Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 7, No. 3, Maret 2022
ANALISA PENGGUNAAN ALGORITMA DIJKSTRA DALAM PENCARIAN
RUTE MENUJU TEMPAT WISATA LAWANG SEWU
Moh Luthfi Nurul Afif, Ismiyati, Mudjiastuti Handajani
Magister
Teknik Sipil, Departemen Teknik Sipil, Universitas Diponegoro,
Semarang, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Tata ruang rute perjalanan Jl. Trimulyo � Jl. Pemuda
memiliki fungsi kawasan industri, dan pendidikan sedangkan Jl. Woltermonginsidi � Jl. Pandanaran
sebagai kawasan komersial, perkantoran dan wisata, salah satunya adalah Lawang Sewu.
Moda transportasi yang semakin beragam dan ramai tidak diimbangi dengan kapasitas jalan yang memadai, perubahan pola penggunaan lahan menjadikan peningkatan arus urbanisasi yang beragam sehingga menyebabkan banyak aktivitas yang memicu hambatan samping pada rute jalan tersebut.
Adanya kaitan kinerja dan hambatan samping mengindikasikan timbulnya kemacetan lalu lintas. Tujuan
penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi waktu tempuh perjalanan
menuju Lawang Sewu. Penentuan rute menuju tempat
wisata Lawang Sewu menggunakan Algoritma Dijkstra dengan alat analisis statistik
deskriptif, penelitian ini menjelaskan bahwa penumpukan suatu
arus kendaraan yang menuju pada suatu tempat dengan menggunakan
pilihan jalur yang sama menimbulkan kepadatan lalu lintas dan mengakibatkan kemacetan. Faktor yang mempengaruhi pemilihan rute perjalanan yaitu kepadatan arus lalu lintas
dan hambatan samping. Perhitungan rute
yang dipilih dari beberapa alternatif rute secara manual menghasilkan nilai yang sama dengan menggunakan
aplikasi Algoritma Dijkstra
sehingga aplikasi tersebut layak digunakan.
Kata Kunci: rute wisata; algoritma dijkstra; kemacetan
Abstract
Travel route layout Jl. Trimulyo � Jl. Youth
has the function of industrial and educational areas, while Jl. Woltermonginsidi � Jl. Pandanaran
as a commercial, office and tourist area, one of which is Lawang
Sewu. The increasingly diverse and crowded modes of
transportation are not matched by adequate road capacity, changes in land use
patterns lead to an increase in diverse urbanization flows, causing many
activities that trigger side barriers on the road route. The existence of a
performance link and side barriers indicate the emergence of traffic jams. The
purpose of this study is to analyze the factors that affect the travel time of
the travel route to Lawang Sewu
tourist attractions. Determining the route to Lawang Sewu tourist attractions using Dijkstra's Algorithm with
descriptive statistical analysis tools, this study explains that the
accumulation of a flow of vehicles going to a place using the same choice of
path causes traffic congestion and causes congestion. Factors that influence
the selection of travel routes are traffic flow density and side barriers. The
calculation of the selected route from several alternative routes manually
produces the same value using the Dijkstra Algorithm application so that the
application is feasible to use.
Keywords: tourist routes; dijkstra algorithm; congestion
Pendahuluan
Kemacetan menjadi salah satu masalah yang terjadi di kota-kota besar, salah satunya Kota Semarang. Jumlahhkepadatan penduduk yang tinggi dan aktivitas yang beragam membuat peningkatan lalu lintas. Mobilitas yang tinggi sering terkendala dengan minimnyaasarana dan prasaranaajalan yang terbatas. Kemudahan aksesibilitas transportasi akan menunjang meningkatnya berbagai sektor, salah satunya adalah pariwisata. Pariwisata merupakan salah satu potensi pendapatan suatu daerah. Menurut Undang-Undang No.10 pasal 20 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, pariwisataaadalah segala jenis kegiatan wisata yang didukungiberbagai fasilitassserta layanan yangidisediakan di lingkungan tersebut oleh masyarakat, pengusaha, maupun pemerintah. Kota Semarang sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah menjadi pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan di Jawa Tengah yang memiliki banyak Landmark wisata dengan nilai sejarah, salah satunya adalah museum Lawang Sewu. Pemerintah Kota Semarang melalui PeraturanjWalikota Semarang Nomor 3 Tahun 2010 tentang promosi pariwisata di Kota Semarang salah satunya adalah wisata sejarah Lawang Sewu.
Kawasan wisata tentu identik dengan aktivitas yang melibatkan banyak kegiatan, dan mobilitas dari satu lokasi ke lokasi lain. Aktivitas yang tinggi menimbulkan kemacetan lalu lintas yang dipengaruhi oleh ketidakseimbangan antara peningkatan volume kendaraan dan pertumbuhan prasarana jalan yang tersedia serta kapasitas efektif ruas jalan yang ada lebih kecil dari kapasitas jalan yang direncanakan akibat adanya hambatan di tepi jalan. Hambatan di tepi jalan tersebut sering kali terkait dengan adanya aktivitas sosial dan ekonomi, parkir pada badan jalan, angkutan umum yang menurunkan penumpang disembarang tempat dan lalu lalangnya orang untuk menyeberang sehingga menyebabkan penurunan kapasitas dan kinerja jalan (Tamin, 2000).
Beberapa jalan di Kota Semarang sudah mengalami kemacetan yang cukup tinggi, sehingga tingkat pelayanan (level of service) yang diberikan mengalami penurunan secara signifikan (Setiadji, 2006). Kemacetan terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tidak sebandingnya jumlah pengguna jalan dengan kapasitas jalan, kondisi geometri dan lebar jalan, jumlah kendaraan yang terus meningkat, traffic management �yang kurang baik, serta sarana pengatur lalu lintas yang tidak berfungsi dengan baik dan kondisi non teknis yang tidak terduga di jalanan (Boediningsih, 2011).
Perjalanan menuju lokasi wisata Lawang Sewu dapat diakses menggunakan beberapa rute jalan, Dari hasil survei pendapat terhadap 100 orang wisatawan yang melewati simpang Trimulyo diketahui bahwa banyak orang mengetahui rute perjalanan ke tempat tujuan yang biasa dikunjunginya, akan tetapi jika tempat tersebut belum pernah dikunjungi rata-rata akan mengalami kesulitan untuk menentukan rute menuju tempat tersebut dan memilih menggunakan rute jalan yang sering dilewati. Adapun pemilihan rute perjalanan dari simpang Trimulyo menuju Lawang Sewu oleh wisatawan seperti pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
Pilihan Rute Perjalanan dari Simpang Trimulyo
menuju Lawang Sewu
Pilihan Rute Jalan |
Jumlah |
|||
Jl. Pengapon |
Jl. Woltermonginsidi |
Rute Jalan Lain |
||
43 |
37 |
20 |
100 |
|
Sumber: Survei, 2021
Wisatawan pasti menginginkan rute yang paling efisien untuk menuju tempat wisata tersebut agar dapat menghemat waktu dan biaya. Pencarian rute yang paling efisien menuntut wisatawan untuk membuat keputusan rute mana yang akan diambil dari beberapa pilihan rute yang ada, dalam penelitian ini membandingkan rute perjalanan wisata yang banyak dipilih oleh 100 responden wisatawan yaitu alternatif rute 1 di kawasan industri dengan pemukiman kepadatan rendah dan sedang, serta fungsi kawasan campuran yaitu kawasan industri, permukiman, gudang pabrik, perdagangan & jasa, sedangkan alternatif rute 2 di kawasan perkantoran, pendidikan dan pertokoaan. Pada rute pertama adalah sebagai kawasan industri dan pendidikan, yaitu Jl. Trimulyo � Jl. Pemuda. Sedangkan tata ruang pada rute kedua sepanjang Jl. Woltermonginsidi - Jl. Pandanaran adalah sebagai pusat pertokoan dan area perkantoran.
Penentuan rute tercepat dari titik A ke titik B tidak hanya ditentukan oleh jarak saja, akan tetapi juga mempertimbangkan kondisi lalu lintas yang sebenarnya, sehingga tidak hanya tentang rute tercepat saja akan tetapi juga tentang alternatif lain untuk menghindari kemacetan lalu lintas (Patricia, 2019). Kemacetan terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tidak sebandingnya jumlah pengguna jalan dengan kapasitas jalan, kondisi geometri dan lebar jalan, hambatan samping, traffic management yang kurang baik, serta kondisi non teknis yang tidak terduga di jalanan (Mustikarani. 2016).
Pada penelitian ini penulis mencoba untuk menganalisis penggunaan Algoritma Dijkstra dalam pencarian rute tercepat menujubtempat wisata Lawang Sewu. Permasalahan pencarian rute tercepat antara rute satu dengan rute yang lain agar saling terhubung merupakan salah satu permasalahan optimasi. Permasalahan ini biasanya direpresentasikan dalam bentuk graf berbobot (weighted graph) dimana setiap sisinya memiliki suatu nilai atau bobot. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencarian rute tercepat perjalanan wisata adalah hambatan samping. Hambatan samping adalah dampak terhadapkkinerja lalu lintas dari aktivitas sampingcsegmen jalan sepertijpejalan kaki dan kendaraan parkir. Pengaruh yang sangat jelas adalah berkurangnya kapasitassdan kinerja jalan untukhmelayani kebutuhanjlalu lintas sesuaikdengan fungsinya. Oleh karenajitu kondisi diatassmenjadi dasar penelitian untuk melakukangpenelitian dengan topikjpenelitian �Analisa Penggunaan Algoritma Dijkstra Dalam Pencarian Rute Menuju Tempat Wisata (Simpang Trimulyo � Lawang Sewu)�.
Metode Penelitian
Pendekatan
penelitian studi dalam mengidentifikasi proses �Analisis Penggunaan Algoritma
Dijkstra Dalam Pencarian Rute Menuju Tempat Wisata (Studi Kasus: Simpang Trimulyo
� Lawang Sewu)� dengan menggunakan pendekatan metode pendekatan Deduktif
Kuantitatif Rasionalistik. Metode deduktif adalah metode yang menguji teori
umum ke dalam studi kasus yang diteliti. Metode penelitian Kuantitatif yaitu
metode penelitian yang berdasarkan pada pengumpulan data / sampel dan tekniknya
dilakukan secara random. Pengumpulan data menggunakan analisis data yang
bersifat statistik untuk menguji hipotesis yang sudah ditetapkan / sudah ada.
Pengumpulan
data merupakan gambaran tentang tempat atau persoalan yang
diajukan dengan tempat dan waktu, yang merupakan dasar dari suatu perencanaan
dan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. data primer
merupakan pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti secara langsung untuk
objek penelitian di lapangan melalui pengamatan (observasi) langsung,
sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan peneliti dengan cara tidak
langsung ke objek penelitian tetapi melalui penelitian terhadap dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik
mengumpulkan data sekunder dilakukan melalui survei ke beberapa instansi
pemerintah terkait pada studi yang di lakukan dan diharapkan dapat menjadi sumber
data, yaitu:
� Bappeda Kota Semarang.
� Dinas Perhubungan Kota Semarang.
� Badan Pusat Statistik Kota Semarang.
Pengumpulan data Primer dikumpulkan melalui survei primer yang
dilakukan melalui pengamatan atau pengukuran langsung (survey). Teknik
Pengumpulan Data primer adalah sebagai berikut:
� Pengamatan Visual
� Rekaman Visual
�
Traffic Counting
Pengambilan data
lalu lintas dilakukan di
hari biasa/week day (Senin), hari kerja pendek (Sabtu) dan di hari libur/week end (Minggu) pada jam puncak yaitu
pagi (06.00 � 08.00), siang (12.00 � 14.00) dan sore hari (16.00 � 18.00). Adanya pola variasi harian yang tidak seimbang
antara waktu puncak dan waktu tidak puncak saat ini menjadi perhatian utama
para ahli perencana transportasi karena masalah yang terjadi di kota besar
terkait masalah kemacetan yang terjadi pada
jam puncak (Tamin, 2000). Berikut
merupakan titik lokasi yang akan di lakukan perhitungan traffic counting,
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua alternatif rute berdasarkan karakteristik
jalan yang akan diteliti karena kaitannya dengan perhitungan kapasitas pada
jalan yang akan diteliti.
Alternatif Rute 1
� Titik 1 berada di Simpang Trimulyo
� Titik 2 berada di depan jalan masuk kawasan
industri Terboyo
� Titik 3 berada di depan kampus UNISSULA
� Titik 4 berada di Persimpang masuk kawasan Kota
Lama
� Titik 5 berada di depan SMA 3 Semarang
Alternatif Rute 2
� Titik 1 berada di depan BMT Bus Genuksari
� Titik 2 berada di depan Toko Bangunan Rejeki Makmur.
� Titik 3 berada di depan MCD Majapahit
� Titik 4 berada di depan BSI A. Yani
� Titik 5 berada di depan Taman Pandanaran
Prosedur
pengambilan data lapangan dalam keadaan tidak normal yaitu kondisi covid 19.
Data penelitian yang diambil akan memiliki perbedaan hasil dengan pengambilan
data yang dilakukan pada kondisi normal.
Gambar 1
Peta Traffic Counting Alternatif Rute 1
Gambar
2
Peta Traffic Counting Alternatif
Rute 2
Kerangka desain penelitian dapat dilihat seperti pada Gambar 3 berikut.
GRAND TEORY Banyak
orang mengetahui rute perjalanan ke tempat tujuan yang biasa dikunjunginya,
akan tetapi jika tempat tersebut belum pernah dikunjungi rata-rata akan
mengalami kesulitan untuk menentukan rute menuju tempat tersebut (Dickson & Oliver, 2005) Wisatawan menginginkan rute yang paling efisien untuk menuju
tempat wisata tersebut agar dapat menghemat waktu dan biaya. Faktor yang
mempengaruhi pemilihan rute perjalanan yaitu penumpukan arus lalu lintas
dan hambatan samping. Kemudian dari segi teknis, adanya sektor informal
perdagangan dan jasa di pinggir jalan yang mempengaruhi penurunan lebar
jalan dan penurunan tingkat kecepatan kendaraan yang melewati jalan
tersebut. KONSEP Mengetahui hasil analisa penggunaan
Algoritme Dijkstra dalam pencarian rute menuju tempat wisata. PARAMETER 1. Kepadatan Lalu Lintas 2. Waktu
Tempuh Perjalanan 3. Jarak tempuh Perjalanan VARIABEL 1.
Hambatan Samping 2.
Kinerja Jalan 3.
Drajat Kejenuhan (DS) 4.
INDIKATOR 1.
Aktivitas Samping Jalan 2.
Jumlah Pergerakan 3.
Tingkat Pelayanan
Jalan RASIONALISTIK
(INTERPRETASI)
DATA Analisi Algoritma Dijkstra
Gambar 3
Kerangka Desain
Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Alternatif rute 1 terdiri dari Jalan Trimulyo sampai jalan Pemuda merupakan salah satu jalan nasional dan memiliki fungsi sebagai jalan arteri primer, selain itu, ruas jalan pada rute ini merupakan jalan yang sangat vital karena menghubungkan Kota Semarang dengan kota-kota di sepanjang jalan Pantura. Sebagai jalan arteri primer, kondisi jalan pada alternatif rute 1 sudah memiliki lebar jalan yang sesuai dan perlengkapan jalan seperti rambu-rambu lalu lintas, petunjuk arah maupun trotoar jalan. Akan tetapi sebagian besar pengguna jalan masih sering mengabaikan aturan-aturan yang sudah ada seperti larangan parkir maupun menyeberang jalan sembarangan. Di sepanjang Jalan Trimulyo hingga jalan Pemuda telah terjadi pengelompokan spontan di Semarang, terutama sepanjang jalur regional berupa kegiatan komersial. Sering terjadi migrasi keluar-masuk yang kontras pada waktu sibuk yaitu saat berangkat dan pulang dari tempat kerja, terutama para pekerja dari Semarang, Demak, Kudus, dan sekitarnya. Tata ruang sepanjang rute jalan 1 adalah sebagai kawasan industri dengan pemukiman kepadatan rendah hingga sedang.
Sedangkan pada alternatif rute 2 yang
melewati Jalan Woltermonginsidi sampai Jalan Pandanaran.
Alternatif rute 2 menjadi salah satu jalan utama di Kota Semarang yang memiliki
berbagai macam fungsi bangunan di dalamnya seperti perkantoran,
perdagangan, dan pendidikan. Kondisi yang
beragam tentunya menyebabkan banyak aktivitas yang terjadi di sana, mulai dari
para pekerja sibuk berlalu lalang karena terdapat perkantoran, para siswa
sampai mahasiswa yang beraktivitas saat berangkat dan setelah pulang sekolah
karena terdapat beberapa bangunan pendidikan di sana, atau masyarakat yang
berjalan-jalan karena terdapat area perdagangan dan komersial. Banyaknya
bangunan komersial yang terdapat di Jalan Pemuda menjadi sebuah magnet bagi masyarakat
Kota Semarang untuk datang ke kawasan ini dengan tujuan yang beragam seperti
berbelanja, wisata kuliner, bekerja, atau hanya sekedar
berjalan-jalan. Hal tersebut membuat kondisi di Jalan menjadi padat dengan
masyarakat yang berjalan-jalan.
A. Analisa
Hambatan Samping
Menurut MKJI 1997 hambatan samping
merupakan dampak terhadap jalan dari aktivitas jalan seperti gerakan pejalan
kaki, pemberhentian angkutan umum pada ruas jalan, kendaraan masuk dan keluar
ruas jalan serta kendaraan lambat yang menyebabkan penurunan kapasitas dan
kinerja jalan perkotaan. Hambatan samping mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
besar kecilnya kapasitas jalan. Semakin besar hambatan samping semakin kecil
kapasitas jalan begitu juga sebaliknya. Dengan semakin kecilnya kapasitas jalan
akan menyebabkan tingkat pelayanan jalan menjadi semakin rendah. Beberapa faktor hambatan samping yang berpengaruh
terhadap tingkat kinerja jalan sebagai berikut.
Tabel 2
Faktor Penyebab Hambatan Samping
Faktor
Hambatan Samping |
Deskripsi |
|
1 |
Aktivitas guna lahan sisi jalan |
Berupa pemotongan arus lalu lintas akibat
kendaraan yang keluar masuk dari aktivitas samping jalan, aktivitas penyeberangan
menuju samping jalan, dan melintasnya kendaraan
lambat. |
2 |
Penggunaan
badan jalan untuk parkir kendaraan |
Jalan Raya Kaligawe
yang pada umumnya tidak memiliki tempat parkir khusus yang memadai untuk tiap
aktivitas sisi kanan kiri jalan. |
3 |
Penggunaan
badan jalan untuk aktivitas menaik turunkan penumpang dan barang |
Berupa pemotongan arus lalu lintas akibat
kendaraan aktivitas menaik turunkan angkutan umum dan barang. Tidak hanya
fasilitas halte angkutan dan tempat khusus untuk bongkar muat barang
menjadikan aktivitas tersebut berlangsung di tepi jalan. |
4 |
Aktivitas
pejalan kaki dan pedagang kaki lima |
Berupa aktivitas pejalan kaki yang sering
tidak memanfaatkan trotoar di beberapa titik di alih fungsikan sebagai aktivitas
PKL maupun parkir. Pada jam masuk - pulang kuliah maupun kerja paling sering
terjadi kegiatan penyeberangan jalan oleh pejalan kaki. |
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, kemudian dianalisis
tanpa melakukan perubahan apapun dengan metode Do-Nothing, yaitu menganalisis
untuk kerja ruas jalan di daerah penelitian dengan menggunakan data dari
kondisi eksisting di wilayah studi tanpa melakukan perubahan apapun. Hasil
pengamatan hambatan samping pada lokasi penelitian selanjutnya di hitung bobot
terhadap hambatan samping untuk mendapatkan kategori kelas hambatan samping
apakah hambatan samping tinggi, yang sangat berpengaruh terhadap kapasitas ruas
jalan serta waktu tempuh atau kecepatan perjalanan yang sesuai dengan kondisi
eksisting. Setelah data hambatan samping terkumpul selama periode jam
pengamatan, maka dilakukan perhitungan hambatan yang merupakan total dari
masing-masing aktivitas samping jalan setelah dilakukan faktor bobot
masing-masing. Selanjutnya total bobot hambatan samping semua kegiatan
dibandingkan dengan klasifikasi kelas hambatan samping. Setelah klasifikasi
hambatan samping di peroleh, selanjutnya di sesuaikan dengan faktor penyesuaian
hambatan samping. Faktor penyesuaian hambatan samping di gunakan untuk
menghitung kapasitas jalan pada lokasi penelitian. Faktor bobot untuk
hambatan samping dapat dilihat seperti
berikut.
Tabel 3
Faktor Bobot Untuk Hambatan Samping
Tipe Kejadian Hambatan Samping |
Simbol |
Nilai Bobot |
Pejalan Kaki |
PED |
0,5 |
Kendaraan Parkir,
Berhenti |
PSV |
1,0 |
Kendaraan Keluar
Masuk |
EEV |
0,7 |
Kendaraan Lambat |
SMV |
0,4 |
Sumber: MKJI, 1997
Traffic
Counting hambatan
samping pada rute perjalanan menuju wisata Lawang Sewu terbagi menjadi dua skenario
jalan, rute 1 (Kawasan padat industri dan pertokoan) dan
rute 2 (Kawasan Perkantoran, Pendidikan dan rumah sakit). Dengan total 5
titik lokasi pengamatan hambatan samping hari kerja (Senin), hari kerja pendek (Sabtu)
dan hari libur (Minggu).
Tabel 4
Nilai Hambatan
Samping Jalan Trimulyo
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
92,7 |
88,1 |
67,4 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
83 |
73,2 |
81 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
100,5 |
84,9 |
71,1 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
88,5 |
94,1 |
75,4 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
94,9 |
84,8 |
68,1 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
89,1 |
75,1 |
72,2 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 5
Nilai Hambatan
Samping Jalan Pengapon
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
80 |
60,8 |
64,2 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
89,1 |
73,5 |
71,2 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
88 |
78 |
68,9 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
68,8 |
83,5 |
65,9 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
74 |
77 |
82,9 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
80 |
60,8 |
64,2 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 6
Nilai Hambatan
Samping Jalan Kaligawe
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
74,7 |
65,1 |
49,9 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
87,5 |
78,5 |
78,5 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
82 |
94,3 |
67,1 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
93,3 |
88,2 |
73,5 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
84,9 |
83,4 |
86,1 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
80,9 |
79,1 |
80,7 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 7
Nilai Hambatan
Samping Jalan Raden Patah
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
74,7 |
65,1 |
49,9 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
87,5 |
78,5 |
78,5 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
82 |
94,3 |
67,1 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
93,3 |
88,2 |
73,5 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
84,9 |
83,4 |
86,1 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
80,9 |
79,1 |
80,7 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 8
Nilai Hambatan
Samping Jalan Pemuda
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
75,6 |
60,9 |
75,8 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
78,4 |
19,7 |
71,2 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
75 |
85,5 |
60 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
85,7 |
469,9 |
80,5 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
84,6 |
22,5 |
77,7 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
80,7 |
24 |
80,3 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 9
Nilai Hambatan
Samping Jalan Woltermonginsidi
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
84,2 |
76,7 |
68,1 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
79,8 |
71,1 |
75,8 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
79,4 |
71 |
80,1 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
63,9 |
90,6 |
65,4 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
73,5 |
88,7 |
53,1 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
74,2 |
80 |
72,5 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 10
Nilai Hambatan
Samping Jalan Soekarno Hatta
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
79 |
60,5 |
75,2 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
74,5 |
72 |
69 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
76 |
61,8 |
71,6 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
67,4 |
60,5 |
70,6 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
72,2 |
70,9 |
75 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
76,7 |
68,4 |
65,7 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 11
Nilai Hambatan
Samping Jalan Majapahit
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
76,3 |
110,7 |
64,9 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
87,5 |
111,1 |
83,5 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
75,4 |
119,9 |
77,1 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
94,9 |
114,1 |
85,6 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
85,1 |
117,1 |
85,8 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
86 |
115,5 |
89,7 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 12
Nilai Hambatan
Samping Jalan Ahmad Yani
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
72,2 |
73,6 |
83,6 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
83,9 |
84,6 |
94,6 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
78,4 |
78,1 |
88,2 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
70,5 |
79,7 |
82 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
76,9 |
86,9 |
92,7 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
83,1 |
85,6 |
80,3 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
Tabel 13
Nilai Hambatan
Samping Jalan Pandanran
Jam Puncak |
Hari Kerja |
Hari Kerja Pendek |
Hari libur |
Hambatan Samping |
06.00-07.00 |
68,6 |
55,1 |
74,9 |
RENDAH |
07.00-08.00 |
74,6 |
66,2 |
84,6 |
RENDAH |
12.00-13.00 |
80,5 |
82,9 |
64,5 |
RENDAH |
13.00-14.00 |
84 |
88,9 |
84,5 |
RENDAH |
16.00-17.00 |
92,1 |
80,7 |
95 |
RENDAH |
17.00-18.00 |
75,8 |
70,3 |
72,1 |
RENDAH |
Sumber: Analisa, 2021
B. Analisa
Kinerja Jalan
Analisis kinerja Jalan
bertujuan untuk mengetahui kinerja jalan tersebut dalam mewadahi segala
aktivitas yang terjadi di atas jalan tersebut, dampak perkembangan guna lahan
pada sisi kanan kiri jalan berupa aktivitas industri pada alternatif rute 1
yaitu Jalan Trimulyo sampai Jalan Pemuda, Pada
alternatif rute 2 yaitu jalan Woltermonginsidi Sampai
Jalan Pandanaran menuju Lawang Sewu berupa
perkantoran, pertokoan dan area komersial. Data dalam penelitian ini diambil
dalam kondisi pandemi covid 19 sehingga data yang diperoleh akan berbeda dengan kondisi normal.
Berdasarkan dari survei
dengan traffic counting yang dilakukan pada hari Senin mewakili hari
biasa, hari Sabtu mewakili hari kerja pendek kemudian hari Minggu mewakili hari
libur. Survei dilakukan pada pagi hari pukul 06.00-08.00 WIB mewakili jam sibuk
pagi. pukul 12.00 - 14.00 WIB mewakili jam sibuk siang dan pukul 16.00 - 18.00
WIB mewakili jam sibuk sore. Pengamatan dilakukan pada jam puncak lalu lintas dan di
asumsikan bahwa periode waktu tersebut intensitas aktivitas lalu lintas dan
kegiatan masyarakat cukup tinggi dengan interval waktu pengamatan selama 15
menit yang kemudian di rekapitulasi per jam untuk keperluan perhitungan. Pengamatan
volume lalu lintas dibedakan menjadi beberapa jenis kendaraan yaitu sepeda
motor (MC), kendaraan ringan (LV) kendaraan berat (HV) dan kendaraan tidak
bermotor (UM).
Data volume lalu lintas diambil berdasarkan jam puncak saat volume lalu lintas tertinggi dan di konversikan ke dalam satuan mobil penumpang (smp/jam) dengan cara mengalikan faktor ekuivalen mobil penumpang (emp) dengan masing-masing jenis kendaraan. Nilai Ekuivalensi Mobil Penumpang (emp) berdasarkan MKJI (1997) seperti pada tabel berikut.
Tabel 14
Nilai Ekuivalensi Mobil Penumpang
(emp) berdasarkan MKJI 1997
Tipe kendaraan |
Bobot |
Motorcycle |
0,25 |
Light vehicle |
1 |
Heavy vehicle |
1,2 |
Unmotorized |
4 |
Sumber: MKJI,1997
Dari hasil rangkuman nilai arus lalu lintas harian kemudian dikalikan dengan koefisien satuan mobil penumpang (smp) dimana *1,2 untuk HV (kendaraan berat), *1 untuk LV (kendaraan ringan), *0,25 untuk MC (sepeda motor) dan 4 untuk UM (kendaraan lambat). Rangkuman arus lalu lintasa dapat dilihat seperti berikut.
Gambar 5
Perbandingan Arus Lalu
Lintas di Jl. Trimulyo (smp/jam)
Gambar
6
Perbandingan
Arus Lalu
Lintas di Jl. Pengapon (smp/jam)
Gambar
7
�Perbandingan
Arus Lalu Lintas di
Jl. Kaligawe (smp/jam)
Gambar
8
Perbandingan
Arus Lalu
Lintas di Jl. Raden Patah (smp/jam)
Gambar
9
Perbandingan
Arus Lalu
Lintas di Jl. Pemudah (smp/jam)
Hasil analisa volume
lalu lintas menunjukan nilai volume lalu lintas
rata-rata tertinggi pada rute 1 di hari kerja pendek (Sabtu) antara pukul 17.00
� 18.00 WIB. Hal tersebut dipengaruhi guna lahan sebagai kawasan industri
dimana waktu tersebut adalah jam pulang kerja karyawan dan kawasan tersebut
merupakan pemukiman kepadatan rendah dan sedang, serta fungsi kawasan campuran.
Hasil analisa volume lalu lintas pada alternatif rute
2 yaitu Jl. Woltermonginsidi sampai Jl. Pandanaran dapat dilihat sebagai berikut.
Gambar
10
Gambar 11
Perbandingan Arus Lalu Lintas
di Jl. Soekarno Hatta (smp/jam)
Gambar 12
�Perbandingan
Arus Lalu Lintas di Jl. Majapahit (smp/jam)
Gambar 13
Perbandingan Arus Lalu Lintas
di Jl. Ahmad Yani (smp/jam)
Gambar 14
Perbandingan Arus Lalu Lintas
di Jl. Pandanaran (smp/jam)
Hasil analisa
volume lalu lintas rute 2 volume lalu lintas rata-rata tertinggi terjadi pada
hari kerja (Senin) dan hari kerja pendek (Sabtu). Hal tersebut dipengaruhi dari
para pekerja yang sibuk berlalu lalang karena terdapat fungsi bangunan
perkantoran, para siswa sampai mahasiswa yang beraktivitas saat berangkat dan
setelah pulang sekolah karena terdapat beberapa bangunan pendidikan, atau
masyarakat yang berjalan-jalan karena terdapat area perdagangan
dan komersial.
C. Kecepatan Arus Lalu lintas
Kecepatan yang digunakan dalam perhitungan kecepatan kendaraan adalah
arus bebas. Kecepatan arus bebas yaitu arus nol dan kecepatan yang akan di
pilih pengemudi jika mengendarai kendaraan tanpa dipengaruhi oleh kendaraan
lain di jalan (MKJI, 1997).
FV = (Fvo + Fvw) x FFsf x FFVcs
FV
= (57 + 6) x 1,00 x 1,00
FV
= 63 x 1,00 x 1,00
FV
= 63 km/jam
Dimana:
Fvo����������� = Kecepatan arus bebas dasar semua
kendaraan = 57 km/jam (Enam lajur terbagi, 6/2D).
Evw���������� = Penyesuaian lebar jalur lalu lintas
= 6 (dua lajur tak terbagi).
FFVsf������� = Faktor penyesuaian arus bebas untuk
hambatan samping dengan kereb = 1,00 (tanpa hambatan
samping).
EEVcs������ = Penyesuaian arus bebas berdasarkan
ukuran penduduk = 1,00 (jumlah penduduk 1�1,3 juta jiwa).
Tabel 15
Kecepatan Arus Pada Alternatif
Rute 1
Ruas Jalan |
Kecepatan Arus Bebas (FV) |
Jl. Trimulyo |
63,00 |
Jl. Pengapon |
63,00 |
Jl. Kaligawe |
63,00 |
Jl. Raden Patah |
57,34 |
Jl. Pemuda |
58,00 |
Tabel 16
Kecepatan Arus Pada Alternatif
Rute 2
Ruas Jalan |
Kecepatan Arus Bebas (FV) |
Jl. Trimulyo |
61,00 |
Jl. Pengapon |
56,05 |
Jl. Kaligawe |
57,95 |
Jl. Raden Patah |
57,95 |
Jl. Pemuda |
59,00 |
D. Analisa Drajat Kejenuhan
Derajat Kejenuhan didefinisikan sebagai arus rasio lalu lintas Q (smp/jam) terhadap kapasitas C (smp/jam) digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja segmen jalan. Derajat kejenuhan digunakan untuk menghitung arus dan kapasitas jalan yang artinya apabila nilai DS mendekati 1 maka kondisi lalu lintas sudah mendekati jenuh. Nilai DS menunjukkan apakah segmen jalan tersebut mempunyai masalah kapasitas atau tidak.
Nilai Degree of saturation (DS) pada alternatif rute 1 pagi hari di hari kerja sebagai berikut.
Nama jalan���������� : Jalan Trimulyo
Motorcycle ���������� : 2130 kend/jam* 0,25����������� = 532,5 smp/jam
Light vehicle�������� : 851 kend/jam*1,0���� = 851 smp/jam
Heavy vehicle������ : 766 kend/jam*1,2���� = 919,8 smp/jam
Unmotorized�������� : 24 kend/jam*4��������� = 96 smp/jam
Total arus (Q) lalu lintas di jalan Pengapon pada jam puncak di pagi hari sebesar 2390,30 smp/jam. Analisa kapasitas jalan Pengapon berdasarkan MKJI 1997:
C = Co x FCw x FCsp
x FCsf x FCcs
Kondisi jalan 4/2 D terbagi:
Co������������ :
1650 smp/jam
FCw �������� :
(lebar 4 m/lajur) = 1,08
FCsp��������� : (dengan pemisah arah 50-50) = 0,98
FCsf��������� : (WG) Bahu jalan (1m), kondisi low =
0,95
FCcs��������� : 1,79 juta jiwa = 1,0
Maka
didapatkan nilai kapasitas ruas jalan (C) pada ruas jalan Pengapon pada jam
puncak di pagi hari sebesar 1659 smp/jam, sedangkan nilai dari perhitungan degree of saturation (DS) = Q/C = 2390,3/1659 = 1,441. Rekapitulasi nilai drajat kejenuhan (DS) dapat
dilihat berikut.
Tabel 17
Tabel Nilai Degree Of
Saturation On Pada Hari biasa
No |
Nama Ruas Jalan |
Degree of Saturation |
||
Pagi |
Siang |
Sore |
||
Jl. Trimulyo |
1,441 |
1,3629 |
1,5431 |
|
2 |
Jl. Pengapon |
1,4692 |
1,7242 |
1,4241 |
3 |
Jl. Kaligawe |
1,2778 |
1,4981 |
1,6370 |
4 |
Jl. Raden Patah |
0,9479 |
0,6569 |
0,9935 |
5 |
Jl. Pemuda |
0,8059 |
0,7296 |
0,6822 |
Tabel 18
Tabel Nilai Degree Of Saturation On Pada Hari kerja pendek
No |
Nama Ruas Jalan |
Degree of Saturation |
||
Pagi |
Siang |
Sore |
||
1 |
Jl. Trimulyo |
1,4103 |
1,5930 |
1,4937 |
2 |
Jl. Pengapon |
1,3566 |
1,4874 |
1,4158 |
3 |
Jl. Kaligawe |
1,3194 |
1,7862 |
1,7969 |
4 |
Jl.
Raden Patah |
0,6820 |
0,8278 |
0,6882 |
5 |
Jl.
Pemuda |
0,6613 |
0,6461 |
0,6761 |
Tabel 19
Tabel Nilai Degree Of Saturation On Pada Hari kerja Libur
No |
Nama Ruas Jalan |
Degree of Saturation |
||
Pagi |
Siang |
Sore |
||
1 |
Jl. Trimulyo |
1,6902 |
1,5389 |
1,6039 |
2 |
Jl. Pengapon |
1,7570 |
1,7894 |
1,3114 |
3 |
Jl. Kaligawe |
1,4755 |
1,2933 |
1,3564 |
4 |
Jl.
Raden Patah |
0,6479 |
0,7871 |
0,6064 |
5 |
Jl.
Pemuda |
0,6648 |
0,6099 |
0,7621 |
Tabel 20
Tabel Nilai Degree Of Saturation On Pada Hari biasa
No |
Nama Ruas Jalan |
Degree of Saturation |
||
Pagi |
Siang |
Sore |
||
1 |
Jl. Trimulyo |
1,7422 |
1,6675 |
1,7431 |
2 |
Jl. Pengapon |
1,3027 |
1,3747 |
1,4701 |
3 |
Jl. Kaligawe |
1,0585 |
0,8651 |
1,1220 |
4 |
Jl.
Raden Patah |
0,7605 |
0,7756 |
0,9540 |
5 |
Jl.
Pemuda |
0,8241 |
1,0423 |
1,0258 |
Tabel 21
Tabel Nilai Degree Of Saturation On Pada Hari kerja pendek
No |
Nama Ruas Jalan |
Degree of Saturation |
||
Pagi |
Siang |
Sore |
||
1 |
Jl. Trimulyo |
1,4713 |
1,6538 |
1,7463 |
2 |
Jl. Pengapon |
1,3857 |
1,6222 |
1,3745 |
3 |
Jl. Kaligawe |
0,9404 |
1,0290 |
0,8410 |
4 |
Jl.
Raden Patah |
0,7648 |
0,8922 |
0,9513 |
5 |
Jl.
Pemuda |
0,7852 |
1,0313 |
0,9801 |
Tabel 22
�Tabel Nilai Degree Of
Saturation On Pada Hari libur
No |
Nama Ruas Jalan |
Degree of Saturation |
||
Pagi |
Siang |
Sore |
||
1 |
Jl. Trimulyo |
1,6473 |
1,6200 |
1,7077 |
2 |
Jl. Pengapon |
1,8752 |
1,8294 |
1,6981 |
3 |
Jl. Kaligawe |
1,0298 |
0,8400 |
0,9421 |
4 |
Jl.
Raden Patah |
0,6080 |
0,8753 |
0,9297 |
5 |
Jl.
Pemuda |
0,6887 |
0,8420 |
0,7592 |
E. Analisa
Algoritma Dijkstra
Algoritma Dijkstra menggunakan pencarian jalur source shortest path yang artinya
pencarian jalur optimal dapat ditentukan dari simpul tertentu
ke semua simpul yang lain. Algoritma ini memberikan solusi optimal yang akan diambil dari node asal. Prinsipnya memilih node yang mungkin untuk dipilih sekarang,
dan keputusan yang telah diambil pada setiap langkah tidak akan
bisa diubah kembali artinya Algoritma Dijkstra berupaya membuat pilihan nilai optimum lokal pada setiap langkah dan berharap agar nilai optimum lokal ini mengarah
kepada nilai optimum global.
Asumsi yang digunakan
dalam analisa Algoritma Dijkstra adalah berupa data waktu tempuh dan data panjang jalan pada rute yang dilalui. Pencarian
rute menuju tempat wisata Lawang
Sewu menjadikan wisatawan untuk membuat keputusan rute mana yang akan diambil dari beberapa
alternatif rute yang dilalui. Analisa Algoritma Dijkstra dalam pencarian rute menuju tempat
wisata Lawang Sewu dengan menggunakan
solver TORA mempunyai dua
hasil output, yang pertama
disajikan dalam bentuk iterasi dan
yang kedua disajikan dalam bentuk specific
2-node shortest route yaitu disajikan langsung untuk melihat jarak
dua titik tertentu. Data Panjang jalan dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 23
Data Panjang
Ruas Jalan
Titik
2 |
Jarak
(Km) |
Titik
1 |
Titik
2 |
Jarak
(Km) |
|
v1 |
v2 |
1,53 |
v14 |
v18 |
0,95 |
v1 |
v6 |
0,94 |
v18 |
v19 |
0,45 |
v1 |
v4 |
6,51 |
v18 |
v22 |
0,25 |
v2 |
v7 |
1,07 |
v18 |
v26 |
1,83 |
v2 |
v3 |
2,46 |
v19 |
v20 |
1,72 |
v3 |
v8 |
1,17 |
v20 |
v21 |
1,09 |
v3 |
v4 |
2,52 |
v21 |
v25 |
1,09 |
v4 |
v5 |
1,15 |
v25 |
v28 |
1,14 |
v4 |
v12 |
2,14 |
v22 |
v23 |
0,28 |
v5 |
v13 |
2,00 |
v21 |
v32 |
1,55 |
v5 |
v21 |
4,71 |
v23 |
v24 |
1,76 |
v5 |
v39 |
1,64 |
v23 |
v29 |
0,90 |
v6 |
v7 |
0,91 |
v26 |
v30 |
2,43 |
v6 |
v9 |
0,31 |
v27 |
v28 |
0,79 |
v6 |
v11 |
1,71 |
v27 |
v31 |
0,73 |
v7 |
v8 |
1,44 |
v28 |
v32 |
0,65 |
v8 |
v10 |
0,67 |
v30 |
v31 |
1,36 |
v9 |
v10 |
2,10 |
v30 |
v38 |
2,43 |
v9 |
v11 |
2,80 |
v31 |
v32 |
0,35 |
v11 |
v10 |
2,42 |
v32 |
v37 |
1,01 |
v11 |
v14 |
1,85 |
v32 |
v35 |
0,76 |
v11 |
v18 |
2,85 |
v32 |
v38 |
1,46 |
v12 |
v13 |
2,49 |
v35 |
v36 |
0,60 |
v12 |
v15 |
2,28 |
v36 |
v37 |
1,03 |
v13 |
v17 |
1,56 |
v37 |
v38 |
0,49 |
v17 |
v33 |
1,25 |
v38 |
v26 |
2,35 |
v17 |
v21 |
1,24 |
v39 |
v33 |
3,67 |
Tampilan input
data panjang rute jaringan jalan pada solver TORA dalam pencarian rute perjalanan wisata menuju Lawang Sewu seperti berikut.
Gambar 15
Tampilan Input Data solver TORA
Analisa menggunakan Algoritma Dijkstra dalam pencarian rute tidak selalu menghasilkan solusi, hal tersebut terjadi bukan karena Algoritma Dijkstra tidak dapat menyelesaikannya, namun lebih karena graf yang diberikan memang tidak memungkinkan terdapatnya rute menuju titik tujuan dari titik awal tanpa melalui satupun titik kendala (titik kemacetan). Analisa penentuan rute menuju tempat wisata Lawang Sewu dengan menggunakan solver TORA berupa iterasi menghasilkan 39 iterasi. Iterasi Algoritma Dijkstra akan selesai jika semua simpul telah diberikan label permanen.
Gambar
16
�Iterasi 1
Analisa Algoritma Dijkstra Menggunakan
Solver TORA
�
Gambar
17
Iterasi permanen berhenti pada iterasi ke 39
Selanjutnya analisa Algoritma
Dijkstra menghasilkan output berbentuk specific node shortest route yaitu berupa rute
perjalanan dari titik awal menuju
titik akhir dengan total jarak tempuh pada rute yang dilalui. Hasil specific node shortest route seperti pada Gambar berikut.
Gambar 18
Hasil output specific
2-node shortest route pada solver TORA
Hasil analisa Algoritma Dijkstra menggunakan solver TORA dari titik permanen awal (Simpang Trimulyo) menuju titik permanen tujuan (Lawang Sewu) pada alternatif rute 1 didapatkan nilai jarak 9,71 Km Sedangkan Pada alternatif rute 2 didapatkan nilai jarak 13,85 Km. Hasil analisa dapat dilihat seperti pada Tabel berikut.
Tabel 24
Hasil Analisa Algoritma Dijkstra pada solver
TORA
Rute Perjalanan |
Rute |
Jarak (m) |
Rute 1 |
v1-v6-v11-v14-v18-v26-v38 |
9710 |
Rute 2 |
v2-v3-v4-v5-v21-v32-v38 |
13850 |
Sumber: Analisa, 2021
Selanjutnya dilakukan
analisis apakah hasil Algoritme Dijkstra dapat digunakan dan sudah sesuai dengan
kondisi lapangan menggunakan solver TORA. Keputusan
suatu rute dilewati atau tidak
berdasarkan faktor tipe masalah yang dijadikan menjadi variabel keputusan (bernilai 0 atau 1). Jika variabel keputusan bernilai 0 maka keputusannya adalah jalur tersebut
tidak dilewati, begitu pula sebaliknya, jika variabel keputusan
bernilai 1 maka keputusannya adalah jalur tersebut dilewati. Pengujian dengan solver TORA seperti
pada Gambar 5.48 dan Gambar berikut.
Gambar 19
Hasil Analisa Variabel
Decision Rute 1 Pada Solver TORA
�Hasil Analisa Variabel Decision Rute
2 Pada Solver TORA
Berdasarkan hasil
analisa menggunakan solver
TORA rute perjalanan
menuju tempat wisata Lawang Sewu
didapatkan nilai variabel decision pada rute
1 dan 2 bernilai 1, artinya kedua
alternatif rute tersebut dapat dilewati.
Dari hasil
analisa yang dilakukan rute perjalanan menuju lokasi wisata
Lawang Sewu dapat diakses menggunakan
beberapa rute jalan, analisa menggunakan Algoritma Dijkstra menunjukkan alternatif rute 1 memilki jarak tempuh yang lebih pendek dibandingkan
dengan alternatif rute 2. Hal tersebut sesuai dengan hasil
survei pendapat terhadap wisatawan yang melewati simpang Trimulyo menuju Lawang Sewu diketahui
bahwa 43% wisatawan memilih alternatif rute 1 (Jl. Trimulyo � Jl.
Pemuda) dengan alasan rute tersebut sering
dikunjungi dan sering dilewati.
Penentuan rute
tidak hanya ditentukan oleh jarak saja akan tetapi
juga mempertimbangkan kondisi
lalu lintas pada rute yang dilalui. Faktor yang mempengaruhi penentuan rute secara garis besar diantaranya adalah besar hambatan samping, waktu tempuh dan nilai degree of saturation (DS) lalu
lintas. Fluktuasi arus terjadi karena penumpukan suatu arus kendaraan yang menuju pada suatu tempat dengan menggunakan
pilihan rute yang sama sehingga menimbulkan
kepadatan lalu lintas dan mengakibatkan kemacetan pada rute tersebut. Rekapitulasi hasil
analisis dalam penentuan rute menuju tempat wisata
Lawang Sewu seperti pada Tabel berikut.
Tabel 25
Rekapitulasi Analisis Penentuan Rute Menuju Lawang
Sewu
Alternatif Rute |
Panjang Rute (Km) |
Waktu Perjalanan (Menit) |
Rata-Rata Nilai DS |
Hambatan Samping Rata-Rata (kejadian/200/jam) |
||
Hari Kerja |
Rute 1 |
9,71 |
20,00 |
0,722 |
130 |
Rendah |
Rute 2 |
13,85 |
28,00 |
0,801 |
125 |
Rendah |
|
Hari
Kerja Pendek |
Rute 1 |
9,71 |
19,60 |
0,784 |
126 |
Rendah |
Rute 2 |
13,85 |
21,70 |
0,827 |
122 |
Rendah |
|
Hari
Libur |
Rute 1 |
9,71 |
21,30 |
0.988 |
118 |
Rendah |
Rute 2 |
13,85 |
20,00 |
0.876 |
122 |
Rendah |
Sumber: Analisa, 2021
Pada hari kerja (Senin � Kamis) alternatif rute 1 yaitu Jl. Trimulyo � Jl. Pemuda memiliki panjang rute dan waktu tempuh perjalanan lebih pendek dibanding alternatif rute 2 dan nilai rata-rata degree of saturation (DS) rute tersebut sebesar 0,722. Maka rute yang direkomendasikan melalui alternatif rute 1. Penentuan rute yang dipilih dari beberapa alternatif rute secara manual menghasilkan keputusan yang sama dengan aplikasi penentuan rute menggunakan Algoritma Dijkstra dengan asumsi nilai DS pada alternatif rute 1 memiliki nilai dibawah 1 yaitu kondisi lalu lintas mendekati padat dengan kecepatan sedang dan variabel decision pada solver TORA �bernilai 1, maka rute tersebut bisa dilewati. Rute yang direkomendasikan pada hari kerja menuju Lawang Sewu seperti pada Gambar berikut.
Gambar 21
�Rekomendasi Rute Menuju
Lawang Sewu pada Hari Kerja
Pada hari kerja Pendek (jum�at � Sabtu) alternatif rute 1 yaitu Jl. Trimulyo � Jl. Pemuda memiliki panjang rute dan waktu tempuh perjalanan lebih pendek dibanding alternatif rute 2 dan nilai rata-rata degree of saturation (DS) rute tersebut sebesar 0,784. Maka rute yang direkomendasikan melalui alternatif rute 1. Penentuan rute yang dipilih dari beberapa alternatif rute secara manual menghasilkan keputusan yang sama dengan aplikasi penentuan rute menggunakan Algoritma Dijkstra dengan asumsi nilai DS pada alternatif rute 1 memiliki nilai dibawah 1 yaitu kondisi lalu lintas mendekati padat dengan kecepatan sedang dan variabel decision pada solver TORA� bernilai 1, maka rute tersebut bisa dilewati. Rute yang direkomendasikan pada hari kerja menuju Lawang Sewu seperti pada Gambar berikut.
Gambar
21
Rekomendasi Rute Menuju Lawang
Sewu pada Hari Kerja Pendek
Pada hari Libur (Minggu) rute yang direkomendasikan adalah alternatif rute 2 yaitu Jl. Woltermonginsidi � Jl. Pandanaran memiliki panjang rute yang lebih panjang dibanding alternatif rute 1, namun memiliki waktu tempuh dan nilai rata-rata degree of saturation (DS) sebesar 0,876 lebih rendah dari alternatif rute 1. Penentuan rute yang dipilih dari beberapa alternatif rute secara manual menghasilkan keputusan yang sama dengan aplikasi penentuan rute menggunakan Algoritma Dijkstra dengan asumsi nilai DS pada alternatif rute 2 memiliki nilai dibawah 1 yaitu kondisi lalu lintas mendekati padat dengan kecepatan rendah dan variabel decision pada solver TORA� bernilai 1, maka rute tersebut bisa dilewati. Rute yang direkomendasikan pada hari kerja menuju Lawang Sewu seperti pada Gambar berikut.
Gambar 22
Rekomendasi
Rute Menuju Lawang Sewu pada Hari Libur
Kesimpulan
Penentuan rute perjalanan tidak hanya
ditentukan oleh jarak saja akan tetapi juga mempertimbangkan kondisi lalu
lintas pada rute yang dilalui, sehingga tidak hanya tentang rute tercepat saja
tetapi juga tentang skenario rute perjalanan untuk menghindari kemacetan lalu
lintas dan mendapatkan rute yang paling optimal. Ada beberapa rute perjalanan
lain yang lebih pendek, namun dengan adanya titik kemacetan yang disebabkan oleh
hambatan samping dan nilai degree of saturation (DS) yang tinggi sehingga
rute tersebut tidak dijadikan pilihan.
Faktor yang mempengaruhi penentuan
rute terpendek secara garis besar diantaranya adalah penumpukan suatu arus dan
hambatan samping. Fluktuasi arus terjadi karena penumpukan suatu arus kendaraan
yang menuju pada suatu tempat dengan menggunakan pilihan jalur yang sama
sehingga menimbulkan kepadatan lalu lintas dan mengakibatkan kemacetan.
Fluktuasi ini terjadi pada jam berangkat kerja dan pulang kerja. Faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam mencari rute terpendek dalam penelitian ini adalah kepadatan
lalu lintas dan waktu tempuh perjalanan. Adapun faktor yang mempengaruhi waktu
tempuh yaitu penumpukan arus lalu lintas dan hambatan samping seperti
penyeberang jalan, parkir ditepi jalan, pedagang kaki lima, dan renovasi atau
konstruksi jalan dan kepadatan lalau lintas dipengaruhi oleh besarnya nilai degree
of saturation (DS) menuju objek wisata Lawang Sewu.
BIBLIOGRAFI
Boediningsih, W. (2011). Dampak Kepadatan
Lalu Lintas Terhadap Polusi Udara Kota Surabaya. Jurnal Fakultas Teknik
Universitas Narotama Surabaya, XX, 119�138.
Dickson
K.W. Chiu, Oliver K.F. Lee, H. L. (2005). A multi-modal agent based mobile
route advisory system for public transport network. Jurnal of the Annual Hawaii
International Conference on System Sciences, 1, 92.
Faro, A., & Giordano, D. (2016).
Algorithm to Find Shortest and Alternative Path in Free Flow and Congested
Traffic Regimes. Jurnal Elsevier Transportation Engineering, 6,
7�8.
Manual Kapasitas Jalan Bina Marga. (1997).
MKJI 1997 in Departemen Pekerjaan Umum, (pp. 1�573).
Mustikarani (2016). Analisis Faktor-Faktor
Penyebab Kemacetan Lalu Lintas Di Sepanjang Jalan H Rais a Rahman (Sui Jawi)
Kota Pontianak. Jurnal of ICT Research and Applications, 14(1),
143�155.
Peraturan Walikota Semarang Nomor 3 Tahun
2010 tentang promosi wisata di Kota Semarang.
Patricia,
Joshephine (2019). Implementasi Algoritma Dijkstra Dalam Menentukan Rute Terpendek Bis Trans Jakarta dalam
Mengunjungi 5 Destinasi Populer di Jakarta. Jurnal Univ Santa Darma, Yogyakarta. 1-15.
Setiadji, A. (2006). Studi Kemacetan Lalu
Lintas Jalan Kaligawe Kota Semarang. Jurnal Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, 1�156.
Tamin, O. Z (2000). Perencanaan dan Pemodelan
Transportasi, Edisi Pertama. Perencanaan dan pemodelan transportasi. ITB,
Bandung.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 10
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, 20-21 (2009).
������������������������������������������������
Copyright holder: Moh Luthfi
Nurul Afif, Ismiyati, Mudjiastuti Handajani (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |