Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 3, Maret 2022

 

FAKTOR DETERMINAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PUSKESMAS DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT BERDASARKAN MODEL HERZBERG

 

Togar H Manurung, Martha Irene K, Ayun Sriatmi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

WHO memperkirakan kekurangan profesi perawat tahun 2030 di negara-negara berkembang. Kepuasan kerja tenaga kesehatan sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Dari berbagai tenaga di puskesmas Kabupaten Kotawaringin Barat ditemukan kepuasan kerja 45% dan kurang puas 55%. Profesi yang paling banyak kurang puas adalah perawat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Desain penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif. Populasinya perawat di puskesmas induk, dengan teknik non probability purposive sampling sehingga diperoleh n=95. Instrumen menggunakan e-kuisioner yang dibagikan melalui link dan ditunggui peneliti. Data diolah dengan IBM SPSS versi 20.0 Pengukuran kepuasan kerja menggunakan MSQ. Hasil menunjukan kepuasan kerja 41,1% dan kurang puas 58,9%. Terdapat hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja fisik (p=0,00), pengembangan karir (p=0,00), insentif (p=0,00), K3 (p=0,004) dengan kepuasan kerja. Tidak terdapat hubungan signifikan dengan beban kerja (p=0,755). Variabel yang masuk pemodelan multivariat yakni lingkungan kerja fisik (p=0,022), pengembangan karir (p=0,060, insentif (p=0,00), K3 (p=0,341). Kesimpulan bahwa faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas yakni lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, K3. Diharapkan adanya perbaikan ASPAK, penyediaan anggaran pendidikan dan pelatihan, utilisasi insentif berdasarkan capaian kinerja, dan medical general chech-up secara berkala guna meningkatkan kepuasan kerja perawat.

 

Kata Kunci: �kepuasan kerja, perawat, puskesmas

 

Abstract

Who estimates a shortage of the nursing profession by 2030 in developing countries. Health worker job satisfaction varies greatly over time and from place to place. From various workers in the West Kotawaringin Regency health center found job satisfaction 45% and less satisfied 55%. The most disadvantaged profession is the nurse. The research aims to find out the determinant factors of job satisfaction of health center nurses in West Kotawaringin Regency. Cross sectional research design with a quantitative approach. The population is nurses in the parent health center, with non probability purposive sampling techniques so that n = 95 is obtained. The instrument uses an e-questionnaire shared via a link and awaited by researchers. Data is processed with IBM SPSS version 20.0. Measurement of job satisfaction using MSQ. The results showed job satisfaction of 41.1% and less satisfaction 58.9%. There are significant relationships between the physical work environment (p=0.00), career development (p=0.00), incentives (p=0.00), K3 (p=0.004) and job satisfaction. There is no significant association with workload (p=0.755). The variables that enter multivariate modeling are the physical work environment (p=0.022), career development (p=0.060, incentives (p=0.00), K3 (p=0.341). The conclusion that determinants of job satisfaction of health care nurses are the physical work environment, career development, incentives, K3. It is expected that there will be improvements in ASPAK, provision of education and training budgets, utilization of incentives based on performance achievements, and medical general chech-up periodically to improve nurse job satisfaction.��������

 

Keywords: job satisfaction, nurses, public health centers

 

Received: 2022-02-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-03-26

 

Pendahuluan

World Health organization (WHO) menyatakan bahwa tenaga kesehatan adalah tulang punggung dari semua sistem pelayanan kesehatan untuk memberikan perawatan kesehatan dan mengelolah program kesehatan. Tenaga perawat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan yang jumlahnya mencapai 59% dari jumlah profesi kesehatan. WHO memperkirakan bahwa akan ada kekurangan tenaga perawat pada tahun 2030 secara global sekitar 5,9 juta terutama pada negera-negara yang sedang berkembang atau berpenghasilan menengah kebawah (rendah), karena adanya kurang puas dalam bekerja. Kepuasan kerja dan motivasi tenaga kesehatan dijadikan tantangan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja diantara tenaga kesehatan sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat (World Health Organization, 2020). Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tentunya pelayanan yang diberikan oleh puskesmas harusnya memberikan pelayanan yang prima dan berkualitas, maka untuk itu puskesmas juga harus mampu memberikan kepuasan kerja kepada stafnya.(Kesehatan, 2017)

Dalam manajemen puskesmas dan standar instrumen akreditasi puskesmas tidak ada dilakukan pengukuran kepuasan kerja staf secara periodik seperti yang dilakukan dalam manajemen dan standar nasional akreditasi rumah sakit. Pada hal Sumber daya manusia (SDM) adalah jantung sistem pelayanan kesehatan. Salah satu aspek utama SDM yang berpengaruh adalah pengukuran kepuasan kerja staf. Organisasi harus memastikan bahwa kepuasan kerja stafnya tinggi, yang merupakan prasyarat untuk meningkatkan produktivitas, daya tanggap, kualitas dan layanan.(Rivai, 2013) Tingkat kepuasan kerja tenaga kesehatan di setiap negara sangat bervariasi.(Timalsina R, Rai L, Gautam S, 2015)

Hezberg dan Noor menyatakan bahwa hubungan seorang individu dengan kerjanya merupakan hubungan dasar yang dapat menentukan sukses tidaknya individu yang bersangkutan. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya dan dapat juga mendukung terwujudnya tujuan organisasi. Mathis dan Jackson, memberikan definisi komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif dan evaluasi dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.(Herzberg, F. Mausner, 1959)

Menurut Herzberg bahwa kepuasan kerja disebabkan oleh adanya faktor motivasi (instrinsik) dan faktor hygiene (ekstrinsik). Faktor motivasi mencakup keberhasilan menyelesaikan tugas, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemungkinan untuk pengembangan diri, dan kesempatan untuk maju. Faktor hygiene mencakup kondisi kerja, hubungan antar pribadi, kebijakan dan administrasi, perasaan aman dalam bekerja, gaji, jabatan, dan teknik pengawasan.(Herzberg, F. Mausner, 1959) Faktor-faktor yang menentukan kepuasan atau ketidakpuasan pekerjaan berbeda-beda. Kebalikan dari kepuasan kerja bukanlah ketidakpuasan kerja, melainkan tidak ada kepuasan; dan kebalikan dari ketidakpuasan kerja bukanlah kepuasan kerja tetapi bukan ketidakpuasan. Baik faktor motivasi dan hygiene penting untuk mencegah ketidakpuasan diantara staf dan untuk pengembangan personal. Dengan demikian, faktor motivasi yang kurang akan mengakibatkan staf mengalihkan perhatian mereka ke faktor hygiene yang pada gilirannya membuat mereka tidak puas.(Herzberg, F. Mausner, 1959)

Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat yang berada di Propinsi Kalimantan Tengah. Jumlah unit pelayanan terpadu (UPT) berjumlah 18 puskesmas induk, 75 puskesmas pembantu yang tersebar di 6 Kecamatan, 81 Desa dan 13 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Kotawaringin Barat mencapai 97.557 Km2 dengan jumlah penduduk 313.565 jiwa. Dari segi kemampuan pelayanan puskesmas terdiri dari 4 puskesmas rawat inap dan 14 puskesmas rawat jalan yang dilaksanakan oleh 902 staf yang mencakup 419 pegawai negeri sipil dan 483 non pegawai negeri sipil.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan bulan Agustus 2021 pada 40 staf di 4 puskesmas diantaranya 2 puskesmas rawat jalan dan 2 puskesmas rawat inap, diketahui bahwa kepuasan staf dalam bekerja adalah 45% dan kurang puas 55%. Dari 40 staf pada studi pendahuluan diperoleh beberapa profesi yang ada di puskesmas yang dapat dilihat pada Tabel 1.

 

 

 

 

Tabel 1

Studi Pendahuluan Kepuasan Staf Puskesmas Berdasarkan Profesi

No

Jenis Profesi

Total

Puas

Kurang Puas

Jlh.

%

Jlh.

%

1

Dokter/ Dokter gigi

3

2

67

1

33

2

Kefarmasian

4

2

50

2

50

3

Sarjana Kesehatan Masyarakat

5

2

40

3

60

4

Perawat

8

2

25

6

75

5

Bidan

7

3

43

4

57

6

Analis

4

2

50

2

50

7

Tenaga Kesehatan lainnya

3

3

100

0

0

8

Non Kesehatan

6

2

33

4

67

Jumlah

40

18

45

22

57

Sumber: Studi Pendahuluan Kepuasan kerja (data diolah Peneliti, Agustus 2021)

 

Berdasarkan Tabel 1 diatas menggambarkan bahwa angka yang kurang puas lebih tinggi pada profesi perawat sebesar 75% atau 6 dari 8 perawat, kemudian diikuti oleh profesi non kesehatan sebesar 67% atau 4 dari 6 staf yang di survey. Dari beberapa staf yang kurang puas tersebut menyatakan kurang puasnya terhadap kondisi lingkungan kerja 80%, uang kesejahteraan (insentif) 68%, tidak ada jenjang karir untuk masuk ke dinas kesehatan kabupaten atau menduduki jabatan dalam struktur organisasi puskesmas 60%, kurang puas atas pembagian beban kerja yang tidak merata ke seluruh staf puskesmas yang ada 48%, dan sistem keselamatan dan kesehatan dalam melakukan pekerjaan di puskesmas pada era pandemi Covid-19 sebesar 43%.

Berdasarkan permasalahan diatas dapat dikaitkan dengan Teori Kepuasan Kerja Dua Faktor menurut Herzberg bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan faktor instrinsik dan ekstrinsik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan model Herzberg.

 

Metode Penelitian

Sebagai variabel independen penelitian ini yakni kondisi lingkungan kerja fisik, pengembagan karir, insentif, beban kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Sementara sebagai variabel dependennya adalah kepuasan kerja. Variabel counfondingnya yakni jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian. Penelitian yang dilakukan adalah kuantitatif dengan menggunakan e-kuisioner sebagai alat pengumpul data. Sebagai populasi adalah tenaga perawat yang berstatus pengawai negeri sipil (PNS) dan tenaga kontrak daerah (TKD) di puskesmas induk yang terjangkau oleh jaringan internet yang stabil di Kabupaten Kotawaringin Barat. Ada 10 puskesmas dari 18 puskesmas yang terjangkau oleh jaringan internet yang stabil. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik non probability purposive sampling. Penetapan sampel yang didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut:

A.  Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1.   Profesi perawat dengan pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) sampai dengan Sarjana Profesi Keperawatan (Ners).

2.   Minimal sudah 1 tahun aktif bekerja

3.   Bersedia menjadi responden

B.  Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1.   Perawat tenaga kerja sukarela

2.   Profesi perawat yang di jaringan puskesmas (puskesmas pembantu)

3.   Kepala puskesmas yang berprofesi perawat

Besaran sampel adalah total sampel pada puskesmas yang terpilih, berhubung jumlah populasi dibawah 100 responden.

Ada 7 jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini. Kuisioner sosio demografis berisikan tentang nama puskesmas, tipe kemampuan pelayanan puskesmas, nomor handphone responden, status kepegawaian, pendidikan terakhir, masa kerja, dan jenis kelamin. Kuisioner terstruktur lingkungan kerja fisik dikembangkan Peneliti dari 8 indikator lingkungan fisik oleh Sedarmayanti menjadi 9 kalimat pernyataan.(Sedarmayanti, 2009)� Kuisioner terstruktur pengembangan karir dikembangkan Peneliti dari 4 indikator pengembangan karir oleh Sondang menjadi 7 kalimat pernyataan.(Siagian, 2000) Kuisioner terstruktur tentang insentif dikembangkan Peneliti dari 4 dasar kebijakan dalam pemberian insentif oleh Milkovich dan Newman menjadi 5 kalimat pernyataan.(Milkovich, 2008) Kuisioner terstruktur beban kerja dikembangkan Peneliti dari 3 indikator beban kerja oleh Koesomowidjojo menjadi 6 kalimat pernyataan.(Koesomowidjojo, 2017) Kuisioner terstruktur keselamatan dan kesehatan kerja dikembangkan Peneliti dari 5 indikator keselamatan dan kesehatan kerja oleh Mangkunegara menjadi 8 kalimat pernyataan.(Mangkunegara, 2015) Minnesota Satisfication Questionnare (MSQ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang versi singkat khusus untuk tenaga perawat dengan jumlah 20 item pertanyaan.(Weiss, Dawis, England, & Lofquist, 1967) Total isian kuisioner berjumlah 62 item. Penilaian kriteria menggunakan Skala Likert dengan 4 point yakni sangat tidak puas/setuju bernilai 1, tidak puas/setuju bernilai 2, puas/setuju bernilai 3, dan sangat puas/setuju bernilai 4. Kuisioner dengan pernyataan yang negatif penilaiannya sebaliknya yakni sangat tidak puas/setuju bernilai 4, tidak puas/setuju bernilai 3, puas/setuju bernilai 2, dan sangat puas/setuju bernilai. Enam instrumen kuisioner penelitian telah memenuhi uji validitas Korelasi Pearson Product dan uji reliabilitas Cronbach�s Alpha.(Agus Riyanto, 2011) Peneliti mendatangi puskesmas sesuai jadwal yang disepakati dengan Kepala Puskesmas yang kemudian e-kuisioner dibagikan dengan link https://forms.gle/gWZ8EDJvnNLiiqT48. Dan ditunggui oleh peneliti hingga semuanya selesai terkirim. Pengumpulan data dilakukan di bulan November 2021. Penelitian dinyatakan layak etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro (28 Oktober 2021) dan Bebas Plagiasi (6%) dari Tim Verifikasi Unit Perpustakaan Universitas Diponegoro (1 Maret 2022).

Analisis data berupa univariat dengan uji normalitasnya menggunakan nilai Skewness dan standart error, analisis bivariat berupa uji korelasi parametrik Pearson Product Moment, dan analisis multivariat berupa pemodelan multiple regression linear dengan metode ENTER. Data diolah secara statistik dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20.0.(Agus Riyanto, 2012)

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Gambaran Karakteristik Responden

Tabel 2

Distribusi Karakteristik Responden

Karakteristik

 

n

%

Bekerja pada Puskesmas

Rawat jalan

Rawat inap

64

31

67,4

32,6

Status kepegawaian

PNS

TKD

49

46

51,6

48,4

Masa kerja (tahun)

Min = 2� Max = 33

Mean = 10,8

SD = 9,52

 

 

Jenis kelamin

Pria

Wanita

43

52

45,3

54,7

Pendidikan

SPK

DIII/DIV

S.Kep/Ners

5

48

42

 

5,3

50,5

44,2

 

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah responden perawat di puskesmas rawat jalan dua kali lebih besar dibanding respoden perawat di puskesmas rawat inap. Status kepegawaian tenaga kontak daerah tidak begitu jauh selisihnya dengan responden pegawai negeri sipil. Masa kerja responden minimal 2 tahun dan yang paling lama adalah 33 tahun yang bila dirata-ratakan perawat bekerja sekitar 10,8 tahun. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin bahwa perawat wanita lebih besar jumlahnya dibanding perawat dengan jenis kelamin pria. Latar belakang pendidikan responden yang berpendidikan DIII/DIV paling banyak dibandingkan dengan pendidikan S.Kep/Ners dan berpendidikan SPK.

 

 

 

 

 

 

B.  Gambaran Karakteristik Kepuasan Kerja, Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, Beban Kerja, dan K3

Tabel 3

Interprestasi Kepuasan Kerja, Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, Beban Kerja, dan K3

Variabel

Mean

SD

Min

Maks

Kepuasan Kerja

43,72

6,34

30

60

Lingkungan Fisik

19,09

2,44

12

24

Karir

15,33

1,88

12

20

Insentif

10,82

1,77

6

17

Beban Kerja

14,67

1,80

12

19

K3

17,99

1,69

15

23

���������

Pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa variabel kepuasan kerja bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang puas dan puas, maka kategori kurang puas bila x≤43 dan kategori puas bila x>43. Setelah data diolah diperoleh bahwa jumlah perawat yang kurang puas bekerja 58,9% (56) dan perawat yang puas bekerja 41,1%(39). Untuk variabel lingkungan fisik bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang baik dan baik, maka kategori kurang baik bila x≤19 dan kategori baik� >19. Setelah data diolah diperoleh bahwa kondisi lingkungan kerja fisik perawat yang kurang baik 72,6% (69) dan kondisi lingkungan kerja fisik perawat yang baik 27,4%(26). Variabel karir bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang baik dan baik, maka kategori kurang baik bila x≤15 dan kategori baik >15. Setelah data diolah diperoleh bahwa pengembangan karir perawat yang kurang baik 54,7% (52) dan pengembangan karir perawat yang baik 45,3%(43). Variabel insentif bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang baik dan baik, maka kategori kurang baik bila x≤10 dan kategori baik bila x>10. Setelah data diolah diperoleh bahwa insentif perawat yang kurang baik 43,2% (41) dan insentif perawat yang baik 56,8%(54). Variabel beban kerja bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni berat dan ringan, maka kategori beban kerja berat bila x≤14 dan kategori beban kerja ringan bila x>14. Setelah data diolah diperoleh bahwa beban kerja perawat yang berat 48,4% (46), dan beban kerja perawat yang ringan 51,6% (49). Untuk variabel K3 bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang baik dan baik, maka kategori kurang baik bila x≤17 dan kategori baik >17. Setelah data diolah diperoleh bahwa pelaksanaan K3 puskesmas yang kurang baik 38,9% (37) dan K3 yang baik 61,1%(58).

C.  Hubungan Bivariat

Berhubung data variabel dependen dan independen berdistribusi normal, dengan demikian untuk mengetahui hubungan kedua variabel menggunakan uji parametrik Pearson Product Moment berupa korelasi dan regresi. Hubungan variabel independen dengan dependen dapat dilihat pada Tabel 4.

 

Tabel 4

Korelasi dan Regresi Kondisi Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, Beban Kerja, K3 dengan Kepuasan Kerja

Variabel

r

R2

p Value

Lingkungan kerja fisik

0,465

0,217

0,000

Pengembangan karir

0,466

0,218

0,000

Insentif

0,564

0,318

0,000

Beban kerja

0,032

0,001

0,755

K3

0,290

0,084

0,004

Keterangan : LF : lingkungan kerja fisik, Kr : Karir, Ins : Insentif, BK : Beban kerja, K3 : Keselamatan dan kesehatan kerja.

 

Pada Tabel 4 terlihat bahwa hubungan lingkungan kerja fisik dengan kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan sedang dan berpola positif (r=0,465) yang berarti semakin baiknya kondisi lingkungan kerja fisik perawat maka semakin meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas. Nilai koefisien determinan (R2=0,217) yang bermakna bahwa kondisi lingkungan kerja fisik perawat mempengaruhi kepuasan kerjanya sebesar 21,7% dan selebihnya 78,3% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Nilai p value = 0,000 pada α=0,05 berarti Ho ditolak, yang maksudnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja fisik dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pada Tabel 4 terlihat juga bahwa hubungan pengembangan karir dengan kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan sedang dan berpola positif (r=0,466) yang berarti semakin baiknya pengembangan karir perawat maka semakin meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas. Nilai koefisien determinan (R2=0,218) yang bermakna bahwa pengembangan karir perawat mempengaruhi kepuasan kerjanya sebesar 21,8% dan selebihnya 78,2% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Nilai p value = 0,00 pada α=0,05 berarti Ho ditolak, yang maksudnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengembangan karir dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Tabel 4 terlihat hubungan insentif dengan kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan kuat dan berpola positif (r=0,564) yang berarti semakin baiknya insentif perawat maka semakin meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas. Nilai koefisien determinan (R2=0,318) yang bermakna bahwa insentif perawat mempengaruhi kepuasan kerjanya sebesar 31,8% dan selebihnya 68,2% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Nilai p value=0,00 pada α=0,05 berarti Ho ditolak, yang maksudnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara insentif dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pada Tabel 4 jelas terlihat bahwa hubungan beban kerja dengan kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan lemah dan berpola positif (r=0,032) yang berarti semakin ringannya beban kerja perawat maka semakin meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas. Nilai koefisien determinan (R2=0,001) yang bermakna bahwa beban kerja perawat mempengaruhi kepuasan kerjanya sebesar 0,1% dan selebihnya 99,9% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Nilai p value=0,755 pada α=0,05 berarti Ho tidak ditolak, yang maksudnya bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Di Tabel 4 terlihat bahwa hubungan K3 dengan kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan sedang dan berpola positif (r=0,290) yang berarti semakin baiknya K3 puskesmas maka semakin meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas. Nilai koefisien determinan (R2=0,084) yang bermakna bahwa K3 puskesmas mempengaruhi kepuasan kerja perawat sebesar 8,4% dan selebihnya 91,6% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Nilai p value = 0,004 pada α=0,05 berarti Ho ditolak, yang maksudnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara K3 puskesmas dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Uji counfonding dilakukan pada variabel jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian namun tidak ada ditemukan selisih OR (odds ratio) yang melebihi 10%, yang berarti bahwa semua variabel bukan sebagai faktor counfonding.(Agus Riyanto, 2012) Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian tidak akan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

D.  Hubungan Multivariat

Pemodelan dengan menganalisis secara bersama-sama semua variabel independen terhadap variabel dependen dilakukan multiple regression linear. Angka data penelitian ini valid karena memenuhi� 6 uji asumsi yang disyaratkan� yakni uji asumsi eksistensi, asumsi independensi, asumsi linieritas, asumsi homoscedascity, asumsi normalitas, dan asumsi multicollinearity.(Agus Riyanto, 2012)

Setelah mengetahui variabel yang masuk dalam pemodelan dan sudah memenuhi uji asumsi, maka untuk mengetahui model multivariatnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5

Output Model Summary Multivariat Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, dan K3

Model

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1

.630a

.397

.370

5.034

a. Predictors: (Constant), Karir, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Lingkungan Fisik, Insentif

 

 

 

 

 

 

Tabel 6

Output ANOVA Multivariat Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, dan K3

Model

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

 

1

Regression

1502.390

4

375.597

14.820

.000b

Residual

2280.936

90

25.344

 

 

Total

3783.326

94

 

 

 

a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja

3. Predictors: (Constant), Karir, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Lingkungan Fisik, Insentif

 

Tabel 7

Output Coefficient Multivariat Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, dan K3

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t

Sig.

Collinearity Statistics

B

Std. Error

Beta

Tolerance

VIF

 

 

 

1

(Constant)

43.86

10.66

 

4.11

.00

 

 

Lingkungan Fisik

.63

.27

.24

2.33

.02

.62

1.62

Insentif

-1.42

.38

-.39

-3.79

.00

.61

1.64

K3

-.36

.38

-.09

-.96

.34

.65

1.54

Karir

.64

.33

.19

1.91

.06

.69

1.46

a. Dependent Variable: Kepuasan Keraja

Setelah dilakukan analisis pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7 ternyata variabel independen yang masuk model adalah lingkungan fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan kerja.� Pada Tabel 5 Model Summary terlihat nilai R Square = 0,397 yang berarti bahwa keempat variabel independen tersebut dapat menjelaskan variabel kepuasan kerja sebesar 39,7%. Pada Tabel 6 terlihat hasil uji F yang menunjukan p value (Sig.)=0,000 pada α=5% yang berarti dapat menyatakan bahwa model regresi sesuai dengan data yang ada atau keempat variabel secara signifikan untuk memprediksi kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada Tabel 7 nilai coeffisien Beta ternyata variabel lingkungan kerja fisik yang paling besar pengaruhnya dalam menetapkan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Hasil multivariat (Tabel 7 pada kolom Sig.) bahwa variabel independen yang berhubungan signifikan dengan kepuasan kerja adalah lingkungan kerja fisik (0,022) dan insentif (0,000). Sedangkan variabel keselamatan dan kesehatan kerja (0,341) dan pengembangan karir (0,060) hanya sebagai variabel counfonding faktor. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor determinan kepuasan perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat adalah lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan kerja.

 

Pembahasan

A.  Deskriptif kepuasan kerja, kondisi lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, beban kerja, dan K3

��������� Lebih tingginya angka kurang puas perawat puskesmas dikarenakan kurangnya kesempatan menggunakan keterampilan dalam menyelesaikan pekerjaan dan kesempatan melakukan sesuatu untuk orang lain. Sistem pelayanan yang berjalan dipuskesmas bahwa segala sesuatu tindakan klinis yang dilakukan oleh perawat harus mendapatkan instruksi terlebih dahulu dari tenaga dokter kemudian dapat melakukan tindakan klinis. Dalam pelayanan klinis dilakukan pembatasan-pembatasan kasus penyakit yang bisa dilakukan perawat dengan mandatori dari tenaga dokter umum. Belum tercukupinya jumlah perawat di puskesmas, pada saat jam pelayanan baik di dalam gedung dan luar gedung tenaga perawat� hanya ditempatkan 1 orang saja sehingga untuk melakukan sesuatu untuk orang lain sangat sulit karena tidak ada penggantinya dan selalu siaga

Lebih tingginya kondisi lingkungan kerja fisik perawat yang kurang baik 72,6% disebabkan sistem penerangan di puskesmas yang belum baik, kurang lengkapnya sarana prasarana yang disediakan puskesmas, dan ruang pelayanan menimbulkan bau yang tidak sedap. Kondisi ini sebanding dengan pencapaian pada Aplikasi sarana prasarana dan alat kesehatan (ASPAK) Dinas Kesehatan Kabupaten Kotawaringin Barat per Juni 2021 yakni sarana 90,7%, prasarana 41,3%, dan alat kesehatan 37,8% dari standar minimal yang ditetapkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah 60%.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019) Kondisi penerangan puskesmas mengharapkan penerangan dari cahaya matahari yang masuk. Jumlah bola lampu hanya tersedia 1 bola lampu dengan daya rendah setiap ruangan dengan posisi ketinggian � 4 meter, disamping jumlah kapasitas daya listrik yang tidak sesuai dengan kebutuhan puskesmas. Ukuran ruangan baik pelayanan dan administrasi sangat minim (<12 m2) sehingga menempatkan peralatan dan mobeler saling berdekatan atau bertumpuk-tumpuk. Penggunaan komputer yang antri dan jika mengalami kerusakan lama untuk dilakukan perbaikan. Jumlah alat kesehatan yang terbatas dan tidak pernah dilakukan pemeliharaan secara rutin. Sering dilakukan peminjaman alat dari ruangan lain dikarenakan alat diruangan tersebut atau kit program tidak tersedia/mengalami kerusakan. Ruangan yang bau karena kelembaban ruangan yang rendah dan tidak lancarnya sirkulasi udara dalam ruangan pelayanan, terutama diruangan tindakan yang dindingnya tidak dikeramik.

Lebih tingginya pengembangan karir perawat yang kurang baik 54,7% dibandingkan yang baik dikarenakan tidak adanya anggaran untuk pendidikan dan pelatihan, dan kesempatan untuk mengikuti pelatihan dasar keperawatan. Ada beberapa puskesmas menyediakan anggaran untuk pendidikan dan pelatihan bagi stafnya yang hanya menggantikan biaya regristrasi dan atau transportasi dan atau penginapan yang bersumber dari anggaran JKN, volume sasaran 1 atau 2 orang. Perencanaan penyediaan anggaran biasanya dilakukan oleh puskesmas dengan jumlah kapitasi JKN yang besar setiap bulannya. Pemanggilan pendidikan dan latihan yang disediakan anggaran secara penuh biasa dilakukan oleh Dinas Propinsi Kalimantan Tengah dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kesempatan mengikuti pelatihan dasar keperawatan sebenarnya diberikan oleh puskesmas, hanya tempat penyelenggaraannya diluar propinsi/pulau dan butuh biaya besar sehingga perawat tidak mengikuti pelatihan tersebut.

Rendahnya insentif perawat yang kurang baik 43,2% disebabkan oleh perawat merasa bahwa insentif yang mereka terima lebih kecil dibandingkan dengan puskesmas lain, dan tidak sesuai dengan hasil kinerja yang dilakukan. Pemahaman insentif oleh responden disini adalah uang kesejahteraan yang diberikan oleh puskesmas yang berasal dari pengelolaan berbagai sumber anggaran yang ada. Adanya perawat menilai bahwa jumlah insentif yang diterima kecil dibanding puskesmas lain, karena masing-masing puskesmas memiliki kebijakan yang berbeda dalam pembagian, jumlah anggaran operasional (BOK, JKN, APBD, retribusi), dan waktu pembagiannya. Pemerintah Daerah memberikan insentif bulanan kepada Perawat yang berstatus PNS dengan menghitung jumlah aktif kerja, sementara perawat berstatus TKD tidak ada menerima insentif. Begitu juga insentif yang diterima tidak sesuai dengan hasil kinerja yang dilakukan perawat, karena pencapaian kinerja terutama di UKM berbeda program berbeda juga teknis pelaksanaan, indikator dan targetnya. Ada program UKM yang sangat sulit mencapai kinerjanya walaupun sudah berbagai upaya dilakukan, namun tetap pencapaiannya rendah dan sebaliknya. Konsep pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) bersifat pemberdayaan masyarakat.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019)

Lebih rendahnya pernyataan responden berbeban kerja berat 48,4% disebabkan oleh pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan profesi keperawatan dan sangat melelahkan. Tenaga perawat puskesmas sering diberi tugas sebagai bendahara keuangan atau alat, tenaga administrasi dan atau Kepala Tata Usaha. Tugas-tugas tersebut adalah sebagai tugas tambahan bukan sebagai tugas pokok perawat, tetapi sangat vital dalam manajemen puskesmas bila tidak dilaksanakan pada jam pelayanan puskesmas. Dua permasalahan beban kerja ini mencakup jenis beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kualitatif adalah beban kerja yang berlebih atau sedikit jika dalam melakukan pekerjaannya tidak menggunakan keterampilan dan atau potensi dari staf. Beban kerja kuantitatif adalah beban kerja yang dilaksanakan dalam batas waktu tertentu.(Munandar, 2011)

Pernyataan pelaksanaan K3 puskesmas yang kurang baik 38,9% lebih kecil dibandingkan yang baik disebabkan oleh tidak dilakukannya medical general chech-up staf secara berkala di rumah sakit, dan stamina perawat yang kurang baik masih tetap melakukan pelayanan. Kegiatan medical general chech-up tidak pernah dilakukan oleh puskesmas kepada seluruh stafnya terutama staf yang melaksanakan program pengendalian penyakit yang memiliki resiko penularan yang tinggi dikarenakan oleh keterbatasan anggaran.� Standar K3 puskesmas mewajibkan pemeriksaan kesehatan berkala kepada stafnya.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013) Stamina perawat yang kurang baik masih tetap melakukan pelayanan sangat beresiko terhadap keselamatannya dan keselamatan pasien yang ditanganinya. Hal ini dilakukan oleh perawat karena berkaitan dengan insentif yang diterimanya.

B.  Hubungan antara kondisi lingkungan kerja fisik dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat

 

Tabel 8

Tabel Silang Hubungan Lingkungan Kerja Fisik dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat

 

Lingkungan Kerja Fisik

Kepuasan Kerja

Total

Kurang Puas

Puas

n

%

n

%

n

%

Kurang Baik

50

89,3

19

48,7

69

72,6

Baik

6

10,7

20

51,3

26

27,4

Total

56

100

39

100

95

100

 

Ada hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja fisik dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada Tabel 8 dijelaskan bahwa lingkungan kerja fisik perawat puskesmas yang kurang baik, prosentasi kurang puasnya lebih besar (89,3%) dari pada lingkungan kerja fisik yang baik, dan lingkungan kerja fisik perawat yang baik, prosentasi puasnya hampir sama dengan lingkungan kerja fisik yang kurang baik (51,3% dan 48,7%). Diperlukan perbaikan sistem penerangan di puskesmas yang standar dari masing-masing ruangan, meningkatkan angka ASPAK puskesmas secara bertahap, dan memperbaiki ruangan puskesmas agar tidak terjadi kelembaban dan sirkulasi udara yang lancar.

Hasil signifikansi kedua variabel ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Firew Ayalew dkk pada tenaga perawat di 9 rumah sakit dan 116 puskesmas di Ethiopia.(Ayalew et al., 2019)� Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Erni Musmiller dkk pada 72 perawat di RSUD Dr. Rasidin Padang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja.(Musmiler, Arif, & Wahyudi, 2020).

 

 

 

 

 

 

 

C.  Hubungan antara pengembangan karir dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Tabel 9

Tabel Silang Hubungan Pengembangan Karir dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat

 

Pengembangan Karir

Kepuasan Kerja

Total

Kurang Puas

Puas

n

%

n

%

n

%

Kurang Baik

43

76,8

9

23,1

52

54,7

Baik

13

23,2

30

76,9

43

45,3

Total

56

100

39

100

95

100

 

Ada hubungan yang signifikan antara pengembangan karir dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Tabel 9 dijelaskan bahwa Pengembangan karir perawat yang kurang baik, prosentasi kurang puasnya lebih 3 kali lipat dari pada pengembangan karir yang baik (23,2%), dan sebaliknya pengembangan karir yang baik prosentasi puasnya lebih 3 kali lipat dibanding pada pengembangan karir yang kurang baik (23,1%). Oleh karena itu perlu diperhatikan akan pengembangan karir perawat dengan menyediakan anggaran pendidikan dan pelatihan keperawatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan anggaran puskemas. Kesempatan untuk mengikuti pelatihan dilakukan dengan menggandeng organisasi profesi dalam melakukan pelatihan di Kabupaten Kotawaringin Barat yang menjadi hemat biaya dan waktu.

Hasil signifikansi variabel penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Erni Musmiler dkk di RSUD Dr. Rasidin Padang,(Musmiler et al., 2020)� Firew Ayalew dkk pada fasilitas kesehatan di Ethiopia,(Ayalew et al., 2019)� dan Previarsi Rahayu pada 43 perawat di RS Sentra Medika Cikarang bahwa pengembaangan karir berhubungan dengan kepuasan kerja.(Kepuasan, Perawat, Bekasi, Kepuasan, & Perawat, 2017)

D.  Hubungan antara insentif dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Tabel 10

Tabel Silang Hubungan Insentif dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat

 

Insentif

Kepuasan Kerja

Total

Kurang Puas

Puas

n

%

n

%

n

%

Kurang Baik

10

17,9

31

79,5

41

43,2

Baik

46

82,1

8

20,5

54

56,8

Total

56

100

39

100

95

100

 

Ada hubungan yang signifikan antara insentif dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada Tabel 10 dijelaskan bahwa Perawat yang menilai insentif kurang baik, prosentasi kurang puasnya lebih kecil (17,9%) dari pada insentif yang baik, dan perawat yang menilai insentif baik, prosentasi puasnya lebih kecil (20,5%) dari pada insentif yang kurang baik.

Insentif perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat yang diterima sudah baik tetapi kurang puas. Perawat puskesmas selalu mensyukuri besar kecilnya insentif yang diterima dan memerlukan perbaikan dengan memperhatikan besaran insentif disesuaikan dengan pencapaian kinerja yang sudah dilakukan.

Hasil signifikasi variabel penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Firew Ayalew dkk di Ethiopia,(Ayalew et al., 2019) dan Erni Musmiler di RSUD Dr. Rasidin Padang, bahwa variabel insentif berhubungan dengan kepuasan kerja perawat.(Musmiler et al., 2020)

E.  Hubungan antara beban kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Tabel 11

Tabel Silang Hubungan Beban Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat

 

Beban Kerja

Kepuasan Kerja

Total

Kurang Puas

Puas

n

%

n

%

n

%

Berat

24

42,9

22

56,4

46

48,4

Ringan

32

57,1

17

43,6

49

51,6

Total

56

100

39

100

95

100

 

Bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada Tabel 11 dijelaskan bahwa Perawat puskesmas yang merasa beban kerjanya berat, prosentasi kurang puasnya lebih kecil (42,9%) dari pada perawat yang beban kerjanya ringan, dan perawat yang beban kerjanya ringan, prosentasi puasnya lebih kecil (43,6%) dari pada perawat yang beban kerjanya berat (56,4%). Jadi kesimpulannya bahwa beban kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawarinign Barat adalah ringan. Masih ringannya beban kerja perawat puskemas perlu mendapat perbaikan dengan memberikan tugas sesuai dengan profesi keperawatan sehingga tidak menimbulkan kelelahan.

Hasil signifikansi variabel penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Achmad Dwi Saputro pada 42 perawat di RS Permata Medika Semarang,(Achmad Dwi Saputro, 2018)� peneliti Firew Ayalew dkk di Ethiopia,(Ayalew et al., 2019) dan Previarsi Rahayu di RS Sentra Medika Cikarang, bahwa beban kerja tidak berhubungan dengan kepuasan kerja.(Kepuasan et al., 2017)

F.   Hubungan antara keselamatan dan kesehatan kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Tabel 12

Tabel Silang Hubungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Kepuasan Kerja

Total

Kurang Puas

Puas

n

%

n

%

n

%

Kurang Baik

26

46,4

11

28,2

37

38,9

Baik

30

53,6

28

71,8

58

61,1

Total

56

100

39

100

95

100

 

Ada hubungan yang signifikan antara K3 puskesmas dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada Tabel 12 dijelaskan bahwa Keselamatan dan kesehatan kerja yang kurang baik, prosentasi kurang puasnya lebih kecil (46,4%) dari pada K3 yang baik pelaksanaannya, dan pelaksanaan K3 puskesmas yang baik, prosentasi puasnya lebih tinggi (71,8%) dibandingkan dengan K3 yang kurang baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan K3 puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat sudah baik. Walapun pelaksanaan K3 puskesmas sudah baik namun memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya yakni melakukan medical general chech-up staf secara berkala di rumah sakit dan meliburkan perawat yang staminanya kurang baik.

G. Hubungan secara bersama antara kondisi lingkungan kerja, pengembangan karir, insentif, beban kerja, dan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kepuasan kerja staf puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

��������� Dari lima variabel independen yang menjadi faktor hygiene yakni kondisi lingkungan fisik kerja, insentif, beban kerja, dan K3. Sebagai faktor motivasi yakni pengembangan karir. Yang menjadi faktor determinan dalam kepuasan kerja Perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat adalah lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan kerja. Dan variabel yang paling menentukan adalah lingkungan kerja fisik (coeffisien Beta 0,242).� Jadi sesuai dengan teori Herzberg bahwa faktor motivasi yang kurang akan mengakibatkan staf mengalihkan perhatian mereka ke faktor hygiene yang pada gilirannya membuat mereka tidak puas.(F, 2003)

Penelitian ini relevan dengan yang dilakukan oleh Lester C dkk (2021) meninjau kembali kepuasan kerja pada 120 perawat di dua� rumah sakit Filipina menunjukan ketidakpuasan kerja perawat mencapai 58,3% yang disebabkan oleh komponen tunjangan (M=12,69, SD=4,11) dan kondisi lingkungan kerja rumah sakit (M=12,18, SD=2,58). Kepuasan kerja berada pada komponen sifat pekerjaan (M=18,95, SD=2,50), supervisi (M=17,78 SD=3,66), dan rekan keja (M=17,78, SD=2,88).(Sapar & Oducado, 2021) Begitu juga yang dilakukan oleh Bekahegn Girma dkk (2021) berupa tinjauan sistematis riview dan meta analisis faktor yang menentukan kepuasan kerja pofesi kesehatan di Ethiopia bahwa kepuasan kerja profesi kesehatan 46,17% pada komponen supervisi, jenis kelamin, dan kesempatan untuk berkembang. Sementara yang membuat kurang puasnya bekerja profesi kesehatan adalah lingkungan kerja dan hubungan antara staf.(Girma, Nigussie, Molla, & Mareg, 2021)

Penelitian ini tidak relevan dengan yang dilakukan oleh Erni Musmiler dkk bahwa yang lebih dominan menentukan kepuasan kerja perawat di RSUD Dr. Rasidin Padang (2020) adalah insentif. Sementara varibel yang berhubungan dengan kepuasan kerja perawat adalah insentif, kesempatan promosi, dan supervisi, sedangkan yang tidak berhubungan dengan kepuasan kerja perawat adalah kepemimpinan manajerial, kondisi lingkungan kerja.(Musmiler et al., 2020) Begitu juga penelitian yang dilakukan Achmad Dwi Saputro di RS Permata Medika Semarang (2018) bahwa variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja perawat adalah rekan kerja, prestasi, promosi, dan beban kerja. Sedangkan variabel yang tidak ada hubungan dengan kepuasan kerja yakni kebijakan, supervisi, dan kompensasi. Dari semua varibel yang ada, variabel yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja di RS Permata Medika Semarang yakni beban kerja.(Achmad Dwi Saputro, 2018) Penelitian lain yang dilakukan oleh Dian Ariani dkk pada tenaga perawat RSUD Langsa (2020) bahwa variabel bebas yang paling kuat mempengaruhi kepuasan kerja adalah motivasi kerja dan supervisi. Variabel independen berupa gaya kepemimpinan, motivasi, supervisi, dan lingkungan yang semuanya memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kepuasan.(Masyarakat, Ariani, Nugraha, & Muhammad, 2020)

Dalam memperbaiki tingkat kepuasan staf puskesmas, sebaiknya dilakukan pengukuran tingkat kepuasan kerja staf puskesmas secara periodik yang dimasukan dalam upaya kepemimpinan dan manajemen puskesmas (instrumen standar akreditasi puskesmas). Hasil penelitian ini bisa sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yakni hubungan antara kepuasan kerja perawat berdasarkan karakteristik wilayah kerja puskesmas (perkotaan, pedesaan, terpencil, sangat terpencil) menurut model Herzberg.

 

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat berdasarkan model Herzberg dapat disimpulkan bahwa variabel jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian bukan merupakan faktor counfonding tingkat kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Gambaran variabel ketidakpuasan kerja perawat puskesmas 58,9%, kondisi lingkungan kerja fisik perawat yang kurang baik 72,6%, pengembangan karir perawat yang menyatakan kurang baik 54,7%, nilai insentif yang diterima perawat yang kurang baik 43,2%, beban kerja perawat yang menyatakan berat 48,4%, dan pelaksanaan K3 yang dijalankan puskesmas yang menyatakan kurang baik 38,9%. Ada hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Yang menjadi faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas yakni lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan kerja


BIBLIOGRAFI

 

Achmad Dwi Saputro. (2018). Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Permata Medika Semarang. Universitas Diponegoro.

 

Agus Riyanto. (2011). Pengolahan Dan Analisa Data Kesehatan (1st Ed.). Nuha Medika. Google Scholar

 

Agus Riyanto. (2012). Penerapan Analisis Multivariat Dalam Penelitian Kesehatan (1st Ed.). Yogyakarta: Nuha Medika. Google Scholar

 

Ayalew, Firew, Kibwana, Sharon, Shawula, Shelemo, Misganaw, Equlinet, Abosse, Zeine, Van Roosmalen, Jos, Stekelenburg, Jelle, Kim, Young Mi, Teshome, Mihereteab, & Mariam, Damtew Wolde. (2019). Understanding Job Satisfaction And Motivation Among Nurses In Public Health Facilities Of Ethiopia: A Cross-Sectional Study. Bmc Nursing, 18(1), 1�13. Google Scholar

 

F, Herberg. (2003). Only One: How Do You Multivate Employees. Harvard Business Review, 81, 56�59.

 

Girma, Bekahegn, Nigussie, Jemberu, Molla, Alemayehu, & Mareg, Moges. (2021). Health Professional�s Job Satisfaction And Its Determinants In Ethiopia: A Systematic Review And Meta-Analysis. Archives Of Public Health, 79(1), 1�11. Google Scholar

 

Herzberg, F. Mausner, B. Synderman. (1959). Motivation To Work. New York: Wiley.

 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Bn19-2019_Pmk_No.52_Th_2018_Ttg_Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Berita Negara, Nomor 65(879), 2004�2006.

 

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Puskesmas.

 

Kepuasan, Tingkat, Perawat, Kerja, Bekasi, Cikarang, Kepuasan, Tingkat, & Perawat, Kerja. (2017). Di Rs Sentra Medika Cikarang Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medika Jalan Raya Industri Pasir Gombong. Google Scholar

 

Kesehatan, Pelatihan Sdmk Badan Ppsdm Kesehatan Kementerian. (2017). Modul Kumpulan Materi Pelatihan Manajemen Puskesmas. Jakarta. Google Scholar

 

Koesomowidjojo, S. .. (2017). Analisa Beban Kerja. Jakarta: Raih Asa Sukses. Google Scholar

 

Mangkunegara. (2015). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Bandung: Rafika Aditama. Google Scholar

 

Masyarakat, Jurnal Kesehatan, Ariani, Dian, Nugraha, Tarsyad, & Muhammad, Imam. (2020). Instalasi Rawat Inap Rsud Langsa Institut Kesehatan Helvetia , Medan. 6(1), 23�37. Google Scholar

 

Milkovich, Newman. (2008). Compensation (7th Ed.). New York: The Mcgraw-Hill Company.

 

Munandar, A. .. (2011). Psikologi Industri Dan Organisasi. Jakarta: Jakarta Uip. Google Scholar

 

Musmiler, Erni, Arif, Yulastri, & Wahyudi, Wawan. (2020). Faktor Determinan Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Rsud Dr. Rasidin Padang. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 9(2), 275. Google Scholar

 

Rivai, Veithzal. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktik (2, Ed.). Jakarta: Rajagrafindo Persada. Google Scholar

 

Sapar, Lester C., & Oducado, Ryan Michael F. (2021). Revisiting Job Satisfaction And Intention To Stay: A Cross-Sectional Study Among Hospital Nurses In The Philippines. Nurse Media Journal Of Nursing, 11(2), 133�143. Google Scholar

 

Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Google Scholar

 

Siagian, Sondang P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia (1st Ed.). Jakarta: Bumi Aksara. Google Scholar

 

Timalsina R, Rai L, Gautam S, Panta P. (2015). Factors Associated With Organizational Commitment Among Nurses. J Stud Manag Plan, 1. Google Scholar

 

Weiss, David J., Dawis, Rene, England, George, & Lofquist, Lloyd. (1967). Manual For The Minnesota Satisfaction Questionnaire. Manual For The Minnesota Satisfaction Survey, P. 125. Google Scholar

 

World Health Organization. (2020). Situation Report-62 Who Risk Assessment Global Level Very High. Google Scholar

 

Copyright holder:

Togar H Manurung, Martha Irene K, Ayun Sriatmi (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: