Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, No. 3, Maret 2022
FAKTOR
DETERMINAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PUSKESMAS DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
BERDASARKAN MODEL HERZBERG
Togar H Manurung, Martha Irene K, Ayun Sriatmi
Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang,
Jawa Tengah, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], [email protected]
Abstrak
WHO memperkirakan kekurangan profesi perawat tahun 2030 di negara-negara berkembang.
Kepuasan kerja tenaga kesehatan sangat bervariasi dari waktu ke waktu dan dari
tempat ke tempat. Dari berbagai tenaga di puskesmas Kabupaten Kotawaringin
Barat ditemukan kepuasan kerja 45% dan kurang puas 55%. Profesi yang paling
banyak kurang puas adalah perawat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor
determinan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Desain penelitian cross sectional dengan pendekatan kuantitatif.
Populasinya perawat di puskesmas induk, dengan teknik non probability purposive
sampling sehingga diperoleh n=95. Instrumen menggunakan e-kuisioner yang
dibagikan melalui link dan ditunggui peneliti. Data diolah dengan IBM SPSS
versi 20.0 Pengukuran kepuasan kerja menggunakan MSQ. Hasil menunjukan kepuasan kerja 41,1% dan kurang puas 58,9%. Terdapat
hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja fisik (p=0,00), pengembangan
karir (p=0,00), insentif (p=0,00), K3 (p=0,004) dengan kepuasan kerja. Tidak
terdapat hubungan signifikan dengan beban kerja (p=0,755). Variabel yang masuk
pemodelan multivariat yakni lingkungan kerja fisik (p=0,022), pengembangan
karir (p=0,060, insentif (p=0,00), K3 (p=0,341). Kesimpulan bahwa faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas yakni
lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, K3. Diharapkan adanya
perbaikan ASPAK, penyediaan anggaran pendidikan dan pelatihan, utilisasi insentif
berdasarkan capaian kinerja, dan medical general chech-up secara berkala guna
meningkatkan kepuasan kerja perawat.
Kata Kunci: �kepuasan
kerja, perawat, puskesmas
Abstract
Who estimates a shortage of the nursing profession by 2030 in developing countries. Health worker job satisfaction varies greatly
over time and from place to place. From various workers in the West Kotawaringin Regency health center found job satisfaction
45% and less satisfied 55%. The most disadvantaged profession is the nurse. The
research aims to find out the determinant factors of job satisfaction of health
center nurses in West Kotawaringin Regency. Cross
sectional research design with a quantitative approach. The population is
nurses in the parent health center, with non probability
purposive sampling techniques so that n = 95 is obtained. The instrument uses
an e-questionnaire shared via a link and awaited by researchers. Data is
processed with IBM SPSS version 20.0. Measurement of job satisfaction using
MSQ. The results showed job satisfaction of 41.1% and less satisfaction 58.9%.
There are significant relationships between the physical work environment
(p=0.00), career development (p=0.00), incentives (p=0.00), K3 (p=0.004) and
job satisfaction. There is no significant association with workload (p=0.755).
The variables that enter multivariate modeling are the physical work
environment (p=0.022), career development (p=0.060, incentives (p=0.00), K3
(p=0.341). The conclusion that determinants of job satisfaction of health care nurses
are the physical work environment, career development, incentives, K3. It is
expected that there will be improvements in ASPAK, provision of education and
training budgets, utilization of incentives based on performance achievements,
and medical general chech-up periodically to improve
nurse job satisfaction.��������
Keywords: job satisfaction, nurses, public health centers
Received: 2022-02-20; Accepted: 2022-02-05; Published: 2022-03-26
Pendahuluan
World
Health organization (WHO) menyatakan bahwa
tenaga kesehatan adalah tulang punggung
dari semua sistem pelayanan kesehatan untuk memberikan perawatan kesehatan dan mengelolah program kesehatan. Tenaga perawat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kesehatan yang jumlahnya mencapai 59% dari jumlah profesi kesehatan. WHO memperkirakan bahwa akan ada
kekurangan tenaga perawat pada tahun 2030 secara global sekitar 5,9 juta terutama pada negera-negara yang sedang berkembang atau berpenghasilan menengah kebawah (rendah), karena adanya kurang
puas dalam bekerja. Kepuasan kerja dan motivasi tenaga kesehatan dijadikan tantangan dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja diantara tenaga kesehatan sangat bervariasi dari waktu ke waktu
dan dari tempat ke tempat (World Health Organization, 2020).
Dalam era Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) tentunya pelayanan
yang diberikan oleh puskesmas
harusnya memberikan pelayanan yang prima dan berkualitas,
maka untuk itu puskesmas juga harus mampu memberikan
kepuasan kerja kepada stafnya.(Kesehatan, 2017)
Dalam
manajemen puskesmas dan standar instrumen akreditasi puskesmas tidak ada dilakukan
pengukuran kepuasan kerja staf secara
periodik seperti yang dilakukan dalam manajemen dan standar nasional akreditasi rumah sakit. Pada hal Sumber daya
manusia (SDM) adalah jantung sistem pelayanan kesehatan. Salah satu aspek utama
SDM yang berpengaruh adalah
pengukuran kepuasan kerja staf. Organisasi
harus memastikan bahwa kepuasan kerja stafnya tinggi,
yang merupakan prasyarat untuk meningkatkan produktivitas, daya tanggap, kualitas dan layanan.(Rivai, 2013)
Tingkat kepuasan kerja tenaga kesehatan di setiap negara sangat bervariasi.(Timalsina R, Rai L, Gautam S, 2015)
Hezberg
dan Noor menyatakan bahwa hubungan seorang individu dengan kerjanya merupakan hubungan dasar yang dapat menentukan sukses tidaknya individu yang bersangkutan. Kepuasan kerja adalah sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya dan dapat juga
mendukung terwujudnya tujuan organisasi. Mathis dan
Jackson, memberikan definisi
komprehensif dari kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif,
afektif dan evaluasi dan menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi positif
yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.(Herzberg, F. Mausner, 1959)
Menurut
Herzberg bahwa kepuasan kerja disebabkan oleh adanya faktor motivasi
(instrinsik) dan faktor
hygiene (ekstrinsik). Faktor
motivasi mencakup keberhasilan menyelesaikan tugas, penghargaan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab, kemungkinan untuk pengembangan diri, dan kesempatan untuk maju. Faktor hygiene mencakup kondisi kerja, hubungan antar pribadi, kebijakan dan administrasi, perasaan aman dalam
bekerja, gaji, jabatan, dan teknik pengawasan.(Herzberg, F. Mausner, 1959) Faktor-faktor
yang menentukan kepuasan atau ketidakpuasan pekerjaan berbeda-beda. Kebalikan dari kepuasan kerja bukanlah ketidakpuasan kerja, melainkan tidak ada kepuasan;
dan kebalikan dari ketidakpuasan kerja bukanlah kepuasan kerja tetapi bukan
ketidakpuasan. Baik faktor motivasi dan hygiene penting untuk mencegah
ketidakpuasan diantara staf dan untuk pengembangan personal. Dengan demikian, faktor motivasi yang kurang akan mengakibatkan staf mengalihkan perhatian mereka ke faktor hygiene yang pada gilirannya membuat mereka tidak puas.(Herzberg, F. Mausner, 1959)
Dinas Kesehatan Kabupaten
Kotawaringin Barat merupakan
salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat yang berada di
Propinsi Kalimantan Tengah. Jumlah
unit pelayanan terpadu
(UPT) berjumlah 18 puskesmas
induk, 75 puskesmas pembantu yang tersebar di 6 Kecamatan, 81 Desa dan 13 Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten
Kotawaringin Barat mencapai
97.557 Km2 dengan jumlah
penduduk 313.565 jiwa. Dari
segi kemampuan pelayanan puskesmas terdiri dari 4 puskesmas rawat inap dan 14 puskesmas rawat jalan yang dilaksanakan oleh 902 staf yang mencakup 419 pegawai negeri sipil dan 483 non pegawai negeri sipil.
Dari studi pendahuluan yang dilakukan bulan Agustus 2021 pada 40 staf di 4 puskesmas diantaranya 2 puskesmas rawat jalan dan 2 puskesmas rawat inap, diketahui bahwa kepuasan staf dalam bekerja
adalah 45% dan kurang puas 55%. Dari 40 staf pada studi pendahuluan diperoleh beberapa profesi yang ada di puskesmas yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1
Studi
Pendahuluan Kepuasan Staf Puskesmas Berdasarkan Profesi
No |
Jenis Profesi |
Total |
Puas |
Kurang Puas |
||
Jlh. |
% |
Jlh. |
% |
|||
1 |
Dokter/ Dokter gigi |
3 |
2 |
67 |
1 |
33 |
2 |
Kefarmasian |
4 |
2 |
50 |
2 |
50 |
3 |
Sarjana
Kesehatan Masyarakat |
5 |
2 |
40 |
3 |
60 |
4 |
Perawat |
8 |
2 |
25 |
6 |
75 |
5 |
Bidan |
7 |
3 |
43 |
4 |
57 |
6 |
Analis |
4 |
2 |
50 |
2 |
50 |
7 |
Tenaga Kesehatan lainnya |
3 |
3 |
100 |
0 |
0 |
8 |
Non Kesehatan |
6 |
2 |
33 |
4 |
67 |
Jumlah |
40 |
18 |
45 |
22 |
57 |
Sumber: Studi
Pendahuluan Kepuasan kerja (data diolah Peneliti, Agustus 2021)
Berdasarkan
Tabel 1 diatas menggambarkan bahwa angka yang kurang puas lebih tinggi
pada profesi perawat sebesar 75% atau 6 dari 8 perawat, kemudian diikuti oleh profesi non kesehatan sebesar 67% atau 4 dari 6 staf yang di survey. Dari beberapa staf yang kurang puas tersebut
menyatakan kurang puasnya terhadap kondisi lingkungan kerja 80%, uang kesejahteraan (insentif) 68%, tidak ada jenjang karir
untuk masuk ke dinas kesehatan
kabupaten atau menduduki jabatan dalam struktur organisasi puskesmas 60%, kurang puas atas
pembagian beban kerja yang tidak merata ke seluruh
staf puskesmas yang ada 48%, dan sistem keselamatan dan kesehatan dalam melakukan pekerjaan di puskesmas pada era pandemi Covid-19 sebesar 43%.
Berdasarkan
permasalahan diatas dapat dikaitkan dengan Teori Kepuasan
Kerja Dua Faktor menurut Herzberg bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan faktor instrinsik
dan ekstrinsik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin Barat
berdasarkan model Herzberg.
Metode Penelitian
Sebagai variabel independen
penelitian ini yakni kondisi lingkungan
kerja fisik, pengembagan karir, insentif, beban kerja, keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Sementara sebagai variabel dependennya adalah kepuasan kerja. Variabel counfondingnya yakni jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan
status kepegawaian. Penelitian
yang dilakukan adalah kuantitatif dengan menggunakan e-kuisioner sebagai alat pengumpul data. Sebagai populasi adalah tenaga perawat
yang berstatus pengawai
negeri sipil (PNS) dan tenaga
kontrak daerah (TKD) di puskesmas induk yang terjangkau oleh jaringan internet
yang stabil di Kabupaten Kotawaringin Barat. Ada 10 puskesmas
dari 18 puskesmas yang terjangkau oleh jaringan internet
yang stabil. Pemilihan sampel dengan menggunakan
teknik non
probability purposive sampling. Penetapan sampel yang didasarkan pada kriteria-kriteria
sebagai berikut:
A. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah:
1. Profesi perawat dengan
pendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) sampai dengan Sarjana Profesi Keperawatan (Ners).
2. Minimal sudah 1 tahun
aktif bekerja
3. Bersedia menjadi responden
B. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
1. Perawat tenaga kerja sukarela
2. Profesi perawat yang di jaringan
puskesmas (puskesmas pembantu)
3. Kepala puskesmas yang berprofesi
perawat
Besaran sampel adalah
total sampel pada puskesmas
yang terpilih, berhubung jumlah populasi dibawah 100 responden.
Ada 7 jenis kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini. Kuisioner sosio demografis berisikan tentang nama puskesmas,
tipe kemampuan pelayanan puskesmas, nomor handphone responden, status
kepegawaian, pendidikan terakhir, masa kerja, dan jenis kelamin. Kuisioner terstruktur lingkungan kerja fisik dikembangkan Peneliti dari 8 indikator lingkungan fisik oleh Sedarmayanti menjadi 9 kalimat pernyataan.(Sedarmayanti, 2009)� Kuisioner terstruktur pengembangan karir dikembangkan Peneliti dari 4 indikator pengembangan karir oleh Sondang menjadi 7 kalimat pernyataan.(Siagian,
2000) Kuisioner terstruktur
tentang insentif dikembangkan Peneliti dari 4 dasar kebijakan
dalam pemberian insentif oleh Milkovich dan Newman menjadi
5 kalimat pernyataan.(Milkovich, 2008)
Kuisioner terstruktur beban kerja dikembangkan
Peneliti dari 3 indikator beban kerja oleh Koesomowidjojo menjadi 6 kalimat pernyataan.(Koesomowidjojo, 2017)
Kuisioner terstruktur keselamatan dan kesehatan kerja dikembangkan Peneliti dari 5 indikator keselamatan dan kesehatan kerja oleh Mangkunegara menjadi 8 kalimat pernyataan.(Mangkunegara, 2015)
Minnesota Satisfication
Questionnare (MSQ) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah yang versi singkat khusus
untuk tenaga perawat dengan jumlah 20 item pertanyaan.(Weiss, Dawis, England, & Lofquist, 1967)
Total isian kuisioner berjumlah 62 item. Penilaian kriteria menggunakan Skala Likert
dengan 4 point yakni sangat tidak puas/setuju bernilai
1, tidak puas/setuju bernilai 2, puas/setuju bernilai
3, dan sangat puas/setuju bernilai 4. Kuisioner dengan pernyataan yang negatif penilaiannya sebaliknya yakni sangat tidak puas/setuju
bernilai 4, tidak puas/setuju bernilai
3, puas/setuju bernilai 2, dan sangat puas/setuju bernilai. Enam instrumen kuisioner penelitian telah memenuhi uji validitas Korelasi Pearson
Product dan uji reliabilitas Cronbach�s Alpha.(Agus Riyanto, 2011)
Peneliti mendatangi puskesmas sesuai jadwal yang disepakati dengan Kepala Puskesmas
yang kemudian e-kuisioner dibagikan dengan link https://forms.gle/gWZ8EDJvnNLiiqT48. Dan ditunggui oleh peneliti hingga semuanya selesai terkirim. Pengumpulan data dilakukan di bulan November 2021.
Penelitian dinyatakan layak etik dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro (28 Oktober 2021) dan Bebas Plagiasi (6%) dari Tim Verifikasi Unit Perpustakaan Universitas
Diponegoro (1 Maret 2022).
Analisis data berupa univariat
dengan uji normalitasnya menggunakan nilai Skewness dan standart error, analisis bivariat
berupa uji korelasi parametrik Pearson
Product Moment, dan analisis multivariat
berupa pemodelan multiple regression linear dengan metode ENTER. Data diolah secara statistik dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20.0.(Agus Riyanto, 2012)
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik |
|
n |
% |
Bekerja pada Puskesmas |
Rawat
jalan Rawat
inap |
64 31 |
67,4 32,6 |
Status kepegawaian |
PNS TKD |
49 46 |
51,6 48,4 |
Masa kerja (tahun) |
Min
= 2� Max = 33 Mean
= 10,8 SD
= 9,52 |
|
|
Jenis kelamin |
Pria Wanita |
43 52 |
45,3 54,7 |
Pendidikan |
SPK DIII/DIV S.Kep/Ners |
5 48 42 |
5,3 50,5 44,2 |
Tabel
2 menunjukkan bahwa jumlah responden perawat di puskesmas rawat jalan dua
kali lebih besar dibanding respoden perawat di puskesmas rawat inap. Status kepegawaian tenaga kontak daerah tidak
begitu jauh selisihnya dengan responden pegawai negeri sipil. Masa kerja responden minimal 2 tahun dan yang
paling lama adalah 33 tahun
yang bila dirata-ratakan perawat bekerja sekitar 10,8 tahun. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin bahwa perawat
wanita lebih besar jumlahnya dibanding perawat dengan jenis kelamin
pria. Latar belakang pendidikan responden yang berpendidikan
DIII/DIV paling banyak dibandingkan
dengan pendidikan S.Kep/Ners
dan berpendidikan SPK.
Tabel 3
Interprestasi Kepuasan Kerja,
Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, Beban Kerja, dan K3
Variabel |
Mean |
SD |
Min |
Maks |
Kepuasan Kerja |
43,72 |
6,34 |
30 |
60 |
Lingkungan Fisik |
19,09 |
2,44 |
12 |
24 |
Karir |
15,33 |
1,88 |
12 |
20 |
Insentif |
10,82 |
1,77 |
6 |
17 |
Beban Kerja |
14,67 |
1,80 |
12 |
19 |
K3 |
17,99 |
1,69 |
15 |
23 |
���������
Pada Tabel 3 dapat dijelaskan bahwa variabel kepuasan kerja bila dikelompokan dalam
2 kategori yakni kurang puas dan puas, maka kategori
kurang puas bila x≤43 dan kategori puas bila x>43. Setelah data diolah diperoleh bahwa jumlah perawat yang kurang puas bekerja
58,9% (56) dan perawat yang puas
bekerja 41,1%(39). Untuk variabel lingkungan fisik bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang baik
dan baik, maka kategori kurang baik bila x≤19 dan kategori baik� >19. Setelah data diolah diperoleh bahwa kondisi lingkungan kerja fisik perawat
yang kurang baik 72,6% (69)
dan kondisi lingkungan kerja fisik perawat
yang baik 27,4%(26). Variabel karir bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang baik
dan baik, maka kategori kurang baik bila x≤15 dan kategori baik >15. Setelah data diolah diperoleh bahwa pengembangan karir perawat yang kurang baik 54,7% (52) dan pengembangan karir perawat yang baik 45,3%(43). Variabel insentif bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang baik
dan baik, maka kategori kurang baik bila x≤10 dan kategori baik bila
x>10. Setelah data diolah
diperoleh bahwa insentif perawat yang kurang baik 43,2% (41) dan insentif perawat yang baik 56,8%(54). Variabel beban kerja bila dikelompokan
dalam 2 kategori yakni berat dan ringan, maka kategori
beban kerja berat bila x≤14 dan kategori beban kerja ringan bila
x>14. Setelah data diolah
diperoleh bahwa beban kerja perawat
yang berat 48,4% (46), dan beban
kerja perawat yang ringan 51,6% (49). Untuk variabel K3 bila dikelompokan dalam 2 kategori yakni kurang baik dan baik, maka kategori
kurang baik bila x≤17 dan kategori baik >17. Setelah data diolah diperoleh bahwa pelaksanaan K3 puskesmas yang kurang baik 38,9% (37) dan K3 yang baik
61,1%(58).
Berhubung
data variabel dependen dan independen berdistribusi normal, dengan demikian untuk mengetahui hubungan kedua variabel menggunakan uji parametrik Pearson Product Moment berupa korelasi dan regresi. Hubungan variabel independen dengan dependen dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel
4
Korelasi
dan Regresi Kondisi Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, Beban Kerja, K3 dengan Kepuasan Kerja
Variabel |
r |
R2 |
p Value |
Lingkungan kerja fisik |
0,465 |
0,217 |
0,000 |
Pengembangan karir |
0,466 |
0,218 |
0,000 |
Insentif |
0,564 |
0,318 |
0,000 |
Beban kerja |
0,032 |
0,001 |
0,755 |
K3 |
0,290 |
0,084 |
0,004 |
Keterangan
:
LF : lingkungan kerja fisik, Kr : Karir, Ins : Insentif, BK : Beban kerja, K3 : Keselamatan dan kesehatan kerja.
Pada Tabel 4 terlihat bahwa hubungan lingkungan kerja fisik dengan
kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan sedang dan berpola positif (r=0,465) yang berarti semakin baiknya kondisi lingkungan kerja fisik perawat maka
semakin meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas. Nilai koefisien determinan (R2=0,217)
yang bermakna bahwa kondisi lingkungan kerja fisik perawat
mempengaruhi kepuasan kerjanya sebesar 21,7% dan selebihnya 78,3% dipengaruhi oleh
variabel lainnya. Nilai p value = 0,000 pada α=0,05 berarti Ho ditolak, yang maksudnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara lingkungan kerja fisik dengan kepuasan
kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pada Tabel 4 terlihat juga bahwa hubungan pengembangan karir dengan kepuasan
kerja perawat menunjukan hubungan sedang dan berpola positif (r=0,466) yang berarti semakin baiknya pengembangan karir perawat maka semakin
meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas.
Nilai koefisien determinan
(R2=0,218) yang bermakna bahwa pengembangan karir perawat mempengaruhi
kepuasan kerjanya sebesar 21,8% dan selebihnya
78,2% dipengaruhi oleh variabel
lainnya. Nilai p value
= 0,00 pada α=0,05 berarti Ho ditolak, yang maksudnya bahwa ada hubungan
yang signifikan antara pengembangan karir dengan kepuasan kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat.
Tabel 4 terlihat hubungan
insentif dengan kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan kuat dan berpola positif (r=0,564) yang berarti semakin baiknya insentif perawat maka semakin
meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas.
Nilai koefisien determinan
(R2=0,318) yang bermakna bahwa insentif perawat mempengaruhi kepuasan kerjanya sebesar 31,8% dan selebihnya
68,2% dipengaruhi oleh variabel
lainnya. Nilai p value=0,00
pada α=0,05 berarti Ho ditolak,
yang maksudnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara insentif dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pada Tabel 4 jelas terlihat bahwa hubungan beban kerja dengan
kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan lemah dan berpola positif (r=0,032) yang berarti semakin ringannya beban kerja perawat maka
semakin meningkat kepuasan kerja perawat puskesmas. Nilai koefisien determinan (R2=0,001)
yang bermakna bahwa beban kerja perawat
mempengaruhi kepuasan kerjanya sebesar 0,1% dan selebihnya 99,9% dipengaruhi oleh
variabel lainnya. Nilai p value=0,755 pada α=0,05 berarti Ho tidak ditolak, yang maksudnya bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara beban kerja
dengan kepuasan kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat.
Di Tabel 4 terlihat bahwa hubungan K3 dengan kepuasan kerja perawat menunjukan hubungan sedang dan berpola positif (r=0,290) yang berarti semakin baiknya K3 puskesmas maka semakin meningkat
kepuasan kerja perawat puskesmas. Nilai koefisien determinan (R2=0,084)
yang bermakna bahwa K3 puskesmas mempengaruhi kepuasan kerja perawat sebesar 8,4% dan selebihnya 91,6% dipengaruhi oleh
variabel lainnya. Nilai p value = 0,004 pada α=0,05 berarti Ho ditolak, yang maksudnya bahwa ada hubungan yang signifikan antara K3 puskesmas dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Uji counfonding dilakukan
pada variabel jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian namun tidak ada
ditemukan selisih
OR (odds ratio) yang melebihi 10%, yang berarti bahwa semua variabel bukan
sebagai faktor counfonding.(Agus Riyanto, 2012) Jadi dapat disimpulkan
bahwa variabel jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan
status kepegawaian tidak akan mempengaruhi tingkat kepuasan kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat.
D. Hubungan Multivariat
Pemodelan dengan menganalisis
secara bersama-sama semua variabel independen terhadap variabel dependen dilakukan multiple
regression linear. Angka data penelitian ini valid karena memenuhi� 6 uji asumsi yang disyaratkan� yakni uji asumsi eksistensi, asumsi independensi, asumsi linieritas, asumsi homoscedascity, asumsi normalitas, dan asumsi multicollinearity.(Agus Riyanto, 2012)
Setelah
mengetahui variabel yang masuk dalam pemodelan
dan sudah memenuhi uji asumsi, maka untuk
mengetahui model multivariatnya
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel
5
Output
Model Summary Multivariat
Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, dan K3
|
a. Predictors: (Constant), Karir, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Lingkungan Fisik, Insentif
Tabel 6
Output ANOVA Multivariat Lingkungan
Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, dan K3
Model |
Sum of Squares |
df |
Mean Square |
F |
Sig. |
|
1 |
Regression |
1502.390 |
4 |
375.597 |
14.820 |
.000b |
Residual |
2280.936 |
90 |
25.344 |
|
|
|
Total |
3783.326 |
94 |
|
|
|
a. Dependent Variable: Kepuasan Kerja
3. Predictors: (Constant), Karir, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Lingkungan Fisik, Insentif
Tabel 7
Output Coefficient Multivariat
Lingkungan Fisik, Pengembangan Karir, Insentif, dan K3
Model |
Unstandardized
Coefficients |
Standardized Coefficients |
t |
Sig. |
Collinearity
Statistics |
|||
B |
Std.
Error |
Beta |
Tolerance |
VIF |
||||
1 |
(Constant) |
43.86 |
10.66 |
|
4.11 |
.00 |
|
|
Lingkungan Fisik |
.63 |
.27 |
.24 |
2.33 |
.02 |
.62 |
1.62 |
|
Insentif |
-1.42 |
.38 |
-.39 |
-3.79 |
.00 |
.61 |
1.64 |
|
K3 |
-.36 |
.38 |
-.09 |
-.96 |
.34 |
.65 |
1.54 |
|
Karir |
.64 |
.33 |
.19 |
1.91 |
.06 |
.69 |
1.46 |
a. Dependent Variable: Kepuasan Keraja
Setelah
dilakukan analisis pada Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7 ternyata variabel independen yang masuk model adalah lingkungan fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan kerja.� Pada Tabel 5 Model Summary terlihat
nilai R Square
= 0,397 yang berarti bahwa keempat variabel independen tersebut dapat menjelaskan variabel kepuasan kerja sebesar 39,7%. Pada Tabel 6 terlihat hasil uji F yang menunjukan p value (Sig.)=0,000
pada α=5% yang berarti dapat
menyatakan bahwa model regresi sesuai dengan data yang ada atau keempat variabel
secara signifikan untuk memprediksi kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pada Tabel 7 nilai coeffisien Beta ternyata
variabel lingkungan kerja fisik yang paling besar pengaruhnya dalam menetapkan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Hasil
multivariat (Tabel 7 pada kolom Sig.) bahwa variabel independen yang berhubungan signifikan dengan kepuasan kerja adalah lingkungan kerja fisik (0,022) dan insentif (0,000). Sedangkan variabel keselamatan dan kesehatan kerja (0,341) dan pengembangan karir (0,060) hanya sebagai variabel
counfonding faktor. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor determinan
kepuasan perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat adalah lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan kerja.
Pembahasan
A. Deskriptif kepuasan kerja,
kondisi lingkungan kerja fisik, pengembangan
karir, insentif, beban kerja, dan K3
��������� Lebih tingginya angka
kurang puas perawat puskesmas dikarenakan kurangnya kesempatan menggunakan keterampilan dalam menyelesaikan pekerjaan dan kesempatan melakukan sesuatu untuk orang lain. Sistem pelayanan yang berjalan dipuskesmas bahwa segala sesuatu
tindakan klinis yang dilakukan oleh perawat harus mendapatkan instruksi terlebih dahulu dari tenaga
dokter kemudian dapat melakukan tindakan klinis. Dalam pelayanan klinis dilakukan pembatasan-pembatasan kasus penyakit yang bisa dilakukan perawat dengan mandatori dari tenaga dokter
umum. Belum tercukupinya jumlah perawat di puskesmas, pada saat jam pelayanan baik di dalam gedung dan luar gedung tenaga
perawat� hanya ditempatkan 1 orang saja sehingga untuk melakukan sesuatu untuk orang lain sangat sulit karena tidak ada
penggantinya dan selalu siaga
Lebih tingginya kondisi
lingkungan kerja fisik perawat yang kurang baik 72,6% disebabkan sistem
penerangan di puskesmas
yang belum baik, kurang lengkapnya sarana prasarana yang disediakan puskesmas, dan ruang pelayanan menimbulkan bau yang tidak sedap. Kondisi
ini sebanding dengan pencapaian pada Aplikasi sarana prasarana dan alat kesehatan (ASPAK) Dinas Kesehatan Kabupaten
Kotawaringin Barat per Juni
2021 yakni sarana 90,7%, prasarana 41,3%, dan alat kesehatan 37,8% dari standar minimal yang ditetapkan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah 60%.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019)
Kondisi penerangan puskesmas mengharapkan penerangan dari cahaya matahari yang masuk. Jumlah bola lampu hanya tersedia
1 bola lampu dengan daya rendah setiap
ruangan dengan posisi ketinggian � 4 meter, disamping jumlah kapasitas daya listrik yang tidak sesuai dengan kebutuhan
puskesmas. Ukuran ruangan baik pelayanan
dan administrasi sangat minim (<12 m2) sehingga menempatkan peralatan dan mobeler saling berdekatan atau bertumpuk-tumpuk. Penggunaan komputer yang antri dan jika mengalami kerusakan lama untuk dilakukan perbaikan. Jumlah alat kesehatan yang terbatas dan tidak pernah dilakukan pemeliharaan secara rutin. Sering dilakukan
peminjaman alat dari ruangan lain dikarenakan alat diruangan tersebut atau kit program tidak tersedia/mengalami kerusakan. Ruangan yang bau karena kelembaban
ruangan yang rendah dan tidak lancarnya sirkulasi udara dalam ruangan pelayanan,
terutama diruangan tindakan yang dindingnya tidak dikeramik.
Lebih tingginya pengembangan
karir perawat yang kurang baik 54,7% dibandingkan yang baik dikarenakan tidak adanya anggaran untuk pendidikan dan pelatihan, dan kesempatan untuk mengikuti pelatihan dasar keperawatan. Ada beberapa puskesmas menyediakan anggaran untuk pendidikan dan pelatihan bagi stafnya yang hanya menggantikan biaya regristrasi dan atau transportasi dan atau penginapan yang bersumber dari anggaran JKN, volume sasaran 1 atau 2 orang. Perencanaan penyediaan anggaran biasanya dilakukan oleh puskesmas dengan jumlah kapitasi JKN yang besar setiap bulannya.
Pemanggilan pendidikan dan latihan yang disediakan anggaran secara penuh biasa dilakukan
oleh Dinas Propinsi Kalimantan Tengah dan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Kesempatan
mengikuti pelatihan dasar keperawatan sebenarnya diberikan oleh puskesmas, hanya tempat penyelenggaraannya diluar propinsi/pulau dan butuh biaya besar sehingga
perawat tidak mengikuti pelatihan tersebut.
Rendahnya
insentif perawat yang kurang
baik 43,2% disebabkan oleh perawat merasa bahwa insentif yang mereka terima lebih
kecil dibandingkan dengan puskesmas lain, dan tidak sesuai dengan hasil
kinerja yang dilakukan. Pemahaman insentif oleh responden disini adalah uang kesejahteraan yang diberikan oleh puskesmas yang berasal dari pengelolaan
berbagai sumber anggaran yang ada. Adanya perawat menilai bahwa jumlah
insentif yang diterima kecil dibanding puskesmas lain, karena masing-masing puskesmas memiliki kebijakan yang berbeda dalam pembagian,
jumlah anggaran operasional (BOK, JKN, APBD, retribusi),
dan waktu pembagiannya. Pemerintah Daerah memberikan insentif bulanan kepada Perawat yang berstatus PNS dengan menghitung jumlah aktif kerja, sementara
perawat berstatus TKD tidak ada menerima
insentif. Begitu juga insentif yang diterima tidak sesuai dengan
hasil kinerja yang dilakukan perawat, karena pencapaian kinerja terutama di UKM berbeda program berbeda juga teknis pelaksanaan, indikator dan targetnya. Ada
program UKM yang sangat sulit mencapai
kinerjanya walaupun sudah berbagai upaya dilakukan, namun tetap pencapaiannya
rendah dan sebaliknya. Konsep pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat (UKM) bersifat pemberdayaan masyarakat.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019)
Lebih rendahnya pernyataan responden berbeban kerja berat 48,4% disebabkan oleh pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan profesi
keperawatan dan sangat melelahkan.
Tenaga perawat puskesmas sering diberi tugas
sebagai bendahara keuangan atau alat,
tenaga administrasi dan atau Kepala Tata Usaha. Tugas-tugas tersebut adalah sebagai tugas tambahan bukan sebagai tugas
pokok perawat, tetapi sangat vital dalam manajemen puskesmas bila tidak dilaksanakan
pada jam pelayanan puskesmas.
Dua permasalahan beban kerja ini
mencakup jenis beban kerja kuantitatif
dan kualitatif. Beban kerja
kualitatif adalah beban kerja yang berlebih atau sedikit
jika dalam melakukan pekerjaannya tidak menggunakan keterampilan dan atau potensi dari staf.
Beban kerja kuantitatif adalah beban kerja
yang dilaksanakan dalam batas waktu tertentu.(Munandar, 2011)
Pernyataan
pelaksanaan K3 puskesmas
yang kurang baik 38,9% lebih kecil dibandingkan
yang baik disebabkan oleh tidak dilakukannya medical general chech-up
staf secara berkala di rumah sakit, dan stamina perawat yang kurang baik masih
tetap melakukan pelayanan. Kegiatan medical general chech-up
tidak pernah dilakukan oleh puskesmas kepada seluruh stafnya terutama staf yang melaksanakan program pengendalian penyakit yang memiliki resiko penularan yang tinggi dikarenakan oleh keterbatasan anggaran.� Standar K3 puskesmas mewajibkan pemeriksaan kesehatan berkala kepada stafnya.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)
Stamina perawat yang kurang
baik masih tetap melakukan pelayanan sangat beresiko terhadap keselamatannya dan keselamatan pasien yang ditanganinya. Hal ini dilakukan oleh perawat karena berkaitan dengan insentif yang diterimanya.
B. Hubungan antara kondisi
lingkungan kerja fisik dengan kepuasan
kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat
Tabel 8
Tabel Silang Hubungan Lingkungan
Kerja Fisik dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat
Lingkungan Kerja Fisik |
Kepuasan Kerja |
Total |
||||
Kurang Puas |
Puas |
|||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Kurang
Baik |
50 |
89,3 |
19 |
48,7 |
69 |
72,6 |
Baik |
6 |
10,7 |
20 |
51,3 |
26 |
27,4 |
Total |
56 |
100 |
39 |
100 |
95 |
100 |
Ada hubungan
yang signifikan antara lingkungan kerja fisik dengan kepuasan
kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat. Pada Tabel 8 dijelaskan bahwa lingkungan kerja fisik perawat puskesmas
yang kurang baik, prosentasi kurang puasnya lebih besar
(89,3%) dari pada lingkungan
kerja fisik yang baik, dan lingkungan kerja fisik perawat
yang baik, prosentasi puasnya hampir sama dengan lingkungan
kerja fisik yang kurang baik (51,3% dan 48,7%). Diperlukan perbaikan sistem penerangan di puskesmas yang standar dari masing-masing ruangan, meningkatkan angka ASPAK puskesmas secara bertahap, dan memperbaiki ruangan puskesmas agar tidak terjadi kelembaban dan sirkulasi udara yang lancar.
Hasil signifikansi
kedua variabel ini sejalan dengan
yang dilakukan oleh Firew Ayalew dkk pada tenaga perawat di 9 rumah sakit dan 116 puskesmas di Ethiopia.(Ayalew et al., 2019)� Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Erni Musmiller dkk pada 72 perawat di RSUD Dr. Rasidin Padang menyatakan tidak ada hubungan
yang bermakna antara lingkungan kerja dengan kepuasan kerja.(Musmiler, Arif, & Wahyudi, 2020).
C. Hubungan antara pengembangan
karir dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Tabel 9
Tabel Silang Hubungan Pengembangan
Karir dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat
Pengembangan Karir |
Kepuasan Kerja |
Total |
||||
Kurang Puas |
Puas |
|||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Kurang
Baik |
43 |
76,8 |
9 |
23,1 |
52 |
54,7 |
Baik |
13 |
23,2 |
30 |
76,9 |
43 |
45,3 |
Total |
56 |
100 |
39 |
100 |
95 |
100 |
Ada hubungan
yang signifikan antara pengembangan karir dengan kepuasan kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat. Tabel 9 dijelaskan bahwa Pengembangan karir perawat yang kurang baik, prosentasi
kurang puasnya lebih 3 kali lipat dari pada pengembangan karir yang baik (23,2%), dan sebaliknya pengembangan karir yang baik prosentasi puasnya lebih 3 kali lipat dibanding pada pengembangan karir yang kurang baik (23,1%). Oleh karena itu perlu diperhatikan
akan pengembangan karir perawat dengan
menyediakan anggaran pendidikan dan pelatihan keperawatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan anggaran puskemas. Kesempatan untuk mengikuti pelatihan dilakukan dengan menggandeng organisasi profesi dalam melakukan pelatihan di Kabupaten Kotawaringin Barat yang menjadi hemat biaya dan waktu.
Hasil signifikansi
variabel penelitian ini sejalan dengan
yang dilakukan oleh Erni Musmiler dkk di RSUD Dr. Rasidin Padang,(Musmiler et al., 2020)� Firew Ayalew dkk pada fasilitas kesehatan di Ethiopia,(Ayalew et al., 2019)� dan Previarsi Rahayu pada 43 perawat di RS
Sentra Medika Cikarang bahwa pengembaangan karir berhubungan dengan kepuasan kerja.(Kepuasan, Perawat, Bekasi, Kepuasan, & Perawat, 2017)
D. Hubungan antara insentif
dengan kepuasan kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat.
Tabel 10
Tabel Silang Hubungan Insentif
dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat
Insentif |
Kepuasan Kerja |
Total |
||||
Kurang Puas |
Puas |
|||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Kurang
Baik |
10 |
17,9 |
31 |
79,5 |
41 |
43,2 |
Baik |
46 |
82,1 |
8 |
20,5 |
54 |
56,8 |
Total |
56 |
100 |
39 |
100 |
95 |
100 |
Ada hubungan
yang signifikan antara insentif dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pada Tabel 10 dijelaskan bahwa Perawat yang menilai insentif kurang baik, prosentasi
kurang puasnya lebih kecil (17,9%) dari pada insentif yang baik, dan perawat yang menilai insentif baik, prosentasi puasnya lebih kecil
(20,5%) dari pada insentif
yang kurang baik.
Insentif perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat yang diterima sudah baik tetapi kurang
puas. Perawat puskesmas selalu mensyukuri besar kecilnya insentif yang diterima dan memerlukan perbaikan dengan memperhatikan besaran insentif disesuaikan dengan pencapaian kinerja yang sudah dilakukan.
Hasil signifikasi
variabel penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Firew Ayalew dkk di Ethiopia,(Ayalew et al., 2019)
dan Erni Musmiler di RSUD
Dr. Rasidin Padang, bahwa variabel insentif berhubungan dengan kepuasan kerja perawat.(Musmiler et al., 2020)
E. Hubungan antara beban kerja dengan kepuasan
kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Tabel 11
Tabel Silang Hubungan Beban Kerja dengan Kepuasan
Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat
Beban Kerja |
Kepuasan Kerja |
Total |
||||
Kurang Puas |
Puas |
|||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Berat |
24 |
42,9 |
22 |
56,4 |
46 |
48,4 |
Ringan |
32 |
57,1 |
17 |
43,6 |
49 |
51,6 |
Total |
56 |
100 |
39 |
100 |
95 |
100 |
Bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara beban kerja
dengan kepuasan kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat. Pada Tabel 11 dijelaskan
bahwa Perawat puskesmas yang merasa beban kerjanya berat, prosentasi kurang puasnya lebih kecil (42,9%) dari pada perawat yang beban kerjanya ringan, dan perawat yang beban kerjanya ringan, prosentasi puasnya lebih kecil
(43,6%) dari pada perawat
yang beban kerjanya berat (56,4%). Jadi kesimpulannya
bahwa beban kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawarinign
Barat adalah ringan. Masih ringannya beban kerja perawat puskemas
perlu mendapat perbaikan dengan memberikan tugas sesuai dengan profesi
keperawatan sehingga tidak menimbulkan kelelahan.
Hasil signifikansi
variabel penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Achmad Dwi Saputro pada 42 perawat di RS Permata Medika
Semarang,(Achmad Dwi Saputro, 2018)� peneliti Firew Ayalew dkk
di Ethiopia,(Ayalew et al., 2019)
dan Previarsi Rahayu di RS
Sentra Medika Cikarang, bahwa beban kerja
tidak berhubungan dengan kepuasan kerja.(Kepuasan et al., 2017)
F.
Hubungan antara keselamatan dan kesehatan kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat.
Tabel 12
Tabel Silang Hubungan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat Puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat
Keselamatan dan
Kesehatan Kerja |
Kepuasan Kerja |
Total |
||||
Kurang Puas |
Puas |
|||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
|
Kurang
Baik |
26 |
46,4 |
11 |
28,2 |
37 |
38,9 |
Baik |
30 |
53,6 |
28 |
71,8 |
58 |
61,1 |
Total |
56 |
100 |
39 |
100 |
95 |
100 |
Ada hubungan
yang signifikan antara K3 puskesmas dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pada Tabel 12 dijelaskan bahwa Keselamatan dan kesehatan kerja yang kurang baik, prosentasi
kurang puasnya lebih kecil (46,4%) dari pada K3 yang baik pelaksanaannya, dan pelaksanaan
K3 puskesmas yang baik, prosentasi puasnya lebih tinggi (71,8%) dibandingkan dengan K3 yang kurang baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan K3 puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat sudah baik. Walapun pelaksanaan
K3 puskesmas sudah baik namun memerlukan
perbaikan dalam pelaksanaannya yakni melakukan medical
general chech-up staf secara berkala
di rumah sakit dan meliburkan perawat yang staminanya kurang baik.
G. Hubungan secara bersama
antara kondisi lingkungan kerja, pengembangan karir, insentif, beban kerja, dan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kepuasan kerja staf puskesmas
di Kabupaten Kotawaringin
Barat.
��������� Dari lima variabel independen
yang menjadi faktor hygiene
yakni kondisi lingkungan fisik kerja, insentif, beban kerja, dan K3. Sebagai faktor motivasi yakni pengembangan karir. Yang menjadi faktor determinan dalam kepuasan kerja Perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat adalah lingkungan
kerja fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan kerja. Dan variabel yang paling menentukan adalah lingkungan kerja fisik (coeffisien Beta 0,242).� Jadi sesuai dengan teori
Herzberg bahwa faktor motivasi yang kurang akan mengakibatkan staf mengalihkan perhatian mereka ke faktor hygiene yang pada gilirannya membuat mereka tidak puas.(F, 2003)
Penelitian
ini relevan dengan yang dilakukan oleh Lester
C dkk (2021) meninjau kembali kepuasan kerja pada 120 perawat di dua� rumah sakit Filipina menunjukan ketidakpuasan kerja perawat mencapai 58,3% yang disebabkan oleh komponen tunjangan (M=12,69, SD=4,11) dan kondisi
lingkungan kerja rumah sakit (M=12,18, SD=2,58). Kepuasan kerja berada pada komponen sifat pekerjaan (M=18,95,
SD=2,50), supervisi (M=17,78 SD=3,66), dan rekan keja (M=17,78, SD=2,88).(Sapar & Oducado, 2021)
Begitu juga yang dilakukan
oleh Bekahegn Girma dkk (2021) berupa tinjauan sistematis riview dan meta analisis faktor yang menentukan kepuasan kerja pofesi kesehatan di Ethiopia bahwa kepuasan kerja profesi kesehatan
46,17% pada komponen supervisi,
jenis kelamin, dan kesempatan untuk berkembang. Sementara yang membuat kurang puasnya bekerja profesi kesehatan adalah lingkungan kerja dan hubungan antara staf.(Girma, Nigussie, Molla, & Mareg, 2021)
Penelitian
ini tidak relevan dengan yang dilakukan oleh Erni Musmiler dkk bahwa
yang lebih dominan menentukan kepuasan kerja perawat di RSUD Dr. Rasidin Padang (2020) adalah insentif. Sementara varibel yang berhubungan dengan kepuasan kerja perawat adalah
insentif, kesempatan promosi, dan supervisi, sedangkan yang tidak berhubungan dengan kepuasan kerja perawat adalah kepemimpinan manajerial, kondisi lingkungan kerja.(Musmiler et al., 2020)
Begitu juga penelitian yang
dilakukan Achmad Dwi Saputro di RS Permata Medika Semarang (2018) bahwa variabel yang mempengaruhi kepuasan kerja perawat adalah rekan kerja, prestasi,
promosi, dan beban kerja. Sedangkan variabel yang tidak ada hubungan dengan
kepuasan kerja yakni kebijakan, supervisi, dan kompensasi. Dari semua varibel yang ada, variabel yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja di RS Permata Medika Semarang yakni beban kerja.(Achmad Dwi Saputro, 2018)
Penelitian lain yang dilakukan
oleh Dian Ariani dkk pada tenaga perawat RSUD Langsa (2020) bahwa variabel bebas yang paling kuat mempengaruhi kepuasan kerja adalah motivasi kerja dan supervisi. Variabel independen berupa gaya kepemimpinan,
motivasi, supervisi, dan lingkungan yang semuanya memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan kepuasan.(Masyarakat, Ariani, Nugraha, & Muhammad, 2020)
Dalam memperbaiki tingkat kepuasan staf puskesmas,
sebaiknya dilakukan pengukuran tingkat kepuasan kerja staf puskesmas secara periodik yang dimasukan dalam upaya kepemimpinan dan manajemen puskesmas (instrumen standar akreditasi puskesmas). Hasil penelitian ini bisa sebagai acuan
untuk penelitian selanjutnya yakni hubungan antara kepuasan kerja perawat berdasarkan karakteristik wilayah kerja puskesmas (perkotaan, pedesaan, terpencil, sangat terpencil) menurut model Herzberg.
Kesimpulan
Berdasarkan
penelitian faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten
Kotawaringin Barat berdasarkan model Herzberg dapat disimpulkan bahwa variabel
jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, dan status kepegawaian bukan merupakan
faktor counfonding tingkat kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten
Kotawaringin Barat.
Gambaran variabel
ketidakpuasan kerja perawat puskesmas 58,9%, kondisi lingkungan kerja fisik
perawat yang kurang baik 72,6%, pengembangan karir perawat yang menyatakan
kurang baik 54,7%, nilai insentif yang diterima perawat yang kurang baik 43,2%,
beban kerja perawat yang menyatakan berat 48,4%, dan pelaksanaan K3 yang
dijalankan puskesmas yang menyatakan kurang baik 38,9%. Ada hubungan yang
signifikan antara lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif,
keselamatan dan kesehatan kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di
Kabupaten Kotawaringin Barat. Tidak ada hubungan yang signifikan antara beban
kerja dengan kepuasan kerja perawat puskesmas di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Yang menjadi faktor determinan kepuasan kerja perawat puskesmas yakni
lingkungan kerja fisik, pengembangan karir, insentif, keselamatan dan kesehatan
kerja
Achmad Dwi Saputro. (2018). Beberapa Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Permata Medika Semarang. Universitas Diponegoro.
Agus Riyanto. (2011). Pengolahan Dan Analisa Data
Kesehatan (1st Ed.). Nuha Medika. Google Scholar
Agus Riyanto. (2012). Penerapan Analisis Multivariat Dalam
Penelitian Kesehatan (1st Ed.). Yogyakarta: Nuha Medika. Google Scholar
Ayalew, Firew, Kibwana, Sharon, Shawula, Shelemo, Misganaw,
Equlinet, Abosse, Zeine, Van Roosmalen, Jos, Stekelenburg, Jelle, Kim, Young
Mi, Teshome, Mihereteab, & Mariam, Damtew Wolde. (2019). Understanding Job
Satisfaction And Motivation Among Nurses In Public Health Facilities Of
Ethiopia: A Cross-Sectional Study. Bmc Nursing, 18(1), 1�13. Google Scholar
F, Herberg. (2003). Only One: How Do You Multivate Employees.
Harvard Business Review, 81, 56�59.
Girma, Bekahegn, Nigussie, Jemberu, Molla, Alemayehu, &
Mareg, Moges. (2021). Health Professional�s Job Satisfaction And Its
Determinants In Ethiopia: A Systematic Review And Meta-Analysis. Archives Of
Public Health, 79(1), 1�11. Google Scholar
Herzberg, F. Mausner, B. Synderman. (1959). Motivation To
Work. New York: Wiley.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013).
Bn19-2019_Pmk_No.52_Th_2018_Ttg_Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Berita Negara, Nomor 65(879), 2004�2006.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Puskesmas.
Kepuasan, Tingkat, Perawat, Kerja, Bekasi, Cikarang,
Kepuasan, Tingkat, & Perawat, Kerja. (2017). Di Rs Sentra Medika
Cikarang Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medika Jalan Raya Industri Pasir Gombong. Google Scholar
Kesehatan, Pelatihan Sdmk Badan Ppsdm Kesehatan Kementerian.
(2017). Modul Kumpulan Materi Pelatihan Manajemen Puskesmas. Jakarta. Google Scholar
Koesomowidjojo, S. .. (2017). Analisa Beban Kerja.
Jakarta: Raih Asa Sukses. Google Scholar
Mangkunegara. (2015). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia.
Bandung: Rafika Aditama. Google Scholar
Masyarakat, Jurnal Kesehatan, Ariani, Dian, Nugraha, Tarsyad,
& Muhammad, Imam. (2020). Instalasi Rawat Inap Rsud Langsa Institut
Kesehatan Helvetia , Medan. 6(1), 23�37. Google Scholar
Milkovich, Newman. (2008). Compensation (7th Ed.). New
York: The Mcgraw-Hill Company.
Munandar, A. .. (2011). Psikologi Industri Dan Organisasi.
Jakarta: Jakarta Uip. Google Scholar
Musmiler, Erni, Arif, Yulastri, & Wahyudi, Wawan. (2020).
Faktor Determinan Yang Berhubungan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di
Rsud Dr. Rasidin Padang. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 9(2),
275. Google Scholar
Rivai, Veithzal. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia
Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktik (2, Ed.). Jakarta: Rajagrafindo
Persada. Google Scholar
Sapar, Lester C., & Oducado, Ryan Michael F. (2021).
Revisiting Job Satisfaction And Intention To Stay: A Cross-Sectional Study
Among Hospital Nurses In The Philippines. Nurse Media Journal Of Nursing,
11(2), 133�143. Google Scholar
Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia Dan
Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju. Google Scholar
Siagian, Sondang P. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia
(1st Ed.). Jakarta: Bumi Aksara. Google Scholar
Timalsina R, Rai L, Gautam S, Panta P. (2015). Factors Associated
With Organizational Commitment Among Nurses. J Stud Manag Plan, 1. Google Scholar
Weiss, David J., Dawis, Rene, England, George, &
Lofquist, Lloyd. (1967). Manual For The Minnesota Satisfaction Questionnaire. Manual
For The Minnesota Satisfaction Survey, P. 125. Google Scholar
World Health Organization. (2020). Situation Report-62 Who
Risk Assessment Global Level Very High. Google Scholar
Copyright
holder: Togar H Manurung, Martha
Irene K, Ayun Sriatmi (2022) |
First
publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is
licensed under: |