�Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
��e-ISSN : 2548-1398
�Vol. 7, No. 3, Maret 2022
SIMULASI NUMERIK PENGGUNAAN BASE ISOLATION
UNTUK STRUKTUR SEDERHANA TAHAN GEMPA
Faishol Arif, Pariatmono
Magister Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana Jakarta, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstract
Most of region in Indonesia is an earthquake- vulnerable area. Therefore, the buildings in Indonesia must be built to have an earthquakes resistance. Along with technological developments in the design of earthquake-resistant buildings, an alternative design approach has been developed to reduce the risk of building damage due to earthquakes, and be able to maintain the integrity of structural and non-structural components against strong earthquakes. One of the concepts of the planning approach that has been used by many people is to use seismic isolation or base isolation. In this research, we want to know the advantages of isolated structural systems compared to conventional structural systems and in order to determine the most suitable base isolation for low rise building structures for residential houses in Indonesia. The analytical method used is by modeling 4 structural models consisting of 2 models of 1-story house structures both with conventional systems and isolated systems and 2 models of 3-storey houses both with conventional systems and isolated systems using ETABS 18.0.2 software and based on SNI 1726-2019. From the results of the study, the base shear force using an isolated system can be reduced upto 34.02% for the x-direction and 33.53% for the y-direction from the conventional system on the 1-story house structure model. Whereas for the 3-storey house structure model, the base shear force using the base isolation system can be reduced upto 45.81% for the x-direction and 42.03% for the y-direction from the conventional system.
Keywords: Base Isolation, Residential House, SNI 1726-2019, Base Shear Force
Abstrak
Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah yang rawan gempa. Karena itu, gedung-gedung di Indonesia harus dibangun agar tahan gempa. Seiring
dengan perkembangan teknologi dalam perencanaan bangunan tahan gempa, telah
dikembangkan suatu pendekatan desain alternatif untuk mengurangi resiko kerusakan bangunan akibat gempa, dan mampu mempertahankan integritas komponen struktural dan non-struktural terhadap gempa kuat. Salah satu konsep pendekatan perencanaan yang telah digunakan banyak orang adalah dengan menggunakan
isolasi seismik atau isolasi dasar.
Pada penelitian ini ingin mengetahui keunggulan sistem struktur terisolasi dibandingkan dengan sistem struktur konvensional serta dalam
rangka menentukan isolasi dasar yang paling cocok
untuk struktur sederhana rumah tinggal di Indonesia. Metode analisis
yang dipakai yaitu dengan dengan memodelkan
4 model struktur yang terdiri
dari 2 model struktur rumah 1 lantai baik dengan sistem
konvensional maupun sistem terisolasi dan 2 model struktur rumah 3 lantai baik dengan
sistem konvensional maupun sistem terisolasi
dengan menggunakan perangkat lunak ETABS 18.0.2 dan berdasarkan SNI 1726-2019. Dari hasil
penelitian diperoleh gaya geser dasar
menggunakan sistem terisolasi berkurang
sebesar 34.02% untuk arah x dan 33.53% untuk arah y dari sistem konvensioanl pada model
rumah 1 lantai. Sedangkan untuk model rumah 3 lantai, diperoleh gaya geser
dasar menggunakan sistem isolasi dasar berkurang
sebesar 45.81% untuk arah x dan 42.03% untuk arah y dari sistem konvensional.
Kata kunci: Isolasi
Dasar, Rumah Tinggal, SNI
1726-2019, Gaya Geser Dasar
Pendahuluan
Akhir-akhir ini kerusakan
ringan sampai rusak berat (collapse) pada bangunan akibat gempa banyak
terjadi pada bangunan sederhana seperti rumah tinggal, sekolah dan tempat
ibadah padahal secara jumlah bangunan sederhana tersebut lebih dominan dari
pada bangunan menengah atau bangunan tinggi (medium to high rise building).
������
Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di
sepanjang tahun 2021 telah terjadi gempa di beberapa daerah antara lain :
a. Di
Jember, Jawa Timur, pada tanggal 16 Desember 2021, dengan kerusakan rumah
tinggal sebanyak 46 rumah.
b. Di
Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 14 Desember 2021, dengan
kerusakan rumah tinggal sebanyak 346 rumah,
c. Di
Bali, pada tanggal 16 Oktober 2021, dengan kerusakan rumah tinggal sebanyak
1.987 rumah.
d. Di
Blitar, Jawa Timur, pada tanggal 21 Mei 2021, dengan kerusakan rumah tinggal
sebanyak 290 rumah.
e. Di
Malang, Jawa Timur, pada tanggal 10 April 2021, dengan kerusakan rumah tinggal
sebanyak 16.541 rumah.
f. Di
Mamuju-Majene, Sulawesi Barat, pada tanggal 15 Januari 2021, dengan kerusakan
rumah tinggal sebanyak 4.122 rumah
Dengan banyaknya kerusakan yang terjadi
pada bangunan sederhana tersebut akan timbul kerugian material dan sosial yang
cukup besar. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan bangunan tahan gempa pada
struktur sederhana khususnya bangunan rumah tinggal. Perencanaan bangunan tahan
gempa dengan konsep konvensional (fixed base) tentu akan membutuhkan
biaya yang relatif mahal untuk ukuran bangunan rumah tinggal. Untuk itu
diperlukan perencanaan bangunan tahan gempa dengan konsep modern (base
isolation) dimana struktur bawah (pondasi) dipisah dengan struktur atas. (Wu, 2001) menyebutkan bahwa sistem base
isolation lebih efektif diterapkan pada bangunan rendah dengan kekakuan
yang tinggi. Untuk itu sistem base isolation ini sangat cocok diterapkan
pada bangunan rendah/sederhana berupa bangunan rumah tinggal.
Selama beberapa dekade
terakhir, desain struktur bangunan tahan gempa umumnya didasarkan pada konsep
daktilitas. Daktilitas diharapkan dimiliki oleh struktur, misalnya, dengan
mengaplikasikan mekanisme strong column weak beam. Namun kinerja
struktur yang secara desain sudah memenuhi konsep daktilitas tersebut
seringkali tidak memuaskan ketika dikenai beban gempa besar karena pada
kenyataannya yang terjadi belum tentu sesuai dengan yang direncanakan. Struktur
yang direncanakan seperti ini apabila terkena beban gempa kuat akan mengalami
plastisitas yang mengakibatkan simpangan antar lantai yang besar. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan yang signifikan pada struktur, bahkan sampai pada
keruntuhan struktur. Untuk meningkatkan performa struktur terhadap gempa kuat,
dikembangkan suatu teknik yang lebih efektif dan dapat diaplikasikan untuk
desain seismik struktur sehingga kerusakan struktur dapat diminimalkan secara
signifikan atau dapat dihindari (Budiono et al., 2015).
Salah satu alternatif yang menjanjikan
adalah penggunaan sistem isolasi dasar yang merupakan sistem kontrol pasif yang
dapat menjaga integritas struktur. Sistem ini dapat diadopsi untuk mendesain
struktur baru, maupun perbaikan dari struktur eksisting. Strategi dari sistem
isolasi dasar memberikan fleksibilitas lateral yang membantu mengurangi gaya
gempa dengan mengubah perioda alami struktur untuk menghindari resonansi dengan
frekuensi utama yang terkandung pada gempa yang terjadi. Selain itu, sistem
isolasi dasar juga memberikan tambahan redaman pada struktur yang akan
mengabsorbsi energi gempa pada saat terjadinya pergerakan pada sistem isolasi.
Base isolation
memberikan diskontinuitas di antara struktur atas dan struktur bawah sehingga
gerakan mendatar dari pondasi pada saat gempa tidak diteruskan secara penuh ke
struktur atas tetapi diredam terlebih dahulu oleh base isolation. (Novianti, Widhiyanti, & Sukamdo, 2015).
Gambar
1 Perbandingan Bangunan Tanpa Base Isolation dan dengan
Base Isolation (Wu, 2001)
Penggunaan sistem isolasi
dasar sangat efektif untuk bangunan tingkat rendah-medium yang berlokasi di
tanah keras. Adanya sistem isolasi dasar pada bangunan tingkat tinggi menjadi
tidak efektif karena perioda natural yang tinggi membuat percepatan gempa kecil
walaupun tidak menggunakan sistem isolasi. Namun adanya pertimbangan lain seperti
kenyamanan pengguna, bangunan penting yang harus tetap berfungsi pada saat dan
setelah gempa, elemen non-struktural yang tidak rusak membuat adanya dorongan
untuk mengembangkan penggunaan sistem isolasi dasar pada bangunan tingkat
tinggi (Budiono
et al., 2015).
Penggunaan sistem isolasi
juga dihindari pada kondisi tanah lunak karena kecenderungan gerakan tanah yang
memiliki perioda lebih tinggi sehingga beramplifikasi dengan strukturnya. Oleh
karena itu, sistem isolasi yang memiliki perioda fundamental tinggi tidak
sesuai untuk kondisi tanah lunak (lihat Gambar 2).
Gambar 2
Ilustrasi Penggunaan
Sistem Isolasi Kondisi Tanah Lunak (Budiono
& Adelia, 2015)
Bangunan dengan sistem
ini mempunyai frekuensi yang jauh lebih kecil dari bangunan konvensional dan
frekuensi dominan dari gerakan tanah. Akibatnya percepatan gempa yang bekerja
pada bangunan menjadi lebih kecil. Ragam getar pertama bangunan hanya
menimbulkan deformasi lateral pada sistem isolator, sedangkan bagian atas akan
berperilaku sebagai rigid body motion. Ragam-ragam getar yang lebih
tinggi yang menimbulkan deformasi pada struktur adalah orthogonal terhadap
ragam pertama dan gerakan tanah sehingga ragam-ragam getar ini tidak ikut
berpartisipasi didalam respons struktur, atau dengan kata lain energi gempa
tidak disalurkan ke struktur bangunan. Pada gambar 3 dapat dilihat reduksi
percepatan gempa dapat dilakukan dengan memperpanjang periode getar struktur
atau memperkecil frekuensi struktur.
Gambar 3 Efek Pergeseran Periode Getar Pada
Percepatan Gempa����������� (Amroyni Farissi & Bambang Budiono, 2013)
Pada gempa kuat, isolator
dengan kekakuan horizontal yang relatif kecil, akan menyebabkan perioda alamiah
bangunan lebih besar, (umumnya antara 2 s/d 3,5 detik). Pada perioda ini,
percepatan gempa relatif kecil, khususnya pada tanah keras. Namun, sebaliknya
akan menyebabkan peningkatan perpindahan pada bangunan. Untuk membatasi
perpindahan sampai pada batas yang dapat diterima, sistem isolasi juga
dilengkapi dengan elemen-elemen yang mampu mendissipasi energi. Disamping itu,
sistem isolasi juga mempunyai kemampuan untuk kembali pada posisi semula
setelah terjadinya gerakan seismik. Sedangkan pada gempa kecil atau akibat
angin kekakuan horizontal dari sistem isolator harus memadai, agar tidak
menimbulkan getaran yang menyebabkan ketidak-nyamanan penghuninya (Teruna,
2007).
Dengan menempatkan lapisan yang fleksibel antara pondasi dan struktur atas, banguan struktur
atas akan berprilaku sebagai rigid body
dan bisa diprediksi dengan teori linear untuk sistem 2-degrees of
freedom. Untuk memperoleh
perilaku sistem isolasi, linear spring dan linear viscous damping
akan diimplementasikan ke dalam model sistem 2-DOF. Pada gambar 4 terlihat sebuah rigid body duduk
pada lapisan tumpuan yang fleksibel.
Gambar 4 Parameter Model Isolasi 2-DOF (Wu, 2001)
dalam hal ini,
������ Maka persamaan gerak sistem adalah :
������������������������������������
Untuk bangunan dengan system tanpa isolasi dasar, kita dapat memperoleh frekuensi dan periode getar alami dengan rumus berikut :
�������
Dimana
���������������
Dengan menempatkan isolasi
dasar akan menghasilkan kekakuan yang lebih kecil dan periode getar
Keterbaruan pada penelitian ini
adalah penelitian penggunaan isolasi dasar pada bangunan rendah rumah tinggal
dengan menggunakan SNI
1726-2019. Berdasarkan dasar
teoretis yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut ini : �Struktur yang dilengkapi dengan sistem isolasi dasar akan mengalami
peningkatan periode dan nilai rasio redaman
efektif pada mode-mode fundamental sehingga percepatan gempa yang akan diterima struktur di atasnya akan berkurang
secara signifikan. Konsep sistem isolasi
dasar ini diharapkan efektif digunakan pada struktur sederhana rumah tinggal 1 lantai karena umumnya bangunan rumah tinggal (bangunan rendah) dengan menggunakan sistem konvensional (fixed base) mempunyai
periode getar yang cukup rendah, sehingga
masih sangat efektif untuk dilakukan perpanjangan periode getar dengan penggunaan
base isolation agar percepatan gempa
bisa berkurang�. Efektifitas penggunaan base
isolation bisa dicapai apabila penggunaan base
isolation bisa mengurangi
beban gempa horizontal sehingga struktur atas tidak perlu
dibuat tahan gempa tetapi harus
tetap tahan terhadap beban gravitasi. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan simulasi numerik jenis base isolation
dalam rangka menentukan base isolation yang paling cocok untuk struktur
sederhana rumah tinggal di Indonesia.
�
Metode Penelitian
Analisis awal merupakan tahap desain
awal dengan membuat model struktur 3D bangunan 1 dan 3 lantai baik dengan
sistem struktur konvensional (fixed base) maupun sistem struktur
terisolasi (isolated base) dengan menggunakan type base isolation
yaitu high damping rubber bearing. Proses penelitian ini dilakukan
dengan bantuan software ETABS versi 18.0.2. Untuk eksitasi gempa, pada studi
ini akan memakai prosedur analisis spektrum respons yang merupakan prosedur
analisis dinamik yang diizinkan dalam SNI 1726-2019 untuk analisis base
isolation. Pemilihan penggunaan prosedur analisis spektrum respons ini
dikarenakan dalam studi ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan perilaku dinamik
dan gaya geser struktur tanpa isolasi dasar dan dengan isolasi dasar akibat
eksitasi gempa yang bekerja. Selain hal itu, pemilihan penggunaan prosedur
analisis spektrum respons karena ketersediaan data yang cukup lengkap baik
berupa peta percepatan gempa maupun data respons spektra dari Pusgen-Puskim
PUPR. Analisis dilakukan untuk mendapatkan perbandingan gaya geser dasar dan displacement
antara bangunan dengan sistem struktur konvensional (fixed base) dan
bangunan dengan sistem struktur terisolasi (isolated base).
Hasil dan Pembahasan
Setelah dilakukan
penelitian dengan pemodelan dengan 4 model bangunan rumah tinggal, maka diperoleh
data sebagai berikut :
1. Periode Getar Struktur
Tabel 1
Periode
Getar Struktur Model Rumah Tinggal 1 Lantai Sistem Struktur Konvensional (fixed
base)
Case |
Mode |
Period |
Frequency |
CircFreq |
Eigenvalue |
|
|
sec |
cyc/sec |
rad/sec |
rad�/sec� |
Modal |
1 |
0.368 |
2.720 |
17.0892 |
292.0415 |
Modal |
2 |
0.353 |
2.835 |
17.8135 |
317.3219 |
Tabel 2
Periode
Getar Struktur Model Rumah Tinggal 1 Lantai Sistem Struktur Terisolasi (isolated
base)
Case |
Mode |
Period |
Frequency |
CircFreq |
Eigenvalue |
|
|
sec |
cyc/sec |
rad/sec |
rad�/sec� |
Modal |
1 |
1.335 |
0.749 |
4.7078 |
22.1631 |
Modal |
2 |
1.328 |
0.753 |
4.7305 |
22.3777 |
Modal |
3 |
1.220 |
0.819 |
5.1482 |
26.5036 |
Modal |
4 |
0.345 |
2.895 |
18.1872 |
330.7729 |
Modal |
5 |
0.320 |
3.122 |
19.6189 |
384.9003 |
Modal |
6 |
0.298 |
3.352 |
21.0611 |
443.5715 |
Tabel 3
Periode
Getar Struktur Model Rumah Tinggal 3 Lantai Sistem Struktur Konvensional (fixed
base)
Case |
Mode |
Period |
Frequency |
CircFreq |
Eigenvalue |
|
|
sec |
cyc/sec |
rad/sec |
rad�/sec� |
Modal |
1 |
0.981 |
1.019 |
6.4054 |
41.0291 |
Modal |
2 |
0.903 |
1.107 |
6.957 |
48.4003 |
Modal |
3 |
0.832 |
1.201 |
7.5486 |
56.9819 |
Modal |
4 |
0.317 |
3.159 |
19.8475 |
393.9249 |
Modal |
5 |
0.302 |
3.314 |
20.8217 |
433.5443 |
Modal |
6 |
0.280 |
3.574 |
22.455 |
504.2267 |
Modal |
7 |
0.166 |
6.021 |
37.8321 |
1431.2684 |
Modal |
8 |
0.164 |
6.096 |
38.3022 |
1467.0618 |
Modal |
9 |
0.154 |
6.485 |
40.745 |
1660.1517 |
Tabel 4
Periode
Getar Struktur Model Rumah Tinggal 3 Lantai Sistem Struktur Terisolasi (isolated
base)
Case |
Mode |
Period |
Frequency |
CircFreq |
Eigenvalue |
|
|
sec |
cyc/sec |
rad/sec |
rad�/sec� |
Modal |
1 |
2.217 |
0.451 |
2.8345 |
8.0346 |
Modal |
2 |
2.161 |
0.463 |
2.9074 |
8.4532 |
Modal |
3 |
2.023 |
0.494 |
3.1062 |
9.6486 |
Modal |
4 |
0.657 |
1.522 |
9.561 |
91.4124 |
Modal |
5 |
0.601 |
1.663 |
10.4477 |
109.1543 |
Modal |
6 |
0.562 |
1.78 |
11.1822 |
125.0408 |
Modal |
7 |
0.316 |
3.169 |
19.9083 |
396.3399 |
Modal |
8 |
0.295 |
3.389 |
21.2918 |
453.3404 |
Modal |
9 |
0.276 |
3.626 |
22.7811 |
518.9806 |
Modal |
10 |
0.177 |
5.64 |
35.4383 |
1255.8746 |
Modal |
11 |
0.172 |
5.806 |
36.4803 |
1330.8098 |
Modal |
12 |
0.163 |
6.144 |
38.6043 |
1490.2913 |
0.368 1.335 Isolated Base Fixed Base
Gambar 5
Perioda Struktur
Sistem Konvensional dan Sistem Terisolasi Struktur Model Rumah 1 Lantai
Fixed Base Isolated Base 2.217 0.981
Gambar 6
Perioda Struktur
Sistem Konvensional dan Sistem Terisolasi Struktur Model Rumah 3 Lantai
Dari gambar 5 dan gambar 6, terlihat
bahwa dengan sistem isolated base, perioda struktur menjadi lebih
panjang sehingga percepatan gempa mejadi lebih kecil.
2. Gaya Geser Dasar
Dari hasil
analisa diperoleh gaya geser dasar seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 5
Gaya
Geser Dasar dengan Variasi Jumlah Lantai dan Sistem Tumpuan Struktur
Jumlah Lantai |
Fixed Base |
Isolated Base |
||
Arah x |
Arah y |
Arah x |
Arah y |
|
kN |
kN |
kN |
kN |
|
1 lantai |
60.99 |
60.99 |
40.24 |
40.54 |
3 lantai |
261.40 |
261.40 |
141.63 |
151.51 |
3. Displacement
Dari hasil
analisa diperoleh displacement seperti terlihat pada tabel berikut.
Tabel 6
�Displacement Model Rumah 1 Lantai Fixed Base
Lantai |
Tinggi Lantai |
Displacement |
Story Drift |
Story Drift |
Drift Check |
||||
Elastic (ed) |
Elastic (ed) |
Plastic (ed*Cd) |
Plastic (≤ 0.02) |
||||||
EX |
EY |
EX |
EY |
EX |
EY |
EX |
EY |
||
(mm) |
(mm) |
(mm) |
|
|
|
|
|
|
|
Atap |
3500 |
2.42 |
2.63 |
0.001 |
0.001 |
0.004 |
0.004 |
OK |
OK |
1 |
0 |
0.00 |
0.00 |
|
|
|
|
|
|
Tabel 7
Displacement Model Rumah 1
Lantai Isolated Base
Lantai |
Tinggi Lantai |
Displacement |
Story Drift |
Story Drift |
Drift Check |
|||||
Elastic (ed) |
Elastic (ed) |
Plastic (ed*Cd) |
Plastic (≤
0.02) |
|||||||
EX |
EY |
EX |
EY |
EX |
EY |
EX |
EY |
|
||
(mm) |
(mm) |
(mm) |
|
|
|
|
|
|
|
|
Atap |
3500 |
22.22 |
22.57 |
0.001 |
0.001 |
0.004 |
0.004 |
OK |
OK |
|
1 |
169 |
19.87 |
19.77 |
0.118 |
0.117 |
0.647 |
0.643 |
|
|
|
Dari tabel 6 dan
tabel 7 pada model rumah 1 lantai terlihat bahwa displacement di lantai atap
dengan sistem isolated base lebih besar dari pada sistem fixed base.
Namun untuk simpangan antar lantai (drift) besarnya sama antara dengan
sistem isolated base dan dengan sistem fixed base.
Tabel 8
Displacement Model Rumah 3
Lantai Fixed Base
Lantai |
Tinggi Lantai |
Displacement |
Story Drift |
Story Drift |
Drift Check |
|||||
Elastic (ed) |
Elastic (ed) |
Plastic (ed*Cd) |
Plastic (≤
0.02) |
|||||||
EX |
EY |
EX |
EY |
EX |
EY |
EX |
EY |
|||
(mm) |
(mm) |
(mm) |
|
|
|
|
|
|
||
Atap |
3500 |
26.67 |
31.68 |
0.002 |
0.003 |
0.014 |
0.017 |
OK |
OK |
|
3 |
3500 |
17.94 |
20.96 |
0.003 |
0.004 |
0.018 |
0.021 |
OK |
NOT OK |
|
2 |
3500 |
6.50 |
7.41 |
0.002 |
0.002 |
0.010 |
0.012 |
OK |
OK |
|
1 |
0 |
0.00 |
0.00 |
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 9
Displacement Model Rumah 3
Lantai Isolated Base
|
|
Displacement |
Story Drift |
Story Drift |
Drift Check |
||||
Lantai |
Tinggi |
Elastic (ed) |
Elastic (ed) |
Plastic (ed*Cd) |
Plastic (≤
0.02) |
||||
|
Lantai |
EX |
EY |
EX |
EY |
EX |
EY |
EX |
EY |
|
(mm) |
(mm) |
(mm) |
|
|
|
|
|
|
Atap |
3500 |
54.14 |
62.12 |
0.001 |
0.001 |
0.006 |
0.008 |
OK |
OK |
3 |
3500 |
50.53 |
57.11 |
0.002 |
0.002 |
0.009 |
0.013 |
OK |
OK |
2 |
3500 |
44.56 |
49.02 |
0.002 |
0.002 |
0.010 |
0.014 |
OK |
OK |
1 |
169 |
38.20 |
40.39 |
0.226 |
0.239 |
|
|
|
|
Dari tabel 8 dan
tabel 9 pada model rumah 3 lantai terlihat bahwa displacement di lantai atap
dengan sistem isolated base lebih besar dari pada sistem fixed base.
Namun untuk simpangan antar lantai (drift) dengan sistem isolated
base lebih kecil dari pada dengan sistem fixed base.
Kesimpulan
Dari hasil analisa dan pembahasan
dalam penelitian ini bisa diambil kesimpulan Penggunaan base isolation
sangat efektif untuk memperpanjang perioda struktur sehingga dapat memperkecil
percepatan gempa. Pada model rumah 1 lantai diperoleh perioda struktur dengan
sistem fixed base sebesar 0.368 detik dan dengan sistem isolated base
sebesar 1.335 detik. Sedangkan pada model rumah 3 lantai diperoleh perioda
struktur dengan sistem fixed base sebesar 0.981 detik dan dengan sistem isolated
base sebesar 2.217 detik.
Penggunaan
base isolation sangat ekeftif untuk bangunan rendah 1 lantai sampai
dengan 3 lantai yang masih mempunyai perioda getar struktur yang pendek dangan
sistem fixed base, karena dapat memperkecil gaya geser dasar akibat
gempa dengan sangat efektif. Dari hasil analisa diperoleh gaya geser dasar
menggunakan sistem isolated base berkurang sebesar 34.02% untuk arah x
dan 33.53% untuk arah y dari sistem fixed base pada model rumah 1
lantai. Sedangkan untuk model rumah 3 lantai, diperoleh gaya geser dasar
menggunakan sistem isolated base berkurang sebesar 45.81% untuk arah x
dan 42.03% untuk arah y dari sistem fixed base. Penggunaan base
isolation dapat memperbesar displacement total di lantai puncak
bangunan. Namun sangat efektif untuk memperkecil simpangan antar lantai. Hal
ini sangat baik untuk bangunan dengan batasan simpangan izin antar lantai yang
sangat ketat.
BIBLIOGRAFI
Amroyni Farissi, M., & Bambang
Budiono, R. (2013). Design and analysis of base isolated structures. WIT Transactions
on the Built Environment, 134, 863�874.
https://doi.org/10.2495/SAFE130761. Google
Scholar
Budiono, Bambang, Adelia, Cella, Teoretis,
Jurnal, Bidang, Terapan, Sipil, Rekayasa, Terapan, Dan, Rekayasa, Bidang, &
Abstrak, Sipil. (2015). Penggunaan Isolasi Dasar Single Friction Pendulum dan
Triple Friction Pendulum pada Bangunan Beton Bertulang. Agustus, 22(2),
67�78. Google
Scholar
Novianti, Novianti, Widhiyanti, Susy, &
Sukamdo, Pariatmono. (2015). Pembuatan Benda Uji Base-isolation Untuk Rumah
Sederhana Tahan Gempa. Rekayasa Sipil, 4(2), 97�107. Google
Scholar
Teruna, D. .. (2007). �Perencanaan
Bangunan Tahan Gempa dengan Menggunakan Base Isolator (LRB) : Contoh
Kasus Gedung Auditorium Universitas Cndrawasih Papua�. Seminar dan Pameran
HAKI. Google
Scholar
Wu, T. .. (2001). Design of Base
Isolation System for Buildings. Chung-Yuan Christian University. Taiwan. Google
Scholar
Copyright holder: Faishol Arif, Pariatmono (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |