Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

EVALUASI KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN BERBASIS LAPORAN KEUANGAN, CAPITAL INVESTED, DAN NILAI PASAR: KASUS PERUSAHAAN SAWIT PADA PERIODE 2015-2020

 

Tjut Naridha Selsa, Eko Rizkianto

Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa keuangan dari tiga perusahaan sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum dan selama masa pandemi covid-19. Evaluasi dilakukan untuk memberikan gambaran performa keuangan yang akurat dari PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia (PP London), dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) menggunakan data keuangan selama enam tahun dari 2015 hingga 2020 dengan analisis berbasis laporan keuangan, capital invested, dan nilai pasar saham. Berdasarkan analisis berbasis laporan keuangan, SSMS merupakan perusahaan dengan ROA dan ROE paling stabil sebelum dan pada masa pandemi covid-19 akibat kenaikan total asset, equity multiplier, dan net profit margin apabila dibandingkan PP London dan AALI. Kemudian berdasarkan analisis berbasis capital invested dengan MVA, seluruh perusahaan mampu memberikan wealth creation bagi pemegang saham selama periode penelitian dimana MVA tertinggi dimiliki SSMS. Sedangkan dengan EVA memberikan hasil yang kontras, yaitu AALI dengan EVA negatif, baik sebelum dan selama pandemi covid-19 yang artinya AALI mengalami penurunan nilai ekonomis perusahaan sedangkan dua perusahaan lainnya hanya mengalami EVA negatif sebelum pandemi covid-19 berlangsung, yaitu pada 2018 dan 2019. Selanjutnya, berdasarkan analisis berbasis nilai pasar dengan PER memperlihatkan bahwa AALI unggul selama periode penelitian karena harga saham yang paling tinggi setiap tahunnya dibandingkan PP London dan SSMS meskipun pada beberapa kondisi earnings nya mengalami penurunan seiring dengan kenaikan PER. Sedangkan dengan PBV, SMSS memiliki harga saham diperdagangkan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai asetnya yang tergambar dari nilai PBV yang lebih tinggi dibanding dua perusahaan lainnya.

 

Kata Kunci:�� Evaluasi Kinerja Keuangan Perusahaan; Laporan Keuangan; Market Value Added (MVA); Economic Value Added (EVA); Price Earnings Ratio (PER); Price to Book Ratio (PBV)

 

Abstract

This study aims to evaluate the financial performance of the three oil companies that listed in Indonesia stock Exchange (BEI) before and during the Covid-19 pandemic. Evaluation is conducted to provide an accurate overview of the financial performance of PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia (PP London), and PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) using financial data for six years from 2015 to 2020 with the analysis based on the financial statements, capital invested, and the value of the stock market. Based on the financial statements analysis, SSMS has the most stable ROA and ROE before and during the covid-19 pandemic due to the increase in total assets, equity multiplier, and net profit margin when compared to PP London and AALI. Then, based on the capital invested analysis with MVA, all companies are able to provide a wealth creation for shareholders during the study period where the highest MVA owned by SSMS. While EVA gave contrasting results, namely AALI with negative EVA, both before and during the covid-19 pandemic, which means AALI decreased the economic value of the company while the other companies only experienced negative EVA before the covid-19 pandemic took place in 2018 and 2019. Furthermore, based on the analysis of the value-based market shows that AALI outperform during the study period because the its stock price is the highest in every year compared to PP London and SSMS, although in some conditions the earnings of AALI decreased along with the increase in PER. Whereas with PBV, SMSS have traded stock prices higher than the value of its assets which is evident from the value of the PBV, which is higher than the two other companies.

 

Keywords:� Company�s Financial Performance Evaluation; Financial Statement; Market Value Added (MVA); Economic Value Added (EVA); Price Earnings Ratio (PER); Price to Book Ratio (PBV)

 

Pendahuluan

Industri pertanian dengan produk olahan berupa kelapa sawit dan turunannya yang terus mengalami pertumbuhan selama 10 tahun terakhir sebesar 8% - 9% per tahun juga menjadi salah satu kontributor terbesar devisa negara dan membuat kinerja neraca perdagangan Indonesia mengalami tren positif seperti dilansir Kementerian Perindustrian dan GAPKI (Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2017). Namun, di sisi lain, seiring berjalannya waktu, terdapat banyak kendala dan masalah yang dihadapi perusahaan di industri ini, seperti masalah di lingkungan bisnis itu sendiri, politik, ekonomi, hingga yang terjadi dalam skala global seperti pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung saat ini.

Salah satu studi yang dilakukan oleh (Ding, Levine, Lin, & Xie, 2020) berjudul "Corporate Immunity to the Covid-19 Pandemic" menyatakan bahwa setidaknya ada lima aspek di perusahaan yang terkena dampak pandemi, termasuk keuangan, leverage, dan profitabilitas. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Buchheim, Dovern, Krolage, & Link, 2020) dalam penelitiannya mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terkait dengan keuangan dan profitabilitas perusahaan sebelum dan selama pandemi di mana profitabilitas perusahaan akan mengalami penurunan sekitar 2% dibandingkan dengan sebelum pandemi.

Selama pandemi, beberapa perusahaan di industri pertanian dengan produk kelapa sawit dan turunannya, yaitu PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS), PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia (PP London), dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), tercatat memiliki persentase saham paling aktif di Bursa Efek Indonesia berdasarkan volume dan nilai perdagangan selama lima tahun terakhir yang dapat diartikan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut memiliki daya tarik tinggi bagi pemegang saham atau dapat pula dikatakan bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik. Namun, berdasarkan laporan keuangan tahunan, perusahaan-perusahaan tersebut nyatanya mengalami penurunan laba bersih dan fluktuasi harga saham selama lima tahun terakhir. Guna memiliki kinerja yang baik dan bertahan di situasi pandemi, perusahaan perlu menciptakan kekayaan bagi pemegang saham nya dan memaksimalkan total value nya. Agar tujuan tersebut tercapai, perhitungan kinerja keuangan diperlukan untuk menilai daya tahan perusahaan dalam jangka panjang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa keuangan dari SSMS, PP London, dan AALI sebelum dan selama masa pandemi covid-19. Evaluasi dilakukan untuk memberikan gambaran performa keuangan yang akurat dari ketiga perusahaan tersebut dengan menggunakan data keuangan selama enam periode dari 2015 hingga 2020 dengan analisis berbasis laporan keuangan, capital invested, dan nilai pasar saham

 

Metode Penelitian

Obyek penelitian yang digunakan merupakan perusahaan-perusahaan go public yang tercatat sebagai 50 perusahaan dengan saham teraktif berdasarkan volume, value, dan frekuensi perdagangan selama kurun waktu 2015 � 2020 berdasarkan data keseluruhan industri selama secara berturut-turut, tetapi hanya pada industri agriculture plantation berupa kelapa sawit dan olahannya. Peneliti mengambil obyek penelitian hanya pada satu sektor industri dengan sub sektor dan jenis hasil produksi perusahaan yang serupa agar hasil penelitian apple to apple untuk dibandingkan dan memberikan hasil evaluasi kinerja perusahaan di antara perusahaan yang sejenis dengan akurat.

Setelah mendapatkan obyek penelitian dimaksud, maka dilakukan tahapan-tahapan pengolahan data untuk memperoleh hasil evaluasi kinerja keuangan perusahaan dari masing-masing basis analisis kinerja perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu laporan keuangan, capital invested, dan nilai pasar saham.

Analisis pertama, yaitu analisis berbasis laporan keuangan dilakukan dengan menggunakan metode DuPont analysis yang terlebih dahulu mengumpulkan komponen-komponen berupa: net income, sales atau revenue, total asset, dan total shareholders� equity atau total equity. Lebih lengkap nya, mengacu kepada RWJ (2010) bahwa metode DuPont dapat dilakukan dengan menghitung formula-formula sebagai berikut:

 

NPM = ������������������������������������������� (1)

 

TATO = ����������������������������������������� (2)

 

Equity multiplier = ������������ (3)

 

ROE = NPM x TATO x Equity multiplier ��������� (4)

 

Return on Asset (ROA) = ���������������� (5)

 

����������� Kemudian, analisis kedua, yaitu analisis berbasis capital invested yang terbagi ke dalam dua metode analisis, yaitu dengan Market Value Added (MVA) yang didapatkan dengan melakukan pengurangan pada Market Value dengan Invested Capital atau jumlah ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan, (Hillman & Keim, 2001), dimana market value sendiri didapat dengan melakukan perkalian antara banyak nya lembar saham beredar (outstanding shares) dengan harga saham (share price) tersebut. Berikut adalah formula perhitungan MVA yang digunakan penelitian ini:

 

Market value = (outstanding shares x share price)��������������������� (6)

 

MVA = [(outstanding shares x share price) � total equity]��������� (7)

 

����������� Selanjutnya, dalam analisis berbasis capital invested, penelitian ini juga menggunakan metode Economic Value Added (EVA) yang pertama kali diperkenalkan pad atahun 1991 oleh (Stewart, 1991) dalam buku "The Quest for Value", yaitu sebuah sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi perusahaan yang diperoleh dengan mengurangi laba operasi bersih setelah pajak (NOPAT) dengan biaya modal perusahaan. EVA pada penelitian ini akan tergambar dengan terlebih dahulu mengurangkan Return on Capital dengan Weighted Average Cost of Capital (WACC) dan selanjutnya mengalikannya dengan Capital Employed dengan persamaan (Tortella & Brusco, 2003) berikut:

 

EVA = [(Return on Capital - WACC) x Capital Employed]��������� (8)

 

dimana Return on Capital diperoleh dengan membandingkan NOPAT yang disesuaikan dengan modal yang digunakan, sedangkan Weighted Average Cost of Capital (WACC) diperoleh dengan menjumlahkan perkalian cost of debt dan cost of capital dengan masing-masing proporsi.

����������� Analisis selanjutnya adalah analisis berbasis nilai pasar saham yang menggunakan 2 (dua) metode, yaitu Price Earnings Ratio (PER), menurut (Nezoblin, Alexander. Madhav V. Rajan, 2016) dalam artikelnya bahwa rasio harga terhadap pendapatan dihitung sebagai nilai pasar dari ekuitas perusahaan pada tanggal tertentu yang dibagi dengan pendapatan yang diharapkan oleh perusahaan pada tahun berikutnya. Sedangkan dalam penelitian ini PER didapatkan dengan membandingkan antara share price atau harga saham saat closing sebagaimana formula perhitungan yang digunakan oleh (Arini, 2005) sebagai berikut:

 

PER = = ��� (9)

 

Dan metode Price to Book Ratio (PBV) yang mengacu pada (Novitasari & Widyarti, 2013), yaitu dengan membandingkan price per share atau harga saham saat closing dengan book value per share dimana book value per share didapatkan dengan membagi antara jumlah ekuitas yang dapat didistribusikan kepada pemilik entitas induk dengan jumlah saham beredar atau jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh pada bagian neraca.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Evaluasi Kinerja Keuangan dengan Analisis Berbasis Laporan Keuangan

Berdasarkan analisis DuPont, dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa pada tahun 2015-2017 SSMS merupakan perusahaan dengan nilai ROA paling stabil dibandingkan PP London dan Aali karena peningkatan total aset setiap tahunnya selama tahun 2015 hingga 2017. Sementara pada tahun 2018 dan 2019 semua perusahaan mengalami penurunan nilai ROA karena penurunan laba bersih yang disebabkan oleh perang dagang, kampanye hitam kelapa sawit, dan harga jual rata-rata CPO Rotterdam turun ke level terendah selama sepuluh tahun terakhir, sehingga mempengaruhi penjualan dan laba bersih.

 

Tabel 1

Perbandingan ROA SSMS, PP London, dan AALI.

Company

2015

2016

2017

2018

2019

2020

SSMS

8,42%

8,26%

8,22%

0,77%

0,10%

4,55%

PP London

7,04%

6,27%

7,83%

3,28%

2,47%

6,37%

AALI

3,23%

8,73%

8,48%

5,66%

0,90%

3,22%

Sumber: diolah oleh peneliti

 

Selanjutnya, pada tahun 2020, ketika pandemi Covid-19 terjadi, semua perusahaan mengalami peningkatan ROA akibat kenaikan laba bersih, penjualan, dan total aset atau dapat dikatakan bahwa pemanfaatan aset SSMS, PP London, dan aali untuk menghasilkan laba tidak terganggu oleh pandemi Covid-19. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ROA paling stabil, sebelum dan selama pandemi Covid-19, dimiliki oleh SSMS karena perusahaan mampu memanfaatkan asetnya untuk menghasilkan laba, yaitu rata-rata laba 5,05% yang diperoleh SSMS setiap tahun dari total aset yang dimiliki.

Tabel 2 memperlihatkan bahwa, sekali lagi, SSMS adalah perusahaan dengan nilai ROE paling stabil dibandingkan dengan PP London dan AALI karena peningkatan nilai pengganda ekuitas meskipun ROE telah turun pada 2018 dan 2019 karena nilai net profit margin (NPM) turun. Pada tahun 2020, semua perusahaan mengalami peningkatan ROE yang signifikan dibandingkan tahun 2019 karena peningkatan NPM yang berasal dari laba bersih perusahaan yang mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2020. Sehingga baik sebelum maupun selama pandemi Covid-19, SSMS adalah perusahaan yang paling efektif dalam menggunakan dana pemegang sahamnya untuk keuntungan maksimal.

 

Tabel 2

Perbandingan ROE SSMS, PP London, dan AALI

Company

2015

2016

2017

2018

2019

2020

SSMS

19,35%

17,13%

19,51%

2,13%

0,30%

11,93%

PP London

8,49%

7,75%

9,40%

3,95%

2,97%

7,49%

AALI

5,95%

12,02%

11,40%

7,81%

1,28%

4,64%

Sumber: diolah oleh peneliti

 

Kemudian Tabel 3 memberikan penjelasan bahwa Net Profit Margin atau NPM dari ketiga perusahaan selama tahun 2015 � 2020 dimana pada kurun waktu 2015 � 2017 NPM SSMS mendominasi akibat: (1) meningkatnya volume penjualan CPO yang menyumbang 89% dari total revenue diikuti dengan inti sawit 8% dan minyak inti sawit 3% dan (2) pada tahun 2016 dan 2017 terdapat penambahan jenis komoditas yg dijual oleh SSMS, yaitu TBS sehingga hal ini otomatis menambah nilai penjualan dan meningkatkan NPM SSMS. Lebih lanjut, pada 2018-2019 ketiga perusahaan mengalami penurunan akibat pertumbuhan negative dari penjualan dan pada tahun 2020 ketiga perusahaan mengalami kenaikan NPM.

 

Tabel 3

Perbandingan NPM SSMS, PP London, dan AALI

Company

2015

2016

2017

2018

2019

2020

SSMS

24,75%

21,73%

24,40%

2,34%

0,37%

14,48%

PP London

14,88%

15,41%

16,11%

8,19%

6,83%

19,66%

AALI

5,33%

14,97%

12,21%

7,97%

1,40%

4,75%

Sumber: diolah oleh peneliti

 

Padahal sebagaimana kita ketahui pada tahun ini seluruh dunia, termasuk Indonesia sedang menghadapi pandemic Covid-19. Meskipun NPM ketiga perusahaan sempat mengalami penurunan pada tahun sebelum terjadinya pandemic karena masing-masing perusahaan secara analisis horizontal mengalami pertumbuhan sales yang negative namun, pada tahun 2020, SSMS dan AALI mengalami pertumbuhan sales dan hanya PP London yang mengalami penurunan sales, yaitu sebesar 4,60% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan sales PP London ini akibat penurunan produksi PK dan TBS sebesar 10,2% yoy sehingga menyebabkan produksi CPO yang berbahan dasar TBS juga mengalami penurunan sebesar 16%. Namun, kinerja penjualan PP London tidak sepenuhnya anjlok akibat tertolong peningkatan harga jual rata-rata atau average sales price (ASP) CPO dan Karet yang masing-masing naik 29% dan 14% serta adanya penurunan beban umum administrasi dan beban penjualan serta distribusi.

B.    Evaluasi Kinerja Keuangan dengan Analisis Berbasis Capital Invested Menggunakan MVA dan EVA

Perhitungan MVA ketiga perusahaan dijabarkan pada Tabel 4 berikut dimana nilai MVA dari SSMS cukup dominan setiap tahunnya selama periode 2015 � 2020 dibandingkan dengan dua perusahaan lainnya, yaitu PP London dan AALI. Hal tersebut diakibatkan oleh outstanding shares yang dimiliki oleh SSMS juga jauh lebih banyak dibandingkan PP London dan AALI walaupun harga saham per lembar yang dimiliki oleh AALI jauh lebih besar dibandingkan SSMS dan PP London, namun diikuti dengan besarnya nilai invested capital sehingga hal tersebut turut menjadi faktor yang menyebabkan nilai MVA AALI lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lainnya.

 

Tabel 4

Perbandingan MVA SSMS, PP London, dan AALI

Company

2015

2016

2017

2018

2019

2020

SSMS

5,12

2,86

2,52

1,92

0,97

1,44

PP London

0,22

0,55

0,19

0,02

0,14

0,01

AALI

1,13

0,83

0,36

0,16

0,47

0,23

Sumber: diolah oleh peneliti

 

Lebih detailnya, pada 2015 nilai MVA ketiga perusahaan berada pada nilai yang positif hal ini disebabkan market value atau nilai pasar masing-masing perusahaan melebihi jumlah invested capital nya walaupun jumlah lembar saham yang ada pada masing-masing perusahaan berbeda. (Young S. David., 2001) mengatakan bahwa semakin besar nilai MVA, maka nilai pasar dari perusahaan akan semakin baik dengan mengasumsikan bahwa investor akan menyanggupi untuk membayar lebih untuk membeli perusahaan tersebut.

Kemudian pada tahun 2016 semua nilai MVA perusahaan objek peneltian mengalami penurunan, namun SSMS masih menduduki posisi pertama dengan nilai MVA tertinggi dibandingkan PP London dan AALI akibat adanya kenaikan pada invested capital di masing-masing perusahaan. Selanjutnya di tahun 2017 ketiga perusahaan kembali mengalami penurunan MVA yang disebabkan oleh merosotnya harga per lembar saham di pasar dibawah tahun sebelumnya sehingga diperoleh nilai pasar dari modal yang juga lebih rendah daripada nilai buku modal yang diinvestasikan.

Pada tahun 2019 hanya SSMS saja yang mengalami penurunan persentase MVA dibandingkan dengan PP London dan AALI akibat turunnya harga saham per lembar. sehingga walaupun angka invested capital mengalami sedikit penurunan sehingga menyebabkan nilai market value hasil perkalian lembar saham dengan harga per lembar saham juga mengalami penurunan drastis akibat adanya pemerosotan pada harga per lembar sahamnya. Sedangkan pada tahun 2020 hanya SSMS yang mengalami kenaikan MVA, sedangkan AALI dan PP London mengalami penurunan meskipun ketiga perusahaan tetap memberikan wealth creation bagi pemegang saham yang ditandai dengan nilai MVA yang positif.

Metode kedua yang digunakan pada analisis berbasis capital invested adalah EVA dimana terlihat perbedaan yang mencolok pada hasil EVA di Tabel 5 antara ketiga perusahaan disebabkan satuan mata uang sementara jumlah invested capital atau capital employed ketiga perusahaan juga berbeda.

 

Tabel 5

Perbandingan EVA SSMS, PP London, dan AALI

Company

2015

2016

2017

2018

2019

2020

SSMS

0,081

0,136

0,165

0,343

0,160

0,091

PP London

0,065

0,078

0,083

-0,009

-0,021

0,051

AALI

-0,073

-0,023

-0,044

-0,026

-0,136

-0,103

Sumber: diolah oleh peneliti

 

Dapat dilihat bahwa nilai EVA tertinggi dimiliki oleh SSMS setiap tahunnya diikuti dengan PP London dan terakhir AALI yang memiliki nilai EVA negatif setiap tahunnya selama 2015-2020 akibat tingkat biaya modal rata-rata tertimbang lebih rendah dibandingkan dengan return on capital nya. Sementara nilai EVA SSMS dan PP London yang tetap positif di tahun 2020 dihasilkan dari perbandingan adjusted NOPAT dengan capital yang masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat biaya modal rata-rata tertimbangnya.

Pada tahun 2016 nilai EVA SSMS, PP London, dan AALI dalam persentase secara berturut adalah 13,64%; 2,50%; dan �2,35%. EVA AALI menjadi negative akibat persentase naiknya nilai return on capital tidak sebanding dengan kenaikan persentase WACC sehingga hasil akhir EVA bernilai negative. Pada 2017, nilai return on capital dari PP London mengalami peningkatan, namun di sisi lain untuk SSMS dan AALI mengalami penurunan dimana penurunan return on capital SSMS disebabkan oleh peningkatan nilai capital employed sebanyak 25,81% tidak sebanding dengan kenaikan adjusted NOPAT sehingga hasil perbandingan antara adjusted NOPAT dan capital employed untuk mendapatkan nilai return on capital menjadi turun pada tahun tersebut.

Sedangkan pada tahun 2018 PP London mengalami penurunan nilai return on capital dan nilai WACC sehingga menyebabkan nilai EVA PP London bernilai negatif. Namun, tidak hal nya dengan SSMS dan AALI yang justru mengalami kenaikan nilai return on capital diiringi dengan penurunan pada WACC. Selanjutnya di 2019 semua perusahaan mengalami penurunan pada adjusted NOPAT, yaitu SSMS sebesar 36,00%; PP London sebesar 23,02%; dan AALI sebesar 219,39%. Penurunan yang terjadi pada SSMS diakibatkan oleh meningkatnya beban usaha yang dijadikan sebagai pengurang dalam komponen perhitungan adjusted NOPAT.

Sedangkan untuk capital employed pada 2019 ketiga perusahaan mengalami kenaikan sehingga menyebabkan penurunan pada nilai return on capital dimana perbandingan antara adjusted NOPAT yang mengalami penurunan dengan capital employed yang mengalami kenaikan menghasilkan penurunan pada nilai return on capital pada ketiga perusahaan. Selain hal tersebut nilai WACC dari SSMS dan PP London mengalami penurunan, sedangkan nilai WACC AALI mengalami kenaikan melebihi nilai return on capital nya sehingga menghasilkan nilai EVA yang negatif sedangkan SSMS dan PP London menghasilkan nilai EVA positif, namun mengalami penurunan.

Pada tahun 2020, yaitu tahun dimana pandemic Covid-19 berlangsung, nilai EVA yang dihasilkan oleh SSMS dan PP London masih bernilai positif yang artinya pada masa sulit seperti ini kedua perusahaan tersebut masih menciptakan value added bagi perusahaan dan pemegang saham, sedangkan AALI menghasilkan nilai yang negative yang artinya bahwa perusahaan justru mengalami penurunan nilai ekonomis perusahaan. Nilai negatif EVA daripada AALI akibat nilai WACC nya lebih besar dibandingkan dengan nilai return on capital nya sehingga hasil selisih antara WACC dan return on capital yang kemudian akan dikalikan dengan capital employed nya bernilai negatif dan menghasilkan nilai akhir EVA yang negatif.

C.    Evaluasi Kinerja Keuangan dengan Analisis Berbasis Nilai Pasar Saham Menggunakan PER dan PBV

Hasil perhitungan yang ada, maka dapat dilihat kecenderungan nilai PER antara ketiga perusahaan objek penelitian pada periode 2015 � 2020 pada grafik 4.4. Pada tahun 2015, PER AALI menempati posisi pertama tertinggi dibandingkan dua perusahaan lainnya, yaitu SSMS dan PP London. Hal ini diakibatkan share price yang dimiliki AALI di pasar modal cukup tinggi, yaitu pada angka Rp15,580 per lembar sahamnya sementara laba per saham nya juga pada posisi tertinggi, yaitu Rp399.15. Berdasarkan kondisi aktual ini, maka dapat dikatakan bahwa pasar sangat optimis terhadap investasi yang dilakukan oleh AALI sebagaimana disebutkan oleh Hunjra et al, (2014).

����������� �����������

Tabel 6

Perbandingan PER SSMS, PP London, dan AALI

Company

2015

2016

2017

2018

2019

2020

SSMS

33,11

22,54

18,15

24,78

18,60

20,65

PP London

14,45

20,03

12,69

25,89

38,35

13,49

AALI

40,32

14,77

12,86

15,82

132,87

30,32

Sumber: diolah oleh peneliti

 

Sedangkan pada tahun 2016 walaupun harga per lembar saham pada industri agriculture plantation secara umum mengalami penurunan, namun harga per lembar saham AALI masih jauh lebih tinggi dibandingkan dua perusahaan sejenis lainnya, yaitu SSMS dan PP London. Kondisi harga saham AALI yang masih lebih tinggi dibandingkan dua perusahaan lainnya akibat nilai EPS AALI yang juga tinggi sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Hunjra, et al (2014) bahwa apabila sebuah perusahaan memiliki nilai EPS yang tinggi, maka akan memberikan keuntungan yang besar bagi investor sehingga dapat membuat investor tertarik untuk membeli saham sehingga dapat membuat investor tertarik untuk membeli saham sehingga harga saham akan meningkat.

Kemudian pada tahun 2017 PER SSMS menempati posisi tertinggi pertama disusul dengan AALI dan PP London dimana tahun ini investor berada dalam kondisi kurang optimis dengan kinerja dari industri agriculture plantation yang terlihat dari turunnya share price dari AALI dan PP London. Walaupun nilai PER SSMS menempati posisi tertinggi dibandingkan dua perusahaan lainnya, namun nilai EPS nya merupakan yang terendah karena kenaikan share price nya yang sebesar 6,67% pada tahun tersebut tidak sebanding dengan kenaikan EPS sebesar 24,82% sebagai pembagi dari share price untuk mendapatkan nilai akhir PER

Selanjutnya, pada 2018 meskipun secara merata baik AALI, SSMS, dan PP London mengalami kenaikan pada nilai PER nya, namun share price dari ketiga perusahaan mengalami penurunan dimana share price AALI masih jauh berada di atas share price SSMS dan PP London dan lebih unggul dari sisi nilai EPS nya akibat adanya kenaikan pada jumlah saham beredar AALI pada tahun 2018 sedangkan jumlah saham beredar SSMS dan PP London mengalami penurunan pada tahun tersebut.

Sementara pada tahun 2019, nilai PER AALI kembali menempati posisi pertama dibandingkan SSMS dan PP London serupa hal nya dengan nilai share price dan EPS nya dibandingkan dengan dua perusahaan lainnya walaupun harga komoditas sawit mentah yang bergejolak pada tahun tersebut akibat adanya sentimen negatif seperti perang dagang, kampanye negatif sawit di Uni Eropa menyebabkan penurunan pada laba bersih yang berdampak pada penurunan EPS.

Kemudian pada tahun 2020 pada masa pandemi covid-19 nilai PER AALI tetap lebih besar dibandingkan dua perusahaan lainnya dan PER secara industri yang bernilai 22,49 walaupun ketiga perusahaan secara merata mengalami penurunan nilai PER, namun karena nilai share price AALI jauh lebih besar dibandingkan kedua perusahaan lainnya dan persentase kenaikan EPS AALI terbesar diantara dua perusahaan lainnya, yaitu sebesar 73,02%, maka nilai akhir PER yang dihasilkan dengan membandingkan antara share price dengan EPS menghasilkan nilai yang paling besar diantara dua perusahaan lain dan keseluruhan industri di tahun yang sama.

Kecenderungan nilai PBV pada periode 2015 � 2020 didominasi oleh SSMS setiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 7 dibawah. Sedangkan posisi PBV kedua ditempati oleh AALI dan PP London pada posisi ketiga. Konsistensi PBV tertinggi dan terendah setiap tahunnya disebabkan oleh perbandingan antara price per share dengan book value per share dari tiap perusahaan dimana nilai price per share SSMS dan book value per share nya berbeda minimal 2x lipat nya sehingga nilai dari PBV nya selalu lebih besar dibandingkan dua perusahaan lainnya yang maksimal berbeda 2x lipat antara price per share dengan book value per share nya.

 

 

Tabel 7

Perbandingan PBV SSMS, PP London, dan AALI

Company

2015

2016

2017

2018

2019

2020

SSMS

6,12

3,86

3,54

2,94

1,99

2,46

PP London

1,23

1,55

1,19

1,02

1,14

1,01

AALI

2,21

1,88

1,40

1,20

1,51

1,26

Sumber: diolah oleh peneliti

 

Meskipun apabila melihat dari price per share AALI selalu lebih unggul dibandingkan dua perusahaan lainnya sebagaimana juga sejalan dengan nilai PER pada perhitungan di bagian sebelumnya, tetapi komponen penyusun book value per share sebagai pembilang dalam perhitungan PBV juga lebih besar dibandingkan SSMS dan PP London sehingga nilai PBV dari AALI menempati posisi kedua dalam urutan PBV terbesar diantara ketiga perusahaan. Sedangkan untuk PP London yang konsisten menempati posisi ketiga dalam perhitungan PBV disebabkan oleh pergerakan harga saham yang tidak terlalu banyak ketika naik atau mengalami penurunan, namun nilai book value per share nya setiap tahun mengalami kenaikan sehingga pada kondisi dimana nilai price per share nya turun sedangkan nilai pembilangnya atau book value per share nya mengalami kenaikan menyebabkan hasil akhir perhitungan PBV nya rendah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa baik sebelum pandemi covid-19 dan ketika pandemi berlangsung, SSMS adalah perusahaan yang konsisten memiliki harga saham yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai asetnya, sedangkan PP London adalah perusahaan yang memiliki PBV paling rendah dibandingkan dua perusahaan pembanding lainnya.

 

Kesimpulan

Evaluasi kinerja keuangan perusahaan berbasis laporan keuangan dengan metode DuPont memperlihatkan bahwa baik sebelum dan saat terjadinya pandemi covid-19 SSMS yang paling maksimal menggunakan asset nya untuk generate keuntungan, yaitu mampu memanfaatkan asset yg dimiliki untuk menghasilkan keuntungan rata-rata 5,05% keuntungan didapatkan setiap tahunnya dari total asset yang dimiliki. Serta SSMS adalah perusahaan yang paling efektif menggunakan dana pemegang sahamnya untuk menghasilkan keuntungan yg paling maksimal.

Kemudian evaluasi kinerja keuangan perusahaan dengan menggunakan basis capital invested dengan EVA dan MVA dimana dengan EVA baik sebelum dan setelah pandemi covid-19, AALI setiap tahunnya mengalami penurunan nilai tambah ekonomis ditandai dengan nilai EVA yang negatif setiap tahunnya sedangkan nilai EVA positif setiap tahun dimiliki oleh SSMS diikuti dengan PP London yang sempat beberapa tahun mengalami EVA negatif. Sedangkan dengan MVA, SSMS mendominasi dua perusahaan lainnya karena jumlah saham beredar 6x lebih banyak dibandingkan AALI serta 1,3x dibanding PP London walaupun secara keseluruhan ketiga perusahaan memiiliki MVA positif atau memberikan wealth creation.

Sedangkan evaluasi kinerja keuangan perusahaan berbasis nilai pasar saham menggunakan PER sebelum pandemi covid-19 berlangsung didominasi secara bergantian oleh SSMS dan AALI sedangkan ketika pandemi covid-19 berlangsung, PER AALI yang tertinggi bahkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata industri. Sedangkan menggunakan PBV baik sebelum dan saat terjadinya pandemi covid-19 SSMS adalah perusahaan yang memiliki nilai PBV terbesar dibandingkan PP London dan AALI atau dapat dikatakan bahwa saham SSMS diperdagangkan dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai asetnya.

 


BIBLIOGRAFI

 

Arini, Maya Putri. (2005). Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan dengan metode PER, EVA, dan MVA antara PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk dan PT Indosat, Tbk. Universitas Indonesia: Jakarta.

 

Buchheim, Lukas, Dovern, Jonas, Krolage, Carla, & Link, Sebastian. (2020). Firm-level Expectations and Behavior in Response to the COVID-19 Crisis. Google Scholar

 

Ding, W., Levine, R., Lin, C., & Xie, W. (2020). Corporate immunity to the COVID-19 pandemic. Working Paper. Google Scholar

 

Hillman, Amy J., & Keim, Gerald D. (2001). Shareholder value, stakeholder management, and social issues: what�s the bottom line? Strategic Management Journal, 22(2), 125�139. Google Scholar

 

Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. (2017). Prospek dan Permasalahan Industri Sawit. Januari 29, 2017. Retrieved from https://kemenperin.go.id/artikel/494/Prospek-Dan-Permasalahan-Industri-Sawit

 

Nezoblin, Alexander. Madhav V. Rajan, dan Stefan Reichelstein. (2016). Structural Properties of the Price to Earnings and Price to Book Ratios. Graduate School of Stanford Business.

 

Novitasari, Ryan, & Widyarti, Endang Tri. (2013). Analisis Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Return Saham (Pada Perusahaan LQ 45 Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2012). Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Google Scholar

 

Stewart, G. Bennett. (1991). The quest for value. Harper Collins. Google Scholar

 

Tortella, Bartolom� Dey�, & Brusco, Sandro. (2003). The Economic Value Added (EVA): an analysis of market reaction. Advances in Accounting, 20, 265�290. Google Scholar

 

Young S. David., &. Setphen F. O�Byrne. (2001). EVA and Value Based Management: A Practical Guide to Implementation (Lusy Widjaja, Penerjemah). Salemba: Jakarta.

�����������

Copyright holder:

Tjut Naridha Selsa, Eko Rizkianto (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: