Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia P�Issn: 2541-0849

E-Issn: 2548-1398

Vol. 3, No. 3, Maret 2022

 

DISTRIBUSI HARTA ZAKAT PRODUKTIF UPAYA BANTUAN PEMBIAYAAN UMKM UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

 

Nasruddin, M. Yusuf Bahtiar

Universitas Islam Negeri (UIN) Lampung, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Absrtrak

Zakat merupakan salah satu instrumen dalam pendistribusian harta yang digunakan untuk mengurangi kesenjangan pendapatan pada suatu usaha, juga sebagai salah satu subsidi pembiayaan pada usaha masyarakat dalam kegiatannya serta berperan dalam mendukung peningkatan Usaha Mikro Kecil Menengah apabila didistribusikan diarahkankegiatan usaha produktif.Pendistribusian harta zakat melalui kegiaatan produktif adalah penyaluran sejumlah harta zakat kepada asnaf zakat dengan berorientasi kepada upaya untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan hidup masyarakat, seperti pemberian pembiayaan modal usaha kepada asnaf sebagai panerima zakat, kemudian dikembangkan untuk membina skill masyarakat dalam bidang ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan dan menciptakan masyarakat yang berkualitas dan hidup sejahtera.

 

Kata Kunci: Pendistribusian; Zakat produktif; UMKM; Hidup Sejahtera.

 

Abstract

Zakat is one of the instruments in the distribution of assets used to reduce the income gap in a business. In addition, Zakat is one of the financing subsidies for community businesses. For example, in its activities, namely supporting the improvement of Micro and Medium Enterprises in distributing business activities productively. The distribution of zakat assets through productive activities is the distribution of several zakat assets to asnaf to improve business and the welfare of people's lives. One example is the provision of business capital financing to asnaf as zakat recipients to foster community skills in the economic field, to improve and create a quality and prosperous society.

 

Keywords: Distribution; productive of zakat; prosperous of life; UMKM

 

Pendahuluan

Pendistribusian harta zakat secara produktif adalah penyaluran sejumlah harta zakat kepada asnaf zakat dengan berorientasi kepada upaya untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan hidup masyarakat, seperti pemberian pembiayaan modal usaha kepada asnaf sebagai panerima zakat, kemudian dikembangkan untuk membina skill masyarakat dalam bidang ekonomi yang pada akhirnya akan menciptakan masyarakat berkualitas dan� sejahtera.

Masyarakat berkualitas dan sejahtera merupakan tujuan yang ditargetkan dengan secara baik dalam rangka upaya mengurangi jumlah kemiskinan yang dewasa ini semakin hari menunjukkan peningkatan yang cukup siknifikan.

Sesungguhnya kemiskinan telah memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan, bukan hanya kehidupan pribadi yang miskin, tetapi juga bagi orang di sekitarnya. Kemiskinan juga disinyalir berimplikasi pada seluruh aspek kehidupan; tingkat kesehatan masyarakat yang terabaikan, aspek kualitas pendidikan yang tidak merata, marginalisasi dan diskriminasi, dalamnya jurang ketimpangan antara yang kaya dan miskin, melambatnya pertumbuhan ekonomi, dan yang lebih mengkhawatirkan lagi munculnya perilaku kriminalisasi, misalnya, aksi pencurian, perampokan, penjarahan yang dimotori oleh kemiskinan. Kenyataan ini kembali menguatkan bahwa kemiskinan merupakan penyakit sosial yang harus segera diatasi (Ilmi, 2017).

Pendistribusian harta zakat merupakan salah satu bentuk upaya pendistribusian kekayaan, agar harta tidak hanya berputar pada golongan orang kaya saja tetapi juga dapat dirasakan oleh orang-orang yang kurang mampu sesuai dengan syarat yang telah ditetapkan dalam Al-Qur�an.

Oleh karenanya zakat menjadi salah satu instrumen yang dapat mengurangi kemiskinan yang terdapat dalam suatu wilayah. Dana zakat yang telah terkumpul kemudian didistribusikan kepada para mustahik melalui dua cara yaitu secara konsumtif dan� produktif.� Karena� ditinjau dari pola distribusi zakat tersebut menggambarkan adanya keseimbangan untuk tujuan� jangka �pendek� dan �jangka panjang.

Untuk tujuan jangka pendek, distribusi zakat disalurkan untuk� kebutuhan yang bersifat konsumtif yaitu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rumah tangga, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk tujuan jangka panjang penyaluran zakat dilakukan dalam bentuk penyaluran harta zakat secara produktif, seperti pemberian modal usaha produktif, sehingga diharapkan hasilnya dapat diterima secara terus menerus dan memberikan manfaat secara perekonomian serta meningkatkan pendapatan. Dengan demikian diharapkan kedepan masyarakat miskin yang dahulunya menjadi penerima zakat (mustahik) menjadi pemberi zakat (muzakki).

Zakat akan dapat memberikan dampak yang lebih luas dan menyentuh semua aspek kehidupan, apabila pendistribusian zakat lebih diarahkan pada yang kegiatan bersifat produktif (Pratama, 2015).

Pemanfaatan zakat juga perlu dilakukan ke arah investasi jangka panjang. Hal ini bisa dalam bentuk, pertama zakat dibagikan untuk mempertahankan insentif bekerja atau mencari penghasilan sendiri di kalangan fakir miskin,� kedua, sebagian dari zakat yang terkumpul, setidaknya 50% digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif kepada kelompok masyarakat fakir miskin, misalnya penggunaan zakat untuk membiayai berbagai kegiatan dan latihan ketrampilan produktif, pemberian modal kerja, atau bantuan modal awal.

Apabila pendistribusian zakat semacam ini bisa dilaksanakan, maka akan sangat membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, memeratakan pendapatan, dan mempersempit kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin.

Salah satu langkah untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan tersedianya lapangan pekerjaan untuk penduduk yang tergolong miskin agar ia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan memiliki tambahan penghasilan, sehingga seiring berjalannya waktu dengan pekerjaan yang telah disediakan tersebut maka ia akan terlepas dari statusnya sebagai penduuduk miskin.

Pemberian zakat produktif merupakan salah satu cara pengentasan kemiskinan agar zakat yang sampai kepada mustahik tidak habis dikonsumsi saja melainkan dapat digunakan untuk modal usaha yang kemudian dapat menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain dapat mengentaskan kemiskinan materiil mustahik, pemberian zakat produktif ini juga diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan secara spiritual sang mustahik.

Berdasarkan pertemuan rapat koordinasi Baznas di Jakarta, disebutkan bahwa potensi zakat di Provinsi Lampung mencapai Rp 1,2 triliun per tahun," ujar Ketua Baznas Provinsi Lampung Ir H Mahfud Santoso. Berdasarkan data Baznas Provinsi Lampung, sejak tahun 2015 sampai bulan Juli 2019 dana zakat yang terhimpun dalam Baznas Provinsi Lampung berjumlah Rp 4.811.831.731, jumlah tersebut masih cukup jauh dari potensi yang telah disampaikan oleh ketua Baznas Provinsi Lampung.

 

Tabel 1

Pemasukan ZIS Baznas Provinsi Lampung

No

Tahun

Pemasukan ZIS

1

2015

Rp.

�������������� 4.000.000

2

2016

Rp.

���������� 701.418.500

3

2017

Rp.

������� 1.121.786.606

4

2018

Rp.

������� 2.164.074.526

5

2019

Rp.

����������� 820.552.099

Jumlah

Rp.

4.811.831.731

Sumber : BAZNAS Provinsi Lampung

Meskipun demikian, Baznas Provinsi Lampung tetap menyalurkan zakat produktifnya kepada mustahik di berbagai wilayah di Lampung. Dana yang telah disalurkan untuk program zakat produktif mencapai Rp704.445.000 terhitung sejak awal diberlakukannya program tersebut oleh Baznas Provinsi Lampung pada tahun 2017, dan belum termasuk dana yang disalurkan kepada mustahik di 3 kabupaten pada bulan Agustus 2019.

Terhitung sejak tahun 2017 sampai Agustus 2019 terdapat 12 kabupaten yang telah mendapatkan modal zakat produktif yaitu kabupaten Lampung Selatan, Bandarlampung, Lampung Timur, Metro, Pringsewu, Lampung Tengah, Tanggamus, Tulang Bawang dan Tulang Bawang Barat, Mesuji, Lampung Barat dan Pesawaran. Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pendistribusian zakat secara produktif terhadap upaya bantuan pembiayaan pada usaha mikro kecil menengah (UMKM) pada pengusaha ekonomi kreatif dampak covid 19, meningkatkan kesejahteraan masyarakat Lampung.

 

Metode Penelitian

A.  Jenis Penelitian

1.   Jenis Penelitian

Jika dilihat dari jenisnya, maka penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field Research), yaitu jenis penelitian yang berusaha untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai permasalahan di luar kepustakaan.

Penelitian lapangan ini dilakukan untuk mencari atau menggali data yang bersumber dari lokasi atau lapangan penelitian agar dapat mengetahui dampak dari pemberian zakat produktif kepada UMKM pengusaha ekonomi kreatif dampak Covid 19 Lampung.

2.   Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan yang ada sekarang berdasarkan data-data jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi yang bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi. Penelitian deskriptif yang penulis maksudkan adalah mengumpulkan data dengan menggambarkan bagaimana dampak pemberian zakat produktif terhadap UMKM pengusaha ekonomi kreatif dampak Covid 19 Lampung

B.  Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dalam melakukan aksinya tahapan-tahapannya adalah :

1.   Lokasi Penelitian

Pengusaha Ekonomi Kreatif Dampak Covid 19 Kota Bandar Lampung.

2.   Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, (Sugiyono, 2013) oleh karenanya instrumen pokok dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, namun juga disertai instrumen pendukung lain yaitu wawancara yang dilakukan terhadap pihak UMKM pengusaha ekonomi kreatif dampak Covid 19 Lampung

3.   Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

a.    Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber data utama. Data primer disebut juga� sebagai data asli atau data yang baru yang memiliki sifat up to date.

Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, dokumentasi dan penyebaran kuisuoner.

Dalam penelitian ini data primer diperoleh peneliti melalui hasil wawancara pihak amil zakat (BAZNAS Provinsi Lampung) dan mustahik, serta kuisioner yang diberikan kepada mustahik.

b.   Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal dan lain-lain. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui literatur-literatur yang terkait dengan zakat dan kemiskinan seperti jurnal, buku, internet dan data yang dari BPS.

C.  Teknik Penetapan Responden

1.   Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek yang akan atau ingin diteliti. Populasi ini sering juga disebut universe. Anggota besar populasi dapat berupa benda hidup maupun benda mati, dimana sifat-sifat yang ada padanya dapat diukur atau diamati.

Populasi dalam penelitian ini adalah penerima zakat produktif dalam bentuk bantuan sejumlah dana atau modal usaha UMKM pengusaha ekonomi kreatif dampak Covid 19 Lampung.

2.   Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada di populasi. Untuk itu sampel yang diambil harus betul-betul representatif (mewakili).

Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling yaitu pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mustahik zakat produktif UMKM seperti pengusaha ekonomi kreatif dampak Covid 19 Lampung

D.  Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi observasi atau pengamatan, wawancara, kuisioner, dokumentasi dan trianggulasi.

Trianggulasi adalah sebuah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkann dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada untuk mendapatkan data dari sumber yang sama.

a.   Observasi

Observasi atau pengamataan yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah observasi terus terang atau tersamar. Observasi terus terang atau tersamar dalam hal ini adalah peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data, bahwa ia sedang melakukan penelitian.

b.   Wawancara

Wawancara yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, yaitu sebuah teknik pengumpulan data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti informasi apa yang akan diperoleh.

Oleh karena itu dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis.

c.   Kuisioner

Kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

d.   Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.

e.   Trianggulasi

Trianggulasi adalah teknik pengumpulan data yang menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

 

Hasil dan Pembahasan

A.      Zakat Harta dalam Islam

Zakat atau �zakah� secara bahasa berarti �pertumbuhan� atau �peningkatan� atau �makanan�. Derivatif lain dari istilah tersebut bermakna pembersihan. Jadi zakat bermakna �tumbuh�, �meningkat� atau �membersihkan�. Secara teknis, zakat adalah kontribusi wajib, semacam pajak yang dipungut dari kaum kaya dan didistribusikan kepada kaum miskin atau dibelanjakan oleh negara untuk mewujudkan kesejahteraan kaum miskin dan mereka yang tak berpengharapan.(Chaudhry & Rosyidi, 2020) Zakat produktif adalah zakat dimana harta atau dana zakat yang diberikan kepada mustahik tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka.(Hafidoh, 2015) Tujuan dari zakat menurut Kahf adalah untuk mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin.(Huda, 2017)(Chaudhry & Rosyidi, 2020) Selain sebagai suatu kewajiban bagi umat Islam, melalui zakat Al-qur�an menjadikan suatu tanggung jawab bagi umat Islam untuk tolong-menolong antar sesama. Dalam kewajiban zakat terdapat unsur moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan orang kaya, menyucikan jiwa orang yang menunaikannya dari sifat kikir, menyucika dan mengembangkan harta miliknya(Rozalinda, 2016)

Dalam bidang sosial, dengan zakat orang fakir dan miskin dapat berperan dalam kehidupannya, melaksanakan kewajiban kepada Allah, merasakan bahwa mereka bagian dari anggota masyarakat, bukan kaum yang disia-siakan dan diremehkan.(Rozalinda, 2016)

Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah terjadinya penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja dan mewajibkan orang kaya untuk sumber dana yang potensial untuk mengentaskan kemiskinan. Zakat dapat berfungsi sebagai modal kerja bagi orang miskin untuk dapat membuka lapangan pekerjaan, sehingga ia bisa berpenghasilan dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Kemudian, sebagai tambahan modal bagi seseorang yang kekurangan modal sehingga usahanya berjalan lacar, penghasilannya bertambah, dan kebutuhan hidupnya tercukupi. Dengan demikian, beban negara dalam dalam masalah pengagguran dan kemiskinan melalui zakat bisa terkurangi. Dengan pegelolaan zakat yang tepat dan produktif secara bertahap dapat menciptakan stabilitas ekonomi. (Rozalinda, 2016)

Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut:

1.   Melakukan studi kelayakan

2.   Menetapkan jenis usaha produktif

3.   Malakukan bimbingan dan penyuluhan

4.   Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan

5.   Mengadakan evaluasi

6.   Membuat pelaporan.(Huda, 2017)

Syarat-syarat yang harus dipenuhi meliputi dua aspek, yaitu syarat muzaki dan syarat harta yang akan dizakatkan.

1.   Syarat Muzaki (orang yang wajib zakat)

Adapun syarat seseorang wajib melakukan zakat adalah:

a.      Merdeka

Menurut kesepakatan para ulama, zakat tidak wajib bagi hamba sahaya atau budak karena hamba sahaya tridak memiliki hak milik.

b.     Islam

Zakat merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim, ia merupakan salah satu pilar agama Islam. Dengan demikian, zakat tidak diwajibkan atas orang non-muslim ataupun orang kafir, karena zakat adalah ibadah suci.(Rozalinda, 2016) Selain syarat-syarat tersebut, ulama fikih juga mengemukakan syarat lain dalam pelaksanaan zakat, yaitu:

1)  Niat Zakat merupakan ibadah mahdah yang bertujuan mecapai pahala dan keridhaan Allah yang sama nilainya dengan ibadah-ibadah lain. Untuk kesempurnaan pelaksanaannya seseorang harus memulainya dengan niat.

2)  Bersifat Pemilikan Zakat merupakan pemilikan harta tertentu untuk orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu,maka yang diberikan kepada para mustahuk zakat harus bersifat pemilikan. (Rozalinda, 2016)

2.   Syarat-Syarat Harta

Syarat-syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah sebagai

berikut:

a.      Milik sempurna

Harta yang wajib dizakatkan adalah harta milik penuh atau milik sempura,

yakni berada dibawah kekuasaan dan dibawah control orang yang�����

berzakat.(Rozalinda, 2016)

b.     Cukup senisab

�Nisab merupakan batas minimal jumlah harta yang wajib dikeluarkan� zakatnya berdasarkan ketentuan syara�. Ketentuan nisab ini� menunjukan bahwa zakat hanya dibebankan kepada orang kaya yang mempunyai harta yang melebihi kebutuhan pokok minimal (standar).(Rozalinda, 2016)

1.     Melebihi kebutuhan pokok

Zakat hanya diwajibkan terhadap orang yang hartanya sudah melebihi kebutuhan pokok minimal.(Rozalinda, 2016)

2.     Bebas dari utang

Bebas dari utang yang dimaksudkan� adalah dengan melunasi utang jumlah harta tidak akan mengurangi nisab yang ditentukan.Bila pemiliki harta mempunyai utang yang jika dilunasi akan mengurangi nisab hartanya maka ia tidak wajib zakat.(Rozalinda, 2016)

a.      Haul

Haul merupakan ketentuan batass waktu kewajiban untuk menegluarkan zakat. Hrata yang wajib dizakatkan adalah harta yang kepemilikannya sudah mencapai satu tahun atau haul. Ketentuan haul satu tahun (12 bulan) berlaku untuk harta perniagaan, emas dan perak, dan binatang ternak. Sedangkan harta hasil pertanian ketentuan haulnya adalah waktu panen.(Rozalinda, 2016)

b.     Harta itu berkembang

Maksudnya kekayaan itu dengan sebngaja atau memiliki potensi untuk berkembang. Berkembang dalam pengertian menghasilkan keuntungan, pemasukan, atau diistilahkan dengan produktif. (Rozalinda, 2016)

Mustahiq zakat, yang diartikan sebagai golongan penerima zakat telah jelas ketentuannya, QS.At-Taubah ayat 60.

�Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.�(al-Qur�an, 2012)

 

Tabel 4

Penyaluran Zakat Untuk Delapan Asnaf

Asnaf

Batas Penyaluran zakat

 Fakir

Zakat diberikan hingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokoknya dan terbebas dari kefakirannya 

 Miskin

Zakat boleh diberikan sampai pada batas tertentu sehingga dia dapat terbebas dari kemiskinannya dan dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokoknya

 Amil

Diserahkan pada pandangan kemaslahatan dan ijtihad seorang pemimpin namun tidak melebihi dari upah yang pantas dan tidak melebihi 1/8 zakat.

 Mualaf

Diserahkan pada pandangan kemaslahatan dan ijtihad seorang pemimpin.

Budak

Sejumlah untuk membebaskannya dari perbudaka dan membeli diri mereka sendiri dari harta zakat. 

Gharimin

Kepada mereka diberikan sebesar beba utang yang dipakai, tanpa tambahan.

Fisabilillah

Boleh memberikan seluruh harta zakat atau sebagiannya, untuk kepentinga jihad, sesuai pendapat dan pertimbangan khalifah terhadap para mustahik zakat lainnya.

 Ibnu Sabil

Zakat diberikan sebesar jumlah yang dapat ,mengantarkannya sampai ke negerinya serta biaya perjalanan, baik jumlah yang dibutuhkan itu banyak maupun sedikit.

Sumber : Nurul Huda dkk (2012)

a.   Zakat Produktif

1.   Pengertian Zakat Produktif

Zakat produktif adalah kegiatan pengelolaan dana zakat dengan cara pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat memberikan dampak jangka panjang bagi para mustahiq, tidak hanya untuk sekali konsumsi saja (Nidityo & Laila, 2014).� �Mustahik yang mendapatkan penyaluran zakat secara produktif, mereka tidak menghabiskannya melainkan mengembangkannya dan menggunakannya untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan dana zakat tersebut dapat membuat mereka menghasilkan sesuatu secara berkelanjutan.(Zalikha, 2016)

Pendistribusian zakat secara produktif terbagi kepada dua bentuk yaitu:�

a.    zakat diserahkan langsung kepada mustahik untuk dikembangkan, artinya �ayn al-zakah yang ditamlikkan kepada mustahik sehingga zakat tersebut menjadi hak milik penuh mustahik. Pendistribusian seperti ini disebut juga dengan pendistribusian zakat secara produktif non investasi, Arif Mufraini menyebutkannya dengan istilah produktif tradisional.(Zalikha,2016)� (Mufraini, 2006) Pendistribusian dalam bentuk ini terdiri dari dua model yaitu:

1)   Zakat yang diberikan berupa uang tunai atau ganti dari benda zakat yang dijadikan sebagai modal usaha. Nominalnya disesuaikan dengan kebutuhan mustahik agar memperoleh laba dari usaha tersebut.

2)   Zakat yang diberikan berupa barang-barang yang bisa berkembangbiak atau alat utama kerja, seperti kambing, sapi, alat cukur, mesin jahit dan lain-lain.�

b.   Pendistribusian zakat secara produktif yang dikembangkan dalam bentuk investasi, yaitu zakat tidak langsung diserahkan kepada mustahik, dengan kata lain, mustawlad al-zakah yang ditamlikkan kepada mustahik. Arif Mufraini mengistilahkannya dengan produktif kreatif.(Zalikha, 2016) Pendistribusian semacam ini juga terdiri dari dua model, yaitu:

1)   Memberikan modal usaha kepada mustahik dengan cara bergiliran yang digulirkan kepada semua mustahik.

2)   Membangun proyek sosial maupun proyek ekonomis, seperti membangun sarana tempat bekerja bagi mustahik dan lain-lain.

Menurut Sartika, pengembangan zakat bersifat produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat karena sebagai organisasi yang terpercaya untuk pengalokasian, pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat kepada mustahiq. Dengan berkembangnya usaha kecil dan menengah yang modalnya berasal dari dana zakat produktif akan menyerap tenaga kerja, hal ini berarti secara jangka panjang angka pengangguran bisa dikurangi. Berkurangnya angka pengangguran akan berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat terhadap suatu produk barang atau jasa. Meningkatnya daya beli masyarakat akan diikuti oleh pertumbuhan produksi. Pertumbuhan produksi inilah yang akan menjadi salah satu indikator adanya pertumbuhan ekonomi. Zakat Produktif Sebagai Modal Usaha Mustahiq(Nidityo & Laila, 2014) (Nidityo & Laila, 2014) Perlu diingat, bahwa pengelolaan zakat yang bersifat produktif, harus dilakukan pembinaan dan pendampingan kepada para mustahik agar kegiatan usahanya dapat berjalan dengan baik.(Zalikha, 2016) (Didin, 2002)

Dibolehkannya penyaluran zakat sacara produktif ini, apabila kebutuhan konsumtif para mustahik sudah terpenuhi dan modal tersebut dikelola secara professional agar memperoleh keuntungan. Di samping itu juga harus mampu melakukan pembinaan dan pendampingan pada mustahik agar usahanya dapat berjalan dengan baik dan tujuan penyaluran zakat tercapai serta memberikan pembinaan ruhani dan intelektual keagamaannya, agar semakin meningkat keimanan dan keislamannya.(Zalikha, 2016)

2.   Syarat Zakat Produktif

Dibolehkannya� praktek distribusi zakat yang dilakukan secara produktif, harus memenuhi beberapa syarat. Ini merupakan hasil keputusan yang dihasilkan melalui pertemuan ulama di Kuwait pada tahun 1413 H atau 1992 M, yang disponsori oleh lembaga zakat Internasional Kuwait. Syarat-syarat tersebut di antaranya sebagai berikut:

a.    Tidak adanya keperluan mendesak yang harus menggunakan dana segera.

b.   Penyaluran zakat untuk usaha produktif, yang dilakukan dalam bentuk investasi harus sesuai dengan ketentuan syarak.�

c.    Adanya jaminan keamanan bagi utuhnya dana zakat.

d.   Adanya jaminan bahwa modal tersebut dapat ditarik jika terdapat keperluan yang mendesak dari para mustahik zakat.

e.    Adanya jaminan bahwa usaha produktif dilakukan dengan sungguh-sungguh, professional dan amanah.

f.    Adanya keputusan dan pertimbangan pemerintah terhadap lembaga amil dalam penyaluran dana zakat untuk usaha produkif, dan juga adanya pengawasan yang ketat agar dana zakat diberikan kepada orang yang memiliki kecakapan, berpengalaman dan bersikap amanah.(Zalikha, 2016)

3.   Tujuan Zakat Produktif

Karena tujuan utama pengelolaan zakat secara produktif adalah untuk mentransformasikan seorang mustahik (orang yang berhak mendapatkan zakat) menjadi seorang muzaki (orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat). Untuk mencapai tingkatan muzaki, seorang mustahik harus ditrasformasikan secara bertahap. Mulanya seorang mustahik zakat ditransformasikan menjadi seorang muktafi (orang yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri). Pada level ini, seorang muktafi memang belum bisa berbagi dengan yang lain tapi sudah bisa mandiri. Transformasi dari mustahik ke muzaki membutuhkan proses dan konsistensi dalam berusaha. Maka sebelum dana zakat diberikan, lembaga pengelola zakat harus melakukan feasibility study (studi kelayakan bisnis) terlebih dahulu. Calon penerima zakat diajarkan tentang manajemen keuangan yang baik, sehingga mereka bisa menghitung berapa persentase modal yang akan dikelola, berapa labanya, dan berapa persen yang akan mereka konsumsi.(Zalikha, 2016)

4.   Peran Zakat Dalam Perekonomian

�Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah terjadinya penumpukan kekayaan pada segelintir orang saja dan mewajibkan orang kaya untuk mendistribusikan harta kekayaannya pada orang miskin. Zakat merupakan sumber potensial untuk mngentaskan kemiskinan. Zakat� dapat berfungsi sebagai modal kerja bagi orang miskin agar dapat membuka lapangan pekerjaan, dia dapat berpenghasilan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, atau sebagai tambahan modal bagi seseorang yang kekurangan modal sehingga usahanya dapat� berjalan lancar, penghasilannya pun bertambah, dan dapat mencukupi kebutuhan hidupya. Dengan demikian, beban negara dalam masalah pengangguran dan kemiskinan bisa terkurangi. Disamping itu, zakat dapat pula mengekang laju inflasi yang disebabkan oleh peredaran mata uang yang tidak seimbangdan distribusi kekayaab yang tidak merata di tengah masyarakat. Oleh karena itu dengan pengelolaan zakat yang tepat dan produktif secara bertahapdapat menciptakan stabilitas ekonomi.(Zalikha, 2016)

a.   Peran Zakat Produktif Dalam Pengentasan Kemiskinan

Menurut Mannan bahwa aliran dana zakat secara produktif dapat dikembangkan oleh penerima zakat untuk kemandirian mereka. Pemberian zakat produktif lebih jauh lagi diharapkan dapat memutus lingkaran kemiskinan, dimana hal tersebut terjadi karena rendahnya tingkat kesejahteraan karena produktivitas dalam menghasilkan nilai tambah yang rendah. Produktivitas sangat erat kaitannya dengan modal, akses pasar dan kualitas sumberdaya manusia, yang menjadi tumpuan dalam pengelolaan dana zakat adalah untuk memotong keterbatasan modal dan kualitas sumber daya manusia yang kurang memadai. Produktivitas yang dimaksud� disini adalah setelah mereka menerima bantuan modal produktif �tersebut �baik �dalam� bentuk �modal kerja atau pelatihan, penerima zakat tersebut mampu menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai tambah. Hal tersebut ditujukan untuk dapat mengangkat tingkat kesejahteraan penerima zakat tersebut dan terputusnya dari rantai kemiskinan.(Rusli & Syahnur, 2013)

5.   Pendayagunaan Zakat Produktif

Pendayagunaan berasal dari kata �guna� yang berarti manfaat, adapun ��

pengertian pendayagunaan sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia �

yaitu:

a.    Pengusahaan agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat.

b.   Pengusahaan tenaga dan sebagainya agar mampu menjalankan tugas dengan baik.(Ali & Deli, 2005) Kata guna dalam bahasa arab yaitu Al-Istitsmar berasal dari kata Istatsmara-yastatmiru yaitu menggapai sesuatu hasil. Kata Istatsmara Al-Maal-tsammarahu, artinya adalah mempergunakan harta (maal) untuk memproduksi keuntungan. Secara istilah kata guna adalah mempergunakan harta benda untuk menciptakan sesuatu, baik secara langsung dengan membeli alat-alat untuk produksi atau tidak langsung.(Kholiq, 2012)

Pendayagunaan zakat adalah bentuk pemanfaatan zakat secara maksimum tanpa mengurangi nilai dan kegunaannya, sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan umat.(Al-Qardhawi, 2005)

Pendayagunaan zakat adalah bentuk pemanfaatan sumber daya (dana zakat) secara maksimum sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan bagi umat sehingga memiliki fungsi sosial dan sekaligus fungsi ekonomi (konsumtif dan produktif). Pendayagunaan diarahkan pada tujuan pemberdayaan melalui berbagai program yang berdampak positif (maslahat) bagi masyarakat khususnya umat islam yang kurang beruntung (delapan asnaf).(Inayah, Adnan, Falah, & Minhaji, 2003)

Yusuf Qardhawi, dalam fiqhuz zakat mengemukakan bahwa dalam pemerintah Islam pembangunan pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari dana zakat diperbolehkan dengna tujuan kemudian kepemiikan dan keuntungan yang dimiliki untuk kepentingan fakir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan mereka sepanjang masa. Untuk saat ini pengganti pemerintah itu diperankan oleh Badan Lembaga Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.(Nawawi, 2010)

Pendayagunaan zakat dan infak hendaknya diprogramkan untuk mengentaskan kemiskinan dan kefakiran, yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan dan usaha bagi fakir miskin, beasiswa bagi pelajar yang kurang mampu, santunan bagi anak-anak yatim, membebaska umat dari jeratan ijon dan riba, dan kegiatan dakwah Islam lainnya.(Azis, 2000)

Dalam pendayagunaan zakat terdapat tiga prinsip yang diperlukan, yaitu: (Departemen Agama, 2007)

a.    Disarakan diberikan kepada delapan asnaf

b.   Manfaat zakat itu dapat diterima dan disarankan manfaatnya

c.    Sesuai dengan keperluan mustahiq (konsumtif dan produktif)

Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilakukan oleh Badan Amil Zakat karena Badan Amil Zakat merupakan organisasi yang terpecaya dalam pengalokasian, pendayagunaan, dan pendistribusian dana zakat yang telah terhimpun. Mereka tidak hanya memberikan dana zakat begitu saja kepada mustahik, namun mereka akan mendampingi, memberikan pengarahan, bahkan sampai pelatihan sehingga penerima zakat (mustahiq) memperoleh pendapatan yang lebih baik dan layak.

Dalam pembagiannya, zakat secara produktif terbagi dalam dua bentuk, yaitu:

Pertama, zakat diserahkan langsung kepada mustahiq untuk dikembangkan, artinya �ayn al-zakah yang ditamlikkan kepada mustahiq sehingga zakat tersebut menjadi hak milik penuh mustahiq. Pendistribusian seperti ini disebut juga dengan pendistribusian zakat secara produktif nin investasi, Arif Mufraini menyebutnya dengan istilah produktif tradisional.(Mufraini, 2006) Pendistribusian dalam bentuk ini terdiri dari dua model, yaitu:(Zalikha, 2016)

a.    Zakat yang diberikan dberikan berupa uang tunai atau ganti dari benda zakat yang jadikan sebaga modal usaha. Nominalnya disesuaikan dengan kebutuhan mustahiq agar mendapatkan laba dari usaha yang dijalani.

b.   Zakat yang diberikan berupa barang-barang yang bisa berkembang biak atau alat utama kerja, seperti hewan ternak, mesin jahit, alat cukur, dan lain-lain.� Kedua, pendistribusian zakat secara produktif dalam bentuk investasi, hal ini yang sedang berkembang saat ini. Dalam hal ini zakat tidak langsung diberikan atau diserahkan kepada mustahiq, dengan kata lai, mustawlad al-zakah yang ditamlikkan kepada mustahuq. Arif Mufraini mengistilahkan model ini dengan zakat produktif kreatif.(Mufraini, 2006)Pendistribusian semacam ini juga terdiri dari dua model yaitu:(Zalikha, 2016)

a.    Memberikan modal usaha kepada mustahiq dengan cara bergiliran yang digulirkan kepada semua mustahiq.

b.   Membangun proyek sosial maupun proyek ekonomis, seperti membangun sarana tempat bekerja bagi mmustahiq dan lain-lain.

Pendistribusian zakat secara produktif dalam bentuk investasi khususnya dalam bentuk pemberian modal adalah modal diberikan secara bergiliran yang digulirkan kepada semua mustahiq. Status modal tersebut bukanlah milik individu melainkan milik bersama para mustahiq, dan juga bukan milik amil atau lembaga, karena dana tersebut tidak boleh dimasukkan dalam kas Bait al-Mal untuk disimpan. Sistem pendistribusian seperti ini lebih sering dipraktekkan melalui �aqad qard alhasan, �aqad mudarabah dan �aqad murabahah.(Zalikha, 2016)

Menurut Nafi�ah(Nafiah, 2015), untuk mengukur efektivitas pendayagunaan zakat secara produktif terhadap pemberdayaan mustahiq yaitu dapat dilihat dengan indikator-indikator sebagai berikut:

a.    Studi Kelayakan Bisnis

Study kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang ditentukan.(Nurjanah, 2013)

Jadi indikator ini ditujukan untuk mengetahui usaha yang dijalankan mustahiq, apakah usaha yang dijalankan sesuai dengan aturan syariat Islam, baik itu dari jenis usaha maupun tempat usahanya. Hal ini begitu penting agar dana yang dikeluarkan tidak terdistribusi secara sia-sia.

b.   Penyuluhan

Penyuluhan adalah keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.(widodo dan sunarso, 2009)

Jadi indikator ini ditujukan untuk memberikan wawasan kepada mustahiq, terkait dengan prospek usaha yang dijalankan mustahiq, yaitu dengan cara memberikan pengetahuan tentang pengelolaan dana zakat produktif yang baik sesuai dengan syariat Islam serta memberikan bimbingan kepada mustahiq terkait usaha yang dijalankan dengan sosialisasi dan pelatihan.

c.    Pengawasan

Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana semula(Marwanto, 2010).

Jadi indikator ini ditujukan untuk memberikan koreksi terhadap usaha mustahiq, terkait dengan prospek usaha yang dijalankan mustahiq, yaitu dengan cara mengawasi usaha yang dijalankan mustahiq, apakah dana yang diberikan benar-benar dikelola sesuai dengan arahan lembaga amil zakat serta mengetahui perkembangan usaha yang dijlankan mustahiq.

d.   Evaluasi

Evaluasi adalah sebagai suatu kegiatan untuk menentukan mutu atau nilai suatu program yang didalamnya ada unsur pembuatan keputusan sehingga mengandung unsur subjektivitas, kegiatan yang disistimatis untuk menentukan kebaikan dan kelemahan suatu program.(Saludung, 2009)

Zakat akan dapat memberikan dampak yang lebih luas yang lebih luas (multiplier effect), dan menyentuh semua aspek kehidupan, apabila pendistribusian zakat lebih diarahkan pada yang kegiatan bersifat produktif.(Pratama, 2015) Sebagaimana Jamal mengemukakan bahwa pemanfaatan zakat juga perlu dilakukan ke arah investasi jangka panjang. Hal ini bisa dalam bentuk, pertama zakat dibagikan untuk mempertahankan insentif bekerja atau mencari penghasilan sendiri di kalangan fakir miskin. Kedua, sebagian dari zakat yang terkumpul, setidaknya 50% digunakan untuk membiayai kegiatan yang produktif kepada kelompok masyarakat fakir miskin, misalnya penggunaan zakat untuk membiayai berbagai kegiatan dan latihan ketrampilan produktif, pemberian modal kerja, atau bantuan modal awal. Apabila pendistribusian zakat semacam ini bisa dilaksanakan, maka akan sangat membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan, memeratakan pendapatan, dan mempersempit kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin.(Pratama, 2015)

Salah satu langkah untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan tersedianya lapangan pekerjaan untuk penduduk yang tergolong miskin agar ia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan memiliki tambahan penghasilan, sehingga seiring berjalannya waktu dengan pekerjaan yang telah disediakan tersebut maka ia akan terlepas dari statusnya sebagai penduuduk miskin.Pemberian zakat produktif merupakan salah satu cara pengentasan kemiskinan agar zakat yang sampai kepada mustahik tidak habis dikonsumsi saja melainkan dapat digunakan untuk modal usaha yang kemudian dapat menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain dapat mengentaskan kemiskinan materiil mustahik, pemberian zakat produktif ini juga diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan secara spiritual sang mustahik.Dampak yang diharapkan dari meningkatnya pendapatan usaha adalah menurunnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung khususnya di Kabupaten Lampung Tengah yang� merupakan kabupaten pertama penerima zakat produktif berupa bibit budidaya bebek dan kambing dari Baznas Provinsi Lampung.Namun untuk dapat memastikan apakah kenaikan jumlah pendapatan setelah menerima modal usaha tersebut dapat mengeluarkannya dari garis kemiskinan harus dilihat dari jumlah tanggungan dalam keluarga, karena hal itu juga menjadi perhitungan dalam menentukan keluar atau tidaknya penerima zakat produktif dari garis kemiskinan.Berdasarkan pertemuan rapat koordinasi Baznas di Jakarta, disebutkan bahwa potensi zakat di Provinsi Lampung mencapai Rp 1,2 triliun per tahun," ujar Ketua Baznas Provinsi Lampung Ir H Mahfud Santoso .(Ilham, 2016) Berdasarkan data Simba Baznas Provinsi Lampung, sejak tahun 2015 sampai bulan Juli 2019 dana zakat yang terhimpun dalam Baznas Provinsi Lampung berjumlah Rp 4.811.831.731,(�Laporan Keuangan,� 2019)jumlah tersebut masih cukup jauh dari potensi yang telah disampaikan oleh ketua Baznas Provinsi Lampung.

Tabel 3

Pemasukan ZIS Baznas Provinsi Lampung

No

Tahun

Pemasukan ZIS

1

2015

�Rp�������������� 4.000.000

2

2016

�Rp����������� 701.418.500

3

2017

�Rp�������� 1.121.786.606

4

2018

�Rp�������� 2.164.074.526

5

2019

�Rp����������� 820.552.099

Jumlah

�Rp�������� 4.811.831.731

Sumber : BAZNAS Provinsi Lampung

Meskipun demikian, Baznas Provinsi Lampung tetap menyalurkan zakat produktifnya kepada mustahik di berbagai wilayah di Lampung. Dana yang telah disalurkan untuk program zakat produktif mencapai Rp704.445.000 terhitung sejak awal diberlakukannya program tersebut oleh Baznas Provinsi Lampung pada tahun 2017, dan belum termasuk dana yang disalurkan kepada mustahik di 3 kabupaten pada bulan Agustus 2019. Terhitung sejak tahun 2017 sampai Agustus 2019 terdapat 12 kabupaten yang telah mendapatkan modal zakat produktif yaitu kabupaten Lampung Selatan, Bandarlampung, Lampung Timur, Metro, Pringsewu, Lampung Tengah, Tanggamus, Tulang Bawang dan Tulang Bawang Barat, Mesuji, Lampung Barat dan Pesawaran.(Rofiqoh, 2020) Apakah penditribusian zakat produktif dalam bentuk modal usaha dapat memberikan dampak positif terhadap penurunan jumlah kemiskinan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat

 

Kesejahteraan Dalam Islam

Islam datang sebagai agama terakhir yang bertujuan untuk mengantarkan pemeluknya menuju kepada kebahagiaan hidup yang hakiki, oleh karena itu Islam sangat memperhatikan kebahagiaan manusia baik itu kebahagiaan dunia maupun akhirat, dengan kata lain Islam (dengan segala aturannya) sangat mengharapkan umat manusia untuk memperoleh kesejahteraan materi dan spiritual.(Amirus, 2015)

Kesejahteraan menurut Umar Chapra adalah tujuan utama ekonomi Islam yaitu merealisasikan tujuan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah), serta kehidupan yang baik dan terhormat (al-hayah al-thayyibah).(Amirus, 2015) Chapra menggambarkan secara jelas bagaimana eratnya hubungan antara Syariat Islam dengan kemaslahatan. Ekonomi Islam yang merupakan salah satu bagian dari Syariat Islam, tentu mempunyai tujuan yang tidak lepas dari tujuan utama Syariat Islam. Konsep kesejahteraan dalam terminologi ekonomi Islam disebut sebagai Mashlahah, yaitu sebuah konsep yang sangat kuat yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik ekonomi individu dan kolektif, dan sangat relevan dengan pencapaian kesejahteraan sosial dan masyarakat serta sesuai dengan tujuan syariah. Tujuan syariah menurut Imam Al-Ghazali adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh manusia, yang terletak pada perlindungan keimanan (al-diin), jiwa (al-nafs), akal (al-�aql), keturunan (al-nasl), dan kekayaan (al-maal). Konsep mashalah juga diterapkan dalam perilaku konsumen, dimana manusia cenderung untuk memilih barang dan jasa yang memberikan mashlahah yang maksimum. Hal ini sesuai dengan rasionalitas Islam bahwa setiap agen ekonomi ingin meningkatkan maslahah yang diperolehnya.(Pusparini, 2015)Tujuan hidup bukanlah untuk mengkonsumsi, tapi konsumsi merupakan konsekuensi dari hidup. Kegiatan konsumsi baik karena keinginan maupun kebutuhan harus didasarkan pada kemampuan baik jiwa, raga, maupun keuangan.(Pusparini, 2015)(Putong, 2013)

Pandangan ekonomi Islam tentang kesejahteraan didasarkan atas keseluruhan ajaran Islam tentang kehidupan ini. Secara singkat kesejahteraan yang diinginkan oleh ajaran Islam adalah:

1.   Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu mencakup dimensi material maupun spiritual serta mencakup individu maupun sosial.

2.   Kesejahteraan di dunia maupun di akhirat, sebab manusia tidak hanya hidup di alam dunia saja tetapi juga di alam akhirat. Jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka kesejahteraan di akherat tentu lebih diutamakan.(Pusparini, 2015) Komitmen Islam yang mendalam terhadap persaudaraan dan keadilan menyebabkan konsep kesejahteraan (Fallah) bagi semua umat manusia sebagai tujuan pokok Islam. Kesejahteraan ini meliputi kepuasan fisik sebab kedamaian mental dan kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui realisasi yang seimbang antara kebutuhan materi dan rohani dari personalitas manusia. Karena itu, memaksimumkan output total semata-mata tidak dapat menjadi tujuan dari sebuah masyarakat muslim. Memaksimalkan output, harus dibarengi dengan menjamin usaha-usaha yang ditujukan kepada kesehatan rohani yang terletak pada batin manusia, keadilan serta permainan yang fair pada semua peringkat interaksi manusia.(Pusparini, 2015)(Chapra, 2000)Al-Qur�an telah menyinggung indikator kesejahteraan dalam Surat Quraisy ayat 3-4,

(#r��6��u�=s� �>u #x�yd �M��t7�9$# ����� ��%�!$# O�gyJy���r& `�iB 8�q�_ N�goYtB#u�ur �`�iB �$�qyz �����

 

Artinya: �Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka�bah). yang telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut�. (Qs. Al-Quraisy:3-4)(al-Qur�an, 2012)

 

Berdasarkan ayat di atas, maka kita dapat dilihat bahwa indikator kesejahteraan dalam Al-Qur�an tiga, yaitu menyembah Tuhan (pemilik) Ka�bah, menghilangkan lapar dan menghilangkan rasa takut. Indikator pertama untuk kesejahteraan adalah ketergantungan penuh manusia kepada Tuhan pemilik Ka�bah, indikator ini merupakan representasi dari pembangunan mental, hal ini menunjukkan bahwa jika seluruh indicator kesejahteraan yang berpijak pada aspek materi telah terpenuhi, hal itu tidak menjamin bahwa pemiliknya akan mengalami kebahagiaan, kita sering mendengar jika ada orang yang memiliki rumah� mewah, kendaraan banyak, harta yang melimpah namun hatinya selalu gelisah dan tidak pernah tenang bahkan tidak sedikit yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, padahal seluruh kebutuhan materinya telah terpenuhi. Karena itulah ketergantungan manusia kepada Tuhannya yang diaplikasikan dalam penghambaan (ibadah) kepada-Nya secara ikhlas merupakan indicator utama kesejahteraan (kebahagiaan yang hakiki) seseorang sebagaimana yang dialami oleh penduduk Bhutan, Negara yang memiliki indeks kebahagiaan tertinggi dan merupakan negara paling aman di dunia.

Indikator kedua adalah hilangnya rasa lapar (terpenuhinya� kebutuhan konsumsi), ayat di atas menyebutkan bahwa Dialah Allah yang memberi mereka makan untuk menghilangkan rasa lapar, statemen tersebut menunjukkan bahwa dalam ekonomi Islam terpenuhinya kebutuhan konsumsi manusia yang merupakan salah satu indicator kesejahteraan hendaknya bersifat secukupnya (hanya untuk menghilangkan rasa lapar) dan tidak boleh berlebih-lebihan apalagi sampai melakukan penimbunan demi mengeruk kekayaan yang maksimal, terlebih lagi jika harus menggunakan cara-cara yang dilarang oleh agama, tentu hal ini� tidak sesuai anjuran Allah dalam surat Quraisy di atas, jika hal itu bisa dipenuhi, maka kita tidak akan menyaksikan adanya korupsi, penipuan, pemerasan, dan bentuk-bentuk kejahatan lainnya.(Amirus, 2015)(Athiyyah, 1992)(Amirus, 2015) Sedangkan indikator yang ketiga adalah hilangnya rasa takut, yang merupakan representasi dari terciptanya rasa aman, nyaman, dan damai. Jika berbagai macam kriminalitas seperti perampokan, pemerkosaan, pembunuhan, pencurian, dan kejahatan-kejahatan lain banyak terjadi di tengah masyarakat, hal itu menunjukkan bahwa masyarakat tidak mendapatkan ketenangan, kenyamanan dan kedamaian dalam kehidupan, atau dengan kata lain masyarakat belum mendapatkan kesejahteraan.(Amirus, 2015)

Ayat lain yang menjadi rujukan bagi kesejahteraan terdapat dalam Al-Qur�an surat An-nisaa� ayat 9

|��u�9ur šï¿½ï¿½ï¿½%�!$# �qs9 (#q�.t�s? �`�B �O�g���=yz Zp�ƒï¿½h�Œ $���y��� (#q��%s{ �N�g�Šn=t� (#q�)�Gu�=s� �!$# (#q�9q�)u�9ur Zw�qs% #�ƒï¿½y

Artinya: �Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.�(Qs. An-Nisa :9)(al-Qur�an, 2012)

Berpijak pada ayat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kekhawatiran terhadap generasi yang lemah adalah representasi dari kemiskinan, yang merupakan lawan dari kesejahteraan, ayat tersebut menganjurkan kepada manusia untuk menghindari kemiskinan dengan bekerja keras sebagai wujud ikhtiyar dan bertawakal kepada Allah, sebagaimana hadits Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi �Sesungguhnya Allah menyukai seseorang yang melakukan amal� perbuatan atau pekerjaan dengan tekun dan sungguh-sungguh (profesional)�� Pada ayat di atas, Allah juga menganjurkan kepada manusia untuk memperhatikan generasi penerusnya (anak keturunannya) agar tidak terjatuh dalam kondisi kemiskinan, hal itu bisa dilakukan dengan mempersiapkan atau mendidik generasi penerusnya (anak keturunannya) dengan pendidikan yang berkualitas dan berorientasi pada kesejahteraan moral dan material, sehingga kelak menjadi SDM yang terampil dan berakhlakul karimah, mengingat anak adalah asset yang termahal bagi orang tua. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan� dapat diperoleh dengan membentuk mental menjadi mental yang hanya bergantung kepada Sang Khalik (bertaqwa kepada Allah Swt.), dan juga berbicara dengan jujur dan benar, serta Allah Swt juga menganjurkan untuk menyiapkan generasi penerus yang kuat, baik kuat dalam hal ketaqwaannya kepada Allah Swt maupun kuat dalam kegiatan ekonomi.(Amirus, 2015)(Al-Razi, 1981)(Amirus, 2015)

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan pembahsan yang telah disampaikan, penulis menyimpulkan bahwa pendayagunaan zakat produktif BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) Provinsi Lampung telah mampu memberdayakan mustahik, walaupun belum maksimal dan memiliki hikmah terhadap pengurangan kemiskinan mustahik. Secara spiritual kondisi mustahik sebelum menerima zakat produktif tidak berada pada kondisi kemiskinan sehingga setelah menerima zakat produktif dari Baznas Provinsi Lampung juga tidak mengalami terlalu banyak peningkatan walaupun tetap ada keluarga yang mengalami peningkatan kondisi spiritual setelah menjadi mustahik zakat produktif.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBILIOGRAFI

Al-Qardhawi, Yusuf. (2005). Spektrum Zakat: Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, Terj. Sari Nurulita, Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 20051. Google Scholar

 

Al-Qur�an, Tim Penterjemah. (2012). Departemen Agama Ri, Al-Qur�an Dan Terjemahannya. Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia. Google Scholar

 

Al-Razi, Muhammad Fakhruddin. (1981). Tafsir Al-Kabir Wa Mafatih Al-Ghaib. Beirut: Dar Al-Fikr. Google Scholar

 

Ali, Muhammad, & Deli, T. (2005). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Amani. Google Scholar

 

Amirus, Sodiq. (2015). Konsep Kesejahteraan Dalam Islam. Jurnal Ekonomi Syariah, 3(2). Google Scholar

 

Athiyyah, Muhyi Al Din. (1992). Al Kasysyaf Al Iqtishadi Li Ayat Al Qur�an Al Karim. Riyadh: Al Dar Al Ilmiyah Lil Kitab Al Islami. Google Scholar

 

Azis, M. Amin. (2000). Nilai-Nilai Pengembangan Ekjonomi Islam Dan Perbankan, Dalam Buku Bunga Ramapai Paradikma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistewm Syari�ah. Editor: Baihaqi, Abd. Majid Dan Saifuddin A. Rasyid, Jakarta: Pinbuk. Google Scholar

 

Chapra, Umer. (2000). Toward A Just Monetary System, Diterjemahkan Oleh Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Gema Insani Press. Google Scholar

 

Chaudhry, Muhammad Sharif, & Rosyidi, Suherman. (2020). Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar (Fundamental Of Islamic Economic System). Google Scholar

 

Departemen Agama, R. I. (2007). Pengelolaan Zakat. Jakarta: Direktorat Bimbingan Islam. Google Scholar

 

Didin, Hafidhuddin. (2002). Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani. Google Scholar

 

Hafidoh. (2015). Pengaruh Pemanfaatan Dana Zakat Produktif Terhadap Tingkat Penghasilan Mustahik Di Pos Keadilan Peduli Ummat (Pkpu) Yogyakarta. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Google Scholar

 

Huda, Nurul. (2017). Keuangan Publik Islami: Pendekatan Teoritis Dan Sejarah. Prenada Media. Google Scholar

 

Ilham. (2016). Baznas: Potensi Zakat Di Lampung Rp 1,2 Triliun.

 

Ilmi, Syaiful. (2017). Konsep Pengentasan Kemiskinan Perspektif Islam. Jurnal Al-Maslahah, 13(1), 67�84. Google Scholar

 

Inayah, Gazi, Adnan, Zainudin, Falah, Nailul, & Minhaji, Akh. (2003). Teori Komprehensip Tentang Zakat Dan Pajak. Tiara Wacana. Google Scholar

 

Kholiq, Abdul. (2012). Pendayagunaan Zakat, Infak Dan Sedekah Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin Di Kota Semarang. Jurnal Riptek, 6(1), 1�7. Google Scholar

 

Laporan Keuangan. (2019).

 

Marwanto. (2010). Pengaruh Pengawasan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktifitas Kerja Karyawan Bagian Produksi Perusahaan �Manufaktur.� Eksis, 6, 1. Google Scholar

 

Mufraini, M. Arief. (2006). Akuntansi Dan Manajemen Zakat. Prenadamedia Group. Google Scholar

 

Nafiah, Lailiyatun. (2015). Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Kesejahteraan Mustahiq Pada Program Ternak Bergulir Baznas Kabupaten Gresik. El-Qist: Journal Of Islamic Economics And Business (Jieb), 5(1), 929�942. Google Scholar

 

Nawawi, Ismail. (2010). Zakat Dalam Perspektif Fiqh, Sosial Dan Ekonomi. Surabaya: Putra Media Nusantara.

 

Nidityo, Herwindo Ghora, & Laila, Nisful. (2014). Zakat Produktif Untuk Meningkatkan Kinerja Produksi, Motivasi Dan Religiusitas Mustahiq (Studi Kasus Pada Baz Jatim). Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan Terapan, 1(9), 661�673. Google Scholar

 

Nurjanah, Santi. (2013). Studi Kelayakan Pengembangan Bisnis Pada Pt Dagang Jaya Jakarta. The Winners, 14(1), 20�28. Google Scholar

 

Pratama, Yoghi Citra. (2015). Peran Zakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus: Program Zakat Produktif Pada Badan Amil Zakat Nasional). Tauhidinomics: Journal Of Islamic Banking And Economics, 1(1), 93�104. Google Scholar

 

Pusparini, Martini Dwi. (2015). Konsep Kesejahteraan Dalam Ekonomi Islam (Perspektif Maqasid Asy-Syari�ah). Islamic Economics Journal, 1(1), 45�59. Google Scholar

 

Putong, Iskandar. (2013). Economics Pengantar Mikro Dan Makro. Jakarta: Mitra Wacana Media, 48. Google Scholar

 

Rofiqoh, Lutfiatur. (2020). Analisis Hikmah Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pengentasan Kemiskinan Pada Badan Amil Zakat Nasional Provinsi Lampung (Studi Pada Kabupaten Lampung Tengah). Uin Raden Intan Lampung. Google Scholar

 

Rozalinda, Ekonomi Islam Teori. (2016). Aplikasi Pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers. Google Scholar

 

Rusli, Abubakar Hamzah, & Syahnur, Sofyan. (2013). Analisis Dampak Pemberian Modal Zakat Produktif Terhadap Pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Ilmu Ekonomi Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, 1(1), 56�63. Google Scholar

 

Saludung, Jokebet. (2009). Peranan Evaluasi Dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Jurusan. Jurnal Medtek, 1(2). Google Scholar

 

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Manajemen. Alfabeta.

 

Widodo Dan Sunarso. (2009). Pengaruh Penyuluhan, Motivasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Kelompok Tani. Manajemen Sdm, 3, 49.

 

Zalikha, Siti. (2016). Pendistribusian Zakat Produktif Dalam Perspektif Islam. Jurnal Ilmiah Islam Futura, 15(2), 304�319. Google Scholar

 

Copyright holder:

Nasruddin, M. Yusuf Bahtiar (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: