Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN GUGATAN YANG TIDAK DAPAT DITERIMA OLEH MAJELIS HAKIM

 

Clarisa Adelia Tanry, Kartika Anjelina Sembiring Meliala

Universitas Prima Indonesia, Medan, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis mengenai perkara perdata yang dapat digugat melalui Pengadilan Negeri, bagaimana syarat-syarat agar terpenuhinya suatu gugatan sehingga tidak ditolak oleh majelis hakim dan alasan yang mengakibatkan gugatan dari pengugat dalam kasus putusan No. 745/Pdt.G/2016/PN.Mdn tidak diterima. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dimana penulis mengumpulkan data-data berupa bahan hukum pokok dan bahan hukum tambahan. Pada penelitian jurnal ini dapat disimpulkam bahwa faktor penyebab gugatan dari pengugat tidak dapat diterima karena �Plurium Litis Consortium� (Gugatan Kurang Pihak) dan dalil yang digugat penggugat terhadap tergugat juga tidak jelas sehingga gugatan menjadi kabur. Gugatan ini mengandung cacat formil, konsekuensi hukum terhadap gugatan yang mengandung cacat formil adalah gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

 

Kata Kunci: putusan; gugatan; majelis hakim

 

Abstract

This legal research aims to find out and analyze civil cases that are sueable through the District Court, what are the conditions for the fulfillment of a lawsuit so that it is not rejected by the panel of judges and reasons that resulted the lawsuit from plaintiff in the case of verdict no. 745 / Pdt.G / 2016 / PN.Mdn is not accepted. The method used in this research is normative juridical research where the authors collect data in the form of basic legal materials and additional legal materials. In this journal research, it can be concluded that the factors causing the lawsuit from plaintiff cannot be accepted because of the "Plurium Litis Consortium" (Lack of Parties Lawsuit) and the arguments that the plaintiffs presented against the defendants are also unclear so that the lawsuit becomes vague. This lawsuit contains a formal defect, the legal consequence of a lawsuit containing a formal defect is that the lawsuit is declared unacceptable.

 

Keywords: verdict; lawsuit; panel of judges

 

Received: 2022-02-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-03-04

 

 

Pendahuluan

Permasalahan dalam masyarakat seringkali merupakan suatu proses interaksi sosial sehingga bisa menyebabkan sengketa antar individu. Sengketa yang terjadi dalam masyarakan biasanya lebih dikenal dengan istilah sengketa perdata. Pada umumnya, pihak yang bersangkutan dalam sengketa perdata yakni tergugat ataupun penggugat keduanya memiliki kaitan hukum. Oleh karena itu, penggugat dan tergugat bisa saling menggugat agar dipenuhinya kaitan hukum tersebut, contohnya dalam sengketa wanprestasi, jika Pengugat ada melakukan pelanggaran perjanjian maka Tergugat boleh mengajukan gugatan kembali kepada Penggugat selama tidak menyimpang dari hukum yang berlaku. Namun tidak semua dapat melakukan tuntutan, baik itu tuntutan yang digugat oleh seseorang, beberapa orang atau suatu badan hukum, yang ditujukan kepada pihak lain melalui pengadilan negri, berhubungan dengan adanya perselisihan. Agar dapat untuk menggugat ke pengadilan sangat diperlukan untuk memperhatikan syarat materiil, syarat ini mutlak ada dalam hal menggugat. Dalam gugatan adapun para pihak dapat berupa seseorang ataupun sekelompok orang, baik yang merupakan badan hukum ataupun yang bukan badan hukum. Pihak yang mengajukan tuntutan disebut penggugat, sedangkan pihak yang dituntut disebut tergugat ataupun apabila lebih dari satu orang disebut para tergugat (Achmad Fauzan dan Suhartanto, 2003).

Pada zaman sekarang, segala macam gugatan yang diajukan ke pengadilan, hampir dapat di pastikan, telah berbentuk tertulis. Baik diajukan oleh pihak penggugat sendiri ataupun diajukan oleh kuasanya. Kasus studi putusan nomor 745/Pdt.G/2016/PN.Mdn, disini gugatan tersebut berbicara mengenai penggugat yang menggugat tergugat karena terjadinya wanprestasi terhadap jual-beli tanah warisan yang dilakukan sehingga penggugat menggugatnya. Namun karena ketidak telitian penggugat dalam membuat surat gugatan, menyebabkan gugatan tersebut tidak dapat diterima majelis hakim.

 

Metode Penelitian

A.    Jenis dan Sifat Penelitian

Dalam mengkaji permasalahan yang akan dibahas, penelitian ini menggunakan jenis peneltian melalui metode yuridis normatif, dimana metode ini mengkaji hukum secara tertulis dari segala macam aspek, misalnya seperti aspek sejarah, perbangdingan, teori, filosofi, konsistensi, komposisi dan struktur, ruang lingkup dan isi materi, penjelasan pasal demi pasal, bahasa hukum yang digunakan serta formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang (Ali, 2011).

Mengenai sifat penelitian yang digunakan yakni Deskriptif analitis. Sifat ini merupakan suatu penelitian yang mendeskripsikan, menganalisa, menjabarkan, dan menjelaskan arti dari suatu peraturan hukum.

B.    Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan sumber dimana data yang dipergunakan adalah data sekunder, yakni bahan pustaka yang mencakup buku-buku, undang-undang, dokumen resmi, artikel-artikel online yang berkaitan dengan materi penelitian, dan juga karya ilmiah. Mengenai bahan hukum sekunder ini terbagi menjadi 2, yaitu:

a.      Bahan hukum Pokok yakni bahan-bahan hukum dimana dalam hal kekuatan hukumnya bersifat mengikat satu sama yang lainnya. Dalam penelitian ini, bahan hukum pokok yang dipakai berasal dari peraturan perundang-undangan dan putusan. Peraturan perundang-undangan dan putusan yang digunakan yakni:

-        Yurisprudensi MA No. 201/K/SIP/1974 tertanggal 28 Januari 1976.

-           Putusan Perkara nomor 745/Pdt.G/2016/PN Mdn

-           Undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

-           KUH Perdata

b.        Bahan Hukum Tambahan adalah bahan-bahan yang diperoleh dari bahan pustaka yang memiliki sifat menunjang informasi dalam penelitian ini, seperti buku-buku.

C.    Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan studi pustaka (library research) dimana studi pustaka diambil dari referensi buku-buku hukum, makalah, tulisan di internet yang relevan dengan objek penelitian dan pengambilan salinan putusan Nomor 745/Pdt.G/2016/PN.Mdn yang telah berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri Medan.

D.    Teknik Analisis Data

Teknik Anaslis data yang digunakan untuk mengkaji data-data yang telah didapatkan adalah dengan teknik kualitatif, dimana memiliki arti bahwa hasil penelitiannya akan dijabarkan dan dijelaskan dalam bentuk kata-kata dan uraian kalimat-kalimat. Selain itu, penelitian ini akan dijabarkan secara deskriptif.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Perselisihan Hukum Perdata Yang Dapat Digugat Di Pengadilan

Dalam hukum perdata, jika timbul suatu perselisihan maka sengketa tersebut dapat diselesaikan secara litigasi ataupun non litigasi. Litigasi memiliki arti bahwa dalam menyelesaikan permasalahan ataupun sengketa akan dilakukan di pengadilan, sebagai wadah masyarakat dengan tujuan agar mendapat kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan dari hukum, yang merupakan tujuan dari suatu hukum (Witanto, 2012).

Dalam prakteknya suatu sengketa perdata yang diselesaikan secara litigasi biasanya diselesaikan dengan bantuan Majelis Hakim. Tugas seorang hakim dalam pengadilan yakni menerima, memeriksa, mengadili serta membuat keputusan terhadap perkara atau sengketa yang telah diajukan ke Pengadilan Negeri (Mustofa Wildan Suyuti, 2013). Gugatan-gugatan perdata yang biasanya diajukan di Peradilan Umum adalah gugatan wanprestasi dan gugatan Perbuatan Melawan Hukum atau yang biasanya disebut juga PMH. Dalam suatu gugatan wanprestasi dan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terdapat beberapa perbedaan. Untuk itu, demikian pengertian terhadap gugatan-gugatan yang dimaksud tersebut:

1)     Gugatan wanprestasi (ingkar janji)

Wanprestasi adalah keadaan dimana terjadi ketiadaan suatu prestasi didalam perjanjian, hal ini berarti adanya pihak yang tidak memenuhi hak dan kewajiban yang seharusnya perlu dipenuhi dalam suatu Perjanjian. Dalam bahasa Indonesia biasanya sering digunakan istilahpelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi(Prodjodikoro, 2003)

Ditinjau dari pengertian para ahli, menurut J Satrio, wanprestasi memiliki arti dimana debitur tidak menepati kesepakatan atau janjinya yang telah dibuat sebagaimana mestinya dan oleh karena hal tersebut, bisa mengakibatkan debitur dipersalahkan (Satrio, 1999).

Ditinjau dari sumber hukumnya, wanprestasi berasal dari suatu perjanjian. Karena hal tersebut, maka wanprestasi tidak akan mungkin terjadi apabila tidak adanya suatu perjanjian yang dibuat terlebih dahulu. Gugatan wanprestasi dapat diajukan karena dalam hal ini adanya suatu pelanggaran terhadap perjanjian (wanprestasi) dari salah satu ataupun kedua belah pihak, artinya jika seseorang tidak melaksanakan prestasinya dalam suatu perjanjian hal tersebut dapat disebut wanprestasi. Jadi dapat disimpulkan, wanprestasi artinya keadaan yang terjadi sengaja maupun tidak sengaja dimana adanya pihak yang tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam suatu perjanjian (Muhammad, 2014).

2)     Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, yang bisa diartikan sebagai perbuatan melawan hukum adalah dimana perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang, yang bisa menyebabkan kerugian bagi pihak lain.

Perbuatan Melawan Hukum bukan hanya semata-mata terbatas pada perbuatan yang bertentangan atau berlawanan dengan undang-undang saja tetapi meliputi juga perbuatan sebagai berikut (Fuady, 2011):

1.     Bertolak belakang dengan hak orang lain;
2.     Melanggar ketentuan dari hukum itu sendiri;
3.     Tidak sesuai dengan norma kesusilaan serta norma yang sedang berlaku pada masyarakat setempat.
Sehingga suatu tindakan yang merupakan Perbuatan Melawan Hukum jika mempunyai unsur-unsur (Fuady, 2011):
1.     Merupakan suatu perbuatan;
2.     Melanggar hukum yang berlaku;
3.     Terdapat kesalahan pada pelaku;
4.     Salah satu pihak mengalami kerugian;
5.     Mempunyai hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Perbuatan Melawan Hukum biasanya dapat terjadi dikarenakan oleh 2 hal, yaitu kesengajaan dan kealpaan. Dimana kesengajaan memiliki arti bahwa terdapat kesadaran yang dimiliki oleh orang dalam keadaan normal dan akibat dari perbuatannya dapat merugikan orang lain. Berbeda dengan kealpaan, kealpaan memiliki arti perbuatan tersebut dilakukan, karena adanya ketidak hati-hatian maupun ketidak telitian akibatnya mengakibatkan kerugian terhadap pihak lain (Fuady, 2011).

B.    Persyaratan Yang Harus Dipenuhi Dalam Surat Gugatan

Gugatan dalam perkara perdata biasanya dilakukan oleh pihak penggugat yang umunya merasakan kerugian dan ditujukan kepada pihak tergugat. Gugatan bisa terjadi apabila salah satu pihak telah melanggar hak dan kewajibannya sehingga merugikan pihak lainnya dan hal ini bisa mengakibatkan timbulnya sengketa antara penggugat dan tergugat (Soeroso, 2001).

Penggugat merupakan pihak yang dirugikan karena haknya telah dilanggar atau telah dirugikan. Tergugat merupakan pihak yang dibawa ke Pengadilan dikarenakan merugikan hak seseorang. Di dalam persidangan, sebelum adanya keputusan dari majelis hakim, tergugat tidak bisa langsung dianggap telah melanggar hak seseorang, karena keputusan Hakim memiliki kekuatan hukum yang tetap (M. Nur Rasaid, 2008).

Syarar-syarat dari suatu gugatan

1.     Syarat Formil

Dalam suatu gugatan syarat formil yang harus ada adalah:

a.      Tanggal dan tempat pembuatan surat gugatan tersebut

Dalam pembuatannya, wajib mencantumkan tempat surat gugatan tersebut dibuat. Contohnya tempat surat gugatan tersebut dibuat di domisili penggugat atau di domisili kuasa hukum dari penggugat. Selanjutnya dalam surat gugatan wajib dicantumkan tanggal, bulan dan tahun harus jelas. Hal ini berfungsi agar kepastian tentang tanggal pembuatan surat gugatan dapat diketahui secara jelas.

b.     Materai

Materai sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) diwajibkan dalam suatu surat gugatan. Materai akan diletakkan di bagian atas dari nama penggugat atau nama kuasa hukum penggugat jika penggugat menggunakan kuasa hukum. Selain itu, diatas materai tersebut akan dibubuhi tanggal, bulan, dan tahun yang sama dengan tanggal pada saat surat gugatan tersebut dibuat, kemudian tanda tangan dari penggugat atau kuasa hukumnya harus sebagian dikenakan pada materai.

c.      Tanda tangan

Pada surat gugatan wajib ditanda tangani oleh pihak penggugat ataupun kuasa hukumnya (Sophar, 2010). Apabila surat gugatan tidak ditanda tangani, ini mengakibatkan surat gugatan tersebut memilik kelemahan. Pihak tergugat bisa menjadikan kelemahan ini sebagai alasan bahwa gugatan penggugat tidak sah dan mengakibatkan gugatan tersebut dapat batal demi hukum.

2.     Syarat Materiil

Adapun syarat materiil dalam suatu surat gugatan adalah terdiri dari:

a.      Identitas para pihak

Dalam surat gugatan, identitas dari pihak penggugat maupun pihak tergugat harus tercantum secara jelas dan juga lengkap baik surat gugatan tersebut dibuat sendiri maupun oleh kuasa hukumnya. Hal ini penting dikarenakan apabila data identitas yang terdapat pada surat gugatan tidak jelas dan tidak lengkap mengenai subjek hukumnya, maka akibatnya gugatan akan dinyatakan tidak dapat diterima majelis hakim yang memeriksa surat gugatan tersebut, dan ini tentunya akan merugikan penggugat.

b.     Dasar dari gugatan (Posita)

Menurut pasal 1865 KUHPerdata, menyatakan setiap orang yang mendalilkan suatu hak, atau guna meneguhkan haknya maupun membantah hak orang lain, diwajibkan membuktikannya. Posita merupakan dalil-dalil konkret yang berisi hubungan hukum. Ini menjadi dasar serta alasan-alasan dari suatu tuntutan. Maka dari itu, uraian yang terdapat pada posita harus memuat fakta hukum.

c.      Petitum.

Petitum atau yang sering disebut tuntutan merupakan hal yang diminta ataupun diharapkan agar diputuskan oleh hakim dari penggugat kepada tergugat. Tuntutan itu biasanya dijawab pada amar ataupun dictum putusan. Tuntutan yang kurang jelas ataupun gugatan dari penggugat yang tidak terang atau isinya gelap (obscuur libel) biasanya dapat mengakibatkan gugatan ditolak dan berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut (Hasibuan, 2007). Dalam dunia praktek peradilan, petitum bisa dibagi menjadi 3, yakni:

1)     Petitum Primer, adalah tuntutan sesungguhnya. Tuntutan ini adalah tuntutan yang diajukan penggugat yang telah tercantum pada posita. Dalam hak ini, majelis hakim tidak boleh membuat putusan melebihi apa yang diminta ataupun yang dituntut penggugat.

2)     Petitum Tambahan, yakni tuntutan pelengakap dari petitum primer, seperti tuntutan untuk membayar biaya perkara kepada tergugat.

3)     Petitum Subsider.

Tuntutan bertujuan agar mengantisipasi keadaan apabila petitum primer dan petitum tambahan tidak diterima majelis hakim. Tuntutan Subsider pada umumnya berbunyi �Ex Aequo Et Bono� yang memiliki arti hakim mengadili perkara berdasarkan keadilan dan kebenaran serta memohon agar hasil putusan bersifat seadil-adilnya.

C.    Alasan majelis hakim tidak menerima gugatan pada putusan perkara nomor 745/Pdt.G/2016/PN Mdn

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan negara merdeka dengan tujuan menyelenggarakan peradilan sehingga bisa menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia (Indonesia, 2009). Ketika bersidang, hakim harus bersifat bebas artinya hakim tidak memihak pihak manapun yang sedang bersengketa.

Dalam persidangan agar dapat menegakkan hukum dan keadilan, majelis hakim berhak mengganti, memindahkan, ataupun mencabut hak serta kebebasan warga Negara melalui putusannya. Hakim memiliki wewenang dan tanggung jawab yang sangat berpengaruh. Terbukti dari hasil putusan pengadilan yakni �Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa�. Dengan adanya kata tersebut dalam putusan, ini menunjukkan bahwa kewajiban menegakkan hukum serta keadilan untuk masyarakat Indonesia bukan saja dipertanggung jawabkan terhadap sesama manusia, melainkan juga terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Sutiyoso & Puspitasari, 2005). Selain itu, putusan yang diputuskan oleh Majelis Hakim bersifat eksekutorial artinya setelah putusan hakim dikeluarkan putusan tersebut bersifat wajib dan akan dieksekusi.

Dalam prakteknya, ketika memeriksa isi gugatan, majelis hakim memiliki wewenang untuk membuat keputusan terhadap isi surat gugatan. Majelis hakim berwenang untuk:

1)     Mengabulkan seluruhnya

2)     Mengabulkan sebagian gugatan

3)     Menolak gugatan atau yang disebut NO

4)     Tidak dapat menerima gugatan

Agar suatu gugatan bisa diterima, teknik penyusunan surat gugatan harus sungguh-sungguh diperhatikan terutama dalam hal syarat-syarat gugatan tersebut, yaitu syarat formil serta syarat materiil. Karna jika surat gugatan terdapat kesalahan baik secara formil ataupun materiilmengakibatkan gugatan tersebut tidak dapat diterima Majelis Hakim.

Pada perkara nomor 745/Pdt.G/2016/PN.Mdn, gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat dinyatakan tidak dapat diterima. Hal ini dikarenakan gugatan mengandung beberapa kelemahan yakni:

a.      Berdasarkan Yurisprudensi MA Nomor 201/K/SIP/1974 tanggal 28 Januari 1976 jika dalam gugatan, para pihaknya tidak lengkap dengan arti masih terdapat pihak lain yang seharusnya turut serta untuk digugat, tetapi tidak dicantumkan, hal ini mengakibatkan gugatan tersebut dinyatakan tidak dapat diterima Majelis Hakim. Pada kasus ini, gugatan yang diajukan dari pihak penggugat sebenarnya harus ditujukan kepada seluruh ahli waris, namun dalam gugatan ini penggugat hanya menggugat salah seorang dari ahli waris yakni hanya menggugat BEBI ASTUTY ANES, yang dalam pertimbangan hukum ditegaskan, sebagai berikut: �Menimbang, bahwa dalam Repliknya Penggugat menyatakan bahwa Tergugat telah menerima kuasa dari para ahli sehingga Penggugat cukup menggugat Tergugat sebagai penerima kuasa.�

Menimbang bahwa sungguhpun dipersidangan Penggugat telah menunjukan surat kuasa yang dimaksud yaitu no. 35 tanggal 22 Juli 2015 (bukti P-2) berupa fotocopy tidak dapat ditunjukan aslinya sehingga menjadikan bukti surat tersebut tidak mengandung nilai pembuktian menurut hukum.�

Menimbang, bahwa oleh karena ternyata harta warisan belum dibagi maka Penggugat harus menjadikan semua ahli waris sebagai pihak Tergugat agar kelak nantinya semua ahli waris tersebut dapat melaksanakan suatu putusan hakim sebagaimana yang dituntut dalam gugatan Penggugat

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka eksepsi Tergugat tentang kurang pihak tersebut sangat beralasan hukum sehingga dapat dikabulkan, hal ini sesuai dengan Yurisprudensi MA No. 2438.K/Sip/1980 menyatakanGugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena tidak semua ahli waris turut sebagai pihak (Tergugat) dalam perkara.�

Dalam praktek peradilan, gugatan kurangnya pihak sering disebut dengan

Plurium Litis Consortium�. Plurium Litis Consortium pada kasus ini disebabkan pihak tergugat tidak lengkap dan masih terdapat pihak yang seharusnya turut serta sebagai pihak tergugat namun dalam surat gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat tidak diikutsertakan agar digugat. Pada putusan perkara Nomor 745/Pdt.G/2016/PN.Mdn berisi tuntutan bahwa tergugat telah melakukan wanprestasi sehingga perlu dikenakan denda namun ternyata sebagian dari tanah tersebut atas nama para ahli waris lainnya yang tidak turut digugat, oleh karena itu gugatan seperti ini mengandung kecacatan sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima Majelis hakim.

b.     Gugatan tidak jelas. Dalil yang ditujukan oleh penggugat bertentangan sehingga gugatan kabur dan ini mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima, seperti yang ditunjukan pada gugatan penggugat yang tercantum pada:

-        Point 3 dan 8 yang dibuat penggugat menyatakan bahwa PJB tertanggal 27 Mei 2016 sedangkan pada point ke 11 menyatakan bahwa PJB tertanggal 27 November 2012.

-        Point ke 7, penggugat menyatakan bahwa akan melunasi biaya pembelian tanah pada tahun 2015 sedangkan pada point ke 9, penggugat menyatakan telah dilunasi pada tanggal 12 Oktober 2012

-        Pada point ke 8, penggugat menyatakan bahwa tergugat belum mengosongkan objek yang diperjualbelikan sedangkan pada point ke 10, penggugat menyatakan bahwa objek telah dikosongkan dan telah diserahkan dalam keadaan baik.

 

Kesimpulan

Gugatan perdata merupakan suatu perselisihan masalah perdata antara pihak pengugat dan tergugat yang diajukan ke Pengadilan Negeri dimana pihak yang mengajukan gugatan disebut penggugat dan pihak yang lain akan disebut tergugat. Syarat-syarat gugatan ada 2 yaitu : (1) Syarat formal, (2) Syarat materil. Ini yang sangat di perlukan dalam membuat gugatan. Karena apabila syarat-syarat tersebut tidak lengkap maka gugatan dapat cacat. Hal ini sering terjadi sehingga dapat merugikan pihak penggugat sendiri. Seperti hal nya gugatan dalam putusan nomor 745/Pdt.G/2016/PN Mdn, dalam kasus tersebut, majelis hakim memutuskan bahwa gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat tidak dapat diterima disebabkan karena gugatan mengandung beberapa kelemahan yakni: Gugatan Penggugat Kurang Pihak dan dalil yang digugat dalam surat gugatan tersebut tidak jelas atau bertentangan sehingga gugatan menjadi kabur.

 


BIBLIOGRAFI

 

Achmad Fauzan dan Suhartanto. (2003). Teknik Menyusun Gugatan Perdata di Pengadilan Negri. Bandung: YramaWidya.

 

Ali, Zainudin. (2011). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

 

Fuady, Munir. (2011). Pengantar hukum bisnis: Menata bisnis modern di era global. Google Scholar

 

Hasibuan, Fauzie Yusuf. (2007). Seri Pendidikan Advokat Praktek Hukum Acara Perdata di Pengadilan Agama. Jakarta: Fauzie & Partners. Google Scholar

 

Indonesia, Republik. (2009). Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Seketariat Negara.

 

M. Nur Rasaid. (2008). Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika, Jakarta Timur.

 

Muhammad, Abdul kadir. (2014). Hukum Perdata Indonesia. PT Citra Aditya Bakti: Bandung. Google Scholar

 

Mustofa Wildan Suyuti. (2013). Kode Etik Hakim. Jakarta: Kencana.

 

Prodjodikoro, Wirjono. (2003). Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia Edisi3. Bandung: Refika Aditama.

 

Satrio. (1999). Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni.

 

Soeroso, R. (2001). Praktik hukum acara perdata: tata cara dan proses persidangan. Google Scholar

 

Sophar, Maru Hutagalung. (2010). Praktek Peradilan Perdata Teknis Menangani Perkara di Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika. Google Scholar

 

Sutiyoso, Bambang, & Puspitasari, Sri Hastuti. (2005). Aspek-aspek perkembangan kekuasaan kehakiman di Indonesia. UII press. Google Scholar

 

Witanto. (2012). Hukum Acara Mediasi. Bandung: Alfabeta.

 

Copyright holder:

Clarisa Adelia Tanry, Kartika Anjelina Sembiring Meliala (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: