Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

HIDUP DENGAN KANKER SERVIKS

 

Fenti Hasnani

Poltekkes Kemenkes Jakarta I, Indonesia

Email[email protected]

 

Abstrak

Kanker serviks merupakan proses keganasan yang terjadi pada saluran reproduksi perempuan yaitu serviks, ditandai dengan adanya kelompok sel abnormal sebagai akibat pertumbuhan sel-sel jaringan secara terus menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dan tidak berguna bagi tubuh serta merusak jaringan sekitarnya.� Masalah pasien dengan kanker serviks sangat kompleks dan menyangkut aspek bio-psiko-sosial dan spiritual. Apabila masalah itu terjadi seumur hidup, maka dapat menyebabkan rendahnya kualitas kehidupan pasien dengan kanker serviks. Masalah fisik yang terjadi pada penderita kanker serviks adalah adanya nyeri, pendarahan, gangguan pencernaan, eliminasi dan lain lain. Pasien akan mengalami ketakutan akan kecacatan dan kematian, bahkan hilangnya keyakinan kepada Sang Pencipta. Makin lanjut stadiumnya akan berdampak penderitaan yang makin berat baik kepada pasien sendiri dan keluarganya. Penelitian bertujuan untuk menggali pengalaman pasien dengan kanker serviks. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Jumlah informan� enam orang yang telah memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian. Teknik penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam tidak terstruktur. Hasil penelitian menggambarkan adanya pengaruh dari penyakit kanker serviks terhadap aspek biologis, psikologis, sosial dan spritual pasien. Tema-tema dominan yang muncul adalah (1) pendarahan, (2) sakit area pinggang dan bagian tubuh lainnya, (3) menolak (takut) melakukan hubungan suami istri, (4) sedih dan berduka, (5) malu (akibat bau, kerusakan kulit dan kecacatan), (6) gangguan peran (sebagai istri dan atau ibu), (7) cobaan dari Tuhan dan penerimaan. Hasil penelitian diharapkan menjadi perhatian bagi tim kesehatan khususnya perawat dalam memberikan pelayanannya kepada pasien baik fisik, psikologis, sosial dan spritual.

 

Kata Kunci: pengalaman hidup; kanker serviks

 

Abstract

Cervical cancer is a malignant process that occurs in the female reproductive tract, namely the cervix, characterized by the presence of abnormal cell groups as a result of continuous, unlimited, uncoordinated, uncoordinated growth of tissue cells and is not useful for the body and damages surrounding tissues. The problem of patients with cervical cancer is very complex and involves bio-psycho-social and spiritual aspects. If the problem occurs for life, it can cause a low quality of life for patients with cervical cancer. Physical problems that occur in cervical cancer sufferers are pain, bleeding, indigestion, elimination and others. Patients will experience a fear of disability and death, even a loss of faith in the Creator. The more advanced the stage, the more severe the suffering will be for the patient himself and his family. This study aims to explore the experiences of patients with cervical cancer. The method used is qualitative with a phenomenological approach. The number of informants is six people who have met the criteria as research subjects. The research technique used is unstructured in-depth interviews. The results of the study describe the influence of cervical cancer on the biological, psychological, social and spiritual aspects of the patient. The dominant themes that emerged were (1) bleeding, (2) pain in the waist area and other body parts, (3) refusing (fear of) having sexual relations, (4) sadness and grief, (5) shame (due to smell, skin damage and disability), (6) role disturbance (as a wife and/or mother), (7) trial from god and acceptance. The results of the study are expected to be a concern for the health team, especially nurses in providing services to patients both physically, psychologically, socially and spiritually.

 

Keywords: life experience, cervical cancer

 

Received: 2022-02-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-03-04

 

Pendahuluan

Kanker serviks adalah kanker yang menyerang uterus yaitu bagian serviks uterus atau leher rahim, merupakan penyakit keganasan yang paling banyak ditemukan pada perempuan. Angka kejadian kasus baru kanker serviks sesuai data GLOBOCAN, 2018 di Indonesia berkisar 32.469 kasus (17.2%) dengan angka kematian 18.279 (8.8%).� Tahun 2020 terdapat 36.633 (9,2%) kasus baru dan 21.003 (9%) kematian. Angka ini menunjukkan terdapat 50 kasus terdeteksi setiap harinya dengan lebih dari dua kematian setiap jam.

Kanker memiliki dampak fisik, psikologis serta dampak sosial. Dampak fisik seperti kecacatan atau penurunan fungsi tubuh, amputasi, nyeri, kerontokan rambut, hingga perubahan penampilan fisik. Sedangkan dampak psikologis merupakan reaksi psikologis terhadap diagnosis kanker, rangkaian terapi atau pengobatan jangka panjang, dan stigma masyarakat bahwa kanker adalah penyakit kutukan. Kondisi-kondisi tersebut akan berdampak pada hubungan sosial pasien. Perubahan bisa berupa perubahan status sosial karena kehilangan pekerjaan, perubahan peran baik sebagai istri dan atau ibu.

Diagnosis kanker digambarkan oleh banyak orang sebagai suatu krisis. Ketakutan paling umum yang dialami oleh pasien adalah penolakan, marah, putus asa, ketergantungan, nyeri dan kesakitan, penurunan berat badan, krisis finansial, kesepian dan kematian. Untuk menanggulangi ketakutan pasien dengan kanker akan menggunakan dan mengalami pola perilaku yang berbeda yaitu shock, marah, denial, bargaining, depresi, keadaan tidak berdaya, keputusasaan, rasionalisasi, penerimaan dan intelektualisasi. Pola perilaku ini dapat terjadi selama proses kanker. Beberapa pola kelihatan terjadi lebih sering atau dengan intensitas yang lebih besar pada tahapan spesifik proses penyakit. Faktor yang menentukan bagaimana pasien akan menanggulangi diagnosa kanker adalah kemampuan untuk menanggulangi kejadian stressful pada masa lalu, adanya orang terdekat, kemampuan mengekspresikan perasaan dan pemikiran, umur pada saat terdiagnosis, tingkat atau luasnya penyakit, gangguan body image, gejala yang ditunjukkan, pengalaman masa lalu dengan kanker dan sikap yang dihubungkan dengan kanker.

Kanker serviks pada stadium lanjut merupakan penyakit yang seringkali tidak bisa disembuhkan dan mempunyai perjalanan penyakit yang kronik yang akhirnya mematikan sehingga dianggap penyakit yang mengerikan. Oleh karena itu, pasien kanker serviks pada stadium lanjut harus menjalani terapi yang kompleks dalam waktu yang cukup lama. Proses perjalanan penyakit yang kronik dan bersifat progresif serta efek samping pengobatan pada penyakit kanker serviks stadium lanjut dapat menimbulkan perubahan pada sistem tubuh sehingga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi dapat terjadi efek samping yang ditimbulkan secara fisik seperti leukopenia, anemia, stomatitis, malaise, mual dan muntah, diare, lesu, lemas, perubahan kulit dan kerontokan rambut. Adanya efek samping seperti tersebut ditambah dengan nyeri hebat akibat proses keganasan yang khas terjadi pada kanker serviks stadium lanjut akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia sehingga dapat terjadi gangguan seperti: perubahan nutrisi, perubahan kenyamanan, kerusakan mobilitas fisik, resiko terhadap cedera, kurang perawatan diri dan intoleransi aktivitas (Carpenito, Pyszniak, & Takei, 1997). Sedangkan pengangkatan seluruh atau sebagian rahim akan memberi banyak pengaruh terhadap fungsi reproduksi pasien.

Kanker serviks pada stadium lanjut memiliki gejala seperti keputihan, gatal, berbau busuk, pendarahan kontak, pendarahan spontan dan nyeri yang hebat, maka penyakit ini sudah sejak lama dikaitkan dengan gangguan fungsi seksual yang merupakan ciri khas dari penyakit kanker ginekologis. Kanker serviks sangat ditakuti oleh kaum wanita karena perubahan fungsi seksual merupakan perubahan yang sangat berarti bagi seorang wanita dikaitkan dengan fungsi dan perannya dalam keluarga yaitu sebagai seorang istri dan ibu.

Perubahan-perubahan sistem dan fungsi tubuh yang terjadi pada pasien kanker serviks stadium lanjut akan menyebabkan pula perubahan-perubahan pada penampilan, status dan peran, mobilitas fisik, aktivitas dan pekerjaan sehari-hari yang pada akhirnya mempengaruhi kehidupan pasien sehari-hari dalam berhubungan dengan orang lain karena terdapat perbedaan antara kondisi sehat dengan kondisi sakit khususnya dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, di mana dalam kondisi sakit memerlukan bantuan orang lain. Situasi seperti ini dapat menimbulkan gangguan konsep diri pasien yang berhubungan dengan kebergantungan pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar dan penurunan kemampuan berfungsi (Carpenito et al., 1997).

Adanya perubahan fungsi seksual pada pasien kanker serviks pada stadium lanjut dapat menjadi salah satu sebab terjadinya gangguan konsep diri pasien ke arah yang negatif apabila tidak mampu mengatasinya karena perubahan seksualitas pada seseorang akan menyebabkan penurunan gambaran diri yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan harga diri. Penurunan harga diri dan kesepian dan ditambah dengan penurunan fungsi tubuh dapat menyebabkan isolasi sosial dan kehilangan interaksi dengan orang lain (Kozier & Snyder, 2009).

Menurut (Keliat, 1998), hilangnya bagian badan, tindakan operasai, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan merupakan situasi atau stressor yang dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Oleh karena itu, perubahan-perubahan yang terjadi pada kanker serviks stadium lanjut akibat proses perjalanan penyakit yang kronik dan efek samping pengobatan dapat mempengaruhi konsep diri penderitanya. Konsep diri yang negatif pada pasien kanker serviks stadium lanjut dapat menyebabkan kondisi mental yang kurang sehat dan akan mempengaruhi keberhasilan pengobatan.

Kemauan pengobatan pasien kanker tahap lanjut sangat ditentukan oleh sistem imunitas (kekebalan tubuh) pasien di mana sistem ini hanya dapat berfungsi optimal pada pasien yang memiliki sikap mental dan keyakinan beragama yang baik. Sebaliknya sikap mental dan keyakinan beragama yang buruk terbukti melemahkan sistem imunitas tubuh. Karena itu, kepribadian yng sehat serta pandangan dan sikap positif pasien kanker serviks stadium lanjut memegang peranan penting dalam keberhasilan pengobatan sehingga menyebabkan peningkatan kualitas hidup (Surana et al., 2006).

Dampak fisik dan psikologis yang sedemikian kompleksnya dapat menjadi pemicu munculnya kondisi yang menekan atau stres pada diri pasien. Dengan demikian, penanganan secara fisik (misalnya melalui terapi medis) dan psikologis (misalnya penanganan stres) sangat baik dilakukan pada masa dini, karena melalui penanganan tersebut diharapkan pasien akan cepat merasa tenang, terlepas dari kondisi stres dan perasaan tertekan, sehingga dengan demikian diharapkan pasien dapat memperoleh prognosis yang lebih positif.�

Pada saat stres, individu akan mencari dukungan dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk dapat menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika penyakit yang memerlukan proses penyembuhan yang lama dengan hasil yang belum pasti. Sembahyang atau berdoa, membaca kitab suci dan praktek keagamaan lainnya membantu memenuhi kebutuhan spritual dan mendapatkan kekuatan untuk bertahan hidup.

Perubahan-perubahan yang terjadi merupakan pengalaman yang dihadapi penderitanya, tidak semua orang dapat merasakan dan memahami kondisi yang dialaminya. Sehingga pengungkapan pengalaman pasien sangat penting untuk membantu perawat khususnya dan tenaga kesehatan umumnya dalam memahami kondisi pasien sesuai apa yang dialami oleh pasien itu sendiri. Pemahaman perawat dan tim kesehatan yang holistik terhadap pasien kanker serviks, membantu perawat dan tim kesehatan lainnya untuk memberikan lingkungan yang kondusif selama perawatan di rumah sakit. Sehingga kondisi tersebut diharapkan dapat membantu pasien dalam menerima penyakitnya dan berkolaborasi dalam proses perawatan. Pengetahuan baru dalam praktik keperawatan dapat diperoleh dengan berbagai cara. Intuisi, pendekatan pemecahan masalah menggunakan ulasan logis, pengalaman dan penyelidikan ilmiah adalah sebuah cara memperoleh pengetahuan baru yang dapat berguna dalam praktik keperawatan (Brockopp, 1999).

Melihat fenomena di atas, kanker serviks menimbulkan banyak perubahan bagi pasien yang mengalaminya. Dampak yang ditimbulkan dapat menurunkan kualitas hidup. Hal tersebut memperlihatkan bahwa betapa pentingnya memahami kondisi pasien kanker serviks dalam upaya memberikan perawatan yang holistik.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan untuk menyusun pengetahuan yang menggunakan metode riset dengan menekankan subjektifitas dan arti pengalaman bagi individu (Brockopp, 1999). Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menggali atau mengeksplorasi, menggambarkan pengetahuan bagaimana kenyataan yang dialami. Pendekatan fenomenologis didasari atas filsafat fenomena, yang bertujuan untuk mengerti respon manusia secara utuh pada suatu situasi. Metode kualitatif paling sesuai untuk menguraikan suatu pengalaman yang dipersepsikan secara terperinci dengan jumlah sampel kecil (Moleong, 2019). Sehingga pendekatan ini digunakan dalam penelitian ini untuk menggali dan memahami kondisi pasien kanker serviks dilihat dari sudut pandang pasien itu sendiri.

Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif disebut informan. Informan penelitian adalah individu yang berfungsi dalam memberikan informasi terkait dengan realitas dan kondisi yang menjadi latar belakang dalam rumusan masalah penelitian. Jumlah informan adalah enam orang (Moleong, 2019).

Pengalaman hidup yang di dapatkan dari penelitian ini adalah pengalaman batin bermakna, mendalam dan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan. Untuk itu, subjek penelitian harus memenuhi kriteria subjek penelitian seperti pasien didiagnosa kanker serviks stadium lanjut, keadaan umum pasien baik dan kesadaran kompos mentis, berkomunikasi dengan baik dan bersedia menjadi informan.

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik� wawancara mendalam (in depth interview) kepada pasien. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur atau dalam bentuk pertanyaan terbuka. Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti belum mengetahui data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh informan (Sugiyono, 2008). Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumentasi. Sumber data utama diperoleh dan dicatatan. Wawancara yang dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali pertemuan. Pelaksanaan wawancara dilaksanakan menggunakan pertanyaan terbuka dan tidak terstruktur. Instrumen utama yang digunakan selama wawancara adalah peneliti sendiri dan secara operasional pendukung menggunakan voice recorder dan panduan wawancara.

Waktu yang ditetapkan untuk pelaksanaan satu jam, dengan perincian lima menit pertama tahap awal untuk pembukaan. Tahap kedua adalah tahap kerja selama empat puluhlima menit, merupakan tahap wawancara mengarah kepada wawancara mendalam mengenai pengalaman hidup pasien kanker serviks dilihat dari segi bio, psiko, sosial dan spritual pasien. Tahap terakhir selama sepuluh menit untuk melakukan klarifikasi pernyataan pasien yang dianggap penting dan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang ingin diungkapkan tetapi belum ada dalam panduan wawancara. Pada tahap kerja peneliti mengajukan pertanyaan awal dengan topik umum yang dapat dimengerti dan dipahami oleh informan, sehingga dengan demikian dapat membuka pandangan peneliti terhadap pengalaman pasien kanker serviks dilihat dari segi bio, psiko, sosial dan spritual� pasien. Peneliti mendengarkan secara aktif dan memberikan perhatian secara penuh terhadap pernyataan yang telah diberikan oleh informan serta tidak memberikan komentar terhadap ungkapan informan. Setelah itu, peneliti mengajukan pertanyaan refleksi terhadap pernyataan yang telah diberikan oleh informan. Peneliti berusaha memfokuskan pembicaraan sesuai tema. Bila pembicaraan informan mulai melebar pada hal-hal di luar tema atau tidak ada ide lagi maka peneliti berusaha mengajukan pertanyaan baru yang berhubungan dengan tema pembicaraan.

Analisa data yang digunakan untuk mendeskripsikan pengalaman hidup pasien kanker serviks dengan menggunakan analisa data Giorgi yang merekomendasikan suatu metode yang melibatkan pengamatan dan analisa perilaku manusia dalam lingkungannya untuk menguji pengalaman yang tidak bisa dikomunikasikan, tetapi lebih memilih untuk mempertahankan rasa keseluruhan. walaupun elemen individual dari fenomena teridentifikasi, kepentingannya terhadap fenomena tidak terbangun oleh seringnya keterjadian, sehingga metode ini lebih kepada penilaian intuitif peneliti. Giorgi menganggap penting untuk mengidentifikasi hubungan unit satu sama lain dan dengan keseluruhan (Ojala et al., 2015).

Tahapan analisa tersebut adalah mendengarkan hasil wawancara yang telah direkam kemudian membuat suatu transkrip untuk masing-masing informan untuk memperoleh pemahaman secara keseluruhan dari data� yang terkumpul, membaca transkrip secara berulang untuk memperoleh pemahaman secara menyeluruh isi dari transkrip yang telah dibuat, mengidentifikasi tema yang mucul dari setiap transkip tersebut, mengelompokkan dan menjelaskan pernyataan yang relevan dan mendukung tema yang muncul, merenungkan tema yang muncul dengan isi dari keseluruhan hasil wawancara, menuliskan tema yang mucul dan mengilustrasikan sesuai dengan pernyataan informan, melakukan validasi dengan cara menyampaikan tema yang muncul kepada informan yang bersangkutan untuk meminta klarifikasinya. Klarifikasi tema yang muncul dikatakan valid apabila tema tersebut telah dianalisa dan disetujui oleh pembimbing. Melakukan sintesa terhadap pernyataan-pernyataan yang ada agar tidak ada data yang bertolak belakang dengan isi transkrip yang tersedia.

 

Hasil dan Pembahasan

Jumlah informan yang didapatkan sebanyak delapan orang, tetapi setelah dilakukan seleksi hanya enam orang yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian. Wawancara pertama dilakukan di ruang rawat inap rumah sakit dan untuk pertemuan selanjutnya disesuaikan dengan perjanjian dengan informan, ada yang dilakukan di rumah sakit, rumah singgah dan rumah pribadi pasien. Wawancara dengan tiap informan dilakukan antara dua sampai tiga kali pertemuan, dengan lamanya waktu wawancara bervariasi disesuaikan dengan kondisi pasien dan kontrak waktu yang telah disepakati.

Pertemuan pertama digunakan peneliti untuk membina hubungan saling percaya antara peneliti dengan pasien dan keluarga yang mendampingi selama proses wawancara. Hubungan saling percaya diawali dengan perkenalan, baik dengan informan maupun dengan keluarga dekat dalam suasana yang rileks dan santai, memberikan informed consent dan membuat kontrak waktu. Selama proses wawancara peneliti memperhatikan kebutuhan informan seperti kesiapan informan untuk bercerita dan kondisi kesehatan. Hal ini dilakukan agar wawancara berjalan lancar sehingga informasi yang didapatkan benar-benar valid dan sesuai dengan apa yang diinginkan peneliti.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam (in depth interview). Untuk lebih menggambarkan hasil penelitian mengenai pengalaman hidup pasien kanker serviks, di bawah ini akan dipaparkan mengenai karakteristik informan, proses wawancara dan deskripsi hasil penelitian dari pengalaman hidup pasien kanker serviks.

Dari hasil penelitian kepada enam orang pasien kanker serviks, dengan pendidikan tamat SMU, berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan telah memiliki anak. Hasil wawancara didapatkan tujuh tema, yaitu: (1) pendarahan, (2) sakit area pinggang dan bagian tubuh lainnya, (3) menolak (takut) melakukan hubungan suami istri, (4) sedih dan berduka, (5) malu (akibat bau, kerusakan kulit dan kecacatan), (6) gangguan peran (sebagai istri dan atau ibu), (7) cobaan dari Tuhan dan penerimaan. Hasil wawancara tersebut dirangkum sebagai berikut:

1.   Pendarahan

Enam informan mengungkapkan adanya pendarahan yang banyak, seperti yang diungkapkan oleh:

Informan pertama mengatakan �... haid saya nggak berhenti-henti, lama, panjang, pertama-tama sedikit, lama-lama jadi banyak�.

Informan kedua mengatakan � ...perdarahan lagi, perdarahan lagi, darahnya banyak terus keluar, saya takut...�, �...darahnya banyak juga sampai susah tidur, bisa sepuluh kali ganti pembalut sehari, darahnya gumpalan...�, �...keluar darah banyak, kaget darah sampai berantakan di toilet, waktu keluar darah banyak sampai merah semua, kadang suka tembus�.

Informan Ketiga mengatakan � ...mens gak henti-henti, kok lama banget sampai 2 mingguan keluar darah kayak apa namanya, kayak orang keguguran gitu�, �..kadang pendarahan abis hubungan suami istri. Jadi takut ketemu suami saking banyaknya perdarahan�.

Informan keempat mengatakan �...setahun pendarahan terus...disiini pendarahan terus, kalo hubungan dengan suami pendarahan lagi, pendarahannya kayak netes kadang ngucur...�, pendarahan terus-terusan, kadang kayak ada gumpalan gede-gede. Yah ada yang kecil segini (informan menunjukan jarinya), ada yang lebih gede...�

Informan kelima mengatakan �...kalo sudah berdarah rasanya sakit banget, pernah itu keluar darah yang gede...pendarahan lagi...�, banyak kaya gumpalan gitu, cuman darah aja yang keluar banyak, bau amis lebih parah dari mens biasa, tapi kalau sedikit nggak. Darahnya keluar terus-menerus, tapi kalau sudah dirawat, sekarang netes netes�.�

Informan Keenam mengatakan �pertama-tama netes abistu pendarahan banyak, saya pendarahannya nggak tau awalnya kenapa, tau yah pendarahannya aja, dulu kirain karena capek. Kok pendarahan terus...masih pendarahan juga...�, �...ada mungkin sebulanan berdarah terus, pendarahannya tambah banyak...� .

2.   Sakit area pinggang dan bagian tubuh lainnya

Dari hasil wawancara, keenam informan mengatakan terasa sakit di pinggang dan bagian tubuh lainnya, seperti yang diungkapkan oleh:

Informan Pertama mengatakan �Sakit perut lebih parah dari mens, sakit pinggang sampe kebelakang punggung, terasanya waktu abis kerja capek lamanya dah ada lima bulanan...�, �... hanya merasa sakit, terutama bagian kemaluan nyeri, paha, pinggang, rasanya mau patah� dan �Sakitnya kaya mau ditonjok tonjok, kaya mau jatuh rasanya. Paha rasanya kaku, panas, perih, pinggul juga panas kaya abis ditendang orang...�.

Informan Kedua mengatakan � ... sakit pinggang�, �...panas aja gitu...�, �terlalu sakit...� pokoknya panas, nyeri di pinggang, perut sampe kaki dan jari jari kaki kaku rasanya....�.

Informan Ketiga mengatakan �...kayak mau lahiran, kalau mau keluar darah yang kuning-kuning kemerahan gitu, dari perut ke sini (informan menunjuk kemaluannya), pinggang sampai paha ini, sebelah sini (informan menunjuk paha sebelah kiri) sampe kaki rasanya tuh kesemutan kayanya. Sakit. Nanti kalau udah mau keluar, sakit semua...�.

Informan Keempat mengatakan mengatakan �Mules sekali. Seperti mau keluar bayi gitu. Panas gitu di sini (informan menunjuk pinggangnya). Yah mau keluar darah itu sakit, sebentar kalau udah keluar nggak...�.

Informan Kelima mengatakan� �...ya sakit di sini (informan menunjuk pinggangnya). Sakit. Sakit sekali. Eh, barang darah itu keluar mah nggak, Cuma nyeri bekas darah luar.

Informan Keenam mengatakan �...........sakitnya minta ampun mbak...sakit sekali lebih sakit dari melahirkan...�. �...tangan dan punggung sakitnya kayak kram, kaku sakit, pinggang juga sakit, panas..�.

3.   Menolak (takut) melakukan hubungan suami istri

Dari hasil penelitian, informan mengatakan tidak mau melakukan hubungan suami istri, seperti yang diungkapkan oleh informan di bawah ini.

Informan Pertama mengatakan �...saya takut ketemu suami, nanti kalo hubungan bisa perdarahan, jadi suka bilang lagi mens padahal gak..�

Infoman Kedua mengatakan �......takutnya tambah parah. Ngomong aja sama suami takut berdarah lagi, suami ngerti kok...�

Informan Ketiga mengatakan �nggak ada lagi, sakit mas, nggak mau, nanti aja kalo sehat......�.

Informan Keempat mengatakan �...............kalo saya dah gak mau duluan, takut, malu, sakit, pokoknya nolak aja kalo diajakin suami..�

Informan Kelima �mengatakan �saya banyak nggak mau dicampurin berdarah terus�, nggak mau lagi karena sakit, sakit aja dan gatal...�.

Informan Keenam mengatakan �suami tau kok saya sedang sakit, saya juga nolak aja abis gimana berdarah terus-terusan, saya nggak mau...�.

4.   �Sedih dan berduka

Dari hasil penelitian, �enam informan menyatakan sedih dan berduka :

Informan Pertama mengatakan � Pokoknya Ibu datang ke sini tuh pengen sembuh gitu, barangkali bisa diobati, Ibu benar-benar nggak mampu (informan menangis)�,

Informan Kedua mengatakan Ibu sedih, tapi sekarang mah Ibu pengen cepat sembuh�.

Informan Ketiga mengatakan � Kan kalau kanker itu kan udah bagaimanalah. Udah tahu juga dari dulu kalau kanker mah penyakit yang jahat...�.

Informan Keempat �kagetnya masya Allah. Tau kanker kan harus dioperasi, sedangkan biaya-biaya gitu ya, biaya dari mana, operasikan nggak cukup duitnya.

Informan Kelima mengatakan �.......sedih banget mbak, kaget dengan biaya jutaan itu dari mana (menangis)�, sedih, kok penyakit kaya begini tibanya sama. Ibu sedih, kenapa Ibu punya penyakit yang kaya begini. �

�Informan Keenam mengatakan �dari awal sakit sudah sedih, sedih nggak punya uang untuk berobat, mau operasi gini perlu biaya yang gede, dah nanya sama keluarga gak ada yang bisa bantu katanya...�.

5.   Malu (akibat bau, kerusakan kulit dan kecacatan)

Dari hasil penelitian, enam informan menyatakan malu karena bau, kulit yang rusak dan mengalami cacat.

Informan Pertama mengatakan �ya malu, malunya jangan nanya...�, �Tapi kadang-kadang kan yang keluar itu yang di dalam, kadang-kadang orang mungkin nggak enak mencium baunya, mereka pura-pura gak nyium baunya...� sudah kemo kulit gosong, nich lihat ajah ....�.

Informan Kedua mengatakan �ibu dah operasi sekali, kata dokter, rahimnya dibuang jadi gak bisa hamil lagi, terus sekarang kaki sudah gak bia gerak lagi, kalo bau kadang-kadang ya namanya darah ini baunya.

Informan Ketiga mengatakan �....kadang-kadang dia entah mungkin dah lama, kadang-kadang keluarnya agak kurang sedap�, kaki ini dah gak bisa jalan lagi sejak operasi dan kemo bulan lalu...�.

Informan Keempat mengatakan �...kalau bau gimana gitu, cuman Ibu nggak mau pusing lagi, nggak mau ketemu orang, malu bau busuk gitu. Kalau minder yah ada, dekat sama orang-orang, orang-orang pada bilangin kok bau katanya gitu�.

Informan Kelima mengatakan �...tuh yang bau keputihan itu, darah yang agak kuningkuning itu.�, �Ya itu. Ibu kalau keluar kan takut bau kan. Kalau keluar sambil berceceran kan bau sama orang lain�, �...takutnya darah keluar gitu, kan bau sama orang lain...� dan �...malunya, malu bau gitu kan takut ya. Takut yang dipinggir merasakannya...�.

Informan Keenam mengatakan � keputihan kadang bau. Ibu jadi malu gitu. Takut kalau kebau orang lain. Kan jadi nggak enak, Jadi malu dong. Kalau bau Ibu ganti pembalut...�, �...ya ada perasaan minder, ya malu karena bau...�

6.   Gangguan peran (sebagai istri dan atau ibu).

Dari hasil penelitian, enam informan menyatakan terdapat peran sebagai istri dan ibu terganggu, seperti yang diungkapkan oleh informan di bawah ini.

Informan Pertama mengatakan �...peran Ibu jadi seorang Ibu dan seorang istri terganggu sekali, gak bisa ngurus anak masih kecil kecil, masih sekolah, kalo suami yah gimana (menunduk, menangis)..�.

Informan Kedua mengatakan �...nggak ada gunanya. Yah nggak bisa apa-apa lagi, sudah nggak ada gunanya..�

Informan Ketiga mengatakan�......Yah nggak bisa apa-apa lagi, yang ngurusin suami, orang tua aja. Merasa nggak berguna, yah nggak kepake apa-apa. Perasaannya nggak enak...�.

Informan Keempat mengatakan � ...yah terganggu yah terganggu. Jadi nggak bisa kerja dikantin, anak-anak juga gak keurus, sudah� diserahkan ke neneknya, suami juga sudah kawin lagi, saya sakitnya dah hampir setahun mbak, mau gimana lagi...�.

Informan Kelima mengatakan � ...bagaimana ya rasanya meninggalkan tanggung jawab gitu...� dan �...terganggu banget karena mesti bolak balik ke rumah sakit, gak bisa anter anak sekolah, gak bisa ngurus rumah karena sering dirawat...�.

Informan keenam mengatakan �...saya dah lama ditinggal suami sejak awal sakit, yah mau gimana lagi dah sakit-sakitan, anak-anak juga dibawa mbahnya.............�.

 

 

7.   Cobaan dari Tuhan dan Penerimaan

Dari hasil penelitian, enam informan menyatakan cobaan dari Tuhan dan menerima cobaan tersebut :

Informan Pertama mengatakan �Yah mungkin teguran. Salah apa saya ini yah begitu. Kadang-kadang berpikiran begitu. Ya udahlah nggak pernah apa mungkin. Ini teguran Yang Maha Kuasa. Yah itu aja� Saya lebih sering beribadah aja, berdoa, shalat�

Informan Kedua mengatakan �...yah tak mungkin Tuhan memberi cobaan kalau umatnya tidak mampu. Ya sering juga menanyakan ya Allah kenapa Kau berikan cobaan yang seberat ini. Yah ini sudah takdir, saya coba menerima, sabar, shalat, pokoknya ibadah ya mbak�

Informan Ketiga mengatakan �........Kau limpahkan kepada saya gitu. Kadang �kan lagi apa pemikiran apa namanya kenapa Tuhan ini nggak adil, tapi sekarang mah kita terima aja, banyak doa banyak sodakoh, ini cobaan Allah�.

Informan Keempat mengatakan �ini lagi dicoba, merupakan cobaan Allah, kalau yang ngasih sakit itu Gusti Allah, nanti yang nyembuhin Gusti Allah lagi�.

Informan Kelima mengatakan � �ya, karena meninggalkan sembahyang dulu, ya hukuman Tuhan, ya Tuhan aja gitu, sekarang sudah bisa terima, mungkin ini yang terbaik�.

Informan Keenam mengatakan �.........minta diampuni dosa aja, kan banyak dosa, karena ada penyakit ini itu dosa, dulu gak shalat, sekarang shalat dibanyakin, berdoa supaya cepet sembuh, cobaan ini harus kita terima�,

 

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan pada enam orang informan tentang pengalaman selama menderita kanker seviks, didapatkan informasi yang menunjukkan bahwa dampak yang dirasakan oleh pasien kanker serviks berkaitan dengan aspek biologis, psikologis, sosial dan spritual. Hal ini diperjelas dengan teridentifikasinya tema-tema dominan yang muncul dari informasi. Tema-tema tersebut sebagai berikut:

1.   Pendarahan

Perdarahan merupakan tema dominan pada pasien dengan kanker serviks. Manifestasi perdarahan sering terjadi pada pasien dengan kanker, terutama pada kanker dengan stadium lanjut. Insidennya sekitar 6% −10% pada pasien dengan kanker lanjut. Perdarahan pada pasien kanker dapat terjadi dengan berbagai macam cara, dari perdarahan tersembunyi hingga perdarahan makroskopis yang bermakna secara klinis atau perdarahan mayor dari pembuluh darah besar yang dapat menyebabkan kematian langsung. Perdarahan dapat pula menjadi gejala awal suatu kanker dan kemudian dapat berhubungan dengan pekembangan klinis kanker (Peichev et al., 2000)

Pengeluaran darah, kuning dan berbau busuk akibat nekrosis jaringan dan infeksi jaringan tumor merupakan dampak biologis dari kanker serviks. Di samping itu, sering pula terjadi pendarahan sentuh dan pendarahan spontan, seperti yang dialami oleh keenam informan. Perdarahan dapat terjadi pada kanker padat atau tumor padat dan kanker hematologi. Perdarahan pada kanker dapat berkaitan dengan faktor sel tumor, pasien, atau faktor yang berkaitan dengan tata laksana pasien dengan kanker yang terdiri dari operasi, kemoterapi, dan atau radioterapi. Pendarahan postcoitus merupakan masalah yang lazim muncul pada kanker serviks akibat adanya perlukaan pada pasien, seperti yang dialami oleh informan yang berada pada stadium IIb hingga IIIb. Pada pasien kanker serviks pendarahan per vaginam yang berlangsung lama dan banyak akan menyebabkan terjadinya anemia.� Perdarahan pada pasien kanker masih menjadi masalah, terutama pada kanker dengan stadium lanjut. Penyebab perdarahan pada kanker yang kompleks memerlukan pengetahuan berbagai kemungkinan etiologi perdarahan yang dapat terjadi pada pasien kanker. Tata laksananya memerlukan pendekatan yang komprehensif dan melibatkan interdisiplin bidang ilmu yang terkait dengan tata laksana kasus onkologi yang terbagi menjadi intervensi lokal dan sistemik (Kurniawan, 2013).

2.   Sakit (nyeri) area pinggang dan bagian tubuh lainnya

Nyeri adalah fenomena kompleks yang biasanya dinyatakan sebagai pengalaman tubuh yang tidak menyenangkan. Perasaan nyeri didefinisikan secara umum sebagai suatu rasa tidak nyaman, baik ringan maupun berat. �Walaupun rasa nyeri biasanya merupakan akibat dari kerusakan fisik yang langsung diakibatkan oleh penyakit kanker serviks, namun rasa nyeri juga bisa disebabkan atau bisa bertambah parah karena adanya gangguan emosional, sosial, psikologis dan spiritual. Nyeri juga bisa diakibatkan oleh tekanan massa kanker yang menekan organ dan struktur vital yang ada didekatnya. Ini juga dapat merusak saraf, yang dapat menyebabkan sindrom nyeri yang khas serta hilangnya fungsi dan mati rasa di area yang terkena. Pada pasien kanker serviks juga mengalami nyeri yang biasanya dirasakan di daerah pinggang yang menjalar ke paha depan atau belakang, berhenti di daerah lutut dan terus ke kaki. Ketika kanker menyebar di tulang, kanker dapat menyebabkan rasa sakit patah tulang. Beberapa jenis kanker juga dapat menyebabkan rasa sakit melalui gangguan metabolik. Penting untuk mengetahui bagaimana kanker menyebabkan rasa sakit karena ada cara-cara khusus untuk mengelola berbagai penyebab rasa nyeri. Menurut International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri didefinisikan sebagai sensor yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan, yang menyertai kerusakan jaringan. Survei dari Memorial Sloan-Kettering Cancer Center menunjukkan bahwa nyeri pada penderita kanker biasanya merupakan akibat langsung dari tumor (75-80% kasus) dan sisanya disebabkan baik oleh karena pengobatan antikanker (15-19)%) maupun nyeri yang tidak berhubungan dengan kankernya atau dengan pengobatannya (3-5%). Penderita dengan nyeri kanker bisa mengalami nyeri akut, intermiten, atau kronik pada berbagai stadium penyakitnya. Terbanyak adalah nyeri yang berhubungan dengan kanker bersifat kronik (Afriani, Idiawati, & Alimuddin, 2016).

Nyeri sifatnya subjektif, tiap orang akan mempersepsikan berbeda terhadap nyeri yang dialaminya sesuai dengan pengalaman dan ambang nyeri seseorang. Pada pasien kanker serviks nyeri yang dialami merupakan nyeri yang bersifat kronis. Rasa nyeri yang bersifat kronis biasanya juga diungkapkan seperti nyeri terbakar, rasa sakit pegal-pegal, rasa sakit berdenyut-denyut, rasa sakit mual dan rasa sakit kronik. Nyeri seperti ini biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan (Guyton, Barlow, & Besselievre, 1997). Nyeri yang dialami pasien kanker serviks selain oleh terjadinya kerusakan jaringan juga dapat terjadi jika terjadi infeksi. Hal ini terjadi karena pasien kanker serviks sangat rentan terkena infeksi disebabkan karena sudah menurunnya sistem kekebalan tubuh pasien kanker, di samping kemungkinan juga karena vulva higiene yang buruk. Intensitas nyeri erat hubungannya dengan kerusakan jaringan disebabkan oleh pengaruh panas, infeksi bakteri, iskemi jaringan, kontusio jaringan atau oleh penyebab lain (Guyton et al., 1997). Akibat adanya kerusakan jaringan pada pasien kanker serviks menyebabkan keluarnya bahan-bahan seperti bradikinin, enzim proteolitik dan histamin prostaglandin dan sebagainya juga merangsang ujung saraf nyeri, sehingga keluhan nyeri sering pada pasien kanker serviks. Pada pasien kanker keluhan nyeri sering dihubungkan dengan adanya invasi sel kanker.

3.   Menolak (takut) melakukan hubungan suami istri

Seksualitas merupakan bagian penting dari kualitas hidup sehari-hari bagi setiap individu. Seksualitas meliputi seks, identitas gender dan peran, orientasi seksual, erotisme, kesenangan, keintiman, dan reproduksi. Seksualitas dapat diekspresikan dalam pikiran, fantasi, keinginan, kepercayaan, sikap, nilai-nilai, perilaku, praktik, peran, dan hubungan. Kepuasan seksual merupakan respon yang timbul dari evaluasi subyektif seseorang terhadap dimensi positif dan negatif berkaitan dengan hubungan seksual seseorang. Aktivitas seksual terkait erat dengan kepuasan seksual, pernikahan, dan kepuasan hidup di antara orang dewasa. Pada penderita kanker serviks aktivitas seksual mengalami perubahan baik pada saat sebelum, selama, dan setelah proses perawatan kanker. Diagnosis dan pengobatan kanker serviks menyebabkan perubahan pada fungsi seksual, menghasilkan perubahan dalam aktivitas seksual, dan kepuasan seksual (Atmoko, Mariyanti, & Mishbahatul, 2020).

Kanker serviks dapat memberikan berdampak negatif pada kualitas hidup wanita. Tidak hanya penyakit itu sendiri, perawatan kanker serviks dan pengobatannya juga dapat menyebabkan berbagai perubahan fisik dan fisiologis, yang dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk gangguan seksual. Karena kanker serviks secara langsung mempengaruhi organ seksual, hampir 50% wanita dengan kanker serviks melaporkan disfungsi seksual. Sebuah studi sebelumnya mengungkapkan bahwa disfungsi seksual terkait dengan citra tubuh (seperti rambut rontok, kulit hitam dan keriput), fungsi seksual, dan kemampuan reproduksi. Disfungsi seksual ini dapat dirasakan hanya oleh wanita saja atau wanita dengan pasangannya.

Informan menyatakan tidak mau melakukan hubungan suami istri karena sakit. Hasrat seksual adalah motivasi untuk melakukan aktivitas seksual. Gangguan hasrat seksual dibagi menjadi dua kelas yaitu hasrat seksual hipoaktif (hypoactive sexual desire disoder), ditandai dengan defisiensi atau tidak adanya fantasi seksual dan gangguan keinginan seksual (sexual aversion disorder) ditandai oleh suatu keinginan terhadap atau menghindari kondisi yang pertama dan lebih sering ditemukan dibanding yang terakhir (Sadock, 2007). Gangguan motivasi seksual pada pasien dengan kanker serviks termasuk ke dalam gangguan keinginan seksual (sexual aversion disorder). Adanya pendarahan, keputihan dan bau yang dikeluarkan oleh cairan vagina tersebut menyebabkan perubahan gambaran terhadap tubuhnya� (body image), perasaan takut menimbulkan bau, pendarahan yang tercecer atau pendarahan pada saat melakukan hubungan seksual dapat menyebabkan rendahnya harga diri pasien. Harga diri yang tidak adekuat dan adanya kerusakan body image menjadi penyebab berkurangnya motivasi untuk melakukan hubungan seksual pada pasien kanker serviks.�

Adanya hasrat seksual tergantung pada beberapa faktor yaitu dorongan biologis, harga diri yang adekuat, pengalaman sebelumnya yang baik dengan seks, tersedianya pasangan yang layak dan hubungan� yang baik dalam bidang non seksual dengan pasangannya. Kerusakan pada salah satu faktor tersebut dapat menyebabkan menurunnya hasrat seksual. Hasrat seksual seringkali menurun setelah penyakit parah atau pembedahan terutama jika citra tubuh terpengaruhi setelah prosedur tertentu seperti mastektomi, histerektomi dan prostatektomi. Penyakit-penyakit yang menurunkan energi seseorang, kondisi kronis yang memerlukan adaptasi fisik dan psikologis dan penyakit serius yang dapat menyebabkan orang menjadi terdepresi semuanya dapat menyebabkan penurunan yang bermakna terhadap hasrat seksual baik pada laki-laki ataupun perempuan.

�Komunikasi antar pasangan didorong berkaitan dengan respon emosional terhadap kanker dan terapi, ketakutan dan perhatian, keaktifan sebagai pendengar yang baik. Jika senggama tak mungkin dilakukan pasangan dapat mengeksplorasi alternatif fisikal yang lain seperti pelukan, kemesraan, kepedulian, ngemong, ciuman dan pegangan tangan. Senggama melalui vagina salah satu cara mengungkapkan rasa cinta, masih banyak cara yang lain.

4.   �Sedih dan berduka

Pada saat pasien berespon secara psikologis terhadap penyakitnya maka pasien tersebut akan melewati 5 tahapan berduka seperti yang dikemukakan yaitu pengingkaran (denial), marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression) dan penerimaan (acceptance). Selama menjalani tahapan berduka tersebut diperlukan suatu proses adaptasi terhadap perubahan yang terjadi untuk mempertahankan kondisi yang sehat dan seimbang. Sebagaimana model adaptasi Roy yang menguraikan agar dapat mempertahankan kehidupannya individu harus berespon positif terhadap perubahan lingkungan dengan melakukan adaptasi (Alligood, 2014)

Sedih dan berduka dialami oleh seluruh informan. Pengalaman sakit dengan kanker serviks akan membangkitkan berbagai perasaan dan reaksi stres, termasuk frustasi, ansietas, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka, dan ketidakpastian. Mereka yang menderita suatu penyakit, bersama dengan keluarganya, harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan berbagai stadium penyakit. Orang yang sakit kadang sangat peka dan rentan. Seluruh kehidupannya berubah, setidaknya untuk sementara. Hal ini menimbulkan kesedihan yang berarti bagi penderita dan keluarga.

Kecemasan hidup dengan kanker merupakan respon psikologis yang dialami pasien saat terdiagnosa berupa perasaan takut, sedih dan kesulitan tidur. (Nurpeni, 2014) dimana pasien penderita kanker akan merasakan kecemasan yang disebabkan karena adanya kekhawatiran akan menyebarnya sel-sel kanker ke organ lain dan persepsi masyarakat luas dimana kanker adalah penyakit ganas yang dapat menimbulkan kematian.

5.   Malu (akibat bau, kerusakan kulit dan kecacatan),

Keenam informan menyatakan terdapatnya perubahan pada tubuhnya setelah menderita penyakit kanker serviks. Pasien kanker yang berubah penampilan tubuhnya akibat proses penyakit dan program terapi akan mengalami proses berubah yang diawali dengan denial (mengingkari), marah, tawar-menawar, depresi dan menerima. Proses ini merupakan proses yang normal, dan perlu distimulasi dan difasilitasi oleh lingkungan sosial agar pasien segera sampai pada fase menerima.� Pasien kanker juga seringkali mengisolasi diri mereka sendiri, bahkan mereka tidak ingin keadaannya diketahui orang lain. Keenam Informan menunjukkan kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosialnya, karena merasa orang lain tidak akan bisa menerima dan mengerti dirinya, selain itu juga penderita kanker merasa dirinya menjadi beban berat bagi keluarganya sehingga membuat penderita kanker cenderung mengisolasi diri dari dunia luar.

Pandangan realistis terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman, terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Persepsi dan pengalaman individu terhadap tubuhnya dapat mengubah citra tubuh secara dinamis. Persepsi orang lain di lingkungan pasien terhadap tubuh pasien turut mempengaruhi penerimaan pasien pada dirinya. Bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri (body image) memainkan peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Jika terjadi perubahan secara mendadak dalam gambaran ini, misalnya setelah tindakan operasi yang merupakan terapi kanker serviks, maka hal itu dapat memiliki� implikasi psikologis terhadap perilaku pasien.

Citra tubuh adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar yang mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Stuart & Sundeen, 1991). Citra tubuh berubah hampir pada semua pasien kanker, dan jika perubahan ini tidak terintegrasi dengan konsep diri maka kualitas hidup akan menurun secara drastis. Tindakan keperawatan mungkin dapat memfasilitasi manajemen yang sehat dari perubahan tubuh oleh pasien, keluarganya dan sistem pendukung sosial pasien.

Proses perubahan citra tubuh pada pasien kanker dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu perubahan awal yang terjadi setelah diagnosa, operasi dan terapi. Kemudian proses integrasi dari perubahan pada struktur konsep diri.

Pendarahan dan keputihan yang berbau menimbulkan perasaan malu pada pasien kanker serviks. Jaringan nekrosis menyebabkan bau yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Apabila jaringan telah terinfeksi maka menimbulkan eksudat yang bertambah banyak dan lebih kental sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap. Keadaan ini dapat menimbulkan harga diri rendah pada pasien kanker serviks.

Menurut (Berek, Jančo, Kitayama, & Hatada, 1994) cairan yang keluar dari vagina (keputihan) yang tidak gatal merupakan gejala yang sering ditemukan, lama-kelamaan akan berbau busuk akibat nekrosis jaringan dan infeksi jaringan tumor. Pasien yang mengalami pendarahan dan keputihan yang menimbulkan bau, menyebabkan seorang penderita kanker serviks malu jika bau yang ditimbulkan itu menyebar.

Dampak yang terjadi pada tahap ini adalah kondisi penyakit akan menjadi lebih buruk, karena pasien yang tidak percaya dengan diagnosa, pasien akan mengabaikan pengobatan yang sebenarnya dapat menyembuhkan penyakit tersebut (Razali & Qin, 2013) Kemampuan adaptasi dari pasien kanker sangat dibutuhkan dalam menjalani tahap-tahap respon tersebut. Tingkat kemampuan adaptasi tersebut tergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan individu, dan sangat tergantung pada pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan, dan stressor yang diberikan (Marriner-Tomey & Alligood, 1997)

6.   Gangguan peran (sebagai istri dan atau ibu).

�Tiap pasien mungkin mempunyai berbagai peran sebagai istri, suami, orangtua, pekerja, yang terganggu oleh kanker atau terapi kanker. Pasien merasa tidak berarti karena ia tidak dapat berperan seperti sedia kala. Oleh karena itu perawatan mandiri perlu dilakukan secara bertahap. Apabila kanker serviks sudah mengalami progresivitas atau stadium lanjut, maka gejala-gejala yang timbul antara lain perdarahan setelah melakukan hubungan seksual, perdarahan spontan yang terjadi di antara periode menstruasi rutin, timbulnya keputihan yang bercampur darah dan berbau, nyeri panggul dan gangguan atau bahkan tidak bisa buang air kecil, nyeri ketika berhubungan seksual (Allan, 2006).

�Pada pasien kanker serviks memerlukan terapi yang kompleks, untuk itu pasien harus dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi pada salah satu anggota keluarga akan menimbulkan ketidakseimbangan pada suatu keluarga karena keluarga merupakan suatu sistem yang saling mempengaruhi. Terlebih lagi yang harus mengalami masalah kesehatan adalah seorang istri atau ibu. Istri dan Ibu memiliki tugas perkembangan, diantaranya melayani suami, memenuhi semua kebutuahan anggota keluarga lain, seperti makanan, pakaianan, dan lainnya serta mengatur segala urusan rumah tangga, kecuali untuk kebutuhan finansial meskipun itu bisa terjadi pada istri yang bekerja. Dorongan atau dukungan keluarga merupakan faktor penting dalam meningkatkan partisipasi wanita dalam pencegahan penyakit. Pada masyarakat tradisional yang masih memegang teguh adat suami atau kepala keluarga merupakan pembuat keputusan segala atas segala sesuatu. Suami atau kepala keluarga merupakan seseorang yang memegang peranan penting dalam keluarga yang dapat memberikan dorongan kepada para wanita untuk membuat keputusan sendiri dalam pencegahan penyakit kanker serviks (Gakidau et al 2008).

Menurut De Groot et al (2002), banyak hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh kanker terhadap kondisi psikologis pasien yang mengalami kecemasan, namun pasienpasien kanker yang senantiasa memperoleh dukungan keluarga ternyata berhubungan positif dengan berkurangnya kecemasan.Dukungan ini ternyata membantu perbaikan kesehatan dan hubungannya dengan kualitas kehidupan penderita kanker serviks.

7.   Cobaan dari Tuhan

Kekuatan agama terletak pada keberfungsian agama dalam menawarkan berbagai� metode� koping� dengan� berbagai� situasi� (Pargament,� Koenig,� & Perez, 2000). Tiga dimensi utama dari agama yang memenuhi kebutuhan manusia�� mungkin�� terletak�� pada�� kebutuhan�� manusia�� akan� makna�� (need�� for meaning), kebutuhan akan kontrol (need for control), dan kebutuhan akan keterhubungan�� dengan� orang� lain� (need for� relationship).�� Tiga� hal� tersebut didasarkan� pada� asumsi� bahwa� pencarian� makna� sangat� penting� untuk keberfungsian� manusia� dan� agama� mampu� menfasilitasi� hal� tersebut.� Agama merupakan�� sistem�� makna�� global�� yang�� penting�� bagi�� banyak�� orang�� karena memberikan serangkaian keyakinan, tujuan, dan makna di mana hal ini digunakan termasuk� saat� berhubungan�� dengan� situasi� atau� permasalahan�� yang� dihadapi individu� (Krok,� 2014).

Kekuatan agama terletak pada keberfungsian agama dalam menawarkan berbagai� metode� koping� dengan� berbagai� situasi� (Pargament,� Koenig,� & Perez, 2000). Setiap kekecewaan yang menimpanya tidak akan memukul jiwanya. Ia tidak akan putus asa, tapi ia akan menghadapinya dengan tenang. Dengan cepat ia akan ingat pada Tuhan, dan menerima kekecewaan itu dengan sabar dan tenang. Dengan ketenangan batin itu ia akan dapat menganalisa sebab-sebab dari kekecewaannya, dan dapat pula menemukan faktor pendorong atau penyebab kekecewaan itu, sehingga ia dapat menghindari gangguan perasaan atau gangguan jiwa akibat kekecewaan itu. Ia tidak akan menjadi putus asa atau pesimis dalam hidupnya (Zakiah dradjat:2002).

Spiritualitas penting dalam meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup. Spiritualitas juga penting dikembangkan menjadi dasar tindakan dalam pelayanan kesehatan. Pentingnya spiritualitas dalam pelayanan kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan Dunia yang menyatakan bahwa aspek spiritual merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Tahun 1947 World Health Organization (WHO) memberikan batasan sehat hanya dari 3 (tiga) aspek saja yaitu sehat fisik (organobiologi), sehat mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat sosial.

Pengertian ini berubah pada tahun 1984, batasan sehat tersebut sudah ditambah dengan aspek agama (spiritual), yang oleh American Psychiatric Assosiation (APA) dikenal dengan rumusan �bio-psiko-sosiospiritual.� Hawari, 2002 menjelaskan bahwa agama dalam kesehatan lebih berperan dalam pencegahan penyakit. Agama merupakan suatu spiritual nourishment (gizi rohani). Kekosongan spiritual, kerohanian dan rasa keagamaan akan menimbulkan permasalahan psiko-sosial di bidang kesehatan. Selama ini dimensi spiritual sering dilupakan dalam praktek pelayanan kesehatan. Menurut Hawari, ada dikotomi hubungan antara kesehatan dan spiritual dalam pelaksanaan praktek kesehatan di Indonesia.

Kekuatan spritual yang mereka miliki, membantu mereka menerima kenyataan yang sedang dialami sebagai cobaan dari Tuhannya, seperti yang diungkapkan oleh keenam informan. Melaksanakan kegiatan spritual yang dapat mereka lakukan seperti berdzikir, berdoa, dan mendengarkan orang mengaji. Mereka mengakui setelah melakukan kegiatan spritual, merasakan ketenangan dan merasa bersalah menjadi berkurang. Dalam berdoa serta berdzikirnya mereka selalu berharap sakitnya dapat segera sembuh. Kanker sering pula dianggap sebagai hukuman.�

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada enam orang informan dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dirasakan oleh pasien dengan kanker serviks sangat kompleks, mencakup permasalahan biologis, psikologis, sosial dan spritual dan didapatkan tujuh tema dominan yaitu (1) pendarahan, (2) sakit area pinggang dan bagian tubuh lainnya, (3) menolak (takut) melakukan hubungan suami istri, (4) sedih dan berduka, (5) malu (akibat bau, kerusakan kulit dan kecacatan), (6) gangguan peran (sebagai istri dan atau ibu), (7) cobaan dari Tuhan dan Penerimaan.

 

 

 

 

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Afriani, Natia, Idiawati, Nora, & Alimuddin, Andi Hairil. (2016). Skrining Fitokimia Dan Uji Toksisitas Ekstrak Akar Mentawa (Artocarpus Anisophyllus) Terhadap Larva Artemia Salina. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 5(1). Google Scholar

 

Allan, Stuart. (2006). Ebook: Online News: Journalism And The Internet. Mcgraw-Hill Education (Uk). Google Scholar

 

Alligood, Martha Raile. (2014). Areas For Further Development Of Theory-Based Nursing Practice. Mr Alligood (Ed.), Nursing Theory: Utilization & Application, 414�424. Google Scholar

 

Atmoko, Rendra Pramudya, Mariyanti, Herdina, & Mishbahatul, Eka. (2020). The Effect Of Health Education On Personal Hygiene Given Using Snowball Throwing Method Towards The Prevention Of Hepatitis A Transmission. Journal Of Computational And Theoretical Nanoscience, 17(7), 3075�3078. Google Scholar

 

Berek, Du�an, Jančo, Miroslav, Kitayama, Tatsuki, & Hatada, Koichi. (1994). Separation Of Poly (Methyl Methacrylate) S According To Their Tacticity. Polymer Bulletin, 32(5), 629�635. Google Scholar

 

Brockopp, Jonathan E. (1999). Literary Genealogies From The Mosque-Library Of Kairouan. Islamic Law And Society, 6(3), 393�402. Google Scholar

 

Carpenito, C., Pyszniak, A. M., & Takei, F. (1997). Icam‐2 Provides A Costimulatory Signal For T Cell Stimulation By Allogeneic Class Ii Mhc. Scandinavian Journal Of Immunology, 45(3), 248�254. Google Scholar

 

Guyton, Douglas C., Barlow, Michael R., & Besselievre, Todd R. (1997). Influence Of Airway Pressure On Minimum Occlusive Endotracheal Tube Cuff Pressure. Critical Care Medicine, 25(1), 91�94. Google Scholar

 

Keliat, Budi Anna. (1998). Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial: Menarik Diri. Fikui Boony Danuatmaja (2003). Terapi Anak Autis. Jakarta: Puspa Swara. Google Scholar

 

Kozier, Berman, & Snyder, Erb. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Edisi. Google Scholar

 

Kurniawan, Andree. (2013). Penatalaksanaan Perdarahan Pada Kanker. Indonesian Journal Of Cancer, 7(4), 153. Google Scholar

 

Marriner-Tomey, Ann, & Alligood, Martha Raile. (1997). Nursing Theorists And Their Work. Google Scholar

 

Moleong, Lexy J. (2019). Metodologi Penelitian Kualitatif. Google Scholar

 

Nurpeni, Evy Febrina. (2014). Rencana Pemasaran Klinik Eksekutif Rumah Sakit Hermina Depok Dengan Pendekatan Balanced Scorecard= Marketing Plan Of Executive Clinic Of Hermina Private Hospital In Depok With Balanced Scorecard Approach. Google Scholar

 

Ojala, Tapio, H�kkinen, Arja, Karppinen, Jaro, Sipil�, Kirsi, Suutama, Timo, & Piirainen, Arja. (2015). Although Unseen, Chronic Pain Is Real�A Phenomenological Study. Scandinavian Journal Of Pain, 6(1), 33�40. Google Scholar

 

Peichev, Mario, Naiyer, Afzal J., Pereira, Daniel, Zhu, Zhenping, Lane, William J., Williams, Mathew, Oz, Mehmet C., Hicklin, Daniel J., Witte, Larry, & Moore, Malcolm A. S. (2000). Expression Of Vegfr-2 And Ac133 By Circulating Human Cd34+ Cells Identifies A Population Of Functional Endothelial Precursors. Blood, The Journal Of The American Society Of Hematology, 95(3), 952�958. Google Scholar

 

Razali, Akhtar Razul, & Qin, Yi. (2013). A Review On Micro-Manufacturing, Micro-Forming And Their Key Issues. Procedia Engineering, 53, 665�672. Google Scholar

 

Sadock, Benjamin J. (2007). Kaplan & Sadock�s Synopsis Of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Google Scholar

 

Stuart, G. W., & Sundeen, S. J. (1991). Psychological Responses To Physical Illness. Principles And Practice Of Psychiatric Nursing Mosby Year Book St Louis, 659�679. Google Scholar

 

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan:(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D). Alfabeta. Google Scholar

 

Surana, Neeraj K., Buscher, Amy Z., Hardy, Gail G., Grass, Susan, Kehl-Fie, Thomas, & Geme, Joseph W. St. (2006). Translocator Proteins In The Two-Partner Secretion Family Have Multiple Domains. Journal Of Biological Chemistry, 281(26), 18051�18058. Google Scholar

 

Copyright holder:

Fenti Hasnani

(2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: