�Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

�e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

ANALISIS KESESUAIAN PENERAPAN KEWAJIBAN PENYUSUNAN TRANSFER PRICING DOCUMENTATION PADA TRANSAKSI DOMESTIK DI INDONESIA DENGAN KELAZIMAN INTERNASIONAL

 
Daniel Belianto, Ning Rahayu

Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

Email: [email protected], [email protected]



Abstrak

Pada akhir 2016, Indonesia mengadopsi Aksi Base Erosion and Profit Shifting (untuk selanjutnya disebut BEPS) Nomor 13 menjadi peraturan pajak yang terbit pada 30 Desember 2016. Peraturan pajak yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.03/2016 (untuk selanjutnya disebut PMK-213/2016). Dengan berlakunya PMK-213/2016 ini, maka pengaturan TP Doc termasuk threshold baru akan dipakai sebagai acuan dalam penentuan kewajiban TP Doc. Pemberlakuan PMK-213/2016 justru membuat pelaksanaan kewajiban penyusunan TP Doc pada transaksi domestik di Indonesia berbeda dengan PER-43/2010 stdtd PER-32/2011. Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi domestik dengan tidak adanya perbedaan tarif tetap diwajibkan untuk membuat TP Doc apabila memenuhi threshold yang baru. Kewajiban pembuatan TP Doc sesuai PMK-213/2016 untuk Wajib Pajak yang hanya memiliki transaksi afiliasi domestik di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi kelaziman internasional. Pemberlakuan PMK-213/2016 justru membuat pelaksanaan kewajiban penyusunan TP Doc pada transaksi afiliasi domestik di Indonesia berbeda dengan PER-43/2010 stdtd PER-32/2011. Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi domestik dengan tidak adanya perbedaan tarif, tetap diwajibkan untuk membuat TP Doc sesuai PMK-213/2016. Negara-negara yang mewajibkan penyusunan TP Doc pada transaksi afiliasi domestik, umumnya telah menerapkan threshold tertentu yang bertujuan untuk memilah Wajib Pajak yang sesungguhnya tidak memiliki risiko dan/atau memiliki risiko terhadap penghindaran pajak melalui skema transfer pricing. Pemberlakuan threshold kewajiban pembuatan TP Doc dalam PMK-213 dengan batasan nominal tertentu, tidak memilah dengan jelas terhadap Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi domestik yang sesungguhnya tidak memiliki risiko dan/atau memiliki risiko.

 

Kata Kunci: transfer pricing, transfer pricing documentation, transaksi afiliasi domestik, kelaziman internasional

 

Abstract

At the end of 2016, Indonesia adopted Base Erosion and Profit Shifting Action (hereinafter called BEPS) Number 13 into a tax regulation issued on December 30, 2016. The tax regulation in question is Regulation of the Minister of Finance No. 213/PMK.03/2016 (hereinafter referred to as PMK-213/2016). With the enactment of PMK-213/2016, the Doc TP arrangement including the new threshold will be used as a reference in determining doc TP obligations. The implementation of PMK-213/2016 actually makes the implementation of the obligation to prepare doc TP on domestic transactions in Indonesia different from PER-43/2010 stdtd PER-32/2011. Taxpayers who make domestic affiliate transactions in the absence of fixed rate differences are required to create a Doc TP if they meet the new threshold. The obligation to make TP Doc in accordance with PMK-213/2016 for Taxpayers who only have domestic affiliate transactions in Indonesia has not fully fulfilled international prevalence. The implementation of PMK-213/2016 actually makes the implementation of doc TP preparation obligations in domestic affiliate transactions in Indonesia different from PER-43/2010 stdtd PER-32/2011. Taxpayers who make domestic affiliate transactions in the absence of tariff differences, are still required to make Doc TP according to PMK-213/2016. �Countries that require the preparation of TP Doc on domestic affiliate transactions, generally have implemented certain thresholds aimed at sorting out taxpayers who actually do not have the risk and / or have risks to tax avoidance through transfer pricing schemes. The implementation of the threshold of obligation to make Doc TP in PMK-213 with certain nominal limits, does not clearly sort out taxpayers who make domestic affiliate transactions that actually have no risk and / or have risks.

 

Keywords:� transfer pricing, transfer pricing documentation, domestic affiliate transactions, international prevalence

 

Pendahuluan

Transfer pricing pada hakekatnya adalah pengaturan harga diantara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Transfer Pricing merupakan sebuah istilah bermakna netral, namun pada praktiknya menjadi istilah berkonotasi negatif dan lekat dengan istilah penghindaran pajak. Makna peyoratif pada transfer pricing merujuk pada istilah transfer mispricing, manipulasi transfer dan sebagainya. Manipulasi transfer pricing digunakan untuk menghindari pengawasan pemerintah dengan memanfaatkan perbedaan peraturan antar negara terkait tarif pajak, dengan cara mengatur transfer pricing agar berada di bawah atau di atas opportunity cost (Eden, 2003). Beberapa motif yang umumnya digunakan oleh grup usaha dalam transfer pricing, antara lain dengan melakukan repatriasi modal, window dressing pada laporan keuangan, melakukan minimalisasi pajak, risiko perbedaan mata uang serta alasan lainnya.

OECD telah memberikan sebuah pedoman dalam bentuk OECD Transfer Pricing Guidelines (untuk selanjutnya disebut OECD TP Guidelines) bagi pihak-pihak yang melakukan transfer pricing seperti multinational company dan otoritas perpajakan suatu negara. Melalui pedoman tersebut diharapkan seluruh pihak menaruh perhatian yang lebih dalam terhadap isu transfer pricing termasuk pengaturan transfer pricing documentation (untuk selanjutnya disebut TP Doc).

Praktik transfer pricing dalam rangka penghindaran pajak tidak hanya terjadi pada multinational company yang melakukan transaksi afiliasi lintas negara. Pada praktiknya, menurut Direktorat Jenderal Pajak (untuk selanjutnya disebut Ditjen Pajak), transfer pricing juga dapat terjadi di antara perusahaan dalam negeri. Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak mengatakan bahwa beberapa perusahaan di Indonesia yang ada dalam satu grup sering melakukan praktik ini. Tujuan dari transfer pricing pada perusahaan dalam negeri umumnya digunakan untuk memindahkan keuntungan dari suatu perusahaan kepada perusahaan lainnya yang mempunyai kewajiban pajak yang lebih kecil dibandingkan perusahaan lainnya (Kontan, 2017).

Pada akhir 2016, Indonesia kemudian mengadopsi Aksi Base Erosion and Profit Shifting (untuk selanjutnya disebut BEPS) Nomor 13 tersebut menjadi peraturan pajak yang terbit pada 30 Desember 2016. Adopsi tersebut merujuk pada PMK-213/2016. Peraturan ini mengatur tentang jenis dokumen dan/atau informasi tambahan yang wajib disimpan oleh Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan tata cara pengelolaannya.

Dengan berlakunya PMK-213/2016 ini, maka pengaturan TP Doc termasuk threshold baru yang akan dipakai sebagai acuan dalam penentuan kewajiban TP Doc. Sedangkan pengaturan mengenai analisis kewajaran dan kelaziman usaha masih menggunakan PER-43/2010 stdtd PER- 32/PJ/2011. Berbeda dari PER-43/2010 stdtd PER-32/2011, PMK-213/2016 tidak menyebutkan secara eksplisit ruang lingkup transaksi afiliasi yang wajib membuat TP Doc. Oleh sebab itu, terhadap Wajib Pajak yang hanya memiliki transaksi afiliasi domestik dan telah memenuhi threshold kewajiban TP Doc, maka Wajib Pajak tersebut wajib menyelenggarakan TP Doc walaupun tidak terdapat perbedaan tarif pajak dengan pihak afiliasinya.

Implementasi BEPS Nomor 13 pada peraturan domestik di beberapa negara lainnya memiliki pengaturan yang berbeda-beda baik di sisi penetapan ketentuan ambang batas (threshold) dan klausa tertentu terkait pengecualian dari kewajiban penyelenggaraan TP Doc. Negara Jepang, Australia, dan Amerika Serikat merupakan contoh negara yang tidak mewajibkan TP Doc kepada Wajib Pajak yang hanya memiliki transaksi afiliasi domestik. Sementara itu, Negara India, Singapura, dan Rusia merupakan contoh negara yang mewajibkan TP Doc kepada Wajib Pajak yang memiliki transaksi afiliasi domestik dengan persyaratan tertentu.

Berdasarkan hal-hal sebelumnya, perlu dikaji lebih lanjut mengenai pelaksanaan TP Doc atas transfer pricing domestik di Indonesia. Berdasarkan pokok permasalahan di atas, peneliti bermaksud untuk menganalisis kesesuaian penerapan kewajiban penyusunan TP Doc pada transaksi domestik di Indonesia dengan kelaziman internasional.

 

Metode Penelitian

Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini dikarenakan pertimbangan kesesuaian data-data yang tersedia untuk dilakukan penelitian. Kemudian dari data-data yang ada dan juga tersedia sebagai bahan untuk melakukan penelitian, maka pendekatan kualitatif dipilih oleh peneliti. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam termasuk pengumpulan data yang dibutuhkan pada penelitian ini. Untuk memperoleh gambaran utuh dan valid dalam implementasi kebijakan pelaksanaan kewajiban penyusunan TP Doc pada transaksi domestik di Indonesia, maka pengumpulan data dilakukan secara kualitatif melalui studi kepustakaan.

 

Hasil dan Pembahasan

Persyaratan negara tentang persiapan dan pemeliharaan TP Doc harus ditujukan pada beberapa tujuan. Pertama, agar cukup jelas untuk memberikan kepastian kepada Wajib Pajak tentang cara menunjukkan kepada otoritas pajak bahwa penetapan transfer pricingnya konsisten dengan aturan penetapan transfer pricing negara tersebut. Kedua, untuk memberikan informasi yang dibutuhkan otoritas perpajakan dalam melakukan penilaian risiko, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, serta pengujian keabsahan dan keandalan transfer pricing yang ditetapkan oleh Wajib Pajak. Ketiga, kesimbangan, sehingga kewajiban pelaporan memenuhi kebutuhan informasi bagi otoritas perpajakan untuk dapat menegakkan aturan transfer pricing dan sekaligus menghindari pembebanan persyaratan dokumentasi yang berlebihan kepada Wajib Pajak. Adalah penting bahwa biaya yang dibebankan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi persyaratan ini tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan ukuran dan kompleksitas transaksi yang dikendalikan, dan pajak yang berisiko. Untuk alasan ini, negara sering memberikan pengecualian atau persyaratan dokumentasi yang disederhanakan untuk Wajib Pajak atau transaksi yang lebih kecil dan berisiko rendah (PCT, 2021).

A.    Treshold Kewajiban Transfer Pricing Documentation di Indonesia

Indonesia merupakan salah satu negara yang telah mengadopsi rekomendasi OECD Guidelines dalam merumuskan ketentuan perpajakan di Indonesia yang berkaitan dengan transfer pricing (Ernst and Young, 2016). Salah satu bentuk adopsi OECD Guidelines dalam peraturan perpajakan dapat dilihat sejak berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 43/PJ/2010 (untuk selanjutnya disebut PER-43/2010). PER-43/2010 mengatur tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Peraturan ini telah diamandemen dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 32/PJ/2011 (untuk selanjutnya disebut PER-32/2011). PER-43/2010 stdtd PER- 32/PJ/2011 mengatur bahwa pembuatan TP Doc tidak hanya terkait transaksi lintas batas melainkan juga transaksi domestik dengan konteks perbedaan tarif. Perbedaan ketentuan threshold kewajiban TP Doc dalam PER-43/2010 dan PER-32/2011, adalah sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 1

Perbandingan PER-43/PJ/2010 dengan PER - 32/PJ/2011

Pengaturan Pasal

PER-43/PJ/2010

PER - 32/PJ/2011

Tanggal

6 September 2010

11 November 2011

Pasal 2 Ruang Lingkup Transaksi afiliasi

Ruang lingkup Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini adalah transaksi yang dilakukan Wajib Pajak

dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku untuk Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing) atas transaksi yang dilakukan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dengan Wajib Pajak Luar Negeri diluar Indonesia.

Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat mengakibatkan pelaporan jumlah penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha meliputi antara lain : �

Dalam hal Wajib Pajak melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang merupakan Wajib Pajak Dalam Negeri atau Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini hanya berlaku untuk transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk memanfaatkan perbedaan tarif pajak yang disebabkan antara lain:

a. perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan final atau tidak final pada sektor usaha tertentu;

b. perlakuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; atau

c. transaksi yang dilakukan dengan Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas.

Pasal 3 Ambang batas kewajiban pembuatan TP Doc

Transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa yang mempunyai nilai penghasilan atau pengeluaran tidak melampaui Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tidak diwajibkan memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), namun Wajib Pajak tetap diwajibkan memenuhi ketentuan Pasal 28 Undang-Undang KUP.

Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak untuk setiap lawan transaksi, dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 18 TP Doc dan kewajiban tahunan

Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang harus diselenggarakan disesuaikan dengan bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung penggunaan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih.

Wajib Pajak dapat menentukan sendiri jenis dan bentuk dokumen yang disesuaikan dengan bidang usahanya sepanjang dokumen tersebut mendukung penggunaan metode penentuan Harga Wajar atau Laba Wajar yang dipilih, termasuk laporan keuangan yang tersegmentasi.

-

Wajib Pajak wajib menyampaikan dokumentasi dalam melaporkan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang terdiri dari satu set dokumen induk dan satu set lampiran dari dokumen induk.

 

Berdasarkan tabel di atas, terlihat jelas bahwa PER-43/2010 stdtd PER-32/2011, PMK-213/2016 menyebutkan secara implisit ruang lingkup transaksi afiliasi yang wajib membuat TP Doc. Fokus PER-32/2011 ditujukan kepada Wajib Pajak yang memiliki transaksi afiliasi cross border dan/atau Wajib Pajak yang hanya memiliki transaksi afiliasi domestik tetapi yang memiki indikasi pemanfaatan tarif pajak. Diketahui Wajin Pajak tersebut adalah Wajib Pajak yang sesungguhnya memiliki risiko terhadap penghindaran pajak melalui skema transfer pricing.

Pada akhir 2016, Indonesia kemudian mengadopsi Aksi BEPS Nomor 13 tersebut dalam PMK-213/2016 yang terbit pada 30 Desember 2016. PMK-213/2016 memberikan pengaturan jenis TP Doc. TP Doc sesuai PMK-213/2016 menganut pendekatan tiga tingkat (three-tiered). Pendekatan three-tiered yang dimaksud meliputi Dokumen Induk (Master File), Dokumen Lokal (Master File), dan Laporan per Negara atau Country- by-Country Reporting (CbCR). Selain itu, PMK-213/2016 juga memberikan petunjuk yang lebih jelas terkait dokumen atau informasi apa yang harus disampaikan dalam TP Doc Master File, Master File, dan CbCR. �Selain itu, dengan berlakunya PMK-213/2016, maka threshold baru dalam PMK-213/2016 yang akan dipakai sebagai acuan dalam penentuan kewajiban TP Doc.

Berdasarkan PMK-213, Wajib Pajak di Indonesia perlu membuat Master File dan Master File apabila Wajib Pajak melakukan Transaksi Afiliasi dengan:

�        Nilai peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), atau

�        Nilai Transaksi Afiliasi Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak:

1.     lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk transaksi barang berwujud, atau

2.     lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga, pemanfaatan barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi lainnya, atau

�        Pihak Afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif Pajak Penghasilan lebih rendah dari pada tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Batasan nilai peredaran bruto dan nilai transaksi afiliasi sebagaimana dimaksud di atas dihitung dengan cara disetahunkan dalam hal Tahun Pajak diperolehnya peredaran bruto dan/atau dilakukannya Transaksi Afiliasi meliputi jangka waktu kurang dari 12 (dua belas) bulan. Selajutnya, CbCR perlu untuk dibuat dan disampaikan di Indonesia oleh:

�        Wajib Pajak Indonesia yang merupakan entitas induk dari suatu grup usaha yang memiliki peredaran bruto konsolidasi pada Tahun Pajak bersangkutan paling sedikit Rp11.000.000.000.000,00 (sebelas triliun rupiah), atau

�        Wajib Pajak Indonesia berkedudukan sebagai anggota Grup Usaha dan entitas induk dari Grup Usaha merupakan subjek pajak luar negeri, sepanjang negara atau yurisdiksi tempat Entitas Induk berdomisili :

a.      Tidak mewajibkan penyampaian CbCR,

b.     Tidak memiliki perjanjian dengan Pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi untuk kepentingan perpajakan, atau

c.      Memiliki perjanjian dengan Pemerintah Indonesia mengenai pertukaran informasi perpajakan, namun laporan per-negara tidak dapat diperoleh Pemerintah Indonesia dari negara/yurisdiksi pajak tersebut.

B.    Treshold Kewajiban Transfer Pricing Documentation di Luar Indonesia

Beberapa negara telah memperkenalkan pengecualian atau penyederhanaan khusus untuk Wajib Pajak yang lebih kecil atau transaksi yang kurang material Praktik pengecualian dari persyaratan dokumentasi bervariasi antar negara yang terlihat pada penetapan� tresholdnya (PCT, 2021). Praktek di beberapa negara untuk membatasi kewajiban untuk menyiapkan dan melaporkan transfer pricing berdasarkan treshold tertentu seperti nilai transaksi pihak berelasi tidak melebihi jumlah tertentu atau berdasarkan ukuran Wajib Pajak. Pengecualian mungkin tidak berlaku ketika Wajib Pajak telah melakukan transaksi dengan pihak terkait di yurisdiksi yang dianggap sebagai surga pajak (tax heaven country) atau yurisdiksi pajak atau non-pajak rendah lainnya, atau ketika pihak terkait tersebut mendapat manfaat dari rezim preferensial.

 


 

Tabel 2

Perbandingan Threshold/Pengecualian Pembuatan TP Doc Antara Negara (PCT, 2021)

No

Negara

Threshold/Pengecualian

1

Austria

Setiap Entitas Konstituen dari Grup perusahaan, yang pendapatannya dalam dua tahun fiskal sebelumnya melebihi EUR 50 juta harus melengkapi persyaratan TP Doc reguler. Entitas yang tidak memenuhi treshold ini dikecualikan.

2

Colombia

Wajib Pajak tidak perlu memenuhi persyaratan TP Doc kecuali: (a) ekuitas bruto pada hari terakhir tahun fiskal atau periode sama dengan sedikitnya 100.000 Unit Kena Pajak (setara dengan EUR 824.000); atau (b) pendapatan kotor masing-masing tahun sama dengan setidaknya 61.000 TU (setara dengan EUR 502 640).Selain itu, untuk treshold tersebut, Wajib Pajak perlu menyiapkan dan menyerahkan Master File dan Master File untuk transaksi yang dilakukan dengan pihak terkait, ketika jumlah kumulatif tahunan mereka melebihi setara dengan 45.000 Unit Pajak (setara dengan EUR 436.000) untuk pelaporan fiskal tahun.

Jika transaksi dilakukan dengan perusahaan yang berlokasi, bertempat tinggal atau berdomisili di yurisdiksi non-kerja sama dengan pajak rendah atau tanpa pajak atau pajak preferensial, Master File dan Master File harus disiapkan dan diserahkan ketika jumlah kumulatif tahunannya melebihi setara dengan 10.000 Pajak Unit (setara dengan EUR 97.000) untuk tahun fiskal pelaporan. Jika tidak, tidak ada pengecualian yang berlaku.

3

Denmark

Perusahaan kecil (kurang dari 250 karyawan dan dengan total neraca tahunan kurang dari DKK 125 juta (setara dengan EUR 17 juta) atau pendapatan tahunan kurang dari DKK 250 juta (setara dengan EUR 34 juta) hanya diwajibkan untuk memberikan sebagian dokumentasi.

4

Finlandia

UKM menurut rekomendasi Komisi Eropa (6 Mei 2003, 2003/361/EC) tidak diwajibkan untuk menyiapkan TP Doc. Selain itu, jika jumlah total transaksi wajar Wajib Pajak dalam kaitannya dengan masing-masing pihak terkait tidak melebihi EUR 500.000, tidak ada persyaratan untuk menyerahkan Master File. Selain itu, ada ketentuan yang mengatur bahwa Master File dengan konten yang lebih terbatas ketika Wajib Pajak hanya melakukan transaksi kecil dengan pihak afiliasi.

5

India

Laporan Studi Transfer Pricing yang mencerminkan Master File hanya disimpan oleh Wajib Pajak yang telah melakukan transaksi internasional melebihi INR 10 juta (setara dengan EUR 113 240)

6

Jepang

Master File: Ini hanya diperlukan untuk Grup perusahaan dengan total pendapatan konsolidasi pada tahun fiskal sebelumnya sebesar JPY 100 miliar (setara dengan EUR 803 juta) atau lebih.

Master File: transaksi afiliasi dibebaskan dari kewajiban TP Doc jika: (1) jumlah transaksi afiliasi (total penerimaan dan pembayaran) pada tahun kerja sebelumnya (atau tahun kerja berjalan jika tidak ada transaksi dalam tahun sebelumnya) kurang dari JPY 5 miliar (setara dengan EUR 40,1 juta); dan

(2) jumlah transaksi afiliasi yang melibatkan barang tidak berwujud (total penerimaan dan pembayaran) pada tahun bisnis sebelumnya (atau tahun bisnis berjalan jika tidak ada transaksi pada tahun sebelumnya) kurang dari JPY 300 juta (setara dengan EUR 2,4 juta ).

7

Lithuania

Master File hanya boleh disiapkan oleh entitas Lituania dan bentuk usaha tetap dari entitas asing yang bertindak di Lituania yang memiliki omset pada tahun pajak sebelumnya melebihi EUR 15 juta.

Master File harus disiapkan oleh entitas Lituania dan pendirian tetap entitas asing yang bertindak di Lituania, yang memiliki omset pada tahun pajak sebelumnya melebihi EUR 3 juta. Pengecualian ini tidak berlaku untuk perusahaan keuangan, lembaga kredit dan perusahaan asuransi yang wajib menyiapkan TP Doc meskipun jumlah omsetnya besar.

8

Mexico

Wajib pajak yang terlibat dalam kegiatan bisnis yang pendapatannya pada tahun fiskal sebelumnya tidak melebihi MXN 13.000.000 (setara dengan EUR 539 100) dan Wajib Pajak yang penghasilannya dari penyediaan layanan profesional tidak melebihi MXN 3 000 000 (setara dengan EUR 124 400) harus tidak terikat untuk menyiapkan TP Doc, kecuali Wajib Pajak tersebut:

� Yang melakukan transaksi dengan entitas di yurisdiksi pajak rendah;

� Wajib Pajak yang merupakan pemegang kontrak atau penugasan menurut UU Hidrokarbon.

 

Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan berikut tidak terikat untuk menyiapkan Master File dan Local file:

� Wajib Pajak yang pada tahun fiskal sebelumnya melaporkan pendapatan tahunan mereka sama dengan atau melebihi MXN 708 898 92066 (setara dengan EUR 29 400);

� Perusahaan yang termasuk dalam rezim pajak opsional untuk kelompok;

� Perusahaan milik negara; atau

� Badan hukum penduduk asing dengan bentuk usaha tetap di Meksiko.

9

Belanda

Master File dan Master File harus disiapkan oleh grup perusahaan yang memiliki total pendapatan grup konsolidasi minimal EUR 50 juta pada tahun fiskal yang segera sebelum tahun pelaporan pajak diajukan.

10

Peru

Local File: Wajib Pajak yang pendapatannya tidak melebihi 2.300 Unit Pajak (setara denganEUR 2,6 juta) dan transaksi yang tunduk pada aturan penetapan transfer pricing di bawah 100 Unit Pajak (setara denganEUR 111.000) dibebaskan. Wajib pajak dengan transaksi yang tunduk pada aturan penetapan transfer pricing antara 100 dan 400 Unit Pajak (setara denganEUR 111.000 dan EUR 444.000), hanya perlu menyiapkan Master File yang disederhanakan.

Master File: Wajib Pajak yang pendapatan kelompoknya tidak melebihi 20.000 Unit Pajak (setara denganEUR 22,2 juta), dan transaksi yang tunduk pada aturan penetapan transfer pricing di bawah 400 Unit Pajak (setara denganEUR 444.000) akan dibebaskan dari pembuatan Master File.

11

Spanyol

Pengecualian untuk mendokumentasikan transaksi afiliasi berlaku untuk: (i) transaksi di bawah EUR 250 000; (ii) transaksi dalam entitas yang merupakan bagian dari rezim konsolidasi pajak, (iii) transaksi di bawah rezim pajak dari serikat bisnis sementara dan asosiasi kepentingan ekonomi; dan (iv) penjualan dan perolehan efek melalui penawaran umum.

Studi transfer pricing yang disederhanakan (Master File) untuk menengah (dengan pendapatan tidak melebihi EUR 45 juta setahun) dan Wajib Pajak kecil (dengan pendapatan tidak melebihi EUR 10 juta setahun) juga berlaku. Grup dengan pendapatan tidak melebihi EUR 45 juta setahun dibebaskan dari pembuatan Master File.

12

Uruguay

Wajib Pajak dibebaskan dari penyerahan TP Doc ketika transaksi agregat yang tunduk pada aturan transfer pricing, yang dilakukan selama tahun fiskal, tidak melebihi 50 juta Unit Terindeks (setara dengan EUR 4,5 juta).

 

C.    Penentuan Tingkat Risiko Wajib Pajak Domestik dalam Pembuatan TP Doc

Untuk mengurangi biaya kepatuhan dan administrasi serta memfokuskan sumber daya administrasi pajak dengan lebih baik, pertimbangan dapat diberikan untuk menyederhanakan atau membebaskan pembuatan TP Doc berdasarkan tingkat risiko Wajib Pajak terhadap penghindaran pajak melalui skema transfer pricing. Langkah-langkah penyederhanaan atau pembebasan ini memerlukan definisi 'Wajib Pajak kecil' atau 'Wajib Pajak risiko rendah'. Terdapat beberapa indikator yang dapat dimungkinkan dalam penentuan definisi tersebut (PCT, 2021):

1.     Definisi usaha kecil atau menengah (UKM). Jika definisi tersebut digunakan, pengecualian tersebut tidak berlaku untuk Wajib Pajak yang melakukan transaksi berisiko lebih tinggi, misalnya Wajib Pajak yang melakukan satu atau lebih transaksi dengan entitas di yurisdiksi pajak rendah.

Negara-negara perlu menyesuaikan definisi 'Wajib Pajak yang lebih kecil' atau 'Wajib Pajak berisiko rendah' ​​dengan konteks pasar khusus mereka. Jika memungkinkan, penyelarasan regional dari penyederhanaan dan pengecualian dapat dipertimbangkan. Konsistensi seperti itu akan membantu mencegah persaingan pajak yang merugikan antar negara.

Pertimbangan penyederhanaan juga dapat diberikan secara spesifik pada aturan yang membebaskan UKM dari persyaratan TP Doc atau yang membatasi cakupan dokumentasi yang harus disediakan oleh entitas tersebut. Definisi Komisi Eropa tentang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) telah diadopsi oleh beberapa anggota UE untuk menetapkan threshold pembuatan TP Doc. Kategori UMKM terdiri dari perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 250 orang dan yang memiliki omset tahunan tidak melebihi EUR 50 juta, dan/atau total neraca tahunan tidak melebihi EUR 43 juta. Dalam kategori usaha kecil dalam UMKM, perusahaan kecil didefinisikan sebagai perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 50 orang dan yang omset tahunan dan/atau total neraca tahunannya tidak melebihi EUR 10 juta. Dalam kategori usaha mikro dalam UMKM, usaha mikro didefinisikan sebagai perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 10 orang dan yang omset tahunan dan/atau total neraca tahunannya tidak melebihi EUR 2 juta.

2.     Dengan mengacu pada nilai transaksi pihak afiliasi.

Ketentuan penyederhanaan dapat didasarkan pada transaksi tertentu yang berisiko kecil atau rendah. Ukuran materialitas dapat dipertimbangkan dalam istilah relatif (misalnya transaksi tidak melebihi persentase pendapatan atau persentase ukuran biaya) atau dalam jumlah absolut (transaksi tidak melebihi jumlah tetap tertentu). Masing-masing negara harus menetapkan standar materialitas objektif sendiri untuk tujuan Master File berdasarkan kondisi negara tersebut.

3.     Dengan mengacu pada proporsi nilai transaksi pihak afiliasi terhadap transaksi pihak ketiga yang non-afiliasi (transakasi independen). Ketentuan penyederhanaan dapat didasarkan pada batasan dalam menggunakan indikator tersebut. Misalnya, perusahaan dapat mengalihdayakan layanan tertentu dan menggunakan aset sewaan, sambil menghasilkan sejumlah besar pendapatan. Oleh karena itu, negara-negara harus mempertimbangkan batasan-batasan ini dan mempertimbangkan untuk memperkenalkan faktor-faktor tambahan seperti jumlah yang dibayarkan, dan sifat dari, kontraktor independen dan penyedia layanan lainnya, dan sifat dan jumlah yang dibayarkan untuk aset tetap yang disewa.

4.     Dengan pengecualian untuk transaksi afiliasi domestik murni. Jika aturan penetapan transfer pricing berlaku untuk semua transaksi pihak afiliasi, termasuk transaksi yang murni domestik (misalnya antara dua pihak berelasi, keduanya bertempat tinggal di yurisdiksi yang sama), transaksi domestik murni tersebut dapat dianggap berisiko rendah, terutama jika keduanya pihak terkait tunduk pada rezim perpajakan dan tarif pajak yang sama.

D.    Penyederhanaan atau Pengecualian Peraturan Pembuatan TP Doc

Biaya kepatuhan terhadap aturan transfer pricing bisa sangat signifikan bagi Wajib Pajak. Adalah penting bahwa langkah-langkah diambil untuk menghindari biaya kepatuhan yang tidak perlu atau tinggi secara tidak proporsional ketika merancang sistem Transfer Pricing Documentation (TP Doc). Hal ini diakui dalam UN Transfer Pricing Manual, khususnya untuk usaha kecil dan menengah (UMKM) yang melakukan transaksi cross border (UN, 2017).

Banyak negara mengatasi masalah ini dengan menyederhanakan aturan TP Doc untuk Wajib Pajak yang berisiko lebih kecil atau lebih rendah (misalnya entitas dengan hanya transaksi pihak afiliasi terbatas). Atau, negara dapat membebaskan Wajib Pajak tersebut dari aturan dokumentasi (tetapi tidak aturan transfer pricing). Pendekatan penyederhanaan atau pengecualian pembuatan TP Doc ini diringkas dalam tabel di bawah ini.

 

Tabel 3

Kemungkinan Penyederhanaan atau Pengecualian Pembuatan TP Doc

Tipe Dokumentasi

Kemungkinan tindakan penyederhanaan atau pengecualian

Jadwal penyelenggaran TP Doc

1. Pembebasan untuk Wajib Pajak yang lebih kecil atau Wajib Pajak berisiko rendah

2. Jadwal pengembalian yang disederhanakan untuk Wajib Pajak yang lebih kecil

3. Pengecualian dari pengungkapan transaksi di bawah nilai tertentu

Master File

1. Pembebasan untuk Wajib Pajak yang lebih kecil atau berisiko rendah

2. Pengecualian bagi Wajib Pajak yang termasuk dalam grup yang omset konsolidasinya kurang dari jumlah tertentu

3. Pengecualian untuk Wajib Pajak dengan penerapan safe harbour atau untuk transaksi yang dicakup dalam APA

4. Persyaratan isi dokumentasi dalam Master File yang disederhanakan untuk Wajib Pajak yang lebih kecil

Master File

Pembebasan atau penyederhanaan bagi Wajib Pajak yang termasuk dalam grup yang omset konsolidasinya kurang dari jumlah tertentu

CbCR

Pengecualian untuk grup perusahaan Multinasional dengan pendapatan konsolidasi global kurang dari EUR 750 juta. Kriteria ini telah ditentukan dalam BEPS Action 13, dan merupakan bagian dari standar minimum pada Tindakan BEPS Action 13.

Kuesioner

Pihak otoritas pajak dapat memilih untuk menerbitkannya hanya kepada Wajib Pajak yang berisiko lebih besar atau lebih tinggi

Informasi lebih lanjut, data dan dokumen

Informasi tersebut diminta oleh pihak otoritas pajak selama pemeriksaan pajak.

 

E.    Simplifikasi Format dan Konten yang tertuang dalam TP Doc

Format dan konten TP Doc bervariasi antar negara. Untuk kesederhanaan, ini dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis utama (PCT, 2021):

1.     Pengungkapan melalui formulir standar khusus yang bukan merupakan bagian dari SPT Tahunan. Contoh negara yang mengikuti pendekatan ini meliputi: Argentina, Kanada, Kolombia, Republik Dominika, Finlandia, Liberia, Meksiko, Nigeria, dan Amerika Serikat.

2.     Pengungkapan yang merupakan bagian dari SPT Tahunan. Dalam kasus seperti itu, pertanyaan spesifik transfer pricing disertakan di SPT Tahunan. Misalnya, Australia, Lituania, Republik Ceko, Belanda, Republik Slovakia, dan Spanyol mewajibkan pengungkapan transaksi penetapan transfer pricing dalam SPT Tahunan.

Selanjutnya bagian ini membahas beberapa masalah ini dan mengevaluasi pendekatan berbeda yang diadopsi oleh berbagai negara mengernai konten atau informasi minimum yang tertuang dalam TP Doc (PCT, 2021):

1.     Master File menurut lini bisnis. Berdasarkan rekomendasi Laporan Aksi BEPS13, perusahaan harus menyiapkan satu dokumen yang berisi informasi tentang operasi grup perusahaan secara keseluruhan. Master File dapat disajikan berdasarkan lini bisnis yang signifikan beroperasi secara independen atau baru saja diakuisisi. Meskipun demikian, Wajib Pajak dengan transaki afiliasi domestik harus menyediakan seluruh Master File yang terdiri dari semua lini bisnis untuk memastikan bahwa gambaran lengkap tentang bisnis global grup perusahaan disediakan. (OECD, 2017) Sebagai contoh, di Finlandia, dimungkinkan untuk mengajukan Master File untuk lini bisnis yang merupakan bagian dari perusahaan yang ada di Finlandia. Lini bisnis tersebut harus cukup independen dari lini bisnis lain dan deskripsi fungsi terpusat dan transaksi Grup juga harus disertakan.

2.     Untuk menyederhanakan beban administrasi ke entitas domestik, Meksiko menawarkan kemungkinan hanya memasukkan satu Master File ketika beberapa entitas dari perusahaan yang sama beroperasi di negara tersebut. Pendekatan ini masuk akal terutama di mana semua perusahaan dari grup yang sama ditangani oleh kantor yang sama dalam satu otoritas pajak.

3.     Beberapa negara (misalnya Austria, Cina) mewajibkan Wajib Pajak lokal untuk mengajukan Master File, bahkan jika perusahaan domestik termasuk dalam treshold yang seharusnya berlaku, (OECD, 2017) dalam kasus di mana ada entitas lain dari grup perusahan yang harus menyiapkan Master File dalam yurisdiksi asing. Untuk China, entitas perusahaan lokal diharuskan untuk mengajukan Master File jika: a) entitas China adalah bagian dari grup multinasional yang mendokumentasikan Master File; atau b) transaksi pihak afiliasi melebihi CNY 1 miliar (setara dengan EUR 125 juta).

F.     Pengaturan Kembali TP Doc dalam PMK-213/2016

Pemberlakuan PMK-213/2016 justru membuat pelaksanaan kewajiban penyusunan TP Doc pada transaksi domestik di Indonesia berbeda dengan PER-43/2010 stdtd PER-32/2011. Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi domestik dengan tidak adanya perbedaan tarif semestinya masuk kedalam kategori Wajib Pajak risiko rendah. Yang dimaksud dengan tidak ada perbedaan tarif adalah ketika Wajib Pajak yang dimaksud bertransaksi dengan Wajib Pajak domestik lainnya dengan kondisi yang sama, dimana laporan keuangan mengalami keuntungan dan menggunakan tarif pajak yang sama.

Selanjutnya, apabila Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan pajak, kemudian otoritas pajak melakukan koreksi atas transaksi afiliasi atas salah satu pihak Wajib Pajak, maka seharusnya akan muncul koreksi juga pada Wajib Pajak lawan transaksinya. Artinya otoritas pajak akan mendapatkan penerimaan pajak atas koreksi positif dari Wajib Pajak, tetapi disisi lain otoritas pajak juga akan mengembalikan kelebihan pajak kepada Wajib Pajak lainnya atas koreksi negatif. Dengan demikian, secara agregat koreksi tersebut tidak menambah penerimaan negara. Atas hal tersebut justru mengurangi penerimaan pajak karena terdapat biaya dalam rangka menagih pajak lebih besar dari pada penerimaan pajak yang didapatkan. Dengan demikian, pelaksanaan tujuan dari Pasal 18 ayat (3), Undang-Undang Pajak Penghasilan menjadi tidak tercapai. Pemerintah semestinya fokus kepada Wajib Pajak dengan transaksi afiliasi cross border atau transaksi afiliasi domestik namun memenuhi syarat adanya perbedaan tarif. Wajib Pajak tersebut masuk dalam kategori risiko tinggi dalam penghindaran pajak melalui skema transfer pricing.

Threshold yang diatur dalam PMK-213 dapat memberatkan bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki risiko dan/atau memiliki risiko rendah terhadap penghindaran pajak melalui skema transfer pricing. Dengan demikian, diperlukan pengaturan kembali terhadap kriteria-kriteria yang harus membuat TP Doc. Perumuskan kriteria-kriteria harus lebih jelas dan memang menyasar kepada Wajib Pajak yang beresiko yaitu Wajib Pajak dengan transaksi afiliasi cross border dan Wajib Pajak dengan transaksi afiliasi domestik dengan kondisi tertentu.

Diperlukan kajian mendalam untuk menilai antara korelasi penerimaan negara dengan sengketa transfer pricing yang terjadi pada Wajib Pajak yang hanya memiliki transaksi afiliasi domestik. Kajian tersebut dapat berasal dari putusan Banding yang memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau Putusan Peninjauan Kembali atas sengketa transfer pricing pada Wajib Pajak yang hanya memiliki transaksi afiliasi domestik. Selain itu, kajian dapat dilakukan dengan cara benchmarking dengan negara-negara yang mewajibkan TP Doc untuk Wajib Pajak yang hanya memiliki transaksi afiliasi domestik.

Mengenai format dan konten dalam TP Doc, bahwa Wajib Pajak yang memiliki risiko tinggi tetap diwajibkan membuat TP Doc yang komprehensif sebagaimana diatur dalam PMK 213 dan mengacu pada OECD Guidelines dan BEPS Action 13. Sedangkan, Wajib Pajak yang memiliki berisiko rendah dapat diwajibkan membuat TP Doc dengan penyajian yang lebih sederhana dibandingkan dengan Wajib Pajak yang berisiko tinggi. Penyederhanaan tersebut bertujuan agar Wajib Pajak lebih patuh dengan tidak memberatkan Wajib Pajak. Dalam implementasi penyederhanaan TP Doc ke dalam peraturan domestik, Indonesia dapat mengikuti Practical Toolkit on TP Documentation yang telah dikeluarkan oleh kolaborasi antara IMF, OECD, UN dan World Bank. (PCT, 2021)

 

Kesimpulan

Kewajiban pembuatan TP Doc sesuai PMK-213/2016 untuk Wajib Pajak yang hanya memiliki transaksi domestik di Indonesia belum sepenuhnya memenuhi kelaziman internasional. Pemberlakuan PMK-213/2016 justru membuat pelaksanaan kewajiban penyusunan TP Doc pada transaksi afiliasi domestik di Indonesia berbeda dengan PER-43/2010 stdtd PER-32/2011. Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi domestik dengan tidak adanya perbedaan tarif, tetap diwajibkan untuk membuat TP Doc. Negara-negara yang mewajibkan penyusunan TP Doc pada transaksi afiliasi domestik, umumnya telah menerapkan threshold tertentu yang bertujuan untuk memilah Wajib Pajak yang sesungguhnya tidak memiliki risiko dan/atau memiliki risiko terhadap penghindaran pajak melalui skema transfer pricing. Pemberlakuan threshold kewajiban pembuatan TP Doc dalam PMK-213 dengan batasan nominal tertentu, tidak memilah dengan jelas terhadap Wajib Pajak yang melakukan transaksi afiliasi domestik yang sesungguhnya tidak memiliki risiko dan/atau memiliki risiko.


 

BIBLIOGRAFI

 

CA Hariom, Jindal. (2011). Law Relating to Transfer Pricing. New Delhi: Taxmann Publications

 

Ernst and Young. (2016). Worldwide Transfer pricing Reference Guide 2016-17. EYGM Limited

 

Hejazi, Jamal. (2009). Transfer pricing: The Basics from a Canadian Perspective. Canada: LexisNexis.

 

Kontan. (2017, January 17). Jurus Ditjen Pajak menangkal transfer pricing. Diakses pada 2021, June 1 from trusted online news: https://nasional.kontan.co.id/

 

Kusumaatmadja, Mochtar (1982). Pengantar hukum internasional. Bandung: Bina Cipta

OECD. (2017). OECD Transfer pricing Guidelines for Multinational Enterprises and Tax Administrations 2017 Edition. Paris: OECD Publication

 

OECD. (2017). OECD Model Tax Convention on Income and on Capital: Condensed Version 2017 Paris: OECD Publication

 

Platform for Collaboration on Tax. (2021). Practical Toolkit to Support the Successful Implementation by Developing Countries of Effective Transfer Pricing Documentation Requirements.

 

Rotondaro, Carmine. (2000). The Application of art 3 (2) in Case of Differences between Domestic Definitions of Associated Enterprise. International Transfer Pricing Journal.

 

Rugman, A. M., & Eden, L. (2017). Multinationals and transfer pricing. London: Routledge.

 

United Nations (UN). (2017). Practical Manual on Transfer Pricing for Developing Countries 2017, UN Publishing, New York.

 

World Legal Information Institute. (2021). Customary international law. Diakses pada 2021, June 1 from trusted independent and non-profit worldwide law platform: http://www.worldlii.org/

 

Zain, Mohammad. (2008). Manajemen Perpajakan, Edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

 

 

 

 

 

 

Copyright holder:

Daniel Belianto, Ning Rahayu (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: