Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 �e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 3, Maret 2022
Denny
Najoan
Fakultas Teologi, Universitas
Kristen Indonesia Tomohon, Indonesia
Email: [email protected]
Pembinaan kategorial pemuda
di Gereja merupakan salah satu bentuk misi pelayanan dalam Gereja. Karakter
dasar dari pemuda adalah memiliki kemauan untuk selalu berkembang, keberanian
untuk selalu bertindak, serta selalu berupaya untuk berbeda dari lainnya.
Karakter ini dipengaruhi oleh budaya kolektif yang ada saat ia bertumbuh. Hal
inilah yang membuat pembinaan pemuda di Gereja adalah salah satu tanggung jawab
penting. Karena dengan pembinaan yang baik kearah yang benar sesuai dengan
Firman Allah, akan membuat tiap pemuda memiliki sikap kerohanian dan
spiritualitas yang baik. Akan tetapi pada era gobalsasi saat ini, yang
memperkenalkan tiap pemuda pada keterbukaan, kebebasan dan pengguasaan akan
teknologi, membuat pelayanan kategorial pemuda dalam gereja mendapatkan
tantangan. Karakter dasar pemuda apabila dikaitkan dengan tawaran globaliasi,
maka dapat beakibat pada terbentuknya paradigma pelayanan yang baru bagi
pemuda. Untuk itu para pelayan di Gereja harus melakukan identifikasi secara
komprehensif terhadap dampak dan pengaruh globalisasi dalam pelayanan
kategorial pemuda. Sehingga dampak dan pengaruh negatif globalisasi tidak
menghancurkan misi panggilan Gereja. Namun dapat mengelolah dampak positif,
bagi penyebaran kabar baik dan pewujudan Kerajaan Allah dimuka bumi. Pemuda
Gereja harus menjadi motor penggerak bagi pelayanan Gereja dimana saja. Adapun
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini berhubungan tentang globalisasi
dan religiusitas dalam pelayanan dan persekutuan pemuda di Gereja Masehi Injii
di Minahasa (GMIM) Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon. Adapun dua hal
yang ingin dicapai adalah: 1) mendeskripsikan dampak globalisasi bagi
eksistensi pelayanan kategorial pemuda GMIM; 2) Mengidentifikasi dan mendeskripsikan
dampak globalisasi bagi kehidupan persekutuan pemuda di GMIM. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan sumber data utama adalah dari hasil
survei, focus group discussion dan observasi, yang diverifikasi dengan teknik
triangulasi. Sedangkan teknik analisa data, induktif deskriptif dengan alur
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Temuan dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa globalisasi berdampak positif bagi pelayanan
pemuda di Gereja, akan tetapi perlu untuk terus dijaga agar pengaruh buruk
tidak masuk dan menguasai seluruh perilaku pemuda di Gereja. Persekutuan
oikumene dapat menjaga implementasi tugas dan panggilan generasi muda Gereja.
Dasar teologis Gereja Injili dan pemahaman globalisasi yang baik, mampu membuat
pemuda GMIM bertanggung jawab terhadap kehidupan religiusitas dan
spiritualitasnya.
Kata Kunci: globalisasi; pelayanan; persekutuan; pemuda; gereja
Abstract
The
categorical formation of youth in the Church is one form of service mission in
the Church. The basic character of youth is to have the will to always develop,
the courage to always act, and always strive to be different from others. This
character is influenced by the collective culture that existed when he grew up.
This is what makes the formation of youth in the Church such an important
responsibility. Because with good coaching in the right direction according to
the Word of God, it will make every youth have a good spiritual attitude and
spirituality. However, in the current era of globalization, which introduces
every youth to openness, freedom and mastery of technology, making categorical
youth ministry in the church a challenge. The basic character of youth, when
associated with the offer of globalization, can result in the formation of a new
service paradigm for youth. For this reason, the ministers in the Church must
carry out a comprehensive identification of the impact and influence of
globalization in youth categorical ministry. So that the negative impacts and
effects of globalization do not destroy the mission of the Church's calling.
But it can manage a positive impact, for the spread of the good news and the
realization of the Kingdom of God on earth. The youth of the Church must be the
driving force for the ministry of the Church everywhere. The objectives to be achieved in this study
relate to globalization and religiosity in youth ministry and fellowship at the
Injii Masehi Church in Minahasa (GMIM) Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon
Congregation. The two things to be achieved are: 1) to describe the impact of
globalization on the existence of GMIM youth categorical services; 2) Identify
and describe the impact of globalization on the life of youth associations at
GMIM. This study uses a qualitative approach with the main data sources are
survey results, focus group discussions and observations, which are verified by
triangulation techniques. While the data analysis technique, descriptive
inductive with data reduction flow, data presentation, and drawing conclusions. The findings in this study indicate that
globalization has a positive impact on youth ministry in the Church, but it is
necessary to maintain it so that bad influences do not enter and dominate all
youth behavior in the Church. The ecumenical fellowship can maintain the implementation
of the duties and vocations of the younger generation of the Church. The
theological basis of the Evangelical Church and a good understanding of
globalization are able to make GMIM youth responsible for their religious and
spiritual life.
Keywords: globalization;
ministry; fellowship; youth; church
��
Pendahuluan
Globalisasi
yang bergerak cepat� pada abad ke-21
menjadikan dunia semakin terbuka dan memiliki keterbergantungan satu sama
lainnya. Istilah globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt
seorang ekonom Amerika pada tahun 1985, lewat artikelnya yang berjudul
�Globalization of Markets�. Artikel tersebut merujuk pada politik-ekonomi,
terkhususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. Menurut Levitt,
bisnis menjadi global ketika adanya perubahan perilaku teknologi dan sosial,
yang memungkinkan perusahaan-perusahaan multinasional menjual produk yang sama
pada dunia yang lebih luas (Levitt, 1983).
Hal yang serupa diungkapkan oleh Peter F. Drucker lewat tulisannya �The Global Economy and the Nation-State�,
yang menggambarkan bahwa globalisasi sebagai suatu zaman transformasi sosial.
Zaman dimana dunia akan menjadi datar dan memiliki kesaling terhubungan, adanya
uang maya (virtual money), kebijakan
ekonomi dunia akan muncul dan mempengaruhi banyak aturan serta produk akan
dijual keseluruh dunia tanpa batas (Drucker, 1997).
Hal tersebut juga diperkuat oleh Jan Aart Scholte yang mengartikan globalisasi
dari kosakata dan prinsip umum dari definisi tersebut. Scholte mengatakan :
�Four main definitions
have led into this cul-de-sac: globalization as internationalization;
globalization as liberalization; globalization as universalization; and
globalization as westernization� (Scholte, 2002).
���� Selanjutnya Scholte mengatakan juga bahwa
:
�Globality in the sense
of the world as a single social space has two qualities. The more general
feature, transplanetary connectivity, has figured in human history for
centuries. The more specific characteristic, supraterritoriality, is relatively
new to contemporary history. Inasmuch as the recent rise of supraterritoriality
marks a striking break with the territorialist geography that came before, this
trend potentially has major implications for wider social transformation� (Scholte, 2002).
Dengan
demikian Scholte memberikan beberapa definisi pada globalisasi, yakni:
internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, westernisasi, dan Hubungan transplanetarian
serta supra teritorialitas. Secara
umum Scholte mengatakan bahwa dunia semakin terbuka dan keterhubungan antar
negara semakin kuat, karena adanya kebutuhan untuk ekspansi (Scholte, 2002)
Hal ini membuat kebangkitan ekonomi semakin kuat dan membuka ruang untuk segala
kebijakan sosial yang selama ini tertutup oleh batas-batas negara dan
geografis.
Selanjutnya
Scholte mengungkapkan bahwa globalisasi merupakan satu proses untuk meletakkan
dunia dibawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh garis dan kedudukan
geografi sebuah Negara. Melalui proses ini, dunia akhirnya tidak lagi memiliki
garis batas dengan ruang udara dan langit, sehingga negara tersebut menjadi
terbuka luas untuk dimasuki melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Globalisasi dapat juga dipahami sebagai proses lahirnya suatu masyarakat
global, satu dunia yang terintegrasi secara fisik, melampaui batas-batas
Negara, blok-blok ideologis, dan lembaga-lembaga ekonomi politik (Baylis, 2020).
Menurut
Malcom Walter, globalisasi yang datang bersama dengan kapitalisme ini malah
membawa kekuatan baru yang menghapus otoritas agama, politik, militer dan
sumber kekuatan lainnya. Karena kenyataannya gerakan globalisasi ini telah
membawa ideologi baru yang bertujuan agar semua menjadi terbuka dan bebas
menerima ideologi dan nilai-nilai kebudayaan barat seperti seperti demokrasi,
Hak Asasi Manusia (HAM), feminisme/ gender, liberalisme dan sekularisme.
Dengan dibantu transformasi
teknologi sebagai dampak dari globalisasi teknologi, maka memudahkan budaya
dunia untuk terserap ke masyarakat diberbagai kelas dan berbagai negara
diseluruh dunia. Menurut Cohen dan Keneddy, peningkatan interaksi kultural
melalui media massa, terutama melalui televisi, film, music, transmisi berita,
dan olah raga internasional merupakan seperangkat transformasi yang saling
memperkuat dunia (Cohen & Kennedy, 2012). Setiap orang
dapat memahami budaya dan nilai dari bangsa lain dengan menonton televisi dan
suguhan program yang diberikan. Film-film Amerika memperkenalkan karakter
bangsa Amerika yang mendukung kebebasan, kemerdekaan dan keharmonisan, namun
disisi lain juga menampakkan sikap patriotisme dan nasionalisme bangsa
Amerika.� Genre musik seperti pop, rock,
metal hingga music country dari dunia barat masuk dan disenangi oleh
masyarakat dibagian dunia lain. Selain itu maraknya media-media massa asing
diberbagai dunia juga menyemarakan volume penyebaran budaya antar bangsa,
sehingga setiap orang dimana saja ia mampu mengetahui berita tentang pembangunan
dan kemajuan negara lain secara cepat. Olah raga dengan nilai kompetisi juga
digunakan sebagai perangkat dalam melakukan transformasi budaya.
Kompetisi-kompetisi internasional, dan cabang-cabang olah raga seperti tinju,
sepak bola, basket dan lainnya diperkenalkan keseluruh dunia sebagai permainan
yang berprestasi. Nilai sportivitas diperkenalkan sebagai bahasa dunia dalam
bidang olah raga. Kompetisi semakin ditinggalkan, dan setiap orang saling
memiliki keterhubungan.
Perkembangan
media dan teknologi komunikasi menjadi salah satu faktor penting dalam
berkembangnya globalisasi, meskipun pada awalnya tidak mendapatkan cukup
perhatian (Rantanen, 2005).
Integrasi, interkoneksi, dan bahkan interdependensi tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan media dan teknologi komunikasi yang beroperasi lintas batas negara
bangsa (Keohane & Nye, 1977).
Dengan adanya globalisasi ekonomi,
budaya dan teknologi menyebabkan manusia era globalisasi lebih cepat memperoleh
pengetahuan dan mengelolahnya sesuai kebutuhan. Globalisasi memberikan
kemudahan manusia dalam berinteraksi sebagai makluk sosial, akan tetapi disisi
lain, mendistorsi identitas individual. Generasi muda saat ini� menerima globalisasi sebagai salah satu
bentuk kebebasan dan ketidak terbatasan. Globalisasi memperkenalkan nilai-nilai
yang universal dan modern. Teknologi menjadi media pendukung berkembangnya
globalisasi diberbagai negara. Televisi, email, jejaring sosial, media internet
dan lainnya, membuat globalisasi semakin tidak terbendung, dan juga
memperkenalkan budaya baru bagi generasi saat ini, yakni budaya dunia. Segala
bentuk identitas lokal ditinggalkan dan masuk menjadi sebuah global village.
Semuanya menjadi satu dalam sebuah global village. Hal-hal modern yang
digunakan di Amerika dan Eropa dengan cepat digunakan oleh masyarakat di Asia,
Afrika dan Timur Tengah. Budaya-budaya lokal hanya menjadi sebuah peninggalan
yang tetap dilestarikan, namun tidak memiliki nilai penting lagi, karena semua
nilai menjadi universal. Budaya lokal semakin terjerumus masuk kedalam jurang
peninggalan, dan diganti dengan budaya dunia yang semakin cepat diterima oleh
seluruh komponen masyarakat.
Dunia akan bergerak berdasarkan
nilai universal, tanpa simbol yang membatasinya. Agama yang mengajarkan nilai
lewat ritual-ritual keagamaan, akan dikesampingkan, karena semakin sempitnya
ruang dan cepatnya waktu berputar. Kitab-kitab suci akan ditinggalkan, dan
diganti dengan aplikasi-aplikasi teknologi yang dianggap lebih membantu setiap
individu dalam melaksanakan aktivitas keagamaannya. Memilih sebuah agama bukan
lagi menjadi tanggung jawab iman, akan tetapi hanyalah merupakan trend dan
kebutuhan semata. Globalisasi telah mampu membuat semua agama hidup berdampingan
tanpa adanya permusuhan, namus dibagian lain ia mendistorsi identitas
keagamaan.
Agama dalam ruang globalisasi
menjadi abu-abu. Religiusitas diukur dengan nilai dari sebuah tindakan, dan
bukan lagi hanyalah merupakan simbolisme keagamaan. Sulit membedakan secara
tegas kebebasan internal dan kebebasan eksternal (Li et al., 2004)
Penerimaan globalisasi akan pluralitas, menyebabkan nilai-nilai universal yang
dibawa oleh globalisasi berkembang pesat, dan bersaing dengan nilai-nilai yang
diajarkan agama. Seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda
keyakinan, dengan menggunakan bahasa nilai yang universal. Sehingga simbol
agama tidak ada lagi. Seseorang yang kesehariannya taat beragama dan rajin
mengikuti ritual keagamaan, pada saat hadir dalam ga dan pluralis. Mulai
muncul teolog-teolog pluralis, yang siap menghadapi perkembangan globalisasi.
KeKristenan mulai terbuka untuk melakukan diskursus dengan agama-agama lain.
Ajaran tentang kebenaran Kristen pun dibuat lebih terbuka, dan tidak ekslusif.
Para teolog pluralis menegedepankan toleransi dan dialog antar agama.
Nilai-nilai dalam ajaran Kristus merupakan nilai-nilai universal yang ada juga
dalam ajaran agama lain, sehingga memungkinkan adanya dialog yang dinamis antar
agama (Husaini, 2005).
Globalisasi menghantar keKristenan pada agama tanpa sekat dan terbuka pada
realitas kehidupan sosial.
Tantangan
bagi Gereja pada era globalisasi adalah bersaksi ditengah-tengah banyaknya
agama, ideologi dan pandangan didunia. Globalisasi mengarahkan dunia untuk
melepaskan identitas-identitas eksistensial, namun disisi lain, Gereja dituntut
bersaksi tentang Kristus hingga sampai keujung dunia. Ide Gereja dan
globalisasi saling bertolak belakang. Globalisasi berbicara tentang nilai yang
telah menjadi universal, Gereja berbicara tentang Kristus sebagai satu-satunya
jalan keselamatan.
Dalam
tantangan tersebut, Gereja juga dapat memanfaatkan globalisasi teknologi
sebagai bagian dalam menjalankan alat kesaksiannya. Gereja dapat menjangkau
orang-orang yang tersesat dan terbuang lewat jejaring-jejaring sosial, atapun
dengan memanfaatkan sistem jaringan akar rumput. Globalisasi memberikan ruang
bagi Gereja untuk melaksanakan panggilan kesaksiannya. Agar dapat menjadi saksi
akan fakta-fakta ajaran Kristus melewati berbagai suku bangsa dan ruang.
Gereja
mendapatkan peluang sekaligus tantangan dalam menjalankan tugas dan
panggilannya. Globalisasi memberikan ruang bagi Gereja untuk mengeksplorasi
berbagai sumber daya yang dapat digunakan untuk menjalan fungsinya. Akan tetapi
hal tersebut haruslah didasari oleh landasan teologis yang kokoh dan startegi
yang tepat dalam menjalankan misi Gereja. Gereja tidak lagi harus berada dalam
ruang-ruang dalam menjalankan panggilannya, tapi Gereja harus keluar dan
bekerja keras menjawab tantangan globalisasi. Sehingga generasi mendatang tetap
memiliki identitas ke Kristenan dalam iman, pikiran dan perilaku.
Gereja
Masehi Injili di Minahasa (GMIM) yang juga merupakan bagian dari panggilan
Gereja Kristus di dunia, turut mengambil bagian dalam misi Gereja. GMIM berupaya
secara berkesinambungan untuk melaksanakan amanat Yesus Kristus dalam membangun
dan mempersatukan Gereja, memberitakan Injil, serta melayani demi keadilan,
perdamaian dan keutuhan ciptaan Tuhan. GMIM berupaya untuk mewujudkan Gereja
Kristen yang Esa. GMIM berupaya untuk tetap bersekutu, melayani dan bersaksi
untuk mewujudkan kerajaan Allah dimuka bumi.
GMIM tetap melaksanakan tugas dan panggilan
gereja dalam berbagai tantangan globalisasi. Globalisasi memberikan dampaknya
pada cara hidup jemaat dalam keseharian dan kadangkala jauh dari identitas
Gereja. Gereja harus berlomba dengan gelombang globalisasi, sehingga otoritas
gereja tidak hilang dan jemaat dapat mengamplikasikan ajaran gereja dalam
kehidupan sehari-hari yang tidak lepas dari dampak globalisasi. Dalam
keseharian jemaat sering hidup dalam dunia tanpa batas dan nilai budaya global.
Identitas keKristenan menjadi tersamarkan dengan nilai universal. Hal ini juga
bermuara pada perubahan cara pandang jemaat tentang makna persekutuan,
pelayanan, dan bersaksi. Perilaku jemaat dalam keseharian merupakan tanggung
jawab individu, dan seprti tidak ada kontribusi Gereja didalamnya. Jemaat
semakin ikut dalam pusaran globalisasi ekonomi, teknologi dan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
dampak globalisasi bagi eksistensi pelayanan kategorial pemuda di GMIM dan
dampaknya bagi persekutuan pemuda di GMIM.
Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada kondisi obyek yang alamiah, dimanna peneliti adalah sebagai instrument
kunci (Sugiyono, 2017). Obyek dalam
penelitian kualitiatif bersifat alamiah dan tidak dimanipulasi oleh peneliti,
sehingga kondisi obyek setelah peneliti keluar dari penelitian tidak berubah.
Menurut Marthin Hammersley, penelitian kualitatif menggambarkan dan menjelaskan
perpektif dan sekaligus perilaku, dengan mengakui bahwa perilaku tidak hanya
berhembus dari perpektif. Metode ini akan membantu peneliti untuk memahami
tantangan globalisasi bagi pemuda Gereja di
GMIM Maranatha Kakaskasen tiga dan padangan teologis terhadap globalisasi.
Jenis
penelitian yang akan digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif
digunakan untuk menyajikan secara lengkap dan menyeluruh gambaran tentang
perkembangan dari globalisasi dan tantangannya bagi GMIM,
terkhususnya pemuda gereja di GMIM Marantha Kakaskasen Tiga
Kota Tomohon, Sulawesi Utara.
Selain
menggunakan pendekatan studi pustaka, peneliti juga menggunakan penelitian
lapangan untuk mengamati dampak dari globalisasi terhadap Gereja dan pemuda di GMIM. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti,
yakni Survey, Dokumenter, FGD, dan observasi. Menurut (Sugiyono, 2017), teknik survei adalah penelitian
yang dilakukan dengan menggunakan angket sebagai alat penelitian yang dilakukan
pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari
sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian
relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel, sosiologis maupun psikologis.
Dalam penelitian jenis angket survey yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu angket yang sudah disediakan
jawabannya. Dalam melakukan pengukuran atas jawaban
dari angket-angket tersebut yang diajukan kepada responden, skala yang
digunakan adalah skala Likert. Dalam melakukan analisa, peneliti menggunakan
deskripsi data. Angket disebar untuk diisi oleh 24 responden. 24 responden ini merupakan 10
pengurus kepemudaan dan 14 merupakan pemuda aktif yang sering ikut persekutuan
dan pelayanan pemuda. Selain itu, peneliti juga menggunakan FGD. Peneliti melakukan tiga kali FGD yakni
dengan durasi waktu yang berjarak 2 minggu, dan dilakukan dengan responden yang
berbeda. Jarak waktu yang panjang sebelum melakukan
FGD berikutnya sengaja dilakukan oeh peneliti untuk menguji kesesuaian jawaban
di waktu yang berbeda dalam perbedaan partisipan. Dengan demikian ada jeda
waktu yang cukup lama antara sessi satu dan sessi berikutnya. FDG dilakukan
dalam enam kelompok diskusi, dengan tiap pertemuan ada dua kelompok yang
difasilitasi. Pada tiap sessi FGD, peneliti membagi kelompok menjadi dua
kelompok, dan difasilitasi oleh
peneliti. Dengan demikian tiap
kelompok ada dua fasilitator. Tiap kelompok diisi oleh anggota 1-2 orang
penggurus kategorial pemuda, 2-4 orang anggota kategorial pemuda, dan 1-2
aktivis gereja. Dalam memberikan pertanyaan, peneliti memberikan pertanyaan
terstruktur untuk membuka dialog, dan berikutnya akan mengalir berdasarkan
aliran informasi yang disampaikan partisipan. Hal ini untuk memperkaya
informasi dan membantu peneliti mendapatkan informasi yang komprehensif.
Gereja merupakan sebuah
organisasi yang unik, karena memiliki tujuan yang berkaitan dengan
keterpanggilan jemaat. Gereja adalah bentuk persekutuan orang-orang yang
mengikut Yesus Kristus dan dipanggil oleh Injil dari dunia untuk menjadi
prajurit-prajurit Kristus (Kenya, n.d.). Selain itu sebagai organisasi keagamaan,
Gereja memilki tugas dan tanggung jawab penuh terhadap jemaatnya, baik secara
spiritual, material dan aspek sosial maupun aspek lain-lain. Gereja akan
memahami kehadirannya, apabila jemaat yang merupakan bagian dari dirinya
merasakan keterjawaban kebutuhan yang dibutuhkan mereka, melalui kegiatan atau
program yang dilakukan oleh gereja. Gereja merupakan umat Allah yang harus
diusahakan supaya anggota-anggota gereja dapat hidup sesuai dengan
perintahperintah Allah, dan yang melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
jemaat adalah Majelis gereja
(Abineno, 1992).
Dalam melaksanakan tugas
pelayannya, Gereja memiliki program pelayanan untuk mewujudkan karya
keselamatan Allah melalui persekutuan dengan bagian-bagian kategorial dalam
Gereja, dan salah satu peran yang penting adalah pembinaan warga jemaat. Untuk mampu melakukan pembinaan yang baik, maka Gereja harus secara
mendalam memahami kebutuhan personal dari tiap anggota kategorial,terkhusunya
kategorial pemuda. Hal ini dilakukan oleh Gereka sebagai upaya mewujudkan
Kerajaan Allah, sebagaimana amanat dari panggilan orang Kristen.
GMIM Maranatha Kakaskasen
Tiga sebagai salah satu Gereja di Indonesia bernaung di bawah Sinode GMIM,
memiliki misi yang sama dengan Gereja lainnya yakni mengabarkan kabar baik
Injili dan merawat ladang semaian Tuhan. Hal ini sebagai upaya untuk menjawab
keterpanggilan Gereja sebagai satu ekumene. Perubahan tiga kali Tata Gereja
merupakan upaya dari GMIM menjawab keterpanggilannya di era globalisasi saat
ini. Tekhususnya di GMIM Marantha Kakaskasen Tiga mengalami berbagai dinamika
dan kompleksitas perubahan, namun pelayanan sebagai pelayan Allah tetap
dilakukan secara bertanggung jawab. Peningkatkan jumlah kuantitas jemaat dan
kapasitas aktivitas spiritualitas jemaat, merupakan bentuk pertanggung jawaban
GMIM Marantha Kakaskasen Tiga terhadap keterpanggilannya.
Berbagai program kerja
Kategorial Pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga diupayakan dapat menjawab
kebutuhan pemuda. Perubahan perilaku peradaban juga merambah hingga ke pemuda
GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga. Aktivitas menggunakan informasi teknologi untuk
optimalisasi pelayanan terus dilakukan, walaupun secara perlahaan. Disisi lain
program pelayanan kategorial terus beruapaya untuk mengaktifkan seluruh pemuda
ke dalam persekutuan dan pelayanan kategorial.
Globalisasi merupakan salah
satu yang memberikan dampak perubahan yang dirasakan oleh pemuda GMIM Maranatha
Kakaskasen Tiga dalam pelayanan kategorial pemuda.� Saat ini pemuda hidup di era modern. Era yang
ditandai dengan penggunaan hasil teknologi tinggi. Era globalisasi telah
menghantar manusia dalam suasana hidup individualistik, liberalistik,
kapitalistik dan sekularistik. Model-model kehidupan tersebut, perlahan-lahan
mengubah manusia dalam tanggapannya terhadap nilai maupun norma yang
diyakininya, bahkan hingga engarah pada perubahan perilaku. Keyakinan terhadap
nilai agama misalnya, sekarang telah banyak berubah. Orang lebih cenderung
masuk dalam tatanan hidup bebas, tidak mau hidup dalam norma-norma.
Kecenderungan untuk hidup bebas juga telah merasuki sendi-sendi kehidupan� kaum muda. Dalam situasi seperti ini, tentu
tidak memungkinkan adanya penghayataan iman yang baik bagi kaum muda. Karena
itu, dibutuhkan langkah strategis dalam berpastoral bagi mereka, sehingga dapat
menciptakan suatu iklim atau lingkungan tertentu yang memungkinkan kaum muda
dapat mengalami dan menghayati secara nyata suatu situasi iman yang hidup. Pada
bab ini akan melihat seberapa dampak globalisasi terhadap pelayanan kategorial
pemuda dan bagaimana pemahaman pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga terhadap
gobalisasi.
1. Pelayanan Pemuda Di Era
Globalisasi
a) Program Pelayanan Kategorial
Pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon
Adapun progam
pelayanan komisi kategorial pemuda jemaat GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga dibagi
menjadi lima bidang, yakni bidang misi ekumene dan persekutuan; bidang
pengembangan minat dan bakat; bidang pengembangan organisasi dan penelitian;
bidang pengembangan sumber daya dan dana; bidang umum.
Berikutnya kegiatan
dari bidang misi ekumene dan persekutuan adalah: A) Ibadah umum yang
dijadwalkan setiap minggu di rumah anggota pemuda; B) Ibadah rayon yang
dilaksanakan dalam tiap rayon; C) Ibadah kelompok yang dilaksanakan setiap� minggu dalam tiap kelompok; D) Ibadah ulang
tahun yag bersifat tentatf; E) Ibadah perkunjungan orang sakit; F) Ibadah penghibburan
tiga malam; G) Ibadah penghiburan Muntep Zemdem; H) Ibadah Paskah dan HUT
pemuda GMIM; I) Ibadah pra Natal; J) Ibadah Ret Reat yang dilaksanakan dua kali
dalam setahun; dan Ibadah Pantai yang dilaksanakan pertengahan tahun. Selain
itu ada juga kelompok-kelompok bakat minat, pembinaan pemuda dan
pertemuan-pertemuan konsultasi pemuda se sinode.
b) Pemahaman Pemuda GMIM
Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon tentang Globalisasi
Globalisasi
memberikan dampak terhadap pelayanan kategorial pemuda GMIM Maranatha
Kakaskasen Tiga. Akan tetapi apakah, para pemuda memahami secara umum tentang
globalisasi. Hal ini untuk membantu melihat kesadaran pemuda dalam melihat
dampak dari globalisasi dalam Gereja.
(Grafik 1
Keyakinan pemuda GMIM
bahwa mereka memahami globalisasi)
Dari grafik diatas, menunjukan bahwa dari 24 responden pemuda
GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga, 23 responden mengakui bahwa mereka memahami makna globalisasi, dengan pembagian 3
orang repsonden sangat setuju bahwa mereka memahami benar tentang globalisasi,
dan� 20 responden menjawab setuju bahwa
mereka juga memahami tentang globalisasi. Sedangkan hanya 1 orang responden pemuda yang menyadari bahwa ia memahami tentang globalisasi.
Selanjutnya untuk lebih detail dalam
mengukur pemahaman responden tentang globalisasi, maka responden diukur pengetahuannya tentang konsep globalisasi.
Hal� ini untuk mengukur seberapa dalam
pemahaman pemuda GMIM Marantha Kakaskasen Tiga tentang globalisasi, sebelum
masuk untuk melihat dampaknya.
(Grafik
2
Pemahaman
responden bahwa globalisasi berkembang lewat budaya)
Pada grafik 2 menunjukan pemahaman pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga tentang globalisasi juga
terjadi dalam bentuk budaya. Terjadi banyak kolaborasi budaya, yang hadir lewat
media infomasi teknologi. Budaya barat dengan mudah diadopsi di dunia
timur, dan sebaliknya kebudayaan timur dengan mudah ditemukan di dunia barat.
Dengan pemahaman tersebut, 13 responden sangat
setuju dengan hal tersebut, sedangkan 11 responden mendukung �setuju bahwa globalisasi juga
berkembang lewat budaya. Dengan demikian, pemuda GMIM
Maranatha Kakaskasen Tiga memahami bahwa globalisasi dapat mempengaruhi lewat
budaya global.
(Grafik 3
Globalisasi memperkenalkan budaya
baru dan menggeser budaya lokal)
Untuk mempertegas pernyataan bahwa
globalisasi juga berkembang lewat budaya, dan dapat menggeser budaya lokal. Maka 11
reponden sangat setuju dan 8
responden lainnya setuju bahwa globalisasi
memperkenalkan sebuah budaya kebebasan dan keterbukaan yang baru, yang mana
mampu menggeser budaya lokal. Sedangkan 4 responden tidak menyetujui dan 1
responden sangat tidak menyetujui
dengan pemahaman dimaksud.Vasco mendukung hasil survey ini, dengan memberikan
contoh:
�... contohnya mungkin dari
depe cara berpakaian mungkin orang dulu dulu berpakaian masih pake pakaian adat
yang sopan-sopan kalo mungkin sekarang orang bapake so iko gaya gaya model
model dari luar negeri mungkin makin hari makin pendek, ya seperti itu depe
contoh�.
Untuk itu, agar
budaya keristenan dan budaya Minahasa tidak terkikis, maka perlu ada pegangan
iman yang kuat. Menurut Defa, salah seorang peserta FGD:
�Menurut torang, cara untuk
menanggapi atau menyongsong era Globalisasi orang Kristen, menurut kami
hanya menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman, dalam artinya torang sebagai
orang muda harusnya menyesuaikan diri agar agar supaya agar supaya iman yang
kami pegang tidak gampang terkikis oleh zaman�.
Para pemuda menyadari bahwa budaya
global sangat mudah terserap dalam aktvitas keseharian mereka. Untuk itu perlu
ada penyesuaian diri, sehingga nilai-nilai positif yang dahulunya ada tidak
hilang dan digantikan budaya yang baru.
(Grafik 4
Globalisasi mendapatkan kekuatan
penuh lewat perkembangan teknologi)
Berikutnya dalam grafik 4 menunjukan bahwa 12 responden sangat setuju dan 9 responden
lainnya setuju, bahwa perkembangan globalisasi mendapatkan kekuatan yang sangat
besar lewat perkembangan teknologi. Dan tampak bahwa 3 responden
beranggapan bahwa kekuatan besar dari globalisasi tidak hanya dari teknologi. Dari grafik tersebut diketahui bahwa pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga
mengetahui bahwa teknologi menjadi kunci perkembangannya ke seluruh dunia,
terutama ke GMIM.
Dari hasil survei dan FGD menampakkan
bahwa pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskase Tiga Tomohon sangat memahami
tentang globalosaso. Para pemuda menyadari bahwa mereka secara sadar maupun
tidak sadartelah tergerus masuk ke dalam era globalisasi. Teknologi, budaya,
dan ekonomi adalah pemahaman yang paling sering dikenal oleh pemuda GMIM Jemaat
Maranatha Kakaskase Tiga Tomohon sebagai bagian dari globalisasi. Ciri-ciri
penggunaan teknologi yang masif dalam berbagai kondisi, merupakan tanda bahwa
globalisasi tidak dapat dhindari. Dalam data survei menunjukkan bahwa budaya
dan ekonomi global tidak terlalu berpengaruh untuk merubah perilaku pemuda.
Pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskase Tiga Tomohon masih beranggapan bahwa
budaya lokal masih sangat penting, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa budaya
global mereka temui tiap-tiap waktu, lewat berbagai arus informasi teknologi
yang mereka temui.
c) Dampak Globalisasi terhadap
Misi Pelayanan Pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon
Globalisasi dapat menjadi tantangan bagi
persekutuan pemuda dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai murid Kristus. Akan tetapi dalam komitmen dan spiritualitas yang kuat, maka peradaban
yang berubah akan dengan mudah dihadapi oleh kategorial pemuda dalam
pelayanannya.
(Grafik 5
Bersaksi bagi Kristus di era
globalisasi merupakan tantangan yang sangat berat)
Pada pernyataan bahwa menjadi saksi
Kristus di era globlisasi adalah tugas yang berat. Menurut 5
responden sangat setuju dan 7 responden yang setuju dengan pernyataan bahwa
berrsaksi bagi Kristus di era saat ini merupakan hal yang sangat berat, karena
perkembangan budaya, ekonomi, politik dan teknologi
membuat begitu banyak halangan yag merintangi untuk menjadi saksi Kristus di
era globalisasi. Sedangkan 9 responden �tidak setuju dan 3 lainnya
sangat tidak setuju bahwa menjadi saksi Kristus di era globalisasi adalah sangat
berat. Dengan demikian sebagian menganggapnya berat dan sebagian mengganggapnya
tidak berat. Untuk itu globalisasi bisa menjadi tantangan dalam kondisi
tertentu, namun kondisi lainnya dapat menjadi peluang untuk bersaksi bagi
Kristus.
Untuk itu Adri, aktivis pemuda GMIM
mengatakan:
�... dalam torang menghadapi
atau menyongsong era Global Globalisasi itu kiranya torang sebagai eh orang
Kristen terlebih khusus sebagai pemuda Kristen torang bisa lebih eh jadi
pribadi yang lebih selektif, maksudnya bisa memilih dan memilah mana yang baik
dan mana yang tidak baik untuk torang ikuti�.
Hal ini dikarenakan banyaknya tawaran
yang diberikan oleh globalisasi. Dan tawaran tersebut mampu memuaskan
keduniawian manusia. Evan juga mendukung pernyataan Adri, bahwa sebagai
generasi muda Kristen, kita perlu hati-hati dan mampu menempatkan diri. Karena
dipundak kitalah GMIM selanjutnya berada.
(Grafik 6
�Era globalisasi memudahkan misi pelayanan,
karena
pelayanan dapat dilakukan dimana
saja dan kapan saja)
Berikutnya pada saat diminta
tanggapannya tentang era globalisasi dapat memudahkan misi pelayanan. Karena
dengan globalisasi, segala perangkat teknologi dapat digunakan sebagai media
pelayanan, selain itu sifat keterbukaan yang mencadi ciri globalisasi, akan
memudahkan setiap orang dalam melayani. Berdasarkan pendapat tersebut, 6 responden
sangat setuju dan 14 responden lainnya
sangat setuju. Hanya 4 responden yang tidak setuju dengan pendapat tersebut. Hal ini menunjukan bahwa globalisasi bagi pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen
Tiga bukanlah sebuah ancaman, namun merupakan peluang untuk mensukseskan
pelayanan.
Menurut Evan, globalisasi dapat
memudahkan misi pelayanan:
�... Kalo yang depe positif contohnya
dengan adanya gadget to dengan media sosial kan boleh dishare informasi,
informasi ibadah itu dimana�.
Penggunaan aplikasi teknologi informasi dapat
memudahkan misi pelayanan. Facebook, Instagam, dan Whatapp (WA) dapat dijadikan
sebagai media untuk mengoptimalkan pelayanan. Hal yang sama juga disampaikan
oleh Nathanael, ia sependapat dengan Evan. Menurut dia, globalisasi dapat
menjadi tantangan apabila para pemuda tidak mampu menggunakan teknologi. Akan
tetapi pada realitasnya, hampir semua informasi dan komunikasi dalam menunjang
pelayanan kategorial pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon
menggunakan peluang teknologi yang diakibatkan dari perkembangan
globalisasi.�
(Grafik 7
Menjadi orang Kristen yang taat
dalam menjalankan
perannya dalam bersaksi,
bersekutu dan melayani di era globalisasi, haruslah
cerdik dan tidak terkesan memaksa
kepada orang yang tidak seiman)
Berikutnya untuk mensukseskan peran
orang Kristen dalam bersaksi, bersekutu dan melayani, maka perlu tindakan cerdik dan tidak terlalu memaksakan kehendak. Ada 10 responden
sangat setuju dan 12 responden lainnya setuju dengan pendapat ini. Mereka sepakat bahwa orang Kristen harus cerdik dalam
menjalankan peran dan misi pengutusannya, sehingga tidak
mengganggu atau melanggar hak orang lain. Hanya 2 repsonden
yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
�
(Grafik 8
Globalisasi adalah alat untuk menyebar
luaskan kerajaan Kristus dimuka bumi)
Pada grafik 8 tampak bahwa 8 responden sangat setuju dan 10 responden setuju, bahwa globalisasi dapat menjadi alat yang
efektif dalam menyebar luaskan misi Kerajaan Allah.
Dengan globalisasi, Injil Kristen akan dikenal oleh semua orang. Untuk itu
perlu strategi yang tepat dalam menjalankan misi kekristenan. Hanya 5 responden yang tidak setuju dan 1 yang
sangat tidak setuju dengan pendapat tersebut.
Dari pemaparan di atas, maka menegaskan
bahwa globalisasi berdampak terhadap misi pelayanan pemuda GMIM Jemaat
Maranatha Kakaskasen Tiga. Dampak itu disebabkan karena pengaruh dari teknologi
dan budaya global, yang secara tidak sadar telah masuk kedalam kehidupan
generasi muda. Akan tetapi dampak itu tidak membuat misi kekristenan tidak
optimal, malah globalisasi dapat dijadikan sebagai sumber daya dalam
menjalankan misi Kristen. Apabila globalisasi dimanfaatkan secara cerdik, maka
akan berguna dalam melakukan pembinaan dan pendekatan terhadap para pemuda.
Sebagai pemuda Kristen, harus ada keyakinan bahwa ajaran Kristus dan upaya
menghadirkan kerajaan Allah harus terus dilakukan dalam berbagai perubahan
jaman. Teknologi yang merupakan media globalisasi dalam menyebarkan
pengaruhnya, dapat digunakan oleh para pemuda dalam menjalankan diri sebagai
alat kesaksian dan pelayanan bagi kemuliaan Kristus.
Dengan demikian globalisasi memberikan
dampak terhadap pelayanan kategorial pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga
Tomohon. Dampak pertama adalah terciptanya standar hidup yang baru dengan
memanfaatkan teknologi sebagai bagian dari media untuk optimalisasi pelayanan.
Segala bentuk informasi yang dahulunya membutuhkan waktu yang panjang untuk
tersampaikan, kini lebih pendek dan mudah untuk dimanfaatkan. Dampak keua
adalah karena informasi dan komunikasi menjad pendek, maka pelayanan kerohanian
dan spiritualitas pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon lebih
optimal. Kelompok-kelompok pembinaan kerohanian mulai banyak terbentuk dengan
tingkat partisipasi pemuda yang tinggi. Hal ini disebabkan karena terbuka
peluang bagi siapa saja untuk menjalankan misi pelayanan Kristus dimana saja,
kapan saja dan dengan siapa pun. Dampa ketiga adalah memungkinkan pemuda lebih
cepat dewasa dalam memperoleh pengetahuan kerohaniaan dan� memiliki kebebasan untuk bersikap berdasarkan
sikap iman mereka. Globalisasi telah
membuat pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga Tommohon lebih agresif
dalam belajar bersama untuk meningkatkan iman dan atraktif dalam mewujudkan
pemaknaan iman yang dipelajari.
d) Pengaruh Globalisasi
Terhadap Akivitas Pelayanan Pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga
Tomohon
Setelah melihat
dampak terhadap misi pelayanan pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen tiga, maka
bagaimana dampaknya terhadap aktivtas pelayanan? Pemuda GMIM Maranatha
Kakaskasen Tiga harus mengaplikasikan misi Kristen ke dalam aktivitas pelayanan
mereka, sehingga janji kerajaan Allah akan segera terwujud dan persekutuan
pemuda akan lebih kokoh.
(Grafik 9
Menurut saya pelayanan kategorial
tidak banyak disukai
oleh pemuda, karena terlalu
monoton)
Dari grafik diatas menunjukan bahwa
apakah pelayanan kategorial monoton dan tidak disukai? Ternyata 11 responden
tidak setuju dan 4 responden sangat tidak setuju dengan penyataan
tersebut. Hal ini bisa diakibatkan dari pemahaman misi
Kristen yang tepat, sehingga tidak hanya memandang pelayanan sebagai bagian
dari keinginan saja, tapi merupakan kewajiban. Atau karena pelaksanaan
pelayanan pemuda yang selalu memperhatikan kondisi pemuda, sehingga tidak
terjadi pelayanan yang monoton. �Hanya 8
responden yang setuju dan 1 yang sangat setuju dengan pernyataan.
Menurut Grace, pemuda GMIM Maranatha
Kakaskasen Tiga:
�... Globalisasi ini
itu kan salah satu eh banyak membantu, dalam menerapkan
tentang keKristenan apalagi kalo torang mo lihat sekarang kan rupa di internet
sekarang kan so banya rupa di Youtube itu so ada khotbah-khotbah live yang
boleh torang mo lia akang baru baru ada renungan-renungan harian online yang
bisa torang gunakan seperti ketika torang masih moba sate ato rupa torang mo ba
pimpin ibadah di ibadah torang bisa menggunakan itu sebagai bahan referensi�.
Dengan demikian globalisasi menawarkan
sesuatu yang menarik untuk dilaksanakan. Khotbah-khotbah dapat dilakukan live dan bahan-bahan pembelajaran
Alkitab tidak selalu harus dengan cara biasa. Namun dapat menggunakan media yag
lebih menarik dan mudah untuk disebarkan ke banyak orang.
(Grafik 10
Pemuda adalah usia yang energik,
untuk itu bentuk
pelayanan juga haruslah energik)
Untuk mengetahui perilaku monoton dalam
pelayanan, pemuda GMIM setuju bahwa sebagai pemuda yang energik, mereka juga
membutuhkan bentuk pelayanan yang energik. Menurut mayoritas
responden yang terdiri dari 18 menyatakan setuju dan 3 sangat setuju, mengakui
bahwa pemuda merupakan usia enerjik, untuk itu pelayanan juga harus
memperhatikan hal tersebut. Dengan demikian globalisasi memberikan pandangan
baru terhadap pelayanan kategorial pemuda GMIM.
Hanya 2 responden yang tidak setuju dan 1 sangat tidak setuju.
(Grafik 11
Yang lebih tepat untuk menjadi
pelayan kategorial pemuda
adalah orang-orang yang kreatif,
inovatif dan tidak gagap teknologi.
Sehingga mereka mampu merancang
pelayanan sesuai dengan
perkembangan model pemuda saat
ini)
Untuk itu dalam pelayanan kategorial
haruslah para pemuda yang kreatif, inovatif dan menguasai teknologi. Ada 11 responden
setuju dan 2 responden sangat setuju apabila, sang pelayan adalah orang yang
kreatif, inovatif dan paham akan teknologi. Hal ini menunjukan bahwa 54%
responden setuju dengan pelayan yang sesuai dengan kondisi era ini. Dan ada 11 responden yang tidak setuju dengan pendapat tersebut.
Hampir berimbang responden yang setuju dn tidak setuju,
untuk itu hal ini perlu diperhatikan oleh para pelayan pemuda. Ada kemungkinan
semakin masuk ke era globalisasi, maka grafiknya akan berubah sesuai semakin
luas dampak dari globalisasi.
Hal tersebut didukung oleh Stevan, yang
merupakan salah satu responden dalam FGD, menurut Stevan:
�... kalo yang depe
positif dari globalisasi, contohnya dengan adanya
gadget to dengan media sosial kan boleh dishare informasi, informasi ibadah itu
dimana�.
Hal tersebut didukung juga oleh
Nathanael dalam kelompok FGD lainnya. Nathael mengungkapkan bahwaa Media Sosial
dapat digunakan oleh pelayan untuk mengupdate informasi ibadah dan lainnya,
yang mendukung pelayanan.
Dengan demikian, pelayan yang kreatif
dan inovatif dapat menggunakan media informasi teknologi sebagai peluang untuk
mengoptimalkan pelayanan kategorial. Tanpa globalisasi, distribusi informasi
dan komunikasi akan sulit.
(Grafik 12
Untuk program pelayanan
kategorial pemuda seharusnya lebih
banyak aktivitas senang-senang,
games dan asah intelektualitas
Dari pada berdoa dan pendalaman Alkitab)
Pada grafik 17 ada hal menarik yang
dilihat. Ketika ditanyakan bahwa program pemuda lebih banyak aktivitas
senang-senang, games dn asah
intelektualitas, sebgian besar responden tidak setuju. Ada 13 responden
sangat tidak setuju dan 8 responden lainnya tidak setuju. Hanya 3 responden
yang setuju. Hal ini menunjukan bahwa dalam pelayanan
kategorial pemuda, masih banyak pemuda yang fokus pada kehidupan spiritualitas
yakni berdoa dan membaca Alkitab. Hal ini mengindikasikan bahwa budaya global
tidak serta merta masuk kedalam aktivitas pemuda Gereja.
�
(Grafik 13
Pelayanan dengan menghadirkan artis Kristen
terkenal lebih menarik,
daripada menghadirkan para
pemimpin Gereja)
Pada saat responden diberikan pernyataan bahwa pelayanan
dengan menggunakan artis Kristen lebih menarik, ketimbang para pemimpin Gereja.
Sebagian besar pemuda tidak setuju dengan hal tersebut.
Ada
8 responden sangat tidak setuju dan 9 responden yang
tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Pemuda masih
membutuhkan pemimpin Gereja untuk mengarahkan dan membina mereka sehingga
memiliki kualitas spiritualitas yang baik. Hanya 6 responden setuju dan 1
responden sangat setuju. Hal ini menunjukan bahwa
globalisasi yang hadir dengan modernitasnya tidak masuk hingga kedalam
pelayanan kategorial pemuda. Pemuda masih memiliki kekuatan untuk menjalankan
misi pelayanannya kepada Kristus.
(Grafik 14
Keterlibatan pemuda dalam
persekutuan kategorial
pemuda, berdasarkan siapa pelayan
kategorialnya)
Berdasarkan grafik diatas, tampaklah bahwa 13 responden tidak
setuju dan 3 responden sangat tidak setuju dengan keterlibatan pemuda dalam
kategorial pemuda, dikarenakan figure pelayan.
Pelayan bukanlah fokus kehadiran dalam aktivitas pelayanan, namun kewajiban
dalam melaksanakan misi sebagai orang Kristen yang merupakan fokus dalam
aktivitas pelayanan. Kristus harus tetap menjadi tokoh utama dalam pelayanan
orang Kristen, dan bukan individu lainnya. �Hanya 7 responden yang setuju dan 1 yang
sangat setuju.
Dengan melihat kondisi diatas, maka
tampaklah dalam pelayanan kategorial pemuda di GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga
tidak mengalami dampak yang besar, sebagai akibat dari globalisasi. Para pemuda
masih senang dengan ibadah dan aktivitas yang monoton tentang pendalaman
Alkitab serta pengajaran tentang Kristus. Mereka memang membutuhkan pemimpin
pelayan pemuda yang inovatif, kreatif dan menguasai teknologi.� Akan tetapi hal tersebut tidak serta merta
membuat mereka lari keluar dari ajaran dan doktrin Gereja. Mereka masih melihat
pelayan kategorial sebagai saksi-saksi Kristus dan bukanlah individu mandiri
yang menggantikan Kristus. Pelayanan yang mengoptimalkan spritualitas adalah
yang utama, ketimbang kegiatan senang-senang dan memuaskan keinginan emosional
dan intelektualitas semata.
Pembinaan pemuda Kristen merupakan
sebuah tanggung jawab besar dari seorang pelayan. Untuk itu, siapa pun orang
yang dipilih Kristus untuk menjadi pelayan-Nya, maka ia akan dimampukan untuk
melayani secara optimal. Untuk itu globalisasi tidak dapat menggiring aktvitas
pelayanan dan para pelayan pemuda ke dalam budaya global yang menawarkan
kesukaan duniawi. Tujuan dari pembinaan pemuda Kristen adalah mengenal dan
menjadi saksi Kristus. Dengan demikian bentuk pelayanan yang sering dilakukan
dalam Gereja, seperti pendalaman Alkitab, ibadah, dan kegiatan pastoral
lainnya, akan terus digunakan dalam lingkungan dan dunia yang terus berubah.
Globalisasi memberi dampak pada
pelayanan kategorial pemuda, namun tidak mempengaruhinya. Keterbukaan, ketergantungan dan persaingan dalam isu ekonomi global tidak
berpengaruh dalam pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon. Para
pemuda masih beranggapan bahwa doktrin tradisional GMIM masih kuat menjaga dan
mengikat mereka, sehingga globalisasi tidak memiliki kekuatan pengaruh. Entertainment, popularitas, dan
kesenangan bukanlah wujud dari iman individu. Untuk itu dalam pelayanan
pembinaan pemuda, hal tersebut tidak dimasukkan sebagai prioritas aktivitas
pelayanan di GMIM Jemaat Marantha Kakaskasen Tiga Tomohon.
Berdasarkan hasil
survei, obervasi dan FGD diatas, maka tampak bahwa globalisasi tidak berdampak
negatif terhadap persekutuan. Gejala-gejala dampak negatif globalisasi,
seperti�� menipisnya
rasa kekeluargaan, meningkatkan sikap individualism, meningkatkan persaingan, pola hidup yang
konsumtif, dan meningkatnya
kontrol sosial tidak terjadi. Pemuda GMIM Jemaat Maranatha
Kakaskasen Tiga Tomohon menyadari bahwa kesatuan tubuh dalam Kristus adalah
yang utama. Untuk itu kebersamaan dalam bersekutu dan saling membantu sebagai
satu kesatuan adalah penting. Rasa kekeluargaan menghapus rasa individualitas
dan menghindarkan pemuda dari persaingan antar individu. Tidak ada yang
dominan, namun saling bersinergis untuk mengembangkan kapasitas iman yang
tertuju pada Kristus. Pengaruh globalisasi dalam bentuk informasi teknologi
memang kadang kala menjebak beberapa pemuda pada aktivitas brmain dalam
persekutuan, namun hal tersebut tidak menjadi rutinitas. Pemuda GMIM Jemaat
Marantha Kakaskasen Tiga lebih memahami penggunaan teknologi dan keterbukaan informasi,
untuk mengoptimalkan persekutuan, serta menjangkau teman mereka yang jarang
bersekutu, untuk kembali aktif bersekutu.����
2. Dampak Globalisasi Bagi Kehidupan �Persekutuan Pemuda Di Gereja
Kehidupan persekutuan
di era modern dipenuhi dengan dinamika globalisasi. Dengan masifnya pengunaan
teknologi informasi menyebabkan segala bentuk distribusi informasi dan
komunikasi semakin efesien. Pertemuan tatap muka dan ruang-ruang rapat semakin
kosong, karena media sosial memungkinkan terjadi pertemuan untuk tujuan
tertentu di ruang-ruang media sosial. Hal ini menyebabkan perjumpaan muka
dengan muka akan semakin dihindari. Hal tersebut juga berdampak pada dinamika
persekutuan pemuda. Dalam persekutuan, seringkali setiap orang aktif dengan
media sosial masing-masing, sehingga makna persekutuan menjadi kosong.
Hal ini disebabkan
karena semakin cepatnya arus informasi dan keinginan manusia untuk melakukan
beberapa aktivitas secara bersamaan sangat dimungkinkan dengan informasi
teknologi. Inilah tanda bahwa dunia sekarang telah memasuki era baru, era yang
sering disebut era� Globalisasi. Era ini
telah menjadikan dunia bagaikan sebuah kampung besar. Di samping kehidupan yang
penuh dengan kesemarakan teknologi, zaman globalisasi juga telah menghantar
manusia dalam suasana hidup individualistik, liberalistik, kapitalistik dan
sekularistik. Sadar atau tidak, model-model kehidupan tersebut, perlahan, tapi
pasti, mengubah manusia dalam tanggapannya terhadap nilai maupun norma yang
diyakininya. Keyakinan terhadap nilai agama misalnya, sekarang telah banyak
berubah. Orang lebih cenderung masuk dalam tatanan hidup bebas, tidak mau hidup
dalam norma-norma. Pada era ini para pemuda banyak mengalami krisis.
Bentuk-bentuk krisis seperti krisis orientasi, krisis mengenal diri, krisis
secara psikologi, hingga pada krisis iman.�
Dalam situasi seperti ini, tentu tidak memungkinkan adanya penghayataan
iman yang baik bagi kaum muda. Karena itu, dibutuhkan langkah strategis dalam
menghidupkan persekutuan yang ideal bagi mereka, sehingga dapat menciptakan
suatu iklim atau lingkungan tertentu yang memungkinkan kaum muda dapat
mengalami dan menghayati secara nyata suatu situasi iman yang hidup.
1. Dampak Globalisasi dalam
Persekutuan Pemuda GMIM
Persekutuan pemuda merupakan bagian kecil dari persekutuan
tubuh Kristus dalam Gereja. Pemuda merupakan generasi masa depan Gereja.
Dipundak merekalah, misi Gereja di masa depan akan diteruskan dan diperjuangkan
dalam tantangan zaman. Kehidupan individual dan kesombongan jasmaniah berusaha
untuk ditekan dan diminimalisir dalam aktivitas persekutuan pemuda Kristen.
Kohesi dan kekerabatan sebagai satu tubuh Kristus adalah kekuatan dari pemuda
GMIM.
(Grafik 15
Saya lebih senang dianggap �lebih
berperan� dalam kehidupan persekutuan)
Menurut hasil survey mengenai kebahagiaan saat
dianggap �lebih berperan� dalam kehidupan persekutuan. Menunjukan bahwa ada 1 responden
sangat tidak setuju dan 11 responden lainnya tidak setuju dengan pernyataan
bahwa pemuda GMIM lebih senang kelihatan �lebih berperan� dalam kehidupan
persekutuan. Dan 5 rseponden sangat setuju dan 7 responden lainnya setuju
menunjukan bahwa mereka �lebih berperan� dalam kehidupan persekutuan. Hal ini
menunjukan bahwa sebagian responden belum memahami makna persekutuan, sebagai
satu kesatuan tubuh Kristus. Ada perimbangan presentase
pemuda dalam menunjukan perannya, dikarenakan banyak pemuda yang masih belum
memahami perannya dalam persekutuan, dan ada lainnya yang beranggapan bahwa
persekutuan adalah untuk Allah, untuk itu peranan pemuda adalah bagian dari
pekerjaan Roh kudus.
(Grafik 16
Saya lebih percaya diri untuk
hadir dalam persekutuan, apabila memiliki
gadget atau smartphone edisi
terbaru)
Setelah itu dalam pertanyaan yang lebih
mendalam untuk melihat dampak dari globalisasi. Maka para responden diberikan
pernyataan, bahwa mereka akan lebih percaya di pada saat memegang smartphone pada saat bersekutu.
Berdasarkan pernyataan itu, hanya 1 responden yang menjawab sangat setuju.
Sedangkan 13 responden sangat tidak setuju dan didukung oleh 10 responden yang
tidak setuju, dengan pendapat tersebut. Dengan demikian dalam persekutuan
pemuda GMIM, teknologi tidak berdampak dalam kehidupan
kerohanian mereka. Banyak pemuda yang masih percaya diri
untuk menggunakan Alkitab, ketimbang e-bible
(Alkitab elektornik dalam smartphone).
Teknologi informasi yang menjadi bagian dari pemuda di era saat ini, tidak
masuk ke dalam kehidupan persekutuan. Hal ini menampakkan bahwa pemuda GMIM
masih mampu menempatkan diri mereka berkaitan dengan penggunaan tekologi informasi.
Memang tidak dapat dihindari, bahwa
memainkan gadget dan alat teknologi
lainnya pada saat persekutuan sering dijumpai oleh peneliti.
����� (Gambar 1)��������������������������������������������������������������
�������������(Gambar 2 )��������������
(Gambar 1 dan Gambar 2 Main HP saat
persekutuan pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon)
Kebiasaan memainkan gadget dan alat teknologi lainnya tidak dijumpai dimayoritas pemuda
yang datang bersekutu, namun menunjukkan bahwa secara individidual, ada
beberapa pemuda yang cepat bosan dan tidak memaknai persekutuan. Waktu peneliti
mengkonfirmasi sikap ini ke FGD. Peserta FGD berpendapat bahwa dampak negatif
ini memang dilihat dibeberapa teman sesama pemuda, namun sangat jarang mereka
temui dihampir tiap ibadah reguler kategorial pemuda GMIM Jemaat Kakaskasen
Tiga Tomohon. Hal ini berarti bahwa mayoritas pemuda GMIM Jemaat Maranatha
Kakaskasen Tiga Tomohon masih menganggap bahwa persekutuan adalah bagian dari
pembinaan iman. Dan menggunakan gadget
pada waktu dan tempat yang tepat diluar persekutuan adalah bagian dari tidak
terpengaruh dengan budaya negatif globalisasi.���
(Grafik 17
Pakaian baru dan aksesoris baru
membantu mood
saya untuk datang bersekutu)
Selanjutnya untuk melihat pengaruh
budaya dan ekonomi global dalam kehidupan persekutuan, maka diberikan
pernyataan yang sedikit dekat dengan kesenangan pemuda. Pernyataan tersebut
adalah pemuda akan memiliki mood yang
baik untuk datang ke persekutuan, apabila memiliki pakaian dan aksesoris baru.
Menanggapi penyataan tersebut, 17 responden sangat tidak setuju dan 6 responden tidak setuju dengan mood
bersekutu yang diatur oleh perkembangan produk terbaru. Hanya
1 responden yang setuju dengan pernyataan tersebut. Hal ini mengandung arti
bahwa perkembangan globalisasi tidak mengatur komitmen pemuda GMIM untuk
berpartisipasi dalam persekutuan.
(Grafik 18
�Saya rindu bersekutu, karena ada kerinduan
bertemu
dengan seseorang dalam persekutuan
tersebut)
Selain dari hal diatas, kehidupan persekutuan pemuda GMIM
juga tidak dipengaruhi oleh kehendak untuk bertemu seseorang, atau dengan
maksud lain memiliki tujuan �terselubung.� 8 responden sangat tidak setuju dan
11 responden tidak setuju, kalau kerinduan persekutuan mereka
dengan Kristus dipengaruhi oleh kehendak lain secara individual. Hanya 2
responden yang sangat setuju dan didukung oleh 3 responden lainnya. Dengan
demikian 79% responden tidak setuju dengan tujuan pribadi dilibatkan dalam
persekutuan rohani.
Akan tetapi hal ini menarik, pada saat para responden diuji
dengan tujuan-tujuan esensial dari pemuda GMIM. Tujuan-tujuan esensial
tersebut, seperti tanggung jawab dalam bekerja atau berkarya, yang bagi
generasi yang hidup di era global, merupakan suatu peran yang harus dijalani
secara bertanggung jawab.
(Grafik 19
�Apabila saya ada kesibukan dalam studi atau
bekerja, maka saya
dapat untuk tidak hadir dalam
persekutuan pemuda)
Dalam grafik diatas, tampak pada saat
responden diuji dengan peran mereka yang paling dihargai di era globalisasi,
yakni berkarya/ bekerja. Sehingga
banyak para pemuda yang senang meleburkan diri kedalam kesibukan kerja,
ketimbang menyediakan waktu untuk bersekutu dalam ibadah pemuda.
Dalam pernyataan tersebut,11 responden tidak setuju dan 3 responden yang sangat
tidak setuju dengan pendapat tersebut. Akan tetapi ada 10 responden yang
menjawab setuju untuk tidak hadir dalam persekutuan pemuda, apabila ada kesibukan
dalam bekerja/ studi. Hal ini
menunjukan bahwa bagi sebagian besar pemuda GMIM, bersekutu itu adalah
kewajiban dan harus dilaksanakan walaupun ada aktivitas mendesak lainnya.
(Grafik 20
�Persekutuan pemuda dapat terus berjalan tanpa
kehadiran saya
Untuk itu saya tidak perlu
mempersoalkan ketidak hadiran saya
dalam persekutuan tersebut)
Dalam pernyataan
mengenai bahwa persekutuan dapat terus berjalan apabila ada anggota yang tidak
hadir. Maka ada 11 responden tidak setuju dan 5 sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Hanya 5 responden yang setuju dengan pernyataan itu dan didukung dengan 3
responden lainnya yang sangat setuju. Hal ini menunjukan bahwa persekutuan itu sangat penting, dan permasalahan
dalam persekutuan bukanlah kuantitas, namun kualitas dalam persekutuan. Anggota
persekutuan adalah saudara dalam iman, untuk itu apabila ada yang tidak hadir,
maka ada yang kurang dalam persekutuan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa
sebagai persekutuan pemuda, komunitas ini sangatlah penting sebagai bagian dari
pengembangan psikologis, moral dan iman pemuda.
Hal tersebut tamak
juga diungkapkan oleh beberapa peserta pemuda dalam FGD yang dilaksanakan oleh
peneliti. Secara umum, tiap anggota pemuda GMIM tidak menginginkan ada anggota
persekutuan yang bertindak secara sendiri-sendiri. Berpikir bahwa persekutuan
tidak membutuhkan seseorang salah satu dari anggota persekutuan adalah salah.
Karena sebagai satu persekutuan Kristen, maka anggota persekutuan pemuda
merupakan satu tubuh Kristus yang saling mendukung. Menurut Billy:
�Sebagian besar dari torang pemuda itu kayaknya
lebih ke arah kebersamaan karena kalo berbicara individualis kurang mo hitung
orang jo tu orang mo suka mo ba sandiri karena kan em sama deng torang pe
tujuan kalo dalam pelayanan itu torang musti membangun sebuah kebersamaan jadi
kalo mo bilang lebih ke arah kebersamaan masih lebih besar�.
Dengan demikian persekutuan akan hidup
dalam rasa kebersamaan. Tidak ada yang individualitis. Hal tersebut didukung
juga oleh Ivan. Ivan beranggapan tidak ada pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen
Tiga yang individualitis, sehingga meninggalkan persekutuan dan hadir di
kelompok lainnya. Menurut mereka dalam persekutuan, iman aka tumbuh bersama dan
berkembang menuju pewujudan kerajaan Allah.
(Grafik 21
Saya boleh tidak hadir dalam
persekutuan pemuda Gereja.
Karena saya dapat bersekutu
dengan Kristus dimana saja diluar
persekutuan pemuda Gereja)
Berikutnya, era
globalisasi membuka paradigma baru, bahwa persekutuan ada dimana saja. Untuk
itu ketidak hadiran dalam satu persekutuan tidak akan memberi pengaruh terhadap
makna persekutuan tersebut. Ketika hal ini disampaikan ke pemuda GMIM, maka tampak bahwa 79% responden tidak menyetujui apabila ketidak hadiran dalam
persekutuan dapat direlatifkan. Hanya 21% yang menerima makna perluasan dari persekutuan demikian. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh paradigma
keterbukaannya globalisasi tidak masuk hingga dalam inti persekutuan pemuda
GMIM. Mereka masih merasa bahwa hadir dalam persekutuan pemuda GMIM itu
penting, dan akan tidak sama dengan persekutuan lainnya. Bagian ini menunjukan
bahwa Gereja dapat menjadi sumber pendidikan yang baik bagi perkembangan
pertumbuhan pemuda.
Dari hasil diatas
maka dapat diddeskripsikan bahwa globalisasi tidak memberikan dampak kepada
persekutuan pemuda GMIM. Hal ini dikarenakan komitmen komunitas dan doktrinal
GMIM yang kuat kepada generasi muda GMIM. Hal tersebut didukung oleh oleh
Rival, salah seorang pemuda GMIM Marantha Kakaskases Tiga dalamFGD. Menurut
Rival :
�� dalam artian
bagimana eh, dalam artian torang pun musti tetap terus kontrol dang jangan sampe
dengan era Globalisasi ini eh apa kote membawa dampak buruk for torang.�
Ungkapan Rival
tersebut disetujui oleh peserta FGD lainnya. Mereka bersepakat bahwa gadget, tujuan pribadi, kesenangan dapat
dan hal lainnya dapat ditekan dalam persekutuan, apabila ada mawas diri dalam
diri pemuda GMIM. Lebih lanjut Rival mengatakan:
�... Jangan sampe dang dengan era Globalisasi
ini kong torang pe iman sebagai orang Kristen terkikis Cuma karena era yang
sudah ada. Pokoknya bagitu no.
Dalam artian kwa, ee.. bagaimana eh, torang kwa menyesuaikan
diri mar jangan sampe kan ini dalam konteks orang Kristen to berarti harus
disangkutpautkan dengan torang pe iman...�
Pemuda di GMIM menyadari bahwa tantangan
globalisasi sangatlah besar. Kekayaan media dan metode yang digunakan oleh
globalisasi, dapat menghantar pemuda GMIM pada sikap jauh dari panggilan Allah.
Budaya global, ekonomi global, dan politik global dapat mempengaruhi pemuda
dalam Gereja untuk keluar dari panggilan Kristus. Namun dalam penelitian ini
tampak bahwa para pemuda GMIM memahami makna dari globalisasi. Hal ini membuat
mereka tidak terkoptasi kedalam pengaruh buruk globalisasi. Namun menjadikan
globalisasi sebagai peluang besar untuk menyebarkan kabar kesukaan Kristus.
Media informasi teknologi global dapat digunakan untuk menyiarkan kabar
kesukaan ke semua orang dengan cara yang cerdik dan lebih universal. Hal
tersebut akan memudahkan para pelayan kategorial pemuda untuk memanfaatkan
peluang globalisasi bagi pengembangan persekutuan pemuda.
Selain dari pada itu, dikarenakan bentuk
persektuan yang kuat, maka dampak globalisasi negatif� terhadap pelayanan tidak berdampak luas.
Memang beberapa pemuda masih beranggapan bahwa games, entertainment dan inovatif dalam pelayanan merupakan bagian
dari kesuksesan pelayanan. Akan tetapi hal tersebut hanya sebagian kecil. Hal
tersebut merupakan dampak dari informasi global yang masuk ke pemuda GMIM.
Namun sebagian besar pemuda GMIM masih beranggapan bahwa model-model ibadah
yang monoton, dan sifatnya tradisional merupakan kekuatan untuk menjaga iman
pemuda. Dengan demikian globalisasi dapat dimanfaatkan untuk mengoptimalkan
manajemen pelayanan, dengan teknologinya, namun tidak merubah struktur
pelayanan yang sering dilakukan oleh pelayan kategorial pemuda GMIM. Dampak besar
dari globalisasi adalah pemanfaatan teknologi sebagai media untuk mengajak
pemuda GMIM untuk serta dalam pelayanan dan persekutuan kategorial pemuda. Dan
hal tersebut dilakukan sebagai bentuk adaptasi terhadap globalisasi, sebagai
bagian dari melayani Kristus. Ajaran, nilai dan doktrin Gereja tidak
ditinggalkan, hanya menggunakan atribut organisasi sebagai bagian dari
pengoptimalan kinerja pelayanan kategorial.��
Dari paparan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa berdampak pada persekutuan pemuda GMIM Maranatha
Kakaskasen Tiga, namun hanya memiliki dampak positif. Media informasi teknologi
globalisasi dimanfaatkan untuk memperkuat komunitas persekutuan dan bukannya
merusak. Pemuda GMIM menyadari bahwa kebersamaan adalah bagian dari
persekutuan, dan persekutuan merupakan bagian dari pertumbuhan moral dan
spiritualitas. Apabila mereka keluar dari persekutuan, mereka akan kehilangan
arah dan berdiri sendiri diluar komunitas.
Dan hal inilah yang
dihindari oleh anggota pemuda GMIM Maranatha Kakaskasen Tiga
Persekutuan mempunyai
visi agar para anggotanya dapat menjadi insan-insan Allah dan murid-murid
Kristus yang sejati, serta dapat berguna bagi Gereja sendiri.� Hal ini akan terwujud, jika tidak disertai
dengan pembinaan dalam aktivitas pemuda Gereja secara optial. Persekutuan tanpa
pembinaan yang terarah, memungkinkan para pemuda tak dapat berkembang dan
bahkan malah menyimpang dari iman kekristenannya. Karena itu setiap orang yang
bergabung dalam persekutuan akan dibimbing dan dibina sesuai dengan ajaran Kritus.
Dengan pembinaan tersebut, para anggota diarahkan untuk mengalami pertumbuhan
rohani. Pemuda GMIM melihat dampak positif dari globalisasi dapat digunakan
untuk pertumbuhan iman secara bersama-sama. Keterbukaan dan kompleksitas
globalisasi akan membuat para pemuda makin kuat untuk masuk dalam
komunitas-komunitas persekutuan, yang didalanya mereka saling menguatkan,
saling menginternalisasi nilai dan saling mengembangkan diri untuk tujuan
pelayanan kepada Kristus. Pemuda yang energik, insiatif, inovatif, kritis dan
kreatif akan selalu memandang kebersamaan merupakan kekuatan untuk mncapai
tujuan mmoral dan iman tiap individu.
Globalisasi dalam keterbukaan dan kepelbagaian peluang yang diciptakannya, membuat GMIM harus mampu untuk bertahan dengan entitas persekutuan dan pelayanannya. Landasan teologis GMIM mengukuhkan bahwa GMIM tidak akan tergerus masuk dalam politik globalisasi. GMIM berdiri teguh dalam iman kepada Yesus Kristus dan mengoptimalkan segala sumber dayanya sebagai wujud melaksanakan tugas meneruskan karya keselamatan Kristus.
Pemuda di GMIM menyadari bahwa tantangan globalisasi sangatlah besar. Kekayaan media dan metode yang digunakan oleh globalisasi, dapat menghantar pemuda GMIM pada sikap jauh dari panggilan Allah. Namun dalam penelitian ini tampak bahwa para pemuda GMIM memahami makna dari globalisasi. Hal ini membuat mereka tidak terkoptasi kedalam pengaruh buruk globalisasi. Namun menjadikan globalisasi sebagai peluang besar untuk menyebarkan kabar kesukaan Kristus. Media informasi teknologi global dapat digunakan untuk menyiarkan kabar kesukaan ke semua orang dengan cara yang cerdik dan lebih universal. Teknologi media komunikasi dapat digunakan untuk menunjang karya pelayanan kategorial pemuda di GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga Tomohon. Dampak globalisasi yang dirasakan positif oleh para pemuda memberikan peluang agar misi pelayanan dapat diakukan secara lebih optimal.
Dampak globalisasi tehadap persekutan pemuda GMIM Jemaat Maranatha Kakaskasen Tiga juga mengalami yang posiif. Globalisasi tidak menghancukan persekutuan.individualistis dan kebebasan tanpa batas tidak terjadi dalam persekutuan pemuda. Para pemuda menyadari bahwa makna persekutuan adalah bagian dari menjawab pengakuan iman GMIM sebagai gereja yang oikumene. Hal ini menyebabkan para pemuda saling memperhatikan, saling menjaga dan saling bersinergis dalam persekutuan. GMIM yang eksklusif dalam doktrin Gereja menempatkan bahwa Firman Allah adalah satu-satunya sumber kebenaran. Dan hal ini berdampak pada persekutuan pemuda yang inovatif, tapi masih dalam batas-batas doktrin ritual GMIM. Persekutuan dalam bentuk kesenangan, entertaint dan hura-hura tidak dipahami oleh pemuda GMIM. Dengan demikian dalam persekutuan pemuda GMIM pelayanan pembinaan kategorial pemuda masih sesuai dengan tujuan pembinaan. Pengaruh dari globalisasi tidak masuk hingga kedalam persekutuan pemuda.
Penanaman religiusitas di GMIM berhasil hingga pada generasi muda. Globalisasi yang diberbagai daerah berhasil melakukan pergeseran budaya, tidak memberikan dampak negatif bagi pelayanan dan persekutuan di kategorial pemuda GMIM. Kitab suci menjadi sumber doktrin yang dipegang erat dan menjaga pertumbuhan iman pemuda GMIM. GMIM memahami inklusifitas dalam melaksanakan panggilan pelayannya, namun sangat fundamental dalam memaknai pengakuan yang diimaninya.
Abineno, J. L. (1992). Johanes
Calvin Pembangunan Jemaat Tata Gereja Dan Jabatan Gerejawi. Jakarta. Google Scholar
Baylis, J. (2020). The Globalization Of World Politics: An
Introduction To International Relations. Oxford University Press, Usa. Google Scholar
Cohen, R., & Kennedy, P. (2012). Global Sociology.
Macmillan International Higher Education. Google Scholar
Drucker, P. F. (1997). The Future That Has Already Happened. Harvard
Business Review, 75(5), 20�22. Google Scholar
Husaini, A. (2005). Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni
Kristen Ke Dominasi Sekular-Liberal. Gema Insani. Google Scholar
Kenya, H. R. (N.D.). Tugas Pemuridan Dalam Relasi Lintas
Iman Di Sumba. Google Scholar
Keohane, R. O., & Nye, J. (1977). Power And
Interdependence: World Politics M. Transition. Google Scholar
Levitt, T. (1983). The Globalization Of Markets. Google Scholar
Li, R., Lindholm, K., Yang, L.-B., Yue, X., Citron, M., Yan,
R., Beach, T., Sue, L., Sabbagh, M., & Cai, H. (2004). Amyloid Β
Peptide Load Is Correlated With Increased Β-Secretase Activity In Sporadic
Alzheimer�s Disease Patients. Proceedings Of The National Academy Of
Sciences, 101(10), 3632�3637. Google Scholar
Rantanen, T. (2005). The Media And Globalization.
Sage. Google Scholar
Scholte, J. A. (2002). What Is Globalization?: The
Definitional Issue-Again. Csgr. Google Scholar
Sugiyono, P. D. (2017). Metode Penelitian Bisnis: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, Kombinasi, Dan R&D. Penerbit Cv. Alfabeta: Bandung. Google Scholar
Copyright holder: Denny Najoan (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed under: |