdiri dari kegiatan yang terbentuk dari dalam diri. Struktur mental diciptakan oleh unsur lain terlebih dahulu kemudian diikuti oleh bagian dalam urutan lain yang bisa diprediksi. Tahap kemajuan kognitif menurut Piaget adalah yang terdapat pada konstruktivisme endogen. Contoh aplikasi yang sesuai berdasarkan visi konstruktivisme endogen ialah belajar dengan cara menemukan dan aktivitas literasi yang dilakukan.

Literasi merpakan komponen dari pendidikan matematika. Sebagian besar guru mempercayai dengan membiasakan literasi di kelas membantu peserta didik dalam memahami maksud buku teks dengan mudah. Belajar bagaimana memanfaatkan buku teks untuk memahami dalam pemecahan masalah nyata. Dengan belajar membaca buku teks maka dapat melatih berpikir secara serius untuk menciptakan makna melalui bahasa. Sebagian besar interpretasi mengedepankan dan menekankan bahwa membaca merupakan proses berpikir yang diharapakan melalui kegiatan itu seseorang dapat menciptakan makna, dengan mengedepankan komunikasi yang terjadi antara pembaca dan sumber yang dibaca.

Pada saat peserta didik melakukan kegiatan literasi misalnya buku teks matematika, memecahkan persamaan matematika, membuktikan serta menjelaskan, mereka memperkuat pengetahuan dan pengalaman mereka sebelumnya dengan pengetahuan dan pemikiran yang ditemukan di buku tersebut. Ini menunjukan peserta didik dapat� membangun pengetahuan mereka berdasarkan buku yang dijadikan sumber belajar. Peserta didik yang berada di kelas bisa saja memerlukan bantuan membaca dan membuat teks matematika karena pengetahuan mereka yang terbatas tentang konten matematika dan pemahaman tentang cara menangani simbol matematika. Guru yang meminta secara khusus dalam menganalisis dan membuat teks matematika seharusnya membantu peserta didik mereka dalam proses menemukan dan memahaminya. Guru matematika dirasa juga perlu menggunakan pendidikan literasi agar peserta didik dapat memperoleh pengetahuan matematika dan mengaplikasikan dengan cara yang sama seperti penemu matematika yang telah mengembangkan matematika sebelumnya.

Melalui pengetahuan matematika, seseorang dapat menganalisa dan memecahkan masalah matematika pada buku teks untuk memperoleh pengetahuan. Ketiga kategori itu terletak di dalam tektonik eksogen dan tektonik endogen. Konstruktivis dialektis meletakkan seluruh informasi didapat melalui hubungan interaktif pembelajar dan lingkungan belajarnya. Konstruktivis dialektis terkait dengan filosofi lain yang telah mempengaruhi pandangan beberapa orang di Amerika, seperti konteksisme, yang memandang pemikiran serta pengalaman sebagai rangkaian konteks yang tidak terpisahkan satu sama lain. Penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan konstruktivis dialektis ialah rekan mengajar kolaboratif di mana peserta didik berinteraksi bersama, saling berkolaborasi dalam membangun pengetahuan mereka sendiri. Konsisten dengan ini (Simon, 1995), ia menyatakan dalam makalahnya bahwa komunikasi yang terjalin dalam kelompok kecil, penyelesaian permasalahan yang tidak konvensional, dan mampu manipulasi dapat menjadi peranan yang dirasa krusial untuk guru matematika. Ia mengembangkan model �Mathematics Teaching Cycle� yang mengedepankan bahwa komunikasi yang terjalin dalam kelompok dan aktivitas guru, serta peserta didik dalam membangun pengetahuan matematika sangat dirasa penying untuk dilakukan. Materi tersebut harus� mencakup hal yang ada dalam model tersebut yaitu:

Pola pikir dan analisa peserta didik� penting sehingga memiliki tempat penting pada desain dan pelaksanaan pembelajaran.

Pengetahuan guru berkembang seiring dengan� pengetahuan peserta didk yang juga berkembang. Ketika peserta didik belajar matematika, maka pada saat yang sama juga guru belajar matematika, belajar dan berpikir matematika untuk memahami peserta didiknya.

Perencanaan� dipandang sebagai salah satu hipotesis lintasan pembelajaran matematika. Hal ini justru memberikan pengetahuan bagaimana cara menghormati tujuan guru dalam memberikan materi pelajaran dan pentingnya asumsi tentang proses belajar peserta didik.

Pengetahuan yang dimiliki guru terus berkembang membentuk evolusi berkelanjutan dari hipotesis jalur pembelajaran guru.

Meskipun dari tiga jenis konstruktivis mewakili pandangan yang berbeda, Moshman mengemukakan bahwa setiap individu bisa menggunakannya untuk membangun pengetahuan. Misalnya, anak kecil mungkin memakai konstruktivis ekstrinsik saat belajar disiplin ilmu baru sebagai pembekalan statistik disebabkan kurangnya pengetahuan sebelumnya. Pada hal demikian, membangun keterampilan serta pengetahuan dasar tergantung pada sumber belajar, dan guru yang profesional. Orang yang sama dapat bekerja sama dengan teman untuk belajar, meningkatkan penguasaan materi dan konsep, serta mengeksplorasi dan mengasah kemampuan berpikir statistik. Dalam kebanyakan kasus, seseorang tidak menggunakan konstruktivisme endogen sampai seseorang memperoleh tingkat keahlian tertentu untuk merekonstruksi pengetahuan dengan langkah serta metode baru.

Di antara tiga jenis konstruktivis, konstruktivisme dialektis adalah yang paling menjanjikan dan penting dalam perkembangan psikologi kognitif. Perspektif konstruktivis dialektis berfokus pada penggabungan dan interaksi dengan faktor eksternal dan internal. Pada tiap individu akan mengalami peningkatan interaksi dalam konteks sosial. Semua perkembangan intelektual termasuk indera, memori, pemikiran, persepsi, dan kesadaran berperilaku dengan pribadi lain dalam konteks lahiriah. Strategi dasar aktivitas mental yang lebih tinggi adalah replikasi interaksi sosial. Semua aktivitas pemikiran tingkat tinggi pada setiap individu muncul dari interaksi sosial� pada kedudukan budaya tertentu.

Hal ini merangsang perlunya kerangka sosial baru untuk memahami kurikulum yang berperan penting pada lingkungan budaya dan komunikasi sosial dalam pengembangan sifat dan karakter setiap Individu. Peserta didik diharapkan untuk belajar berkomunikasi dengan orang yang berpengalaman dan teman sebaya yang kompeten. Komunikasi sosial ini merangsang terbentuknya pemikiran serta gagasan baru yang memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. Pemikiran ini merujuk pada proses di mana seorang pelajar selangkah demi selangkah memperoleh pengalaman melalui interaksi dengan seorang ahli. Para ahli yang disebutkan di sini mahir dalam masalah yang sedang dipelajari. Para ahli yang dipertimbangkan mungkin orang dewasa atau teman sebaya.

Perkembangan kemampuan dapat dibagi menjadi dua tingkatan: tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan yang sebenarnya ditunjukkan oleh kemampuan individu untuk secara mandiri menyelesaikan tugas atau memecahkan berbagai masalah. Di sisi lain, tingkat perkembangan potensial ditentukan oleh kemampuan individu untuk melakukan tugas dan memecahkan masalah di bawah pengawasan orang dewasa atau bekerja sama dengan teman sebaya yang lebih mampu.

Belajar terjadi ketika pembelajar bekerja atau belajar untuk memecahkan masalah kompleks atau permasalahan yang masih dalam jangkauan pemikiran pembelajar, atau ketika penugasan yang diberikan berada dalam zona perkembangan proksimal (ZPD). Jarak antara perkembangan aktual dan potensial disebut dengan ZPD. Pengertian ini menyiratkan pada tingkat perkembangan terbaru tentang batas bawah, sedangkan tingkat pengembangan potensial adalah batas atas. Dua anak yang memiliki tingkat perkembangan aktual yang sama mungkin berbeda dalam tingkat� potensial yang berbeda. Oleh karena itu, akan menghasilkan setiap konteks pembelajaran yang sama.

Pengertian ZPD di atas dipahami sebagai berikut: Jika seorang siswa dapat memecahkan masalah sendiri tanpa bantuan orang lain atau guru, peserta didik itu telah mencapai tingkat kemahiran yang sebenarnya. Namun, jika peserta didik dapat memecahkan masalah dengan dorongan dan melibatkan pihak yang lebih memahami maka peserta didik tersebut telah mencapai tingkat potensi. Jika guru mengusulkan suatu masalah kepada siswa untuk dipecahkan, masalahnya harus berada pada tingkat keterampilan aktual serta tingkat keterampilan potensial, atau masalahnya berada dalam ranah kognitif peserta didik. Begitu pula dalam kegiatan belajar matematika, jika peserta didik sudah memahami materi dari pengetahuan sebelumnya dengan baik untuk menerima materi baru yang diberikan, maka peserta didik tersebut telah mencapai tingkat kemampuan yang sebenarnya. Ketika peserta didik mampu sepenuhnya untuk memahami materi baru setelah kegiatan belajarnya, maka peserta didik itu berada pada level potensial.

Setiap individu akan melewati dua tingkatan selama kegiatan pembelajaran. Salah satunya adalah tingkat sosial di mana anak bekerja dengan orang lain, dan yang lainnya adalah tingkat individu di mana setiap peserta didik melewati alur internalisasi. Seperti yang terlihat dari penjelasan yang diberikan, ketika mengajar di kelasnya, guru harus mampu mengelola situasi, mengadopsi strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi dengan guru dan berpartisipasi dengan peserta didik melalui pemecahan masalah. Seorang pendamping yang maju untuk memahami masalah dan memberikan bantuan jika terjadi masalah.

 

Kesimpulan

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh (Zain et al., 2012) menunjukkan bahwa Pembelajaran matematika yang konstruktif memungkinkan peserta didik untuk lebih mudah dalam memahami dan mengaplikasikan fakta bahwa matematika adalah komponen pada kehidupan di dalam dan di luar sekolah, memahami konten lebih mudah dan efisien, mengembangkan keterampilan belajar, menciptakan kreativitas, dan membangun kolaborasi. Membantu untuk dapat berpikir kritis, mandiri, dan percaya diri.

(Pressley, Harris, dan Marks, 1992) dan (Pressley dan Wharton Mc Donald, 1997) membagi konstruktivis menjadi tiga jenis: konstruktivisme ekstrinsik, intrinsik, dan dialektis. Dari ketiga jenis konstruktivis tersebut, konstruktivisme dialektis yaitu yang lebih positif dan lebih menentukan dalam perkembangan psikologi pemikiran. Pandangan konstruktivis dialektis merangkum faktor dari luar dan dalam yang berfokus pada interaksi dan komunikasi yang terjalin di antara mereka. Unsur lain yang dianggap penting juga yaitu latar belakang budaya dan komunikasi sosial dalam perkembangan karakter dan jenis pendekatannya. Peserta didik perlu belajar dengan berinteraksi dengan seseorang yang berpengalaman dan teman sebaya yang lebih mampu. Komunikasi sosial ini akan mempercepat terbentuknya gagasan dan pemikiran baru sertamemperkaya perkembangan daya pikir peserta didik. Pembelajaran kognitif adalah proses dimana pelajar selangkah demi selangkah memperoleh keterampilan melalui interaksi dengan beberapa orang profesional. Pakar yang dimaksud disini adalah mereka yang telah menguasai masalah yang diteliti. Para profesional yang terlibat mungkin orang dewasa atau rekan mereka.

Belajar terjadi ketika pembelajar bekerja atau belajar untuk memecahkan masalah kompleks atau permasalahan yang masih dalam jangkauan pemikiran pembelajar, atau ketika penugasan yang diberikan berada dalam zona perkembangan proksimal (ZPD). Jarak antara perkembangan aktual dan potensial disebut dengan ZPD. Pengertian ini menyiratkan pada tingkat perkembangan terbaru tentang batas bawah, sedangkan tingkat pengembangan potensial adalah batas atas. Dua anak yang memiliki tingkat perkembangan aktual yang sama mungkin berbeda dalam tingkat� potensial yang berbeda. Oleh karena itu, akan menghasilkan setiap konteks pembelajaran yang sama.

Jika guru mengusulkan suatu masalah kepada siswa untuk dipecahkan, masalahnya harus berada pada tingkat keterampilan aktual serta tingkat keterampilan potensial, atau masalahnya berada dalam ranah kognitif peserta didik. Begitu pula dalam kegiatan belajar matematika, jika peserta didik sudah memahami materi dari pengetahuan sebelumnya dengan baik untuk menerima materi baru yang diberikan, maka peserta didik tersebut telah mencapai tingkat kemampuan yang sebenarnya. Ketika peserta didik mampu sepenuhnya untuk memahami materi baru setelah kegiatan belajarnya, maka peserta didik itu berada pada level potensial.Setiap individu akan melewati dua tingkatan selama kegiatan pembelajaran. Salah satunya adalah tingkat sosial di mana anak bekerja dengan orang lain, dan yang lainnya adalah tingkat individu di mana setiap peserta didik melewati alur internalisasi. Seperti yang terlihat dari penjelasan yang diberikan, ketika mengajar di kelasnya, guru harus mampu mengelola situasi, mengadopsi strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi dengan guru dan berpartisipasi dengan peserta didik melalui pemecahan masalah. Seorang pendamping yang maju untuk memahami masalah dan memberikan bantuan jika terjadi masalah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Bruning, Roger H., Schraw, Gregory J., & Ronning, Royce R. (1999). Cognitive psychology and instruction. ERIC. Google Scholar

Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hokum. (2004). STHI �IBLAM.� Surabaya. Google Scholar

Nur, Muhammad. (2002). Psikologi Pendidikan: Fondasi untuk Pengajaran. Surabaya: PSMS Program Pascasarjana Unesa. Google Scholar

Parnabhakti, Lily, & Ulfa, Marchamah. (2020). Perkembangan Matematika dalam Filsafat dan Aliran Formalisme yang Terkandung dalam Filsafat Matematika. Jurnal Ilmiah Matematika Realistik, 1(1), 11�14. Google Scholar

Prabowo, Agung. (2009). Aliran-Aliran Filsafat dalam Matematika. Jurnal Ilmiah Matematika Dan Pendidikan Matematika, 1(2), 25�45. Google Scholar

Pressley, Michael, & Wharton-McDonald, Ruth. (1997). Skilled comprehension and its development through instruction. School Psychology Review, 26(3), 448�466. Google Scholar

Simon, Martin A. (1995). Reconstructing mathematics pedagogy from a constructivist perspective. Journal for Research in Mathematics Education, 26(2), 114�145. Google Scholar

Suparno, Paul. (1997). Filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius, 12�16. Google Scholar

Zain, Sharifah Fauziah Hanim Syed, Rasidi, Farah Eliza Mohd, & Abidin, Ismin Izwani Zainol. (2012). Student-centred learning in mathematics constructivism in the classroom. Journal of International Education Research (JIER), 8(4), 319�328. Google Scholar

 

Copyright holder:

Minarti, Lukman El Hakim (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: