Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 3 Maret 2022

 

PERANAN SRATEGI BADAN WAKAF IMDONESIA DALAM MEMBINA NAZHIR SECARA PROFESIONAL (DITINJAU DARI UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF)

 

Mufarochah, Wirdyaningsih

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Problem mendasar berkaitan dengan wakaf di Indonesia salah satunya adalah aset wakaf yang tidak produktif dan nazhir yang tidak profesional. Dalam hal ini seharusnya nazhir mampu mengelola wakafdengan baik seperti tugas dan wewenang nazhir yang sudah disebutkan dalam undang-undang No. 41 Tahun 2004. Didalam undang-undang juga disebutkan seharusnya nazhir mendapatkan pendampingan atau bimbingan dari BWI yang sudah menjadi tugas BWI dalam aturan Undang-undang tentang wakaf. Maka, seharusnya jika BWI sudah menjalankan tugas dalam membina nazhir secara profesional akan terbentuk nazhir yang bagus, dan profesional sehingga dapat mengelola wakaf dengan baik. Penelitian ini membahas dua hal yaitu: pertama, bagaimana peranan Badan Wakaf Indonesia dalam membina nazhir profeaionalitas?kedua, mengapa masih banyak wakaf di Indonesia yang nazhirnya belum dapat mengelola wakaf dengan baik dan professional sebagaimana aturan yang dijelaskan dalam UU No. 41 Tahun 2004 tentang peranan Badan Wakaf Indonesia? Adapun metodologipenelitian yang digunakan penulis adalah penelitian hukum yuridis. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah penelitian kualitatif.

 

Kata Kunci: wakaf, pembinaan Nazhir secara profesionalitas, BWI

 

Abstract

One of the basic problems in waqf is the unproductive waqf assets and unprofessional nazhir. In this case, Nazhir should be able to manage the waqf properly, such as the duties and authorities of Nazhir which have been stated in Law No. 41 of 2004. The law also states that Nazhir should receive assistance or guidance from BWI which has become BWI's duty in the regulations. The law on waqf. So, if BWI has carried out its duties in fostering professional nazhir, a good and professional nazhir will be formed so that they can manage waqf well. This study will discuss two things, namely: first, this shows a big question, first, what is the role of the Indonesian Waqf Board in fostering professional nazhir? Second, why are there still many waqf in Indonesia whose nazhir has not been able to manage waqf properly and professionally as the rules described in Law no. 41 of 2004 concerning the role of the Indonesian Waqf Board? The research methodology used by the author is empirical legal research. The data sources used are primary data and secondary data. Analysis of the data used is a qualitative research..

 

Keywords: waqf, professional coaching Nazhir, BWI

 

Pendahuluan

Lahirnya Undang-undang No.41 Tahun 2004 ini adalah salah satu yang menarik dari UU tentang wakaf yaitu berdirinya kelembagaan Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI menjadi salah satu tujuan dari lahirnya UU wakaf. Melalui badan ini diharapkan mampu berkembang lebih baik, terutama dalam melakukan pembinaan, pengawasan nazhir serta pengelolaan wakaf itu sendiri (Wahyudi, 2004).

Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga nasional independen yang didirikan berdasarkan UU 41 tentang Wakaf pada tahun 2004. Organisasi ini didirikan untuk mengembangkan dan memajukan wakaf di Indonesia. BWI tidak didirikan untuk mengambil alih aset wakaf yang dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang ada. BWI membudidayakan nazhir di sini dalam rangka pengelolaan aset wakaf yang lebih baik dan efisien, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat dalam bentuk bakti sosial, pemberdayaan ekonomi dan pembangunan infrastruktur publik.

Berdasarkan Pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:

1.       melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;

2.       melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf bersekala nasional dan internasional;

3.       memberikan persetujuan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;

4.       memberhentikan dan mengganti nazhir;

5.       memberikan persetujuan atas penukaran hata benda wakaf;

6.       memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan (Presiden, 2004).

Menurut data Direktorat Urusan Agama Islam, pada tahunterakhirini data wakaf sejumlah 426.735 lokasi jumlah tanah wakaf, luas tanah wakaf 55.818,35 Ha, dan yang bersertifikat hanya 58,08%. terdiri dari masjid berjumlah43,77%, Musholla berjumlah 27,98%, sosial berjumlah 9,19%, pesantren berjumlah 3,95%, sekolah berjumlah10,73%, dan makam berjumlah 4,39%.

Sayangnya, tanah wakaf tersebut sebagian besar hanya dimanfaatkan untuk kesejahteraan masjid, mushollah, panti asuhan, sarana pendidikan, dan hanya sebagian kecil yang di kelola secara produktif. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa problem mendasar dalam perkembangan wakaf adalah dua hal:aset wakaf yang tidak produktif dan kapasitas nazhir yang tidak professional (Kasdi, 2016). Melihat permasalahan mengenai wakaf yang sangat pelik. Betapa banyaknya problem mengenai nazhir diantaranya nazhir yang tidak amanah, nazhir yang belum mengerti dan memahami tentang wakaf, nazhir yang memanfaatkan asset wakaf untuk pribadi, nazhir yang belum terdaftar di BWI, nazhir yang meninggal dan wakaf masih berjalan, dan lain-lain. Ini problem mendasar seorang nazhir yang seharusnya menjadi tugas kita semua dalam memecahkan masalah mengenai wakaf. Khususnya lembaga-lembaga yang berwenang dalam menangani bagian wakaf.

Badan Wakaf Indonesia merupakan badan yang sangat berperan dalam mengembangkan wakaf Indonesia tentunya keberadaan lembaga ini benar-benar diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengelolaan wakaf di Indonesia. Di antara tugas BWI adalah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelola wakaf. Dengan demikian, diharapkan pengelola wakaf yang terbentuk perorangan, organisasi dan badan hukum akan mampu mengelolanya dengan baik dan professional, sebagaimana yang diatur dalam UU wakaf mengenai ketentuan nazhir. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan tujuannya. Dengan kata lain nazhir adalah pengelola harta wakaf (Nurhayati, 2020).

Hal ini menunjukkan pertanyaan yang besar, Pertama, mengapa masih banyak wakaf di Indonesia yang nadhirnya belum dapat mengelola wakaf dengan baik dam profesional sebagiamana yang diatur dalam UU No.41 Tahun 2004 tentang Wakaf?. Kedua, Bagaimana peran Badan Wakaf Indonesia dalam mebina Nadhir profesional?

Penelitian ini bertujuan untuk: pertama,, untuk mengetahui penyebab banyaknya nazhir yang belum dapat mengelola wakaf dengan baik. Kedua,, untuk menjelaskan peranan badan wakaf Indonesia (BWI)dalam membina nazhir secara profesionalitas.

 

Metode Penelitian

Artikel ini merupakan penelitian yang dilakaukan dengan metode deskriptif dan menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitain diakriptif adalah: untuk membuat uraian atau ungkapan yang didasarkan kepala analisa pada pembahasan yang menunjukkan temuan-temuan itu ditemukan.

Sumber data dibagi menajdi dua macam: sumber data primer dan sumber data sekunder. Pertama, sumber data primer dalam penelitian ini adalah: wawancara kepada devisi pembinaan nadzir Badan Wakaf Indonesia. Dan wawancara kepada devisi penelitian wakaf. Kedua, sumber daga sekunder dalam penelitian ini diambil dari: buku-buku, artikel, jurnal, website, undang-undang dll (Ishaq, 2017).

Teknik pengumpulan data yang digunalan dalam.penelitian ini yaitu: pertama, wawacara mendalam dengan sstaf devisi nadzir Badan wakaf Indonesia. Kedua, dokumentasi berupa undang-Undang, foto, transkip.wawancara, video dll. Ketiga, seminar dan diskusi guna supaya peneliti tidak terjadi kesalahpahaman dan memperdalam materi.

Dalam proses analisis penelitian, peneliti melakukan beberapa langkah ditemukan: pertama, peneliti melakukan pengumpulan data, kedua peneliti mengumpulkan data, ketiga membandingkan data naratif dengan pandangan para informan dan mencari kesipmpulan saran dan solusi.

 

Hasil dan Pembahasan

Konsep wakaf

Kata wakaf atau waqf ( الوقف ) berasal dari bahasa Arab yang berasal dari akar kata wa-qa-fa ( وقف ) berarti menahan, berhenti, diam di tempat atau berdiri. Kata waqafa-yaqifu-waqfan semakna dengan kata habasa-yahbisu-tahbisan( (الحبس عن التصرفmaknanya terhalang untuk menggunakan. Kata waqf dalam bahasa Arab mengandung makna: ( الوقف بمعنى التحبيس التسبيل ), artinya: menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan (Isfandiar, 2008). Pengertian wakaf menurut fikih Islam adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya, yang dapat diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan (Rasjid & Islam, 2012).

Dasar Hukum Wakaf

Wakaf dalam al-Qur�an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ارْكَعُوا وَاسْجُدُوا وَاعْبُدُوا رَبَّكُمْ وَافْعَلُوا الْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, Sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan.

Kata khair (kebaikan) yang secara umum dimaknai salah satunya dalam bentuk memberi seperti wakaf, dan berlaku untuk bentuk-bentuk charity atau endowment yang lain yang bersifat filantropi, tentunya dalam ajaran Islam.

لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللّهَ بِهِ عَلِيمٌ

Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya�.

Wakaf dalam Hadist:

Ada beberapa hadis yang dianalisis menjelaskan tentang wakaf. Hadis-hadis tersebut antara lain:

 

Artinya: ��� dari Abi Hurairah r.a. sesungguhnya Rasulullah Saw berkata: jika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amal dari dirinya kecuali tiga, yaitu sadakah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan kepadanya (kepada orang tuanya)�.

 

Hadis yang lebih tegas menggambarkan dianjurkannya wakaf, yaitu hadis riwayat Ibn Umar tentang tanah Khaibar. Berikut bunyi hadis tersebut:

��� dari Ibnu Umar ra berkata, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Ibnu Umar berkata: Umar menyedekahkankannya kepada orang fakir, kaum kerabat, bidak belian, sabilillah, ibn sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi orang yang menguasai tanah wakaf itu (mengurus) untuk makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta�.

Syarat dan Rukun Wakaf

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf menurut fiqh ada 4 (empat) macam, yaitu (1) waqif (orang yang mewakafkan), (2) Mauquf �alaih (pihak yang diserahi wakaf), (3) Mauquf (harta yang diwakafkan), (4) Shighat atau iqrar (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan).

Adapun syarat dan rukun wakaf menurut Undang-undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah sebagai berikut:

Disebutkan pada Pasal 6 bahwa rukun wakaf sebagai berikut:

1.   Wakif

Adapun syarat wakif dijelaskan pada Pasal 8 sebagai berikut:

a.   Dewasa

b.   Berakal sehat

Hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.

c.   Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

Hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

d.   Pemilik sah harta benda wakaf

2.   Nazhir

Adapun syarat Nazhir di jelaskan pada Pasal 10 sebagai berikut:

a.   Warga Negara Indonesia;

b.   beragama Islam;

c.   dewasa;

d.   amanah;

e.   mampu secara jasmani dan rohani;

f.    tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

3.   Harta benda Wakaf

Adapun syarat Harta benda wakaf dijelaskan pada Pasal 16 sebagai berikut:

a.   Benda tidak bergerak

1)   Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.

2)   Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a.

3)   Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah

4)   Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

5)   Benda tidak bergerak sesuai dengan ketentuan syariah dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

b.   Benda bergerak

1)   Uang

2)   Logam mulia

3)   Surat berharga

4)   Kendaraan

5)   Hak atas kekayaan intelektual

6)   Hak sewa

7)   Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

4.   Ikrar wakaf

Adapun syarat ikrar wakaf di jelaskan pada Pasal 17,18, 19, dan 20 sebagai berikut:

a.   dinyatakan secara lisan dan/tulisan;

b.   dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAW.

5.   Peruntukan harta benda wakaf

6.   Adapun Peruntukan harta benda wakaf di jelaskan pada Pasal 22 sebagai berikut:

a.   sarana dan kegiatan ibadah;

b.   sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;

c.   bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;

d.   kemajuan dan peningkatan ekonomi umat;

e.   kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan Peraturan Perundang-undangan.

7.   Jangka waktu wakaf

 

Tugas dan Wewenang Nazhir

Tugas nazhir menurut undang-undang nomor 41 tahun 2004 adalah :

1.   Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf. Pengadministrasian harta benda wakaf harus dilakukan sesuai standar dari institusi yang bersangkutan agar kelak disaat nazhir melakukan pelaporan aset wakaf dapat diterima dan didata dengan baik.

2.   Melakukan pengelolaan dan pengembangan aset harta wakaf tepat selaras dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Sumber dana wakaf dituntut untuk harus terus dikelola; baik diperoleh dari dana khusus yang disiapkan pewakaf untuk pembangunan dan pengelolaan, ataupun harta wakaf yang siap dipergunakan secara langsung.

3.   Melakukan pengawasan dan perlindungan harta wakaf. Mengawasi dan melindungi aset harta wakaf dimaksudkan demi tujuan untuk menjaga berkurangnya nilai harta benda wakaf, baik karena peristiwa-peristiwa force majeur maupun karena kerugian/kegagalan investasi.

4.   Melaporkan pengelolaan aset wakaf kepada Badan Wakaf Indonesia.

PEMBAHASAN

Latar BelakangBadan Wakaf Indonesia

Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.

BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga dapat memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik. BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi, kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan.

Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30 orang yang berasal dari unsur masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan oleh Menteri Agama kepada Presiden. Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia Seleksi yang dibentuk BWI. Adapun anggota perwakilan BWI diangkat dan diberhentikan oleh BWI. Struktur kepengurusan BWI terdiri atas Dewan Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Masing-masing dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas.

 

Peranan Badan Wakaf Indonesia dalam mebina Nazhir secara Profesionalitas

Badan Wakaf Indonesia memliki dua fungsi diantaranya yaitu: pertama, melakukan pembinaan Nazhir. Kedua, melakukan pengembangan dan pengelolaan harta wakaf Indonesia. Khususnya dalam pembinaan nazhir peran BWI (badan Wakaf Indonesia) sangat signifikan yang dimuat dalam beberapa pasal di Undang-undang Tentang Wakaf. Pembinaan Nazhir dimulai dari beberapa tingkatan yaitu tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

Adapun program pembinaan yang sudah diberikan BWI kepada Nazhir yaitu sebagai berikut.

1.   Merumuskan standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

Sesuai dengan hasil keputusan Mentri Ketenagakerjaan (KMK) No. 47 bidang Wakaf. Tujuan dibentuknya SKKNI bidang wakaf adalah agar dapat meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam penerapan ilmu untuk.kemajuan wakaf di Indonesia.

Dalam Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, disebutkan bahwa yang bertugas dan berhak mengelola wakaf adalah Nazhir. Dalam Undang-undang yang sama, definisi nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari muwakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

Tugas nazhir adalah melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai fungi, tujuan dan peruntukannya, melakukan pengadministrasian harta benda wakaf, mengawasi dan melindungi harta benda wakaf, dan melaporkan tugasnya ke Badan Wakaf Indonesia (BWI). Dalam melaksanakan tugasnya, seorang nazhir berhak memperoleh hasil bersih dari pengelolaan harta benda wakaf, namun, besarnya tidak boleh melebihi 10% .

Jika kita melihat tugas Nazhir seperti profesi pekerjaan lain, yaitu perlu melakukan SKKNI bahkan sangat penting karena butuh suatu kompetensi sebagai seorang nazhir.

Beberapa fungsi sertifikasi bagi nazhir adalah sebagai berikut:

a.   sertifikasi dapat meyakinkan organisasi atau lembaga atau industri bahwa kompeten di bidangnya;

b.   membantu nazhir dalam merencanakan karir dan mengukur tingkat pencapaian kompetensi dalam proses belajar di lembaga formal maupun secara mandiri;

c.   membantu nazhir dalam memenuhi prasyarat regulasi;

d.   membantu pengakuan kompetensi lintas sektor dan negara;

e.   membantu tenaga profesi dalam promosi profesinya di bursa tenaga kerja;

f.    dari sisi kelembagaan, sertifikasi nazhir akan membantu industri meyakinkan kepada muwakif, bahwa produk atau jasanya telah dibuat oleh nazhir yang kompeten;

g.   membantu industri dalam rekrutmen dan mengembangkan nazhir berbasis kompetensi guna meningkatkan efisiensi SDM;

h.   membantu industri dalam sistem pengembangan karir dan renumerasi tenaga berbasis kompetensi dan meningkatkan produktivitas;

i.    sertifikasi kompetensi bagi nazhir untuk meningkatkan profesionalisme pengelolaan wakaf agar muwakif semakin percaya menyerahkan harta benda wakaf, baik bergerak maupun tidak bergerak.

2.   Lembaga Sertifikasi Badan Wakaf Indonesia (LSBWI).

Lembaga sertifikasi Badan wakaf Indonesia dibentuk dan disahkan pada bulan Oktober tahun 2021. Dengan terbentuknya Lembaga Sertifikasi Badan Wakaf Indonesia ini diharapkan dapat melakukan asessment sertifikasi bagi para nazhir yang ingin mendapatkan sertifikasi kompetensi (BNSP). Sehingga nazhir dikatakan profesional menurut Undang-undang No 41 Tahun 2004. BNSP adalah lembaga yang mengeluarkan sertifikasi memberikan kompetensi seseorang layak atau tidak sebagai nazhir baik dalam bentuk lembaga, perorangan, dan badan hukum.

BWI sudah mulai melakukan uji Lembaga sertifikasi Badan Wakaf Indonesia sebanyak tiga kali.

Pertama, yaitu uji lembaga sertifikasi dilakukan pada tanggal 8 November 2021 yang diikuti oleh 35 peserta Nazhir yang sudah terdaftar di Badan Wakaf Indonesia (BWI). Pada kegiatan awal uji sertifikasi ini dilakukan secara gratis dimana semua biaya ditanggung oleh Badan Wakaf Indonesia. Semua Nazhir sejumlah 34 orang dinyatakan lolos seleksi menjadi nazhir profesionalitas.

Kedua Lembaga Pendidikan dan Pelatihan serta Lemabaga Sertifikasi Profesi  (LSP) Badan Wakaf Indonesia menggelar Pelatihan dan Sertifikasi Nazhir Kompetensi gelombang ke 2 dan ke 3 di Hotel Sofyan, Cikini, Menteng, Jakarta, pada  Jumat (14/01/2022). Kegiatan pelatihan dan sertifikasi Nazhir diikuti oleh puluhan Nazhir dari lembaga Nazhir seluruh Indonesia. Penyelenggaraan acara ini dilakukan secara mandiri, artinya peserta mendaftar mandiri dan melakukan pembiayaan mandiri. Ini menjadi terobosan yang sangat bagus untuk para nazhir ke depan.

3.   Mengadakan aplikasi e-services yaitu pendaftaran nazhir secara online.

Badan Wakaf Indonesia (BWI) meluncurkan Aplikasi e-Services Pendaftaran Nazhir dalam rangka memudahkan masyarakat mendaftar sebagai Nazhir serta memperkuat tata kelola dan Integrasi Data Wakaf Nasional guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan wakaf.

Aplikasi e-Services Pendaftaran Nazhir yang dapat diakses melalui link layanan.BWI.go.id ini, selain memudahkan masyarakat yang akan mendaftar sebagai Nazhir, juga dilengkapi dengan layanan pendataan harta benda wakaf. Layanan ini mewajibkan para nazhir yang sudah terdaftar untuk menginput data harta benda wakaf yang telah diterima secara berkala. Dengan demikian, update data penghimpunan harta benda wakaf secara nasional dapat diketahui dengan cepat dan akurat. Ke depan, aplikasi e-Service ini akan dikembangkan untuk membuat tata kelola wakaf nasional semakin baik dan transparan. Beberapa fitur yang akan menyusul segera adalah laporan bulanan dan laporan enam bulanan nazhir, usulan ruislag, aplikasi akuntansi nazhir serta fitur aduan nazhir dan masyarakat.

4.   E-Reporting

BWI membuat program bagi nazhir yang sudah mendapatkan sertifikasi yaitu membuat laporan setiap bulan secara baku berkaitan dengan pengelolaan wakaf. Laporannya mengacu kepada kaidah-kaidah Akutansi wakaf yang sudah di buat oleh IAI. Seluruh nazhir wajib menerapkan PSAK (pedoman Standar Akutansi Wakaf).

Fungsi dibuat reporting ini supaya dapat mengawasi dan memantau kinerja nazhirdan dapat mengupdate data penghimpunan harta benda wakaf secara nasional.

Dari berbagai program BWI diatas kita bisa melihat bahwa ada lompatan besar peranan BWI dalam membina Nadzhir meskipun, belum maksimal dalam melaksanakan pembinaan Nadhir. Namun upaya ini sangat bagus�� dilakukanBWI sebagai langkah awal dalam melakukan pembinaan Nadhir secara profesional.

 

 

 

 

 

Kendala Nazhir dalam Mengelola Wakaf dengan Baik

Dalam menjalankan tugas sebagai nazhir kendala yang sering ada di dalam pengelolaan wakaf itu terjadi karena beberapa hal di antaranya yaitu:

1.   Kurangnya Literasi

Literasi menjadi sangat penting bagi masyarakat khususnya kepada para pelaku wakaf yaitu nazhir, wakif dan masyarakat karena kurangnya pengetahuan berkaitan dengan wakaf dan ketentuanya, yaitu: syarat dan rukun wakaf, tugas dan wewenang nazhir, pentingnya legalitas akta ikrar wakaf. Hal ini yang menjadi salah satu problem wakaf belum dapat dikelola dengan baik. Sehingga, banyak sekali masalah wakaf yang kasusnya dibawa ke pengadilan agama. Antara lainkasusnya adalah harta benda wakaf yang digugat keturunannya, seorang nazhir yang belum mendaftarkan legalitasnya, nazhir yang tidak dapat menjaga dokumen penting dari harta benda wakaf dan lain-lain. Semua problem ini bersumber dari minimnya pengetahuan mengenai perwakafan.

Kurangnya literasi ini karena minimnya pengetahuan dari berbagai kalangan baik itu pemerintah, masyarakat, pihak yang berwakaf (wakif), bahkan Nazhir sebagai pengelola wakaf. Padahal jika dikelola dan dikembangkan secara baik dan produktif, wakaf di Indonesia sangat besar potensinya. Jika masyarakatnya faham betul dengan manfaat pengelolaan yang baik dalam bidang wakaf, zakat dan shadaqoh, maka ini akan menjadi potensi besar dalam membantu mengentaskan kemiskinan di Negara Indonesia.

Harapannya, semua instansi baik pemerintah, kementrian agama, BWI dan masyarakat saling bergandengan tangan dan bekerjasama untuk dapat memberikan edukasi dan pengetahuan akan pentingnya pengelolaan wakaf yang produktif dan baik. Sehingga, dapat mengatasi problem berkaitan dengan wakaf.

2.   Belum maksimal ��dalam pendataan akta ikrar wakaf.

Akta ikrar wakaf sangat penting, karena dengan disahkannya akta ikrar wakaf maka reporter pelaksanaan wakaf sudah jelas. Wakifnya sudah ditentukan, nazhirnya sudah ditentukan, objek wakafnya sudah ditentukan. Jika data ini lengkap, maka Badan Wakaf Indonesia dapat memberikan pembinaan terhadap nazhir tersebut. Sebaliknya, jika wakaf itu tidak diikrar-wakafkan maka wakaf itu tidak dapat direport diawasi dengan baik, nazhir belum terdata, sehingga akan terlewatkan mendapatkan pembinaan.

Dalam hal ini perlu adanya sosialisasi dari pihak yang berwenang dalam perwakafan untuk mendata lebih ketat terhadap badan lembaga, individu, organisasi yang wakafnya belum disahkan atau belum diaktaikrar-wakafkan untuk segera melakukan akta ikrar wakaf. Bila perlu semua menjalankan tugas pendataan ini dengan maksimal karena yang menjadi dasar nazhir yang belum mendapatkan pembinaan dari Badan Wakaf Indonesia adalah nazhir yang belum terdata. Dalam hal ini tidak hanya KUA yang menjalankan tugas dalam pendataan akta ikrar wakaf, semua instansi yang berwenang ikut terjun ke lapangan bila perlu ke seluruh pelosok negri. Agar dapat mengetahui besarnya potensi wakaf di Indonesia yang dapat diproduktifkan. Begitupun agar nazhir dapat mendapatkan pembinaan yang baik dari lembaga Badan Wakaf Indonesia.

3.   Kurangnya Sumber Daya Manusia dalam mengatur perwakafan.

Minimnya Sumber Daya Manusia menjadi salah satu problem dalam pembinaan nazhir secara profesional, karena banyaknya nazhir di Indonesia sehingga membutuhkan SDM yang dapat membantu dalam mengatur masalah perwakafan ini. Harapannya SDM juga yang memiliki pengetahuan tentang wakafnya luas dan dalam. Seharusnya lembaga-lembaga instansi yang menangani perwakafan dapat menggandeng para mahasiswa, ataupun santri yang suka rela dapat membantu dalam pendataan Nazhir dan mendampingi nazhir dalam mengelola wakaf. Dengan demikian para nazhir mendapatkan pendampingan atau bimbingan nazhir yang profesional sesuai dengan bidangnya secara maksimal dan merata

 

Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada uraianpembahasan di atas adalah kendala Nazhir tidak dapat mengelola wakaf dengan baik diantaranya yaitu: kurangnya literasi, nazhir yang belum berkompeten dalam mengelola wakaf, belum maksimal dalam pendataan akta ikrar wakaf.

Program badan wakaf indonesia dalam membina nazhir secara profesionalitas adalah: merumuskan standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), membentuk Lembaga Sertifikasi Badan Wakaf Indonesia (LSBWI),dan mengadakan aplikasi e-servisis yaitu pendaftaran nazhir secara online, E-Reporting..

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Isfandiar, Ali Amin. (2008). Tinjauan Fiqh Muamalat Dan Hukum Nasional Tentang Wakaf Di Indonesia. La_Riba: Jurna; Ekonomi Islam, 2(1), 51�73. Google Scholar

 

Ishaq, Ishaq. (2017). Metode Penelitian Hukum Dan Penulisan Skripsi, Tesis, Serta Disertasi. Alfabeta. Google Scholar

 

Kasdi, Abdurrahman. (2016). Peran Nadzir Dalam Pengembangan Wakaf. Ziswaf: Jurnal Zakat Dan Wakaf, 1(2), 1�14. Google Scholar

 

Nurhayati, Siti. (2020). Kajian Tentang Pengembangan Wakaf Tunai Melalui Koperasi Syariah. Google Scholar

 

Presiden, R. I. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional-[Peraturan]. Google Scholar

 

Rasjid, Sulaiman, & Islam, Fiqih. (2012). Cet. Ke-57. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Google Scholar

 

Wahyudi, Melky. (2004). Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Tunai Pada Lembaga Tabung Wakaf Indonesia. Google Scholar

 

Copyright holder:

Mufarochah, Wirdyaningsih (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: