�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

��e-ISSN : 2548-1398

�Vol. 7, No. 3, Maret 2022

�

SIMULASI NUMERIK PENGGUNAAN BASE ISOLATION UNTUK STRUKTUR SEDERHANA TAHAN GEMPA

 

Faishol Arif, Pariatmono

Magister Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstract

Most of region in Indonesia is an earthquake- vulnerable area. Therefore, the buildings in Indonesia must be built to have an earthquakes resistance. Along with technological developments in the design of earthquake-resistant buildings, an alternative design approach has been developed to reduce the risk of building damage due to earthquakes, and be able to maintain the integrity of structural and non-structural components against strong earthquakes. One of the concepts of the planning approach that has been used by many people is to use seismic isolation or base isolation. In this research, we want to know the advantages of isolated structural systems compared to conventional structural systems and in order to determine the most suitable base isolation for low rise building structures for residential houses in Indonesia. The analytical method used is by modeling 4 structural models consisting of 2 models of 1-story house structures both with conventional systems and isolated systems and 2 models of 3-storey houses both with conventional systems and isolated systems using ETABS 18.0.2 software and based on SNI 1726-2019. From the results of the study, the base shear force using an isolated system can be reduced upto 34.02% for the x-direction and 33.53% for the y-direction from the conventional system on the 1-story house structure model. Whereas for the 3-storey house structure model, the base shear force using the base isolation system can be reduced upto 45.81% for the x-direction and 42.03% for the y-direction from the conventional system.

 

Keywords: Base Isolation, Residential House, SNI 1726-2019, Base Shear Force

 

Abstrak

Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah yang rawan gempa. Karena itu, gedung-gedung di Indonesia harus dibangun agar tahan gempa. Seiring dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat. Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan isolasi seismik atau isolasi dasar. Pada penelitian ini ingin mengetahui keunggulan sistem struktur terisolasi dibandingkan dengan sistem struktur konvensional serta dalam rangka menentukan isolasi dasar yang paling cocok untuk struktur sederhana rumah tinggal di Indonesia. Metode analisis yang dipakai yaitu dengan dengan memodelkan 4 model struktur yang terdiri dari 2 model struktur rumah 1 lantai baik dengan sistem konvensional maupun sistem terisolasi dan 2 model struktur rumah 3 lantai baik dengan sistem konvensional maupun sistem terisolasi dengan menggunakan perangkat lunak ETABS 18.0.2 dan berdasarkan SNI 1726-2019. Dari hasil penelitian diperoleh gaya geser dasar menggunakan sistem terisolasi berkurang sebesar 34.02% untuk arah x dan 33.53% untuk arah y dari sistem konvensioanl pada model rumah 1 lantai. Sedangkan untuk model rumah 3 lantai, diperoleh gaya geser dasar menggunakan sistem isolasi dasar berkurang sebesar 45.81% untuk arah x dan 42.03% untuk arah y dari sistem konvensional.

 

Kata kunci: Isolasi Dasar, Rumah Tinggal, SNI 1726-2019, Gaya Geser Dasar

 

Pendahuluan

Akhir-akhir ini kerusakan ringan sampai rusak berat (collapse) pada bangunan akibat gempa banyak terjadi pada bangunan sederhana seperti rumah tinggal, sekolah dan tempat ibadah padahal secara jumlah bangunan sederhana tersebut lebih dominan dari pada bangunan menengah atau bangunan tinggi (medium to high rise building).

������ Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di sepanjang tahun 2021 telah terjadi gempa di beberapa daerah antara lain :

a.      Di Jember, Jawa Timur, pada tanggal 16 Desember 2021, dengan kerusakan rumah tinggal sebanyak 46 rumah.

b.     Di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 14 Desember 2021, dengan kerusakan rumah tinggal sebanyak 346 rumah,

c.      Di Bali, pada tanggal 16 Oktober 2021, dengan kerusakan rumah tinggal sebanyak 1.987 rumah.

d.     Di Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 21 Mei 2021, dengan kerusakan rumah tinggal sebanyak 290 rumah.

e.      Di Malang, Jawa Timur, pada tanggal 10 April 2021, dengan kerusakan rumah tinggal sebanyak 16.541 rumah.

f.      Di Mamuju-Majene, Sulawesi Barat, pada tanggal 15 Januari 2021, dengan kerusakan rumah tinggal sebanyak 4.122 rumah

Dengan banyaknya kerusakan yang terjadi pada bangunan sederhana tersebut akan timbul kerugian material dan sosial yang cukup besar. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan bangunan tahan gempa pada struktur sederhana khususnya bangunan rumah tinggal. Perencanaan bangunan tahan gempa dengan konsep konvensional (fixed base) tentu akan membutuhkan biaya yang relatif mahal untuk ukuran bangunan rumah tinggal. Untuk itu diperlukan perencanaan bangunan tahan gempa dengan konsep modern (base isolation) dimana struktur bawah (pondasi) dipisah dengan struktur atas. (Wu, 2001) menyebutkan bahwa sistem base isolation lebih efektif diterapkan pada bangunan rendah dengan kekakuan yang tinggi. Untuk itu sistem base isolation ini sangat cocok diterapkan pada bangunan rendah/sederhana berupa bangunan rumah tinggal.

Selama beberapa dekade terakhir, desain struktur bangunan tahan gempa umumnya didasarkan pada konsep daktilitas. Daktilitas diharapkan dimiliki oleh struktur, misalnya, dengan mengaplikasikan mekanisme strong column weak beam. Namun kinerja struktur yang secara desain sudah memenuhi konsep daktilitas tersebut seringkali tidak memuaskan ketika dikenai beban gempa besar karena pada kenyataannya yang terjadi belum tentu sesuai dengan yang direncanakan. Struktur yang direncanakan seperti ini apabila terkena beban gempa kuat akan mengalami plastisitas yang mengakibatkan simpangan antar lantai yang besar. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan pada struktur, bahkan sampai pada keruntuhan struktur. Untuk meningkatkan performa struktur terhadap gempa kuat, dikembangkan suatu teknik yang lebih efektif dan dapat diaplikasikan untuk desain seismik struktur sehingga kerusakan struktur dapat diminimalkan secara signifikan atau dapat dihindari (Budiono et al., 2015).

Salah satu alternatif yang menjanjikan adalah penggunaan sistem isolasi dasar yang merupakan sistem kontrol pasif yang dapat menjaga integritas struktur. Sistem ini dapat diadopsi untuk mendesain struktur baru, maupun perbaikan dari struktur eksisting. Strategi dari sistem isolasi dasar memberikan fleksibilitas lateral yang membantu mengurangi gaya gempa dengan mengubah perioda alami struktur untuk menghindari resonansi dengan frekuensi utama yang terkandung pada gempa yang terjadi. Selain itu, sistem isolasi dasar juga memberikan tambahan redaman pada struktur yang akan mengabsorbsi energi gempa pada saat terjadinya pergerakan pada sistem isolasi.

Base isolation memberikan diskontinuitas di antara struktur atas dan struktur bawah sehingga gerakan mendatar dari pondasi pada saat gempa tidak diteruskan secara penuh ke struktur atas tetapi diredam terlebih dahulu oleh base isolation. (Novianti, Widhiyanti, & Sukamdo, 2015).

Gambar 1 Perbandingan Bangunan Tanpa Base Isolation dan dengan Base Isolation (Wu, 2001)

 

Penggunaan sistem isolasi dasar sangat efektif untuk bangunan tingkat rendah-medium yang berlokasi di tanah keras. Adanya sistem isolasi dasar pada bangunan tingkat tinggi menjadi tidak efektif karena perioda natural yang tinggi membuat percepatan gempa kecil walaupun tidak menggunakan sistem isolasi. Namun adanya pertimbangan lain seperti kenyamanan pengguna, bangunan penting yang harus tetap berfungsi pada saat dan setelah gempa, elemen non-struktural yang tidak rusak membuat adanya dorongan untuk mengembangkan penggunaan sistem isolasi dasar pada bangunan tingkat tinggi (Budiono et al., 2015).

Penggunaan sistem isolasi juga dihindari pada kondisi tanah lunak karena kecenderungan gerakan tanah yang memiliki perioda lebih tinggi sehingga beramplifikasi dengan strukturnya. Oleh karena itu, sistem isolasi yang memiliki perioda fundamental tinggi tidak sesuai untuk kondisi tanah lunak (lihat Gambar 2).

Gambar 2

Ilustrasi Penggunaan Sistem Isolasi Kondisi Tanah Lunak (Budiono & Adelia, 2015)

Bangunan dengan sistem ini mempunyai frekuensi yang jauh lebih kecil dari bangunan konvensional dan frekuensi dominan dari gerakan tanah. Akibatnya percepatan gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih kecil. Ragam getar pertama bangunan hanya menimbulkan deformasi lateral pada sistem isolator, sedangkan bagian atas akan berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam-ragam getar yang lebih tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal terhadap ragam pertama dan gerakan tanah sehingga ragam-ragam getar ini tidak ikut berpartisipasi didalam respons struktur, atau dengan kata lain energi gempa tidak disalurkan ke struktur bangunan. Pada gambar 3 dapat dilihat reduksi percepatan gempa dapat dilakukan dengan memperpanjang periode getar struktur atau memperkecil frekuensi struktur.

 

Gambar 3 Efek Pergeseran Periode Getar Pada Percepatan Gempa����������� (Amroyni Farissi & Bambang Budiono, 2013)

 

Pada gempa kuat, isolator dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil, akan menyebabkan perioda alamiah bangunan lebih besar, (umumnya antara 2 s/d 3,5 detik). Pada perioda ini, percepatan gempa relatif kecil, khususnya pada tanah keras. Namun, sebaliknya akan menyebabkan peningkatan perpindahan pada bangunan. Untuk membatasi perpindahan sampai pada batas yang dapat diterima, sistem isolasi juga dilengkapi dengan elemen-elemen yang mampu mendissipasi energi. Disamping itu, sistem isolasi juga mempunyai kemampuan untuk kembali pada posisi semula setelah terjadinya gerakan seismik. Sedangkan pada gempa kecil atau akibat angin kekakuan horizontal dari sistem isolator harus memadai, agar tidak menimbulkan getaran yang menyebabkan ketidak-nyamanan penghuninya (Teruna, 2007).

Dengan menempatkan lapisan yang fleksibel antara pondasi dan struktur atas, banguan struktur atas akan berprilaku sebagai rigid body dan bisa diprediksi dengan teori linear untuk sistem 2-degrees of freedom. Untuk memperoleh perilaku sistem isolasi, linear spring dan linear viscous damping akan diimplementasikan ke dalam model sistem 2-DOF. Pada gambar 4 terlihat sebuah rigid body duduk pada lapisan tumpuan yang fleksibel.

Gambar 4 Parameter Model Isolasi 2-DOF (Wu, 2001)

 

dalam hal ini,

= massa pada lantai dasar

= massa pada lantai atas

= redaman base isolation

= redaman struktur atas

= kekakuan base isolation

= kekakuan struktur atas

= perpindahan tanah

= perpindahan lantai dasar di atas lapisan base isolation

= perpindahan lantai atas

������ Maka persamaan gerak sistem adalah :

������������������������������������ ���������������������������������

Untuk bangunan dengan system tanpa isolasi dasar, kita dapat memperoleh frekuensi dan periode getar alami dengan rumus berikut :

�������������������������� ������������������ �������� ���������������������������

�������

Dimana �dan �adalah frekuensi dan periode getar alami, sedangkan �adalah rasio redaman. Dengan mengubah kekakuan dan redaman pada lapisan isolasi dasar ke bangunan tanpa isolasi dasar, kita akan mendapatkan frekuensi dan periode getar baru dari bangunan dengan isolasi dasar sebagai berikut :

 

�������������������������� ������������������ �������������������������

���������������

Dengan menempatkan isolasi dasar akan menghasilkan kekakuan yang lebih kecil dan periode getar �yang lebih panjang dari periode getar alami bangunan .

Keterbaruan pada penelitian ini adalah penelitian penggunaan isolasi dasar pada bangunan rendah rumah tinggal dengan menggunakan SNI 1726-2019. Berdasarkan dasar teoretis yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut ini : �Struktur yang dilengkapi dengan sistem isolasi dasar akan mengalami peningkatan periode dan nilai rasio redaman efektif pada mode-mode fundamental sehingga percepatan gempa yang akan diterima struktur di atasnya akan berkurang secara signifikan. Konsep sistem isolasi dasar ini diharapkan efektif digunakan pada struktur sederhana rumah tinggal 1 lantai karena umumnya bangunan rumah tinggal (bangunan rendah) dengan menggunakan sistem konvensional (fixed base) mempunyai periode getar yang cukup rendah, sehingga masih sangat efektif untuk dilakukan perpanjangan periode getar dengan penggunaan base isolation agar percepatan gempa bisa berkurang�. Efektifitas penggunaan base isolation bisa dicapai apabila penggunaan base isolation bisa mengurangi beban gempa horizontal sehingga struktur atas tidak perlu dibuat tahan gempa tetapi harus tetap tahan terhadap beban gravitasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan simulasi numerik jenis base isolation dalam rangka menentukan base isolation yang paling cocok untuk struktur sederhana rumah tinggal di Indonesia.

�

Metode Penelitian

Analisis awal merupakan tahap desain awal dengan membuat model struktur 3D bangunan 1 dan 3 lantai baik dengan sistem struktur konvensional (fixed base) maupun sistem struktur terisolasi (isolated base) dengan menggunakan type base isolation yaitu high damping rubber bearing. Proses penelitian ini dilakukan dengan bantuan software ETABS versi 18.0.2. Untuk eksitasi gempa, pada studi ini akan memakai prosedur analisis spektrum respons yang merupakan prosedur analisis dinamik yang diizinkan dalam SNI 1726-2019 untuk analisis base isolation. Pemilihan penggunaan prosedur analisis spektrum respons ini dikarenakan dalam studi ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan perilaku dinamik dan gaya geser struktur tanpa isolasi dasar dan dengan isolasi dasar akibat eksitasi gempa yang bekerja. Selain hal itu, pemilihan penggunaan prosedur analisis spektrum respons karena ketersediaan data yang cukup lengkap baik berupa peta percepatan gempa maupun data respons spektra dari Pusgen-Puskim PUPR. Analisis dilakukan untuk mendapatkan perbandingan gaya geser dasar dan displacement antara bangunan dengan sistem struktur konvensional (fixed base) dan bangunan dengan sistem struktur terisolasi (isolated base).

 

Hasil dan Pembahasan

Setelah dilakukan penelitian dengan pemodelan dengan 4 model bangunan rumah tinggal, maka diperoleh data sebagai berikut :

1. Periode Getar Struktur

Tabel 1

Periode Getar Struktur Model Rumah Tinggal 1 Lantai Sistem Struktur Konvensional (fixed base)

Case

Mode

Period

Frequency

CircFreq

Eigenvalue

 

 

sec

cyc/sec

rad/sec

rad�/sec�

Modal

1

0.368

2.720

17.0892

292.0415

Modal

2

0.353

2.835

17.8135

317.3219

 

Tabel 2

Periode Getar Struktur Model Rumah Tinggal 1 Lantai Sistem Struktur Terisolasi (isolated base)

Case

Mode

Period

Frequency

CircFreq

Eigenvalue

 

 

sec

cyc/sec

rad/sec

rad�/sec�

Modal

1

1.335

0.749

4.7078

22.1631

Modal

2

1.328

0.753

4.7305

22.3777

Modal

3

1.220

0.819

5.1482

26.5036

Modal

4

0.345

2.895

18.1872

330.7729

Modal

5

0.320

3.122

19.6189

384.9003

Modal

6

0.298

3.352

21.0611

443.5715

 

Tabel 3

Periode Getar Struktur Model Rumah Tinggal 3 Lantai Sistem Struktur Konvensional (fixed base)

Case

Mode

Period

Frequency

CircFreq

Eigenvalue

 

 

sec

cyc/sec

rad/sec

rad�/sec�

Modal

1

0.981

1.019

6.4054

41.0291

Modal

2

0.903

1.107

6.957

48.4003

Modal

3

0.832

1.201

7.5486

56.9819

Modal

4

0.317

3.159

19.8475

393.9249

Modal

5

0.302

3.314

20.8217

433.5443

Modal

6

0.280

3.574

22.455

504.2267

Modal

7

0.166

6.021

37.8321

1431.2684

Modal

8

0.164

6.096

38.3022

1467.0618

Modal

9

0.154

6.485

40.745

1660.1517

Tabel 4

Periode Getar Struktur Model Rumah Tinggal 3 Lantai Sistem Struktur Terisolasi (isolated base)

Case

Mode

Period

Frequency

CircFreq

Eigenvalue

 

 

sec

cyc/sec

rad/sec

rad�/sec�

Modal

1

2.217

0.451

2.8345

8.0346

Modal

2

2.161

0.463

2.9074

8.4532

Modal

3

2.023

0.494

3.1062

9.6486

Modal

4

0.657

1.522

9.561

91.4124

Modal

5

0.601

1.663

10.4477

109.1543

Modal

6

0.562

1.78

11.1822

125.0408

Modal

7

0.316

3.169

19.9083

396.3399

Modal

8

0.295

3.389

21.2918

453.3404

Modal

9

0.276

3.626

22.7811

518.9806

Modal

10

0.177

5.64

35.4383

1255.8746

Modal

11

0.172

5.806

36.4803

1330.8098

Modal

12

0.163

6.144

38.6043

1490.2913

 

0.368

1.335

Isolated Base

Fixed Base

Gambar 5

Perioda Struktur Sistem Konvensional dan Sistem Terisolasi Struktur Model Rumah 1 Lantai

 

 

 

 

 

Fixed Base

Isolated Base

2.217

0.981

Gambar 6

Perioda Struktur Sistem Konvensional dan Sistem Terisolasi Struktur Model Rumah 3 Lantai

 

Dari gambar 5 dan gambar 6, terlihat bahwa dengan sistem isolated base, perioda struktur menjadi lebih panjang sehingga percepatan gempa mejadi lebih kecil.

2. Gaya Geser Dasar

Dari hasil analisa diperoleh gaya geser dasar seperti terlihat pada tabel berikut.

 

Tabel 5

Gaya Geser Dasar dengan Variasi Jumlah Lantai dan Sistem Tumpuan Struktur

Jumlah Lantai

Fixed Base

Isolated Base

Arah x

Arah y

Arah x

Arah y

 kN

 kN

kN

 kN

1 lantai

60.99

60.99

40.24

40.54

3 lantai

261.40

261.40

141.63

151.51

 

Dari tabel 5 terlihat bahwa gaya geser dasar menggunakan sistem isolated base berkurang sebesar 34.02% untuk arah x dan 33.53% untuk arah y dari sistem fixed base pada model rumah 1 lantai. Sedangkan untuk model rumah 3 lantai, gaya geser dasar menggunakan sistem isolated base berkurang sebesar 45.81% untuk arah x dan 42.03% untuk arah y dari sistem fixed base.

 

 

3. Displacement

Dari hasil analisa diperoleh displacement seperti terlihat pada tabel berikut.

Tabel 6

�Displacement Model Rumah 1 Lantai Fixed Base

 

Lantai

 

 

 

Tinggi

Lantai

Displacement

Story Drift

Story Drift

Drift Check

Elastic (ed)

Elastic (ed)

Plastic (ed*Cd)

Plastic (≤ 0.02)

EX

EY

EX

EY

EX

EY

EX

EY

(mm)

(mm)

(mm)

 

 

 

 

 

 

Atap

3500

2.42

2.63

0.001

0.001

0.004

0.004

OK

OK

1

0

0.00

0.00

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 7

Displacement Model Rumah 1 Lantai Isolated Base

 

Lantai

 

 

 

Tinggi

Lantai

Displacement

Story Drift

Story Drift

Drift Check

Elastic (ed)

Elastic (ed)

Plastic (ed*Cd)

Plastic (≤ 0.02)

EX

EY

EX

EY

EX

EY

EX

EY

 

(mm)

(mm)

(mm)

 

 

 

 

 

 

 

Atap

3500

22.22

22.57

0.001

0.001

0.004

0.004

OK

OK

 

1

169

19.87

19.77

0.118

0.117

0.647

0.643

 

 

 

 

Dari tabel 6 dan tabel 7 pada model rumah 1 lantai terlihat bahwa displacement di lantai atap dengan sistem isolated base lebih besar dari pada sistem fixed base. Namun untuk simpangan antar lantai (drift) besarnya sama antara dengan sistem isolated base dan dengan sistem fixed base.

Tabel 8

Displacement Model Rumah 3 Lantai Fixed Base

 

Lantai

 

 

Tinggi

Lantai

Displacement

Story Drift

Story Drift

Drift Check

Elastic (ed)

Elastic (ed)

Plastic (ed*Cd)

Plastic (≤ 0.02)

EX

EY

EX

EY

EX

EY

EX

EY

(mm)

(mm)

(mm)

 

 

 

 

 

 

Atap

3500

26.67

31.68

0.002

0.003

0.014

0.017

OK

OK

3

3500

17.94

20.96

0.003

0.004

0.018

0.021

OK

NOT OK

2

3500

6.50

7.41

0.002

0.002

0.010

0.012

OK

OK

1

0

0.00

0.00

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 9

Displacement Model Rumah 3 Lantai Isolated Base

 

 

Displacement

Story Drift

Story Drift

Drift Check

Lantai

Tinggi

Elastic (ed)

Elastic (ed)

Plastic (ed*Cd)

Plastic (≤ 0.02)

 

Lantai

EX

EY

EX

EY

EX

EY

EX

EY

 

(mm)

(mm)

(mm)

 

 

 

 

 

 

Atap

3500

54.14

62.12

0.001

0.001

0.006

0.008

OK

OK

3

3500

50.53

57.11

0.002

0.002

0.009

0.013

OK

OK

2

3500

44.56

49.02

0.002

0.002

0.010

0.014

OK

OK

1

169

38.20

40.39

0.226

0.239

 

 

 

 

 

Dari tabel 8 dan tabel 9 pada model rumah 3 lantai terlihat bahwa displacement di lantai atap dengan sistem isolated base lebih besar dari pada sistem fixed base. Namun untuk simpangan antar lantai (drift) dengan sistem isolated base lebih kecil dari pada dengan sistem fixed base.

 

Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pembahasan dalam penelitian ini bisa diambil kesimpulan Penggunaan base isolation sangat efektif untuk memperpanjang perioda struktur sehingga dapat memperkecil percepatan gempa. Pada model rumah 1 lantai diperoleh perioda struktur dengan sistem fixed base sebesar 0.368 detik dan dengan sistem isolated base sebesar 1.335 detik. Sedangkan pada model rumah 3 lantai diperoleh perioda struktur dengan sistem fixed base sebesar 0.981 detik dan dengan sistem isolated base sebesar 2.217 detik. Penggunaan base isolation sangat ekeftif untuk bangunan rendah 1 lantai sampai dengan 3 lantai yang masih mempunyai perioda getar struktur yang pendek dangan sistem fixed base, karena dapat memperkecil gaya geser dasar akibat gempa dengan sangat efektif. Dari hasil analisa diperoleh gaya geser dasar menggunakan sistem isolated base berkurang sebesar 34.02% untuk arah x dan 33.53% untuk arah y dari sistem fixed base pada model rumah 1 lantai. Sedangkan untuk model rumah 3 lantai, diperoleh gaya geser dasar menggunakan sistem isolated base berkurang sebesar 45.81% untuk arah x dan 42.03% untuk arah y dari sistem fixed base. Penggunaan base isolation dapat memperbesar displacement total di lantai puncak bangunan. Namun sangat efektif untuk memperkecil simpangan antar lantai. Hal ini sangat baik untuk bangunan dengan batasan simpangan izin antar lantai yang sangat ketat.

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Amroyni Farissi, M., & Bambang Budiono, R. (2013). Design and analysis of base isolated structures. WIT Transactions on the Built Environment, 134, 863�874. https://doi.org/10.2495/SAFE130761. Google Scholar

 

Budiono, Bambang, Adelia, Cella, Teoretis, Jurnal, Bidang, Terapan, Sipil, Rekayasa, Terapan, Dan, Rekayasa, Bidang, & Abstrak, Sipil. (2015). Penggunaan Isolasi Dasar Single Friction Pendulum dan Triple Friction Pendulum pada Bangunan Beton Bertulang. Agustus, 22(2), 67�78. Google Scholar

 

Novianti, Novianti, Widhiyanti, Susy, & Sukamdo, Pariatmono. (2015). Pembuatan Benda Uji Base-isolation Untuk Rumah Sederhana Tahan Gempa. Rekayasa Sipil, 4(2), 97�107. Google Scholar

 

Teruna, D. .. (2007). �Perencanaan Bangunan Tahan Gempa dengan Menggunakan Base Isolator (LRB) : Contoh Kasus Gedung Auditorium Universitas Cndrawasih Papua�. Seminar dan Pameran HAKI. Google Scholar

 

Wu, T. .. (2001). Design of Base Isolation System for Buildings. Chung-Yuan Christian University. Taiwan. Google Scholar

 

Copyright holder:

Faishol Arif, Pariatmono (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: