Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

MERDEKA BELAJAR DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN YANG MEMBEBASKAN PAULO FREIRE

 

Wiwin Wulandari, Endang Fauziati

Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia

Email [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Pada tahun 2020 ini dunia dihadapkan dengan tantangan baru, yakni industri 4.0. Kita telah masuk ke era baru industri yang biasa disebut dengan data technology. Pada titik ini, hampir semua aspek kehidupan akan bergantung pada teknologi, khususnya machine learning, AI, dan robot. Untuk menghadapi revolusi 4.0, pemerintah melalui kemdikbud memulai revolusi Pendidikan dengan mengusung konsep merdeka belajar. Program �Merdeka Belajar� merupakan program kebijakan yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim. Merdeka Belajar bertujuan untuk mengembalikan system Pendidikan nasional kepada esensi undang-undang dengan memberi kebebasan kepada sekolah, guru, dan peserta didik untuk bebas berinovasi, bebas untuk belajar dengan mandiri dan kreatif. Apabila kita telaah lebih dalam dan lebih kritis, program �Merdeka Belajar� nampaknya serupa dengan konsep Pendidikan yang membebaskan yang diungkapkan oleh tokoh filsafat Pendidikan Paulo Freire.Konsep Pendidikan yang ditawarkan Freire adalah metode hadap masalah sebagai alternatif untuk melawan Pendidikan gaya bank. Metode hadap masalah lebih menekankan pada proses dialogis. Bagi Freire, Pendidikan yang membebaskan adalah Pendidikan yang menumbuhkan kesadaran kritis transitif. Hal itu ditandai dengan kedalaman menafsirkan masalah-masalah, percaya diri dalam berdiskusi, mampu menerima dan menolak.� Hal ini senada dengan dengan program merdeka belajar yang digagas Nadiem Anwar Makariem bahwa proses pembelajaran tidak hanya terjadi satu arah antara guru dengan peserta didik, tetapi memfasilitasi peserta didik untuk belajar dari berbagai macam sumber. Peserta didik ditantang untuk berpikir kritis dengan analis yang baik. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data library research atau studi literatur.

 

Kata Kunci: merdeka belajar; pendidikan yang membebaskan; paulo freire

 

Abstract

In 2020, the world is faced with a new challenge, namely industry 4.0. We have entered a new era of industry commonly known as data technology. At this point, almost all aspects of life will depend on technology, especially machine learning, AI, and robots. To face the 4.0 revolution, the government through the Ministry of Education and Culture started an education revolution by carrying out the concept of independent learning. The "Freedom of Learning" program is a policy program launched by the Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia for the Advanced Indonesia Cabinet, Nadiem Anwar Makarim. Merdeka Learning aims to return the national education system to the essence of the law by giving freedom to schools, teachers and students to be free to innovate, free to learn independently and creatively. If we examine deeper and more critically, the "Freedom of Learning" program seems to be similar to the concept of liberating education expressed by the educational philosopher Paulo Freire. The problem-solving method emphasizes the dialogical process. For Freire, liberating education is education that fosters transitive critical awareness. It is characterized by the depth of interpreting problems, confident in discussing, able to accept and reject. This is in line with the independent learning program initiated by Nadiem Anwar Makariem that the learning process does not only occur in one direction between teachers and students, but facilitates students to learn from various sources. Learners are challenged to think critically with good analysts. This research method uses qualitative research with library research data collection methods or literature studies.

 

Keywords: free learning; liberating education; paulo freire

 

Pendahuluan

Pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system Pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mncerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-undang.

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia no.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa�� sistem�� pendidikan�� nasional�� harus�� mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Di era 4.0 struktur social mengalami perubahan secara signifikan, ikatan social bergantung pada teknologi, beberapa jenis pekerjaan hilang, masyarakat mempunyai peluang yang sama dan daya kompetitif yang tangguh. Dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber daya manusia, Menteri Pendidikan dan kebudayaan mencanangkan program �Merdeka Belajar� yang dijadikan arah pembelajaran kedepan.

Merdeka belajar bermakna memberikan kesempatan belajar secara bebas dan nyaman kepada siswa untuk belajar dengan tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka. Dengan demikian masing-masing mereka tumbuh dan berkembang sesuai potensi dan kemampuannya.

Dalam konteks merdeka belajar, bahwa dalam belajar harus dilakukan dengan membangun kemauan dan semangat, mewujudkan kebebasan untuk menyatakan pikiran, dan bebas dari segala bentuk rasa ketakutan.

Konsep merdeka belajar mempunyai relevansi dengan system Pendidikan yang digagas oleh tokoh filsafat Pendidikan yaitu Paulo Freire. Freire menawarkan konsep Pendidikan metode hadap masalah sebagai alternatif untuk melawan Pendidikan gaya bank.

Bagi Freire pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran kritis transitif. Dalam proses belajar yang demikian kontradiksi guru-murid (perbedaan guru sebagai yang menjadi sumber segala pengetahuan dengan murid yang menjadi orang yang tidak tahu apa-apa) tidak ada. Peserta didik tidak dilihat dan ditempatkan sebagai obyek yang harus diajar dan menerima. Demikian pula sebaliknya guru tidak berfungsi sebagai pengajar. Guru dan murid adalah sama-sama belajar dari masalah yang dihadapi. Guru dan peserta didik bersama-sama sebagai subyek dalam memecahkan permasalahan. Guru bertindak dan berfungsi sebagai koordinator yang memperlancar percakapan dialogis. Ia adalah teman dalam memecahkan permasalahan. Sementara itu, peserta didik adalah partisipan aktif dalam dialog tersebut. Materi dalam proses pendidikan yang demikian tidak diambil dari sejumlah rumusan baku atau dalil dalam buku paket tetapi sejumlah permasalahan. Permasalahan itulah yang menjadi topik dalam diskusi dialogis itu yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami oleh peserta didik dalam konteksnya sehari-hari.

Gagasan Freire dapat dijadikan sebagai refleksi terhadap kebijakan Pendidikan di Indonesia. Penelitian ini membahas tentang program �Merdeka Belajar �sebagai arah pembelajaran ke depan yang akan dikontekskan dengan pemikiran Freire tentang Pendidikan yang membebaskan.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yaitu library research (Sugiyono, 2018). Menurut (Sari & Asmendri, 2020) bahwa metode library research adalah suatu teknik pengumpulan data dengan melakukan pencarian dan membaca berbagai buku, literatur, catatan, serta berbagai laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang diinginkan penulis. Penulis juga mengambil sumber-sumber dari jurnal on line yang relevan dengan materi yang dibahas penulis.

 

Hasil dan Pembahasan

1.   Pengertian Merdeka Belajar

Merdeka belajar bermakna kemerdekaan belajar, yakni memberikan kesempatan belajar sebebas-bebasnya dan senyaman-nyamannya kepada anak didik untuk belajar dengan tenang, santai dan gembira tanpa stres dan tekanan dengan memperhatikan bakat alami yang mereka punyai, tanpa memaksa mereka mempelajari atau menguasai suatu bidang pengetahuan di luar hobi dan kemampuan mereka, sehingga masing-masing mereka mempunyai portofolio yang sesuai dengan kegemarannya.

Pendidikan yang memerdekakan paling tidak dapat dipahami dalam beberapa pemahaman yakni: Pertama, pendidikan yang memerdekakan adalah pola pendidikan yang menanamkan nilai-nilai yang benar dan mengubahkan individu yang belajar.

Kedua, pendidikan yang memerdekakan ialah pendidikan yang disajikan dengan mengedepankan nilai harkat dan martabat manusia, karena itu harus dijauhkan praktik-praktik diskriminasi dan klasterisasi bagi peserta didik.

Ketiga, pendidikan yang memerdekakan ialah pendidikan yang merestorasi kehidupan manusia, secara khusus dalam praktek kehidupan.

Dalam seminar nasional �Peran Strategis Provinsi/ Kabupaten Kota dalam Implementasi Merdeka Belajar� yang diselenggarakan di Universitas Jakarta pada tanggal 10 Maret 2020 anggota DPD/ MPR RI 2019-2024, Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, SH, M.Si menyampaikan bahwa Merdeka Belajar adalah kemerdekaan berpikir dimana esensi kemerdekaan berpikir ini harus ada di guru terlebih dahulu. Tanpa terjadi di guru, tidak mungkin bisa terjadi di murid.

Dalam pidato pada saat memperingati Hari Guru Nasional tanggal 25 November 2019, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makariem menyampaikan bahwa inti dari Merdeka Belajar adalah sekolah, guru, dan murid memiliki kebebasan dalam arti bebas untuk berinovasi, bebas untuk belajar dengan mandiri dan kreatif.

Jadi Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim. Esensi kemerdekaan berpikir, menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.

Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.

2.   Program Merdeka Belajar

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Anwar Makariem mencanangkan program kebijakan �Merdeka Belajar� untuk mengembalikan��� sistem��� pendidikan��� nasional kepada esensi undang-undang dengan memberi kebebasan kepada sekolah, guru dan murid untuk bebas� berinovasi,� bebas� untuk� belajar� dengan mandiri dan kreatif, dimana kebebasan berinovasi ini� harus� dimulai� dari� guru� sebagai� penggerak pendidikan nasional. Kebijakan program �Merdeka Belajar� diluncurkan agar supaya kualitas SDM Indonesia terutama di era revolusi industry 4.0 dapat terwujud. Kebijakan program �Merdeka Belajar� meliputi empat pokok kebijakan yaitu Penilaian USBN Komprehensif, UN diganti dengan assessment penilaian, RPP dipersingkat dan zonasi PPDB lebih fleksibel.

Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd, selaku guru besar tetap Universitas Negeri Jakarta sekaligus Ketua Umum Pengurus Besar PGRI dalam Seminar Nasional �Merdeka Belajar:� Aplikasinya Dalam Manajemen Pendidikan dan Pembelajaran Di Sekolah � yang diselenggarakan di Universitas Negeri Jakarta, pada tanggal 10 Maret 2020 menyampaikan� empat program� kebijakan �Merdeka� Belajar�� yaitu sebagai berikut.

 

Gambar 1

Kebijakan Pendidikan Nasional �Merdeka Belajar� (Rosyidi & PGRI, 2020)

 

Hal senada juga disampaikan oleh Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, SH, M.Si dalam Seminar Nasional �Peran Strategis Provinsi/ Kabupaten Kota dalam Implementasi Merdeka Belajar: � yang diselenggarakan di Universitas Negeri Jakarta, pada tanggal 10 Maret 2020 memaparkan empat program� kebijakan �Merdeka� Belajar�� yaitu sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

Gambar 2

Program Merdeka Belajar (Sherly, Dharma, & Sihombing, 2021)

 

Keempat program merdeka belajar dapat dijabarkan sebagai berikut:

1.   USBN 2020

Sebelumnya berdasarkan Permendikbud No. 4 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh pemerintah Pasal 1 ayat 4 Ujian Sekolah selanjutnya disingkat US adalah kegiatan pengukuran� dan� penilaian kompetensi� peserta� didik yang dilakukan satuan pendidikan terhadap standar kompetensi lulusan untuk mata pelajaran yang tidak diujikan dalam USBN dilaksanakan�� oleh�� Satuan Pendidikan pada� SD/MI/SDTK� dan� Program Paket A/Ula, ayat 5 Ujian �Sekolah� Berstandar Nasional yang selanjutnya� disingkat USBN adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi peserta didik yang dilakukan Satuan Pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar. Kemudian pasal 2 ayat 1 penilaian hasil belajar oleh satuan Pendidikan dilaksanakan melalui USBN dan US. Dengan demikian konsep pelaksanaan Ujian Sekolah berbasis Nasional.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional, Pasal 2 ayat 1 Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan merupakan penilaian hasil belajar oleh Satuan Pendidikan yang bertujuan untuk menilai pencapaian standarkompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran.� Selanjutnya pada pasal 5 ayat 1 Bentuk Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berupa: a. portofolio; b. penugasan; c. tes tertulis; dan/atau d. bentuk kegiatan lain yang ditetapkan Satuan Pendidikan sesuai dengan kompetensi yang diukur berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.

Kemudian Pasal 6 ayat 1 Peserta didik dinyatakan lulus dari���� satuan/program pendidikan setelah: a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran; b. memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik; dan c.��� mengikuti Ujian yang diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan.

Ayat 2 Kelulusan peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh satuan/program pendidikan yang bersangkutan. Jika kita mengacu pada Permendikbud No. 43 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ujian yang diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional menunjukkan bahwa sekolah dan guru merdeka dalam menilai hasil belajar siswa.

2.   UN

Ujian Nasional adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan. Berdasarkan Permendikbud No. 4 Tahun 2018 tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan dan Penilaian Hasil Belajar oleh pemerintah pasal 1 ayat 6 bahwa Ujian Nasional yang selanjutnya disingkat UN adalah kegiatan pengukuran capaian kompetensi lulusan pada mata pelajaran tertentu�� secara�� nasional�� dengan mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan. Pasal 2 ayat 2 Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilaksanakan melalui UN.� kemudian diganti menjadi Permendikbud�� Nomor�� 43�� Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan bahwa UN tahun 2020 merupakan UN terakhir. Selanjutnya di tahun 2021 UN akan diganti dengan istilah Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Asesmen dimaksud���� untuk mengukur kemampuan peserta didik untuk bernalar menggunakan bahasa dan literasi, kemampuan bernalar menggunakan matematika atau numerasi dan penguatan pendidikan karakter. Namun karena penyebaran covid 19 yang terus meningkat, Mendikbud resmi meniadakan ujian nasional (UN) dan ujian kesetaraan tahun 2021.

Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Peniadaan Ujian Nasional dan Ujian Kesetaraan serta Pelaksanaan Ujian Sekolah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 yang diteken Nadiem pada 1 Februari 2021. Peserta didik dinyatakan lulus setelah menyelesaikan program pembelajaran yang dibuktikan dengan rapor tiap semester, memperoleh nilai perilaku minimal baik, dan mengikuti ujian yang diselenggarakan satuan pendidikan. Adapun ujian yang dimaksud dilakukan dalam bentuk penugasan, tes secara daring, portofolio berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap, dan prestasi sebelumnya, serta kegiatan penilaian lain yang ditetapkan satuan pendidikan.

3.   RPP. Hal-hal yang harus diperhatikan berdasarkan Surat Edaran Mendikbud Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Penyederhanaan RPP, meliputi: (1) Penyusunan RPP dilakukan dengan prinsip efisien, efektif dan berorientasi pada siswa; (2) dari 13 komponen RPP yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah disederhanakan menjadi komponen inti yang terdiri dari tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran dan penilaian pembelajaran (assessment) yang wajib dilaksanakan oleh guru dan komponen lainnya hanya sebagai pelengkap; (3) sekolah, kelompok guru mata pelajaran dalam sekolah, Kelompok Kerja Guru/ Musyawarah Guru Mata Pelajaran (KKG/ MGMP) dan individu secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan dan mengembangkan� format� RPP� secara mandiri untuk sebesar-besarnya keberhasilan belajar siswa. Guru dan siswa akan lebih interaktif, dinamis pada saat kegiatan pembelajaran dengan model dan strategi pembelajaran yang lebih atraktif dan tidak kaku dengan adanya kemerdekaan dalam penyusunan RPP ini.

4.   Ppdb.� Permendikbud�� Nomor�� 44�� Tahun�� 2019 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (Ppdb) 2020, Sebagaimana Dinyatakan Pada Pasal 11, Persentase Pembagiannya Meliputi: (1) Untuk Jalur Zonasi Paling Sedikit 50 Persen; (2) Jalur Afirmasi Paling Sedikit 15 Persen; (3) Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua/Wali Lima Persen; Dan (4) Jalur Prestasi (Sisa Kuota Dari Pelaksanaan�� Jalur�� Zonasi,� Afirmasi�� Dan Perpindahan Orang Tua /Wali (0-30 Persen). Terdapat Perubahan Kebijakan Ppdb Pada Tahun-Tahun Sebelumnya Yaitu: (1) Kuota Jalur Berprestasi, Semula 15 Persen, Menjadi 30 Persen; Dan (2) Adanya Jalur Afirmasi, Yang Ditujukan Terutama Bagi Mereka Yang Memegang Kartu Indonesia Pintar (Kip). Dengan Demikian Untuk Siswa Berprestasi Diluar Jalur Zonasi Memiliki Peluang Lebih Banyak Untuk Bersekolah Disekolah Terbaik Yang Diinginkannya.� Begitu Pula Siswa Dalam Zonasi Memiliki Peluang Sangat Tinggi Untuk Bersekolah Disekolah Terbaik Yang Dekat Dengan Tempat Tinggalnya. Hal Ini Dapat Mendorong Hilangnya Diskriminasi Bagi Siswa Untuk Bersekolah Disekolah-Sekolah Terbaik.

3.   Pendidikan Yang Membebaskan Paulo Freire

Paulo Freire adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Bagi dia, sistem pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin tetapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena pendidikan yang demikian hanya menguntungkan penguasa maka harus dihapuskan dan digantikan dengan sistem pendidikan yang baru. Sebagai jalan keluar atas kritikan� tajam itu maka Freire menawarkan suatu sistem pendidikan alternatif yang menurutnya relevan bagi masyarakat miskin dan tersisih. Kritikan dan pendidikan altenatif yang ditawarkan Freire itu menarik untuk dipakai menganalisis permasalahan pendidikan di Indonesia. Walaupun harus diakui bahwa konteks yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran yang kontroversial mengenai pendidikan itu berbeda dengan konteks Indonesia. Namun di balik kesadaran itu, ada keyakinan bahwa filsafat pendidikan yang ada di belakang pemikiran Freire dan juga metodologi pendidikan yang ditawarkan akan bermanfaat dalam �membedah� permasalahan pendidikan di Indonesia.

Pandangan Paulo Freire tentang pendidikan tercermin dalam kritikannya yang tajam terhadap sistem pendidikan dan dalam pendidikan alternatif yang ia tawarkan. Baik kritikan maupun tawaran konstruktif Freire keduanya lahir dari suatu pergumulan dalam konteks nyata yang ia hadapi dan sekaligus merupakan refleksi filsafat pendidikannya yang berporos pada pemahaman tentang manusia.

Gagasan tentang Pendidikan yang membebaskan merupakan hal yang tidak bisa lepas dari sosok Paulo Freire. Pendidikan yang membebaskan adalah upaya untuk membebaskan individu dari segala bentuk ketertindasan yang ia alami. Yang dimaksud dengan penindasan menurut Freire adalah apabila si A dieksploitasi secara objektif oleh si B. Dalam hal ini, penindasan adalah segala bentuk upaya penguasa yang karena faktor unggul dalam segi modal dapat melakukan penindasan yang secara tidak langsung mempunyai tujuan melanggengkan kekuasaannya. Sehingga menurut�� Freire�� inilah�� yang�� disebut sebagai dehumanisasi yang melahirkan kemiskinan dan ketidakadilan dari akibat penindasan secara struktur yang tidak adil (Syaikhudin, 2012).

Freire berpendapat bahwa pendidikan berpusat pada hakikat manusia dan pembebasan sebagai proses humanisasi. Menurut Freire, konsep dasar manusia adalah penguasa atas dirinya sendiri, maka ia menjadi merdeka, dalam arti bebas bisa melakukan apapun sesuai dengan pilihannya sendiri, dalam hal berpikir, berkreasi, dan berinovasi.

Yang dimaksud pendidikan humanisme adalah proses pendidikan yang menganut aliran filsafat humanisme dimana proses pendidikan yang menempatkan manusia sebagai objek terpenting dalam Pendidikan. Aliran filsafat humanisme inilah yang dicita-citakan oleh Freire bahwa manusia adalah subjek atau pelaku utama dalam pendidikan (Djatman, 2005:109). Manusia memiliki kekuasaan atas kebebasan dalam melakukan sesuatu yang terbaik bagi dirinya sendiri. Maka dari itu kedudukannya sangatlah tinggi karena dibekali potensi-potensi kebebasan terutama dalam hal pendidikan. Pendidikan secara bebas berhak didapatkannya demi mengembangkan kemampuan potensinya. Menurut Freire pemikiran humanisme lebih mengarah pada �pembebasan� yaitu bebas dari ketertindasan dan keterbelengguan dan segala hal tentang kebebasan manusia yang terganggu dari apapun (Freire, 2007). Pendidikan yang humanis sangat ditekankan dalam aliran filsafat Pendidikan Freire yaitu Pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan yang bersifat membelenggu atau menindas sangat ditentang oleh Freire karena hanya melahirkan kebudayaan bisu.

 

 

 

Menurut Freire terdapat beberapa konsep sentral dalam Pendidikan yang membebaskan, yaitu: (Rahma, 2017:85).

1.   Penyadaran

2.   Pendidikan hadap masalah

3.   Alfabetisasi

Pendidikan gaya bank menurut Freire bahwa peserta didik hanya sebagai wadah yang selayaknya diisi. Peserta didik hanya dipandang sebagai objek saja. Kegiatan pembelajaran yang terjadi hanya satu arah yaitu dari guru ke siswanya.� Model Pendidikan seperti ini yang disebut model Pendidikan gaya bank. Pendidikan gaya bank Freire juga bisa diartikan guru sebagai pemberi, mengarahkan kepada peserta didik untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, di mana pengetahuan dari guru ditransfer ke dalam otak peserta didik dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Peserta didik hanya menampung apa saja yang disampaikan guru. Di sinilah ditemukan pendidikan yang tidak humanis. Secara tidak sadar, terjadilah proses penindasan. Guru sebagai subyek yang serba tahu tidak memberikan kebebasan. Pendidikan gaya bank juga bisa diartikan bahwa mereka yang memiliki pengetahuan memberikan pengetahuan kepada mereka yang tidak memiliki pengetahuan sebagai sebuah anugerah. Salah satu ciri sebuah penindasan adalah menganggap bodoh orang lain secara mutlak. Contoh pendidikan gaya bank yang terjadi dikelas adalah pembelajaran yang tidak interaktif, pembelajaran monolog yang terjadi.

Freire sangat mengecam proses pembelajaran seperti ini. Pendidikan gaya bank ini dianggap tidak manusiawi. Maka Freire mengeluarkan gagasannya tentang Pendidikan hadap masalah. Pendidikan hadap masalah sebagai solusi atas Pendidikan gaya bank. Konsep Pendidikan hadap masalah memberikan solusi membangkitkan kesadaran peserta didik akan realitas kehidupan dan permasalahannya bukan lagi membelenggu dan menindas peserta didik. Di dalam konsep hadap masalah bahwa guru dan peserta didik memiliki posisi yang sejajar sehinga terjadi dialog.

Hakekat dialog adalah kata tepapi bukan hanya sekedar alat dialog, tetapi kata menemukan dua dimensi yaitu refleksi dan tindakan (Arief, 2012).

Menurut Freire (2007) sebagai prasyarat dalam pendidikan dan mampu menguak realita yang terjadi dalam konsep pendidikan hadap masalah yaitu dengan dialog. Sehingga dalam praktek pembelajaran akan tercipta guru dan peserta didik yang kritis karena terjadinya dialog. Dengan kata lain, konsep Pendidikan hadap masalah merupakan kebalikan daripendidikan gaya bank.

Konsep Pendidikan hadap masalah bisa dikatakan berhasil apabila peserta didik sudah mampu menyadari dengan kritis informasi yang telah diterima, kemudian bertanya kepada diri sendiri seberapa penting informasi itu dengan dirinya dan bagaimana bersikap terhadap informasi yang didapatkan. Konsep Pendidikan hadap masalah beranggapan bahwa Pendidikan dialogis berlaku sebagai pembuka realita maka dengan Pendidikan dialogis akan membuat guru dan peserta didik terdorong untuk memiliki skill critical thinking.

Bagaimana guru dan peserta didik memiliki kepekaan untuk mencari pemecahan masalah disekilingnya. Pendidikan yang membebaskan dalam konteks konsep �Merdeka Belajar�.

Mendikbud Nadiem Anwar Makarim melakukan gebrakan program �Merdeka Belajar� yaitu dengan mengeluarkan kebijakan penyederhanaan RPP satu lembar. Guru yang dulunya harus menyusun RPP yang terdiri dari sebelas komponen RPP disederhanakan menjadi 3 komponen RPP. Guru memiliki kemerdekaan bereekspresi dan berinovasi dalam merancang desain pembelajaran. Seperti konsep Pendidikan membebaskan Freire, Guru tidak lagi terbelenggu dalam hal tugas administrasi penyusunan RPP yang berlembar-lembar.

Gebrakan berikutnya adalah mengubah UJian Nasional sebagai syarat kelulusan menjadi AKM (Assesmen Kompetensi Minimum) dan survey karakter. Tiap- tiap sekolah akan memiliki rapor sekolah melalui AKM ini. Jadi AKM bukan merepresentasikan rapor setiap peserta didik melainkan rapor sekolah itu sendiri. Sejauh mana dan bagaimana pencapaian sekolah tersebut. Jika kita telaah lebih mendalam gebrakan kebijakan penghapusan UN sejalan dengan pemikiran Freire konsep Pendidikan membebaskan bahwa Pendidikan harus mampu menciptaka kesadaran setiap individu untuk terlibat dalam mencari solusi atas peemasalahan hidupnya tidak hanya sekedar menghafal dan mentransfer pengetahuan semata. Alasan Nadiem Makarim meniadakan UN dan menggantinya dengan AKM bahwa kualitas Pendidikan tidak akan terwujud jikalau system Pendidikan hanya berorientasi pada kemampuan menghafal.

Adanya pergeseran paradigma Pendidikan bahwa peserta didik harus mempunyai 4C skill yaitu communicative, collaborative, crative, dan critical thinking. Hal ini senada yang disampaikan mendikbud bahwa yang lebih penting dalam Pendidikan adalah kreativitas, kemampuan bekerja sama, bukan hanya diukur dalam tes atau ujian pilihan ganda. Untuk itu kita pengajar harus mampu meciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan didalam kelas. Beliau juga mengatakan bahwa ujian kelulusan masih ditentukan oleh dinas atau pemerintah belum bisa dikatakan merdeka belajar. Sekolah itu sendiri yang menentukan kelulusan dan ujian sekolah. Pemerintah tidak bisa menentukan kelulusan setiap peserta didik (CNN, 2020).

Konsep Pendidikan Freire menempatkan invidu sebagai subjek yang lebih mengedepankan dialog atau diskusi. Kebijakan mendikbud sama dengan gagasan yang ditawarkan oleh Freire pendidikan yang membebaskan untuk mendobrak pendidikan gaya bank yaitu dengan alternatif metode hadap masalah. Metode ini lebih bersifat dialogis, menempatkan peserta didik sebagai subjek yang mampu menentukan keinginannya sendiri.

Sepenggal kalimat dalam pidatonya, mendikbud menyerukan ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar. Berikan kesempatan kepada peserta didik� untuk mengajar di kelas. Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas. Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri. �(Debora, 2019). Gagasan Freire tentang refleksi dan aksi sama dengan arah konsep Pendidikan yang digagas pemerintaah saat ini. Bahwa guru dan peserta didik harus melakukan proses refleksi pada saat pembelajaran. Kemudian guru mampu melakukan refleksi terhadap kurikulum yang kemudian kurikulm diolah.

 

Kesimpulan

Gagasan Freire tentang konsep Pendidikan yang membebaskan relevan dengan konsep merdeka belajar yang digagas oleh Mendikbud dan Dikti Nadiem Makariem. Konsep tersebut menjelaskan bahwa Pendidikan atau kegiatan belajar mengajar tidak berjalan satu arah, yaitu tidak hanya penyampaian materi oleh pengajar kepada murid/siswa akan tetapi siswa/murid diberikan kebebasan untuk berdiskusi. Siswa/murid bersama pengajar dapat secara bersama memecahkan masalah yang dihadapi dengan menemukan solusi dari hasil diskusi. Pendidikan atau kegiatan belajar mengajar tidak melulu tentang menghafal dan mengerjakan soal. Siswa dapat diberikan sebuah proyek/kasus guna menemukan solusi dalam menyelesaikannya. Dengan cara tersebut siswa diharapkan mampu mengelaborasi pemikirannya guna menemukan solusi pemecahan sebuah kasus/proyek. Siswa diharapkan tidak terpaku pada literatur atau hafalan yang telah dipelajari. Siswa dapat mengemukakan pendapatnya apabila memiliki ide/gagasan baru dalam pemecahan masalah. Ide/gagasan yang terpikirkan dapat dijadikan bahan diskusi Bersama teman maupun pengajar guna menemukan solusi dalam pemecahan masalah. Akhirnya kemampuan dalam diri manusia sendiri dapat dikeluarkan secara maksimal baik dari segi pengetahuan maupun ide/gagasan yang dimiliki. Dengan konsep pembelajaran tersebut tujuan merdeka belajar yang diharapkan dapat tercapai dan menghasilkan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif tidak hanya terpaku pada text book yang sudah ada.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Rosyidi, Unifah, & PGRI, KUPB. (2020). Merdeka Belajar: Aplikasinya Dalam Manajemen Pendidikan & Pembelajaran di Sekolah. Modul Seminar Nasional �Merdeka Belajar: Dalam Mencapai Indonesia Maju, 2045. Google Scholar

 

Sari, Milya, & Asmendri, Asmendri. (2020). Penelitian Kepustakaan (Library Research) dalam Penelitian Pendidikan IPA. Natural Science: Jurnal Penelitian Bidang IPA Dan Pendidikan IPA, 6(1), 41�53. Google Scholar

 

Sherly, Sherly, Dharma, Edy, & Sihombing, Humiras Betty. (2021). Merdeka belajar: kajian literatur. UrbanGreen Conference Proceeding Library, 183�190. Google Scholar

 

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualiatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

 

Syaikhudin, Ahmad. (2012). Konsep pemikiran pendidikan menurut paulo freire dan ki hajar dewantoro. Cendekia: Jurnal Kependidikan Dan Kemasyarakatan, 10(1), 79�92. Google Scholar

 

Copyright holder:

Wiwin Wulandari, Endang Fauziati (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: