Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
7, No. 3, Maret 2022
PERAN KEPOLISIAN REPUBLIK
INDONESIA RESORT ACEH TENGGARA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA NARKOTIKA JENIS GANJA
Lusi Tutur
Mulia
Universitas Gunung Leuser Aceh, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Upaya pemberantasan narkotika oleh POLRI dalam hal
ini berada dikawasan Kepolisian Resor Aceh Tenggara memerlukan adanya kerjasama
dari berbagai pihak salah satunya adalah masyarakat. Penulis tertarik dalam
meneliti tentang peran Kepolisian Republik Indonesia Resor Aceh Tenggara dalam
menanggulangi Tindak Pidana Narkotika Jenis Ganja, disini penulis mengambil 3
(tiga) rumusan masalah, yaitu pertama faktor penyebab terjadinya tindak pidana
narkotika, yang kedua siapa saja pihak-pihak terkait dalam menanggulangi tindak
pidana narkotika, dan ketiga bagaimana upaya kepolisian resor aceh tenggara
dalam menanggulangi tindak pidana narkotika jenis ganja.Jenis penilitian
menggunakan penelitian kualitatif, dan metode pengambilan data dipakai yaitu
library research study kepustakaan dan studi lapangan field research dengan
lokasi penelitian di Kepolisian Resor Aceh Tenggara. Tekhnik pengumpulan data
yang digunakan data primer dan data sekunder. Faktor penyebab terjadinya tindak
pidana narkotika adalah faktor individu, faktor keluarga, faktor masyarakat,
faktor sosial budaya, faktor lingkungan dan faktor sosiologis. Jenis narkotika
yang sering dikenal dalam masyarakat antara lain: opium (candu), morfin, heroin,
ganja, kokain, amfetamin, sedatif-hopnotik (benzodiazepin/BZD) dan inhalansia
atau solven. Dampak penyalahgunaan narkotika yaitu terhadap individu/pribadi,
terhadap keluarga, terhadap masyarakat, terhadap bangsa dan negara. Sansi
pidana terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis ganja terdapa pada
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115 dan Pasal 116 Undang �
Undang Nomor 35 Tahnun 2009 tentang narkotika. Kendala Kepolisian Resor Aceh
Tenggara dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika jenis Ganja adalah
Personil, kurangnya jumlah peralatan yang diperlukan / alat operasional,
terbatasnya biaya operasional, biaya penyelidikan dan biaya penyidikan, kendala
dalam jajaran satuan narkotika, penyidik mendapat teror dan sanksi dalam persidangan.
Kata Kunci: Kepolisian
Republik Indonesia/POLRI, Tindak Pidana, Narkotika jenis Ganja
Abstract
Efforts to eradicate narcotics by POLRI in this case
are in the area of the Southeast Aceh Resort Police requires cooperation from
various parties, one of which is the community. The author is interested in
researching about the role of the Police of the Republic of Indonesia Resorts
in Southeast Aceh in tackling The Narcotics Act of Marijuana Type, here the
author takes 3 (three) formulations of the problem, namely the first factor
that causes narcotics crimes, the second whoever the parties are involved in
tackling narcotics crimes, and third how the efforts of the southeast Aceh
resort police in tackling marijuana-type narcotics crimes. This type of
research uses qualitative research, and data retrieval methods are used, namely
library research study literature and field research study with research
locations in the Southeast Aceh Resort Police. The technique of data collection
used primary data and secondary data. Factors that cause narcotics crimes are
individual factors, family factors, community factors, socio-cultural factors,
environmental factors and sociological factors.Types
of narcotics that are often known in the community include: opium (opium),
morphine, heroin, marijuana, cocaine, amphetamines, sedative-hopnotic (benzodiazepine / BZD) and inhalants or solven. The impact of narcotics abuse is on individuals /
individuals, on families, on communities, on the nation and state. Sansi criminal for the criminal offense of narcotics abuse
of the type of marijuana is addressed in Article 111, Article 112, Article 113,
Article 114, Article 115 and Article 116 of Law - Law No. 35 Of 2009 on
narcotics. Constraints of the Southeast Aceh Resort Police in The Handling of
Narcotics Crimes of marijuana type are Personnel, lack of the amount of
necessary equipment / operational equipment, limited operational costs,
investigation costs and investigation costs, constraints in the ranks of
narcotics units, investigators get terror and sanctions in the trial
Keywords: Police of the Republic of Indonesia / POLRI,
Criminal Acts, Narcotics type of Marijuana
Received: 2022-02-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-03-05
Pendahuluan
Masalah narkotika merupakan masalah
besar yang tengah melanda Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa narkotika
merupakan wabah paling berbahaya yang menjangkiti manusia di seluruh pelosok
bumi. Hal yang semakin mengkhawatirkan yaitu semakin meluasnya peredaran gelap
narkotika disegala lapisan masyarakat.
Kasus-kasus narkotika yang melibatkan
masyarakat, narkotika dapat sampai ke tangan seorang pengguna atau pemakai
adalah dari pedagang gelap. Demikian pula dengan para pemakai narkotika, mereka
menggunakan barang haram tersebut tidak lagi melihat tempat, baik itu di dalam
perjalanan, di sekolah ataupun di kampus, di tempat-tempat hiburan malam dan
sebagainya. Saat ini tindak pidana narkotika dipandang sebagai tindak pidana
yang menjadi musuh umat manusia, karena itu negara-negara di dunia termasuk
Indonesia terus berjuang keras untuk memberantas tindak pidana narkotika
tersebut. Tindak pidana narkotika sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup
suatu bangsa dan negara karena banyak menimbulkan kerugian dan juga melibatkan
anak/remaja sebagai generasi penerus bangsa sebagai korban maupun pelakunya.
Jika upaya penanggulangan tindak pidana
narkotika di Indonesia tidak terus dilaksanakan secara terencana, terpadu dan
berkeseimbangan, maka bukan merupakan hal yang mustahil jika beberapa masa ke
depan negara ini tidak lagi memiliki generasi penerus bangsa yang dapat
diharapkan mengganti generasi sebelumnya. Dengan kata lain yang harus dihadapi
adalah kehancuran bangsa dan negara.
Pengaturan mengenai narkotika dapat
dilihat dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang kemudian
direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 yang kemudian direvisi lagi
dengan Undang-Undang���� Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika. Pengaturan narkotika berdasarkan Undang- Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bertujuan untuk menjamin ketersedian guna
kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah penyalahgunaan narkotika,
serta pemberantasan peredaran gelap narkotika. Sebagaimana diatur dalam Pasal
13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia menegaskan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah :
1. Memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat
2. Menegakkan
hukum
3. Memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Tindak pidana narkoba atau narkotika
berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, memberikan
sanksi pidana cukup berat, yaitu dapat dikenakan pidana minimum, berupa pidana
kurungan, pidana penjara juga pidana denda namun dalam kenyataanya para
pelakunya justru semakin meningkat karena disebabkan tidak adanya dampak bagi
si pelaku.
Upaya pemberantasan oleh POLRI dalam hal
ini berada dalam kawasan Kepolisian Resor Aceh Tenggara memerlukan langkah-langkah
lebih lanjut dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan
narkotika tersebut. Dalam hal pemberantasan penyalahgunaan narkotika juga
diperlukan adanya kerjasama dari berbagai pihak antara lain adalah peran serta
masyarakat.
Bentuk peran serta masyarakat disini
dapat berupa memberikan informasi mengenai tindak pidana penyalahgunaan
narkotika kepada POLRI. Di samping itu, dapat juga berupa lewat lembaga-lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi-organisasi masyarakat yang memfokuskan diri
dalam pemberantasan narkotika secara menyeluruh.
Metode Penelitian
1.
Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan sifat penelitian Deskriptif Analitis yakni untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala lainnya dimana bertujuan untuk memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain.
2.
Tipe Penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan tipe Penelitian Kualitatif, yakni Penelitian ini mencari kebenaran sejati, oleh sebab itu penelitian kualitatif berusaha menemukan gejala-gejala hukum yang berkembang di suatu komunitas masyarakat.
3.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang melihat sesuatu kenyataan hukum yang terjadi di masyarakat dengan melihat dari sudut pandang empiris.
4.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
a.
Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian dengan menggunakan literatur buku, majalah, jurnal, internet dan sumber lainnya.
b.
Penelitian lapangan (Field
Research) yaitu dengan melakukan wawancara kepada orang-orang yang dianggap mampu menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yakni : peran Kepolisian Republik Indonesia dalam menanggulangi tindak pidana narkotika
jenis ganja.
5.
Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya baik melalui wawancara dan laporan dokumen tidak resmi yang kemudian diolah kembali oleh si peneliti serta kasus-kasus yang menjadi objek penelitian.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder terdiri atas :
1) Bahan Hukum Primer : Bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2) Bahan Hukum Sekunder : Bahan hukum yang terdiri dari literatur buku, tulisan ilmiah hukum dan internet yang berkaitan dengan objek penelitian.
3) Bahan Hukum Tersier : Bahan hukum yang terdiri dari kamus hukum dan tabel.
6.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Analisis kualitatif, yaitu cara menganalisis data yang bersumber dari bahan hukum
berdasarkan kepada konsep, teori, peraturan perundang-undangan, doktrin, prinsip hukum, pendapat pakar atau pandangan
peneliti sendiri.
Analisis data digunakan untuk
memaparkan mekanisme analisis data yang diperoleh dan selanjutnya memaparkan mekanisme pengolahan data tersebut sehingga menjadi sebuah bentuk informasi atau bahan yang digunakan dalam penelitian.
Hasil dan Pembahasan
1. Faktor Penyebab
Terjadinya Tindak Pidana Narkotika
A. Jenis Narkotika
Narkotika
seperti yang diketahui, memiliki berbagai macam jenis yang sering dikenal dalam
masyarakat, antara lain :
1.
Opium
(candu)
Merupakan golongan narkotika alami yang
sering digunakan dengan cara dihisap (inhalasi), menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation), menimbulkan
semangat, merasa waktu berjalan lambat, pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk,
merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang), timbul masalah
kulit di sekitar mulut dan hidung.
2.
Morfin
Merupakan zat aktif (narkotika) yang
diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung
10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau
pembuluh darah (intravena).
Menimbulkan euphoria, mual, muntah,
sulit buang hajat besar (konstipasi),
kebingungan (konfusi), berkeringat,
dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar, gelisah dan perubahan
suasana hati, mulut kering dan warna muka berubah.
3.
Heroin
Merupakan golongan narkotika semisintetis
yang dihasilkan atas pengolahan morfin secara kimiawi melalui 4 (empat) tahapan
sehingga diperoleh heroin paling murni berkadar 80% hingga 99%. Heroin murni
berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni berwarna putih keabuan (street heroin). Zat ini sangat mudah
menembus otak sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin sendiri. Umumnya
digunakan dengan cara disuntik atau dihisap.
4.
Ganja
Berasal dari tanaman kanabis sativa dan
kanabis indica. Pada tanaman ini terkandung 3 (tiga) zat utama yaitu tetrahidrokanabinol, kanabinol dan kanabidiol. Cara penggunaannya dihisap dengan cara dipadatkan
menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Denyut jantung atau nadi
lebih cepat, mulut dan tenggorokan kering, merasa lebih santai, banyak bicara
dan bergembira, sulit mengingat sesuatu kejadian, kesulitan kinerja yang membutuhkan
konsentrasi, reaksi yang cepat dan koordinasi, kadang-kadang� menjadi agresif bahkan kekerasan. Bilamana
pemakaian dihentikan dapat diikuti dengan sakit kepala, mual yang
berkepanjangan, rasa letih/capek, gangguan kebiasaan tidur, sensitif dan gelisah,
berkeringat, berfantasi, selera makan bertambah.
5.
Kokain
Mempunyai 2 (dua) bentuk yakni bentuk asam
(kokain hidroklorida) dan bentuk basa (free
base). Kokain asam berupa kristal putih, rasa sedikit pahit dan lebih mudah
larut dibanding bentuk basa bebas yang tidak berbau dan rasanya pahit. Nama
jalanan kadang disebut koka, coke, happy dust, snow, charlie, srepet, salju, putih. Disalahgunakan dengan cara menghirup yaitu
membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus di atas
permukaan kaca dan benda yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup
dengan menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah dibakar
bersama tembakau yang sering disebut cocopuff.
Menghirup kokain berisiko luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam.
6.
Amfetamin
Nama generik/turunan amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang pertama kali disintesis
pada tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai pengurang sumbatan hidung (dekongestan). Berupa bubuk warna putih
dan keabu-abuan. Ada 2 (dua) jenis amfetamin
yaitu MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan nama ectacy. Nama lain fantacy
pils, inex. Metamfetamin bekerja
lebih lama dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya lebih
kuat. Nama lainnya shabu, SS, ice. Cara penggunaan dalam bentuk pil diminum.
Dalam bentuk kristal dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan
asapnya dihisap melalui hidung, atau dibakar dengan memakai botol kaca yang
dirancang khusus (bong). Dalam bentuk kristal yang dilarutkan dapat juga
melalui suntikan ke dalam pembuluh darah (intravena).
7.
Sedatif-Hipnotik (Benzodiazepin/BDZ)
Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama jalanan BDZ antara lain BK, Lexo, MG,
Rohip, Dum. Cara pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena dan melalui
dubur. Ada yang minum BDZ mencapai lebih dari 30 tablet sekaligus. Dosis
mematikan/letal tidak diketahui dengan pasti. Bila BDZ dicampur dengan zat lain
seperti alkohol, putauw bisa berakibat fatal karena menekan sistem pusat
pernafasan. Umumnya dokter memberi obat ini untuk mengatasi kecemasan atau panik
serta pengaruh tidur sebagai efek utamanya, misalnya aprazolam/Xanax/Alviz.
8.
Inhalansia atau Solven
Adalah uap
bahan yang mudah menguap yang dihirup. Contohnya aerosol, aica aibon, isi korek
api gas, cairan untuk dry cleaning, tinner, uap bensin. Umumnya digunakan
oleh anak di bawah umur atau golongan kurang mampu/ anak jalanan. Penggunaan
menahun toluen yang terdapat pada lem dapat menimbulkan kerusakan fungsi
kecerdasan otak
Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Narkotika hanya terdiri dari 3 (tiga) golongan
yaitu :
a.
Narkotika
golongan I
Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang
hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak
digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan (penjelasan dari Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika).
b.
Narkotika
golongan II
Narkotika Golongan II adalah Narkotika
berkhasiat pengobatan �digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan (penjelasan dari Pasal 6 ayat (1) huruf b Undang-Undang�� Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).
c.
Narkotika
golongan III
Narkotika Golongan III adalah Narkotika
berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan (penjelasan dari Pasal 6 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika).
B. Faktor Penyebab
Terjadinya Tindak Pidana Narkotika
Pada umumnya
secara keseluruhan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak
pidana narkotika dapat dibedakan atas faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan faktor yang bersal dari dalam diri sendiri, sedangkan
faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri pelaku
Adapun faktor penyebab terjadinya tindak
pidana narkotika adalah sebagai berikut:
1.
Faktor
individu
Faktor
individu mencakup genetik temperamen, intelegensi, faktor genetik berpengaruh terhadap
timbulnya kenakalan/tindak anti sosial dan merupakan salah satu pemicu tindak
kejahatan karena kurang penalaran dan rendahnya prestasi sekolah.
2.
Faktor
keluarga
Faktor keluarga mencakup sikap/reaksi
orang tua terhadap anak seperti kasih sayang, sikap perfectionist yang menyebabkan anak selalu gagal, orang tua selalu
membatasi. Juga keutuhan dalam keluarga, biasanya keluarga pecah menghasilkan
anak yang egonya lemah, kurang percaya diri, tidak merasa aman dan kurang
pengawasan.
3.
Faktor
masyarakat
Faktor masyarakat mencakup lingkungan
tempat tinggal, lingkungan teman sebaya dan lingkungan sekolah yang merupakan
lingkungan yang selalu mempengaruhi tingkah laku seseorang, termasuk apabila
dilingkungannya banyak pengedar narkotika maka secara tidak langsung akan
terpengaruh menjadi penggunanya.
4.
Faktor
sosial budaya
Faktor sosial budaya dapat terdiri atas
kondisi keluarga dan pengaruh teman. Kondisi keluarga dalam hal ini merupakan
kondisi yang harmonis, seperti orang tua yang bercerai, orang tua yang sibuk dan
jarang di rumah, serta perekonomian keluarga yang serba berlebihan maupun serba
kekurangan sedangkan yang termasuk dalam pengaruh teman, misalnya karena
berteman dengan seseorang yang ternyata pemakai narkotika dan ingin diterima
dalam suatu kelompok.
5.
Faktor
lingkungan
Faktor
lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya tindak pidana narkotika, misalnya
karena adanya perkumpulan anak/remaja yang menyalahgunakan narkotika, tindakan
yang tidak jelas dari sekolah apabila ada anak yang terlibat dalam tindak pidana
narkotika, sehingga dapat mempengaruhi anak yang lain serta lingkungan tempat
tinggal anak yang tidak memberikan perilaku yang baik
6.
Faktor
sosiologis
Faktor
sosiologis juga merupakan faktor yang mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan
narkotika. Faktor sosiologis dikarenakan sebagian orang menganggap narkotika
sebagai alat pergaulan yang didorong oleh pergeseran nilai hidup oleh
masyarakat, serta dikatakan sebagai trend hidup masa kini, sehingga cenderung
narkotika dijadikan penunjang dalam melakukan interaksi sosial oleh
kalangan-kalangan tertentu
C. Dampak Penggunaan Narkotika
Dampak yang ditimbulkan karena
pemakaian/penggunaan narkotika, tentu dapat dicermati bahwa penyalahgunaan
narkotika adalah merupakan suatu tindak kejahatan dan pelanggaran yang mengancam
keselamatan, baik fisik maupun jiwa si pemakai dan juga terhadap masyarakat
disekitar secara sosial.
Dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan
narkotika diuraikan sebagai berikut:
1.
Terhadap
pribadi/individu :
a.
Narkotika
mampu mengubah kepribadian si korban secara drastis seperti berubah menjadi
pemurung, pemarah bahkan melawan terhadap apapun ataupun siapapun;
b.
Menimbulkan
sikap masa bodoh sekalipun terhadap dirinya seperti tidak lagi memperhatikan
pakaian, tempat dimana tidur dan sebagainya;
c.
Semangat
belajar menjadi menurun dan suatu ketika bisa saja si korban bersikap seperti
orang gila (reaksi dari penggunaan narkotika tersebut);
d.
Tidak
lagi ragu untuk mengadakan hubungan seks karena pandangannya terhadap
norma-norma masyarakat, terhadap adat, budaya dan ketentuan agama sudah
demikian longgar, bahkan kadang-kadang pupus sama sekali;
e.
Tidak
segan-segan menyiksa diri karena ingin menghilangkan rasa nyeri atau
menghilangkan sifat ketergantungan terhadap obat bius;
f.
Menjadi
pemalas bahkan hidup santai.
2.
Terhadap
keluarga
a.
Tidak
segan mencuri uang atau bahkan menjual barang-barang rumah yang bisa diuangkan;
b.
Tidak
segan lagi menjaga sopan santun di rumah bahkan melawan kepada orang tua;
c.
Kurang
menghargai milik yang ada di rumah, seperti mengendarai kendaraan tanpa
perhitungan rusak atau menjadi hancur sama sekali;
d.
Mencemarkan
nama keluarganya.
3.
Terhadap
masyarakat
a.
Berbuat
tidak senonoh (mesum) dengan orang lain, yang berakibat tidak saja bagi diri
yang berbuat melainkan mendapatkan hukuman masyarakat yang berkepentingan;
b.
Mengambil
milik orang lain demi memperoleh uang untuk membeli atau mendapatkan narkotika;
c.
Mengganggu
ketertiban umum, seperti mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan
tinggi;
d.
Menimbulkan
bahaya bagi ketentraman dan keselamatan umum antara lain tidak menyesal apabila
berbuat kesalahan.
4.
Terhadap
Bangsa dan Negara
a.
Akibat
dari penyalahgunaan narkotika adalah rusaknya generasi muda sebagai pewaris
bangsa dan seyogyanya siap untuk menerima tongkat estafet generasi dalam rangka
meneruskan cita-cita bangsa dan tujuan nasional;
b.
Hilangnya
rasa patriotisme atau rasa cinta
tanah air yang pada gilirannya mudah dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan
yang akan menjadi ancaman terhadap ketahanan nasional dan stabilitas nasional.
2. Pihak � Pihak
yang Terkait Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika
Adapun pihak-pihak terkait dalam menanggulangi tindak pidana narkotika sebagai berikut :
1.
Badan
Narkotika Nasional (BNN)
Dalam pemberantasan penyalahgunaan
narkotika ini BNN mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika yang dimuat dalam Pasal 70, BNN
mempunyai tugas :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan
nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika;
b. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
c. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
d. Meningkatkan kemampuan lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
e. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
f.
Memantau,
mengarahkan dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
g. Melakukan kerja sama bilateral dan
multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
h. Mengembangkan laboratorium narkotika dan
prekursor narkotika;
i.
Melaksanakan
administrasi penyelidikan dan penyidikan tehadap perkara penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
j.
Membuat
laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.
Wewenang BNN diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang
Nomor 35��� Tahun 2009 tentang Narkotika
yang berbunyi : �Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan
penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika�.
2.
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
Apabila memperhatikan pada
perundang-undangan nasional, ada beberapa perundang-undangan yang dapat
dijadikan sebagai dasar hukum diberikannya wewenang kepada PPNS untuk melakukan
penyidikan di antaranya :
a. Pasal 6 ayat (1) KUHAP
Penyidik adalah pejabat polisi negara
Republik Indonesia, pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang.
b. Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah
pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya masing-masing.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang narkotika dan prekursor
narkotika adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan dalam hal ini
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(Penjelasan Umum Pasal 82 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika).
3.
Peran
serta masyarakat
Pengaruh dari krisis ekonomi yang dialami
negara Indonesia yang masih berlanjut sampai saat ini ditambah lagi ada isu-isu
politik. Berdampak pada kebanyakan masyarakat Indonesia menjadi miskin,
disamping bertambahnya jumlah PHK yang menambah jumlah pengangguran, yang
membuat hidup masyarakat manjadi susah.
Kondisi masyarakat seperti ini sangat rawan
dan potensial dimanfaatkan untuk dijadikan objek-objek oleh para pelaku sindikat
kejahatan Narkotika baik oleh sindikat Internasional ataupun sindikat nasional,
mengingat letak geografi Indonesia yang sangat strategis serta memiliki
penduduk yang terbesar keempat di dunia.
Aturan-aturan hukum tentang penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika tidak terbatas pada tindakan dengan menghukum dan
memasukkan pelanggar ke dalam penjara sebanyak-banyaknya. Namun yang lebih
substansial ialah bagaimana upaya pemerintah dapat membimbing warga masyarakat
agar tidak kecanduan untuk melakukan penyalahgunaan Narkotika.
D. Upaya Kepolisian
Resor Aceh Tenggara Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Narkotika Jenis Ganja
A. Kendala Kepolisian Resor Aceh Tenggara Dalam Menanggulangi
Tindak Pidana Narkotika Jenis Ganja
Kendala dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu
kendala yang bersifat internal dan kendala yang bersifat eksternal. Kendala
internal dirasakan saat pelaksanaan razia terbuka atau razia gabungan dan
masalah pembiayaan dalam pemberantasan dan penanggulangan narkotika, sedangkan
kendala eksternal dirasakan saat melakukan penyidikan karena kurangnya
kerjasama dari masyarakat dalam rangka pemberantasan dan penyalahgunaan
narkotika.
Beberapa kendala Kepolisian Resor Aceh Tenggara dalam menanggulangi tindak pidana narkotika jenis ganja yaitu :
1.
Personil
Dalam melakukan penyidikan terhadap
peredaran dan penyalahgunaan narkotika kendala dari segi personil yang ada pada Kepolisian Resor Aceh Tenggara
adalah kurangnya pendidikan khusus tentang narkotika
yang di terima oleh penyidik. Tidak hanya pendidikan khusus narkotika, jumlah anggota personil yang ada pun masih
sangat minim dibanding dengan jumlah kasus dan tingkat peredaran narkotika yang semakin meluas di masyarakat. Hal ini perlu menjadi
perhatian khusus dikarenakan dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana narkotika sangat terbatas dan tertutup.
2.
Kurangnya
jumlah peralatan yang diperlukan/alat operasional
Kekurangan peralatan yang digunakan untuk
melakukan penyelidikan maupun penyidikan dalam hal ini adalah untuk melakukan
penyadapan. Tanpa adanya peralatan yang cukup maka dapat mempengaruhi kecepatan
serta ketelitian penyidik dalam mengumpulkan alat bukti mengenai suatu tindak
pidana narkotika.
Alat operasional yang dimaksud adalah alat
berupa kendaraan yang digunakan dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan
terhadap peredaran narkotika serta alat yang bisa digunakan penyidik
dalam melakukan pelacakan dan tes laboratorium terhadap barang sitaan maupun
terhadap tersangka.
Penyelidik dan penyidik Kepolisian Resor Aceh Tenggara
sendiri dalam melakukan setiap tugas penyidikan terhadap peredaran narkotika di
wilayah Kepolisian Resor Aceh Tenggara
masih menggunakan kendaraan motor milik pribadi masing-masing anggota. Hal ini
menyulitkan anggota untuk melakukan penyelidikan maupun penyidikan tindak
pidana narkotika. Diperlukannya alat oprasional berupa kendaraan roda 2 ataupun
roda 4 untuk mendukung setiap kegiatan operasional yang dilakukan oleh
kepolisian.
3.
Terbatasnya
biaya operasional/biaya penyelidikan dan penyidikan
Dalam hal biaya penyelidikan dan
penyidikan merupakan hal yang penting untuk menunjang kinerja dari penyidik dan
penyelidik. Biaya penyelidikan dan penyidikan misalkan mendapatkan sebesar Rp.
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) perbulannya dirasa sangat kurang mengingat
peran kepolisian yang sangat besar dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan
serta pencegahan penyalahgunaan dan peredaran narkotika.
Anggaran tersebut kurang, mengingat jumlah
tindak pidana narkotika yang disalahgunakan meningkat. Hal ini menyebabkan
banyaknya pengeluaran yang harus digunakan penyelidik maupun penyidik dalam
mencari dan mengumpulkan informasi tentang peredaran dan penyalahgunaan
narkotika.
4.
Kendala
dalam jajaran Satuan Narkotika
Dalam jajaran Satuan Narkotika yang
terlibat dalam razia terbuka, seringkali anggota jajaran Satuan Narkotika yang
terlibat dalam razia terbuka membocorkan target operasional razia, bukan maksud
untuk memberitahukan tempat operasi kepada orang lain hanya sekedar bicara
santai akan tetapi hal tersebut berimbas ke dalam kebocoran informasi dan
tingkat keberhasilan operasi yang dilakukan sehingga pelaksanaan razia tidak
dapat dilaksanakan secara maksimal mengingat beberapa orang yang telah
mengetahui akan diadakan razia dan kemudian melarikan diri.
5.
Penyidik
mendapatkan teror dan menjadi saksi dalam persidangan
Anggota yang dalam hal ini adalah penyidik
kepolisian walaupun sudah merubah penampilan dengan memakai anting, tato dan
berambut gondrong para anggota kepolisian tersebut lebih banyak dikenali dengan
mudah jaringan narkotika tersebut karena setiap anggota kepolisian tersebut,
setiap setelah menangkap maka otomatis anggota tersebut akan menjadi saksi
dalam persidangan.
Di dalam persidangan seorang saksi tidak mungkin
orang lain seorang saksi harus yang mengetahui tentang penangkapan tersebut dan
itu adalah anggota polisi sendiri. Oleh karena itu anggota kepolisian penyidik
narkotika yang sudah pernah melakukan pembelian terselubung itu akan dengan
mudah terdeteksi oleh teman anggota kelompok tersangka yang merupakan sebuah jaringan.
Salah satu anggota jaringan tersebut
biasanya hadir dan berbaur di masyarakat untuk hadir dalam persidangan temannya
yang sudah tertangkap sehingga para anggota polisi yang menjadi saksi dalam
persidangan tersebut akan terdeteksi dan apabila akan melakukan pembelian
terselubung kembali akan mengalami kesulitan.
Anggota penyidik kepolisian selain sudah
terdeteksi oleh jaringan tersebut para anggota itu juga menjadi incaran bagi
kelompok jaringan itu, karena bagi suatu jaringan narkotika mereka tidak mau
untuk kalah dari kepolisian. Setelah salah satu rekan jaringan tersebut
tertangkap, setidaknya polisi yang berhasil menangkap rekannya tersebut juga
harus terkena suatu masalah.
Jaringan tersebut selalu mencari-cari
kesalahan polisi, biasanya hal tersebut dilakukan secara tidak langsung tapi
juga bahkan tidak jarang upaya yang mereka lakukan dalam mencari-cari kesalahan
polisi sudah tidak masuk logika, itu semua dilakukan agar para anggota polisi
tersebut mendapatkan masalah atau dibuat sibuk oleh masalah yang mereka buat
agar jaringan tersebut dapat meneruskan pekerjaannya dan memberi dampak pada
anggota kepolisian.
6.
Belum
memiliki alat khusus deteksi (IT)
Alat deteksi narkotika sangat di butuhkan
untuk mempermudah penyidik dalam melakukan penyelidikan tindak pidana
narkotika. Alat deteksi (IT) narkotika dan Analisys
Notebook digunakan untuk melakukan penyadapan handphone (HP) dari pelaku dan jaringannya. Belum adanya
laboratorium kriminal yang dimiliki di Kepolisian Resor Aceh
Tenggara yang dapat menghambat
tugas penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana narkotika.
Hal ini dikarenakan dalam melakukan
penyidikan polisi belum bisa membuktikan dengan kasat mata jenis narkotika,
disini penyidik harus mencoba sendiri narkotika yang di tangkap untuk
membuktikan hasil tangkapan. Dengan harus mencoba hasil tangkapan dari hasil
penyelidikan dapat mempengaruhi dan memberikan efek kerugian tersendiri bagi
Kepolisian, karena dengan seperti itu yang awalnya mencoba untuk membuktikan
narkotika yang di tangkap dapat menjerumuskan penyidik Kepolisian itu sendiri.
7.
Kendala
dalam mendapatkan informan/spionase
Informan sendiri adalah orang yang
memiliki informasi tentang suatu subjek yang ingin diketahui, dalam hal ini
informan adalah yang berkaitan tentang tindak kejahatan narkotika. Informan ini
orang yang dapat memberikan penjelasan yang detail dan akurat menyangkut apa,
siapa, dimana, kapan, bagaimana dan mengapa, dalam suatu kasus tindak pidana
narkotika.
Informan dalam mengungkap tindak pidana narkotika
menempati kedudukan yang sangat penting, oleh karena itu polisi dalam
mendapatkan informan ini sangat kesulitan. Sesuai dengan namanya, dia adalah
sumber informasi bagi polisi dalam mengungkap kasus narkotika. Tugas seorang
informan sendiri adalah sebagai perantara polisi dalam mengungkap kasus
narkotika. Dia adalah orang yang bertugas mengenalkan anggota polisi kepada
tersangka. Tanpa informan ini, tidak ada informasi dan tanpa informasi maka
akan cukup sulit bagi polisi untuk mengungkap tindak pidana narkotika yang
merupakan kejahatan jaringan yang terorganisasi.
8.
Kendala
menentukan lokasi pembelian terselubung
Salah satu kendala yang harus dihadapi
para penyidik adalah menentukan lokasi pembelian terselubung (undercover buy) karena penyidik harus mencari
lokasi yang memungkinkan dilakukanya pengawasan terhadap gerak-gerik tersangka
dan kemungkinan dilakukannya pengamanan terhadap pelaku undercover, uang transaksi dan menghindari tempat yang terlalu ramai
dan terbuka, tidak banyak tempat yang bisa digunakan untuk melakukan operasi
ini.
Penyidik kepolisian harus terlebih dahulu
mengamankan penduduk sekitar yang tidak terlibat dalam kasus tersebut karena
operasi yang dilakukan adalah operasi yang berbahaya. Waktu dan strategi untuk
mengamati dan mempelajari tersangka yang disediakan dalam suatu operasi
narkotika juga haruslah cukup. Lebih baik menunda suatu rencana operasi
narkotika apabila waktu tidak tepat dan membuat operasi yang dilakukan gagal.
Gerakan tersangka merupakan faktor utama yang harus diperhatikan oleh penyidik.
9.
Jaringan
narkotika menggunakan teknik ranjau
Jaringan narkotika ini juga tidak tinggal
diam dengan mencari teknik-teknik baru agar polisi sulit untuk menangkap
jaringan mereka salah satunya adalah dengan teknik ranjau. Teknik ranjau yang
dimaksud dalam hal ini pihak polisi dan kurir tidak saling bertemu secara
langsung, karena baik bandar maupun kurir jaringan tersebut tidak ingin bertemu
dengan polisi sehingga dalam melakukan pembelian terselubung polisi sering
gagal.
Teknik ranjau ini dilakukan dengan cara
setelah polisi melakukan pembelian terselubung dengan mengirim uang ke rekening
bandar jaringan tersebut, maka bandar tersebut menghubungi kurirnya untuk
melakukan teknik ranjau ini. Kurir dalam hal ini meletakan narkotika tersebut
ke suatu tempat yang kemudian setelah itu kurir menghubungi pembeli dan
memberitahukan letak dimana dia meletakan barang tersebut ataupun narkotika
dimasukkan dalam kardus dan dikirim ke pembeli via jasa pengiriman barang,
ditaruh di tempat sampah lokasi tertentu dan menghubungi pembeli untuk
mengambil, kurir mengantar narkotika dengan cara diselipkan di dalam kardus
ayam goreng, bahkan ditempelkan di tubuh kurir dan ditutup dengan tensoplas.
10.
Masyarakat
Partisipasi dan kontrol masyarakat di
beberapa wilayah yang masih sangat rendah karena rasa tidak peduli terhadap
lingkungannya sendiri walaupun jelas terlihat secara langsung adanya tindakan
penyalahgunaan narkotika. Hal tersebut disebabkan karena adanya anggapan bahwa
pihak Kepolisian akan lepas tangan dan tidak memberikan perlindungan keamanan
bagi si pelapor. Selain itu timbulnya rasa takut apabila saksi dijadikan
ancaman sindikat pengedaran narkotika di kemudian hari.
B. Upaya Kepolisian Resor
Aceh Tenggara Dalam Menanggulangi
Tindak Pidana Narkotika Jenis Ganja
Beberapa upaya Kepolisian Resor Aceh Tenggara dalam menanggulangi tindak pidana narkotika jenis ganja sebagai berikut :
1.
Upaya
dalam mengatasi biaya operasional yang terbatas
Penyidikan suatu kasus narkotika yang
dilakukan dengan teknik pembelian terselubung (undercover buy) adalah dengan mengajukan rencana penambahan jumlah
anggaran dasar dengan harapan akan ditindaklanjuti langsung oleh bagian
operasional yang semula biaya penyidikan untuk satu kasus narkotika yang
dilakukan dengan teknik pembelian terselubung (undercover buy) agar dapat ditambah.
2.
Upaya
penyidik harus bersikap profesional
Penyidik yang akan melakukan teknik
pembelian terselubung (undercover buy)
ini harus bersikap secara profesional dan hati-hati dalam menjalankan tugasnya,
serta meminimalisir kesalahan atau bahkan jangan sampai melakukan kesalahan
dalam tugas, karena hanya dengan sedikit kesalahan maka nyawa penyidik maupun
anggota yang lain akan terancam bahaya atau operasi yang dilakukan akan gagal.
3.
Upaya
mengatasi kekurangan peralatan yang diperlukan
Upaya yang dilakukan penyidik dalam
mengatasi kekurangan peralatan yang diperlukan adalah dengan melaporkan tentang
kekurangan peralatan yang dialami oleh penyidik narkotika Kepolisian Resor Aceh Tenggara
agar dapat segera memenuhi kekurangan-kekurangan peralatan canggih yang
nantinya akan digunakan sebagai alat bantu dalam penyelidikan maupun
penyidikan.
4.
Upaya
dalam mendapatkan informan dan mengoptimalkan peran tersangka
Upaya yang dimaksudkan dalam
mengoptimalkan peran informan yaitu dengan mengumpulkan informasi dengan
menggunakan informan (mata-mata) dan melakukan pembelian terselubung dengan
menggunakan kurir atau tersangka yang telah tertangkap. Informan ini biasanya
berasal dari orang-orang yang nakal, dalam hal ini informan berada di dalam
lingkungan atau komunitas yang akrab dengan penggunaan narkotika.
5.
Upaya
dalam menentukan lokasi pembelian terselubung
Upaya yang dilakukan penyidik POLRI dalam
menentukan lokasi perlu diperhatikan hal sebagai berikut :
a. Lokasi harus memungkinkan dilakukanya
pengawasan terhadap gerak-gerik lawan dan kemungkinan dilakukanya pengamanan
terhadap pelaku undercover, uang
transaksi dan dihindari tempat yang terlalu ramai dan terbuka.
b. Lokasi memungkinkan dipergunakan alat-alat
komunikasi dan deteksi baik untuk mengawasi lawan maupun untuk kepentingan
komunikasi serta untuk koordinasi semua petugas.
c. Lokasi harus dikuasai sejak dini, sehingga
memungkinkanya dilakukan usaha pengamanan dan menghindari kontra penyelidikan
pihak lawan.
6.
Upaya
yang dilakukan dalam mengatasi teknik ranjau
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
teknik ranjau dengan memanfaatkan kelemahan teknik ranjau ini di mata hukum
karena adanya Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
yaitu ada dalam Pasal 86 ayat (2) tentang alat bukti yang sah.
Berikut ini diuraikan data Kepolisian Resor Aceh Tenggara dalam menanggulangi tindak pidana narkotika jenis ganja sebagai berikut :
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Kesimpulan
Berdasarkan uraian bab-bab di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan faktor penyebab terjadinya tindak pidana narkotika
adalah faktor individu mencakup genetik temperamen, intelegensi, faktor genetik
berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan/tindak anti sosial. Faktor keluarga
mencakup sikap/reaksi orang tua terhadap anak seperti kasih sayang, sikap
perfectionist yang menyebabkan anak selalu gagal, orang tua selalu membatasi.
Faktor masyarakat mencakup lingkungan tempat tinggal, lingkungan teman sebaya
dan lingkungan sekolah yang merupakan lingkungan yang selalu mempengaruhi
tingkah laku seseorang. Faktor sosial budaya dapat terdiri atas kondisi
keluarga da pengaruh teman. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya
tindak pidana narkotika, misalnya karena adanya perkumpulan anak/remaja yang
menyalahgunakan narkotika. Faktor sosiologis juga merupakan faktor yang
mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan narkotika.
Pihak-pihak terkait dalam menanggulangi
tindak pidana narkotika yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN), dalam
pemberantasan penyalahgunaan narkotika ini BNN mempunyai tugas dan wewenang
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang
dimuat dalam Pasal 70. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dan peran serta
masyarakat.
Upaya Kepolisian Resor Aceh Tenggara
dalam menanggulangi tindak pidana narkotika jenis ganja adalah upaya dalam
mengatasi biaya operasional yang terbatas, upaya Penyidik harus bersikap
profesional, upaya mengatasi kekurangan peralatan yang diperlukan, upaya dalam
mendapatkan informan dan mengoptimalkan peran tersangka, upaya dalam menentukan
lokasi pembelian terselubung dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi teknik
ranjau
Andrisman, Tri, 2009, Hukum Pidana, Asas-Asas Dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia, Universitas Lampung, Lampung. Google Scholar
Djamali, R. Abdoel, 2006, Pengantar Hukum Indonesia, Edisi Revisi, Pt. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Google Scholar
Erdianto, 2010, Pokok-Pokok Hukum Pidana,
Alaf Riau, Pekanbaru. Google Scholar
Harahap, M. Yahya, 2009, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kuhap (Penyidik Dan Penuntut Umum), Sinar Grafika, Jakarta. Google Scholar
Kansil, C.S.T. Dan Kansil, Christine S.T., 2004,
Pokok-Pokok Hukum Pidana,
Pradnya Paramita, Jakarta. Google Scholar
Kartono, K, 2006, Kenakalan Remaja, Pt
Raja Grafindo Persada,
Jakarta. Google Scholar
Makarao, M. Taufik, Dkk,
2003, Tindak Pidana Narkotika, Ghalia Indonesia,
Jakarta. Google Scholar
Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana,
Rineka Cipta, Jakarta. Google Scholar
Mn, Andi Dian Pratiwi, 2013, Peranan Polisi Militer Angkatan Darat Dalam Menanggulangi
Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Di Lingkungan Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Darat, Universitas Hasanuddin, Makassar. Google Scholar
Muladi, 2002, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Bp. Undip, Semarang.
Nugroho, Wien Okta Adhy, 2011, Peran Satuan Narkoba Dalam Pemberantasan Dan Penanggulangan Kejahatan Narkotika Di Kabupaten Klaten (Studi Pada Polres Klaten), Universitas
Negeri Semarang, Semarang. Google Scholar
Pratodiharjo, Subagyo, 2006, Kenali Narkotika Dan Musuhi
Penyalahgunaannya, Pt. Gelora
Aksara Pratama, Jakarta.
Rahman, Ardillah, 2013, Implementasi Penjatuhan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika
(Studi Kasus Tahun 2010-2012 Di Kabupaten Wajo), Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, Makassar. Google Scholar
Sadjijono, 2010, Memahami Hukum Kepolisian,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta.
Sasangka, Hari, 2003, Narkotika Dan Psikotropika Dalam
Hukum Pidana, Mandar Maju,
Bandung. Google Scholar
Sianturi, S.R., 2002, Asas-Asas Hukum Pidana Di
Indonesia Dan Penerapannya, Cetakan
Ke-3, Storia Grafika, Jakarta. Google Scholar
Sofyan, Ahmadi, 2007, Narkoba Mengincar Anak Anda Panduan Bagi
Orang Tua, Guru Dan Badan Narkotika
Dalam Penanggulangan Bahaya Narkoba Di Kalangan Remaja, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta. Google Scholar
Suparlan, Parsudi, 2004, Bunga Rampai Ilmu Kepolisian Indonesia, Yayasan Pengembangan
Kajian Ilmu Kepolisian,
Jakarta. Google Scholar
Supramono, Gatot, 2000, Hukum Acara Pengadilan Anak, Cetakan Pertama, Penerbit Djambatan, Jakarta. Google Scholar
Tarigan, T Bastanta, 2013, Peranan Polri Dalam Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika (Studi Kasus Polsekta Pancur Batu), Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan. Google Scholar
Usfa, A. Fuad, 2004, Pengantar Hukum Pidana, Universitas Muhammadiyah,
Malang. Google Scholar
Utomo, Warsito Hadi, 2002, Hukum Kepolisian
Di Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher,
Jakarta. Google Scholar
Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Google Scholar
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika. Google Scholar
Copyright holder: Lusi Tutur
Mulia (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |