Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 3, Maret 2022
ZAKAT
PROFESI MENGGUNAKAN STANDAR NISHAB PERAK MENURUT MAJELIS
ULAMA INDONESIA� SRAGEN
Zaini Fajar Sidiq, Rizka,
Muthoifin
Magister Hukum Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan
fatwa majelis ulama kabupaten
sragen tentang nishab zakat profesi menggunakan standar nishab perak. Yang menjadi pokok permasalahan
adalah ketentuan hasil ijtihadnya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan fatwa yang diputuskan oleh majelis ulama kabupaten sragen dan menggunakan data-data untuk sebagai penguat dan pendukung. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian pendekatan normatif-deskriptif bahwa menyebutkan dengan cara yang rasional, empiris dan sistematis.
Berdasarkan hasil analis diperoleh bahwa bolehnya menyamakan nishab zakat profesi dengan menggunakan perak senilai 595 gram. Mengukur nishab zakat profesi dengan zakat perak itu bukan mengada-ada,
tetapi juga merujuk pendapat Yusuf Qardhawi karena lebih banyak
maslahat bagi umat karena peluang
kaum muslimin zakat lebih besar.
Kata Kunci: zakat; profesi; nishab
perak
Abstract
This research aims to analyze and
explain the fatwa of the sragen district ulema
council about the nishab zakat profession using
silver nishab standards. The main problem is the
provision of the results of the ijtihadnya. Data
collection is carried out using fatwas decided by the sragen
district ulema council and using the data to be boosters and supporters. The
methods used in this study use normative-descriptive approach research methods
that mention in a rational, empirical and systematic way. Based on the results of
analysts obtained that it is permissible to equate nishab
zakat profession with the use of silver worth 595 grams. Measuring the nishab zakat profession with silver zakat is not
far-fetched, but also refers to the opinion of Yusuf Qardhawi
because more maslahat for the ummah because the
chances of muslims in zakat are greater.
Keywords: zakat; profession; silver nishab
Received:
2022-02-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-03-10
Pendahuluan
Membumikan Islam sebagai agama yang
berkerahmatan tentu harus dibangun di atas lima pondasi dasar yang membedakannya
dengan agama lain, baik agama samawi ataupun agama ardhi. Kelima pondasi
tersebut adalah kebersaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan mengakui bahwa
Nabi Muhammad saw adalah nabi-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat,� berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan
ibadah haji bila mampu (Al-Bukhari, 2015).
Menurut Imam
al-Nawawi kaum muslimin yang mengerjakan kelima rukun tersebut maka telah
sempurna keimanannya. Sebagaimana halnya rumah menjadi sempurna dengan pilar-pilarnya,
demikian pula Islam menjadi sempurna dengan
rukun-rukunnya (Al-Nawawi, 2017). �Zakat menempati posisi penting
dalam Islam setelah kewajiban ibadah mahdah (Rosadi, 2015). �syarat�
serta� cara perlaksanaannya telah
ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat juga merupakan ibadah yang sangat penting
bagi membantu perekonomian umat Islam (Hafidhuddin, 1998).
Al-Qur�an dan Sunnah tidak memuat secara
tegas aturan zakat profesi tersebut, demikian pula dengan para imam mujtahid
seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi�i dan Imam Ahmad bin Hanbali tidak termuat dalam kitab-kitab
mereka persoalan zakat profesi tersebut. Hal ini dilatarbelakangi oleh
terbatasnya jenis pekerjaan dan usaha di masa Nabi saw dan imam mujtahid (Marimin & Fitria, 2015). Agama
Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia untuk mengatur urusan
kehidupan dan persoalan ketika di dunia dan bagi persiapan menuju�� kehidupan��
akhirat.
Agama Islam adalah agama yang kaffah (menyeluruh)
karena setiap dari urusan manusia tersebut sudah dibahas di dalam Al-Qur�an dan Hadits. Ketika seseorang sudah beragama Islam, maka wajib
baginya melengkapi syarat menjadi muslim atau yang dikenal dengan Rukun Islam.
Rukun Islam terbagi menjadi lima yaitu, bersyahadat yaitu beriktikad bahwa tiada
tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan solat, menunaikan
zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan haji bagi orang yang mampu (Barkah, 2020).
Mengeluarkan zakat juga berarti membersihkan harta
dari pada sebarang perkara syubhat
(ragu-ragu). Dengan kata lain, zakat merupakan ibadah dimana seorang muslim
mengeluarkan sebagian harta dengan kadar tertentu yang di ambil dari sebagian
harta tertentu, yang wajib diberikan kepada golongan tertentu jika memenuhi syarat-syarat tertentu (Al-Bakri, 2011).
Ibadah
zakat adalah ibadah maliyah ijtima�yah yang memiliki peran yang sangat penting,
strategis baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun sisi pembangunan
kesejahteraan umat. Ibadah maliyah ijtima�iyah merupakan ibadah sosial memiliki
peran yang sangat juga karena berkaitan dengan kemaslahatan masyarakat sehingga
ketika zaman pemerintahan Abu bakar, orang yang tidak mau membayar zakat akan
diperangi sehingga mereka membayar zakat (Hafidhuddin, 1998).
خُذْ
مِنْ
اَمْوَالِهِمْ
صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ
وَتُزَكِّيْهِمْ
بِهَا
وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ
اِنَّ
صَلٰوتَكَ
سَكَنٌ لَّهُمْۗ
وَاللّٰهُ
سَمِيْعٌ
عَلِيْمٌ
Artinya: �Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan
dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu
(menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.� (Surah At-Taubah: 103) (Al-Qur�anulkarim, 2010).
Zakat ditinjau dari aspek ekonomis pula adalah
sebagai sebuah kebijaksanaan ekonomi di mana bisa mengangkat derajat
orang-orang miskin, sehingga bisa memaksimalkan dampak sosial di kalangan
masyarakat terutama umat Islam sendiri. Dari istilah ekonomi zakat merupakan
pemindahan harta kekayaan dari golongan yang kaya kepada golongan yang miskin (Riyadi, 2016).
Zakat
juga merupakan poros dan pusat keuangan negara Islam. Zakat meliputi aspek
moral, sosial dan ekonomi. Dalam aspek moral zakat membuang sifat tamak dan
keserakahan golongan kaya. Dalam aspek sosial pula, zakat menjadi sebuah alat
khas yang diberikan oleh Islam untuk menghapuskan kemiskinan dengan menyadarkan
golongan kaya akan tanggungjawab sosial yang mereka miliki. Dari aspek ekonomi
pula zakat mencegah golongan kaya menumpukkan kekayaan mereka sehingga
mendatangkan bahaya kepada pemiliknya sendiri. Jadi zakat itulah yang menjadi
sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara (Hertina, 2013). Zakat māl (harta)
ketika zaman Rasulullah Saw, zaman sahabat dan zaman para tabi�in, dimana
jenis-jenis profesi masyarakat ketika itu masih sederhana dan aturan zakat
dalam konteks harta yang wajib dizakati adalah sesuai dengan perkembangan
ekonomi pada zaman tersebut. Karna itu, para ulama menetapkan bahwa harta yang
wajib di zakati
hanya lima yaitu, emas dan perak, binatang ternak, pertanian, perdagangan,
barang tambang dan rikāz (harta temuan). Hal ini juga sama seperti
kerangka dalam kitab �al-Fiqh �Ala Mazahib al-Arba�ah� karangan Abd
Rahman al-Jazīrī yang mengatakan �Tidak ada zakat diluar yang lima
macam tersebut� (Hertina, 2013).
Profesi
atau professional, jika dalam
literatur Arab dikenal dengan istilah al-minhn.
Kalimat ini merupakan bentuk jamak dari al-minhah
yang berarti pekerjaan atau pelayanan. Profesi secara istilah berarti suatu
pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keahlian dan kepintaran (Barkah, 2020).
Permasalahan zakat profesi ini
merupakan permasalahan yang baru karena tidak pernah ada dalam sepanjang
sejarah Islam sejak masa Rasulullah Saw hingga tahun� 60-an�
akhir� pada� abad�
ke-20 yang� lalu.� Yusuf�
al-Qardawi merupakan penggagas zakat profesi ini melalui kitabnya Fiqh az-Zakāt yang juga menbisa
pengaruh dari dua ulama besar lainnya yaitu, Abdul Wahhhab Khallaf dan Abu
Zahrah (Marimin & Fitria, 2015).
Zakat
profesi merupakan hasil ijtihad. Ketentuan nishabnya juga hasil ijtihad. Yaitu
kreasi ulama dalam menentukan hukum islam. Kenapa ulama harus melakukan
ijtihad, karena tidak ada dalil yang shahih dan qath�i tentang ketentuan zakat
profesi ini. Zakat profesi wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah
mencapai nishab dalam satutahun, yakni senilai emas
85gram atau kadar perak senilai 595gram/tahun. Mengukur nishab zakat profesi dengan zakat perak itu bukan mengada-ada
tetapi juga merujuk penbisa Yusuf Qardhawi. Ia mengatakan bahwa,
para ulama modern juga banyak yang condong kepada perak sebagai standard zakat profesi. Oleh karena itu nishab zakat profesi menggunakan standar
nishab perak sangatlah menarik untuk di teliti.
Metode Penelitian
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk kepada
penelitian kualitatif yang menggunakan metode pendekatan normatif-deskriptif.
Jadi teori normatif berusaha menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan (Nazir, 2005), menyebutkan bahwa penelitian
dengan menggunakan metode ilmiah (scientific method) disebut penelitian
ilmiah (scientific research) (Nazir, 2005) merupakan cara ilmiah berarti
penelitian didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris dan
sistematis. Rasional itu artinya kegiatan penelitian itu
dilakukan dengan cara-cara masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran
manusia. Empiris, artinya cara-cara yang digunakan dalam penelitian itu
berarti teramati oleh indra manusia, sehingga orang lain bisa mengamati dan
mengetahui cara-cara yang akan digunakan. Sistematis, artinya proses
yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang
bersifat logis (Sugiyono, 2014).
B. Sumber data
Penelitian ini juga menggunakan data
primer dan sekunder yang dikumpulkan untuk mencapai tujuan penelitian. Menurut
penbisa muhammad, sumber data sebagai berikut (Muhammad, 2008).
Sumber data adalah tempat dalam
memperoleh data yang berkaitan dengan tema yang ingin dikaji. Penelitian ini
menggunakan dua sumber data seperti berikut.
1.
Sumber primer
Sumber primer adalah sumber data
utama yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian. Sumber data
primer dalam penelitian ini adalah: Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kabupaten
Sragen Nomor: 1 Tahun 2020 tentang nishab zakat profesi menggunakan standar
nishab perak
2.
Sumber Sekunder
Sumber sekunder adalah data-data
penguat atau pendukung yang digunakan dalam penelitian. Sumber sekunder dalam
penelitian ini adalah berupa karya ilmiah seperti buku, jurnal, artikel teks
literatur mengenai zakat profesi.
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik telaah pustaka dan wawancara. Telaah pustaka dilakukan dengan menghimpunkan
dan memilih data-data dari buku-buku, jurnal atau artikel yang berhubungan
dengan penelitian. Dokumentasi pula adalah menghimpun data-data yang berasal
dari dokumen-dokumen. Dokumen adalah catatan peristiwa lalu atau sejarah yang
tertulis dan juga bisa dikenal dengan surat resmi yang berbentuk tulisan, atau
karya yang dikenal dari seseorang. Dalam penelitian ini menggunakan buku-buku
yang membahas mengenai permasalahan zakat profesi dan dokumen yang berkenan
dengan fatwa tentang nishab zakat profesi menggunakan standar nishab perak.
Hasil dan Pembahasan
A.
Pengertian Profesi dan Zakat Profesi
Zakat profesi terdiri dari dua kata yaitu
zakat dan profesi. Dalam literatur fiqh klasik pengertian zakat adalah hak yang dikeluarkan dari harta atau badan. Sehubungan dengan hal ini, Wahbah
al-Zuhayly mengemukakan bahwa zakat adalah penunaian hak yang wajib yang terbisa dalam harta. Dalam
kamus Bahasa Indonesia, profesi
adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu (Kamus Bahasa Indonesia dalam
Muhammad, 2002 58).
Zakat Profesi adalah zakat yang
dikeluarkan dari hasil apa yang diperoleh oleh seseorang melalui pekerjaan atau
profesinya. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang menghasilkan uang baik itu
pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa bergantung dengan orang lain dan berkat
kecekatan tangan ataupun otak (professional). Zakat profesi juga
termasuk pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak yang lain seperti
pemerintah, perusahaan maupun perorangan yang memperoleh upah yang berupa gaji,
upah ataupun honorarium. Yang demikian itu adalah jika sudah mencapai nisabnya dan haulnya
maka haruslah dikeluarkan zakat (Marimin & Fitria, 2015).
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan bisa mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara
yang mudah, baik melalui suatu keahlian
tertentu ataupun tidak (Fauzan, 2017).
Dalam pandangan
al-Ghazali zakat merupakan jenis
ibadah yang berbentuk ritual sekaligus
meterial tidak seperti ibadah syahadat, shalat atau puasa
(Hadi, 2010).
B.
Landasan Hukum Zakat
Profesi
Mengenai dalil kewajiban berzakat bisa diklasifikasikan
menjadi dua bagian. Yang pertama adalah dalil-dalil kewajiban zakat yang secara khusus menyebutkan jenis zakat tersebut, seperti zakat emas dan perak, zakat hewan ternak, dan yang lainnya. Dan yang
kedua adalah dalil umum mengenai
zakat seperti sesuai dengan ayat al-Qur�an Surah
al-Baqarah ayat 219:
وَيَسْأَلُونَكَ
مَاذَا
يُنْفِقُونَ
قُلِ
الْعَفْوَ
(البقرة)/ ٢١٩�
Dan mereka bertanya kepadamu tentang harta yang mesti dinafkahkan (dizakati), katakanlah, �Yang lebih dari keperluan�. (al-Baqarah: 219)
Wahbah Zuhaili juga membolehkan mengukur nishab zakat uang dengan emas atau
perak. Kedua standar itu boleh
dipilih dengan mempertimbangkan kepentingan fakir
miskin.
Penbisaan yang lebih dari keperluan.
Ketentuan ayat 219 surat al-baqarah ini menjadi relatif.� Karena kebutuhan
masing-masing orang itu berbeda.
Untuk itu menurut saya, standar
upah minimum regional adalah
yang mendekati angka pemenuhan kebutuhan setiap orang.
Selain itu terbisa pula hadits nabi Muhammad sewaktu beliau mengutus Mu�adz ke negeri Yaman yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang
artinya: �Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan atas mereka untuk
membayar zakat harta yang diambil dari orang-orang kaya dan
diberikan kepada orang-orang
miskin di kalangan mereka�
(muttafaqun �alaih) (Ibnu Hajar Al-Asqalani, 2011,
249)
Meskipun tidak pernah disebutkan
secara langsung di dalam Al-Qur�an maupun Sunnah
Nabi Muhammad SAW. Jika dalil-dalil umum tentang zakat dikaji lebih mendalam,
maka akan ditemukan sebuah isyarat berlakunya hukum zakat bagi profesi. Isyarat tersebut berupa perintah umum untuk
mengeluarkan zakat terhadap
harta yang melebihi kebutuhan. Dewasa ini pekerjaan seseorang
sebagai profesional mempunyai penghasilan yang cukup besar. Abdul Ghofur Anshori menyatakan: jika seorang petani yang pada zaman sekarang ini bersusah
payah menanam dan memelihara sawahnya serta memanenkan saja dikenakan wajib zakat apalagi seorang professional yang memiliki
penghasilan cukup besar dengan pekerjaan
yang tidak menuntut etos kerja super keras layaknya petani (Abdul, 2006: 89)
Selanjutnya ayat yang sangat mendekati perintah zakat profesi yaitu firman Allah SWT. Dalam QS al-Baqarah: 267:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ
اٰمَنُوْٓا
اَنْفِقُوْا
مِنْ طَيِّبٰتِ
مَا
كَسَبْتُمْ
وَمِمَّآ
اَخْرَجْنَا
لَكُمْ مِّنَ
الْاَرْضِ ۗ
وَلَا تَيَمَّمُوا
الْخَبِيْثَ
مِنْهُ
تُنْفِقُوْنَ
وَلَسْتُمْ
بِاٰخِذِيْهِ
اِلَّآ اَنْ
تُغْمِضُوْا
فِيْهِ ۗ
وَاعْلَمُوْٓا
اَنَّ
اللّٰهَ غَنِيٌّ
حَمِيْدٌ
Terjemahnya: �Hai
orang-orang beriman, nafkahkanlah
(dijalan Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah
kamu memilih yang buruk untuk keluarkan,
padahal kamu sendiri tidak mau
mengambil melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya.
Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Berdasarkan ayat ini setidaknya
ada tiga poin penting yang menjadi pembahasan terkait zakat:
1.
Mengeluarkan zakat dari sebagian hasil
usaha, perlu dipahami juga bahwa hasil usaha itu
tidak berarti dari perdagangan atau niaga tetapi
pada dasarnya profesi merupakan usaha yang mengandalkan keterampilan fisik dan intelektual dan menghasilkan upah, sehingga ayat ini
juga sangat mewakili kewajiban
zakat profesi.
2.
Berzakat itu harus berkualitas,
memberikan atau menyalurkan zakat wajib kiranya menilai kualitas barang yang ingin dikeluarkan, tentunya memberikan nilai keberkahan dan kepuasan bagi yang menerimanya, misalnya zakat pertanian.
3.
Zakat ini tidak bisa tercapai
dengan kualitas yang baik jika tidak
dibarengi dengan kualitas iman yang kuat karena secara
material tentu barang atau harta yang berkurang tetapi secara batiniah atau iman tentu
bernilai ibadah yang berlipat
ganda dibanding nilai barang yang disalurkan.
Pencetus zakat profesi itu adalah
Yusuf Qardhawi dalam kitab Fiqhu Zakah. Bahwa
harta yang dihasilkan dari kerja-kerja profesional itu wajib juga dikeluarkan zakatnya. Nishab untuk harta seperti
itu disamakan dengan nishab emas.
Tentang nishab zakat emas ini Rasulullah bersabda:
عَنْ
عَلِىٍّ - رضى
الله عنه -
عَنِ
النَّبِىِّ
-صلى الله
عليه وسلم-
وَلَيْسَ
عَلَيْكَ
شَىْءٌ -
يَعْنِى فِى
الذَّهَبِ -
حَتَّى
يَكُونَ لَكَ
عِشْرُونَ
دِينَارًا
فَإِذَا
كَانَ لَكَ
عِشْرُونَ
دِينَارًا
وَحَالَ
عَلَيْهَا
الْحَوْلُ
فَفِيهَا نِصْفُ
دِينَارٍ
Dari Ali ra, dari Nabi saw bersabda, �Tidak ada kewajiban bagimu� membayar
zakat emas hingga yang kamu miliki itu
dua puluh dinar, jika punya dua puluh dinar dan disimpan satu tahun maka
zakatnya setengah dinar�
(HR. Abu Dawud)
C.
Ketentuan Zakat Profesi Menggunakan Standar Nishab Perak
Dalam Fatwa terkait nishab zakat
profesi menggunakan standar nishab perak fatwa Majelis Ulama Indonesia
Kabupaten Sragen Nomor: 1 Tahun 2020. Dikeluarkan
pada tanggal 8 Desember
2020. Maka dirasa
perlu menjelaskan beberapa istilah berikut: Pertama, Ketentuan ���� Umum: zakat profesi adalah setiap penbisaan atau penghasilan seperti gaji, honorarium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, seperti dokter, pengacara, konsultan dan sejenisnya, serta penbisaan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Kedua, Ketentuan Hukum:� Zakat
Profesi wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah
mencapai nisab dalam satu tahun,
yakni senilai emas 85gram atau kadar perak senilai
595 gram / tahun. Ketiga,
Waktu Pengeluaran Zakat:
1.
Zakat profesi bisa dikeluarkan pada saat menerima, jika sudah cukup
nishab.
2.
Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan
dikumpulkan selama satu tahun kemudian
zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.
Fatwa dalam ilmu ushul fiqh
diartikan sebagai penbisa yang dikemukakan oleh seorang faqih atau mujtahid
sebagai jawaban kepada peminta fatwa dalam suatu kasus dan bersifat tidak mengikat (Abdul, 1996).
Satu dinar emas itu sama
dengan 4,25 gram. Maka jika 20dinar berarti 85 gram. Kemudian zakatnya setengah dinar itu sama dengan 2,5 persen. Ketentuan zakat emas ini kemudian
dijadikan ukuran untuk zakat profesi. Dalam ushul fikih
cara istimbat hukum seperti ini
disebut dengan metode qiyas. Profesional itu dibayar pakai
uang. Jika profesi seseorang
itu gajinya dalam satu tahun
sama dengan harga emas 85gram maka ia terkena
kewajiban zakat. Itulah ketentuan zakat profesi hasil ijtihad. Kenapa uang disamakan dengan emas. Karena uang zaman Nabi adalah
dinar dan dinar itu terbuat
dari emas.
Ijtihad
Yusuf Qardhawi itu juga menjadi rujukan fatwa MUI no 3 tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan. Ketentuannya sama, yaitu nishab
zakat penghasilan memakai standar nishab zakat emas. Ketentuan ini kemudian juga diambil oleh Kementerian Agama.
Peraturan Menteri
Agama (PMA) Nomor 31 tahun
2019 tentang perubahan kedua atas PMA nomor 52 tahun 2014 tentang syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan
zakat fitrah serta pendayagunaan
zakat untuk usaha produktif. Pada pasal 26 menyebutkan bahwa, nisab zakat penbisaan senilai 85gram emas. Waktu pengeluaran zakat profesi ada dua macam,
pertama pada saat menerima jika sudah
cukup nisab; Kedua, Jika tidak mencapai nisab, maka semua penghasilan
dikumpulkan selama satu tahun kemudian
zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nisab.
Adapun kadaranya 2,5 persen.
Yang baru dari fatwa ini adalah bolehnya
menyamakan nishab zakat profesi dengan perak senilai 595 gram. Ketentuan ini sangat radikal, karena bisa menyasar para pekerja yang hanya bergaji UMR. Dinar itu terbuat dari emas
sedangkan dirham terbuat dari perak. Untuk
ketentuan zakat dirham ini
Rasulullah saw bersabda:
عَنْ
عَلِىٍّ - رضى
الله عنه -
عَنِ
النَّبِىِّ
-صلى الله عليه
وسلم قَالَ �
فَإِذَا
كَانَتْ لَكَ
مِائَتَا
دِرْهَمٍ
وَحَالَ
عَلَيْهَا
الْحَوْلُ
فَفِيهَا
خَمْسَةُ
دَرَاهِمَ
Dari Ali ra. dari Nabi saw bersabda, �jika kamu punya uang 200dirham dan sudah
mencapai satu tahun maka zakatnya
lima dirham�. (HR. Abu Dawud)
Kurs 1dirham itu 2,975 gram. Maka nishab dirham adalah 200 x 2,975
= 595 gram. Kemudian kadar zakatnya 5dirham x 2,975 = 14,875 gram. Atau
sama dengan 2,5 persen. Kadar zakat ini sama dengan emas.
Bila dihitung harga perak adalah Rp. 13 ribu satu gram, maka dikalikan 595 senilai Rp. 7,735,000 dalam satu tahun. Itulah
nishab zakat perak dalam satu tahun.
Jika dibagi perbulan, maka seseorang yang berpenbisaan Rp. 644.500 sudah terkena kewajiban zakat. Jika murni memakai standar
perak yang begitu murah, maka seseorang
yang bekerja dengan upah sehari Rp. 21.500 sudah terkena kewajiban
zakat. Padahal uang segitu untuk makan saja
tidak cukup.
Fatwa dikeluarkan untuk memberi kepastian hukum. Adapun adanya catatan, �penbisaan yang lebih dari keperluan�
menjadi ranah pribadi seorang mukmin. Ia bisa
mengukur dirinya sendiri secara jujur tentang kebutuhan
pokoknya. Setelah tahu ada kelebihan,
zakatpun ditunaikan
Mengukur nishab zakat profesi dengan zakat perak itu bukan mengada-ada,
tetapi juga merujuk penbisa Yusuf Qardhawi. Ia mengatakan bahwa,
para ulama modern juga banyak yang condong kepada perak sebagai standar
zakat profesi. Alasan kedua karena lebih
banyak maslahat bagi umat karena
peluang kaum muslimin zakat lebih besar
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui fatwa majelis ulama kabupaten sragen tentang nishab zakat profesi menggunakan standar nishab perak. Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada
diatas maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: Pertama adalah dalil-dalil kewajiban zakat
yang secara khusus menyebutkan jenis zakat tersebut, seperti zakat emas dan perak,
zakat hewan ternak, dan yang lainnya. kedua adalah dalil umum mengenai zakat
seperti sesuai dengan ayat al-Qur�an QS al-Baqarah ayat 219. Wahbah Zuhaili
juga membolehkan mengukur nishab zakat uang dengan emas atau perak. Pembiasaan yang lebih dari keperluan standar upah minimum regional adalah
yang mendekati angka pemenuhan kebutuhan setiap orang. Jika dalil-dalil umum
tentang zakat dikaji lebih mendalam, maka akan ditemukan sebuah isyarat
berlakunya hukum zakat bagi profesi.
Fatwa
dalam ilmu ushul fiqh diartikan sebagai pembeda yang dikemukakan oleh seorang faqih
atau mujtahid sebagai jawaban kepada peminta fatwa dalam suatu kasus dan
bersifat tidak mengikat. ketentuan zakat profesi hasil ijtihad. Ijtihad Yusuf
Qardhawi itu juga menjadi rujukan fatwa MUI no 3 tahun 2003 tentang Zakat
Penghasilan. Ketentuannya sama, yaitu nishab zakat penghasilan memakai standar
nishab zakat emas. Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 31 tahun 2019 tentang
perubahan kedua atas PMA nomor 52 tahun 2014. Bolehnya menyamakan nishab zakat
profesi dengan perak senilai 595 gram. Dinar itu terbuat dari emas sedangkan
dirham terbuat dari perak. Kurs 1 dirham itu 2,975 gram. Kadar zakat ini sama
dengan emas. 7,735,000 dalam satu tahun. Itulah nishab zakat perak dalam satu
tahun. Fatwa dikeluarkan untuk memberi kepastian hukum. Mengukur nishab zakat
profesi dengan zakat perak itu bukan mengada-ada, tetapi juga merujuk pendapat
Yusuf Qardhawi. Ia mengatakan bahwa, para ulama modern juga banyak yang condong
kepada perak sebagai standar zakat profesi.
Al-Bakri,
Zulkifli mohammad. (2011). Al-Fiqh Al-Manhaji ibadat Dalam Fiqh Al-Syafi�I.
Selangor: Darul Syakir Enterprise.
Al-Bukhari, Muhammad Ibn Ismai�il Ibn Ibrahim Ibn al Mugirah al Ja�fi.
(2015). Shahih al-Bukhari (Cet. III). al-Riyad: Dar al-Hadarah Linnasyr
wa al-Tauzi.
Al-Nawawi, Al Imam Muhyiddin dkk. (2017). Al-Durrah al-Salafiyah Syarah
al-Arba�in al-Nawawiyyah, yang diterjemahkan oleh Ahmad Syaikhu, Syarah Arbain
an-Nawawi: Penjelasan 42 Hadis shahih tentang pokok-pokok Ajaran Islam
(Cet. XII). Jakarta: Darul Haq.
Barkah, Qadariah. (2020). Fiqih Zakat, Sedekah Dan Waqaf. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Fauzan. (2017). Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.
Hadi, Muhammad. (2010). Problematika zakat profesi & solusinya:
sebuah tinjauan sosiologi hukum Islam. Pustaka Pelajar. Google Scholar
Hafidhuddin, Didin. (1998). Panduan praktis tentang zakat infak sedekah.
Gema Insani. Google Scholar
Hertina. (2013). Zakat Profesi Dalam Perspektif Hukum Islam Untuk
Pemberdayaan Ummat. Hukum Islam, 14(1), 14.
Marimin, Agus, & Fitria, Tira Nur. (2015). Zakat Profesi (Zakat
Penghasila) Menurut Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 1(01). Google Scholar
Muhammad. (2008). Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers.
Nazir, Mohammad. (2005). Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia. Jurnal
Pendidikan Agama Islam. Google Scholar
Riyadi, Fuad. (2016). Kontroversi Zakat Profesi Pesrpektif Ulama
Kontemporer. ZISWAF: Jurnal Zakat Dan Wakaf, 2(1), 109�132. Google Scholar
Rosadi, Aden. (2015). Kontekstualisasi Pengelolaan Zakat Untuk Umat. Asy-Syari�ah,
17(2), 1�8. Google Scholar
Sugiyono. (2014). Metode penelitian pendidikan:(pendekatan kuantitatif,
kualitatif dan R & D). Alfabeta.
Copyright
holder: Zaini Fajar Sidiq, Rizka, Muthoifin (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal
Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |